Bantuan Hukum untuk Tersangka Penyalahgunaan Narkotika dalam Proses Penyidikan dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

  

BANTUAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN

DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG

ADVOKAT

LAPORAN KERJA PRAKTIK

  Diajukan Untuk Memenuhi Laporan Kerja Praktik Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

  Universitas Komputer Indonesia Oleh

  Nama : Rizky Adiputra Nim : 3.16.10.001 Program Kekhususan : Hukum Pidana

  Di Bawah Bimbingan Hetty Hassanah, SH., MH

  NIP. 4127.33.00.005

  

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  Nama : Rizky Adiputra Tempat Tanggal Lahir : Cimahi, 09 Maret 1992 Kelamin : Laki-Laki Agama : Islam Alamat : Jl.H.Hamim Nomor 56A Cimahi Pendidikan Formal : - SDN Cimahi 2

  • SMPN 6 Cimahi - SMAN 5 Cimahi

  DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...............................................................................

  1 B. Identifikasi Masalah .................................................................... ..... 10

  C. Maksud dan Tujuan .................................................................... ..... 11

  D. Manfaat Kegiatan ............................................................................. 11

  E. Jadwal Kerja Praktik ................................................................... ..... 12

  BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERSANGKA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN BADAN NASIONAL NARKOTIKA A. Aspek Hukum Tentang Hak Tersangka Dalam Asas Persamaan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ....................................... 13

  1. Asas Persamaan Kedudukan di Hadapan Hukum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 ............................... 15

  2. Asas Persamaan Kedudukan di Hadapan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia .......................................................................... .................... 18

  3. Pengertian Bantuan Hukum ............................................... .. 22

  BAB III LAPORAN KERJA PRAKTIK A. Tugas Harian .......... ....................................................................... 41

  2. Pemusnahan Barang Bukti Narkotika .................................. 43

  1. Melakukan Tes Urin di Pusdik Armed ................................. 42

  B. Tugas Lapangan ........................................................................... 42

  3. Membuat Surat Perpanjangan Penahanan ......................... 42

  2. Membuat Surat Ijin Penggeledahan Badan dan Rumah ...... 42

  1. Membuat Berita Acara Perkara Tersangka ......................... 41

  5. Tujuan Pokok dan Fungsi .................................................. .. 38

  4. Penyelidikan .................................................................... ..... 24

  4. Sasaran Badan Narkotika Nasional ..................................... 38

  3. Tujuan Badan Narkotika Nasional ..................................... ... 37

  2. Visi dan Misi ................................................................... ...... 36

  1. Sejarah BNN ................................................................... ..... 31

  C. Tinjauan Hukum Terhadap Instansi Badan Narkotika Nasional ....... 31

  B. Ketentuan Hukum Tindak Pidana Mengenai Narkotika .................. . 27

  5. Hak Tersangka ................................................................. .... 25

  3. Seminar yang dilaksanakan oleh Badan Narkotika Nasional yang berjudul “Tingkat Pemahaman Petugas Terhadap Peraturan Terhadap Perundang-Undangan Terkait Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ................................................. 46

  BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat ...................................

  48 B. Perlindungan Hukum Tersangka Penyalahgunaan Narkotika Dalam Proses Penyidikan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana ..........................................

  53 BAB V PENUTUP A. Simpulan ................................................................................... ..

  58 B. Saran ........................................................................................ ..

  60 DAFTAR PUSTAKA

  LAMPIRAN

KATA PENGANTAR

  Segala puji serta syukur Peneliti ucapkan kepada Allah S.W.T. yang telah memberikan segala rahmat dan karunian-Nya, shalawat serta salam kepada Nabi besar Muhammad S.A.W., berkat taufik dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan tugas laporan kerja praktik dengan judul :Bantuan Hukum Untuk Tersangka Penyalahgunaan Narkotika Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

  Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan tugas laporan kerja praktik ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun sistematika pembahasan. Keterbatasan kemampuan serta pengalaman dari penulis sendiri merupakan salah satu faktor penyebab sehingga masih banyak yang perlu diperbaiki. Peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk dapat memperbaiki kekurangan dikemudian hari.

  Pada proses penyusunan tugas laporan kerja praktik ini, Peneliti mendapat bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh Karena itu Peneliti mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada Ibu Hetty Hassanah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabarannya untuk membimbing Peneliti dalam menyelesaikan tugas laporan kerja praktik ini, selain itu juga dalam kesempatan ini Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

  2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, SH., MS., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

  3. Yth. Ibu Hetty Hassanah, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

  4. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

  5. Yth. Ibu Febilita Wulan Sari, S.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

  6. Yth. Bapak Dwi Iman Muthaqin, S.H., M.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

  7. Yth. Ibu Muntadhiroh Alchujjah S.H., LLM., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

  8. Orang Tua peneliti yang selalu memberikan dorongan moril dan materi serta do’a kepada peneliti dalam menyelesaikan laporan kerja praktik ini;

  9. Teman terdekat yang selalu memberikan motivasi agar dapat menyelesaikan penulisan laporan kerja praktik ini;

  10. Teman-teman angkatan 2010 Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia, dan adik-adik Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya.

  Akhir kata, semoga segala pengorbanan yang diberikan oleh orang-orang terkasih Peneliti, baik moril maupun materil mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah S.W.T. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta berada dalam Perlindungan-Nya. Semoga tugas penulisan laporan kerja praktik ini bermanfaat bagi para pembaca dan Peneliti sendiri.

  Bandung, Februari 2014 Peneliti

DAFTAR PUSTAKA

A. SUMBER BUKU

  BNN, Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Pemuda, BNN, Jakarta, 2004.

  BNNP, Apa Yang Bisa Anda Lakukan Dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, BNNP, Jakarta, 2013.

  Dardji Darmodihardjo, Santiaji Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya, 1981.

  J.E. Sahetapy, Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, Rajawali, Jakarta, 1982.

  Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah Dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, 2003.

  Moh. Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.

  M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.

  Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992.

  B. Peraturan Perundang-Undangan

  Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

  C. Sumber Lain

  I Nyoman Arnita, Perlindungan Hak-Hak Tersangka Dalam Penahanan Ditinjau Dari Aspek Hak Asasi Manusia, Vol XXI, April-Juni, 2013.

  D. Sumber Internet

  

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia saat ini telah berkembang pesat,

  sehingga menimbulkan persaingan yang cukup ketat khususnya ditingkat universitas. Tujuan Kerja Praktik (KP) ini adalah membentuk mahasiswa agar dapat bersaing serta menjadi lebih berkualitas khususnya bagi mahasiswa, maka untuk mempelajari ilmu pengetahuan dibidang hukum tidak hanya secara teoritis sebatas di luar kelas, tetapi untuk menerapkan teori yang didapatkan di dalam kelas, oleh karena itu praktis diperlukan Kerja Praktik (KP), sehingga setiap mahasiswa dapat membedakan secara teoritis dan praktis ilmu pengetahuan yang didapat di dalam kelas serta kenyataan yang terjadi dilapangan.

  Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Barat merupakakan badan non kementrian yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, BNN berisi praktisi - praktisi hukum yang berasal dari kepolisian dan juga dari PNS, untuk bidang akademisi hukum di tempatkan pada penyidik POLISI ataupun penyidik PNS , yang keduanya memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan sesuai dengan KUHAP.

  Peneliti melakukan Kerja Praktek (KP) di Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Barat. BNN adalah menurut Pasal 4 Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota mengenai susunan organisasi, BNN Provinsi Jawa Barat terdiri atas :

  1. Kepala;

  2. Kepala Tata Usaha;

  3. Bidang Pencegahan;

  4. Bidang Pemberdayaan Masyarakat; dan 5. Bidang Pemberantasan.

  Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Barat mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang BNN dalam wilayah Provinsi.

  BNNP dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi untuk menyelenggarakan :

  1. Pelaksanaan kebijakan teknis P4GN di bidang pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, dan rehabilitasi.

  2. Pelaksanaan penyiapan bantuan hukum dan kerja sama.

  3. Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.

  4. Penyususnan rencana program dan anggaran BNNP.

  5. Evaluasi dan penyusunan laporan BNNP 6. Pelayanan administrasi BNNP.

  Sesuai dengan tugas BNNP dalam penanggulangan kejahatan narkotika peneliti ingin mengetahui tindakan hukum seperti apa yang tepat untuk menangulangi kejahatan narkotika sesuai dengan Undang - Undang Nomor

  35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam upaya Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Penyalahgunaan Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (selanjutnya akan disebut narkoba) merupakan permasalahan kompleks baik dilihat dari faktor penyebab maupun akibatnya. Penyebabnya merupakan kompleksitas dari berbagai faktor, termasuk faktor fisik dan kejiwaan pelaku, serta faktor lingkungan baik mikro maupun makro.

  Akibatnya juga sangat kompleks dan luas tidak hanya terhadap pelakunya, tetapi juga menimbulkan beban psikologis, sosial dan ekonomis, bagi orang tua dan keluarganya, serta menimbulkan dampak yang merugikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa

  1 dan umat manusia.

  Menurut Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan pengertian narkotika adalah :

  “zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan”. Narkoba merupakan obat legal yang digunakan dalam dunia kedokteran, namun dewasa ini Narkoba banyak disalahgunakan, bahkan kalangan muda tidak sedikit yang menggunakan narkoba, banyak dari penyalahguna yang menggunakan Narkoba dengan alasan untuk kesenangan batin, namun sayangnya tidak banyak yang mengetahui

  2 bahaya narkoba.

  1 Penyalahgunaan Narkoba. Diakses pada hari Sabtu, 02 November 2013. Pukul 21.35 WIB. 2 Narkoba. Diakses pada hari Minggu, 03 November

  Dampak yang akan terjadi apabila para pengguna memakai

  3

  barang narkoba adalah :

  1. Penyalahgunaan narkoba merusak susunan saraf pusat dan mengakibatkan kerusakan sel otak yang irreversible, kerusakan hati, jantung, ginjal, paru-paru dan orgab lainnya.

  2. Pecandu dengan suntikan mempunyai resiko kematian tujuh kali lebih tinggi dan populasi umum pada kelompok umur yang sama.

  3. Penggunaan jarum suntik bergantian oleh pengguna narkoba suntikan (IDU) adalah cara yang paling efektif menularkan HIV, virus penyebab AIDS.

  4. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan gangguan pada perkembangan normal seseorang, daya ingat, perasaan, persepsi dan kendali diri.

  a. Penggunaan narkoba akan diikuti oleh perubahan pikiran, perasaan dan perilaku maka hal-hal yang dalam kondisi normal tidak akan dilakukan seseorang, setelah memakai narkoba tersebut tidak ada yang tidak mungkin dilakukan termasuk melukai atau membunuh orang. Orang menjadi tidak lagi dapat bertindak secara rasional.

  b. Penyalahgunaan narkoba mengakibatkan meningkatnya kejahatan, kekerasan, dan kriminalitas. Kokain, 3 khususnyabila digabungkan dengan alkohol, dapat

  BNNP, Apa Yang Bisa Anda Lakukan Dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, BNNP, 2013. Hlm. 4 membangkitkan perilaku penuh kekerasan dalam diri seseorang yang berperilaku baik.

  5. Konsumsi narkoba dalam kandungan dapat mengakibatkan bayi yang baru lahir menderita cacat dan kelainan bawaan serta merusak mental (psikis) dan jasmani (fisik).

  6. Para pengguna narkoba lebih dari tiga tiga kali cenderung mengalami kecelakaan di tempat kerja.

  7. Penyalahgunaan narkoba mengakibatkan kemiskinan.

  8. Penyalahgunaan narkoba merusak karir seseorang.

  9. Kerusakan paling parah akibat narkoba adalah di keluarga.

  Kehidupa keluarga yang tidak berfungsi normal berkaitan erat dengan penyalahgunaan narkoba.

  Pada tahun 2012, tercatat ada sekitar 960 ribu orang dari total

  49,1 juta penduduk Jawa Barat merupakan pengguna narkoba baik pria

  maupun wanita dari berbagai kalangan. Rincian pengguna narkoba di Provinsi Jawa Barat sekitar 2,44% dari penduduk Jawa Barat sebagai

  4 pecandu.

  Adapun barang bukti tindak pidana narkotika tersebut antara lain yaitu jenis narkotika seperti ganja, sabu-sabu, heroin hingga pil koplo, selain jenis-jenis narkotika tersebut juga ditemukan benda-benda atau alat yang ada pada tersangka seperti tas, uang, kantong plastik, timbangan, alat suntik,kendaraan dan benda-benda lain yang digunakan 4 tersangka dalam melakukan tindak pidana narkotika.

  Angka Pengguna di Jawa Barat. Diakses pada hari Minggu, 03 Nopember 2013. Pukul 22.46 WIB.

  Tindak pidana narkotika yang terjadi di Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan berbagai modus operandi, dari kasus-kasus yang telah terungkap diketahui bahwa para pengedar tidak hanya mengedarkan dan menjual narkotika, akan tetapi para pengedar memiliki peran ganda sebagai pemakai dan juga penjual. Dalam beberapa kasus pengedar yang tertangkap kebanyakan hanya memberikan keterangan bahwa mereka hanyalah orang suruhan, kurir atau perantara dalam suatu transaksi jual beli narkotika.

  Penggolongan Narkotika berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan : 1.

  Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

  2. Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

  3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Kasus yang peneliti bermula saat penyalahgunaan narkotika tertangkap tangan oleh pihak BNN dan kemudian tersangka penyalahgunaan narkoba tidak didampingi oleh penasihat hukum. Banyak orang memandang masalah narkoba sebagai “aib” keluarga sehingga harus disembunyikan atau ditutup-tutupi, padahal sesungguhnya masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah sosial yang mempengaruhi banyak orang dan mempunyai resiko yang sangat luas, dan orang-orang yang terlibat masalah narkoba adalah orang-orang yang mempunyai nilai-nilai kepribadian yang menyimpang dan mereka itu berhak untuk diperlakukan sebagai orang yang membutuhkan pertolongan dan perawatan. Masalah narkoba harus diungkapkan dan ditangani secara baik dan benar oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan atau profesional di bidang penanganan

  5 masalah penyalahgunaan narkoba .

  Penyalahgunaan narkoba, secara ekonomis menimbulkan biaya yang sangat besar baik terhadap pelakunya, orang tua atau keluarganya, maupun terhadap perekonomian nasional. Pelakunya harus mengeluarkan sejumlah besar uang untuk membeli narkoba yang harganya sangat mahal untuk memenuhi ketagihan akan narkoba yang terus menerus dan semakin meningkat. Seandainya yang bersangkutan mengikuti program perawatan dan pemulihan, maka pelaku dan keluarganya harus mengeluarkan sejumlah uang yang sangat besar untuk biaya perawatan dan pemulihannya. Di samping sangat mahal

  5 serta memerlukan waktu yang lama, tidak ada yang menjamin pelaku dapat pulih sepenuhnya.

  Proses peradilan pidana bagi tersangka dalam perkara penyalahgunaan Narkoba, yang dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, pemeriksaan di persidangan, hingga pemidanaan, merupakan kegiatan yang sangat kompleks dan dapat dikatakan tidak mudah dipahami serta kadangkala menakutkan

  6 bagi masyarakat awam.

  Persepsi tersebut yang membuat para pencari keadilan tidak ingin untuk didampingi oleh penasihat hukum selama penyelidikan dan berbagai macam kondisi yang tidak menyenangkan dari pemberitaan media massa terhadap permasalahan penyalahgunaan narkoba.

  Keadaan tersebut membuat para penyalahgunaan narkoba tidak ingin didampingi oleh penasihat hukum, karena ketidaktahuan mereka akan sangat bahayanya narkoba maupun tentang aturan hukum yang mengaturnya, maupun perlakuan tidak simpatik dari aparat penegak hukum.

  Keberadaan perundang

  • – undangan yang khusus memberikan perlindungan dan hak-hak mereka terlihat belum tegas. Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana telah merumuskan sejumlah hak-hak yang dimiliki seorang warga masyarakat yang terlibat dalam suatu perkara pidana, tidak terkecuali seorang warga masyarakat yang terlibat perkara penyalahgunaan narkoba terutama dalam kedudukannya sebagai pelaku
  • 6 penyalahguna, memiliki hak-haknya sebagaimana yang telah diatur oleh

      J.E Sahetapy, Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan ketentuan perundang-undangan, namun dalam kenyataannya tidak jarang timbul permasalahan sehubungan dengan pemenuhan hak-hak tersebut.

      Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Badan Narkotika Nasional diharapkan mampu membantu proses penyelesaian perkara terhadap seseorang atau lebih yang telah melakukan tindak pidana narkotika. Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Badan Narkotika Nasional diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, hal mana belum diatur dalam undang-undang yang lama. Dua kewenangan dirasa perlu untuk mengantisipasi kejahatan narkotika dengan modus operandi yang semakin kompleks dan didukung oleh jaringan organisasi. Tidak hanya penambahan kewenangan, status kelembagaan Badan Narkotika

    7 Nasional perlu ditingkatkan.

      Dengan demikian jelas bahwa hak yang dimiliki tersangka pelaku penyalahgunaan Narkotika, sepertinya harus juga disertai kewajiban bagi aparat (penyidik) untuk memenuhi hak-hak tersebut. Pelanggaran terhadap hak tersebut seharusnya pula diberikan sanksi. Pemberian sanksi dimaksudkan agar hak-hak tersangka benar-benar terjamin pelaksanaannya. Namun pelanggaran atas hal tersebut tidak disertai sanksi. Hal ini memang menjadi kendala dalam pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia, terutama bagi tersangka pelaku penyalahgunaan Narkoba yang seolah-olah sekarang ini terabaikan dari para penasehat hukum, walaupun dengan alasan untuk membuat jera para pelaku

      7 Diakses penyalahguna, selain itu juga aparat penegak hukum bisa dengan mudah mengelak dari kewajibannya tanpa ada konsekuensi apapun.

      Berdasarkan kegiatan Kerja Praktek (KP) yang telah di laksanakan, maka penulis membuat laporan Kerja Praktek dengan judul :

      BANTUAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT.

    B. Identifikasi Masalah

      Agar permasalahan yang hendak diteliti tidak mengalami perluasan dan supaya penelitian yang dilaksanakan lebih mendalam maka diperlukan suatu pembatasan masalah, maka perlu disusun perumusan masalah secara teratur dan sistematis. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka rumusan masalah dalam Kuliah Praktek (KP) sebagai berikut:

      1. Bagaimana bentuk bantuan hukum terhadap tersangka penyalahgunaan narkotika dalam proses penyidikan dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat?

      2. Bagaimana perlindungan hukum tersangka penyalahgunaan narkotika dalam proses penyidikan berdasarkan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana?

      C. Maksud dan Tujuan

      1. Untuk mengetahui dan memahami bentuk bantuan hukum untuk tersangka penyalahgunaan narkotika ketika dalam proses penyidikan dihubungkan dengan Undang-Undang Advokat.

      2. Untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum untuk tersangka penyalahgunaan narkotika berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

      D. Manfaat Kegiatan

      Ada empat manfaat kegiatan yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu :

      1. Bagi mahasiswa, diharapkan berguna bagi mahasiswa lainnya yang akan membuat laporan dan sebagai referensi ataupun sebagai cakupan teori.

      2. Bagi masyarakat, diharapkan masyarakat mengetahui mengenai bahaya narkotika dan cara bagaiman menanggulangi kejahatan narkotika.

      3. Bagi instansi, diharapkan intansi akan lebih memahami mengenai sanksi pidana yang seharusnya di terapkan pada kasus narkotika, karena kasus narkotika berbeda dari tindak pidana lainnya.

      4. Bagi pemerintah, diharapkan lebih banyak melakukan sosialisasi terhadap masyarakat, khususnya generasi muda yang belum tahu betapa bahayanya narkotika

    E. Jadwal Kerja Praktik

      Kerja praktik dimulai pada bulan September hingga Oktober 2013 dengan melakukan survei ke berbagai tempat yang akan dijadikan sebagai tempat kerja praktik, dalam hal ini adalah Instansi Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Barat.

      Setelah menemukan instansi yang dapat menerima mahasiswa yang akan melakukan kerja praktek di Instansi tersebut, dibuatlah surat pengantar yang dibuat oleh sekretaris jurusan kepada Kepala Instansi Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Barat.

      Setelah diterima di Instansi tersebut, peneliti melakukan kegiatannya seperti membantu pegawai BNN dalam melaksanakan tugasnya seperti menyusun BAP (Berita Acara Perkara), pergi ke lapangan dan lain-lain.

      Habis masa penelitian di BNN, peneliti melakukan penyusunan laporan yang dimana laporan tersebut merupakan hasil akhir dari penelitian tersebut. Bulan November sampai Desember merupakan jadwal penyusunan laporan kerja praktik dan diakhir Januari dilakukan sidang untuk mempertanggungjawabkan hasil dari laporan tersebut.

      

    BAB II

    TINJAUAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM

    TERSANGKA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN BADAN

    NARKOTIKA NASIONAL

    A. Aspek Hukum Tentang Hak Tersangka Dalam Asas Persamaan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) telah menjamin kedudukan setiap

      warga negara, di dalam hukum dan pemerintahan. Demikian halnya dalam UUD 1945 Perubahan Ke-dua, Pasal 28D ayat (1) merumuskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

      Suatu negara hukum menurut Sri Soemantri, harus memenuhi

      7

      beberapa unsur, yatu :

      1. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang- undangan.

      2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara).

      3. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara. 7 4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.

      Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992,

      Indonesia sebagai negara berdasarkan hukum menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan Pemerintahan tanpa ada kecualinya.

      Konsep persamaan kedudukan dalam hukum menurut Undang- Undang Dasar 1945 adalah suatu mata rantai antara hak dan kewajiban yang harus berfungsi menurut kedudukannya masing-masing. Perlakuan yang sama di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh pemerintah, di sisi lain warga negara wajib pula

      8 mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.

      Asas persamaan kedudukan di hadapan hukum yang lebih dikenal sebagai asas equality before the law, berlaku untuk setiap orang tanpa membedakan statusnya, walaupun sebagai orang yang sedang berhadapan dengan hukum. Dalam konteks hukum secara pidana, orang yang berhadapan dengan hukum terbagi atas dua golongan, yaitu sebagai tersangka dan terdakwa. Berdasarkan asas equality before the

      law, kedua golongan ini tetap dianggap sebagai manusia yang

      mempunyai hak asasi untuk membela kepentingannya dalam

      9 menghadapi proses hukum yang sedang dijalani.

      Ketentuan dalam hukum acara pidana adalah berfungsi untuk untuk melindungi para tersangka dan terdakwa, terhadap tindakan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menjalankan 8 fungsi penegakan hukum di lembaga peradilan. Peradilan seharusnya

      Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah Dan Asas

    Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bandung, Alumni, 2003. Hlm. 24. 9 menjadi tempat warga masyarakat untuk memperjuangkan, memperoleh dan mempertahankan hak-haknya

    a. Asas Persamaan Kedudukan di Hadapan Hukum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.

      Kitab Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana sudah selanyaknya kita sambut gembira oleh kita, karena undang-undang tersebut diharapkan akan membawa gagasan baru dengan napas humanisme dan nilai keadilan yang didambakan oleh semua pihak dalam masyarakat kita. Nilai keadilan yang sesuai dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia haruslah merupakan nilai yang dapat memelihara dan mempertahankan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu di satu pihak dan kepentingan masyarakat di lain pihak. Nilai keadilan inilah yang merupakan nilai terpenting dari setiap peraturan perundang-undangan, termasuk Kitab Undang-

      10 undang Hukum Acara Pidana ini.

      Selain itu, penegakan dan pelaksanaan hukum tidak boleh dilakukan sedemikian rupa, sehingga sama sekali menghilangkan nilai etika pada umumnya dan martabat

      11 kemanusiaan khususnya.

      Sama halnya seperti tersangka penyalahgunaan 10 narkotika dalam menjalani persidangan tidak boleh dibeda-

      Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010. Hlm. 67. 11 bedakan dengan tersangka yang lain apalagi tersangka yang tidak mampu secara ekonomi.

      Penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

      12

      memiliki lima tujuan sebagai berikut :

      1. Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau terdakwa)

      2. Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan.

      3. Kodifikasi dan unifikasi hukum acara pidana.

      4. Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum.

      5. Mewujudkan hukum acara pidana yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

      Dalam mewujudkan tujuan acara pidana sesuai dengan yang di atas, maka Undang-undang Hukum Acara Pidana

      13

      menetapkan sepuluh asas yaitu :

      1. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum denga tidak mengadakan pembedaan perlakuan.

      2. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan 12 cara yang diatur dengan undang-undang. 13 Ibid. Hlm. 70.

      3. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

      4. Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan/atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkan, wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak pada tingkat penyidikan, dan karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana, dan/atau dikenakan hukuman administrasi.

      5. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.

      6. Setiap orang yang tersangkut perkara, wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.

      7. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberi tahu haknya termasuk hak untuk menghubungi penasihat hukum.

      8. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.

      9. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.

      10. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan. Asas kesepuluh yang telah diuraikan di atas nampak bahwa fungsi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana lebih memfokuskan kepada perlindungan harkat dan martabat tersangka atau terdakwa.

      

    b. Asas Persamaan Kedudukan di Hadapan Hukum

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

      Suatu negara hukum, baik yang diperkembangkan oleh negara-negara kontinental atau negara-negara Anglo Saxon, memiliki sebagai “basic requirement” pengakuan, jaminan hak-hak dasar manusia yang dijunjung tinggi. Dengan demikian, di dalam negara hukum yang pokok ialah ada pembatasan kekuasaan oleh hukum sedemikian sehingga hak-hak dasar rakyat terbebas dari tindakan sewenang-

      14 wenang dari penguasa.

      Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin hak tersangka untuk tidak menerima perlakuan secara diskriminasi, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa serta hak persamaan didepan hukum serta adanya pengaturan mengenai sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang berfungsi melaksanakan pengajian, penelitian, penyuluhan,

      15

      pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia Negara-negara di seluruh dunia memandang HAM sebagai hal yang universal dan penting. HAM merupakan elemen penting karena terdapat norma-norma moral dan hukum yang bercita-cita melindungi semua umat manusia dimanapun berada.

      Permasalahan HAM merupakan isu yang bersifat nasional dan internasional yang telah diperbincangkan serta memerlukan perhatian yang serius, karena menyangkut

      16 masalah hak kehidupan manusia secara menyeluruh.

      Pada tahun 1946, dalam tubuh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dibentuk “Commission on Human Rights”, yang 14 bertugas meliputi hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak

      Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah Dan Asas

    Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bandung, Alumni,

    2003. Hlm. 24. 15 I Nyoman Arnita, Perlindungan Hak-Hak Tersangka Dalam Penahanan Ditinjau Dari Aspek Hak Asasi Manusia, Vol XXI/No 3/April-Juni/2013. 16

      ekonomi, sosial dan budaya dapat disimpulkan sebagai

      17

      berikut :

      1. Hak- hak asasi pribadi atau “the personal rights” yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.

      2. Hak- hak asasi ekonomi atau “the property rights”, yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli dan menjual serta memanfatkannya.

      3. Hak-hak asasi untuk mendapat perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahannya atau yang biasa disebut “the rights of legal equality”.

      4. Hak- hak politik atau “the political rights”, yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), hak mendirikan partai politik dan sebagainya.

      5. Hak- hak asasi sosial dan kebudayaan atau “the

      

    social and cultural rights

      ”, seperti hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.

      6. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan atau “the procedural

      rights

      ”, yaitu peraturan dalam hal penangkapan, 17 penggeledahan, peradilan dan sebagainya.

      Dardji Darmodihardjo Cs, Santiaji Pancasila, Surabaya, Usaha Nasional, 1981. Hlm. 80-

      Indonesia sebagai negara hukum menjamin keberadaan HAM yang dibuktikan dengan adanya Undang-Undang Nomor

      39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 28A hingga Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945. Adanya undang-undang tersebut membuktikan bahwa Indonesia menginginkan hak asasi seseorang terjamin, tidak ada paksaan dan diskriminalisasi dalam prakteknya.

      Walaupun disatu sisi lain pengaturan Hak Asasi Manusia belum sepenuhnya diatur dalam Undang-undang Dasar 1945.

      Menurut Rochmat Soemitro menyebutkan beberapa hak asasi yang belum diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 sebagai berikut :

      1. Hak mendapatkan bantuan hukum, dalam perkara pidana, sejak saat orang dituduh melakukan tindak pidana.

      2. Hak atas kemerdakaan diri pribadi. Untuk ini diperlukan perlindungan terhadap penahan tanpa alasan, penculikan. Tidak ada seorangpun dapat ditangkap, ditahan selain atas perintah penguasa yang berhak mengeluarkan perintah tersebut, dengan disertai alasan-alasan yang tepat.

      3. Hak mendapat perlindungan atas segala siksaan penganiayaan.

      4. Tidak ada seorangpun dapat diganggu dengan sewenang-wenang dalam urusan perseorangan dan keluarganya.

      5. Hak atas perlindungan kehormatannya serta nama baiknya.

      6. Hak untuk hidup damai dan tidak seorangpun dapat mengganggu tempat kediaman seseorang.

      7. Hak untuk mendapat istirahat bagi pegawai sipil, militer, buruh dan para pekerja lainnya. Pencabutan hak milik untuk kepentingan umum, harus tidak bertentangan dengan norma-norma keadilan dan harus mendapatkan ganti rugi yang layak.

      8. Hak untuk mengajukan pengaduan kepada penguasa.

      9. Hak atas rahasia surat-surat dan telepon. Sensor tidak dilakukan secara sewenang-wenang.

    c. Pengertian Bantuan Hukum

      Bantuan Hukum dalam Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat diartikan bahwa “Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan advokat secara cuma- cuma kepada klien yang tidak mampu”. Sedangkan arti jasa hukum disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) adalah jasa hukum yang diberikan kepada advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili / mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

      Pengertian Bantuan hukum dalam KUHAP menurut M. Yahya Harahap menyatakan bahwa

      18

      : “Bantuan hukum yang dimaksud KUHAP meliputi pemberian jasa bantuan hukum secara profesional dan formal, dalam bentuk pemberian jasa bantuan hukum setiap orang yang terlibat dalam kasus tindak pidana, baik secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu dan miskin maupun memberi bantuan kepada mereka yang mampu oleh para advokat dengan jalan menerima imbalan jasa”.

      Bantuan hukum tidak hanya diatur melalui Undang- Undang Advokat dan KUHAP, tetapi juga melalui Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

      Pasal 71 yang menyebutkan “ Pemerintahan wajib dan bertanggungjawab menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan hak asasi manusia

      ” sehingga pemerintah berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan menegakkan hak asasi para tersangka.

      Bantuan hukum diharapkan dapat mencegah perlakuan tidak adil bagi tersangka yang berasal dari golongan tidak mampu. Para tersangka diharapkan terlindungi haknya untuk melaksanakan tuntutan hukumannya.

      Bantuan hukum secara cuma-cuma telah mempunyai dasar hukum yang kuat, yaitu Pasal 54 sampai dengan Pasal

    18 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,

      56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana : “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini ”.

      Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana : (1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. (2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma. Bantuan hukum yang diberikan oleh advokat memang lebih mengarah kepada fungsi sosial daripada sebagai profesi advokat. Maka dari itu advokad tidak boleh memungut atau memintai bayaran berapapun dan tidak boleh menolak suatu perkara dikarenakan tidak mampu untuk membayar.

    d. Penyelidikan

      Penyelidikan adalah serangkain mencari suatu peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak pidana. Pencarian dan usaha menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, apakah peristiwa yang ditemukan dapat dilakukan penyidikan atau tidak sesuai

      19 dengan yang diatur oleh KUHAP Pasal 1 butir 5.

      Penanganan dalam kasus perkara narkotika pihak kepolisian melakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum melakukan penangkapan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) KUHAP, penyelidik adalah pejabat polisi negara republik indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.

    e. Hak Tersangka

      Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan

      20 patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

      Berbicara mengenai hak tersangka yang diatur BAB VI

      21 KUHAP, dapat dikelompokan sebagai berikut : 1. Hak tersangka untuk mendapatkan pemeriksaan.

      Pasal 50 KUHAP, yang memberihak yang sah menurut hukum dan undang-undang kepada tersangka :

    • penyidik. Berhak untuk diajukan ke sidang pengadilan.

      Berhak mendapatkan untuk diperiksa oleh

    • Berhak untuk diadili dan mendapatkan putusan
    • 19

      pengadilan (speedy trial right) 20 Ibid. Hlm. 101. 21 Ibid. Hlm. 330.

      2. Hak untuk melakukan pembelaan.

      a. Berhak diberitahukan dengan jelas dan dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan padanya.

      b. Hak pemberitahuan yang dilakukan pada waktu pemeriksaan.

      c. Berhak mendapatkan bantuan hukum.

      d. Berhak secara bebas memilih penasihat hukum.

      3. Hak tersangka yang berada dalam tahanan.

      Hak yang berlaku pada umumnya terhadap tersangka baik dalam penahanan atau di luar penahanan.

      4. Berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi.

      KUHAP memberi hak kepada tersangka untuk menuntut ganti rugi dan rehabilitasi apabila : a. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, atau penyitaan dilakukan tanpa alasan hukum yang sah.

      b. Apabila putusan pengadilan menyatakan terdakwa bebas karena tindak pidana yang didakwakan tidak terbukti atau tindak pidana yang didakwakan kepadanya bukan merupakan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran.

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Hukum Advokat Terhadap Klien Ditinjau Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 (Tentang Advokat) Di Kota Medan

0 21 165

Hak Tersangka Perkara Penyalahgunaan Narkotika untuk Mendapatkan Bantuan Hukum dalam Proses Penyidikan dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

0 13 53

Tinjauan Hukum Terhadap Rehabilitasi Sebagai Sanksi Dalam Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 13 114

Tinjauan Hukum terhadap Rehabilitasi sebagai Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

3 40 158

KEWENANGAN BADAN NARKOTIKA KOTA (BNK) KOTA PADANG DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA (DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG).

0 0 19

KEDUDUKAN ADVOKAT DALAM PASAL 5 UNDANG- UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT PERSPEKTIF HUKUM

0 0 13

I. PENDAHULUAN. - PERANAN ADVOKAT SEBAGAI PENEGAK HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DIKAJI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT

0 0 20

KEDUDUKAN DAN PERANAN PARALEGAL DALAM AKTIVITAS BANTUAN HUKUM DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT jo UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KUHAP Jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM - repo unpas

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN - KEDUDUKAN DAN PERANAN PARALEGAL DALAM AKTIVITAS BANTUAN HUKUM DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT jo UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KUHAP Jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN

0 0 20

BAB II - KEDUDUKAN DAN PERANAN PARALEGAL DALAM AKTIVITAS BANTUAN HUKUM DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT jo UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KUHAP Jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM - rep

0 0 55