HIPOTESIS B 5.Pembuatan Kompos

3. RUMUSAN MASALAH

a. Apakah saja faktor faktor yang mempengaruhi proses pengomposan? b. Kompos dari starter apakah yang memiliki karakteristik yang lebih baik?

4. HIPOTESIS

a. Faktor yang mempengaruhi pengomposan adalah suhu, kelembapan, ketersedianan oksigen. b. Kompos yang menggunakan starter EM4 memiliki karakteristik lebih baik dari pada yang menggunakan starter alami. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Laju pertambahan penduduk Indonesia tak dapat diimbangi dengan laju pertambahan populasi ternak. Keadaan ini tentu saja akan sangat mengkhawatirkan kalau terus berlangsung berlarut – larut. Pada ternak besar, akibat langsung yang terasa adalah menurunnya populasi ternak besar. Penurunan ternak besar ini khususnya disebabkan oleh tingginya angka pemotongan, serta angka kelahiran yang rendah. Disamping karena banyaknya serangan penyakit yang belum bisa diatasi dengan cara – cara yang telah ada. Hal inilah yang selain membuat petani merugi tentu akan sangat membahayakan kehidupan dan perkembangan bangsa kelak dikemudian hari. Mengingat ternak besar di pedesaan sampai saat ini seperti kerbau dan sapi masih merupakan penunjang utama dalam mengolah dan meningkatkan produksi pangan secara nasional Sartika, dkk, 1998. Guna mengurangi pemotongan ternak besar maka perlu digalakkan usaha pemanfaatan ternak kecil seperti ayam dan kelinci. Harapannya agar mampu membantu memenuhi kebutuhan akan daging sebagai konsumsi, selain itu beternak kecil – kecilan sebagai kegiatan keluarga diharapkan mampu mengisi waktu senggang dan juga diharapkan mampu membantu ekonomi keluarga. Ternak kelinci sebenarnya tak hanya berguna sebagai binatang percobaan di laboratorium penelitian, manfaat yang diperoleh darinya sungguh tidak kecil nilainya. Kelinci disamping bisa diharapkan menjadi penghasil daging secara cepat, mudah dan murah, ternyata kotorannya pun dapat dimanfaaatkan sebagai pupuk kompos yang sangat besar manfaatnya bagi tanaman Karama, dkk, 1991. Kelinci dipilih karena mampu tumbuh dan berkembang biak dengan cepat dan mampu memanfaatkan hijauan, hasil limbah pertanian dan industri hasil pertanian. Pakan kelinci tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, kelinci dapat dipelihara dalam skala kecil dengan pola ”backyard farming”, sehingga cocok untuk kondisi masyarakat pedesaan. Daging kelinci mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, kandungan protein 21, lebih tinggi dari ayam 19,5, kalkun 20, domba 17, babi 10, veal 19 dan sapi 15,5 sementara lemak kelinci hanya 8, dibandingkan dengan ayam 12, kalkun 16, domba 21, babi 52, veal 10 dan sapi 20 Sartika et al., 1998; Duldjaman et al., 1985; Farrel dan Raharjo, 1984. Kulit bulu kelinci dapat dimanfaatkan untuk bahan kerajinan. Keberadaan ternak kelinci bagi manusia dapat dimanfaatkan dalam berbagai produk 6 seperti terlihat pada Gambar 1. Gambar 1 memperlihatkan bahwa terdapat 4 segmen produk kelinci yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Hasil pemotongan ternak kelinci menghasilkan daging dan kulit bulu. Melalui serangkaian proses maka akan didapatkan berbagai bahan pangan nugget, sosis, baso, sate serta bahan industri kerajinan kulit tas, mantel, hiasan dsb. Produk lain adalah penggunaan kelinci sebagai hewan peliharaan pet dan penghasil kotoran untuk pupuk Sartika, dkk, 1998. Kotoran kelinci sebagai limbah organic dapat diolah menggunakan teknologi pengomposan. Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Anonim, 2010 Kotoran kelinci merupakan limbah organic yang banyak mengandung unsur-unsur nitrogen N, sedangakan untuk mencapai nisbah CN yang ideal dalam proses pengomposan diperlukan campuran bahan-bahan organic lainnya yang mengandung sumber karbon. Salah satunya adalah serbuk gergaji. Nisbah CN merupakan perbandingan unsur karbon dan nitrogen yang terdapat dalam suatu bahan organic. Prinsip pengomposan adalah menurunkan CN ratio bahan organik tanah sehingga sama dengan CN ratio tanah kurang dari 20. Dengan semakin tingginya CN ratio maka akan semakin lama proses pengomposan yang dilakukan. Masing-masing bahan pembuat kompos memiliki CN ratio berbeda, misalnya jerami CN rationya 50-70, cabang tanaman 15-60 dan kayu tua dapat mencapai 400. Waktu yang diperlukan untuk menuurunkan CN ratio tersebut bermacam-macam, mulai dari tiga bulan hingga tahunan. Indriani 2010 Kematangan kompos menurut Harada et al . 1993 sangat berpengaruh terhadap mutu kompos. Kompos yang sudah matang akan memiliki kandungan bahan organik yang dapat didekomposisi dengan mudah, nisbah C N yang rendah, tidak menyebarkan bau yang ofensif, kandungan kadar airnya memadai dan tidak mengandung unsur- unsur yang merugikan tanaman. Oleh sebab itu, kematangan kompos merupakan faktor utama dalam menentukan kelayakan mutu kompos Anonim 2010. Kriteria kematangan kompos bervariasi tergantung bahan asal kompos, kondisi dan proses dekomposisi selama pengomposan. Gaur 1981 dalam Anonim 2010 menyatakan bahwa ada beberapa parameter untuk menentukan kematangan kompos, yaitu: 1 Karakteristik fisik, seperti suhu, warna, tekstur dan besarnya kelarutan dalam larutan 7 natrium hidroksida atau natrium fosfat 2 Nisbah CN, status dari kandungan hara tanaman, dan nilai kompos yang ditunjukkan oleh uji tanaman 3 Tidak berbau dan bebas dari patogen parasit dan biji rumput- rumputan. Proses pegomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam waktu cukup lama, sekitar 2-3 bulan bahkan ada yang 6-12 bulan tergantung bahannya. Oleh karena itu para ahli melakukan berbagai macam upaya untuk mempercepat proses tertentu. Proses tersebut dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu tergantung pada bahan dasarnya, antara lain dengan menambahkan bioaktivator seperti EM4 Indriani 2010 EM4 sebenarnya adalah singkatan untuk Effective Microorganism 4 . EM4 merupakan larutan yang mengandung 80 jenis mikroorganisme yang dapat mempercepat pengomposan. Dengan menambahkan EM4, pengomposan dapat berlangsung secara anaerob dan bau dapat dikurangi. Kompos yang dihasilkan melalui pemberian EM4 sering disebut bokashi Indriani 2010. Kompos dibuat dari bahan organik yang berasal dari bermacam-macam sumber. Dengan demikian kompos merupakan sumber bahan organic dan nutrisi tanaman. Kemungkinan bahan dasar kompos mengandung selulosa 15 - 60, hemiselulosa 10 - 30, lignin 5 - 30, protein 5 - 40, bahan mineral abu 3 - 5, di samping itu, terdapat bahan larut air panas dan dingin gula, pati, asam amino, urea, garam ammonium sebanyak 2 - 30 , dan 1-15, lemak larut eter dan alcohol, minyak, dan lilin. Komponen organik ini mengalami proses dekomposisi di bawah kondisi mesofik dan termofilik. Komponen organik yang sering dikomposkan antara lain jerami dan dedak Sutanto 2002. Dalam membuat kompos sering ditambahkan bahan-bahan penolong seperti urea, air, gula pasir, bioaktivator dan dedak bekatul. Fungsi urea pada proses pembuatan kompos adalah sebagai pensuplai NH 3 yang digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam poses fermentasi. Jadi disini urea tidak sebagai penambah nutrisi pakan namun dapat dikatakan sebagai katalisator dalam proses pembuatan kompos itu sendiri. Deptan 2010. Sementara itu, gula pasir berfungsi sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme, kapur berfungsi sebagai penetral pH dan air berfungsi sebagai katalisator proses-proses biologis dalam pengomposan Indriani 2010. Dalam membuat kompos juga digunakan plastik hitam untuk penutupan. Penutupan ini bertujuan agar uap air dapat tertahan dan suhu naik sehingga mikroba dapat bekerja dengan baik. Ukuran plastik hitam tergantung timbunan kompos, yang penting seluruh timbunan tertutup semuanya Indriani 2010. 8

BAB III METODE PENELITIAN

1. ALAT DAN BAHAN