PERBEDAAN ASERTIFITAS REMAJA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

(1)

PERBEDAAN ASERTIFITAS REMAJA

DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

SKRIPSI

Oleh : Nurul Farida

06810202

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2011


(2)

i

PERBEDAAN ASERTIFITAS REMAJA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh: Nurul Farida

06810202

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011


(3)

(4)

(5)

(6)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan keharibaan Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perbedaan Asertifitas Ditinjau dari Jenis Kelamin”, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya.

Penulis menyadari dan mengakui, terwujudnya skripsi ini bukan semata-mata karena peneliti sendiri. Namun banyak pihak yang ikut andil dan membantu penulis. Dengan penuh kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut, teristimewa pada :

1. Drs. Tulus Winarsunu, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang atas kesempatan dan bantuan yang diberikan,

2. Yudi Suharsono, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan

waktu untuk mengarahkan, memberikan saran, serta kesabaran dan pengertiannya sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik.

3. M. Salis Yuniardi, M.Psi, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan

waktu untuk mengarahkan, memberikan saran, memotivasi, serta sabar dan ikhlas untuk membimbing dan mengarahkan peneliti hingga selesainya penulisan tugas akhir/skripsi ini.

4. Ibu Diana Savitri H. M.Psi, selaku dosen wali psikologi 2006 kelas D yang

selalu memberi dukungan dan bimbingan sehingga peneliti bisa menyelesaikan studi Strata I.

5. Seluruh Dosen dan pegawai TU Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah


(7)

vi

6. SMP Negeri I Pakong Pamekasan dan SMP Muhammadiyah IV Balong

Ponorogo yang telah berkenan memberikan ijin untuk melakukan penelitian sehingga peneliti bisa menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Abaku “guru dalam menjalani hidup” sumber motivasiku, inspirasiku, yang karena tetesan keringatnya, penulis bisa merasakan indahnya dunia.

8. Ummiku yang dengan belaian tangannya penulis memahami bahwa dunia

bukanlah tempat yang menyeramkan.

9. Kakak-kakakku, kini kita tidak bisa bermain bersama lagi, tapi yakinlah tak

sama bukan berarti berbeda, kita tetaplah saudara yang akan selalu ada dalam suka dan duka.

10. Teman-teman seperjuanganku ARVEZHASTY ’05 yang selalu bersedia menjadi

tempat curhatku terutama ketika aku lelah dan letih dalam mengerjakan tugas akhir ini, terima kasih Riema, Mpiet, Ika, Devi, Windi dan kalian semua.

11. Motivator-motivatorku; Fia, Rif’ah, Wenny, dan Ufa kini giliranku

mengucapkan terima kasih untuk kalian yang telah dulu lulus dan mengukir namaku di lembar ucapan terima kasih. Tak lupa untuk Lastri, Wida, dan Ike, kita tertatih bersama, mencoba berdiri dan berlari bersama, terima kasih teman.

Karya ini penulis dedikasikan untuk orang-orang yang senantiasa menghargai karya orang lain, dan masih banyak lagi pihak-pihak yang belum sempat penulis ukir, nama kalian bukan di kertas ini tapi di hati penulis terima kasih banyak buat kalian semua.

Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwamitthariq, Wassalamualaikum Wr. Wb

Malang, 03 Mei 2011 Penulis


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

INTISARI ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Asertifitas ... 7

B. Remaja ... 19

C. Jenis Kelamin ... 24

D. Perbedaan Asertifitas Ditinjau dari Jenis Kelamin ... 28

E. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 30

F. Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Rancangan Penelitian ... 32

B. Variabel Penelitian ... 32

1. Identifikasi Variabel Penelitian ... 32

2. Definisi Operasional... 32

C. Populasi dan Sampel ... 33

D. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 34

1. Jenis Data ... 34

2. Metode Pengumpulan Data ... 34

3. Validitas dan Reliabilitas ... 36

a. Validitas ... 36

b. Reliabilitas ... 37

E. Prosedur Penelitian ... 38

F. Teknik Analisa Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 40

A. Deskripsi Data ... 40

B. Analisa Data ... 41


(9)

ix

BAB V PENUTUP ... 45

A. Kesimpulan ... 45

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(10)

x

DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman

Tabel 1 : Perbedaan Laki-laki dan Perempuan ... 27

Tabel 2 : Skor Pilihan Jawaban ... 35

Tabel 3 : Blue Print Skala Perilaku Asertif ... 35

Tabel 4 : Uji Validitas Skala Perilaku Asertif ... 37

Tabel 5 : Uji Reliabilitas Skala Perilaku Asertif ... 38

Tabel 6 : Rancangan Analisa Data T-test ... 39

Tabel 7 : Sebaran T-skor Klasifikasi Asertifitas Remaja Ditinjau dari Jenis Kelamin Laki-laki ... 40

Tabel 8 : Sebaran T-skor Klasifikasi Asertifitas Remaja Ditinjau dari Jenis Kelamin Perempuan ... 41

Tabel 9 : Rangkuman Uji T-Test Perbedaan Asertifitas Remaja Ditinjau dari Jenis Kelamin ... 41


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Halaman

Lampiran I : Surat Izin Penelitian ... 50

Lampiran II : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 52

Lampiran III : Skala Perilaku Asertif Untuk Tryout ... 54

Lampiran IV : Validitas dan Reliabilitas Item Per-aspek ... 57

Lampiran V : Reliabilitas Item Secara Keseluruhan ... 76

Lampiran VI : Skala Perilaku Asertif Untuk Penelitian ... 80


(12)

47

DAFTAR PUSTAKA

Adam, L. dan Lenz, E. (1995). Be Your Self (Jadilah Diri Anda Sendiri). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Alberti, R. dan Emmons, M. (2002). Your Perfect Right. Edisi Kedelapan. Jakarta :

PT. Elex Media Komputindo

Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Dalam Praktek. Jakarta :

Rineka Cipta

Astuti, Yeni. (2007). Perbedaan Perilaku Asertif Antara Mahasiswa UMM Yang

Berasal dari Madura dan Jawa Tengah (Skripsi, Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur).

Azwar, Saifuddin. (1995). Sikap Manusia. Edisi kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

(2005). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

(2007). Reliabilitas dan Validitas. Edisi ketiga. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Cawood, D. (1997). Manager Yang Asertif. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Dagun, Save M. (1992). Maskulin dan Feminin. Jakarta : Rineka Cipta

(2002). Psikologi Keluarga (Peranan Ayah Dalam Keluarga).

Jakarta : PT Rineka Cipta

Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Fakih, M. (1999). Merintis Gender dan Tranformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka

Belajar

Fensterheim, Herbert dan Bear, Tean L. (1995). Jangan Bilang Ya Bila Anda Akan

Mengatakannya Tidak. Jakarta : Gunung Jati

Fibrianti, Nawang. (2006). Hubungan Antara Perilaku Asertif dengan Interaksi

Sosial Pada Remaja (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

Malang, Jawa Timur).

Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


(13)

48

Jayati, D. (2010). Gambaran Penggunaan Narkoba pada Pria yang Direhabilitasi di

Yayasan Al–Kamal Sibolangit Center Tahun 2010 (Skripsi, Universitas

Sumatera Utara)

Kerlinger, Fred N. (2008). Azas-azas Peneitian Behavioral. Yogyakarta : Gajah

Mada University Press

Kuntjara, Esther. (2003). Gender, bahasa dan kekuasaan. Jakarta : Gunung Mulia

Lange, A dan Jakubowski, P. (1978). Responsible Assertive Behavior: Cognitive

Behavior Procedures for Trainners. USA : Research Press

Lava, Nadya Comanechie E. (2010). Pelatihan Peningkatan Perilaku Asertif Sebagai

Upaya Mencengah Seks Bebas Pada Remaja (Skripsi, Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur).

Mappiare, Andi. (1989). Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional

Monks, F. J. dan Haditono, S. R. (2002). Psikologi Perkembangan (Pengantar

Dalam Berbagai Bagiannya). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Nazir. (2005). Metode Penelitian. Bogor Selatan : Ghalia Indonesia

Palmer, Stephen dan Puri, Angela. (2006). Coping With Stress at University : a

Survival Guide

Porpitasari, Mustika Desy. (2007). Pengaruh Kemampuan Asertif Terhadap

Hubungan Interpersonal. (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Islam

Negeri, Jawa Timur).

Rathus, S.A. dan Nevid, J.S. (1983). Adjustment and Growth: The Challenges of Life

(2nd ed). New York : CBS College Publising

Sajid, Putri Marina Y. (2004). Perbedaan Sikap Terhadap Mantan Narapidana

Ditinjau dari Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan (Skripsi, Fakultas

Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur).

Santosa, J.S. (1999). Peran Orang Tua dalam Mengajarkan Asertifitas Pada Remaja.

Anima : Indonesian Psycological Journal

Santrock, John W. (2002). Edisi Kelima Life-Span Development: Perkembangan

Masa Hidup Jilid II. Jakarta : Erlangga

Sarwono, Sarlito Wirawan. (2006). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo


(14)

49

Sears. (1995). Psikologi Sosial Jilid 2 Terjemahan Michael Andriyanto. Jakarta :

Erlangga

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

Suryabrata, S. (1998). Metode Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Winarsunu, Tulus. (2009). Statistik Dalam Penelitian Psiklogi dan Pendidikan.


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ketika berinteraksi dengan orang lain, seseorang merasa tidak diterima di lingkungannya, dikucilkan, karena pola pikirnya berbeda dengan orang lain atau merasa tidak bisa mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya sehingga individu tersebut merasa terasingkan. Lemah dalam berkomunikasi dan gagal dalam mengungkapkan pendapat atau apa yang ada dalam pikiran seseorang akan membuat individu tersebut merasa tertekan dan menimbulkan masalah dalam berhubungan sosial dengan orang lain. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi sangat diperlukan, tanpa adanya kemampuan komunikasi yang baik maka individu akan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Kemampuan berkomunikasi dan penyesuaian diri yang baik dan efektif terutama sangat diperlukan oleh para remaja. Hal ini sesuai dengan salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit yaitu berhubungan dengan penyesuaian sosial (Hurlock, 1980).

Hubungan dengan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting bagi remaja, melalui hubungan ini remaja akan semakin luas pergaulan sosialnya dan mengalami penyesuaian baru dari pada sebelumnya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa semakin luas pergaulan remaja, mereka juga akan menghadapi masalah atau konflik baik itu konflik kecil ataupun besar yang berhubungan dengan kehidupan sosial (Hurlock, 1980). Konflik-konflik yang terjadi seringkali disebabkan karena remaja melanggar nilai-nilai yang ada dalam kelompok, dalam pergaulan remaja tentunya mempunyai nilai-nilai kelompok yang harus dijalankan oleh remaja. Nilai-nilai pada remaja yang diterima secara kelompok akan menjadikan para remaja mengevaluasi nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki teman sebayanya serta memutuskan mana yang benar dan mana yang salah. Proses mengevaluasi ini dapat membantu remaja mengembangkan kemampuan penalaran moral mereka. Dalam kelompok teman sebaya mereka akan mencoba mengambil keputusan sendiri, dan ketika remaja salah dalam mengambil keputusan maka akan menjadikan sumber masalah dalam hubungan sosial.


(16)

2

Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan pada lingkup kelompok teman sebaya karena kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok baru dan memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada dalam lingkungan keluarga remaja (Santrock, 2002). Oleh karena itu remaja dituntut memiliki kemampuan pertama dan baru dalam menyesuaikan diri serta dapat dijadikan dasar dalam hubungan sosial yang lebih luas. Menciptakan dan mengembangkan kemampuan komunikasi serta penyesuaian diri yang efektif bukanlah hal yang mudah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melatih dan mengembangkan kemampuan berperilaku asertif. Perilaku asertif diperlukan remaja dalam bergaul di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial. Dengan berperilaku asertif remaja akan dapat melindungi diri sendiri dari tekanan atau pengaruh lingkungan yang tidak baik. Banyak pengaruh yang datang saat remaja, diantaranya pengaruh dari teman bergaulnya. Pengaruh tersebut mulai dari membolos sekolah bahkan sampai ke perilaku yang menuju seks bebas.

Fensterheim dan Baer (1995) mengatakan remaja yang asertif adalah remaja yang berpendapat dengan mengemukakan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut serta dapat berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya remaja yang kurang asertif adalah remaja yang mempunyai ciri-ciri terlalu mudah mengalah (lemah), mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain dan tidak merasa bebas untuk mengemukakan masalah dan hak-hak yang diinginkan.

Selain itu Anrahmanto (dalam Astuti, 2007) juga mengatakan bahwa dalam bersikap asertif seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekpresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk manipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lainnya. Sering terjadi dalam hubungan interpersonal, komunikasi berjalan kurang efektif karena kurang mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keinginan secara jujur dan terbuka. Individu menunjukkan ketidak berdayaan, kepasifan meskipun hak-hak


(17)

3

bertentangan dengan hati nurani, tidak mustahil bila pola berhubungan yang berkembang banyak diwarnai dengan konflik dan ketegangan.

Remaja yang memiliki sikap asertif mampu melakukan komunikasi dalam kelompoknya, disekolah remaja asertif cenderung akan bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya, aktif dalam diskusi, dan mampu menyampaikan kebutuhannya. Hal itu membantu remaja memiliki hubungan yang baik dengan kelompoknya, dan menunjang prestasi remaja di sekolah. Melalui perilaku asertif para remaja dapat mengadakan hubungan sosial dengan teman sebaya, terutama ditekankan pada hubungan interpersonal baik sejenis atau lawan jenis. Penerimaan teman sebaya menjadikan remaja memperoleh rasa berharga dan dibutuhkan oleh orang lain. Selain itu dengan bersikap asertif akan membantu remaja untuk bersikap tepat dalam menghadapi situasi dimana hak-hak remaja dilanggar (Fensterheim dan Bear, 1995).

Namun kebanyakan remaja cenderung enggan bersikap asertif, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yaitu adanya rasa takut apabila nantinya dijauhi oleh teman-temannya atau kelompoknya. Salah satu faktor remaja bersikap non asertif adalah membela otoritas, remaja cenderung bersikap sesuai dengan ciri, norma, dan kebiasaan dalam kelompok. Pada umumnya banyak remaja non-asertif yang dihinggapi rasa takut sehingga mereka tidak mau menyatakan perasaan, kebutuhan, dan pendapatnya yang paling biasa sekalipun, sehingga remaja selalu merasa bersalah atas segala tindakan atau keputusan yang diambilnya itu. Banyak remaja yang menyatakan ide atau kebutuhannya dengan cara begitu tidak menonjolkan diri, sehingga orang lain tidak menghargai atau bahkan meremehkan mereka. Perilaku non asertif membuat remaja tidak berhasil meraih tujuan yang diinginkannya (Adam dan Lenz, 1995).

Remaja sering terlibat dengan narkoba, merokok, alkohol dan seks bebas. Sampai saat ini narkoba masih mengancam masyarakat Indonesia meski Indonesia telah berkomitmen bebas narkoba dan HIV AIDS pada tahun 2015. Hal ini dapat kita lihat dari jumlah pengguna narkoba yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 1970 diperkirakan hanya 130.000 orang yang menggunakan narkoba dan pada tahun 2009 terdeteksi 2% penduduk pernah bersentuhan dengan narkoba atau meningkat 0,5% dibandingkan tahun sebelumnya, 2% tersebut terdiri dari 60% usia produktif dan 40% remaja (Hapsari dalam Jayati, 2010).


(18)

4

Jumlah pengguna narkoba dari tahun 1997-2008 adalah 176,334 dan terbanyak pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 162,521 dan perempuan 13,823 dengan Angka kematian pecandu mencapai 1,5% pertahun atau 15000 orang meninggal dalam setahun (Hendarman dalam Jayati, 2010). Dari data tersebut menunjukkan bahwa pengguna narkoba lebih banyak laki-laki dibanding perempuan. Salah satu sebab terjerumusnya remaja untuk menggunakan narkoba adalah pengaruh teman sebaya, oleh karena itu remaja harus berperilaku asertif, dalam hubungan pergaulan yang menyebabkan terjerumus dalam penggunaan narkoba.

Selain itu kenakalan remaja lainnya seperti seks bebas juga semakin meningkat. Menurut Palmer dan Puri (2006) Anak-anak muda mulai terlibat seks pada usia yang sangat muda. Desakan teman dalam hal seks ini sangat besar. Ada anak-anak muda yang karena ingin menjadi bagian dari suatu kelompok atau diterima dalam pergaulan mulai terlibat seks pada usia 11, 12 atau 13 tahun.

Lebih dari 200 perempuan meninggal setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman. Menurut Damayanti (dalam Lava, 2010), perilaku seks pranikah itu cenderung dilakukan karena pengaruh teman sebaya yang negatif. Dari berbagai dampak yang ada dapat dilihat bahwa kerugian terbesar dari pergaulan seks pranikah akan dialami oleh remaja perempuan. Karena apabila hamil akan mengalami beban jangka panjang baik kondisi fisik maupun psikologis. Remaja perempuan kurang dapat berpikir dengan logis disaat mendapat bujukan atau rayuan dari pacarnya terkadang juga laki-laki yang baru dikenalnya. Remaja perempuan juga perlu bersikap tegas terhadap bujukan atau pengaruh laki-laki untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Karena kuatnya pengaruh negatif remaja dalam pergaulan pada khususnya perilaku seks bebas pada remaja, maka diperlukan adanya perilaku asertif yang dimiliki oleh remaja, khususnya remaja perempuan. Karena dalam perilaku seks bebas remaja perempuan memiliki peran dan kerugian yang besar daripada remaja laki-laki. Remaja perempuan akan mengalami hamil diluar nikah yang dapat mengakibatkan terjadinya putus sekolah karena dapat dikeluarkan dari sekolah, sehingga masa depannya akan menjadi tidak baik.

Setiap individu memiliki kemampuan asertif yang berbeda, begitu juga pada remaja. Sejak kanak-kanak, peranan pendidikan laki-laki dan perempuan telah


(19)

5

dibedakan dimasyarakat, laki-laki harus tegas dan kompetitif. Masyarakat mengajarkan bahwa asertif kurang sesuai untuk anak perempuan. Oleh karena itu tampak terlihat bahwa perempuan lebih bersikap pasif meskipun terhadap hal-hal yang kurang berkenan dihatinya (dalam Fensterheim dan Baer, 1995).

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Porpitasari (2007) tentang pengaruh kemampuan asertif terhadap hubungan interpersonal siswa, dapat diketahui bahwa kemampuan asertif mempengaruhi hubungan interpersonal. Penelitian sebelumnya oleh Fibrianti (2006) tentang hubungan antara perilaku asertif dengan interaksi sosial pada remaja, disimpulkan bahwa ada hubungan antara perilaku asertif dengan interaksi sosial pada remaja, dimana semakin tinggi perilaku asertif maka semakin tinggi pula interaksi sosialnya begitu pula sebaliknya, semakin rendah perilaku asertifnya maka semakin rendah interaksi sosialnya. Tahun 2004, sajid melakukan penelitian tentang perbedaan sikap terhadap mantan narapidana ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan, dari penelitian tersebut dihasilkan bahwa ada perbedaan sikap yang sangat signifikan terhadap mantan narapidana ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan, dimana laki-laki dengan pendidikan tinggi memiliki sikap yang lebih positif dibandingkan perempuan dengan pendidikan rendah.

Hasil observasi dan wawancara awal yang pernah dilakukan peneliti pada tanggal 23-27 Agustus 2010 terhadap beberapa siswa di SMPN Pakong Pamekasan, ada beberapa siswa yang terpengaruh pergaulan teman-temanya, mereka tidak bisa menolak atau berkata tidak terhadap setiap ajakan temannya walaupun hal itu perbuatan yang tidak baik, seperti keluar kelas saat jam pelajaran bila guru

berhalangan hadir. Adapun hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru

BP, wali kelas dan kepala sekolah diketahui bahwa siswa yang dianggap asertif mempunyai prestasi yang lebih menonjol dari pada siswa yang non asertif, tahun 2009 ada dua siswa kelas III yang tidak lulus sekolah, kedua siswa tersebut berjenis kelamin perempuan dan termasuk siswa yang non asertif. Namun walaupun demikian sebagian siswa yang asertif banyak mempengaruhi teman-temanya untuk bolos sekolah sehingga setiap harinya di sekolah ini ada siswa yang bolos sekolah.

Hal ini juga peneliti temui di sekolah SMP Muhammadiyah IV Balong Ponorogo, hasil observasi dan wawacara dengan guru BP dan wali kelas


(20)

6

menunjukkan bahwa siswa-siswi mengalami kesulitan dalam berperilaku asertif. Banyak dari siswa yang kurang bisa berkomunikasi secara aktif, tidak bisa mengungkapkan ide dan pendapatnya ketika diskusi kelompok, dan mereka cenderung takut bertanya tentang pelajaran yang mereka kurang kuasai.

Berdasarkan penelitian dan fenomena yang terjadi di atas, peneliti melanjutkan penelitian sebelumnya, namun difokuskan pada kemampuan asertifitas. Peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan asertifitas remaja ditinjau dari jenis kelamin,

maka dari itu penting untuk dilakukan penelitian tentang “Perbedaan Asertifitas

Remaja Ditinjau dari Jenis Kelamin”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan asertifitas remaja ditinjau dari jenis kelamin?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbedaan asertifitas remaja ditinjau dari jenis kelamin

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khazanah keilmuan psikologi khususnya psikologi pendidikan, psikologi perkembangan, psikologi sosial.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberi pemahaman bagi orang tua dan masyarakat akan pentingnya perilaku asertif bagi remaja, dengan pemahaman tersebut diharapkan untuk senantiasa menumbuhkan dan mengasah perilaku asertif pada diri remaja dari mulai anak-anak, serta sebagai informasi untuk pemecahan masalah yang dialami oleh remaja.


(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Ketika berinteraksi dengan orang lain, seseorang merasa tidak diterima di lingkungannya, dikucilkan, karena pola pikirnya berbeda dengan orang lain atau merasa tidak bisa mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya sehingga individu tersebut merasa terasingkan. Lemah dalam berkomunikasi dan gagal dalam mengungkapkan pendapat atau apa yang ada dalam pikiran seseorang akan membuat individu tersebut merasa tertekan dan menimbulkan masalah dalam berhubungan sosial dengan orang lain. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi sangat diperlukan, tanpa adanya kemampuan komunikasi yang baik maka individu akan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Kemampuan berkomunikasi dan penyesuaian diri yang baik dan efektif terutama sangat diperlukan oleh para remaja. Hal ini sesuai dengan salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit yaitu berhubungan dengan penyesuaian sosial (Hurlock, 1980).

Hubungan dengan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting bagi remaja, melalui hubungan ini remaja akan semakin luas pergaulan sosialnya dan mengalami penyesuaian baru dari pada sebelumnya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa semakin luas pergaulan remaja, mereka juga akan menghadapi masalah atau konflik baik itu konflik kecil ataupun besar yang berhubungan dengan kehidupan sosial (Hurlock, 1980). Konflik-konflik yang terjadi seringkali disebabkan karena remaja melanggar nilai-nilai yang ada dalam kelompok, dalam pergaulan remaja tentunya mempunyai nilai-nilai kelompok yang harus dijalankan oleh remaja. Nilai-nilai pada remaja yang diterima secara kelompok akan menjadikan para remaja mengevaluasi nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki teman sebayanya serta memutuskan mana yang benar dan mana yang salah. Proses mengevaluasi ini dapat membantu remaja mengembangkan kemampuan penalaran moral mereka. Dalam kelompok teman sebaya mereka akan mencoba mengambil keputusan sendiri, dan ketika remaja salah dalam mengambil keputusan maka akan menjadikan sumber masalah dalam hubungan sosial.


(2)

Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan pada lingkup kelompok teman sebaya karena kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok baru dan memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada dalam lingkungan keluarga remaja (Santrock, 2002). Oleh karena itu remaja dituntut memiliki kemampuan pertama dan baru dalam menyesuaikan diri serta dapat dijadikan dasar dalam hubungan sosial yang lebih luas. Menciptakan dan mengembangkan kemampuan komunikasi serta penyesuaian diri yang efektif bukanlah hal yang mudah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melatih dan mengembangkan kemampuan berperilaku asertif. Perilaku asertif diperlukan remaja dalam bergaul di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial. Dengan berperilaku asertif remaja akan dapat melindungi diri sendiri dari tekanan atau pengaruh lingkungan yang tidak baik. Banyak pengaruh yang datang saat remaja, diantaranya pengaruh dari teman bergaulnya. Pengaruh tersebut mulai dari membolos sekolah bahkan sampai ke perilaku yang menuju seks bebas.

Fensterheim dan Baer (1995) mengatakan remaja yang asertif adalah remaja yang berpendapat dengan mengemukakan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut serta dapat berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya remaja yang kurang asertif adalah remaja yang mempunyai ciri-ciri terlalu mudah mengalah (lemah), mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain dan tidak merasa bebas untuk mengemukakan masalah dan hak-hak yang diinginkan.

Selain itu Anrahmanto (dalam Astuti, 2007) juga mengatakan bahwa dalam bersikap asertif seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekpresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk manipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lainnya. Sering terjadi dalam hubungan interpersonal, komunikasi berjalan kurang efektif karena kurang mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan keinginan secara jujur dan terbuka. Individu menunjukkan ketidak berdayaan, kepasifan meskipun hak-hak pribadi di langgar, ketidak mampuan mengatakan “tidak” tentang suatu hal yang


(3)

bertentangan dengan hati nurani, tidak mustahil bila pola berhubungan yang berkembang banyak diwarnai dengan konflik dan ketegangan.

Remaja yang memiliki sikap asertif mampu melakukan komunikasi dalam kelompoknya, disekolah remaja asertif cenderung akan bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya, aktif dalam diskusi, dan mampu menyampaikan kebutuhannya. Hal itu membantu remaja memiliki hubungan yang baik dengan kelompoknya, dan menunjang prestasi remaja di sekolah. Melalui perilaku asertif para remaja dapat mengadakan hubungan sosial dengan teman sebaya, terutama ditekankan pada hubungan interpersonal baik sejenis atau lawan jenis. Penerimaan teman sebaya menjadikan remaja memperoleh rasa berharga dan dibutuhkan oleh orang lain. Selain itu dengan bersikap asertif akan membantu remaja untuk bersikap tepat dalam menghadapi situasi dimana hak-hak remaja dilanggar (Fensterheim dan Bear, 1995).

Namun kebanyakan remaja cenderung enggan bersikap asertif, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yaitu adanya rasa takut apabila nantinya dijauhi oleh teman-temannya atau kelompoknya. Salah satu faktor remaja bersikap non asertif adalah membela otoritas, remaja cenderung bersikap sesuai dengan ciri, norma, dan kebiasaan dalam kelompok. Pada umumnya banyak remaja non-asertif yang dihinggapi rasa takut sehingga mereka tidak mau menyatakan perasaan, kebutuhan, dan pendapatnya yang paling biasa sekalipun, sehingga remaja selalu merasa bersalah atas segala tindakan atau keputusan yang diambilnya itu. Banyak remaja yang menyatakan ide atau kebutuhannya dengan cara begitu tidak menonjolkan diri, sehingga orang lain tidak menghargai atau bahkan meremehkan mereka. Perilaku non asertif membuat remaja tidak berhasil meraih tujuan yang diinginkannya (Adam dan Lenz, 1995).

Remaja sering terlibat dengan narkoba, merokok, alkohol dan seks bebas. Sampai saat ini narkoba masih mengancam masyarakat Indonesia meski Indonesia telah berkomitmen bebas narkoba dan HIV AIDS pada tahun 2015. Hal ini dapat kita lihat dari jumlah pengguna narkoba yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 1970 diperkirakan hanya 130.000 orang yang menggunakan narkoba dan pada tahun 2009 terdeteksi 2% penduduk pernah bersentuhan dengan narkoba atau meningkat 0,5% dibandingkan tahun sebelumnya, 2% tersebut terdiri dari 60% usia produktif dan 40% remaja (Hapsari dalam Jayati, 2010).


(4)

Jumlah pengguna narkoba dari tahun 1997-2008 adalah 176,334 dan terbanyak pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 162,521 dan perempuan 13,823 dengan Angka kematian pecandu mencapai 1,5% pertahun atau 15000 orang meninggal dalam setahun (Hendarman dalam Jayati, 2010). Dari data tersebut menunjukkan bahwa pengguna narkoba lebih banyak laki-laki dibanding perempuan. Salah satu sebab terjerumusnya remaja untuk menggunakan narkoba adalah pengaruh teman sebaya, oleh karena itu remaja harus berperilaku asertif, dalam hubungan pergaulan yang menyebabkan terjerumus dalam penggunaan narkoba.

Selain itu kenakalan remaja lainnya seperti seks bebas juga semakin meningkat. Menurut Palmer dan Puri (2006) Anak-anak muda mulai terlibat seks pada usia yang sangat muda. Desakan teman dalam hal seks ini sangat besar. Ada anak-anak muda yang karena ingin menjadi bagian dari suatu kelompok atau diterima dalam pergaulan mulai terlibat seks pada usia 11, 12 atau 13 tahun.

Lebih dari 200 perempuan meninggal setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman. Menurut Damayanti (dalam Lava, 2010), perilaku seks pranikah itu cenderung dilakukan karena pengaruh teman sebaya yang negatif. Dari berbagai dampak yang ada dapat dilihat bahwa kerugian terbesar dari pergaulan seks pranikah akan dialami oleh remaja perempuan. Karena apabila hamil akan mengalami beban jangka panjang baik kondisi fisik maupun psikologis. Remaja perempuan kurang dapat berpikir dengan logis disaat mendapat bujukan atau rayuan dari pacarnya terkadang juga laki-laki yang baru dikenalnya. Remaja perempuan juga perlu bersikap tegas terhadap bujukan atau pengaruh laki-laki untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Karena kuatnya pengaruh negatif remaja dalam pergaulan pada khususnya perilaku seks bebas pada remaja, maka diperlukan adanya perilaku asertif yang dimiliki oleh remaja, khususnya remaja perempuan. Karena dalam perilaku seks bebas remaja perempuan memiliki peran dan kerugian yang besar daripada remaja laki-laki. Remaja perempuan akan mengalami hamil diluar nikah yang dapat mengakibatkan terjadinya putus sekolah karena dapat dikeluarkan dari sekolah, sehingga masa depannya akan menjadi tidak baik.

Setiap individu memiliki kemampuan asertif yang berbeda, begitu juga pada remaja. Sejak kanak-kanak, peranan pendidikan laki-laki dan perempuan telah


(5)

dibedakan dimasyarakat, laki-laki harus tegas dan kompetitif. Masyarakat mengajarkan bahwa asertif kurang sesuai untuk anak perempuan. Oleh karena itu tampak terlihat bahwa perempuan lebih bersikap pasif meskipun terhadap hal-hal yang kurang berkenan dihatinya (dalam Fensterheim dan Baer, 1995).

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Porpitasari (2007) tentang pengaruh kemampuan asertif terhadap hubungan interpersonal siswa, dapat diketahui bahwa kemampuan asertif mempengaruhi hubungan interpersonal. Penelitian sebelumnya oleh Fibrianti (2006) tentang hubungan antara perilaku asertif dengan interaksi sosial pada remaja, disimpulkan bahwa ada hubungan antara perilaku asertif dengan interaksi sosial pada remaja, dimana semakin tinggi perilaku asertif maka semakin tinggi pula interaksi sosialnya begitu pula sebaliknya, semakin rendah perilaku asertifnya maka semakin rendah interaksi sosialnya. Tahun 2004, sajid melakukan penelitian tentang perbedaan sikap terhadap mantan narapidana ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan, dari penelitian tersebut dihasilkan bahwa ada perbedaan sikap yang sangat signifikan terhadap mantan narapidana ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan, dimana laki-laki dengan pendidikan tinggi memiliki sikap yang lebih positif dibandingkan perempuan dengan pendidikan rendah.

Hasil observasi dan wawancara awal yang pernah dilakukan peneliti pada tanggal 23-27 Agustus 2010 terhadap beberapa siswa di SMPN Pakong Pamekasan, ada beberapa siswa yang terpengaruh pergaulan teman-temanya, mereka tidak bisa menolak atau berkata tidak terhadap setiap ajakan temannya walaupun hal itu perbuatan yang tidak baik, seperti keluar kelas saat jam pelajaran bila guru berhalangan hadir. Adapun hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru BP, wali kelas dan kepala sekolah diketahui bahwa siswa yang dianggap asertif mempunyai prestasi yang lebih menonjol dari pada siswa yang non asertif, tahun 2009 ada dua siswa kelas III yang tidak lulus sekolah, kedua siswa tersebut berjenis kelamin perempuan dan termasuk siswa yang non asertif. Namun walaupun demikian sebagian siswa yang asertif banyak mempengaruhi teman-temanya untuk bolos sekolah sehingga setiap harinya di sekolah ini ada siswa yang bolos sekolah.

Hal ini juga peneliti temui di sekolah SMP Muhammadiyah IV Balong Ponorogo, hasil observasi dan wawacara dengan guru BP dan wali kelas


(6)

menunjukkan bahwa siswa-siswi mengalami kesulitan dalam berperilaku asertif. Banyak dari siswa yang kurang bisa berkomunikasi secara aktif, tidak bisa mengungkapkan ide dan pendapatnya ketika diskusi kelompok, dan mereka cenderung takut bertanya tentang pelajaran yang mereka kurang kuasai.

Berdasarkan penelitian dan fenomena yang terjadi di atas, peneliti melanjutkan penelitian sebelumnya, namun difokuskan pada kemampuan asertifitas. Peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan asertifitas remaja ditinjau dari jenis kelamin, maka dari itu penting untuk dilakukan penelitian tentang “Perbedaan Asertifitas Remaja Ditinjau dari Jenis Kelamin”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan asertifitas remaja ditinjau dari jenis kelamin?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbedaan asertifitas remaja ditinjau dari jenis kelamin

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khazanah keilmuan psikologi khususnya psikologi pendidikan, psikologi perkembangan, psikologi sosial.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberi pemahaman bagi orang tua dan masyarakat akan pentingnya perilaku asertif bagi remaja, dengan pemahaman tersebut diharapkan untuk senantiasa menumbuhkan dan mengasah perilaku asertif pada diri remaja dari mulai anak-anak, serta sebagai informasi untuk pemecahan masalah yang dialami oleh remaja.