PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT DARI MINYAK JELANTAH

(1)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF HYDROGEN PEROXIDE CONCENTRATION TO METHYL ESTER SULPHONATE CHARACTERISTICS FROM USED

COOKING OIL

By

TRIA ANDRIZA

Methyl Ester Sulphonate (MES) is anionic surfactant made through sulfonation process. The types of oil can be made for MES raw material is vegetable oil. Used cooking oil is one of potential vegetable oils and is not yet used for MES raw material. The MES production in common consists of stages of sulfonation, bleaching, and neutralization. The sulfonation product is dark color, and it needs bleaching or purification process. MES should have good aestethical

characteristics to be a competitive surfactant. MES should have white color with less odor. H2O2 bleaching becomes standard technique in reducing dark color of MES, so that it would be acceptable for MES users as surfactant in consumer good applications.

The objective of this research is to find out best H2O2 concentration to MES characteristics from used cooking oil. Factors to investigate in this research are H2O2 concentration (v/v) in 11% (K1), 13% (K2), 15% (K3), 17% (K4), and 19% (K5). Treatments were ordered in non factorial and completely randomized group design with three repetitions. Data homogenity was tested using Bartlett test and


(2)

Tria Andriza data additivity was tested using Tuckey test. Analysis of variance to find out the differences amongst treatments was conducted to the result of observation data of MES characteristics from used cooking oil. Data were furthered processed with least significant difference in 0.05 significant level.

The result showed that the best H2O2 concentration to MES characteristics from used cooking oil was 11% H2O2 (v/v). The best produced MES characteristics indicated the average values of surface tension 34.57 dyne/cm, emulsion stability 56.37%, specific gravity 1.39 g/mL, and average values of color scoring test 4,22 with almost white color.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT DARI MINYAK

JELANTAH

Oleh TRIA ANDRIZA

Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku

pembuatan MES adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, minyak kedelai, atau tallow. Minyak jelantah

merupakan salah satu minyak nabati yang potensial dan belum dimanfaatkan untuk pembuatan bahan baku MES.

Secara umum proses produksi MES terdiri dari tahap sulfonasi, pemucatan, dan netralisasi. Produk hasil sulfonasi (MES) berwarna gelap, maka diperlukan proses pemurnian dan pemucatan. MES harus memiliki sifat estetika yang baik untuk menjadi surfaktan yang dapat bersaing. MES harus memiliki warna yang cerah dan tingkat bau yang rendah. Pemucatan dengan menggunakan H2O2 menjadi teknik standar untuk mengurangi warna gelap MES sehingga dapat diterima penggunaan MES sebagai surfaktan dalam aplikasi produk konsumen.


(4)

Penelitian ini bertujuan mendapatkan konsentrasi H2O2 terbaik terhadap

karakteristik MES dari minyak jelantah. Faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah konsentrasi H2O2 (v/v) yaitu 11% (K1), 13% (K2), 15% (K3), 17% (K4) dan 19% (K5). Perlakuan disusun secara non faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga kali ulangan. Kesamaan ragam data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan Uji Tukey. Data hasil pengamatan karakteristik MES dari minyak jelantah dilakukan sidik ragam untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antarperlakuan. Data diolah lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi H2O2 terbaik terhadap karakteristik MES dari minyak jelantah adalah 11% H2O2 (v/v). Karakteristik MES terbaik yang dihasilkan memperlihatkan nilai rata-rata tegangan permukaan 34,57 dyne/cm, stabilitas emulsi 56,37%, berat jenis 1,39 g/mL dan nilai rata-rata uji skoring warna 4,22 dengan warna agak putih.


(5)

PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA

TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT

DARI MINYAK JELANTAH

Oleh

TRIA ANDRIZA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(6)

PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA

TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT

DARI MINYAK JELANTAH

(Skripsi)

Oleh

TRIA ANDRIZA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur surfaktan (a. Unimer surfaktan b. Agregat surfaktan)... 10

2. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol... 12

3. Reaksi sulfonasi menggunakan asam sulfat... 16

4. Proses pembuatan metil ester dari minyak jelantah... 19

5. Diagram alir proses tahapan penelitian pembuatan MES dari minyak jelantah dengan menggunakan H2SO4... 20

6. Grafik pengaruh konsentrasi H2O2 terhadap nilai tegangan permukaan MES dari minyak jelantah... 25

7. Grafik pengaruh konsentrasi H2O2 terhadap nilai stabilitas emulsi MES dari minyak jelantah... 27

8. Grafik pengaruh konsentrasi H2O2 terhadap nilai berat jenis MES dari minyak jelantah... 30

9. Grafik pengaruh konsentrasi H2O2 terhadap nilai warna MES dari minyak jelantah... 32

10.Proses pembuatan metil ester dari minyak jelantah... 46

11.Pemisahan metil ester dengan gliserol... 46

12.Proses sulfonasi metil ester dari minyak jelantah... 47

13.Proses pemurnian dan pemucatan MES dari minyak jelantah... 47

14.Proses netralisasi MES dari minyak jelantah... 48


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL . ... xi

DAFTAR GAMBAR ... ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2.Tujuan Penelitian ... . 3

1.3.Kerangka Pemikiran ... . 3

1.4.Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1.Minyak Jelantah ... 6

2.2.Surfaktan ... 8

2.3.Metil Ester ... 11

2.4.Metil Ester Sulfonat ... 13

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2. Alat dan Bahan ... 17

3.3. Metode Penelitian ... 18

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 18

3.4.1. Pembuatan metil ester ... 18


(9)

3.5. Pengamatan ... 21

3.5.1. Tegangan Permukaan ... 21

3.5.2. Stabilitas emulsi ... 21

3.5.3. Berat jenis ... 22

3.5.4. Warna ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Tegangan Permukaan pada Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Minyak Jelantah ... 23

4.2. Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Stabilitas Emulsi pada Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Minyak Jelantah ... 26

4.3. Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Berat Jenis pada Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Minyak Jelantah ... 29

4.4. Pengaruh Konsentrasi H2O2 terhadap Warna pada Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Minyak Jelantah ... 31

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 34

5.2. Saran ... 34 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR PUSTAKA

Abdu, S. 2006. Kajian Proses Produksi Surfaktan Mes dari Minyak Sawit dengan Menggunakan Reaktan H2SO4. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 60 hlm. AOAC. 1995. Official Methode on Analysis od the Association of Official

Analitical Chemist. AOAC. Washington. Inform 13 : 652-684

ASTM. 2001. Annual Book of ASTM Standards: Soap and Other Detergents, Polishes, Leather, Resilient Floor Covering. ASTM. Baltimore

Bergenstahl, B. 1997. Physicochemical Aspect of an Emulsifier Functionality. In : G. L. Hasenhuettl dan R. W. Hartel (Eds.). Food Emulsifier and Their Applications. Chapman & Hall. New York.

Bernardini, E. 1983. Vegetable oils and fats processing. volume II. Rome: Interstampa.

Darnoko, D. T., Herawan dan P. Guritno. 2001. Teknologi Produksi Biodiesel dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Warta PPKS. Vol. 9 (1) : 17 – 27.

Durrant, P. J. 1953. General and Inorganic Chemistry. London Longmans & Co. Edison, R dan Hidayati, S. 2009. Optimasi Pembuatan Surfakatan Metil ester

Sullfonat (MES) dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas I) (Tesis). Universitas Lampung. Lampung.

Firdaus, I. 2003. Gliserolisis Minyak jelantah. Buletin PPKS. Vol.2 (3): 155-164. Foster, N.C. 1996. Sulfonation and Sulfation Processes. In : Soap and

Detergents : A Theoretical and Practical Review. Spitz, L. (Ed). AOCS Press, Champaign, Illinois.

Hambali, E., S. Mujdalipah, G. Sulistiyanto, dan T. Lesmana. 2006. Diversifikasi Produk Olahan Jarak Pagar dan Kaitannya dengan Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Swasta di Indonesia. SBRC& Eka Cipta Fondation. IPB Bogor.

Hart, H. 1990. Kimia Organik. Edisi Keenam. Suminar Ahmadi, Penterjemah. Penerbit Erlangga. Jakarta.


(11)

36 Hasenhuettl, G. L. 1997. Overview of Food Emulsifier. In: G. L. Hasenhuettl dan R. W. Hartel (Eds.). Food Emulsifier and Their Applications. Chapman & Hall. New York.

Hidayati, S. 2006. Perancangan Proses Produksi Metil Ester Sulfonat dari Minyak Sawit dan Uji Efektivitasnya pada Pendesakan Minyak Bumi. (Disertasi). Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hidayati, S., Ilim, dan Pudji Permadi. 2008. Optimasi Proses Sulfonasi untuk

Memproduksi Metil Ester Sulfonat dari Minyak Sawit Kasar. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hui, Y. H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 5 th Edition Vol 5. John Willey & Sons, Inc, New York.7.

Kahar. 2004. Biodisel Minyak jelantah.

http://www.tech.dir.groups.yahoo.com/2004/biodisel minyak jelantah.html. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2011. Journal of Biotechnology. Vol.5 (10) : 901-906.

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Matheson, K. L. 1996. Surfactant Raw Materials : Classification, Synthesis and Uses. In : Spitz, L. (Ed). Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Champaign. Illinois.

Natalia, L. 2011. Pengaruh Konsentrasi H2SO4 dan Lama Sulfonasi pada Pembuatan Metil Ester Sulfonat (Mes) dari Minyak Jelantah. (Skripsi) Universitas Lampung. Bandar Lampung

Nuri Astrini, dkk. 2007. Sulfonation Process of palm Methyl Ester as Anionic Surfactant. J. ICCS. Yogyakarta. Hlm 1-4.

Pore, J. 1993. Oil and Fat Manual. New York: Intercept Ltd. J. Surfactants and Detergents. Vol. 9 : 161-167.

Ramadhas, A. S., Mulareedharan, dan C., Jayaraj, S. 2005. Performance and Emission Evaluation of Diesel Engine Fueled With Methyls Esters of Rubber Seed Oil. Renewable Energy. 30 : 1789 – 1800.

Rieger, M. M. (Ed). 1985. Surfactant in Cosmetics. Surfactant Science Series, Marcel Dekker, Inc. New York.

Rivai, M. 2004. Kajian Pengaruh Nisbah Reaktan H2SO4 dan Lama Reaksi Sulfonasi terhadap Kinerja Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) yang Dihasilkan. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(12)

37 Sadi, S. 1994. Gliserolisis Minyak Sawit dan Inti Sawit dengan Piridin. Buletin

PPKS. Vol. 2 (3) : 155 – 164.

Salager, J.L. 2002. Surfactants types and uses. Los Andes: Laboratory of Formulation, Interfaces Rheology and Processes. J. Am Oil Chem Soc. Vol. 65 (6) : 1000-1006.

Sheats, W dan MacArthur, B. 1998. Meeting the Challenge of Methylester Sulfonation. Chemithon Corp. Seattle-USA.

Sidjabat, J. 2004. Kandungan Minyak Goreng,

http://www.hardimey.blogspot.com/2009/06/kandungan-minyak-goreng.html. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2011. Lembaran Lemigas Vol. 8 (1): 39-50.

Sutriah, dkk. 2006. Sintesis dan Pencirian Surfaktan Berbasis Minyak Sawit dan Karbohidrat untuk Aditif Produk Pangan dan Detergen. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 259-270.

SNI. 1999. Metil Ester. Badan Standarisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia. 06-6048-1999.

Watkins, C. 2001. All Eyes are on Texas. INFORM 12 : 1152-1159. [terhubung berkala]. Diakses 18 Agustus 2010. http://www.chemithon.com

Widyastuti, L. 2007. Reaksi Metanolisis Minyak Jarak Pagar Menjadi Metil Ester sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Diesel dengan

Menggunakan Katalis KOH. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Williams, R.A. dan S.J.R. Simon. 1992. Handling Colloidal Material in Colloid and Surface Enginering Application in Process Industries.

Oxford:Butterworth-Heinemann Ltd. J. Am Oil Chem Soc. Vol 72 (7) : 835-841.


(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester sulfonat (MES) adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, atau tallow (Watkins, 2001). Minyak jelantah merupakan salah satu minyak nabati yang potensial dan belum dimanfaatkan untuk pembuatan bahan baku MES. Minyak jelantah merupakan minyak limbah yang dapat berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, dan minyak samin. Minyak jelantah mengandung asam-asam lemak (trigliserida) yang tidak rusak meskipun minyak tersebut telah digunakan untuk menggoreng atau proses pemanasan (Kahar, 2004). Adanya asam- asam lemak ini memungkinkan minyak goreng untuk dikonversi menjadi metil ester (biodiesel), atau sebagai bahan baku metil ester sulfonat (MES). Minyak jelantah bila digunakan sebagai bahan baku MES memiliki keunggulan yaitu harga lebih murah dibandingkan dengan minyak nabati seperti minyak inti sawit, kedelai dan minyak bunga matahari.

Dalam 1 liter minyak jelantah mampu menghasilkan biodiesel sebanyak 930 mL dengan menggunakan metanol sebesar 200 mL dan NaOH sebesar 5 g (Firdaus, 2003). Oleh karena itu, pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku


(14)

2 biodiesel ataupun metil ester sulfonat dapat memberikan nilai tambah yang tinggi bagi minyak jelantah.

Keunggulan MES dibandingkan dengan surfaktan yang dibuat dari minyak bumi (petroleum) adalah sifatnya dapat diperbarui, lebih ramah lingkungan karena mudah didegradasi oleh bakteri, memiliki kemampuan penyabunan yang baik, toleransi yang baik terhadap kesadahan air, bersinergi baik dengan sabun (sebagai zat aditif sabun), daya larut dalam air yang baik, lembut dan tidak iritasi pada kulit, dan memiliki karakteristik biodegradasi yang baik (de Groot, 1991; Hui, 1996; Matheson, 1996). Secara umum proses produksi metil ester sulfonat terdiri dari tahap sulfonasi, tahap pemucatan, dan tahap netralisasi.

Proses sulfonasi umumnya dilakukan dengan mereaksikan agen sulfonasi dengan minyak, asam lemak ataupun ester asam lemak. Agen sulfonasi yang dapat digunakan adalah SO3, H2SO4, SO3.H2SO4, NaHSO3, ataupun ClSO3H. Foster (1996) menyatakan hal yang harus dipertimbangkan untuk menghasilkan kualitas MES terbaik adalah rasio mol, suhu reaksi, lama reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, bahan untuk sulfonasi (NaHSO3, H2SO4), waktu netralisasi, pH dan suhu netralisasi. Produk hasil sulfonasi (MES) berwarna gelap, maka

diperlukan proses pemurnian dan pemucatan. Menurut Sheats dan MacArtur (1998) untuk menjadi surfaktan yang dapat bersaing, maka MES harus memiliki sifat estetika yang baik. MES harus memiliki warna yang cerah dan tingkat bau yang rendah. Pemucatan dengan menggunakan H2O2 menjadi teknik standar untuk mengurangi warna gelap MES sehingga dapat diterima penggunaan MES sebagai surfaktan dalam aplikasi produk konsumen.


(15)

3 Luciana (2011) melaporkan bahwa proses sulfonasi menggunakan pereaksi H2SO4 80%, lama reaksi 75 menit, dan suhu reaksi 50-55 oC dengan menggunakan metil ester dari minyak jelantah masih menghasilkan metil ester sulfonat (MES) yang berwarna gelap sehingga perlu dikaji penggunaan konsentrasi H2O2 untuk pemucatan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan konsentrasi H2O2 terbaik terhadap karakteristik MES dari minyak jelantah.

1.3. Kerangka Pemikiran

Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan untuk menggoreng makanan. Kandungan asam lemak penyusun minyak jelantah diantaranya terdiri dari oleat 32,192%, dan linoleat 5,022% (Sidjabat, 2004). Kandungan asam lemak berikatan rangkap ini hampir mendekati kandungan asam lemak berikatan rangkap pada CPO seperti oleat 39- 45 %, linoleat 7- 11%

(Hidayati, 2006). Keadaan ini menunjukkan bahwa minyak jelantah diharapkan akan memberikan hasil relatif sama dengan MES yang dihasilkan dari bahan baku CPO.

Metil Ester Sulfonat (MES) dibuat melalui proses sulfonasi yang menggunakan pereaksi kimia yang mengandung gugus sulfat atau sulfit (Bernardini, 1983; Watkins 2001). Menurut Foster (1996), hal yang harus dipertimbangkan untuk menghasilkan kualitas MES terbaik adalah rasio mol, suhu reaksi, lama reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, bahan untuk sulfonasi (NaHSO3,


(16)

4 H2SO4), waktu netralisasi, pH dan suhu netralisasi. Untuk mendapatkan produk yang unggul dari reaksi sulfonasi, rasio mol reaktan merupakan faktor utama yang harus dikendalikan.

Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk berwarna gelap, sehingga dibutuhkan proses pemurnian, pemucatan dan netralisasi. Proses pemurnian menggunakan larutan metanol. Untuk mengurangi warna gelap tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan larutan H2O2, yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan larutan alkali (KOH atau NaOH). Menurut Ketaren (2005), H2O2 merupakan oksidator kuat sehingga bisa digunakan pada proses pemucatan minyak. Pemucatan tersebut menggunakan prinsip oksidasi.

Proses sulfonasi menggunakan pereaksi H2SO4 80%, lama reaksi 75 menit dan suhu reaksi 50-55 oC dengan menggunakan metil ester dari minyak jelantah dan proses pemucatan menggunakan H2O2 1% (v/v) masih menghasilkan MES berwarna gelap (Luciana, 2011). Hasil penelitian Rivai (2004) menunjukkan kondisi terbaik untuk menghasilkan MES dari minyak sawit adalah nisbah reaktan 1 : 1,4 dengan lama reaksi 30 menit dan menggunakan H2O2 1% (v/v) dalam proses pemucatan menghasilkan MES berwarna coklat kekuningan. Abdu (2006) melaporkan bahwa kondisi terbaik untuk memproduksi MES berbahan baku metil ester dari minyak sawit didapat pada produksi MES dengan penambahan H2SO4 80%, lama reaksi 90 menit dan suhu reaksi 55-60 oC serta proses pemucatan menggunakan H2O2 10% (v/v) juga menghasilkan MES dengan warna coklat kekuningan. Sebelum melaksanakan penelitian ini, penulis telah melakukan penelitian percobaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa MES tidak


(17)

5 berwarna gelap terjadi pada konsentrasi H2O2 (v/v) 11 %. Dengan demikian diperlukan pengaturan konsentrasi H2O2 untuk menghasilkan MES yang optimal.

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat konsentrasi H2O2 terbaik terhadap karakteristik produk MES yang dihasilkan dari minyak jelantah.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Jelantah

Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. Minyak jelantah masih memiliki asam lemak dalam bentuk terikat dalam

trigliserida sama halnya dengan minyak goreng yang belum digunakan, tetapi dalam minyak goreng bekas mengandung senyawa-senyawa hasil dekomposisi minyak. Minyak jelantah biasanya dihasilkan dari menggoreng bahan pangan dengan teknik deep frying, yaitu merendam seluruh bahan pangan di dalam minyak goreng. Sisa minyak goreng tersebut biasanya tidak langsung dibuang, melainkan ditambahkan sedikit minyak goreng yang baru untuk digunakan kembali secara berulang-ulang (Kahar, 2004).

Pemanasan dan penggunaan minyak jelantah yang berulang-ulang akan mengubah komposisi kimiawi dari minyak goreng. Perubahan ini dapat disebabkan proses oksidasi, polimerisasi, hidrolisis dan karamelisasi yang terjadi di dalamnya. Proses pemanasan yang tinggi dari minyak goreng dapat menyebabkan

komponen-komponen di dalam minyak seperti karoten dan klorofil mengalami oksidasi. Terjadinya reaksi oksidasi ditandai dengan perubahan warna minyak menjadi lebih gelap, sehingga semakin sering digunakan warna minyak semakin gelap. Minyak goreng bekas memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi


(19)

7 akibat proses oksidasi dan hidrolisis komponen minyak goreng. Proses hidrolisis minyak goreng terjadi bila sejumlah air terkandung di dalam bahan pangan. Selain mengubah warna minyak menjadi lebih gelap, penggunaan minyak jelantah secara berulang-ulang dapat menyebabkan pembentukan busa, timbul bau tengik, serta peningkatan viskositas dan massa jenis minyak. Bau tengik dari minyak jelantah disebabkan minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan pemanasan berulang, sehingga menghasilkan senyawa aldehid, keton, hidrokarbon, alkohol serta senyawa-senyawa aromatik. Peningkatan viskositas dan massa jenis

disebabkan adanya komponen-komponen sekunder hasil reaksi hidrolisis, oksidasi maupun polimerisasi minyak goreng bekas (Ketaren,2005).

Reaksi hidrolisis dari minyak goreng akan menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Tingginya asam lemak bebas tersebut akan meningkatkan bilangan asam minyak goreng. Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak dengan oksigen, biasanya oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan

hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak hasil proses oksidasi disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid, keton serta asam-asam lemak bebas (Ketaren, 2005).

Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng dapat terjadi akibat adanya reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tak jenuh di dalam minyak goreng. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap pada dasar wadah (Ketaren, 2005). Pemanasan yang tinggi juga mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh. Minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh lebih mudah diabsorpsi oleh usus


(20)

8 dibandingkan minyak yang mengandung asam lemak jenuh, sehingga penggunaan minyak yang mengandung asam lemak jenuh dapat mengakibatkan arthero

sclerosis. Selain itu, proses tersebut juga dapat menghasilkan senyawa-senyawa radikal bebas yang bersifat karsinogenik di dalam minyak goreng bekas (Sidjabat, 2004).

2.2. Surfaktan

Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan (surface tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (interfacialtension) antar dua fasa yang sama tetapi berbeda derajat polaritasnya dalam suatu medium yaitu dengan cara melarutkan surfaktan ke dalam medium tersebut. Surfaktan banyak dimanfaatkan dan digunakan secara luas dalam berbagai produk yang diaplikasikan pada berbagai industri dan rumah tangga karena kemampuannya dalam mempengaruhi tegangan permukaan dan tegangan antarmuka suatu medium. Antarmuka (interface) adalah bidang kontak antara dua senyawa dalam fasa yang sama, sedangkan permukaan (surface) adalah jika antarmuka antara dua senyawa tidak dalam fasa yang sama. Tegangan

permukaan dari suatu cairan adalah tekanan internal di bawah permukaan cairan yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik antar molekul cairan itu sendiri. Gaya tarik menarik tersebut menimbulkan tekanan dari dalam cairan melawan tekanan dari atas permukaan cairan, sehingga cairan tersebut cenderung untuk membentuk lapisan antarmuka dengan zat yang lain. Surfaktan dapat mempengaruhi

kemampuan dari molekul cairan tersebut agar dapat berinteraksi dengan zat yang lain dengan cara menurunkan tegangan permukaannya (Durrant, 1953).


(21)

9 Karakteristik utama surfaktan adalah pada aktifitas permukaannya. Surfaktan mampu meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan antar muka suatu cairan, meningkatkan kemampuan pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan agregasi partikel terdispersi yaitu dengan menghambat dan mereduksi flokulasi dan coalescence partikel yang terdispersi sehingga kestabilan partikel yang terdispersi makin meningkat. Surfaktan juga mampu mempertahankan gelembung atau busa yang terbentuk lebih lama (Bergenstahl, 1997).

Molekul surfaktan dapat digambarkan seperti berudu yang terdiri dari bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air) yang merupakan bagian yang sangat polar, dan bagian ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) bersifat non polar. Kepala dapat berupa anion, kation dan non ion, sedangkan ekor dapat berupa rantai linear atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala ekor ini membuat

surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri (Hui, 1996; Hasenhuettl, 1997).

Gugus nonpolar mengandung rantai hidrokarbon dengan gugus alkil atau alkilbenzena. Gugus polar mengandung heteroatom seperti O, S, P atau N yang terikat dalam gugus fungsional seperti alkohol, tiol, eter, ester, asam, sulfat, sulfonat, fosfat, amina, amida, dan lain sebagainya (Salager, 2002).

Jenis surfaktan dibagi menjadi empat berdasarkan muatan pada gugus polarnya yaitu surfaktan anionik, nonionik, zwitterionik, dan kationik. Surfaktan anionik adalah senyawa yang pada bagian hidrofiliknya bermuatan negatif. Keberadaan gugus sulfat atau sulfonat menyebabkan sifat hidrofilik. Surfaktan non ionik adalah senyawa yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul pada gugus hidrofiliknya. Sifat hidrofiliknya disebabkan karena keberadaan gugus


(22)

10 oksigen eter atau karboksil. Kelompok surfaktan non ionik ini dibagi menjadi dua kelompok yakni ester asam lemak dari polihidrik alkohol dan turunan

polialkoksilat. Surfaktan kationik adalah senyawa yang gugus hidrofiliknya bermuatan positif. Sifat hidrofilik ini umumnya disebabkan karena garam

ammonium (Rieger, 1985). Surfaktan amfoterik adalah senyawa yang bermuatan positif dan negatif pada molekulnya. Muatannya tergantung pada nilai pH. Pada kisaran nilai pH rendah, senyawa ini akan bermuatan negatif dan pada kisaran nilai pH tinggi akan bermuatan positif (Matheson, 1996).

Berdasarkan jumlah konsumsi surfaktan dunia, surfaktan anionik merupakan surfaktan yang paling banyak digunakan (50 persen), kemudian disusul nonionik (45 persen), kationik (4 persen), dan yang paling sedikit penggunaannya adalah surfaktan dari jenis amfoterik (1 persen) (Salager, 2002). Struktur surfaktan secara umum diperlihatkan pada Gambar 1.

a b

Gambar 1. Struktur surfaktan (a. Unimer surfaktan b. Agregat surfaktan ) Sumber : Edison, 2009

Menurut Matheson (1996), MES yang termasuk dalam kelompok surfaktan anionik telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk


(23)

11 pembersih (washing and cleaning products). Pemanfaatan surfaktan jenis ini pada beberapa produk karena MES memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water).

Surfaktan pada umumnya dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester dan fatty alkohol. Proses-proses yang dapat diterapkan untuk menghasilkan surfaktan diantaranya yaitu asetilasi, etoksilasi, esterifikasi, sulfonasi, amidasi, sukrolisis, dan saponifikasi (Sadi, 1994).

2.3. Metil Ester

Definisi metil ester menurut SNI (1999) adalah ester lemak yang dibuat melalui proses esterifikasi asam lemak dengan alkohol, berwujud cairan. Metil ester merupakan produk antara yang dapat digunakan sebagai bahan baku surfaktan yang berasal dari minyak dan lemak selain asam lemak (fatty acid) dan alkohol lemak (fatty alcohol). Metil ester memiliki sifat tidak korosif (seperti halnya asam lemak nabati), lebih tahan terhadap oksidasi dan tidak mudah berubah warna (Darnoko dkk, 2001). Metil ester dapat dihasilkan dengan dua cara yaitu : (1) esterifikasi asam lemak dan (2) transesterifikasi trigliserida. Menurut Hui (1996), esterifikasi adalah reaksi antara asam lemak dengan alkohol dengan bantuan katalis untuk membentuk ester.

Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis. Namun berbeda dengan


(24)

12 melainkan alkohol. Umumnya katalis yang digunakan adalah NaOH atau KOH (Hambali dkk, 2006). Bahan baku yang mengandung kadar asam lemak bebas lebih dari 2%, perlu dilakukan proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2% sebagai proses pendahuluan. Selanjutnya dilakukan proses transesterifikasi menggunakan katalis alkali pada temperatur 40-50oC (Ramadhas dkk., 2005). Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester (biodiesel) disajikan pada Gambar 2.

Minyak/lemak Metanol Metil ester Gliserol Gambar 2. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol

Sumber : Hart, 1990

Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigilserida dan alkohol, jenis katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan asam lemak bebas pada bahan baku yang dapat menghambat reaksi. Faktor lain yang mempengaruhi kandungan ester pada biodiesel, diantaranya kandungan gliserol, jenis alkohol yang digunakan pada reaksi transesterifikasi, dan jumlah katalis. Pada proses transesterifikasi, selain menghasilkan metil ester hasil sampingannya adalah gliserol. Penetapan standar metil ester antara satu negara dengan negara lainnya berbeda-beda. Standar ini disesuaikan dengan iklim dan kondisi


(25)

masing-13 masing negara (Hambali dkk, 2006). Standar mutu metil ester Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar mutu metil ester Indonesia (RSNI EB 020551)

No Parameter dan satuan Batas nilai Metode uji Metode setara 1 Massa jenis pada 40oC,

Kg/m3

850-890 ASTM D 1298 ISO 3675 2 Viskositas kinematik pada

40oC, mm2/s (cSt)

2,3-6,0 ASTM D 445 ISO 3104

3 Angka setana Min. 51 ASTM D 613 ISO 5165

4 Titik nyala (mangkok tertutup), oC

Min. 100 ASTM D 93 ISO 2710

5 Titik kabut oC Maks. 18 ASTM D 2500

-6 Korosi bilah tembaga (3 jam, 50oC)

Maks. No. 3

ASTM D 130 ISO 2160 7 Residu karbon (%-b) Maks. 0,05

(maks. 0,3)

ASTM D 4530 - dalam contoh asli Maks. 0,05

(maks. 0,3) - dalam 10% ampas distilasi Maks. 0,05 (maks. 0,3)

8 Air dan sedimen, %-vol Maks. 0,05 ASTM D 2709 9 Temperatur distilasi 90%, oC Maks. 360 ASTM D 1160 10 Abu tersulfatkan, %-b Maks. 0,02 ASTM D 874 11 Belerang, ppm-b (mg/kg) Maks. 100 ASTM D 5453 12 Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks. 10 AOCS Ca 12-55 13 Angka asam, mg-KOH/g Maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 14 Gliserol bebas, %-b Maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 15 Gliserol total, %-b Maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 17 Angka iodium, %-b

(g-12/100g)

Maks. 115 AOCS Cd 1-25

18 Uji Halphen Negatif AOCS Cb 1-25

Sumber : Forum Biodiesel Indonesia (2006) dalam (Hambali et al., 2006)

2.4. Metil Ester Sulfonat

Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik. Bagian aktif permukaan (surface-active) surfaktan MES mengandung gugus sulfonat. Formula umum surfaktan MES adalah RSO3Na, dimana gugus R merupakan grup


(26)

14 hidrokarbon R berupa alkil dan produk tersebut dapat dicampur secara acak

dengan isomer lainnya selama isomer tersebut tidak mengandung rantai bercabang yang dapat mengganggu sifat biodegradable gugus sulfonat (Watkins, 2001).

Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester sulfonat (MES) adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, atau tallow (Watkins, 2001). Menurut Matheson (1996), MES berbahan minyak nabati memiliki kinerja yang sangat menarik, diantaranya adalah karakteristik dispersi dan sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water), tidak mengandung ion fosfat, ester asam lemak C14, C16 dan C18 memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat mudah didegradasi.

Pada umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester asam lemak (fatty acid) dan alkohol lemak (fatty alcohol). Salah satu proses untuk menghasilkan surfaktan adalah proses sulfonasi untuk menghasilkan MES (Sadi, 1994). Menurut Bernardini (1983), proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak, ester, dan alkohol lemak. Diistilahkan sebagai sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan gugus sulfat pada senyawa organik. Jenis minyak yang biasanya disulfonasi adalah minyak yang

mengandung ikatan rangkap ataupun gugus hidroksil pada molekulnya. Bahan baku minyak yang digunakan industri adalah minyak berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap.


(27)

15 Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit,

NaHSO3, atau gas SO3 dengan ester asam lemak (Bernardini, 1983; Watkins 2001). Pereaksi kimia yang banyak digunakan adalah gas SO3 yang sangat reaktif dan bereaksi cepat dengan beberapa komponen organik. Proses sulfonasi dengan gas SO3 menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi, tetapi kelemahannya yaitu proses ini bersifat kontinyu dan paling sesuai untuk volume produksi yang besar, membutuhkan peralatan yang mahal dengan tingkat ketepatan yang tinggi, dan mensyaratkan personil pengoperasian yang memiliki kemampuan tinggi (highly trained), selain itu memiliki sifat yang sangat reaktif sehingga diperlukan kontrol yang sangat ketat agar tidak terbentuk produk intermediat dan warna produk yang hitam sehingga memerlukan proses pemucatan.

MES yang dihasilkan pada proses sulfonasi masih mengandung produk-produk samping yang dapat mengurangi kinerja surfaktan sehingga memerlukan proses pemurnian. Menurut Watkins (2001), proses produksi MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dan gas SO3 dalam failing film reactor pada suhu 80-90oC. Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk berwarna gelap, sehingga dibutuhkan proses pemurnian meliputi pemucatan dan netralisasi. Untuk mengurangi warna gelap tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan larutan H2O2 atau larutan metanol, yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan larutan alkali (KOH atau NaOH), setelah melewati tahap

netralisasi, produk yang berbentuk pasta dikeringkan sehingga produk akhir yang dihasilkan berbentuk pasta, serpihan, atau granula.


(28)

16 Menurut Foster (1996), hal yang harus dipertimbangkan untuk menghasilkan kualitas MES terbaik adalah rasio mol, suhu reaksi, lama reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, bahan untuk sulfonasi (NaHSO3, H2SO4), waktu

netralisasi, pH dan suhu netralisasi. Untuk mendapatkan produk yang unggul dari reaksi sulfonasi, rasio mol reaktan merupakan faktor utama yang harus

dikendalikan. Faktor-faktor lain tersebut memang memberikan pengaruh pada kualitas produk, namun pengaruhnya tidak sebesar pengaruh akibat rasio mol. Gambar 3 berikut menunjukkan reaksi sulfonasi metil ester dengan menggunakan H2SO4.

O O

H2SO4 + R CH2 C OCH3 R CH C OCH3 + H2O |

SO2OH

Asam sulfat Metil Ester Metil Ester Sulfonat Air Gambar 3. Reaksi sulfonasi menggunakan asam sulfat


(29)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Proses Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai Februari 2012.

3.2. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jelantah yang berasal dari sisa menggoreng somai dengan tiga kali penggorengan, metanol teknis, H2O2 50%, NaOH, aquades dan bahan kimia untuk analisis. Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu peralatan untuk membuat MES dan peralatan untuk analisis sampel. Peralatan untuk membuat MES terdiri dari rangkaian alat sulfonasi atau sulfonation apparatus (terdiri dari labu tiga leher 500 ml, termometer, hot plate yang dilengkapi magnetic stirrer, motor pengaduk, dan kondensor), neraca analitik, gelas arloji, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 10 ml, labu Erlenmeyer, sentrifuge dan pH meter. Peralatan untuk analisis sampel adalah tensiometer du Nuoy, neraca analitik, piknometer, refraktometer, dan pipet.


(30)

18 3.3. Metode Penelitian

Faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah konsentrasi H2O2 (v/v) yaitu 11 % (K1), 13 % (K2), 15 % (K3), 17 % (K4) dan 19 % (K5). Perlakuan disusun secara non faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga kali ulangan. Kesamaan ragam data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan Uji Tukey. Data hasil pengamatan karakteristik MES dari minyak jelantah dilakukan sidik ragam untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antarperlakuan. Data diolah lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 0,05.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Pembuatan metil ester

Metil ester dari bahan dasar minyak jelantah dibuat melalui proses

transesterifikasi (Gambar 10, Lampiran). Reaksi transesterfikasi dilakukan pada suhu 55-60oC selama 1 jam dengan menambahkan larutan metoksida dengan konsentrasi sebesar 0,35% dari berat minyak, dan metanol adalah 25% dari berat minyak. Setelah itu dilakukan pemisahan metil ester dan gliserol (Gambar 11, Lampiran). Diagram alir proses pembuatan metil ester dari minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 4.


(31)

19

Gambar 4. Proses pembuatan metil ester dari minyak jelantah Sumber: Widyastuti, 2007 (yang dimodifikasi)

3.4.2. Pembuatan metil ester sulfonat

Proses pembuatan MES melalui beberapa tahap yaitu sulfonasi, pemurnian, dan penetralan. Reaksi sulfonasi antara metil ester dengan reaktan H2SO4 dilakukan berdasarkan hasil penelitian Luciana (2011) (Gambar 12, Lampiran). Metil ester dari minyak jelantah dipanaskan pada suhu 50- 55oC ditambahkan dengani H2SO4 80% dengan nisbah 1:1,4 direaksikan pada labu leher tiga berkondensor dengan lama reaksi 75 menit. Setelah itu dilakukan proses pemurnian dan pemucatan dengan menggunakan metanol 40% dan H2O2 11 %, 13 %, 15 %, 17 % dan 19 % (v/v) dengan menggunakan suhu 55oC selama 0,5 jam (Gambar 13, Lampiran).

MES hasil proses pemucatan selanjutnya dipisahkan dari produk sampingnya dengan menggunakan labu pemisah. Proses pemisahan dilakukan dengan cara MES

dibiarkan dalam labu pemisah selama 2 jam. Produk samping MES dapat berupa air, metanol, asam peroksida dan asam sulfat yang tidak bereaksi. Selama pemisahan akan terbentuk dua lapisan cairan yang terpisah. Lapisan cairan yang berada di

Transesterifikasi

T: 55-60oC Lama waktu : 60 menit Metanol 25%

NaOH 0,35%

Karakteristik Metil Ester Metil Ester


(32)

20

bawah yang diambil dan selanjutnya dilakukan proses akhir yaitu proses netralisasi dengan NaOH 20% pada suhu 50oC selama 0,5 jam (Gambar 14, Lampiran). Setelah proses netralisasi didapatkan MES murni (Gambar 15, Lampiran). Diagram alir proses produksi MES dari metil ester minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram alir proses tahapan penelitian pembuatan MES dari minyak jelantah dengan menggunakan H2SO4

Sumber : Rivai, 2004 (yang dimodifikasi) Metanol 40 %

H2O2 11%, 13%, 15%,17%

dan 19% (v/v)

Proses Pemurnian dan Pemucatan Suhu: 50- 55oC dan Waktu: 30 menit

Sisa reaksi MES Kasar

MES

Proses Netralisasi

T: 55- 60oC dan Waktu: 30 menit H2SO4

80%

Proses Sulfonasi Nisbah reaktan: 1:1,4 Suhu reaksi : 50- 55oC Lama reaksi : 75 menit

Proses Pemisahan ( Corong pisah t: 2 jam)

Metil Ester

NaOH 20%


(33)

21 3.5. Pengamatan

3.5.1. Tegangan permukaan

Metode pengujian dilakukan untuk menentukan tegangan permukaan larutan surfaktan dengan menggunakan alat Tensiometer Du-Nuoy. Larutan yang digunakan adalah akuades dan larutan surfaktan sebanyak 10%. Peralatan dan wadah yang digunakan harus dalam keadaan bersih. Posisi alat diatur supaya horizontal dengan waterpass dan diletakkan pada tempat yang aman. Larutan contoh dimasukkan ke dalam gelas dan diletakkan pada dudukan (platform) pada tensiometer. Suhu cairan pada sampel diukur dan dicatat. Selanjutnya cincin platinum dicelupkan ke dalam sampel tersebut (lingkaran cincin tercelup 3-5 mm dibawah permukaan cairan). Skala vernier tensiometer diset pada posisi nol dan jarum petunjuk harus berada pada garis berimpit dengan garis pada kaca. Selanjutnya platform diturunkan secara perlahan, dan pada saat yang bersamaan skup kanan diputar sampai film cairan tepat putus. Pada saat ini dilakukan

pembacaan skala. Pengujian dilakukan minimal dua kali pengulangan. Kemudian dibandingkan nilai tegangan permukaan antara sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan.

3.5.2. Stabilitas emulsi

Kestabilan emulsi diukur antara air dengan toluen. Toluen dengan air dicampur dengan perbandingan 6 : 4. Campuran kemudian dikocok selama 5 menit menggunakan vortex mixer. Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan adalah


(34)

22 1 mL. Jumlah emulsi yang terbentuk setelah penambahan surfaktan dibandingkn dengan emulsi yang terbentuk setelah 24 jam (Modifikasi ASTM D 1436, 2001).

3.5.3. Berat jenis

Prosedur berat jenis dianalisis menggunakan prosedur AOAC 1995. Pengukuran berat jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer. Piknometer dibersihkan dengan aquades, lalu di masukkan ke dalam oven yang bersuhu 105oC selama 2 jam. Pengukuran di lakukan pada suhu ruangan 20oC. Piknometer ditimbang, lalu bahan dimasukkan ke dalam piknometer sampai penuh, lalu ditutup, dan sisa bahan yang keluar dilap dengan tisu. Setelah itu piknometer yang berisi bahan ditimbang. Setelah itu dihitung nilai berat jenis bahan dengan menggunakan rumus :

Di mana : A = berat piknometer yang berisi bahan B = berat piknometer kosong

C = kapasitas volume piknometer

3.5.4. Warna

Warna MES diukur dengan menggunakan uji skoring. Pengujian dilakukan dengan menggunakan 20 panelis. Bentuk respon digunakan dalam bentuk angka. Selang angka yang digunakan antara 1 hingga 5. Nilai 1 menyatakan warna hitam, nilai 2 menyatakan warna coklat, nilai 3 menyatakan warna kuning, nilai 4 menyatakan warna agak putih, dan warna 5 menyatakan warna putih. Contoh kuesioner uji warna Metil Ester Sulfonat (MES) dari minyak jelantah


(35)

Judul Skripsi : PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN PEROKSIDA TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT DARI MINYAK JELANTAH

Nama Mahasiswa : Tria Andriza Nomor Pokok Mahasiswa : 0714051072

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing,

Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. Ir. Ahmad Sapta Zuidar, M.P. NIP 19710930 199512 2 001 NIP 19680210 199303 1 003

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Dr. Eng. Ir. H. Udin Hasanudin, M.T. NIP 19640106 198803 1 002


(36)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. ...

Sekretaris : Ir. Ahmad Sapta Zuidar, M.P. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Murhadi, M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M. S. NIP 19610826 198702 1 001


(37)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Penumangan, Kec. Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat pada tanggal 19 Agustus 1989, merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, buah cinta dari pasangan Bapak Ansyori, S.E., dan Ibu Subaidah, S.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Dharma Wanita Penumangan Baru, Kec. Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat pada tahun 1995, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Penumangan Baru, Kec. Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat pada tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Panaragan Jaya, Kec. Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat pada tahun 2004 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2007.

Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Jurusan THP FP Unila periode 2009/2010 dan periode 2010/2011 sebagai anggota Bidang 1 Pendidikan dan Penalaran. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Rancangan Percobaan pada tahun 2010 dan 2011.


(38)

Pada tahun 2010, Penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT. Ciomas

Adisatwa Lampung, Pesawaran Lampung dengan judul “Sanitasi Ruang Produksi di Rumah Potong Ayam PT. Ciomas Adisatwa Lampung, Pesawaran, Lampung”.


(39)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan jasmani dan rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan pembimbing utama yang telah memberikan saran, motivasi serta sabar membimbing dan mengarahkan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Ir. A. Sapta Zuidar, M.P. selaku dosen pembimbing kedua atas

bimbingan, saran dan arahannya selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Murhadi, M.Si. selaku dosen pembahas atas saran dan bimbingannya selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(40)

5. Mami dan Papi tercinta yang telah memberikan dukungan, kasih sayang dan

do’a selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

6. Uci Eka, Bung Meni, Tuan Saiful, Anggun Tuan, Elsa, Yanti, naken Fakhri dan Zacky tercinta, serta Bung Arjoni yang telah memberikan motivasi dan

do’a untuk penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. 7. Sahabat seperjuangan, Niken, yang telah mengisi hari-hari penulis dalam

senang maupun susah saat melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini. Motivasi, kebersamaan, bantuan dan kerja samanya tidak akan penulis lupakan. Maaf untuk kekurangan dan keterbatasan penulis serta semua sikap dan kesalahan penulis yang telah menyinggung perasaan.

8. Teman-teman tercinta THP angkatan 2007 (Santi, Eponk, Dwi, Dessy, Putri, Inuy, Rini, Tiara, Erli, Ima, Tika, Pena, Shela, Dewi, Rizkita, Nita, Vivi, Nastri, Ai’, Adven, Artha, Ahmad, Ardy, Iqbal, Andri, Diaz, Adit, Suhenk,

iyo’, dan Setiawan) serta kakak-kakak angkatan 2006 dan adik-adik angkatan 2008, 2009 dan 2010 atas semangat dan dukungan selama penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya dan semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Mei 2012


(41)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Hasil pembuatan MES berbahan baku metil ester dari minyak jelantah

menunjukkan bahwa konsentrasi H2O2 terbaik terhadap karakteristik MES dari minyak jelantah adalah 11 % H2O2 (v/v). Karakteristik MES terbaik yang dihasilkan memperlihatkan nilai rata-rata tegangan permukaan 34,57 dyne/cm, stabilitas emulsi 56,37 %, berat jenis 1,39 g/mL dan nilai rata-rata uji skoring warna 4,22 dengan warna agak putih.

5.2. Saran

Perlu dilakukan kajian pengaruh lama pemurnian dan pemucatan serta konsentrasi metanol yang digunakan terhadap karakteristik MES yang dihasilkan.


(1)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. ...

Sekretaris : Ir. Ahmad Sapta Zuidar, M.P. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Murhadi, M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M. S. NIP 19610826 198702 1 001


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Penumangan, Kec. Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat pada tanggal 19 Agustus 1989, merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, buah cinta dari pasangan Bapak Ansyori, S.E., dan Ibu Subaidah, S.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Dharma Wanita Penumangan Baru, Kec. Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat pada tahun 1995, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Penumangan Baru, Kec. Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat pada tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Panaragan Jaya, Kec. Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat pada tahun 2004 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2007.

Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Jurusan THP FP Unila periode 2009/2010 dan periode 2010/2011 sebagai anggota Bidang 1 Pendidikan dan Penalaran. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Rancangan Percobaan pada tahun 2010 dan 2011.


(3)

Pada tahun 2010, Penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT. Ciomas

Adisatwa Lampung, Pesawaran Lampung dengan judul “Sanitasi Ruang Produksi


(4)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan jasmani dan rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan pembimbing utama yang telah memberikan saran, motivasi serta sabar membimbing dan mengarahkan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Ir. A. Sapta Zuidar, M.P. selaku dosen pembimbing kedua atas

bimbingan, saran dan arahannya selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Murhadi, M.Si. selaku dosen pembahas atas saran dan bimbingannya selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

5. Mami dan Papi tercinta yang telah memberikan dukungan, kasih sayang dan do’a selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

6. Uci Eka, Bung Meni, Tuan Saiful, Anggun Tuan, Elsa, Yanti, naken Fakhri dan Zacky tercinta, serta Bung Arjoni yang telah memberikan motivasi dan do’a untuk penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. 7. Sahabat seperjuangan, Niken, yang telah mengisi hari-hari penulis dalam

senang maupun susah saat melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini. Motivasi, kebersamaan, bantuan dan kerja samanya tidak akan penulis lupakan. Maaf untuk kekurangan dan keterbatasan penulis serta semua sikap dan kesalahan penulis yang telah menyinggung perasaan.

8. Teman-teman tercinta THP angkatan 2007 (Santi, Eponk, Dwi, Dessy, Putri, Inuy, Rini, Tiara, Erli, Ima, Tika, Pena, Shela, Dewi, Rizkita, Nita, Vivi, Nastri, Ai’, Adven, Artha, Ahmad, Ardy, Iqbal, Andri, Diaz, Adit, Suhenk,

iyo’, dan Setiawan) serta kakak-kakak angkatan 2006 dan adik-adik angkatan

2008, 2009 dan 2010 atas semangat dan dukungan selama penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya dan semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Mei 2012


(6)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Hasil pembuatan MES berbahan baku metil ester dari minyak jelantah

menunjukkan bahwa konsentrasi H2O2 terbaik terhadap karakteristik MES dari

minyak jelantah adalah 11 % H2O2 (v/v). Karakteristik MES terbaik yang

dihasilkan memperlihatkan nilai rata-rata tegangan permukaan 34,57 dyne/cm, stabilitas emulsi 56,37 %, berat jenis 1,39 g/mL dan nilai rata-rata uji skoring warna 4,22 dengan warna agak putih.

5.2. Saran

Perlu dilakukan kajian pengaruh lama pemurnian dan pemucatan serta konsentrasi metanol yang digunakan terhadap karakteristik MES yang dihasilkan.