Kinerja dan Karakteristik Asam Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Crude Palm Oil pada Beberapa Periode Sampling
KINERJA DAN KARAKTERISTIK ASAM METIL ESTER SULFONAT DARI
METIL ESTER
CRUDE PALM OIL
PADA BEBERAPA
PERIODE SAMPLING
Oleh :
NUTRIANA DINNURIAH
F34051462
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
KINERJA DAN KARAKTERISTIK ASAM METIL ESTER SULFONAT DARI
METIL ESTER
CRUDE PALM OIL
PADA BEBERAPA
PERIODE SAMPLING
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Indiustri Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
NUTRIANA DINNURIAH
F34051462
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(3)
Judul Skripsi
: KINERJA DAN KARAKTERISTIK ASAM METIL
ESTER SULFONAT DARI METIL ESTER
CRUDE
PALM OIL
PADA BEBERAPA PERIODE SAMPLING
Nama
: Nutriana Dinnuriah
NIM
: F34051462
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ani Suryani, DEA
Prof. Dr. Ir. Erliza Hambali
NIP. 19581026 198303 2 003
NIP. 19620821 198703 2 003
Mengetahui,
Ketua Departemen
Prof. Dr.Ir.Nastiti Siswi Indrasti
NIP. 19621009 198903 2 001
(4)
Nutriana Dinnuriah.
F34051462.
Kinerja dan Karakteristik Asam Metil Ester
Sulfonat dari Metil Ester
Crude Palm Oil
pada Beberapa Periode Sampling.
Di
bawah bimbingan Ani Suryani dan Erliza Hambali. 2010.
RINGKASAN
Asam Metil Ester Sulfonat (MESA) merupakan senyawa kimia yang
memiliki kemampuan sebagai
surface active agent
(
surfactant
). Surfaktan mampu
menurunkan tegangan permukaan maupun tegangan antar muka sehingga banyak
dimanfaatkan sebagai bahan perekat, penggumpal, pembasah, pembentuk emulsi,
dan telah diaplikasikan pada berbagai bidang seperti pangan, farmasi, kosmetika,
pertanian, cat, kertas, dan pertambangan (sebagai
oil well stimulation agent
dalam
proses
enhanced oil recovery
). MESA dihasilkan melalui proses sulfonasi
terhadap metil ester. Metil ester diperoleh dari esterifikasi-transesterifikasi
trigliserida (minyak). Apabila dilakukan proses
bleaching
dan netralisasi terhadap
MESA, maka akan dihasilkan MES (Metil Ester Sulfonat) sebagai produk
komersial. MES memiliki sifat deterjensi yang baik meskipun digunakan dalam
air dengan tingkat kesadahan tinggi dan toleransi yang baik terhadap keberadaan
kalsium. MES berasal dari bahan baku yang dapat diperbarui (
renewable
resources
) berbasis minyak/lemak. Salah satu jenis minyak yang dapat digunakan
adalah minyak sawit.
Penelitian ini menggunakan
Crude Palm Oil
(CPO). Bahan baku ini
berpotensi untuk dikembangkan sebagai surfaktan karena ketersediaan pasokan
dan kesesuaian komposisi asam lemak. Berdasarkan
Foreign Agricultural Service
(2009) produksi CPO Indonesia meningkat dari 9,1 juta ton (tahun 2002) menjadi
17,82 ton (2008). Pada tahun berikutnya bahkan mencapai 20,2 juta ton
(Departemen Perindustrian, 2009). Selain itu berdasarkan kandungan asam lemak,
CPO terdiri dari asam lemak dengan rantai karbon C
16yaitu asam palmitat sampai
46%, C
18yaitu asam stearat 3,6%, asam oleat 39%, asam linoleat 11%, dan asam
linolenat 1,5% (Ketaren, 2005). Menurut Watkins (2001), MES C
16memperlihatkan daya detergensi terbaik, kemudian diikuti oleh C
18dan C
14. Oleh
karena itu, MES dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C
16-18biasa
digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair (
heavy duty detergent
).
Proses utama sintesis MESA adalah sulfonasi, yaitu pengikatan gugus
sulfonat oleh reaktan pensulfonasi pada rantai hidrokarbon metil ester. Reaktan
pensulfonasi antara lain H
2SO
4, NH
2SO
3H, H
2SO
4.nH
2O, atau yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu gas SO
3/udara kering. Reaktan gas SO
3/udara kering
bersifat sangat reaktif, sesuai untuk produksi kontinyu, dan dapat membentuk
gugus sulfonat secara optimal. Proses sulfonasi penelitian ini menggunakan
Single
Tube Falling Film Reactor
(STFR) dengan panjang reaktor 6 meter dan kapasitas
umpan
bahan organik 4 liter. Suhu reaksi yang digunakan 100
oC dengan
perbandingan mol reaktan 1:1,3 antara metil ester terhadap gas SO
3. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui waktu sulfonasi yang dapat menghasilkan MESA
CPO dengan karakteristik dan kinerja yang stabil. Penelitian ini dilakukan dengan
rancangan percobaan acak lengkap faktor tunggal. Faktor yang dikaji yaitu
periode
sampling
dari 10 menit sampai dengan 100 menit sulfonasi dengan selang
waktu pengambilan sampel 10 menit.
(5)
MESA yang dihasilkan memiliki densitas 0,9416-0,9915gram/cm
3, viskositas
30-100cP, pH 2,98-3,33, dan kadar bahan aktif
13,97-21,05%. MESA yang
dihasilkan dapat menurunkan tegangan permukaan air dalam rentang 24-33%
(konsentrasi surfaktan 0,1%), 27-36% (konsentrasi surfaktan 0,3%), 28-45%
(konsentrasi surfaktan 0,5%), dan 32-45% (konsentrasi surfaktan 1%).
Pengukuran terhadap tegangan antar muka menunjukkan nilai antara 2,57 x 10
-2-
1,03 x 10
-1dyne/cm (salinitas 15.000 ppm dan konsentrasi surfaktan 0,3%), 2,08 x
10
-2- 7,46 x 10
-2(salinitas 15000 ppm dan konsentrasi surfaktan 1%), 9,05 x 10
-2-
1,17 x 10
-1dyne/cm (salinitas 30000 ppm dan konsentrasi surfaktan 0,3%), serta
4,18 x 10
-2- 1,12 x 10
-1dyne/cm (salinitas 30000 ppm dan konsentrasi surfaktan
1%).
Berdasarkan analisis keragaman dengan tingkat kepercayaan 95%, periode
sampling
berpengaruh nyata terhadap nilai densitas, viskositas, dan pH.
Berdasarkan uji lanjut Duncan, MESA dari periode
sampling
10 menit berbeda
dengan MESA yang dihasilkan dari periode
sampling
selanjutnya. Periode
pengambilan
sampling
sampai 100 menit tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
bahan aktif MESA, penurunan tegangan permukaan, dan tegangan antar muka.
MESA CPO dengan kinerja yang stabil masih belum dapat
diperoleh dari
sulfonasi kontinyu dalam waktu 100 menit.
(6)
Nutriana Dinnuriah.
F34051462.
Performances and Characteristics of Methyl
Ester Sulphonic Acid from Crude Palm Oil Methyl Ester at Several Sampling
Period.
Di bawah bimbingan Ani Suryani dan Erliza Hambali. 2010.
SUMMARY
Methyl Ester Sulphonic Acid (MESA) is a chemical compound that has
ability as a surface active agent (surfactant). Surfactant can decrease the surface
tension and interfacial tension, so it has been used as adhesives, agent for puffing,
wetting, and forming the emulsion. It also has been applied in various fields such
as food, pharmaceuticals, cosmetics, agriculture, paint, paper, and mining (as oil
well stimulation agent in enhanced oil recovery process). MESA is synthesized
through sulfonation of methyl ester. Methyl ester is obtained by
esterification-transesterification of triglycerides (oil). If the next process like bleaching and
neutralization have been done, the MESA will be converted to MES (Methyl Ester
Sulphonate) that known as commercial product. MES has a good detergency
(even if it is used in hard water) and good tolerance to the presence of calcium.
MES is derived from renewable raw materials that based on oil /fat. One source of
oil that can be used is palm oil.
This research used Crude Palm Oil (CPO). This raw material is potential to
be developed as surfactant because of its supply availability and the suitability of
its fatty acid composition. Based on the Foreign Agricultural Service (2009),
Indonesia's CPO production increased from 9.1 million tons (year 2002) to 17.82
tons (2008). In the next year, it even reached 20.2 million tons (Department of
Industry, 2009). Beside that, based on the fatty acid composition, CPO methyl
esters consisted of 46% palmitic acid as C16 carbon chain source and also 3.6%
stearic acid, 39% oleic acid, 11% linoleic acid, and 1.5% linolenic acid as C18
carbon chain source (Ketaren, 2005). According to Watkins (2001), MES C16
showed the best detergency, then followed by C18 and C14. Therefore, the MES
from vegetable oils containing C16-18 carbon atoms is used for detergent powder
and liquid detergents (heavy duty detergent).
The main process of MES synthesis was the sulfonation to produce MESA,
an addition of sulfonation reactant to make sulfonate group on the meth
yl ester’s
hydrocarbon chain. Sulfonation reactant could be H
2SO
4, NH
2SO
3H,
H
2SO
4.nH
2O, or which was used in this research, SO
3/dry air. SO
3/dry air is
highly reactive, suitable for continuous production, and can form a sulfonate
group optimally. The sulfonation in this research used a Single Tube Falling Film
Reactor (STFR) 6 meters in length and 4 liters organic material feed capacity. The
temperature of reaction was 100
oC with mole ratio of reactants 1:1,3 between
methyl ester and SO
3. The purpose of this research was to determine the
sulfonation period that can produce MESA CPO with the stable performance and
characteristics. This research was conducted by complete randomized
experimental design with a single factor. The factor studied was sampling period,
from 10 minutes up to 100 minutes sulfonation with sampling interval 10 minutes.
The synthesized MESA had density value 0.9416-0.9915 gram/cm
3, viscosity
value 30-102.5 cP, pH 2.98-3.33, and 13.97-21.05% active ingredients.
(7)
MESA were able to decrease the water surface tension in the range 24-33%
(0.1% surfactant concentration), 27-36% (0.3% surfactant concentration), 28-45%
(0.5% surfactant concentration), and 32-45% (1% surfactant concentration).
Interfacial tension measurements showed values between 2,57 x 10
-2–
1,03 x 10
-1dyne/cm (15.000 ppm salinity and surfactant concentration 0.3%), 2.08 x 10
-2–
7,46 x 10
- 2(15.000 ppm salinity and surfactant concentration of 1%), 9.05 x 10
-2–
1,17 x 10
-1dyne/cm (30.000 ppm salinity and 0.3% surfactant concentration),
and 4,18 x 10
-2to 1,12 x 10
-1dyne/cm (30 000 ppm salinity and 1% surfactant
concentration).
Based on the analysis of variance with 95% confidence level, the sampling
period significantly affect the values of density, viscosity, and pH. Based on
Duncan test, MESA synthesized 10 minutes sampling period was different from
MESA synthesized subsequent sampling periods. Sampling period until 100
minutes did not significantly affect to active ingredients concentration, decreasing
surface tension, and decreasing interfacial tension. MESA CPO with a stable
performance still could not be obtained from 100 minutes continuous sulfonation.
(8)
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul
“
Kinerja dan Karakteristik Asam Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester
Crude Palm Oil
pada Beberapa Periode Sampling
” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.Bogor, 3 Juni 2010 Yang membuat pernyataan,
Nutriana Dinnuriah F 34051462
(9)
BIODATA RINGKAS
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 12 Desember
1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara, putra pasangan Djadja Suherman dan
Nunung
Nurmaya.
Pada
tahun
1999,
penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pulo 01
Jakarta. Penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan di
SLTPN 2 Jember pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan
hingga lulus tahun 2005 dari SMUN 6 Jakarta. Pada tahun 2005, penulis diterima
pada program sarjana Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada
penentuan program studi tahun 2006, penulis diberi kesempatan untuk menimba
ilmu di Program Studi Teknologi Industri Pertanian.
Selain menjalani kegiatan akademik, penulis aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan yang diselenggarakan HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa
Teknologi Industri) dan menjadi anggota aktif
Project Departement
International
Association of Students in Agriculture and Related Sciences Local
Committee-Bogor Agriculture University
(IAAS LC-IPB). Penulis juga mengikuti berbagai
kompetisi termasuk Program Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian (2007).
Penulis menyelesaikan praktek lapang pada tahun 2008 di PT. Indofarma,
Tbk dengan judul “Mempelajari Aspek Pengemasan dan Penyimpanan di PT
Indofarma, Tbk”. Untuk menyelesaikan pendidikan program studi Strata
-I di
Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan penelitian yang
berjudul “
Kinerja dan Karakteristik Asam Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester
(10)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Pemilik Alam dan Penguasa Ilmu, atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyususunan skripsi. Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ani Suryani, DEA, selaku pembimbing akademik yang telah banyak menyediakan waktu, memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di TIN IPB dan penulisan skripsi.
2. Prof. Dr. Erliza Hambali, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus direktur SBRC yang telah memberi kesempatan penelitian serta memberikan bimbingan dan konsultasi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Purwoko, M.Si., atas kesediaan untuk bertindak sebagai penguji serta saran untuk perbaikan skripsi.
4. Pak Hermanto dan Pak Mulyanto, serta pimpinan dan staf PT. MAHKOTA INDONESIA atas semua bantuan selama penulis melakukan penelitian utama. 5. Bapak Edi Zulchaidir, Pak Jaelani, Pak Rosyidi, P a k Ar if, Mbak Ami, dan
Mbak Pipit, serta seluruh pimpinan dan staf, PT. FINDECO atas tambahan informasi yang berguna.
6. Ibu Eni, Ibu Ningsih, Pak Edward, dan para staf LEMIGAS atas kesempatan penelitian di sana.
7. Mas Slamet, Mas Saeful, Bang Otto, Mbak Siti, dan seluruh staf SBRC lainnnya atas bantuan dan pelajaran teknis pada pembuatan surfaktan.
8. Seluruh laboran dan staf Departemen Teknologi Industri Pertanian atas segala bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan bagi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi civitas akademika dan pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2010
(11)
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayah dan ibu atas segala perhatian, pengorbanan, dukungan moral maupun material, serta lantunan doa untuk penulis. Terimakasih atas segala cinta dan kasih yang telah diberikan. Karya ini penulis persembahkan untuk ayah dan ibu.
2. Annisa Dienfitriah dan Abdurahman Hafizh atas canda tawa, doa, dan dukungan selama ini. Melalui karya ini, mudah-mudahan adik-adik mempunyai semangat dan motivasi yang lebih kuat lagi dalam mewujudkan mimpi dan memperjuangkan cita. 3. Teman-teman satu penelitian dan bimbingan: Mia, Mbok T, Fikri, Ahsan, Efrat,
Jaelani, Jawa, Deden, Mbak Susi, Mbak Yeni, Mbak Ira, Mas Davi, Pak Arif, Mas Darto, dan Kak Aang, atas segala bantuan, kerjasama, dan semangat yang diberikan. 4. Teman-teman TINers khususnya dalam JAPAS Corporation (susu jagung) yang lain:
Kak Irvan, Nadiyah, dan Linda, dalam Mentoring yang lain: Mbak Listya, Umi, Ambar, Kochan, dalam PURE (sabun tranparan): Diar, Zulfa, Ika, Dina, Binda, dan Asih, selama di TIN: Amel, Manda, Nining, Aul, Lily, Nono, Novi, Oon, Maul, Ami, Rey, Amri, Alfian, Ipul, Shafeeg, Nanto, Deni, Agung, Fitrah, Doni, Torik, Nazar, Oni, Aria, Dini, dan Nunu, untuk semua kerjasama, dukungan selama penelitian, dan pelajaran hidup yang dilewati bersama.
5. Teman-teman seperjuangan di IPB: Nisa, Dini, Windy, Dila, Dita, Wina, Fanny, Diana, Ami, atas bantuan, kerjasama, doa, dan dukungan moril yang tak lekang oleh waktu.
6. Teman-teman IAAS LC IPB: Windarti, Indra, Dodi, Didot, Devi, kembar Dewi dan Devi, Denis, serta IAASers lain atas kesempatan berjuang bersama di organisasi sekaligus memahami waktu penulis untuk penelitian.
7. Teman-teman Crew Edelweiss yang lain: Ai, Sri, Iie, Ica, Teni, Nana, Maya, Risca, Yulia, Feni, Mbak Ninik, dan Mbak Cita, atas bantuan, masukan, dan canda tawa untuk penulis.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ...
1
1.2 TUJUAN ...
3
1.3 RUANG LINGKUP PENELITIAN ...
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SURFAKTAN DAN KINERJA SURFAKTAN ...
5
2.2 CRUDE PALM OIL (CPO) ...
8
2.3 METIL ESTER (ME) ... 11
2.4 METIL ESTER SULFONAT ... 15
2.5 ASAM METIL ESTER SULFONAT (MESA) ... 18
2.6 SULFONASI ... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN ALAT ... 26
3.1.1 Bahan ... 26
3.1.2 Alat ... 26
3.2 METODE PENELITIAN ... 28
3.2.1 Analisis Sifat Fisiko-Kimia CPO ... 28
3.2.2 Proses Produksi Metil Ester CPO ... 28
3.2.3 Proses Sulfonasi Metil Ester menjadi MESA ... 28
3.2.4 Analisis Karakteristik dan Kinerja MESA ... 28
3.3 RANCANGAN PERCOBAAN ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KARAKTERISTIK SIFAT FISIKO-KIMIA CPO ... 31
(13)
Halaman
4.3 SULFONASI METIL ESTER MENJADI MESA ... 34
4.4 KARAKTERISTIK DAN KINERJA MESA ... 37
4.4.1 Densitas ... 37
4.4.2 Viskositas ... 41
4.4.3 Nilai pH ... 43
4.4.4 Kadar Bahan Aktif ... 44
4.4.5 Tegangan Permukaan ... 46
4.4.6 Tegangan Antar Muka ... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN ... 54
5.2 SARAN ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
(14)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Nilai Berbagai Tegangan Permukaan Cairan terhadap Udara dan
Tegangan Antar Muka terhadap Air ... 7
Tabel 2 Syarat Mutu Minyak Sawit Kasar (CPO) ... 9
Tabel 3 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit Kasar (CPO) ... 9
Tabel 4 Kualitas Metil Ester (ME) Komersial ... 16
Tabel 5 Sifat Fisik Sulfur Trioksida (SO3) ... 22
Tabel 6 Analisa Sifat Fisiko-Kimia CPO ... 31
Tabel 7 Analisa Sifat Fisiko-Kimia Metil Ester CPO ... 33
Tabel 8 Hasil Pengujian Kadar Bahan Aktif ... 44
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tarikan Antar Molekul di Permukaan Cairan ... 6
Gambar 2. Klasifikasi Tanaman Sawit dan Bagian Buah Kelapa Sawit ... 8
Gambar 3. Grafik Perkembangan Volume Produksi Minyak Sawit (CPO) di Indonesia (2002-2008)... 10
Gambar 4. Reaksi Transesterifikasi antara Lemak/Minyak dengan Metanol ... 11
Gambar 5. Reaksi Esterifikasi antara Asam Lemak dengan Metanol ... 12
Gambar 6. Mekanisme Reaksi Esterifikasi antara Asam Lemak dan Metanol dengan Katalis Asam ... 13
Gambar 7. Kemungkinan Terikatnya Pereaksi Kimia dalam Proses Sulfonasi ... 17
Gambar 8. Mekanisme Pembentukan MESA dalam Falling Film Reactor ... 18
Gambar 9. Reaksi pada Produksi Asam Sulfat ... 22
Gambar 10. Skema Reaktor Sulfonasi ... 27
Gambar 11. Diagram Alir Penelitian ... 29
Gambar 12. Mekanisme Reaksi Pembentukan MESA pada Sulfonasi ... 36
Gambar 13. Grafik Hubungan Periode Sampling dengan Nilai Densitas ... 37
Gambar 14. Hubungan Densitas dengan Karakteristik Viskositas (a) dan Kadar Bahan Aktif (b) ... 39
Gambar 15. Hubungan Nilai Densitas dengan Nilai Tegangan Permukaan dan Nilai Tegangan Antar Muka ... 40
Gambar.16. Grafik Hubungan Periode Sampling dengan Nilai Viskositas... 42
Gambar 17. Grafik Hubungan Periode Sampling terhadap Nilai pH ... 43
Gambar 18. Grafik Nilai Tegangan Permukaan dengan Penambahan Beberapa Konsentrasi MESA CPO pada beberapa Periode Sampling ... 47
Gambar 19. Grafik Tegangan Antar Muka dengan Konsentrasi Surfaktan 0,3% ... 52
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Prosedur Analisis Sifat Fisiko-Kimia CPO ... 58
Lampiran 2. Prosedur Analisis Sifat Fisiko-Kimia Metil Ester CPO ... 61
Lampiran 3. Prosedur Analisis Karakteristik dan Kinerja MESA ... 64
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Densitas ... 70
Lampiran 4.a. Rekapitulasi Data Nilai Densitas ... 70
Lampiran 4.b. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Densitas ... 70
Lampiran 4.c. Hasil Uji Lanjut Duncan terhadap Densitas ... 70
Lampiran 5. Hasil Pengukuran Viskositas ... 71
Lampiran 5.a. Rekapitulasi Data Nilai Viskositas ... 71
Lampiran 5.b. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Viskositas... 71
Lampiran 5.c. Hasil Uji Lanjut Duncan terhadap Viskositas... 71
Lampiran 6. Hasil Pengukuran pH ... 72
Lampiran 6.a. Rekapitulasi Data Nilai pH ... 72
Lampiran 6.b. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai pH ... 72
Lampiran 6.c. Hasil Uji Lanjut Duncan terhadap pH ... 72
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Kadar Bahan Aktif ... 73
Lampiran 7.a. Rekapitulasi Data Nilai Bahan Aktif... 73
Lampiran 7.b. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Bahan Aktif ... 73
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Penurunan Tegangan Permukaan ... 74
Lampiran 8.a. Rekapitulasi Data Nilai Tegangan Permukaan ... 74
Lampiran 8.b. Rekapitulasi Data Nilai Penurunan Tegangan Permukaan ... 74
Lampiran 8.c. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Penurunan Tegangan Permukaan ... 74
(17)
Halaman Lampiran 8.e. Hasil Uji Lanjut Duncan Tegangan Permukaan terhadap
Konsentrasi ... 75
Lampiran 9. Hasil Pengukuran Tegangan Antar Muka ... 76
Lampiran 9.a. Rekapitulasi Data Nilai Tegangan Antar Muka ... 76
Lampiran 9.b. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Tegangan Antar
Muka ... 77
(18)
I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Asam Metil Ester Sulfonat (MESA) merupakan senyawa kimia yang
memiliki kemampuan sebagai bahan aktif permukaan atau
surface active
agent
(
surfactant
). Surfaktan mampu menurunkan tegangan permukaan
maupun tegangan antar muka, serta meningkatkan kestabilan sistem emulsi.
Pada molekul yang sama, senyawa kimia ini memiliki gugus polar (dapat larut
dalam air) sekaligus gugus non polar (dapat larut dalam minyak). Sifat
tersebut menyebabkan surfaktan banyak dimanfaatkan berbagai industri
sebagai komponen bahan
adhesif
(perekat), bahan penggumpal, pembasah,
pembusaan,
emulsifier
, serta telah diaplikasikan secara luas pada berbagai
bidang seperti farmasi, kosmetika, pertanian, pangan, cat dan pelapis, kertas,
pertambangan, dan perminyakan (sebagai
oil stimulation agent
).
Asam Metil Ester Sulfonat (MESA) dihasilkan melalui proses sulfonasi
terhadap metil ester. Metil ester ini diperoleh dari esterifikasi-transesterifikasi
trigliserida (minyak). Apabila dilakukan proses
bleaching
dan netralisasi
terhadap MESA, maka akan dihasilkan MES (Metil Ester Sulfonat). MES
berada pada pH netral dan memiliki warna yang pucat sehingga dapat
dikomersialisasikan dan diaplikasikan untuk pembuatan produk oleh industri.
Menurut Matheson (1996), kelompok surfaktan yang dibuat dalam jumlah
paling besar adalah surfaktan anionik. MES termasuk dalam kelompok
surfaktan anionik. Hal ini dicirikan dengan keberadaan gugus sulfonat sebagai
gugus ionik. Surfaktan anionik lain dengan gugus sulfonat yaitu Linear
Alkilbenzen Sulfonat (LAS) dan Alfa Olefin Sulfonat (AOS).
Dewasa ini, terdapat peningkatan aplikasi MES sebagai surfaktan dan
pengemulsi pada
personal care,
kosmetika, dan produk-produk pembersih
dibandingkan dengan jenis surfaktan anionik lainnya. Hal tersebut disebabkan
MES bersifat
biodegradable
sehingga lebih mudah terurai. Selain itu, MES
memiliki efek pembersihan atau sifat deterjensi yang baik meskipun
digunakan dalam air yang memiliki tingkat kesadahan tinggi (
hard water
) dan
memiliki toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium. MES
menggunakan sumber-sumber yang bersifat dapat diperbarui (
renewable
resources
) dan berbasis minyak-lemak (oleokimia). Watkins (2001)
menyatakan bahwa MES (
Methyl Ester Sulfonates
) merupakan salah satu
kelompok surfaktan anionik yang dapat disintesis secara kimiawi
menggunakan minyak sawit.
(19)
Indonesia termasuk dalam produsen minyak sawit yang terbesar di dunia.
Berdasarkan catatan
Foreign Agricultural Service
(2009), sejak tahun 2002
sampai dengan 2008, produksi minyak sawit Indonesia meningkat dari 9,1 juta
ton menjadi 17,82 ton. Menurut Departemen Perindustrian (2009), total
produksi CPO (
crude palm oil
) Indonesia tahun 2009 mencapai sekitar 20,2
juta ton. Dari total CPO yang diproduksi tersebut, sekitar 71 % di antaranya
diekspor dengan 30,5% dalam bentuk CPO dan 40,5% dalam bentuk produk
turunan CPO seperti stearin, margarin,
shortening
,
fat powder
,
food
emulsifier
,
fatty alcohol
,
fatty acid
, dan biodiesel. CPO juga masih memiliki
potensi untuk dikembangkan menjadi produk turunan lain yaitu surfaktan
yang mempunyai harga dan manfaat lebih tinggi dibandingkan jika hanya
dalam bentuk CPO saja. Hal ini tentu memberi nilai tambah bagi Indonesia.
CPO juga mengandung asam lemak C
16dan C
18dalam bentuk asam palmitat,
asam stearat, dan asam oleat yang mempunyai sifat daya deterjensi yang
sangat baik. Oleh karena itu, CPO dapat dimanfaatkan untuk memproduksi
surfaktan MES.
MES yang diperoleh dari sulfonasi metil ester dapat diproduksi dengan
beberapa macam reaktan pensulfonasi antara lain H
2SO
4, NH
2SO
3H, oleum
(H
2SO
4.n H
2O), atau gas SO
3/udara. Penggunaan H
2SO
4, NH
2SO3H, dan
oleum sebagai reaktan memiliki keunggulan berupa proses sulfonasi yang
dapat dilakukan secara batch. Akan tetapi, SO
3/udara memiliki keunggulan
lain yaitu gas ini memiliki sifat reaktifitas yang tinggi dan sesuai untuk
produksi kontinyu. Penggunaan gas SO
3sebagai agen pensulfonasi dapat
mengoptimalkan pembentukan gugus sulfonat pada surfaktan sehingga
surfaktan anionik yang dihasilkan bersifat lebih cenderung larut air. Selain itu,
sulfonasi dengan reaktan gas SO
3tidak menghasilkan
by product
yang cukup
besar seperti jika menggunakan reaktan oleum yang di akhir proses perlu
tahapan pemisahan air sampai 10%. Penggunaan gas SO
3sebagai reaktan juga
tidak menimbulkan limbah sulfit seperti dalam penggunaan NH
2SO
3H,
sehingga dapat mengurangi limbah cair yang dihasilkan.
Penggunaan gas SO
3menuntut proses produksi berlangsung secara
kontinyu sehingga dibutuhkan reaktor yang sesuai agar aliran gas bersifat
konstan dan dapat terukur. Teknologi sulfonasi yang telah digunakan dan
sesuai untuk mereaksikan bahan organik (metil ester) dengan gas SO
3adalah
teknologi sulfonasi yang menggunakan prinsip
falling film
. Hal ini telah
dilaksanakan seperti di perusahaan Chemithon yang telah menggunakan
annular falling film
(MacArthur
et al
., 2002). Reaktor dengan prinsip sejenis
juga telah dikembangkan oleh perusahaan lain dalam bentuk
multitube film
sulfonation reactor
(Roberts
et al
., 2008).
(20)
Di Indonesia sendiri, telah dikembangkan reaktor sulfonasi bertabung
tunggal, dikenal dengan
Single Tube Falling Film Reactor
(STFR). Dengan
prinsip
falling film
, puncak STFR didesain agar aliran bahan organik (metil
ester) yang masuk ke dalam tabung reaktor berubah menjadi aliran berlapis
tipis vertikal sepanjang reaktor sehingga permukaan bahan organik lebih luas,
kesempatan interaksi antar reaktan akan lebih banyak, dan penggunaan gas
SO
3dapat berlangsung secara efisien sepanjang dinding vertikal reaktor.
Menurut Roberts (1998), reaksi sulfonasi dalam reaktor
falling film
bersifat
sangat eksotermik dengan transfer panas dapat mencapai 150-170 kJ/mol dan
efisiensi reaksi akan diperoleh dengan maksimum temperatur 100
oC pada
puncak reaktor.
Reaksi sulfonasi dengan gas SO
3berlangsung lebih cepat tetapi tetap
memerlukan kontrol. Penelitian ini menggunakan STFR yang telah
dikembangkan oleh Hambali
et al.
(2009). Panjang reaktor yang digunakan
adalah 6 meter . Suhu yang digunakan adalah 100
oC dengan perbandingan
mol reaktan antara metil ester terhadap gas SO
3adalah 1:1,3. Melalui
penelitian ini diharapkan dapat diketahui periode sulfonasi yang dapat
menghasilkan MESA CPO dengan karkteristik dan kinerja yang stabil.
Dengan kapasitas umpan
bahan organik 4 liter, pada penelitian ini diamati
MESA yang dihasilkan dari satu periode
sampling
ke periode yang lain
sehingga dapat diketahui kestabilan kualitas MESA melalui parameter
karakteristik fisik (densitas, viskositas, nilai pH, dan kadar bahan aktif) serta
kinerja MESA tersebut dalam menurunkan tegangan permukaan dan tegangan
antar muka.
1.2 TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui periode sulfonasi yang
dapat menghasilkan MESA CPO dengan karakteristik dan kinerja yang stabil.
1.3 RUANG LINGKUP PENELITIAN
1. Karakterisasi CPO sebagai bahan baku utama, yaitu berupa analisa
terhadap sifat fisiko-kimia yang terdiri dari kadar air, bilangan asam,
bilangan iod, kadar asam lemak bebas, dan komposisi asam lemak.
2. Produksi metil ester dari CPO melalui proses esterifikasi-transesterifikasi,
serta analisis sifat fisiko-kimia metil ester yang dihasilkan berupa kadar
air, bilangan asam, bilangan iod, dan kadar asam lemak bebas.
(21)
3. Sulfonasi metil ester dengan gas SO
3menggunakan
Single Tube Falling
Film Reactor
dengan selang waktu pengambilan sampel setiap 10 menit.
4. Pengujian karakteristik fisik berupa densitas, viskositas, pH, dan kadar
bahan aktif serta pengujian kinerja terhadap tegangan permukaan dengan
metode Du Nuoy dan tegangan antar muka dengan
spinning drop
interfacial tensiometer
.
(22)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SURFAKTAN DAN KINERJA SURFAKTAN
Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas pada
permukaan yang tinggi. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam
disebabkan oleh struktur molekulnya yang tidak seimbang. Surfaktan memiliki
bagian yang bersifat hidroflik dan hidrofobik. Bagian yang bersifat hidrofilik,
merupakan bagian yang sangat polar (suka air), sedangkan bagian ekor bersifat
hidrofobik, merupakan bagian nonpolar (suka minyak). Bagian hidrofiik dapat
berupa anion, kation atau nonion, sedangkan hidrofobik dapat berupa rantai linier
atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi tersebut membuat surfaktan memiliki
fungsi yang beragam dalam memberi kestabilan emulsi dan diaplikasikan pada
berbagai industri (Hui, 1996).
Surfaktan dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok besar, yaitu
anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik. Surfaktan anionik adalah bahan aktif
permukaan yang bagian hidrofobiknya berhubungan dengan gugus anion (ion
negatif). Dalam media cair, molekul surfaktan anionik terpecah menjadi gugus
kation yang bermuatan positif dan gugus anion yang bermuatan negatif. Gugus
anion merupakan pembawa sifat aktif permukaan pada surfaktan anionic. Contoh
khas surfaktan anionik adalah keberadaan gugus alkohol sulfat dan ester sulfonat
(Hui, 1996).
Surfaktan mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan
(
surface tension
) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (
interfacial
tension
) antar dua fasa yang sama tetapi berbeda derajat polaritasnya dalam suatu
medium yaitu dengan cara melarutkan surfaktan ke dalam medium tersebut.
Tegangan antar muka merupakan usaha yang dibutuhkan untuk meningkatkan
area permukaan sebagai respon adanya tekanan antara dua fase yang berbeda
(IUPAC, 1997).
Tegangan permukaan merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan gaya
antarmolekul pada pemukaan fasa cair dan fasa gas (biasanya udara) dan dapat
(23)
menjadi hambatan bagi peningkatan luas permukaan cair. Tegangan yang serupa
juga dapat terjadi pada fasa cair satu dengan cairan lain dan disebut dengan
tegangan antarmuka
Hal ini disebabkan daya kohesi dimana dalam suatu fluida
sejenis dan sefasa, molekul yang berada di dalam akan ditarik oleh molekul
sejenis di sekitarnya secara homogen ke segala arah. Sedangkan molekul yang
berada di permukaan, meski bertemu dengan fase atau jenis fluida yang berbeda,
juga tetap ditarik oleh molekul sejenis yang ada di dalamnya dan menghasilkan
suatu tegangan terhadap permukaan molekul yang berbeda. Selain jenis dan
struktur molekul yang terlibat, tegangan permukaan dan tegangan antarmuka
dipengaruhi juga oleh temperatur. Tarikan antarmolekul beda fase dan tegangan
permukaan di antarmuka antara dua jenis partikel ini akan menurun bila
temperatur menurun (Takeuchi, 2008).
Gambar 1. Tarikan Antar Molekul di Permukaan Cairan (Nave, 2009)
Tegangan permukaan berupa gaya yang terjadi di antara molekul dalam
cairan. Molekul cairan yang berada di permukaan (yang bertemu langsung dengan
udara) mengalami defisiensi di posisi atas, tetapi kuat pada arah lainnya karenaa
ada interaksi antar molekul dalam cairan yang menyebabkan pada bagian atas
permukaannya terjadi tegangan (Hargreaves 2003).
Apabila surfaktan ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah,
maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan
tersebut. Antarmuka adalah bagian dimana dua fasa saling bertemu atau kontak
sedangkan permukaan yaitu antarmuka dimana satu fasa kontak dengan gas
(biasanya udara). Sebagian besar surfaktan, pada tingkat 0,1% akan mengurangi
tegangan permukaan air dari 72 menjadi 32 mN/m (dyne/cm). Hal ini terjadi
karena molekul-molekul dalam sebagian besar cairan saling tertarik satu sama lain
(24)
oleh gaya Van der Walls yang menggantikan ikatan hidrogen air (Hargreaves,
2003).
Tabel 1 Nilai Berbagai Tegangan Permukaan Cairan terhadap Udara dan
Tegangan Antarmuka terhadap Air
Cairan
Tegangan
permukaan (mN/m)
Tegangan
antarmuka (mN/m)
Air
Benzena
CCL
4n-Hexana
Air Raksa
72,75
28,88
26,80
18,40
485,00
-
35,0
45,1
51,1
375,0
Sumber : Shaw (1980)
Tegangan permukaan dan tegangan antarmuka merupakan faktor penting
pada berbagai aplikasi surfaktan Aplikasi surfaktan pada industri sangat luas,
contohnya yaitu sebagai bahan utama pada industri deterjen dan pembersih
lainnya, bahan pembusaan dan
emulsifier
pada industri kosmetik dan farmasi.
(Hui, 1996). Pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan
pembersihan (
washing and cleaning applications
), namun surfaktan banyak pula
digunakan untuk produk pangan, produk kosmetika dan produk perawatan diri, cat
dan pelapis, kertas, tekstil, serta pertambangan (Flider, 2001).
Menurut Shaw (1980), tegangan antarmuka merupakan faktor penting pada
proses
enchanted oil recovery
(EOR) dalam bidang pertambangan. Surfaktan
dapat menurunkan tegangan antarmuka antara fluida dengan fluida, fluida dengan
batuan, dan fluida dengan hidrokarbon. Di samping itu, surfaktan dapat memecah
tegangan permukaan dari emulsi minyak yang terikat dengan batuan (
emulsion
blocks
), mengurangi terjadinya
water blocking
dan mengubah sifat kebasahan
(
wettability
) batuan menjadi suka air (
water wet
). Dalam kondisi batuan yang
bersifat
water wet
, minyak menjadi fasa yang mudah mengalir dan dengan
demikian
water cut
dapat diturunkan.
Surfaktan pada umumnya dapat disintesis dari minyak nabati melalui
senyawa antara metil ester dan alkohol lemak (
fatty alcohol
). Proses-proses yang
dapat diterapkan untuk menghasilkan surfaktan diantaranya yaitu asetilasi,
(25)
etoksilasi, esterifikasi, sulfonasi, amidasi, sukrolisis, dan saponifikasi (Sadi,
1993). Produksi surfaktan dengan bahan baku metil ester dapat berasal dari
minyak kelapa, stearin sawit, kernel sawit (PKO), dan lemak hewan (MacArthur
et al
., 2002).
2.2 CRUDE PALM OIL (CPO)
Kelapa sawit (
Elaeis guineensis
) merupakan salah satu tanaman penghasil
minyak nabati yang sangat penting. Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah
yang licin dan keras (
eksokarp
), daging buah (
mesocarp
) dari susunan serabut
(
fibre
) dan mengandung minyak, kulit biji (
endocarp
) atau cangkang atau
tempurung yang berwarna hitam dan keras, kernel atau daging biji (
endosperm
)
yang berwarna putih dan mengandung minyak (Gunawan, 2009).
Gambar 2. Klasifikasi Tanaman Sawit dan Bagian Buah Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit terdiri atas minyak sawit kasar atau CPO (
Crude Palm
Oil
) dan minyak inti sawit atau PKO (
Palm Kernel Oil
). CPO diperoleh dari
ekstraksi bagian mesokarp (daging buah) kelapa sawit, sedangkan PKO atau
minyak inti sawit diperoleh dari ekstraksi kernel (inti sawit). Minyak sawit
memiliki warna jingga kemerahan karena mengandung pro vitamin A (β
-karoten)
60-100 ppm. Minyak sawit memiliki konsistensi padat sebagian pada suhu kamar
dan konsistensi serta titik leburnya ini banyak dipengaruhi oleh kadar asam lemak
bebasnya. Dalam keadaan segar, asam lemak bebas memiliki kadar yang lebih
rendah. (Mangoensoekarjo, 2005).
Keterangan gambar: 1. Kernel 2. Endokarp 3. Mesokarp 4. Eksokarp
Klasifikasi Kelapa Sawit
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Palmales Famili : Palmaceae Genus : Elaeis
Spesies : –Elaeis Guineensis
Varietas : – Elaeis guineensis dura – Elaeis guineensis tenera – Elaeis guineensis pisifer
4 2
3 1
(26)
Menurut SNI (2006), CPO (
Crude Palm Oil
) merupakan minyak nabati
(minyak yang berasal dari tumbuhan) berwarna jingga kemerah-merahan yang
diperoleh dari proses pengempaan atau ekstraksi daging buah tanaman
Elaeis
guinneensis
. Syarat mutu minyak kelapa sawit mentah (CPO) adalah sebagai
berikut.
Tabel 2 Syarat Mutu Minyak Sawit Kasar (CPO)
Kriteria Uji
Syarat Mutu
Warna
a)Jingga kemerahan
Kadar Air
a)0.5%
Asam Lemak Bebas
a)0.5%
Bilangan Iod
a)50-55 gram iodium/100gram minyak
Berat jenis (37,8
oC)
b)0,898
–
0,901 gram/cm
3Indeks refraksi pada suhu 40
oC
b)1,453
–
1,456
Bilangan penyabunan
b)195-205
Fraksi Tak Tersabunkan
b)< 0,8
Sumber: a)SNI (2006) dan b)AOCS dalam Mangoensoekarjo et al. (2005)
Minyak sawit yang diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui
ektraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning
sampai merah dan berbentuk semi padat pada suhu ruang (Naibaho, 1988).
Bentuk semi padat minyak sawit disebabkan oleh kandungan asam lemaknya.
CPO mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dengan
persentase yang hampir sama. Pada tabel berikut dapat dilihat komposisi asam
lemak pada minyak sawit kasar atau CPO.
(27)
Tabel 3 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit Kasar (CPO)
Jenis Asam Lemak
Atom C
Komposisi (%)
Asam Lemak Jenuh
Laurat
C12:0
< 1,2
Miristat
C14:0
1,1
–
2,5
Palmitat
C16:0
40
–
46
Stearat
C18:0
3,6
–
4,7
Asam Lemak Tak Jenuh
Palmitoleat
C16:1
< 0,6
Oleat
C18:1
39
–
45
Linoleat
C18:2
7
–
11
Linolenat
C18:3
< 1,5
Sumber: berdasarkan Eckey (1955) di dalam Ketaren (2005)
Sekitar 50 persen asam lemak yang ada merupakan asam lemak jenuh
dengan komponen utama asam palmitat, baik dalam bentuk bebas dan bentuk
terikat sebagai monopalmitin, dipalmitin, dan tripalmitin, yang memiliki titik leleh
yang relatif tinggi (50-60
oC), sehingga pada suhu ruang senyawa tersebut
berbentuk padat. Namun, selain itu minyak sawit juga mengandung sekitar 40
persen asam lemak tidak jenuh berikatan rangkap tunggal (asam oleat dan asam
palmitoleat) dan sekitar 10 persen asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap
jamak.
Minyak sawit mentah yang mengandung air dan serat halus, tidak dapat
langsung digunakan sebagai bahan pangan maupun non pangan sehingga perlu
proses permurnian (Naibaho, 1988). Permunian meliputi tahap proses
penguapan,
degumming
, pencucian dengan asam, pemisahan asam lemak bebas
dengan netralisasi, deodorisasi, dan dekolorisasi atau
bleaching
. Proses
pemurnian minyak bertujuan untuk menghilangkan bau yang tidak enak dan
warna yang tidak menarik, memperpanjang masa simpan minyak sebelum
digunakan untuk dikonsumsi atau sebagai bahan mentah dalam industri lebih
lanjut (Ketaren, 2005).
Volume produksi minyak sawit di Indonesia meningkat sejak tahun 2002.
Hal ini menunjukkan besarnya potensi besarnya potensi minyak sawit di
Indonesia, sehingga perlu dilakukan diversifikasi sekaligus peningkatan nilai
tambah terhadap komoditas tersebut. Perkembangan volume produksi minyak
sawit di Indonesia dari tahun ke tahun ditunjukkan pada Gambar 3.
(28)
Sumber: Foreign Agricultural Service (2009)
Gambar 3. Grafik Perkembangan Volume Produksi Minyak Sawit (CPO)
di Indonesia (2002-2008)
Minyak sawit dapat dipilih sebagai bahan baku dalam industri yang
membuat surfaktan karena komponen asam lemak penyusun trigliseridanya, yaitu
asam lemak C
16-C
18bila diaplikasikan menjadi surfaktan memiliki sifat deterjensi
dan mampu berperan baik terhadap air sadah, sedangkan asam lemak C
12-C
14berperan terhadap efek pembusaan (Yuliasari,
et al
., 1997).
2.3 METIL ESTER (ME)
Metil ester merupakan salah satu bahan oleokimia dasar, turunan dari
trigliserida (minyak atau lemak). Berdasarkan Freedman
et al
., (1984), reaksi
pembentukan ester melibatkan lemak atau asam lemak dengan alkohol rantai
pendek seperti etanol atau metanol yang dipercepat dengan menggunakan katalis
asam maupun katalis basa. Pada reaksi tersebut, terjadi pemindahan alkohol
menjadi alkohol lain dalam proses yang sama seperti hidrolisis. Jika pada reaksi
ini, alkohol yang digunakan adalah metanol, maka reaksinya disebut metanolisis
dan ester yang dihasilkan berupa metil ester.
Metil ester dapat dihasilkan dengan dua cara, yaitu esterifikasi asam lemak
dan transesterifikasi trigliserida. Menurut Hui (1996), transesterifikasi menjadi
proses paling efektif untuk mengkonversi trigliserida (minyak atau lemak)
menjadi molekul ester. Transesterifikasi meliputi reaksi antara alkohol dan
(29)
molekul trigliserida dengan adanya katalis basa atau asam. Reaksi transesterifikasi
untuk mendapatkan metil ester, dinyatakan dalam persamaan berikut.
RCOOCH
2Katalis
CH
2OH
RCOOCH
+ 3 CH
3OH 3 RCOOCH
3+ CHOH
RCOOCH
2CH
2OH
Minyak/lemak Metanol Metil ester Gliserol
Gambar 4. Reaksi Transesterifikasi antara Lemak/Minyak dengan Metanol (Hui, 1996)Tahapan konversi minyak atau lemak menjadi metil ester bergantung pada
mutu awal minyak. Proses konversi dipengaruhi oleh kandungan asam lemak
bebas dan kandungan air. Minyak yang mengandung asam lemak bebas rendah,
dapat langsung dikonversi menjadi metil ester melalui transesterifikasi (Canaki
dan Gerpen, 2001).
Minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi serta mengandung air
lebih dari 0,3% dapat menurunkan rendemen transesterifikasi minyak (Freedman
et al
., 1984). Minyak dengan asam lemak bebas tinggi akan lebih efisien jika
melalui dua tahap reaksi. Asam lemak bebas dalam minyak diesterifikasi dahulu
dengan melibatkan katalis asam. Selanjutnya, transesterifikasi dapat dilakukan
untuk mengkonversi sisa minyak atau trigliserida yang ada dengan melibatkan
katalis basa (Canaki dan Gerpen, 2001). Reaksi esterifikasi asam lemak dan
alkohol mengkonversi asam lemak menjadi metil ester. Reaksi esterifikasi
ditunjukkan melalui persamaan berikut.
RCOOH + R’OH RCOOR’ + H
2O
Asam alkohol ester air
Gambar 5. Reaksi Esterifikasi antara Asam Lemak dengan Metanol (Hui, 1996).
. Pada reaksi esterifikasi, bila asam lemak (asam kaboksilat) dan alkohol
(metanol) dipanaskan dengan kehadiran katalis asam, kesetimbangan tercapai
dengan ester dan air. Reaksi kesetimbangan ini dapat digeser ke kanan dengan
penambahan alkohol berlebih. Air yang terbentuk berasal dari gugus hidroksil
(30)
asam dan hidrogen dari alkohol. Dengan kata lain, dalam esterifikasi tersebut,
gugus
–
OCH
3dari alkohol menggantikan gugus
–
OH dari asam.
Berdasarkan Hart
et al
.
(2003), dalam reaksi esterifikasi, sesungguhnya
mekanisme yang terjadi adalah setahap demi setahap. Pertama, gugus karbonil
dari asam terprotonisasi secara reversibel sehingga meningkatkan muatan positif
pada karbon karboksil dan menambah reaktifitasnya terhadap nukleofil. Kedua,
alkohol sebagai nukleofil menyerang karbon karbonil dari asam yang
terprotonisasi. Inilah langkah yang membentuk ikatan baru C-O (ikatan ester).
Dua langkah selanjutnya merupakan kesetimbangan dimana oksigen lepas atau
memperoleh proton. Kesetimbangan asam seperti ini bersifat reversibel dan
berlangsung cepat dan terus menerus berjalan dalam larutan bersuasana asam dari
senyawa yang mengandung oksigen. Kelima, air sebagai salah satu produk pun
terbentuk. Agar langkah ini terjadi, gugus
–
OH harus terprotonisasi untuk
meningkatkan kapasitas. Langkah akhir, menghasilkan ester dan meregenerasi
katalis
asam
(kebalikan
dari
langkah
pertama).
..
..
..
..
O: +OH :OH :OH
|| H+ || .. | .. -H+ |
R – C – OH R – C – OH R – C – OH R – C – OH
O O+ CH3O:
.
CH3 H CH3 H
.. .. ..
+
OH :OH :OH
|| .. -H+ | .. -H
2O | H
R – C – OH R – C – OH R – C – O+
H
CH3O: CH3O:
Sumber: Hart et al. (2003)
.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
Gambar 6. Mekanisme Reaksi Esterifikasi antara Asam Lemak dan Metanol
dengan Katalis Asam
(31)
Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh suhu dan waktu proses, jumlah
rasio molar metanol terhadap minyak, serta jenis dan konsentrasi katalis (Sontag,
1982). Proses transesterifikasi dapat dilakukan secara curah (
batch
) atau
sinambung (
continue
) pada suhu 50-70
oC. Kondisi proses transesterifikasi secara
kontinyu telah dilakukan Darnoko
et al
. (2000), yaitu dengan suhu proses 60
oC
pada tekanan 1 atmosfir, dengan pengadukan, menggunakan katalis KOH 1 %
(w/w) terlarut dalam metanol. Hasil transesterifikasi minyak sawit tersebut
mencapai 97,3% pada waktu 60 menit. Waktu yang lebih dari 60 menit dapat
menurunkan laju produksi metil ester. Penambahan metanol dilakukan dengan
rasio metanol
–
minyak sebesar 6 : 1.
Menurut Bernardini (1983), konsentrasi metanol yang digunakan pada
proses transesterifikasi tidak boleh lebih rendah dari 98 %, karena semakin rendah
konsentrasi metanol yang digunakan maka semakin rendah rendemen metil ester
yang dihasilkan sedangkan waktu reaksi menjadi lama. Konsentrasi metanol untuk
transesterifikasi telah diteliti lebih lanjut oleh Widyawati (2007) yang
membuktikan konsentrasi metanol 10% (b/b) dapat diterapkan untuk melakukan
proses esterifikasi yang efisien dalam menurunkan bilangan asam pada produk.
Katalis basa sebesar 1% juga menurunkan bilangan asam lebih rendah
dibandingkan dengan katalis lain dengan kadar yang sama pada proses
transesterifikasi. Menurut Sontag (1982), katalis basa banyak digunakan karena
reaksinya sangat cepat, sempurna, dan dapat dilakukan pada suhu yang rendah.
Jika minyak mengandung asam lemak bebas tinggi, rendemen
transesterifikasi dapat diperbaiki dengan menggunakan katalis basa yang berlebih.
Namun, asam lemak bebas yang terkandung dapat terkonversi juga menjadi garam
alkali datau sabun (Haas
et al
., 2003). Pembentukan sabun menyulitkan proses
pencucian dan memungkinkan hilangnya produk yang berguna. Alternatifnya
adalah melalui dua tahap reaksi, dengan melibatkan katalis asam pada reaksi
esterifikasi dan melibatkan katalis basa pada reaksi transesterifikasi (Canaki dan
Gerpen, 2001). Katalis asam dapat berperan mengkonversi trigliserida menjadi
metil ester. Meskipun demikian, kecepatan katalis asam lebih rendah
dibandingkan dengan katalis basa (Freedman
et al
., 1984).
(32)
Menurut MacArthur
et al
. (2002), bahan baku metil ester dapat berasal dari
minyak kelapa, lemak hewan, dan minyak sawit. Metil ester dari lemak hewan dan
minyak sawit didominasi dengan kandungan gugus ester asam lemak berantai
karbon C16 dan C18. Metil ester yang berasal dari lemak hewan memiliki
perbandingan C16 dan C18 sebesar 1:2 sedangkan metal ester yang diperoleh dari
minyak kelapa sawit memiliki perbandingan C16 dan C18 sebesar 2:1. Selain dari
komposisi rantai karbon dan asam lemak, pemilihan bahan baku untuk pembuatan
metil ester dapat dipengaruhi juga oleh harga. Sesuai dengan tahapan prosesnya,
metil ester dari minyak kelapa sawit kasar memiliki harga yang realtif lebih murah
dibandingkan dengan metil ester dari minyak inti sawit dan minyak kelapa.
Metil ester lebih banyak digunakan untuk aplikasi oleokimia dibandingkan
dengan asam lemak karena memiliki keuntungan, di antaranya dapat diproduksi
pada tekanan atmosfer normal dan kondisi suhu yang rendah sehingga konsumsi
energi produksi lebih sedikit. Metil ester juga lebih tahan terhadap oksidasi, tidak
bersifat korosif, dan tidak mudah berubah warna sehingga peralatan produksi
tidak mahal serta pada waktu penyimpanan dan transportasi lebih mudah (Hui,
1996).
Metil ester menjadi produk antara dari minyak dan lemak yang dapat
menjadi bahan baku pembuatan surfaktan di samping bahan baku lainnya seperti
asam lemak (
fatty acid
) dan alkohol lemak (
fatty alcohol
). Metil ester menjadi
produk antara untuk membuat produk oleokimia selanjutnya melalui proses
amidasi (misalnya menjadi monoetanolamida atau dietanolamida), proses
sukrolisis menjadi sukrosa ester, dan proses sulfonasi menjadi metil ester sulfonat
(Matheson, 1996).
2.4 METIL ESTER SULFONAT
Surfaktan metil ester sulfonat (MES) termasuk golongan surfaktan anionik,
yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif
permukaan (Watkins, 2001).
MES diperoleh dari sulfonasi terhadap metil ester yang dapat diperoleh dari
minyak nabati. Kualitas MES dipengaruhi oleh bahan baku produk. Bahan baku
(33)
metil ester dapat berasal dari minyak kelapa, stearin sawit, kernel sawit (PKO),
dan lemak hewan (babi), belum terhidrogenasi atau dimurnikan lebih lanjut.
Kualitas bahan baku dapat dilihat dari nilai bilangan iod serta parameter lain
seperti bahan tak tersabunkan, nilai bilangan asam, nilai bilangan penyabunan,
berat molekul, kadar air, dan distribusi panjang rantai karbon (MacArthur
et al
.,
2002).
MES dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C
10, C
12dan C
14biasa digunakan untuk
light duty dishwashing detergent
, sedangkan MES dari
minyak nabati dengan atom karbon C
16-18dan
tallow
biasa digunakan untuk
deterjen bubuk dan deterjen cair (
heavy duty detergent
). Pada penggunaannya,
MES C
16memperlihatkan daya detergensi terbaik, kemudian diikuti oleh C
18dan
C
14(Watkins, 2001).
Kualitas MES bergantung pada keluasan manfaatnya untuk dapat
diaplikasikan dalam berbagai bentuk produk. Hal ini dikaitkan dengan warna
produk akhir, jumlah kandungan
by product
yang tak diinginkan, dan bentuk fisik
produk akhir. Dalam proses pemurnian yang utama perlu diperhatikan adalah
kemungkinan terbentuknya
by product
berupa sabun sulfonat atau lebih dikenal
di-salt, yang terbentuk dari hidrolisis MES. Meskipun di-salt adalah surfaktan
juga, tetapi komponen ini menyebabkan penurunan daya deterjensi MES dan
sensitifitasnya pada air sadah semakin besar (MacArthur
et al
., 2002).
Tabel 4 Kualitas Metil Ester (ME) Komersial
Parameter Kualitas
Nilai
Berat Molekul
218-284
Bilangan iod
0,10
–
0, 39 (cgI/gramME)
Bahan Tak Tersabunkan
0,05
–
0,27 (%)
Bilangan Asam
0,15
–
0,5 (mgKOH/gramME)
Bilangan Penyabunan
191
–
252 (mgKOH/gramME)
Kadar Air
0,04
–
0,19 (%)
Distribusi rantai karbon (%)
< C12
0,00 - 0,85
C12
0,16 - 72,59
C14
1,55 - 26,9
C16
0,51 - 60,18
C18
0,00 - 64,45
(34)
Sumber: MacArthur
et al.
(2002)
Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting
yang harus dipertimbangkan adalah kondisi saat sulfonasi yaitu rasio mol, suhu
reaksi, konsentrasi gugus SO
3yang ditambahkan. Selain itu, yang perlu
diperhatikan adalah waktu netralisasi, jenis dan konsentrasi katalis, pH dan suhu
netralisasi (Foster, 1996).
Reaksi sulfonasi molekul asam lemak untuk pembuatan MES dapat terjadi
pada tiga sisi yaitu (1) gugus karboksil; (2) ba
gian α
-atom karbon; (3) rantai tidak
jenuh (ikatan rangkap).
Gambar 7. Kemungkinan Terikatnya Pereaksi Kimia dalam Proses
Sulfonasi
(Jungermann, 1979)
Pemilihan proses sulfonasi bergantung pada beberapa faktor. Satu faktor
terpenting adalah produk yang diinginkan dan kualitas produk yang dihasilkan.
Beberapa proses dapat menghasilkan produk yang dapat beragam sementara yang
lain hanya mampu menghasilkan beberapa jenis produk. Faktor kedua yang
diperlukan adalah kapasitas produksi. Proses sulfamasi dengan bentuk
batch
hanya cocok untuk memproduksi pada kapasitas kecil. Proses gas SO
3untuk
proses kontinyu dna skala besar. Selain itu, biaya bahan kimia, biaya peralatan
proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil
proses. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting
yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol reaktan, suhu reaksi, konsentrasi
grup sulfat yang ditambahkan (SO
3, NaHSO
3, atau asam sulfit), waktu netralisasi,
pH dan suhu netralisasi (Foster, 1997).
(35)
2.5 ASAM METIL ESTER SULFONAT (MESA)
Sintesis MES dilakukan melalui beberapa tahap, diantaranya proses
penyerapan sulfur trioksida oleh metil ester di dalam reaktor
falling film
yang
dapat membentuk MESA. Adsorbsi sulfur trioksida oleh metil ester ditunjukkan
pada reaksi (1) dan dengan cepat membentuk reaksi (2). Reaksi (3) terjadi pada
saat proses
aging
(MacArthur
et al
., 2002).
Gambar 8. Mekanisme Pembentukan MESA dalam
Falling Film Reactor
Mekanisme pembentukan MESA dalam reaktor sulfonasi terdiri dari
beberapa tahap. Urutan proses yang terjadi adalah metil ester (I) bereaksi dengan
gas SO
3membentuk senyawa intermediet (II), pada umumnya berupa senyawa
anhidrad. Dalam kondisi reaksi yang setimbang, senyawa intermediet (II) tersebut
akan mengaktifkan gugus alfa (
α
) pada rangkaian gugus karbon metil ester
sehingga membentuk senyawa intermediet (III). Selanjutnya, senyawa intermediet
(III) tersebut mengalami restrukturisasi dengan melepaskan gugus SO
3. Gugus
SO
3yang dilepaskan bukanlah gugus yang terikat pada ikatan alfa. Senyawa (III)
adalah MESA yang diinginkan untuk dapat diproses dalam tahap netralisasi
selanjutnya (MacArthur
et al.
, 2002).
O O
|| ||
R-CH2-C-OCH3 (I) + SO3 R-CH2- (C-OCH3):SO3 (II) (1)
O O
|| ||
R-CH2- (C-OCH3):SO3 (II) + SO3 R-CH- (C-OCH3):SO3 (III) (2) |
SO3H
O O
|| ||
R-CH- (C-OCH3):SO3 (III) R-CH- C-OCH3 + SO3 (3)
| |
SO3H SO3H
(36)
2.6 SULFONASI
Proses sulfonasi terhadap turunan minyak dapat menghasilkan produk
surfaktan berupa sulfonat atau sulfat. Meskipun memiliki struktur yang serupa,
terdapat perbedaan yang mendasar antara keduanya. Menurut Suryani
et al
.
(2000), perbedaan yang mendasar dari kedua jenis surfaktan yaitu surfaktan
disebut memiliki gugus sulfat jika mengandung belerang (sulfur) pada gugusnya
dimana karbon disambungkan dengan sulfur melalui oksigen. Sedangkan pada
surfaktan disebut memiliki gugus sulfonat jika sulfur langsung disambungkan
dengan karbon).
Sulfur trioksida SO
3adalah bahan kimia elektrofilik yang agresif dan sangat
reaktif terhadap komponen organik karena dapat mendonorkan gugus elektron.
Reaksi bersifat eksotermik dan banyak komponen organik menjadi hitam setelah
reaksi terbentuk. Reaksi juga menyebabkan adanya peningkatan kekentalan
produk menjadi 15-300 kali lipat dibandingkan bahan organik itu sendiri.
Kekentalan ini sering menyulitkan pendinginan sehingga dalam prosesnya
dibutuhkan transfer panas yang tepat. Pengendalian terhadap perbandingan molar
reaktan sangat diperlukan mengingat SO
3yang berlebih dalam reaksi dapat
menyebabkan terbentuknya
by product
yang tidak diiginkan (Foster, 1997).
Selain dikendalikan dengan perbandingan mol, masalah reaktifitas sulfur
trioksida juga dapat diatasi dengan mendilusikan gas SO
3atau membentuk
komplek molekul seperti dengan ammonia (menjadi asam sulfamat atau
NH
2SO
3H), dengan asam klorida (menjadi asam klorosulfonat atau ClSO
3H),
dengan air atau asam sulfat (dapat menjadi oleum, H
2SO
4.n H
2O
,atau hanya asam
sulfat saja), serta pilihan lain adalah dengan udara kering (udara/SO
3). NH
2SO
3H
dan ClSO
3H hanya dapat digunakan dalam produksi alkohol sulfat dan merupakan
reaktan yang mahal. NH
2SO
3H memang bersifat lembut, bereaksi spesifik, juga
dapat digunakan untuk produksi alkohol etoksilat, dengan produksi dalam bentuk
batch. ClSO
3H digunakan juga untuk produksi alkohol etersulfat dan produk
pencelup dalam industri tekstil, tetapi reaktan ini sifat korosif dan berbahaya serta
menghasilkan cukup banyak HCl sebagai
by product
(Foster, 1997).
(37)
Sulfonasi dengan oleum dapat digunakan dalam proses batch maupun
kontinyu. Tetapi dengan reaksi kesetimbangan tersebut, menyebabkan banyaknya
oleum yang tidak bereaksi, bersisa, dan menjadi terbuang yang membutuhkan
tambahan peralatan
waste treatment
sebelum benar-benar dibuang ke lingkungan
(Foster, 1997).
Sulfonasi dengan H
2SO
4telah dilakukan oleh Putra (2004) dengan
perbandingan mol reaktan 1: 1.2 antara metil ester dengan asam sulfat, konsentrasi
asam sulfat 80%, dan suhu reaksi 65
oC. Proses ini berhasil menghasilkan MES
yang dapat menurunkan tegangan permukaan sebanyak 47% , tegangan antarmuka
98%, dan meningkatkan stabilitas emulsi 63,32%. Sulfonasi serupa juga telah
dilakukan Hidayati (2006) dengan perbandingan mol reaktan 1:1,5 yang
menghasilkan MES yang dapat menurunkan tegangan permukaan 33,1%. Kajian
sulfonasi dengan reaktan tersebut juga telah dilakukan Hambali (2005) dan
menghasilkan produk MES dengan kadar aktif sebesar 60%.
Proses pilihan lain sulfonasi dengan SO
3adalah dengan melarutkan gas
sulfur trioksida dengan udara yang sangat kering serta langsung mereaksikannya
dengan bahan organik. Sulfur trioksida dapat diperoleh dari bentuk liquid SO
3atau dari pembakaran sulfur. Proses sulfonasi ini paling murah karena selain
bahan organik hanya sulfur trioksida dan udara kering yang digunakan sebagai
reaktan, dapat menghasilkan MES dengan cepat dan tetap berkualitas, tetapi
memang membutuhkan peralatan yang tepat dan sedikit lebih mahal sesuai
dengan proses yang harus kontinyu. Proses ini merupakan proses kontinyu yang
dapat digunakan untuk skala besar dan cocok untuk proses produksi industri 24
jam per hari, 7 hari per minggu, dan dapat mencapai 1 ton produk per jam (Foster,
1997).
Sulfonasi metil ester selain menghasilkan metil ester sulfonat juga dapat
melibatkan pembentukan komponen dari oksidasi karbon oleh sulfur trioksida
membentuk olefin, air, dan sulfur dioksida. Selanjutnya pembentukan olefin
sulfonat memungkinkan adanya reaksi dengan hipoklorit yang berpotensi terhadap
iritasi kulit (MacArthur
et al
., 2002).
(38)
Sulfonasi dilakukan dengan seperangkat
falling film reactor
yang dibangun
dengan tujuan agar membentuk kontak antara bahan baku metil ester dengan
campuran gas sulfur trioksida dalam udara yang sangat kering. Perbandingan mol
dari reaktan utama (mol SO
3terhadap mol metil ester) perlu dikontrol dengan
seksama dan dijaga selama proses. Pada produksi skala komersial, diperlukan
secara khusus sistem pembentuk gas SO
3.Selain itu, pada sistem
falling film
reactor
juga diperlukan pemisahan antara gas sisa yang telah terpakai dengan
produk metil ester sulfonat asam (MESA) yang terbentuk. Selanjutnya, MESA
dapat dialirkan ke tangki
aging
yang bersuhu 80-85
oC selama 1 jam dan
dilanjutkan proses pemucatan warna (MacArthur
et al
., 2002).
Sulfonasi metil ester dengan
falling film reactor
dapat mencapai 0,1
kgmol/jam. Konsentrasi gas sulfur trioksida yang digunakan 7% dalam udara
kering (titik cair di bawah -60
oC) dan gas masuk pada suhu 40
oC. Bahan baku
metil ester masuk secara kontinyu dengan kelajuan terkontrol sehingga
perbandingan molalitas reaktan dapat mencapai 1,25-1,3 mol SO
3per mol metil
ester. Reaktor secara kontinyu didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui
lapisan luar dinding reactor (menggunakan
double jacket reactor
). Produk yang
dihasilkan dapat berupa pasta cair lembut pada suhu ruang tetapi memerlukan
bantuan pompa jika dialirkan pada suhu yang lebih rendah. Metil ester sulfonat
dari bahan yang mengandung C12-C14 apabila dilanjutkan sampai tahap
pengeringan (<2% kadar air) seperti melalui
spray dryer
) akan mengalami
kesulitan proses karena kekentalannya (MacArthur
et al
., 2002).
Ada empat macam cara untuk mendapatkan sumber SO
3bagi sistem
sulfonasi, yaitu melalui converter gas asam sulfat, SO
3dari penguapan konsentrat
oleum, cairan SO
3, dan pembakaran sulfur yang dibentuk khusus untuk
memproduksi gas SO
3untuk sulfonasi. Konversi gas dari sistem produksi asam
sulfat menjadi potensial untuk mendapatkan gas SO
3bagi proses sulfonasi dengan
cara yang murah. Lokasi proses sulfonasi untuk pembuatan surfaktan pun menjadi
hal yang perlu diperhatikan karena instalasi tersebut harus dekat dengan konverter
asam sulfat. Kemudian, proses sulfonasi juga hanya dapat berlangsung saat proses
produksi asam sulfat berjalan aktif (Foster, 1997).
(1)
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Penurunan Tegangan Permukaan Lampiran 8.a. Rekapitulasi Data Nilai Tegangan Permukaan
Periode Penurunan Tegangan Permukaan (%)
sampling Konsentrasi 0.1% Konsentrasi 0.3%
(menit) U1 U2
Rata-rata
Simpangan
Baku U1 U2
Rata-rata
Simpangan Baku
10 23,82 23,73 23,78 0,06 26,70 28,01 27,36 0,93 20 33,16 32,29 32,72 0,62 34,47 35,34 34,90 0,62 30 27,23 27,40 27,31 0,12 31,24 32,29 31,76 0,74 40 30,45 27,57 29,01 2,04 31,85 30,63 31,24 0,86 50 24,00 29,76 26,88 4,07 34,38 30,45 32,42 2,78 60 20,59 26,18 23,39 3,95 31,41 29,49 30,45 1,36 70 21,47 23,82 22,64 1,67 30,72 27,31 29,01 2,41 80 23,73 26,31 25,02 1,82 29,49 31,54 30,51 1,44 90 33,01 33,01 33,01 0,00 38,81 33,82 36,32 3,52 100 34,64 30,07 32,35 3,24 40,36 36,44 38,40 2,77
Lampiran 8.b. Rekapitulasi Data Nilai Penurunan Tegangan Permukaan Periode Penurunan Tegangan Permukaan (%)
sampling Konsentrasi 0.5% Konsentrasi 1%
(menit) U1 U2
Rata-rata
Simpangan
Baku U1 U2
Rata-rata
Simpangan Baku
10 28,62 27,84 28,23 0,56 34,47 32,29 33,38 1,54 20 38,22 41,10 39,66 2,04 39,18 43,63 41,40 3,15 30 32,46 32,46 32,46 0,00 32,81 32,81 32,81 0,00 40 36,21 33,86 35,03 1,67 38,66 39,53 39,09 0,62 50 38,39 30,45 34,42 5,61 38,92 32,81 35,86 4,32 60 37,87 30,19 34,03 5,43 38,39 32,46 35,43 4,20 70 31,85 28,62 30,24 2,28 33,42 31,50 32,46 1,36 80 31,06 33,82 32,44 1,95 32,81 36,93 34,87 2,91 90 39,30 37,91 38,60 0,98 42,16 39,05 40,60 2,20 100 43,14 46,08 44,61 2,08 44,44 46,24 45,34 1,27
Lampiran 8.c. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Penurunan Tegangan Permukaan
Sumber keragaman Db JK KT F-tabel F-hitung Signifikansi
(0,05)
Waktu (Ai) 9 0,101 0,011 2,124 10,162 .000
Konsentrasi(Bj) 3 0,061 0,020 2,839 18,532 .000
Interaksi(AiBj) 27 0,012 0,000 1,766 0,387 .994
Kekeliruan 40 0,044 0,001
(2)
Lampiran 8.d. Hasil Uji Lanjut Duncan Tegangan Permukaan terhadap Konsentrasi
Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan
0,1% 20 0,2760 A
0,3% 20 0,3210 B
1% 20 0,3370 BC
0,5% 20 0,3490 C
Lampiran 8.e. Hasil Uji Lanjut Duncan Penurunan Tegangan Permukaan
Perlakuan N Rata-rata (%) Kelompok Duncan
10 menit 8 26,75 A
70 menit 8 27,13 A
80 menit 8 30,25 AB
30 menit 8 30,75 B
60 menit 8 31,00 B
50 menit 8 32,00 B
40 menit 8 33,00 BC
20 menit 8 35,75 CD
90 menit 8 35,88 CD
100 menit 8 38,25 D
Keterangan:
Berdasarkan uji Duncan, sampel dalam kelompok huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan dalam kelompok huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
(3)
Lampiran 9. Hasil Pengukuran Tegangan Antar Muka Lampiran 9.a. Rekapitulasi Data Nilai Tegangan Antar Muka
Periode Tegangan Antar Muka (dyne/cm) pada salinitas 15000 ppm
Sampling Konsentrasi MESA 0.3% Konsentrasi MESA 1%
(menit) Ul U2 Rata-rata
Simpangan
Baku U1 U2 Rata-rata
Simpangan Baku
10 7,54x10-2 6,36 x10-2 6,95 x10-2 0,84 x10-2 2,16 x10-2 1,99 x10-2 2,08 x10-2 0,17 x10-2 20 7,45 x10-2 7,83 x10-2 7,64 x10-2 0,26 x10-2 4,58 x10-2 5,99 x10-2 5,28 x10-2 1,00 x10-2 30 7,39 x10-2 9,86 x10-2 8,62 x10-2 1,75 x10-2 8,39 x10-2 6,54 x10-2 7,46 x10-2 1,31 x10-2 40 4,19 x10-2 5,39 x10-2 4,79 x10-2 0,85 x10-2 3,34 x10-2 3,92 x10-2 3,63 x10-2 0,41 x10-2 50 1,05 x10-1 1,00 x10-1 1,03x10-1 0,32 x10-2 5,90 x10-2 5,42 x10-2 5,66 x10-2 0,34 x10-2 60 9,99 x10-2 9,72 x10-2 9,86 x10-2 0,19 x10-2 5,14 x10-2 4,73 x10-2 4,94 x10-2 0,29 x10-2 70 2,46 x10-2 2,68 x10-2 2,57 x10-2 0,16 x10-2 1,48 x10-2 2,40 x10-2 1,95 x10-2 0,65 x10-2 80 6,08 x10-2 8,25 x10-2 7,17 x10-2 1,54 x10-2 2,48 x10-2 2,70 x10-2 2,59 x10-2 0,16 x10-2 90 8,67 x10-2 8,02 x10-2 8,35 x10-2 0,46 x10-2 4,00 x10-2 3,62 x10-2 3,81 x10-2 0,28 x10-2 100 1,03 x10-1 1,00 x10-1 1,0210-1 0,21 x10-2 4,23 x10-2 5,07 x10-2 4,65 x10-2 0,59 x10-2
Periode Tegangan Antar Muka (dyne/cm) pada salinitas 30000 ppm
Sampling Konsentrasi MESA 0.3% Konsentrasi MESA 1%
(menit) Ul U2 Rata-rata
Simpangan
Baku U1 U2 Rata-rata
Simpangan Baku
10 1,23 x10-1 9,67 x10-2 1,09 x10-1 0,19 x10-1 9,03 x10-2 6,55 x10-2 7,79 x10-2 1,75 x10-2 20 1,18 x10-1 1,23 x10-1 1,20 x10-1 0,04 x10-1 7,93 x10-2 8,63 x10-2 8,28 x10-2 0,49 x10-2 30 1,49 x10-1 1,67 x10-1 1,58 x10-1 0,13 x10-1 1,19 x10-1 1,28 x10-1 1,23 x10-1 0,06 x10-1 40 1,35 x10-1 1,32 x10-1 1,33 x10-1 0,02 x10-1 1,09 x10-1 1,05 x10-1 1,07 x10-1 0,02 x10-1 50 1,47 x10-1 2,08 x10-1 1,75 x10-1 0,47 x10-1 8,70 x10-2 9,40 x10-2 9,05 x10-2 0,49 x10-2 60 1,68 x10-1 1,57 x10-1 1,62 x10-1 0,08 x10-1 7,23 x10-2 4,41 x10-2 5,82 x10-2 1,99 x10-2 70 7,30 x10-2 1,08 x10-1 9,05 x10-2 0,03 x10-2 4,73 x10-2 3,62 x10-2 4,18 x10-2 0,79 x10-2 80 1,12 x10-1 1,38 x10-1 1,25 x10-1 0,19 x10-1 4,42 x10-2 6,97 x10-2 5,69 x10-2 1,80 x10-2 90 1,6 x10-1 1,34 x10-1 1,51 x10-1 0,23 x10-1 7,71 x10-2 7,10 x10-2 7,40 x10-2 0,43 x10-2 100 1,42 x10-1 1,73 x10-1 1,58 x10-1 0,22 x10-1 9,99 x10-2 8,65 x10-2 9,32 x10-2 0,95 x10-2
(4)
Lampiran 9.b. Analisis Keragaman (Variabel Respon) Nilai Tegangan Antar Muka
Sumber keragaman Db JK KT F-tabel F-hitung Signifikansi
(0,05)
Waktu (Ai) 9 0,028 0,003 2,124 17,347 0,000
Salinitas (Bj) 1 0,050 0,050 4,085 280,054 0,000
Konsentrasi(Ck) 1 0,042 0,042 4,085 235,771 0,000
Interaksi(AiBj) 9 0,003 0,000 2,124 1,693 0,123
Interaksi (AiCk) 9 0,007 0,001 2,124 4,581 0,000
Interaksi (BjCk) 1 0,003 0,003 4,085 15,122 0,000
Interaksi (AiBjCk) 9 0,002 0,000 2,124 1,103 0,383
Kekeliruan 40 0,007 0,000
Jumlah 79 0,143
Lampiran 9.c. Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai Tegangan Antar Muka
Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan
70 menit 8 0,0443 A
10 menit 8 0,0695 A
80 menit 8 0,0699 AB
40 menit 8 0,0812 B
20 menit 8 0,0831 B
90 menit 8 0,0866 B
60 menit 8 0,0921 BC
100 menit 8 0,0998 CD
50 menit 8 0,1062 CD
30 menit 8 0,1106 D
Keterangan:
Berdasarkan uji Duncan, sampel dalam kelompok huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan dalam kelompok huruf yang beda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
(5)
Nutriana Dinnuriah. F34051462. Kinerja dan Karakteristik Asam Metil Ester
Sulfonat dari Metil Ester Crude Palm Oil pada Beberapa Periode Sampling. Di
bawah bimbingan Ani Suryani dan Erliza Hambali. 2010.
RINGKASAN
Asam Metil Ester Sulfonat (MESA) merupakan senyawa kimia yang
memiliki kemampuan sebagai surface active agent (surfactant). Surfaktan mampu
menurunkan tegangan permukaan maupun tegangan antar muka sehingga banyak dimanfaatkan sebagai bahan perekat, penggumpal, pembasah, pembentuk emulsi, dan telah diaplikasikan pada berbagai bidang seperti pangan, farmasi, kosmetika,
pertanian, cat, kertas, dan pertambangan (sebagai oil well stimulation agent dalam
proses enhanced oil recovery). MESA dihasilkan melalui proses sulfonasi
terhadap metil ester. Metil ester diperoleh dari esterifikasi-transesterifikasi
trigliserida (minyak). Apabila dilakukan proses bleaching dan netralisasi terhadap
MESA, maka akan dihasilkan MES (Metil Ester Sulfonat) sebagai produk komersial. MES memiliki sifat deterjensi yang baik meskipun digunakan dalam air dengan tingkat kesadahan tinggi dan toleransi yang baik terhadap keberadaan
kalsium. MES berasal dari bahan baku yang dapat diperbarui (renewable
resources) berbasis minyak/lemak. Salah satu jenis minyak yang dapat digunakan
adalah minyak sawit.
Penelitian ini menggunakan Crude Palm Oil (CPO). Bahan baku ini
berpotensi untuk dikembangkan sebagai surfaktan karena ketersediaan pasokan
dan kesesuaian komposisi asam lemak. Berdasarkan Foreign Agricultural Service
(2009) produksi CPO Indonesia meningkat dari 9,1 juta ton (tahun 2002) menjadi 17,82 ton (2008). Pada tahun berikutnya bahkan mencapai 20,2 juta ton (Departemen Perindustrian, 2009). Selain itu berdasarkan kandungan asam lemak,
CPO terdiri dari asam lemak dengan rantai karbon C16 yaitu asam palmitat sampai
46%, C18 yaitu asam stearat 3,6%, asam oleat 39%, asam linoleat 11%, dan asam
linolenat 1,5% (Ketaren, 2005). Menurut Watkins (2001), MES C16
memperlihatkan daya detergensi terbaik, kemudian diikuti oleh C18 dan C14. Oleh
karena itu, MES dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C16-18 biasa
digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair (heavy duty detergent).
Proses utama sintesis MESA adalah sulfonasi, yaitu pengikatan gugus sulfonat oleh reaktan pensulfonasi pada rantai hidrokarbon metil ester. Reaktan
pensulfonasi antara lain H2SO4, NH2SO3H, H2SO4.nH2O, atau yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu gas SO3/udara kering. Reaktan gas SO3/udara kering
bersifat sangat reaktif, sesuai untuk produksi kontinyu, dan dapat membentuk
gugus sulfonat secara optimal. Proses sulfonasi penelitian ini menggunakan Single
Tube Falling Film Reactor (STFR) dengan panjang reaktor 6 meter dan kapasitas
umpan bahan organik 4 liter. Suhu reaksi yang digunakan 100oC dengan
perbandingan mol reaktan 1:1,3 antara metil ester terhadap gas SO3. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui waktu sulfonasi yang dapat menghasilkan MESA CPO dengan karakteristik dan kinerja yang stabil. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan percobaan acak lengkap faktor tunggal. Faktor yang dikaji yaitu
periode sampling dari 10 menit sampai dengan 100 menit sulfonasi dengan selang
(6)
MESA yang dihasilkan memiliki densitas 0,9416-0,9915gram/cm3, viskositas
30-100cP, pH 2,98-3,33, dan kadar bahan aktif 13,97-21,05%. MESA yang
dihasilkan dapat menurunkan tegangan permukaan air dalam rentang 24-33% (konsentrasi surfaktan 0,1%), 27-36% (konsentrasi surfaktan 0,3%), 28-45% (konsentrasi surfaktan 0,5%), dan 32-45% (konsentrasi surfaktan 1%).
Pengukuran terhadap tegangan antar muka menunjukkan nilai antara 2,57 x 10-2 -
1,03 x 10-1 dyne/cm (salinitas 15.000 ppm dan konsentrasi surfaktan 0,3%), 2,08 x
10-2 - 7,46 x 10-2 (salinitas 15000 ppm dan konsentrasi surfaktan 1%), 9,05 x 10-2 -
1,17 x 10-1 dyne/cm (salinitas 30000 ppm dan konsentrasi surfaktan 0,3%), serta
4,18 x 10-2 - 1,12 x 10-1 dyne/cm (salinitas 30000 ppm dan konsentrasi surfaktan
1%).
Berdasarkan analisis keragaman dengan tingkat kepercayaan 95%, periode
sampling berpengaruh nyata terhadap nilai densitas, viskositas, dan pH.
Berdasarkan uji lanjut Duncan, MESA dari periode sampling 10 menit berbeda
dengan MESA yang dihasilkan dari periode sampling selanjutnya. Periode
pengambilan sampling sampai 100 menit tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
bahan aktif MESA, penurunan tegangan permukaan, dan tegangan antar muka.
MESA CPO dengan kinerja yang stabil masih belum dapat diperoleh dari