Kajian Pengaruh Konsentrasi Metanol dan Lama Reaksi pada Proses Pemurnian Metil Ester Sulfonat terhadap Karakteristik Deterjen Bubuk

(1)

KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI METANOL DAN

LAMA REAKSI PADA PROSES PEMURNIAN METIL

ESTER SULFONAT TERHADAP KARAKTERISTIK

DETERGEN BUBUK

RESA SETIA ADIANDRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

LAMA REAKSI PADA PROSES PEMURNIAN METIL

ESTER SULFONAT TERHADAP KARAKTERISTIK

DETERGEN BUBUK

RESA SETIA ADIANDRI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pe rtanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(3)

ABSTRACT

RESA SETIA ADIANDRI. Study on the Effect of Methanol Concentration and Reaction Time in the Purification Process Of Methyl Ester Sulfonates on the Characteristics of Detergent Powders. Under the direction of KHASWAR SYAMSU, ANI SURYANI, and ERLIZA HAMBALI.

Soap and detergent have widely been used as cleaning product at various activities, such as laundry, warewashing, janitorial, domestic, transportation, commercial activity, and metal industry. One of important compiler substances in soap and detergent formulation is surfactant. According to Matheson (1996), there are four general types of surfactant namely anionic, nonionic, cationic, and amphoteric. Methyl ester sulfonates (MES) is one of anionic surfactant types, which have been being developed in recent years. Test in the laboratory indicates that biodegradation of MES (methyl ester sulfonates) is similar to AS (alcohol sulfate) and soap, but faster than that of LAS (linear alkylbenzene sulfonate). However, the problem is the sulfonation process still produces undesired sulfonated soap by-product, often called di-salt. Therefore, it is important to purify MES (methyl ester sulfonates) to reduce the content of di-salt in order to improve the performance of MES (methyl ester sulfonates) as surfactant.

The aims of this research are knowing the differences of characteristics of unpurified MES and purified MES, obtaining the best condition purification process of MES, kno wing the effect of the purification process of MES on the characteristics of detergent powders and obtaining the best concentration of MES in the formulation of detergent powders. In this research, the purification process was done by addition of methanol at the certain concentration and reaction time. The effects of methanol concentration (factor K) and reaction time (factor t) were assessed in Completely Factorial Randomized Design with two factors. Each factor consisted of four levels (10, 20, 30 and 40 % for factor K and 30, 60, 90, and 120 minutes for factor t). The parameters measured on this step were pH, surface and interfacial tension, emulsion stability, foam stability, and detergency. Meanwhile, the effects of purification process on the characteristics of detergent powders were assessed in completely factorial randomized design with two factors that are the kind of MES (unpurified MES and purified MES) and MES concentrations. MES concentrations used in this design were 15, 20 and 25 %. The parameters measured on this step were pH, moisture content, bulk density, detergency, emulsion stability, water insoluble substance and whiteness.

Based on the results, it showed that unpurified MES had the following characteristics: pH value of 4,98, surface tension 30,6 mN/m (46,36 %), interfacial tension 31,1 mN/m (87,99 %) to 34,70 mN/m (98,02 %), emulsion stability 15,96 %, foam stability 0,38 hours, and detergency 25,84 %. Meanwhile, the characteristics of purified MES were pH value of 3,95 to 4,93 (MES before neutralized) and 6,92 to 7,67 (MES after neutralized), surface tension 31,45 mN/m (47,72 %) to 42,25 mN/m (64,11 %), interfacial tension 31,85 mN/m (89,97 %) to 34,70 mN/m (98,02 %), emulsion stability 16,67 % to 84,52 %, foam stability 0,41 hours to 3,84 hours, and detergency 26,28 % to 87,22 %.


(4)

The characteristics of MES obtained from this best condition were: pH value before neutralized 3,95 and after neutralized 6,92, surface tension 42,25 mN/m (64,11 %), interfacial tension 34,7 mN/m (98,02 %), emulsion stability 84,52 %, foam stability 3,84 hours, and detergency 87,22 %.

The results of physical and chemical analysis of detergent powders showed that detergent powders with unpurified MES had different characteristics from detergent powders with purified MES. Detergent powders with unpurified MES had the following characteristics: pH value 10,86 to 10,97, moisture content 6,04 % to 7,57 %, bulk density 0,415 g/ml to 0,448 g/ml, detergency 34,1 % to 47,12 %, emulsion stability 39,19 % to 47,44 %, water insoluble substance 2,81 % to 5,11 % and whiteness 79,5 to 82,5. Meanwhile, detergent powders with purified MES had the following characteristics; pH value 10,62 to 10,77, moisture content 5,11 % to 6,07 %, bulk density 0,329 g/ml to 0,396 g/ml, detergency 73,77 % to 88,26 %, emulsion stability 75, 32 % to 89,02 %, water insoluble substances 1,79 % to 3,68 % and whiteness 84,5 to 87,5.

Based on the results of detergency and emulsion stability, it can be concluded that the best concentration in formulation of detergent powders was 25 % of purified MES. The characteristics obtained were pH value 10,62, moisture content (wet basis) 6,07 %, water insoluble substances 3,68 %, emulsion stability 89,02 %, detergency 88,26 %, whiteness 84, 5, and bulk density 0,396 g/ml.


(5)

ABSTRAK

RESA SETIA ADIANDRI. Kajian Pengaruh Konsentrasi Metanol dan Lama Reaksi pada Proses Pemurnian Metil Ester Sulfonat terhadap Karakteristik Detergen Bubuk. Dibimbing oleh KHASWAR SYAMSU, ANI SURYANI, dan ERLIZA HAMBALI.

Sabun dan detergen telah banyak digunakan sebagai bahan pembersih pada berbagai aktivitas seperti laundry, warewashing, janitorial, rumah tangga, transportasi, aktivitas komersial dan industri metal. Salah satu bahan penyusun penting dalam formulasi sabun dan detergen adalah surfaktan. Menurut Matheson (1996), secara umum sufaktan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu anionik nonionik, kationik dan amfoterik. Metil ester sulfonat (MES) adalah salah satu jenis surfaktan anionik yang akhir-akhir ini sedang dikembangkan. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa laju biodegradasi metil ester sulfonat (MES) adalah serupa dengan alkohol sulfat (AS) dan sabun, tetapi lebih cepat dibandingkan dengan linear alkylbenzene sulfonate (LAS). Tetapi yang menjadi masalah adalah proses sufonasi masih menghasilkan produk samping yang sering disebut di-salt. Oleh karena itu perlu kiranya untuk memurnikan metil ester sulfonat (MES) untuk mereduksi kandungan di-salt dalam metil ester sulfonat (MES) sehingga dapat memperbaiki kinerja me til ester sulfonat (MES) sebagai surfaktan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan karakteristik MES tanpa pemurnian dan MES hasil pemurnian, untuk mendapatkan kondisi pemurnian terbaik bagi surfaktan MES, untuk mengetahui pengaruh proses pemurnian MES terhadap karakteristik detergen bubuk dan untuk mengetahui konsentrasi surfaktan MES terbaik dalam formulasi detergen bubuk. Dalam penelitian ini, proses pemurnian dilakukan dengan menambahkan metanol pada konsentrasi dan lama reaksi tertentu. Pengaruh konsentrasi metanol (K) dan lama reaksi (t) dikaji dalam suatu Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAK faktorial) dengan dua faktor. Setiap faktor terdiri dari dari 4 taraf (10, 20, 30, dan 40% untuk taraf K dan 30, 60, 90, 120 menit untuk taraf t). Parameter-parameter yang diukur pada tahap ini terdiri dari pH, tegangan permukaan, tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya deterjensi. Sementara itu, pengaruh proses pemurnian terhadap karakteristik detergen bubuk di kaji dalam Rancangan Acak Lengkap (RAK) dengan dua faktor yaitu jenis MES (MES kasar dan MES murni) dan konsentrasi MES. Konsentrasi MES baik MES kasar maupun MES murni yang digunakan dalam rancangan ini masing- masing adalah 15, 20, dan 25%. Parameter-parameter yang diukur pada penelitian ini adalah pH, kadar air, berat jenis, deterjensi, stabilitas emulsi, bahan tidak dapat larut dalam air dan derajat putih.

Dari hasil analisis diketahui beberapa karakteristik MES kasar (unpurified MES) yaitu sebagai berikut: nilai pH 4,98; penurunan tegangan permukaan 30,6 mN/m (46,36 %); penurunan tegangan antarmuka 31,1 mN/m (87,99 %); peningkatan stabilitas emulsi 15,96 %; daya deterjensi 25,84 % dan stabilitas busa 0,38 jam (23 menit). Karakteristik MES murni (purified MES) yaitu sebagai berikut: nilai pH sebelum netralisasi 3,95 sampai 4,93; pH setelah netralisasi 6,92


(6)

stabilitas emulsi 16,67 sampai 84,52%, stabilitas busa 0,41 sampai 3,84 jam dan daya deterjensi 26,28 sampai 87,22%.

Berdasarkan hasil analisis terhadap karakteristik MES murni (purified MES) dan uji statistik, maka kondisi proses pemurnian terbaik diperoleh pada kombinasi perlakuan konsentrasi metanol 40% dan lama reaksi 90 menit. Karakteristik MES pada kondisi ini adalah sebagai berikut: nilai pH sebelum netralisasi 3,95 dan setelah netralisasi adalah 6,92; tegangan permukaan 42,25 mN/m (64,11%); tegangan antarmuka 34,7 mN/m (98,02%); stabilitas emulsi 84,52%; stabilitas busa 3,84 jam; dan daya deterjensi 87,22%.

Hasil analisis fisiko kimia terhadap detergen bubuk menunjukkan bahwa detergen bubuk berbahan baku MES kasar (unpurified MES) memiliki karakteristik yang berbeda dengan detergen bubuk berbahan baku MES Murni (purified MES). Karakteristik detergen bubuk berbahan baku MES kasar (unpurified MES) adalah sebagai berikut: nilai pH berkisar antara 10,86 sampai 10,97; kadar air 6,04% sampai 7,57%; berat jenis 0,415 g/ml sampai 0,448 g/ml; deterjensi 34,1% sampai 47,12%; stabilitas emulsi 39,19% sampai 47,44%, bahan tidak larut dalam air 2,81% sampai 5,11%; dan derajat putih 79,5 sampai 82,5. Sementara itu, detergen bubuk berbahan baku MES Murni (purified MES) memiliki karakteristik sebagai berikut: nilai pH berkisar antara 10,62 sampai 10,77; kadar air 5,11% sampai 6,07%; berat jenis 0,329 g/ml sampai 0,396 g/ml; deterjensi 73,77% sampai 88,26%; stabilitas emulsi 75,32% sampai 89,02%, bahan tidak larut dala m air 1,79% sampai 3,68%; dan derajat putih 84,5 sampai 87,5.

Dalam penelitian ini karakteristik yang paling menentukan adalah daya deterjensi dan stabilitas emulsi. Berdasarkan nilai daya deterjensi dan stabilitas emulsinya disimpulkan bahwa detergen bubuk dengan konsentrasi MES murni (purified MES) 25% memiliki karaktersitik paling baik. Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut: nilai pH 10,62; kadar air (basis basah) 6,07 %; bahan tidak larut dalam air 3,68%; stabilitas emulsi 89,02%; daya deterjensi 88,26%, derajat putih 84,5 dan berat jenis 0,396 g/ml .


(7)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajia n Pengaruh Konsentrasi Metanol dan Lama Reaksi pada Proses Pemurnian Metil Ester Sulfonat terhadap Karakteristik Detergen Bubuk adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2006

Resa Setia Adiandri NIM F325010101


(8)

Sulfonat terhadap Karakteristik Deterjen Bubuk Nama : Resa Setia Adiandri

NIM : F325010101

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. Dr. Ir. Erliza Hambali, M.Si

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Mei 1977 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah H. Rusmana Kelana dan Ibu Hj. Enok Saryanah. Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di Jasinga, Bogor.

Lulus dari SMAN 1 Bogor pada tahun 1996, penulis melanjutkan studi pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan S1, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan) sebagai staf kewirausahaan dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Fermentasi, Mikrobiologi Pangan I dan II. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2001.

Pada bulan Agustus 2001 penulis melanjutkan pendidikan program Magister pada program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tahun 2002 penulis menikah dengan Saktiwansyah Efendi, S.P. M.Si. dan dikaruniai seorang putra yang bernama Regen Prawara Putra Sakti. Mulai bulan Maret 2004 sampai sekarang penulis bekerja di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan, Departemen Pertanian.


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Kajian Pengaruh Konsentrasi Metanol dan Lama Reaksi pada Proses Pemurnian Metil Ester Sulfonat terhadap Karakteristik Detergen Bubuk dapat diselesaikan dengan baik.

Selama penelitian dan penyelesaian tesis ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc., Dr. Ir. Ani Suryani, DEA., dan Dr. Ir. Erliza Hambali, M.Si., berturut-turut selaku ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing atas bantuan, bimbingan, saran, dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Prayoga Suryadarma, M.T. selaku dosen penguji luar komisi atas kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini. Terima kasih yang teramat dalam untuk seluruh keluarga tercinta terutama suami tercinta “Mas Iwan”, ananda Regen Prawara, ayahanda H. Rusmana, Ibunda Hj. E. Saryanah, adinda Yuga beserta istri serta Neng Nory atas doa, dorongan, kesabaran dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini. Terima kasih kepada Dr. Subowo G., M.S, Drs. Zulkarnain Idrus, Ir. Triyandar, M.Si. dan Ir. Yustisia, M.Si. berturut-turut selaku Kepala BPTP Sumatera Selatan, Kepala Tata Usaha BPTP Sumatera Selatan, Kepala Pelayanan Teknis BPTP Sumatera Selatan dan Koordinator Program BPTP Sumatera Selatan atas dorongan, kebijaksanaan dan pengertian yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Kepada rekan-rekan di BPTP Sumatera Selatan penulis mengucapkan terima kasih atas doa, bantuan dan dorongan yang telah diberikan selama ini. Dan ucapan terima kasih yang khusus penulis sampaikan kepada rekan-rekan satu angkatan TIP 2001, rekan –rakan satu tim penelitian dan para laboran di Laboratorium Departemen TIN FATETA IPB yang telah membantu serta selalu setia menemani penulis pada masa- masa sulit penelitian. Terima kasih kepada Yayasan RVG van Deventer Maas di Jakarta atas beasiswa yang telah diberikan kepada penulis selama tiga semester. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam studi dan penelitian penulis.

Kritik dan saran akan diterima dengan baik oleh penulis demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan industri surfaktan berbahan baku minyak sawit.

Bogor, April 2006


(11)

KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI METANOL DAN

LAMA REAKSI PADA PROSES PEMURNIAN METIL

ESTER SULFONAT TERHADAP KARAKTERISTIK

DETERGEN BUBUK

RESA SETIA ADIANDRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(12)

LAMA REAKSI PADA PROSES PEMURNIAN METIL

ESTER SULFONAT TERHADAP KARAKTERISTIK

DETERGEN BUBUK

RESA SETIA ADIANDRI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pe rtanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(13)

ABSTRACT

RESA SETIA ADIANDRI. Study on the Effect of Methanol Concentration and Reaction Time in the Purification Process Of Methyl Ester Sulfonates on the Characteristics of Detergent Powders. Under the direction of KHASWAR SYAMSU, ANI SURYANI, and ERLIZA HAMBALI.

Soap and detergent have widely been used as cleaning product at various activities, such as laundry, warewashing, janitorial, domestic, transportation, commercial activity, and metal industry. One of important compiler substances in soap and detergent formulation is surfactant. According to Matheson (1996), there are four general types of surfactant namely anionic, nonionic, cationic, and amphoteric. Methyl ester sulfonates (MES) is one of anionic surfactant types, which have been being developed in recent years. Test in the laboratory indicates that biodegradation of MES (methyl ester sulfonates) is similar to AS (alcohol sulfate) and soap, but faster than that of LAS (linear alkylbenzene sulfonate). However, the problem is the sulfonation process still produces undesired sulfonated soap by-product, often called di-salt. Therefore, it is important to purify MES (methyl ester sulfonates) to reduce the content of di-salt in order to improve the performance of MES (methyl ester sulfonates) as surfactant.

The aims of this research are knowing the differences of characteristics of unpurified MES and purified MES, obtaining the best condition purification process of MES, kno wing the effect of the purification process of MES on the characteristics of detergent powders and obtaining the best concentration of MES in the formulation of detergent powders. In this research, the purification process was done by addition of methanol at the certain concentration and reaction time. The effects of methanol concentration (factor K) and reaction time (factor t) were assessed in Completely Factorial Randomized Design with two factors. Each factor consisted of four levels (10, 20, 30 and 40 % for factor K and 30, 60, 90, and 120 minutes for factor t). The parameters measured on this step were pH, surface and interfacial tension, emulsion stability, foam stability, and detergency. Meanwhile, the effects of purification process on the characteristics of detergent powders were assessed in completely factorial randomized design with two factors that are the kind of MES (unpurified MES and purified MES) and MES concentrations. MES concentrations used in this design were 15, 20 and 25 %. The parameters measured on this step were pH, moisture content, bulk density, detergency, emulsion stability, water insoluble substance and whiteness.

Based on the results, it showed that unpurified MES had the following characteristics: pH value of 4,98, surface tension 30,6 mN/m (46,36 %), interfacial tension 31,1 mN/m (87,99 %) to 34,70 mN/m (98,02 %), emulsion stability 15,96 %, foam stability 0,38 hours, and detergency 25,84 %. Meanwhile, the characteristics of purified MES were pH value of 3,95 to 4,93 (MES before neutralized) and 6,92 to 7,67 (MES after neutralized), surface tension 31,45 mN/m (47,72 %) to 42,25 mN/m (64,11 %), interfacial tension 31,85 mN/m (89,97 %) to 34,70 mN/m (98,02 %), emulsion stability 16,67 % to 84,52 %, foam stability 0,41 hours to 3,84 hours, and detergency 26,28 % to 87,22 %.


(14)

The characteristics of MES obtained from this best condition were: pH value before neutralized 3,95 and after neutralized 6,92, surface tension 42,25 mN/m (64,11 %), interfacial tension 34,7 mN/m (98,02 %), emulsion stability 84,52 %, foam stability 3,84 hours, and detergency 87,22 %.

The results of physical and chemical analysis of detergent powders showed that detergent powders with unpurified MES had different characteristics from detergent powders with purified MES. Detergent powders with unpurified MES had the following characteristics: pH value 10,86 to 10,97, moisture content 6,04 % to 7,57 %, bulk density 0,415 g/ml to 0,448 g/ml, detergency 34,1 % to 47,12 %, emulsion stability 39,19 % to 47,44 %, water insoluble substance 2,81 % to 5,11 % and whiteness 79,5 to 82,5. Meanwhile, detergent powders with purified MES had the following characteristics; pH value 10,62 to 10,77, moisture content 5,11 % to 6,07 %, bulk density 0,329 g/ml to 0,396 g/ml, detergency 73,77 % to 88,26 %, emulsion stability 75, 32 % to 89,02 %, water insoluble substances 1,79 % to 3,68 % and whiteness 84,5 to 87,5.

Based on the results of detergency and emulsion stability, it can be concluded that the best concentration in formulation of detergent powders was 25 % of purified MES. The characteristics obtained were pH value 10,62, moisture content (wet basis) 6,07 %, water insoluble substances 3,68 %, emulsion stability 89,02 %, detergency 88,26 %, whiteness 84, 5, and bulk density 0,396 g/ml.


(15)

ABSTRAK

RESA SETIA ADIANDRI. Kajian Pengaruh Konsentrasi Metanol dan Lama Reaksi pada Proses Pemurnian Metil Ester Sulfonat terhadap Karakteristik Detergen Bubuk. Dibimbing oleh KHASWAR SYAMSU, ANI SURYANI, dan ERLIZA HAMBALI.

Sabun dan detergen telah banyak digunakan sebagai bahan pembersih pada berbagai aktivitas seperti laundry, warewashing, janitorial, rumah tangga, transportasi, aktivitas komersial dan industri metal. Salah satu bahan penyusun penting dalam formulasi sabun dan detergen adalah surfaktan. Menurut Matheson (1996), secara umum sufaktan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu anionik nonionik, kationik dan amfoterik. Metil ester sulfonat (MES) adalah salah satu jenis surfaktan anionik yang akhir-akhir ini sedang dikembangkan. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa laju biodegradasi metil ester sulfonat (MES) adalah serupa dengan alkohol sulfat (AS) dan sabun, tetapi lebih cepat dibandingkan dengan linear alkylbenzene sulfonate (LAS). Tetapi yang menjadi masalah adalah proses sufonasi masih menghasilkan produk samping yang sering disebut di-salt. Oleh karena itu perlu kiranya untuk memurnikan metil ester sulfonat (MES) untuk mereduksi kandungan di-salt dalam metil ester sulfonat (MES) sehingga dapat memperbaiki kinerja me til ester sulfonat (MES) sebagai surfaktan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan karakteristik MES tanpa pemurnian dan MES hasil pemurnian, untuk mendapatkan kondisi pemurnian terbaik bagi surfaktan MES, untuk mengetahui pengaruh proses pemurnian MES terhadap karakteristik detergen bubuk dan untuk mengetahui konsentrasi surfaktan MES terbaik dalam formulasi detergen bubuk. Dalam penelitian ini, proses pemurnian dilakukan dengan menambahkan metanol pada konsentrasi dan lama reaksi tertentu. Pengaruh konsentrasi metanol (K) dan lama reaksi (t) dikaji dalam suatu Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAK faktorial) dengan dua faktor. Setiap faktor terdiri dari dari 4 taraf (10, 20, 30, dan 40% untuk taraf K dan 30, 60, 90, 120 menit untuk taraf t). Parameter-parameter yang diukur pada tahap ini terdiri dari pH, tegangan permukaan, tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya deterjensi. Sementara itu, pengaruh proses pemurnian terhadap karakteristik detergen bubuk di kaji dalam Rancangan Acak Lengkap (RAK) dengan dua faktor yaitu jenis MES (MES kasar dan MES murni) dan konsentrasi MES. Konsentrasi MES baik MES kasar maupun MES murni yang digunakan dalam rancangan ini masing- masing adalah 15, 20, dan 25%. Parameter-parameter yang diukur pada penelitian ini adalah pH, kadar air, berat jenis, deterjensi, stabilitas emulsi, bahan tidak dapat larut dalam air dan derajat putih.

Dari hasil analisis diketahui beberapa karakteristik MES kasar (unpurified MES) yaitu sebagai berikut: nilai pH 4,98; penurunan tegangan permukaan 30,6 mN/m (46,36 %); penurunan tegangan antarmuka 31,1 mN/m (87,99 %); peningkatan stabilitas emulsi 15,96 %; daya deterjensi 25,84 % dan stabilitas busa 0,38 jam (23 menit). Karakteristik MES murni (purified MES) yaitu sebagai berikut: nilai pH sebelum netralisasi 3,95 sampai 4,93; pH setelah netralisasi 6,92


(16)

stabilitas emulsi 16,67 sampai 84,52%, stabilitas busa 0,41 sampai 3,84 jam dan daya deterjensi 26,28 sampai 87,22%.

Berdasarkan hasil analisis terhadap karakteristik MES murni (purified MES) dan uji statistik, maka kondisi proses pemurnian terbaik diperoleh pada kombinasi perlakuan konsentrasi metanol 40% dan lama reaksi 90 menit. Karakteristik MES pada kondisi ini adalah sebagai berikut: nilai pH sebelum netralisasi 3,95 dan setelah netralisasi adalah 6,92; tegangan permukaan 42,25 mN/m (64,11%); tegangan antarmuka 34,7 mN/m (98,02%); stabilitas emulsi 84,52%; stabilitas busa 3,84 jam; dan daya deterjensi 87,22%.

Hasil analisis fisiko kimia terhadap detergen bubuk menunjukkan bahwa detergen bubuk berbahan baku MES kasar (unpurified MES) memiliki karakteristik yang berbeda dengan detergen bubuk berbahan baku MES Murni (purified MES). Karakteristik detergen bubuk berbahan baku MES kasar (unpurified MES) adalah sebagai berikut: nilai pH berkisar antara 10,86 sampai 10,97; kadar air 6,04% sampai 7,57%; berat jenis 0,415 g/ml sampai 0,448 g/ml; deterjensi 34,1% sampai 47,12%; stabilitas emulsi 39,19% sampai 47,44%, bahan tidak larut dalam air 2,81% sampai 5,11%; dan derajat putih 79,5 sampai 82,5. Sementara itu, detergen bubuk berbahan baku MES Murni (purified MES) memiliki karakteristik sebagai berikut: nilai pH berkisar antara 10,62 sampai 10,77; kadar air 5,11% sampai 6,07%; berat jenis 0,329 g/ml sampai 0,396 g/ml; deterjensi 73,77% sampai 88,26%; stabilitas emulsi 75,32% sampai 89,02%, bahan tidak larut dala m air 1,79% sampai 3,68%; dan derajat putih 84,5 sampai 87,5.

Dalam penelitian ini karakteristik yang paling menentukan adalah daya deterjensi dan stabilitas emulsi. Berdasarkan nilai daya deterjensi dan stabilitas emulsinya disimpulkan bahwa detergen bubuk dengan konsentrasi MES murni (purified MES) 25% memiliki karaktersitik paling baik. Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut: nilai pH 10,62; kadar air (basis basah) 6,07 %; bahan tidak larut dalam air 3,68%; stabilitas emulsi 89,02%; daya deterjensi 88,26%, derajat putih 84,5 dan berat jenis 0,396 g/ml .


(17)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajia n Pengaruh Konsentrasi Metanol dan Lama Reaksi pada Proses Pemurnian Metil Ester Sulfonat terhadap Karakteristik Detergen Bubuk adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2006

Resa Setia Adiandri NIM F325010101


(18)

Sulfonat terhadap Karakteristik Deterjen Bubuk Nama : Resa Setia Adiandri

NIM : F325010101

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. Dr. Ir. Erliza Hambali, M.Si

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Mei 1977 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah H. Rusmana Kelana dan Ibu Hj. Enok Saryanah. Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di Jasinga, Bogor.

Lulus dari SMAN 1 Bogor pada tahun 1996, penulis melanjutkan studi pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan S1, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan) sebagai staf kewirausahaan dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Fermentasi, Mikrobiologi Pangan I dan II. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2001.

Pada bulan Agustus 2001 penulis melanjutkan pendidikan program Magister pada program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tahun 2002 penulis menikah dengan Saktiwansyah Efendi, S.P. M.Si. dan dikaruniai seorang putra yang bernama Regen Prawara Putra Sakti. Mulai bulan Maret 2004 sampai sekarang penulis bekerja di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan, Departemen Pertanian.


(20)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Kajian Pengaruh Konsentrasi Metanol dan Lama Reaksi pada Proses Pemurnian Metil Ester Sulfonat terhadap Karakteristik Detergen Bubuk dapat diselesaikan dengan baik.

Selama penelitian dan penyelesaian tesis ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc., Dr. Ir. Ani Suryani, DEA., dan Dr. Ir. Erliza Hambali, M.Si., berturut-turut selaku ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing atas bantuan, bimbingan, saran, dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Prayoga Suryadarma, M.T. selaku dosen penguji luar komisi atas kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini. Terima kasih yang teramat dalam untuk seluruh keluarga tercinta terutama suami tercinta “Mas Iwan”, ananda Regen Prawara, ayahanda H. Rusmana, Ibunda Hj. E. Saryanah, adinda Yuga beserta istri serta Neng Nory atas doa, dorongan, kesabaran dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini. Terima kasih kepada Dr. Subowo G., M.S, Drs. Zulkarnain Idrus, Ir. Triyandar, M.Si. dan Ir. Yustisia, M.Si. berturut-turut selaku Kepala BPTP Sumatera Selatan, Kepala Tata Usaha BPTP Sumatera Selatan, Kepala Pelayanan Teknis BPTP Sumatera Selatan dan Koordinator Program BPTP Sumatera Selatan atas dorongan, kebijaksanaan dan pengertian yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Kepada rekan-rekan di BPTP Sumatera Selatan penulis mengucapkan terima kasih atas doa, bantuan dan dorongan yang telah diberikan selama ini. Dan ucapan terima kasih yang khusus penulis sampaikan kepada rekan-rekan satu angkatan TIP 2001, rekan –rakan satu tim penelitian dan para laboran di Laboratorium Departemen TIN FATETA IPB yang telah membantu serta selalu setia menemani penulis pada masa- masa sulit penelitian. Terima kasih kepada Yayasan RVG van Deventer Maas di Jakarta atas beasiswa yang telah diberikan kepada penulis selama tiga semester. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam studi dan penelitian penulis.

Kritik dan saran akan diterima dengan baik oleh penulis demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan industri surfaktan berbahan baku minyak sawit.

Bogor, April 2006


(21)

Hak cipta milik Resa Setia Adiandri, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(22)

Halaman

DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR ... xiii DAFTAR LAMPIRAN ... xv PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian... 4 Hipotesis ... 4 Ruang Lingkup ... 5 Kegunaan Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Minyak Sawit ... 7 Metil Ester... 10 Metil Ester Sulfona t (MES)... 12 Proses Sulfonasi ... 14 Pemurnian Metil Ester Sulfonat (MES) ... 16 Detergen... 19 BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 25 Waktu Dan Tempat Penelitian ... 25 Bahan Dan Alat Penelitian... 25 Bahan Penelitian... 25 Alat Penelitian... 26 Metode Penelitian... 26 Proses Sulfonasi ... 26 Proses Pemurnia n Metil Ester Sulfonat (MES)... 27 Aplikasi Metil Ester Sulfonat (MES) pada Deterjen Bubuk ... 28 Rancangan Percobaan ... 28 Proses Pemurnia n Metil Ester Sulfonat (MES)... 28 Aplikasi Metil Ester Sulfonat (MES) pada Detergen Bubuk ... 29 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30 Proses Sulfonasi Metil Ester Sulfonat (MES)... 30 Proses Pemurnian Metil Ester Sulfonat (MES )... 34 Perubahan nilai pH MES Murni (Purified MES) ... 35 Penurunan Tegangan Permukaan MES Murni (Purified MES) ... 40 Penurunan Tegangan Antarmuka MES Murni (Purified MES) ... 43 Peningkatan Stabilitas Emulsi MES Murni (Purified MES) ... 48 Peningkatan Stabilitas Busa MES Murni (Purified MES) ... 50 Daya Deterjensi MES Murni (Purified MES) ... 52


(23)

xi

Penentuan Perlakuan Terbaik Proses Pemurnian Metil Ester Sulfonat

(MES Murni) ... 55 Pengujian Gugus Sulfonat Dengan Menggunakan FTIR

(Fourier Transform Infrared Spectroscopy) ... 56 Formulasi Detergen Bubuk ... 59 Karakterisasi Detergen Bubuk ... 61 Derajat Keasaman pH... 61 Penetapan Kadar Air (Basis Basah) ... 64 Bobot Jenis ... 66 Daya Deterjensi... 68 Peningkatan Stabilitas Emulsi Xylen-Air ... 72 Bahan Tidak Larut Dalam Air... 74 Derajat Putih... 76 Penentuan Konsentrasi Metil Ester Sulfonat Terbaik

Dalam Formulasi Detergen Bubuk ... 78 KESIMPULAN DAN SARAN ... 80 Kesimpulan... 80 Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN ... 87


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perkembangan luas lahan kelapa sawit dan produksi CPO dan

PKO di Indonesia ... 2 2. Komposisi asam lemak minyak inti sawit (PKO) dan minyak sawit

kasar (CPO)... 8 3. Formulasi deterjen bubuk di Eropa (Adami dan Moretti, 1996)... 21 4. Jumlah pemakaian aditif pada formula produk deterjen di USA... 22 5. Karakteristik metil ester minyak inti sawit yang akan digunakan dalam

penelitian... 25 6. Rekapitulasi data karakteristik MES kasar (unpurified MES) ... 33 7. Regangan getaran simetrik dan asimetrik gugus S=O senyawa sulfonat

sulfat, dan asam sulfonat ... 57 8. Karakteristik MES kasar (unpurified MES) dan MES murni

(purified MES) ... 60 9. Hidrolisis MES selama proses spray drying ... 61 10. Rekapitulasi data karakteristik detergen bubuk berbahan baku MES TP


(25)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Penampang melintang buah kelapa sawit (Tim Penebar Swadaya, 1999) 7 2. Aplikasi minyak sawit dan minyak inti sawit dalam sektor non pangan (MPOPC,2003)... 9 3. Reaksi transesterifikasi antara lemak atau minyak dengan metanol

(Hui, 1996) ... 10 4. Struktur kimia metil ester sulfonat (Watkins, 2001)... 12 5. Kemungkinan terikatnya pereaksi kimia yang digunakan dalam

proses sulfonasi (Jungermann, 1979)... 14 6. Reaksi kimia antara metil ester dan natrium bisulfit (Pore, 1993)... 16 7. Reaksi kimia pembentukan MES falling film reactor

(Mac Arthur, et la., 1998) ... 18 8. Bentuk molekul sodium lauryl sulfate (w w w .chemistry.co.nz) ... 19 9. Ilustrasi pengikatan kotoran oleh detergen

(w w w .chemistry.co.nz)... 24

10. Diagram alir proses sulfonasi... 27 11. Grafik hasil pengujian metil ester PKO dengan menggunakan GC ... 30 12. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi

terhadap perubahan nilai pH MES murni (purified MES)...

sebelum netralisasi ... 36 13. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi

terhadap perubahan nilai pH MES murni (purified MES)...

setelah evaporasi ... 38 14. Reaksi hidrolisis MES membentuk di-salt dan metanol

(MacArthur et al., 1998) ... 39 15. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi

terhadap tegangan permukaan setelah penambahan MES murni

(purified MES) ... 42 16. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi

terhadap penurunan tegangan permukaan setelah penambahan MES


(26)

17. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi terhadap tegangan antarmuka air- xylen setelah penambahan

MES murni (purified MES) ... 45

18. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi

terhadap penurunan tegangan antarmuka xylen-air setelah penambahan MES murni (purified MES) ... 46 19. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi

terhadap peningkatan stabilitas emulsi MES murni (purified MES)... 49 20. Grafik hubungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi

terhadap peningkatan stabilitas busa MES murni (purified MES) ... 51 21. Grafik hub ungan antara konsentrasi metanol dan lama reaksi

terhadap peningkatan daya deterjensi MES murni (purified MES)... 54 22. Grafik hasil pengujian gugus sulfonat pada MES hasil pemurnian

terbaik dengan menggunakan FTIR ... 58 23. Histogram hubungan antara perubahan nilai pH terhadap

jenis detergen bubuk ... 63 24. Histogram hubungan antara nilai kadar air terhadap

jenis detergen bubuk ... 65 25. Histogram hubungan antara berat jenis terhadap

jenis detergen bubuk ... 67 26. Histogram hubungan antara daya deterjensi terhadap

jenis detergen bubuk ... 70 27. Ilustrasi penurunan tegangan permukaan air oleh sabun dan detergen..

(w w w .cleaning101.com)... 71 28. Histogram hub ungan antara stabilitas emulsi terhadap

jenis detergen bubuk ... 73 29. Histogram hubungan antara bahan tidak larut dalam air terhadap

jenis detergen bubuk ... 75 30. Histogram hubungan antara nilai derajat putih terhadap


(27)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Perhitungan mol reaktan metil ester, NaHSO3 dan katalis Al2O3... 87

2. Prosedur uji surfaktan anionik ... 88 3. Prosedur karakterisasi metil ester sulfonat (MES) ... 88 4. Diagr am alir proses pemurnian MES ... 92 5. Formula deterjen bubuk berdasarkan formula deterjen Matheson

(1996) yang dimodifikasi ... 93 6. Formula deterjen bubuk yang digunakan dalam penelitian

(basis basah:500 gram) ... 93 7. Diagram alir proses pembuatan deterjen bubuk ... 94 8. Prosedur analisis produk deterjen ... 95 9. Neraca massa proses produksi MES kasar (unpurified MES)... 98 10. Karakterisasi methanol (www.yotor.org) ... 99 11. Neraca massa proses produksi MES murni (purified MES) (contoh

pada proses pemurnian menggunakan methanol 40% dan lama reaksi

90 menit; basis 140 ml) ... 100 12. Hasil analisa perubahan nilai pH MES murni sebelum netralisasi ... 101 13. Hasil analisa perubahan nilai pH MES murni setelah netralisasi... 103 14. Hasil analisa penurunan tegangan permukaan MES murni ... 105 15. Hasil analisa penurunan tegangan antarmuka MES murni ... 107 16. Hasil analisa peningkatan stabilitas emulsi MES murni ... 109 17. Hasil analisa stabilitas busa MES murni ... 111 18. Hasil analisa daya detejensi MES murni... 113 19. Rekapitulasi data karakteristik Metil Ester Sulfonat (MES)

hasil pemurnian... 115 20. Neraca massa proses pembuatan detergen bubuk ... 121 21. Hasil analisa perubahan nilai pH detergen bubuk ... 123 22. Hasil analisa nilai kadar air detergen bubuk ... 124 23. Hasil analisa nilai berat jenis detergen bubuk ... 125


(28)

24. Hasil analisa nilai daya deterjensi detergen bubuk ... 126 25. Hasil analisa stabilitas emulsi detergen bubuk ... 127 26. Hasil analisa bahan tidak larut dalam air detergen bubuk ... 128 27. Hasil analisa nilai derajat putih detergen bubuk ... 129 28. Rekapitulasi data hasil analisa fisiko kimia detergen bubuk ... 130


(29)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sabun dan detergen banyak dimanfaatkan sebagai bahan-bahan pembersih pada berbagai kegiatan, seperti pada kegiatan pembersihan laundry,warewashing,

janitorial, rumah tangga, transportasi, kegiatan komersial, dan industri metal (Krawczyk, 1998). Menurut Watkins (1999) detergen sebagai salah satu produk kebersihan digunakan dalam berbagai bentuk. Beberapa bentuk detergen yang banyak beredar di pasaran yaitu cair (standard dan concentrated liquid), bubuk (standard powder), bubuk konsentrat (concentrated powder) dan tablet.

Salah satu bahan penyusun penting dalam formula sabun dan detergen adalah surfaktan. Menurut Sitting (1979) persentase penggunaan surfaktan bagi industri sabun adalah lima persen dari jumlah bobot komponen penyusunnya. Menurut INFORM (1998), bagi industri detergen di USA komponen surfaktan menduduki posisi kedua dalam proses produksi detergen setelah bahan penyusunnya (builder).

Cox (2002) menyatakan bahwa pada abad ke-21 ini industri global surfaktan menghadapi tantangan yang cukup berat karena biaya produksi meningkat sementara harga produk menurun. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi yang cukup agresif dan keengganan konsumen untuk membayar lebih mahal terhadap produk akhir (surfaktan) yang dihasilkan. Salah satu kunci untuk mengatasi masalah ini adalah dengan cara mengembangkan sumber-sumber bahan baku surfaktan yang lebih ekonomis tetapi memiliki keunggulan yang berdaya saing tinggi. Minyak nabati merupakan sumber bahan baku surfaktan yang potens ial untuk menjawab permasalahan ini. Hal ini juga didasari atas beberapa pertimbangan antara lain adalah : karena adanya keterbatasan suplai bahan baku yang berasal dari minyak bumi, adanya permintaan akan detergen yang ringan (mild detergent) dan produk-produk alami, serta adanya permasalahan lingkungan dari limbah surfaktan berbahan baku minyak bumi yang sulit untuk didegradasi.

Minyak nabati yang sudah banyak digunakan sebagai bahan baku surfaktan diantaranya adalah minyak kelapa, minyak biji bunga matahari, minyak kedelai,


(30)

minyak tallow, dan akhir-akhir ini mulai dikembangkan surfaktan berbahan dasar minyak sawit dan minyak inti sawit. Menurut Foster (1996), kelebihan pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku pembuatan surfaktan adalah bersifat terbarukan (renewable resources), bersifat lebih bersih (cleaner) dan lebih murni dibandingkan menggunakan bahan baku berbasis petrokimia. Selain itu menurut Yuliasari et al., (1997) minyak sawit dipilih sebagai bahan baku karena komponen asam lemak penyusun trigliseridanya, yaitu asam lemak C16 –C18

mampu berperan terhadap kekerasan dan sifat detergensi, sedangkan asam lemak C12 – C14 berperan dalam efek pembusaan.

Dalam penelitian ini akan digunakan minyak inti sawit (PKO) sebagai sumber bahan baku dalam pembuatan surfaktan karena komposisi asam lemaknya hampir sama dengan komposisi asam lemak minyak kelapa yang banyak mengandung asam laurat, miristat, palmitat dan oleat sehingga memiliki peluang besar untuk digunakan sebagai bahan baku oleokimia.

Indonesia sangat potensial untuk menjadi produsen surfaktan yang disintesis dari minyak sawit kasar (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) mengingat produksinya terus meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (2002), pada tahun 1998 total produksi CPO mencapai 5.005.903 ton dan total produksi PKO mencapai 1.175.286 ton. Jumlah ini terus meningkat sehingga pada tahun 2002 total produksi CPO mencapai 10.000.000 ton dan total produksi PKO mencapai 1.930.538 ton (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan luas lahan kelapa sawit dan produksi CPO dan PKO di Indonesia

Tahun Luas lahan kelapa sawit (Ha)

Produksi CPO (ton)

Produksi PKO (ton)

1998 2.779.882 5.005.903 1.175.286 1999 3.013.962 5.000.000 1.506.325 2000 3.257.018 7.465.000 1.652.648 2001 3.500.074 8.732.500 1.787.334 2002 3.718.541 10.000.000 1.930.538 Sumber : Direktor Jenderal Pekebunan (2002)


(31)

3

Menurut Matheson (1996), secara umum surfaktan dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok anionik, nonionik, kationik, dan amfoterik. Surfaktan anionik merupakan jenis surfaktan terbesar dalam jumlah yang dapat diaplikasikan pada semua jenis detergen dengan sedikit pengecualian dimana busa tidak terlalu diinginkan. Beberapa contoh surfaktan anionik adalah linear alkylbenzene sulfonate (LAS), alcohol sulfate (AS), alcohol ether sulfate (AES),

alpha olefin sulfonate (AOS), paraffin sulfonate (secondary alkane sulfonate, SAS).

Metil ester sulfonat (MES) adalah salah satu jenis surfaktan anionik yang akhir-akhir ini sedang dikembangkan. Menurut MacArthur et al., (1998) akhir-akhir ini aktivitas dunia dalam pengembangan α-sulfonated fatty methyl ester

(metil ester sulfonat) untuk diaplikasikan dalam produk-produk personal care dan

laundry meningkat denga n cepat. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium diketahui bahwa laju biodegradasi metil ester sulfonat (MES) serupa dengan AS (alcohol sulfate) dan sabun, tetapi lebih cepat dibandingkan LAS (linear alkylbenzene sulfonate). Hal ini menyebabkan metil ester sulfonat (MES) pada masa mendatang diindikasikan akan menjadi surfaktan anionik yang paling penting (Watkins, 2001).

Tetapi, metil ester sufonat (MES) yang dihasilkan selama proses sulfonasi masih mengandung di-salt dan produk –produk samping lainnya yang mungkin akan mengganggu kinerja metil ester sulfonat (MES) sebagai surfaktan. Menurut MacArthur et al., (1998), di-salt (disodium karboksi sulfonat) memiliki beberapa karakteristik yang tidak diinginkan diantaranya yaitu sensitivitas terhadap kesadahan air lebih tinggi daripada metil ester sulfonat (MES) sedangkan solubilitasnya dalam air dingin dan air agak sadah cukup rendah. Selain itu, di-salt juga memiliki daya detergensi lebih rendah 50% daripada metil ester sulfonat (MES) sehingga fungsionalitas dan fleksibilitasnya kurang baik.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu kiranya dilakukan pemurnian untuk mereduksi kandungan di-salt yang ada dalam surfaktan metil ester sulfonat (MES) yang dihasilkan selama proses sulfonasi. Dalam penelitian ini pemurnian metil ester sulfonat (MES) dilakukan dengan menggunakan metanol pada konsentrasi dan lama reaksi tertentu. Dengan penambahan metanol diharapkan


(32)

dapat membatasi produksi di-salt dan sebaliknya dapat meningkatkan terbentuknya surfaktan metil ester sulfonat (MES) dengan karakteristik yang baik. Dalam penelitian ini, metil ester sulfonat (MES) yang dihasilkan baik tanpa pemurnian maupun hasil pemurnian kemudian diaplikasikan dalam formulasi detergen bubuk. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses pemurnian terhadap karakteristik detergen bubuk yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perbedaan karakteristik metil ester sulfonat (MES) tanpa pemurnian dan metil ester sulfonat (MES) hasil pemurnian.

2. Mendapatkan kondisi proses pemurnian khususnya konsentrasi metanol dan lama reaksi untuk memproduksi metil ester sulfonat (MES) dengan karakteristik paling baik.

3. Mengetahui pengaruh proses pemurnian metil ester sulfonat (MES) terhadap karakteristik detergen bubuk yang dihasilkan.

4. Mengetahui konsentrasi metil ester sulfonat (MES) yang digunakan dalam formulasi detergen bubuk yang dapat menghasilkan karakteristik detergen bubuk paling baik.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Proses pemurnian metil ester sulfonat (MES) diduga dapat memperbaiki karakteristik metil ester sulfonat (MES) yang dihasilkan, karena dengan dilakukannya pemurnian diduga dapat mereduksi kandungan di-salt di dalam metil ester sulfonat (MES).

2. Penggunaan metil ester sulfonat (MES) hasil pemurnian diduga akan menghasilkan detergen bubuk dengan karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan metil ester sulfonat (MES) tanpa


(33)

5

pemurnian, karena diduga MES hasil pemurnian memiliki kandungan di-salt

lebih sedikit sehingga kinerjanya sebagai surfaktan menjadi lebih baik. 3. Peningkatan konsentrasi metil ester sulfonat (MES) yang digunakan dalam

formulasi detergen bubuk diduga dapat menghasilkan detergen bubuk dengan karakteristik yang semakin baik, karena dengan semakin meningkatnya konsentrasi MES maka semakin banyak gugus aktif yang terlibat dalam formulasi yang akan memperbaiki karakteristik detergen bubuk yang dihasilkan.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Proses sulfonasi metil ester dari minyak inti sawit dengan menggunakan natrium bisulfit (NaHSO3). Kondisi proses mengadopsi hasil terbaik

penelitian terdahulu yaitu rasio mol 1 : 1,5; lama reaksi 4,5 jam (Mahardhika, 2003); konsentrasi katalis Al2O3 1,5% (Safitri, 2003); suhu

100°C dan kecepatan pengadukan 500 rpm (Hapsari, 2003). Metil ester sulfonat (MES) yang dihasilkan dianalisis. Analisis yang dilakukan meliputi: pH, stabilitas emulsi, tegangan permukaan, tegangan antar muka, stabilitas busa dan daya detergensi.

2. Proses pemurnian dengan menggunakan metanol 10, 20, 30, dan 40 persen (Sherry et al., 1995; Sheats dan MacArthur, 2002) dengan lama proses 30, 60, 90, dan 120 menit, dan netralisasi dengan menggunakan NaOH 20 persen.

3. Proses evaporasi metil ester sulfonat (MES) yang dihasilkan dengan oven vakum pada suhu ± 80° C. MES yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi seperti pada tahap 1.


(34)

4. Aplikasi metil ester sulfonat (MES) baik yang tanpa pemurnian maupun hasil pemurnian ke dalam formula detergen bubuk dan kemudian dilakukan karakterisasi produk detergen bubuk yang dihasilkan. Analisis yang dilakukan meliputi: pH, stabilitas emulsi, daya detergensi, kadar air, derajat putih, berat jenis, dan bahan tidak larut dalam air.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai: 1. Karakteristik metil ester sulfonat (MES) tanpa pemurnian dan metil ester

sulfonat (MES) hasil pemurnian.

2. Kondisi proses pemurnian khususnya konsentrasi metanol dan lama reaksi untuk memproduksi metil ester sulfonat (MES) dengan karakteristik paling baik.

3. Pengaruh proses pemurnian metil ester sulfonat (MES) terhadap karakteristik detergen bubuk yang dihasilkan.

4. Konsentrasi metil ester sulfonat (MES) yang digunakan dalam formulasi detergen bubuk yang dapat menghasilkan karakteristik detergen bubuk paling baik.


(35)

7

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Sawit

Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) dikenal terdiri dari empat macam tipe atau varietas, yaitu tipe

Macrocarya, Dura, Tenera dan Pisifera. Masing- masing tipe dibedakan berdasarkan tebal tempurung (Ketaren, 1986).

Secara anatomi, bagian-bagian buah kelapa sawit terdiri dari perikarpium dan biji. Perikarpium dibagi menjadi dua bagian yaitu kulit buah yang keras dan licin (epikarpium) dan daging buah yang bersabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling banyak (mesokarpium), sedangkan biji terdiri dari endokarpium (cangkang/tempurung) dan endosperm (kernel/daging biji) yang menghasilkan minyak inti sawit dan lembaga/embrio. Ilustrasi penampang buah kelapa sawit ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Penampang melintang buah kelapa sawit (Tim Penebar Swadaya, 1999)

Dari buah kelapa sawit dapat diekstrak dua jenis minyak atau lemak yaitu minyak sawit kasar (crude palm oil, CPO) dan minyak inti sawit (palm kernel oil , PKO). Menurut Berger (1983) minyak sawit kasar (CPO) diperoleh dari bagian mesokarpium baik dengan cara sentrifugasi maupun dengan cara tekanan hidrolik,


(36)

sedangkan minyak inti sawit (PKO) diperoleh dari bagian endosperm dengan cara

expelling yang biasanya dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan pelarut (Kinderlerer dan Hatton, 1991).

Asam lemak dominan yang terkandung dalam minyak sawit kasar adalah asam palmitat (32 – 59 persen) dan asam oleat (27 – 52 persen), sedangkan dalam minyak inti sawit asam lemak yang dominan adalah asam laurat (40 – 52 persen) dan asam miristat (14- 18 persen). Menurut Timms (1986) PKO digunakan terutama didalam pembuatan sabun karena asam laurat memberikan sifat solubilitas dan pembusaan yang sangat baik. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak inti sawit (PKO) dan minyak sawit kasar (CPO)

Asam lemak PKO (persen)a CPO (persen)b

Asam lemak jenuh : Kaproat (C6) Kaprilat (C8) Kaprat (C10) Laurat (C12) Miristat (C14) Palmitat (C16) Stearat (C18) Arakhidat (C20), dll Asam lemak tidak jenuh:

Oleat (C18:1) Palmitoleat (C16:1) Linoleat (C18:2) Linolenat (C18:3)

0,1 - 1,5 3 – 5 3 – 7 40 – 52 14 – 18 7 – 9 1 – 3 0,1 – 1 11 – 19

0,1 – 1 0,5 - 2

< 1,2 0,5 – 5,9

32 – 59 1,5 – 8

< 1,0 27 – 52

< 0,6 5,0 – 14

< 1,5

Sumber : a Swern (1979). b Godin dan Spensley (1971) dalam Salunkhe et al. (1992)

Dewasa ini minyak sawit yang dihasilkan sebagian besar dimanfaatkan untuk bahan pangan seperti minyak goreng, margarin, shortening, minyak salad dan sebagainya, dan baru sekitar 10 persen digunakan untuk produksi non pangan seperti kosmetika, oleokimia, sabun, personal care dan sebagainya. Namun akhir – akhir ini aplikasi pada sektor non pangan terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan karena produk-produk turunannya memiliki nilai tambah yang tinggi. Secara lebih ringkas aplikasi minyak sawit dan minyak inti sawit serta produk-produknya dalam sektor non pangan dibagi kedalam dua katagori,


(37)

9

kategori pertama adalah yang dibuat secara langsung dari minyak (Direct Route) dan yang kedua yang diperoleh melalui jalur oleokimia (Oleochemical Route). Aplikasi minyak sawit dan minyak inti sawit dalam sektor non pangan disajikan pada Gambar 2.

Direct Route Oleochemical Route

Diesel Fatty acid MCT

Drilling mud

Soap

Epoxidized polyols Fatty esters

palm oil polyurethanes polyacrylates

Fatty alcohols

Fatty nitrogen imidazolines compound

Glycerol MG & DG Keterangan :

MCT = Medium chain triglycerides SME = α-Sulphonated methyl esters MG = Monoglycerides

DG = Diglycerides

FAS = Fatty alcohol sulfates FAE = Fatty alcohol ethoxylates FAES = Fatty alcohol ether sulfates

Gambar 2. Aplikasi minyak sawit dan minyak inti sawit dalam sektor non pangan (MPOPC, 2003)

Minyak sawit dan minyak inti sawit

Rubber Candles Cosmetics Soaps

Metallic soaps

Soaps

SME

Diesel

FAS FAES


(38)

Metil Ester

Metil ester merupakan salah satu bahan oleokimia dasar, turunan dari minyak atau lemak selain asam lemak. Metil ester diproduksi melalui proses transesterifikasi menggunakan metanol atau biasa disebut metanolisis. Menurut Sonntag (1982), proses metanolisis (hidrolisis menggunakan metanol) terhadap minyak atau lemak akan menghasilkan metil ester dan gliserol melalui pemecahan molekul trigliserida. Persamaan transesterifikasi antara minyak dengan metanol secara umum disajikan pada Gambar 3.

RCOOCH2 CH2OH

RCOOCH + 3CH3OH 3RCOOCH3 + CHOH

RCOOCH2 CH2OH

Minyak atau Metanol Metil ester Gliserol Lemak

Gambar 3. Reaksi transesterifikasi antara lemak atau minyak dengan metanol (Hui, 1996).

Variabel-variabel yang mempengaruhi proses transesterifikasi adalah rasio alkohol terhadap jumlah asam lemak, jenis dan konsentrasi katalis, temperatur dan kecepatan pengadukan. Menurut Noureddini dan Zhu (1997), reaksi transesterifikasi menggunakan katalis asam fosfat mengakibatkan reaksi bersifat

reversible (dua arah) dimana proses pembentukan turunan minyak (metil ester dan asam lemak bebas) serta pembentukan trigliserida berlangsung secara bersamaan sampai pada titik kesetimbangan.

Selain asam fosfat, menurut Hui (1996), katalis yang dapat digunakan dalam proses transesterifikasi adalah NaOCH3, KOH dan NaOH. Menurut Boocock et

al., (1998), basa mengkatalis metanolisis vegetable oils lebih lambat dari pada butanolisis karena dua fase cair ada pada awal reaksi pembentukan. Oleh karena itu digunakan cosolvent seperti tetrahydrofuran atau methyl tertiary butyl ether

untuk mempercepat metanolisis.


(39)

11

Menurut Bernardini (1983), pada proses transesterifikasi konsentrasi metanol yang digunakan tidak boleh lebih rendah dari 98%, karena semakin rendah konsentrasi metanol yang digunakan maka semakin rendah rendemen metil ester yang dihasilkan sedangkan waktu reaksi menjadi lama. Darnoko dan Cheryan (2000) telah melakukan proses transesterifkasi secara kontinyu menggunakan continuous strired tank reactor (CSTR) dan pompa untuk pengiriman minyak dan katalis secara kontinyu dan untuk pemindahan produk secara kontinyu. Dalam proses ini katalis yang digunakan adalah KOH dengan perbandingan molar metanol - minyak 6:1 dan suhu reaksi 60°C. Metil ester yang dihasilkan menunjukkan peningkatan dari 58,8% pada saat residence time 40 menit menjadi 97,3% pada residence time-nya 60 menit. Namun dengan residence time yang lebih tinggi akan menurunkan laju produksi metil ester.

Metil ester telah menggantikan asam lemak sebagai starting material untuk memproduksi beberapa oleokimia. Metil ester digunakan sebagai bahan kimia intermediet untuk sejumlah oleokimia seperti fatty alcohol, alkanolamides, α -sulfonated methyl ester dan masih banyak lagi. Lion of Japan telah menggunakan metil ester untuk memproduksi sabun mandi berkualitas (Hui, 1996).

Metil ester lebih banyak digunakan daripada asam lemak sebagai starting material untuk beberapa oleokimia karena memiliki beberapa keuntungan (Hui, 1996), yaitu:

§ Konsumsi energinya lebih rendah.

§ Peralatan untuk memproduksinya tidak terlalu mahal karena metil ester bersifat tidak korosif dan diproduksi pada tekanan operasional dan kondisi suhu yang rendah.

§ Gliserin sebagai produk samping lebih bersifat konsentrat.

§ Lebih mudah untuk disuling dan difraksinasi.

§ Lebih unggul daripada asam lemak sebagai bahan kimia intermediet dalam sejumlah aplikasi.

§ Lebih mudah dalam transportasi karena metil ester memiliki stabilitas kimia dan tidak bersifat korosif.


(40)

Hui (1996) menambahkan bahwa yang menjadi pertimbangan utama dalam memproduksi metil ester adalah perlunya melakukan recovery dan daur ulang metanol. Karena metanol merupakan baha n yang bersifat toksik dan eksplosif, sehingga harus menggunakan peralatan yang tahan ledakan dan tindakan pencegahan yang ekstra hati- hati.

Metil Ester Sulfonat (MES)

Metil ester sulfonat (MES) termasuk golongan surfaktan anionik, yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface-active). Struktur kimia metil ester sulfonat (MES) disajikan pada Gambar 4 (Watkins, 2001).

Gambar 4. Struktur kimia metil ester sulfonat (MES) (Watkins, 2001)

Surfaktan anionik dapat disintesis dari minyak bumi dan minyak alami (natural oils) tetapi akhir-akhir ini minyak bumi sudah jarang digunakan. Porter (1997) menyatakan bahwa pada prinsipnya ada tiga kelompok minyak alami yang dapat digunakan sebagai bahan baku surfaktan anionik, yaitu:

§ Minyak nabati dengan kandungan asam laurat (C12) dan asam miristat (C14)

yang tinggi seperti minyak kelapa.

§ Minyak dan lemak hewani dengan kandungan asam palmitat (C16 ) dan asam

oleat (C18) yang tinggi.

§ Minyak nabati dengan kandungan mono-, di-, dan triunsaturated acid tinggi.

Menurut Watkins (2001) jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan α-sulfo metil ester atau metil ester sulfonat (MES) adalah minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, atau tallow. Metil ester sulfonat (MES) dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C10, C12, dan C14 biasa digunakan untuk light duty dishwashing


(41)

13

detergent, sedangkan metil ester sulfonat (MES) dari minyak nabati dengan atom karbon C16-18 dan tallow biasa digunakan untuk detergen bubuk dan detergen cair.

Metil ester sulfonat (MES) berbahan minyak nabati memiliki sejumlah tampilan kinerja yang sangat menarik, diantaranya yaitu memperlihatkan efek pembersihan yang lebih baik dibandingkan LAS (linear alkylbenzene sulfonate)

apabila air cucian yang digunakan memiliki tingkat kesadahan tinggi, lebih mampu mempertahankan aktivitas enzim, toleransi terhadap ion Ca lebih baik, untuk pencucian yang tingkat kesadahannya rendah C16 dan C18 metil ester

sulfonat (MES) memiliki sifat detergensi yang lebih baik dibandingkan LAS dan C12 AS (alkohol sulfat), dan memiliki laju biodegradasi yang serupa dengan AS

dan sabun tetapi lebih cepat bila dibandingkan dengan LAS (Watkins, 2001; MPOPC, 2002).

Menurut Hui (1996), pada dasarnya metil ester sulfonat (MES) digunakan sebagai surfaktan anionik pengganti LAS dan FAES (Fatty alcohol ether sulfate). Metil ester sulfonat (MES) diklaim memiliki beberapa manfaat diantaranya sifat deterjensinya baik pada konsentrasi rendah, beban terhadap lingkungan lebih rendah, merupakan pasokan yang baik untuk bahan yang berkualitas tinggi.

Bentuk dari produk metil ester sulfonat (MES) menurut MacArthur et al., (1998) sangatlah penting, karena adanya kesulitan khusus dalam memformulasi metil ester sulfonat (MES) ke dalam sistem alkalin yang mengandung air. Metil ester sulfonat (MES) memperlihatkan stabilitas hidrolitik yang kurang baik pada pH yang tinggi dibandingkan dengan surfaktan anionik yang umum seperti linear alkilbenzen (LAB) sodium sulfonat. Sebagai contoh, ketika formulasi heavy duty laundry tertentu mengandung metil ester sulfonat (MES) di spray dried, maka fraksi metil ester sulfonat (MES) yang besar akan didegradasi ke bentuk di-salt

selama proses pengeringan, sehingga hasil produknya memiliki stabilitas umur simpan yang buruk.

MacArthur et al., (1998) menambahkan bahwa untuk memproduksi produk-produk yang formulanya mengandung metil ester sulfonat (MES) dibutuhkan teknologi yang cukup dan diusahakan metil ester sulfonat (MES) ada dalam bentuk fisik yang sesuai. Sebagai contoh, ketika menggunakan metil ester sulfonat (MES) dalam laundry detergent granules, teknologi yang menarik adalah


(42)

aglomerasi, yang secara substansial berada dalam kondisi kering (kelembaban kurang dari 2%), untuk selanjutnya metil ester sulfonat (MES) bubuk dicampur dengan builder yang diinginkan dan ingridient lain dalam formulasi.

Proses Sulfonasi

Menurut Sadi (1994) pada umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester dan fatty alcohol. Beberapa proses yang dapat diterapkan untuk menghasilkan surfaktan diantaranya yaitu proses esterifikasi untuk menghasilkan metil ester, dan proses sulfonasi untuk menghasilkan metil ester sulfonat (MES).

Proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak dan alkohol lemak. Diistilahkan sebagai sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan grup sulfat pada senyawa organik. Jenis minyak yang biasa disulfonasi adalah minyak yang mengandung ikatan rangkap ataupun grup hidroksil pada molekulnya. Di industri, bahan baku minyak yang digunakan adalah minyak berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap (Bernardini, 1983).

Reaksi sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi pada tiga sisi, yaitu (1) gugus karboksil; (2) bagian α-atom karbon; (3) rantai tidak jenuh (ikatan rangkap). Pada Gambar5 disajikan kemungkinan terikatnya pereaksi kimia yang digunakan dalam proses sulfonasi.

H H H O H C C CH = CH C CH2 C

H H m H n OH

3 2 1

Gambar 5. Kemungkinan terikatnya pereaksi kimia yang digunakan dalam proses sulfonasi (Jungermann, 1979).


(43)

15

Pemilihan proses sulfonasi tergantung pada banyak faktor, diantaranya yaitu karakteristik dan kualitas produk akhir yang diinginkan, kapasitas produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil proses. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol reaktan, suhu reaksi, lama reaksi, jenis dan konsentrasi katalis, laju alir dan kecepatan pengadukan (Foster, 1996).

Rasio mol reaktan merupakan salah satu parameter yang harus dikendalikan dalam proses sulfonasi untuk menghasilkan surfaktan metil ester sulfonat. Pengaturan rasio mol dari SO3 terhadap komponen organik dalam reaksi sulfonasi

sangatlah penting, karena kelebihan SO3 dapat menyebabkan reaksi samping yang

akan menghasilkan produk samping (Foster, 1996). Penelitian tentang pengaruh rasio mol reaktan dalam proses sulfonasi untuk menghasilkan surfaktan metil ester sulfonat (MES) telah dilakukan Sheats et al. (2002) dengan mereaksikan gas SO3

dan metil ester dalam tubular falling film reactor, dengan perbandingan reaktan antara SO3 dan metil ester, yaitu 1,2 : 1 hingga 1,3 : 1.

Menurut Steinfeld (1989), peningkatan suhu dapat mempercepat laju reaksi dengan meningkatkan jumlah fraksi molekul yang mencapai energi aktivasi. Hal ini didukung dengan pengadukan yang dapat mempercepat laju reaksi karena pengadukan dapat menambah luas permukaan bidang sentuh antara pereaksi yang berbeda fase (reaksi heterogen). Baker (1995) telah memperoleh paten (US Patent No. 5.475.134) tentang proses pembuatan sulfonasi asam lemak alkil ester dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Dalam penelitiannya, Baker menggunakan bahan baku yang berasal dari asam lemak minyak nabati komersial. Proses sulfonasi yang dilakukan adalah dengan mereaksikan alkil ester dan gas SO3 dalam falling

film reactor dengan perbandingan reaktan antara SO3 dan alkil ester yaitu 1,1 : 1

hingga 1,4 : 1, pada suhu 75 – 95 oC selama 20-90 menit.

Selain menggunakan SO3, dalam proses sulfonasi untuk menghasilkan metil

ester sulfonat (MES) dapat pula digunakan natrium bisulfit sebagai pereaksinya. Reaksi kimia yang terjadi antara metil ester dan natrium bisulfitdisajikan pada Gambar 6.


(44)

NaHSO3 + CH3...CH=CH – C – OCH3 CH3...CH – CH – C – OCH3

Gambar 6. Reaksi kimia antara metil ester dan natrium bisulfit (Pore, 1993).

Reaksi antara metil ester dan natrium bisulfit berjalan lambat antara 3 hingga 6 jam dan terkadang lebih lama. Akan tetapi dapat dipercepat dengan penambahan katalis yang efektif dalam menurunkan energi aktivasi untuk berlangsungnya reaksi kimia (Pore, 1993). Katalis yang dapat digunakan dalam proses sulfonasi diantaranya adalah platinum, vanadium pentaoksida dan aluminium trioksida (Baker, 1995). Penggunaan platinum sebagai katalis menyebabkan produk akhir yang dihasilkan berwarna hitam sedangkan vanadium pentaoksida meskipun tidak memberikan efek warna hitam tetapi katalis ini cukup mahal harganya, sehingga dalam penelitian ini digunakan katalis alumunium trioksida (Al2O3) karena selain murah juga tidak memberikan efek warna hitam

pada produk.

Pemurnian Metil Ester Sulfonat (MES)

Proses sulfonasi yang dilakukan dengan mereaksikan natrium bisulfit atau gas SO3 dengan ester asam lemak akan menghasilkan me til ester sulfonat (MES)

(Bernardini, 1983; Watkins 2001). Metil ester sulfonat (MES) yang dihasilkan masih mengandung di-salt dan produk-produk samping lainnya yang mungkin akan mengganggu kinerja metil ester sulfonat sebagai surfaktan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemurnian.

Dalam penelitian ini pemurnian dilakukan tanpa melalui pemucatan karena warna MES kasar yang terbentuk tidak berwarna gelap sehingga pemurnian dilakukan dengan menggunakan metanol kemudian dinetralisasi dengan NaOH.

O

SO3Na

Metil ester

MES O


(45)

17

Sherry et al (1995) telah melakukan penelitian mengenai pemurnian palm C16-18

potassium metil ester sulfonat (KMES) tanpa tahap pemucatan. Pemurnian dilakukan dengan menggunakan 10 sampai 15% metanol di dalam digester, dan dilanjutkan dengan proses netralisasi berupa penambahan 50 persen KOH.

Sementara itu, Sheats dan MacArthur (2002) telah melakukan pemurnian metil ester sulfonat (MES) dengan cara pemucatan dan netralisasi. Pada tahap pemucatan digunakan H2O2 sekitar 1 sampai 4 persen kemudian ditambahkan

metanol sekitar 31 sampai 40 persen. Ekses metanol secara efektif akan membatasi produksi di-salt, dan akan mengurangi viskositas campuran secara signifikan sehingga memperbaiki pencampuran dan transfer panas selama proses pemucatan. Waktu yang dibutuhkan dalam proses ini adalah sekitar 1 sampai 1,5 jam.

Menurut MacArthur et al., (1998) ada dua kemungkinan terbentuknya disalt

selama proses sulfonasi yaitu, karena adanya intermediet III yang terbentuk selama tahap sulfonasi yang secara langsung akan membentuk disalt ketika dilakukan netralisasi serta adanya proses hidrolisis produk MES. Tetapi menurut MacArthur et al., (1998) hal tersebut dapat diminimalisasi dengan dua cara yaitu dilakukan pencampuran asam sulfonat pada suhu tinggi dan dalam waktu yang lama tetapi kelemahannya produk yang dihasilkan akan berwarna hitam; serta dengan cara penambahan suatu alkohol (metanol) untuk direaksikan dengan intermediet III supaya membentuk MESA (methyl ester sulfonic acid) karena MESA ini ketika dinetralisasi tidak akan membentuk disalt tetapi akan membentuk surfaktan MES yang diharapkan. Sintesis atau reaksi pembentukan metil ester sulfonat (MES) dalam falling film reactor secara lebih lengkap disajikan pada Gambar 7.


(46)

R – CH2 – C – OCH3 (I) + SO3 R – CH2 – (C – OCH3): SO3 (II) ...(1)

Metil ester Intermediet II

R – CH2 – (C – OCH3) :SO3 (II) + SO3 R–CH–(C – OCH3) : SO3 (III) ...(2)

Intermediet II Intermediet III

R – CH – (C – OCH3):SO3 (III) + CH3OH R – CH – C – OCH3 + CH3OSO3H ...(3)

Intermediet III metanol MESA

R – CH – C – OCH3 + NaOH R – CH – C – OCH3 + H2O ...(4)

R– CH – (C – OCH3):SO3 (III) + 3 NaOH R – CH – C – ONa + 2H2O + CH3OSO3Na ...(5)

Intermediet III basa di-salt

Gambar 7. Reaksi kimia pembentukan MES dalam falling film reactor

(MacArthur et al., 1998).

SO3H SO3Na

O O

O O

SO3H

SO3H SO3H

O O

SO3H O

SO3Na O

MES MESA


(47)

19

Detergen

Detergen adalah kelompok kimia yang mengandung gugus hidrofobik pada bagian ekor dan gugus hidrofilik pada bagian kepala. Kelompok umum dari molekul ini adalah surfaktan. Surfaktan dapat berinteraksi dengan air dengan berbagai cara yang masing- masing dimodifikasi dengan jaringan ikatan hidrogen dari air. Ketika terjadi reduksi gaya kohesif pada air, maka terjadi pula reduksi tegangan permukaan. Pada Gambar 8 ditunjukkan Sodium lauryl sulfate sebagai salah satu contoh molekul detergen (www.chemistry.co.nz).

Gambar 8. Bentuk molekul sodium lauryl sulfate (www.chemistry.co.nz)

Detergen yang dikenal sekarang adalah detergen sintetik. Rumus kimia detergen sintetik menyerupai rumus kimia sabun. Detergen sintetik merupakan garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+)

dengan R=alkil, C12- C18. Sedangkan sabun adalah garam logam alkali (biasanya

garam natrium) dari asam-asam lemak rantai panjang (RCOO- Na+) dengan R=alkil, C12- C18 (Fessenden dan Fessenden, 1995).


(48)

Detergen pada umumnya tidak terhidrolisis semudah sabun, tapi masih mungkin mempunyai alkali yang cuk up untuk menetralkan keasaman tanah dan

builder yang cenderung mengurangi tegangan permukaan dan tegangan antar muka larutan detergen. Keunggulan detergen dibanding sabun adalah tidak mengendap bersama ion logam dalam air sadah (Fessenden dan Fessenden, 1995).

Detergen diformulasikan untuk membersihkan perangkat tertentu yang mengandung substrat kotoran pada kondisi pencucian yang sesuai. Ingredien dari formulasi laundering detergen untuk kain dapat dibagi ke dalam beberapa grup berikut, yaitu: surfaktan termasuk sabun dan jenis-jenis lainnya; garam inorganik, asam, basa, builder dan senyawa lain yang tidak berkontribusi terhadap detergensi tetapi memberikan fungsi lain, seperti sebagai pengatur densitas dan menjamin

crispness dari formulasi powder; bahan tambahan organik yang meningkatkan detergensi, kekuatan pembusaan, kekuatan emulsifikasi; dan bahan tambahan dengan tujuan tertentu, seperti bleaching agent, flouresenct whitening agent,

antimicrobial agent, buleing agent, atau pati, yang memberikan fungsi tampilan yang diinginkan tetapi tidak berpengaruh langsung terhadap penghilangan kotoran (Hui, 1996).

Berdasarkan sifat dasar gugus hidrofilik, detergen dikelompokkan sebagai detergen anionik, kationik dan nonionik. Detergen anionik merupakan detergen dengan bahan baku surfaktan anionik dalam formulasinya. Menurut Porter (1997), detergen anionik merupakan detergen yang paling banyak digunakan untuk produk-produk rumah tangga. Hal ini karena detergen anionik memiliki daya bersih yang bagus serta busanya banyak.

Menurut Adami dan Moretti (1996), pada saat memformulasi detergen ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah sifat yang diinginkan (ditentukan oleh specific duty), jenis dan kisaran komponen, serta kesetimbangan komponen. Tetapi pada dasarnya semua jenis detergen bubuk diformulasikan dengan mengandung komponen-komponen pokok seperti surfaktan, builder, bleaches, filler dan, specific additives. Contoh formulasi detergen bubuk yang banyak digunakan di Eropa di sajikan pada Tabel 3.


(49)

21

Tabel 3. Formulasi detergen bubuk di Eropa*

Laundry powder Component (%)

Automatic washing Hand washing Dishwashing powder Souring cleanser Anionic surfactant Nonionic surfactant

Builders plus cobuilders Bleaches plus activators Fillers

Additives

8 – 12 5 – 11 30 – 45 15 – 25 5 – 10

3 - 8

15 – 25 0 – 5 25 – 40

0 – 5 15 – 30

0 – 3

0 – 2 2 – 5 55 – 65

- 10 – 30

0 – 5

1 – 5 0 – 2 10 – 15

0 – 5 70 – 85

2 – 10 *Sumber : Adami dan Moretti (1996)

Surfaktan (surface active agent) merupakan senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan adalah komponen yang berpengaruh penting terhadap sifat-sifat larutan aqueous dalam hubungannya dengan wetting, pembusaan, pendispersi padatan, emulsifying oil, dan penghilang kotoran dari kain. Heavy duty laundry detergent yang modern untuk mesin cuci dengan drum horizontal harus memiliki minimal dua surfaktan, satu macam builder, bleaching system, enzim, antiredeposition agent, penstabil busa dan kontrol aditif,

flourescent whitening agent atau optical brigtener, penghambat korosi, parfum,

dyestuff dan filler (Porter, 1997).

Menurut INFORM (1998), surfaktan dan builder memberikan sifat bulki dalam formulasi detergen rumah tangga, dan aditif seperti enzim, polimer, dan

bleaching system memiliki peranan penting dalam cleaning performance. Builder

dan surfaktan berturut-turut menempati posisi pertama dan kedua dalam ingredient detergen di USA. Jumlah pemakaian aditif pada formula produk detergen di USA secara detail disajikan pada Tabel 4.


(50)

Tabel 4. Jumlah pemakaian aditif pada formula produk detergen di USA*

Pemakaian (ribu pound)

No Jenis aditif

1996 2001

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Builder Surfaktan

Bahan pemutih (bleached additives)

Pewangi (fragrance) Pelembut (fabric softener)

Optical brightener Enzim Aditif lainnya 3.794.000 2.062.000 121.000 68.000 50.000 28.000 23.000 252.000 4.020.000 2.410.000 155.000 80.000 60.000 35.000 35.000 315.000 Total aditif 6.398.000 7.110.000 *Sumber : Fredonia Group (1997) dalam INFORM (1998).

Menurut Gupta dan Wiese (1992) kombinasi antara builder dan surfaktan akan memberikan efek sinergisme untuk mendorong efesiensi deterjensi dan pembersihan secara total dibandingkan jika digunakan sendiri-sendiri. Beberapa sifat dan karakteristik penting yang harus dimiliki oleh senyawa-senyawa sebagai

builder adalah:

§ Memiliki kemampuan mengontrol tingkat kesadahan air dan ion- ion logam lainnya.

§ Berkontribusi terhadap alkalinitas produk akhir.

§ Memiliki kapasitas buffer pada kisaran pH yang cukup.

§ Memiliki kemampuan untuk deflokulasi.

§ Berkesesuaian dengan formulasi ingredient dan aditif detergen lainnya.

§ Aman terhadap konsumen.

§ Aseptabilitas lingkungan cukup baik.

§ Dapat diproses.

§ Biaya /performance cukup baik.

Beberapa jenis builder yang sudah banyak digunakan dalam formulasi detergen baik tunggal maupun dikombinasikan dengan builder lain untuk


(1)

Lampiran 22. Hasil analisa nilai kadar air de tergen bubuk

Lampiran 22a. Rekapitulasi data nilai kadar air detergen bubuk Nilai kadar air Perlakuan

Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan ± Simpangan Baku

MES Kasar 15% 6,045 6,010 6,028 ± 0,025

MES Kasar 20% 6,655 6,580 6,618 ± 0,053

MES Kasar 25% 7,545 7,595 7,570 ± 0,035

MES Murni 15% 5,655 5,070 5,363 ± 0,414

MES Murni 20% 5,565 5,505 5,535 ± 0,042

MES Murni 25% 6,055 6,080 6,067 ± 0,018 Surfaktan Komersial 6,300 6,270 6,285 ± 0,021

Lampiran 22b. Analisa keragaman nilai kadar air detergen bubuk Sumber variasi Derajat

bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah

F Sig.

Perlakuan 6 6,498 1,083 45,503 0,000

Galat 7 0,178 0,025

Total 13 6,676

Lampiran 22c. Hasil uji Duncan nilai kadar air detergen bubuk

Perlakuan N Rataan Kelompok Duncan

MES Kasar 15% 2 6,028 C

MES Kasar 20% 2 6,618 B

MES Kasar 25% 2 7,570 A

MES Murni 15% 2 5,363 D

MES Murni 20% 2 5,353 D

MES Murni 25% 2 6,067 C

Surfaktan Komersial 2 6,285 BC

Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.


(2)

Lampiran 23. Hasil analisa nilai berat jenis detergen bubuk

Lampiran 23a. Rekapitulasi data nilai berat jenis detergen bubuk Nilai berat jenis Perlakuan

Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan ± Simpangan Baku

MES Kasar 15% 0,416 0,416 0,416 ± 0,000

MES Kasar 20% 0,432 0,434 0,433 ± 0,001

MES Kasar 25% 0,449 0,448 0,449 ± 0,000

MES Murni 15% 0,329 0,330 0,330 ± 0,414

MES Murni 20% 0,360 0,362 0,361 ± 0,001

MES Murni 25% 0,395 0,397 0,396 ± 0,001 Surfaktan Komersial 0,381 0,380 0,381 ± 0,000

Lampiran 23b. Analisa keragaman nilai berat jenis detergen bubuk Sumber variasi Derajat

bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah

F Sig.

Perlakuan 6 0,021 0,003 3237,022 0,000

Galat 7 0,000 0,000

Total 13 0,21

Lampiran 23c. Hasil uji Duncan nilai berat jenis detergen bubuk

Perlakuan N Rataan Kelompok Duncan

MES Kasar 15% 2 0,416 C

MES Kasar 20% 2 0,433 B

MES Kasar 25% 2 0,449 A

MES Murni 15% 2 0,330 G

MES Murni 20% 2 0,361 F

MES Murni 25% 2 0,396 D

Surfaktan Komersial 2 0,381 E

Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.


(3)

Lampiran 24. Hasil analisa nilai daya deterjensi detergen bubuk

Lampiran 24a. Rekapitulasi data nilai daya deterjensi detergen bubuk Nilai daya deterjensi Perlakuan

Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan ± Simpangan Baku

MES Kasar 15% 34,870 33,330 34,100 ± 1,089 MES Kasar 20% 37,250 35,530 36,390 ± 1,350 MES Kasar 25% 46,475 47,760 47,117 ± 0,909 MES Murni 15% 74,375 73,160 73,768 ± 0,859 MES Murni 20% 81,055 80,990 81,023 ± 0,046 MES Murni 25% 88,135 88,390 88,263 ± 0,180 Surfaktan Komersial 90,610 90,300 90,455 ± 0,219

Lampiran 24b. Analisa keragaman nilai daya deterjensi detergen bubuk Sumber variasi Derajat

bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah

F Sig.

Perlakuan 6 7317,619 1219,603 197,839 0,000

Galat 7 43,152 6,165

Total 13 7360,771

Lampiran 24c. Hasil uji Duncan nilai daya deterjensi detergen bubuk

Perlakuan N Rataan Kelompok Duncan

MES Kasar 15% 2 34,100 E

MES Kasar 20% 2 36,390 E

MES Kasar 25% 2 47,118 D

MES Murni 15% 2 73,768 C

MES Murni 20% 2 81,023 B

MES Murni 25% 2 88,263 A

Surfaktan Komersial 2 90,455 A

Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.


(4)

Lampiran 25. Hasil analisa stabilitas emulsi detergen bubuk

Lampiran 25a. Rekapitulasi data stabilitas emulsi detergen bubuk Stabilitas emulsi Perlakuan

Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan ± Simpangan Baku

MES Kasar 15% 39,190 39,190 39,190 ± 0,000 MES Kasar 20% 43,425 42,310 42,868 ± 0,788 MES Kasar 25% 47,435 47,435 47,435 ± 0,000 MES Murni 15% 76,250 74,385 75,318 ± 1,318 MES Murni 20% 79,270 79,270 79,270 ± 0,000 MES Murni 25% 89,020 89,020 89,020 ± 0,000 Surfaktan Komersial 90,240 92,590 91,420 ± 0,799

Lampiran 25b. Analisa keragama n stabilitas emulsi detergen bubuk Sumber variasi Derajat

bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah

F Sig.

Perlakuan 6 6012,293 1002,049 2338,757 0,000

Galat 7 2,999 0,428

Total 13 6015,292

Lampiran 25c. Hasil uji Duncan stabilitas emulsi detergen bubuk

Perlakuan N Rataan Kelompok Duncan

MES Kasar 15% 2 39,190 A

MES Kasar 20% 2 42,868 B

MES Kasar 25% 2 47,435 C

MES Murni 15% 2 75,318 D

MES Murni 20% 2 79,270 E

MES Murni 25% 2 89,020 F

Surfaktan Komersial 2 91,420 G

Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.


(5)

Lampiran 26. Hasil analisa bahan tidak larut dalam air detergen bubuk

Lampiran 26a. Rekapitulasi data bahan tidak larut dalam air detergen bubuk Bahan tidak larut dalam air

Perlakuan

Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan ± Simpangan Baku

MES Kasar 15% 2,795 2,815 2,805 ± 0,014

MES Kasar 20% 4,090 4,160 4,125 ± 0,049

MES Kasar 25% 7,085 5,125 6,105 ± 1,386

MES Murni 15% 1,735 1,840 1,788 ± 0,074

MES Murni 20% 2,475 2,590 2,533 ± 0,081

MES Murni 25% 3,610 3,745 3,678 ± 0,095 Surfaktan Komersial 5,390 5,285 5,337 ± 0,074

Lampiran 26b. Analisa keragaman bahan tidak larut dalam air detergen bubuk Sumber variasi Derajat

bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah

F Sig.

Perlakuan 6 28,873 4,812 17,273 0,001

Galat 7 1,950 0,279

Total 13 30,824

Lampiran 26c. Hasil uji Duncan bahan tidak larut dalam air detergen bubuk

Perlakuan N Rataan Kelompok Duncan

MES Kasar 15% 2 2,805 AB

MES Kasar 20% 2 4,125 CD

MES Kasar 25% 2 6,105 E

MES Murni 15% 2 1,788 A

MES Murni 20% 2 2,533 AB

MES Murni 25% 2 3,678 BC

Surfaktan Komersial 2 5,337 DE

Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.


(6)

Lampiran 27. Hasil analisa derajat putih detergen bubuk

Lampiran 27a. Rekapitulasi data derajat putih detergen bubuk Derajat putih Perlakuan

Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan ± Simpangan Baku

MES Kasar 15% 83 82 82,5 ± 0,707

MES Kasar 20% 81 81 81,0 ± 0,000

MES Kasar 25% 79 80 79,5 ± 0,707

MES Murni 15% 87 88 87,5 ± 0,707

MES Murni 20% 86 86 86,0 ± 0,000

MES Murni 25% 84 85 84,5 ± 0,707

Surfaktan Komersial 85 85 85,0 ± 0,000

Lampiran 27b. Analisa keragaman derajat putih detergen bubuk Sumber variasi Derajat

bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah

F Sig.

Perlakuan 6 96,857 16,143 56,500 0,000

Galat 7 2,000 0,286

Total 13 98,857

Lampiran 27c. Hasil uji Duncan derajat putih detergen bubuk

Perlakuan N Rataan Kelompok Duncan

MES Kasar 15% 2 82,5 C

MES Kasar 20% 2 81,0 B

MES Kasar 25% 2 79,5 A

MES Murni 15% 2 87,5 F

MES Murni 20% 2 86,0 E

MES Murni 25% 2 84,5 D

Surfaktan Komersial 2 85,0 DE

Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.