KAJIAN TEKNIS TERHADAP KELAYAKAN BUNDARAN TUGU RADEN INTAN FEASIBILITY STUDY ON TECHNICAL ROUNDABOUT TUGU RADEN INTAN

(1)

ABSTRAK

KAJIAN TEKNIS TERHADAP KELAYAKAN BUNDARAN

TUGU RADEN INTAN

Oleh

M. ARDIAN ROMADHONNI

Bundaran (roundabout) merupakan salah satu alat pengendali persimpangan yang umumnya dipergunakan pada daerah perkotaan dan luar kota sebagai titik pertemuan antara beberapa ruas jalan dengan tingkat arus lalu-lintas relatif lebih rendah dibandingkan jenis persimpangan bersinyal maupun persimpangan tidak bersinyal. Geometrik bundaran yang tidak memenuhi persyaratan dalam MKJI 1997 akan menyebabkan kinerja bundaran menurun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan bundaran Tugu Raden Intan serta memberikan alternatif pemecahan masalah yang ada di bundaran Tugu Raden Intan pada kondisi saat ini maupun kondisi yang akan datang.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan MKJI 1997. Parameter kinerja bundaran yang di ukur meliputi Derajat Kejenuhan (DS), Tundaan (DT), dan Peluang Antrian (QP%). Analisis perhitungan menggunakan beberapa tahap yaitu tahap sebelum dilakukan rekondisi geometrik dan tahap setelah dilakukan rekondisi geometrik.

Dari hasil analisa didapatkan bahwa kinerja bundaran eksisting tahun 2010 masih memenuhi ketetapan MKJI 1997 (DS≤0,75) yaitu Derajat Kejenuhan (DS) pada lengan (AB) 0,71, (BC) 0,73 (CA) 0,74. Berdasarkan tahap analisis per 5 tahun, pada tahun 2015 perlu dilakukan rekondisi geometrik karena DS  0,75. Pada tahun 2020 setelah rekondisi geometrik, tidak memenuhi persyaratan MKJI 1997 karena itu diperlukan solusi yang lain yaitu dengan persimpangan tidak sebidang. Kata kunci: bundaran, derajat kejenuhan, rekondisi geometrik


(2)

ABSTRACT

FEASIBILITY STUDY ON TECHNICAL ROUNDABOUT

TUGU RADEN INTAN

BY

M. ARDIAN ROMADHONNI

Roundabout is one of the crossing control devices commonly used in urban areas and outside the city as a meeting point of several roads with traffic levels are relatively lower than those types of unsignalized intersections and unsignalized intersections are not. Geometric roundabouts that do not meet the terms of a reduction in MKJI 1997 will cause decreased performance of the roundabout. The purpose of this study is to determine the feasibility of a roundabout Tugu Raden Intan and give alternative solutions to problems existing in the roundabout Tugu Raden Intan on current conditions and future condition.

The method used in this study is to use MKJI 1997. Performance parameter in measuring the roundabout which include the degree of saturation (DS), Delay (DT), and Opportunity Queue (QP%). Analysis of calculations using several steps, prior to reconditioning geometric and geometric phase after reconditioning

From the analysis results showed that the performance of the existing roundabout still meet the 2010 assessment year MKJI 1997 (DS ≤ 0.75), namely the degree of saturation (DS) on the arm (AB) 0.71, (BC) 0.73 (CA) 0.74. Based on the analysis phase of five years, in the year 2015 needs geometric reconditioning to be done because the DS  0.75. In 2020 after reconditioning geometric, do not qualify because it is necessary MKJI 1997 other solutions by crossing a parcel not.


(3)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Bundaran (roundabout) merupakan salah satu jenis pengendalian persimpangan yang umumnya dipergunakan pada daerah perkotaan dan luar kota sebagai titik pertemuan antara beberapa ruas jalan dengan tingkat arus lalu-lintas relatif lebih rendah dibandingkan jenis persimpangan bersinyal maupun persimpangan tidak bersinyal.

Pada umumnya bundaran dengan pengaturan hak jalan (prioritas dari kiri) digunakan di daerah perkotaan dan pedalaman bagi persimpangan antara jalan, dengan arus lalu-lintas sedang. Pada arus lalu-lintas yang tinggi dan kemacetan pada daerah keluar simpang, bundaran tersebut mudah terhalang, yang mungkin menyebabkan kapasitas terganggu pada semua arah.

Bundaran paling efektif jika digunakan untuk persimpangan antara jalan dengan ukuran dan tingkat arus yang sama. Karena itu bundaran sangat sesuai untuk persimpangan antara jalan dua lajur atau empat lajur. Untuk persimpangan antara jalan yang lebih besar, penutupan daerah jalinan mudah terjadi dan keselamatan bundaran menurun. Meskipun dampak lalu-lintas bundaran berupa tundaan selalu lebih baik dari tipe simpang yang lain misalnya


(4)

simpang bersinyal, pemasangan sinyal masih lebih disukai untuk menjamin kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan dalam keadaan arus jam puncak Perencanaan simpang berbentuk bundaran merupakan bagian dari perencanaan jalan raya yang amat penting. Pada bundaran terjadi konflik antara kendaraan yang berbeda kepentingan, asal maupun tujuan. Berkaitan dengan hal tersebut perencanaan bundaran harus direncanakan dengan cermat, sehingga tidak menimbulkan akses yang lebih buruk, misalnya kemacetan lalu-lintas Kemacetan lalu-lintas menimbulkan kerugian yang lebih besar yaitu biaya yang makin tinggi akibat pemborosan bahan bakar, polusi udara, kebisingan dan keterlambatan arus barang dan jasa.

Bundaran Tugu Raden Intan merupakan salah satu bundaran penting di Kota Bandar Lampung, yang melayani arus lalu-lintas dari berbagai arah, yaitu arus arus lalu-lintas yang berasal dari Jl. Raya Natar, Jl. Soekarno Hatta, dan Jl. ZA Pagar Alam. Tingginya volume lalu-lintas yang melewati bundaran ini menyebabkan terjadinya kemacetan atau pertemuan kendaraan yang cukup semrawut dari berbagai arah jalan, baik dari arah Jl. Raya Natar, Jl. Soekarno Hatta, dan Jl. ZA Pagar Alam.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penyusun akan mencoba menganalisis kinerja bundaran Tugu Raden Intan tersebut. Diharapkan dengan adanya penelitian kinerja bundaran pada bundaran Tugu Raden Intan penyusun dapat menemukan solusi untuk mengatasi konflik yang terjadi pada arus bundaran lalu-lintas tersebut. Sehingga dapat menghindari kemacetan yang lebih besar akibat dari volume kendaraan.


(5)

3

B.Rumusan Masalah

Permasalah yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi:

1. Berapa besar kapasitas Bundaran Tugu Raden Intan pada kondisi saat ini, 2. Bagaimana kinerja pada Bundaran Tugu Raden Intan pada kondisi saat ini.

C.Tujuan Penelitian

Penelitian Kajian Teknis Terhadap Kelayakan Bundaran Tugu Raden Intan ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui kelayakan bundaran Tugu Raden Intan pada kondisi lalu-lintas saat ini dilihat dari tingkat pelayanan arus lalu-lintas.

2. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang ada di bundaran Tugu Raden Intan yang selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan dalam mengatasi masalah yang ada.

D.Batasan Masalah

Dalam penelitian yang akan dilaksanakan ini lingkup dan batasan masalah yang digunakan adalah :

1. Pengambilan data primer berupa survai lalu-lintas yang waktu dan teknis pelaksanaan akan ditentukan kemudian.


(6)

E.Manfaat penelitian

Memberi informasi aktual untuk penerapan infrastruktur rekayasa lalu-lintas bundaran.


(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Persimpangan

Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, di mana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan memencar meninggalkan simpang. Pada sistem transportasi dikenal tiga macam pertemuan jalan, yaitu pertemuan sebidang (at grade intersection), pertemuan tidak sebidang (interchange), dan persilangan jalan (grade sparation without ramps) (Hobbs, 1995).

Gambar 1. Gambar Alih Gerak Kendaraan (Sumber: Khisty, C.J.,B.Kent Lall 1998 Dalam Ahmad Deni Setiawan 2009)

Fungsi operasional utama persimpangan adalah menyediakan ruang untuk perpindahan atau perpindahan arah perjalanan. Persimpangan merupakan bagian penting jalan raya. Oleh karena itu, efesiensi, keamanan, kecepatan,


(8)

biaya operasional dan kapasitas suatu persimpangan tergantung pada desain dari persimpangan itu sendiri.

1. Persimpangan sebidang

Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau ujung jalan yang masuk ke persimpangan, mengarahkan lalu-lintas masuk ke jalur yang berlawanan dengan lalu-lintas lainnya, seperti misalnya persimpangan pada jalan-jalan kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama. Perencanaan persimpangan yang baik akan menghasilkan kualitas operasional yang baik seperti tingkat pelayanan, waktu tunda, panjang antrian dan kapasitas.

Secara lebih rinci, pengaturan simpang sebidang dapat dibedakan sebagai berikut ini.

a) Simpang prioritas (priority intersection)

Dimana aliran arus lalu-lintas kecil, pengendalian pergerakan lalu-lintas pada simpang bisa dicapai dengan kontrol prioritas. Bentuk control prioritas adalah kendaraan pada jalan minor memberikan jalan kepada kendaraan pada jalan mayor. Aliran lalu-lintas prioritas dapat dirancang dengan memasang tanda berhenti (stop), memberikan jalan (give way), mengalah (yield) atau jalan pelan-pelan pada jalan minor.

b) Simpang bersinyal (signalized intersections)

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna, hijau-kuning-merah, diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu-lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu.


(9)

7

c) Bundaran (rotary gyrotary intersections, roundabout)

Bundaran atau pulau ditengah persimpangan dapat bertindak sebagai pengontrol, pembagi, pengarah bagi sistem lalu-lintas berputar satu arah. Pada cara ini gerakan penyilangan hilang dan digantikan dengan gerakan jalinan. Pengemudi yang masuk bundaran harus memberikan prioritas kepada kendaraan yang berada disisi kanannya. Tujuan utama bundaraan adalah melayani gerakan yang menerus, namun hal ini tergantung dari kapasitas dan luas daerah yang digunakan.

Gambar 2. Contoh-contoh Persimpangan Sebidang 3 lengan dan 4 lengan (Sumber: Khisty,C.J.,B.Kent Lall 1998 Dalam Ahmad Deni Setiawan 2009 )


(10)

Gambar 3. Contoh-contoh Persimpangan Sebidang Kaki-Banyak dan Bundaran (Sumber: Khisty, C.J.,B.Kent Lall 1998 ) Dalam Ahmad Deni Setiawan 2009

2. Persimpangan tidak sebidang

Persimpangan tak sebidang adalah persimpangan di mana jalan-jalan raya yang menuju ke persimpangan tersebut ditempatkan pada ketinggian yang berbeda

Gambar 4. Pertemuan tidak sebidang (Sumber: Khisty,C.J.,B.Kent Lall 1998 Dalam Ahmad Deni Setiawan 2009)


(11)

9

3. Persilangan jalan

Yang dimaksud dengan persilangan jalan adalah dua jalan yang saling bersilangan satu dengan lainnya, dimana kedua jalan tersebut tidak saling bertemu dalam satu bidang. Dengan demikian pada persilangan jalan, arus lalu-lintas dari jalan yang satu tidak ada kesempatan/tidak dapat berpindah atau membelok ke jalan yang lain karena memang tidak ada jalan yang menghubungkannya (ramps).

Persilangan jalan ini dipilih/ditetapkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan:

 Tidak ada kebutuhan membelok dari jalan yang satu ke jalan yang lain,  Arus lalu-lintas pada jalan yang satu tidak boleh diganggu oleh arus

lalu-lintas pada jalan yang lain (jalan yang satu merupakan freeway),  Salah satu jalan hanya khusus dipakai oleh lalu lintas cepat.

4. Solusi mengatasi konflik di persimpangan

Ada beberapa cara untuk mengurangi konflik pergerakan lalu-lintas pada suatu persimpangan (Banks, 2002 dan Tamin, 2000) :

a) Solusi Time-sharing,

Solusi ini melibatkan pengaturan penggunaan badan jalan untuk masing-masing arah pergerakan lalu-lintas pada setiap periode tertentu. Contohnya adalah pengaturan siklus pergerakan lalu-lintas pada persimpangan dengan sinyal/signalized intersection (IHCM, 1997).


(12)

Gambar 5. Contoh Siklus Pergerakan Lalulintas Pada Persimpangan Bersinyal (Sumber: Khisty, C.J.,B.Kent Lall 1998 Dalam Ahmad Deni Setiawan 2009)

b) Solusi Space-sharing,

Prinsip dari solusi jenis ini adalah dengan merubah konflik pergerakan dari crossing menjadi jalinan atau weaving (kombinasi diverging dan merging). Contohnya adalah bundaran lalu-lintas (roundabout) seperti pada Gambar 6.

Prinsip roundabout ini juga bias diterapkan pada jaringan jalan yaitu dengan menerapkan larangan belok kanan pada persimpangan. Dengan adanya larangan belok kanan di suatu persimpangan, maka konflik di persimpangan dapat dikurangi. Untuk itu, sistem jaringan jalan harus mampu menampung kebutuhan pengendara yang hendak belok kanan, yakni dengan melewatkan kendaraan melalui jalan alternatif yang pada akhirnya menuju pada arah yang dikehendaki. Prinsip tersebut dinamakan rerouting (O’Flaherty, 1997)


(13)

11

Gambar 6. Bundaran lalulintas (roundabout)(Sumber: Khisty C.J.,B.Kent Lall 1998 Dalam Ahmad Deni Setiawan 2009)

Gambar 7. Prinsip Rerouting Pada Jaringan Jalan(Sumber: Khisty, C.J.,B.Kent Lall 1998 Dalam Ahmad Deni Setiawan 2009) c) Solusi Grade Separation,

Solusi jenis ini meniadakan konflik pergerakan bersilangan, yaitu dengan menempatkan arus lalu-lintas pada elevasi yang berbeda pada titik konflik. Contohnya adalah persimpangan tidak sebidang


(14)

(Gambar 8). bentuknya dapat berupa jalan layang dan jalan bawah tanah. Untuk jalan layang, dapat berbentuk cloverleaf interchange (contohnya Jembatan Semanggi di Jakarta) dan diamond interchange.

Gambar 8. Persimpangan tidak sebidang (diamond interchange

cloverleaf interchange) (Sumber: Khisty, C.J.,B.Kent Lall 1998 Dalam Ahmad Deni Setiawan 2009)

B. Bundaran

Bundaran (roundabout) merupakan salah satu jenis pengendalian persimpangan yang umumnya dipergunakan pada daerah perkotaan dan luar kota sebagai titik pertemuan antara beberapa ruas jalan dengan tingkat arus lalu-lintas relatif lebih rendah dibandingkan jenis persimpangan bersinyal maupun persimpangan tidak bersinyal.

Salter (1995), mengatakan bahwa bundaran biasanya digunakan di daerah pusat perkotaan yang secara tradisional digunakan untuk memutuskan konflik antara pejalan kaki dengan arus lalulintas di daerah yang terbuka luas.


(15)

13

Terdapat tiga tipe dasar bundaran:

1. Bundaran normal, yaitu bundaran yang mempunyai satu sirkulasi jalan yang mengelilingi bundaran tersebut dengan diameter empat meter atau lebih dan biasanya dibagian pendekat jalannya melebar.

2. Bundaran mini, yaitu bundaran yang memiliki satu sirkulasi jalan yang mengelilingi bundaran berupa marka bundaran yang ditinggikan diameternya kurang dari empat meter dan bagian pendekat jalannya melebar atau tidak dilebarkan.

3. Bundaran ganda, yaitu persimpangan individual dengan dua buah bundaran, bundaran normal atau bundaran mini yang berdekatan.

Menurut O’ Flaherty (1997) bundaran sangat efektif digunakan sebagai salah

satu pengendalian persimpangan di daerah perkotaan dan luar kota yang memiliki beberapa karakteristik antara lain:

 Persentase volume lalulintas yang belok kanan sangat banyak,

 Tidak memungkinkan membuat persimpangan dengan prioritas dari berbagai arah lengan pendekat,

 Tidak seimbangnya kejadian kecelakaan yang melibatkan pergerakan bersilangan maupun menikung,

 Mengurangi tundaan jika dibandingkan penggunaan persimpangan bersinyal,

 Terjadi perubahan dari jalan dua arah menjadi satu arah.

Bundaran pada umumnya memiliki tingkat keselamatan yang lebih baik dibandingkan jenis pengendalian persimpangan yang lain, tingkat kecelakaan


(16)

lalu-lintas bundaran sekitar 0,3 kejadian per 1 juta kendaraan (tingkat kecelakaan lalu-lintas pada persimpangan bersinyal 0,43 dan simpang tak bersinyal 0,6) karena rendahnya kecepatan lalu-lintas dan kecilnya sudut pertemuan titik konflik, dan saat melewati bundaran kendaraan tidak harus berhenti pada saat volume lalulintas rendah ( MKJI 1997).

Bundaran dapat bertindak sebagai pengontrol, pembagi dan pengarah bagi sistem lalu-lintas yang berputar searah. Gerakan menerus dan membelok yang besar pada seluruh kaki pertemuan jalan akan mengurangi sumber kecelakaan dan memberikan kenyamanan yang lebih pada pada kondisi pengemudi (Hobbs, 1995). Bundaran lebih disukai karena dapat mengurangi tundaan dan memungkinkan banyak kendaraan memotong simpang tanpa harus berhenti total (MKJI, 1997 ).

Bundaran efektif jika digunakan untuk persimpangan antara jalan-jalan yang sama ukuran dan tingkat arusnya. Oleh sebab itu bundaran adalah sangat sesuai bagi persimpangan antara jalan dua lajur dan empat lajur. Kinerja bundaran dipengaruhi oleh jari-jari bundaran. Radius pulau bundaran ditentukan oleh kendaraan yang dipilih untuk membelok di dalam jalur lalu-lintas dan jumlah lajur masuk yang diperlukan. Semakin besar jari-jari bundaran maka tundaan semakin kecil sehingga kemacetan dapat dikurangi. Tipe bundaran dapat dilihat dari Tabel 2.4 berikut ini.


(17)

15

Tabel 2.1 Nilai Tipe Bundaran

Tipe Bundaran Jari-jari bundaran (m) Jumlah lajur masuk Lebar lajur masuk Wt

(m)

Panjang jalinan Lw

(m)

Lebar jalinan Ww

(m)

R10 - 11 10 1 3,5 23 7

R10 - 22 10 2 7,0 27 9

R14 - 22 14 2 7,0 31 9

R20 - 22 20 2 7,0 43 9

(Sumber: MKJI 1997)

Ukuran kinerja umum dalam analisis operasional pada bundaran yang dapat diperkirakan berdasarkan aturan Manual Kapasitas Jalan Indonesi (MKJI)1997 adalah :

1. Kapasitas,

2. Derajat Kejenuhan, 3. Tundaan,

4. Peluang Antrian

1. Kapasitas

Kapasitas dapat didefinisikan sebagai arus lalu-lintas yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu-lintas dan sebagainya), dalam kendaraan/jam atau smp/jam (MKJI 1997).

Kapasitas adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat melewati suatu persimpangan atau ruas jalan selama waktu tertentu pada kondisi jalan dan lalu-lintas dengan tingkat kepadatan yang ditetapkan (HCM 1994). Kapasitas bundaran pada keadaan lalu-lintas lapangan (ditentukan oleh hubungan antara semua gerakan) dan kondisi lapangan, didefinisikan


(18)

sebagai arus lalu-lintas total pada saat bagian jalinan yang pertama mencapai kapasitasnya. Dimana kapasitas lebih besar dibandingkan arus, jika arus lebih besar dari kapasitas maka bundaran sudah tidak layak dipergunakan.

Gambar 9. Grafik Hubungan Arus dan Kapasitas

a. Faktor yang mempengaruhi kapasitas

Faktor yang mempengaruhi kapasitas suatu simpang menurut Oglesby dan Hick (1998) adalah :

1. Kondisi fisik simpang dan operasi, yaitu ukuran dan dimensi lebar jalan, kondisi parkir dan jumlah lajur,

2. Kondisi lingkungan, yaitu faktor jam sibuk pada suatu simpang,

3. Karakteristik gerakan lalulintas, yaitu gerakan mambelok dari kendaraan,

4. Karakteristik lalu-lintas kendaraan berat, yaitu truk dan bus melewati simpang.


(19)

17

b. Kapasitas dapat dibagi menjadi dua bagian

1. Kapasitas Dasar adalah kapasitas pada geometri dan prosentase jalinan tertentu tanpa induksi faktor penyesuaian.

2. Kapasitas sesungguhnya diperoleh dengan cara mengalikan kapasitas dasar (CO) dengan penyesuaian ukuran kota (FCS) serta faktor lingkungan jalan (FRSU).

Kapasitas (C) sesungguhnya (smp/jam) dihitung dengan menggunakan induksi faktor penyesuaian F. Besarnya kapasitas tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan :

C = 135 x Ww 1,3 x (1+WE/Ww)1,5 x (1-Pw/3)0,5 x (1+Ww/Lw)-1,8 x Fcs x FRSU...(2.1) keterangan :

WE = ( lebar masuk rata-rata ) = ½ ( W1 + W2 ) WW = Lebar jalinan (m)

Lw = Panjang jalinan (m) PW = Rasio jalinan

FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota FRSU = Faktor penyesuaian tipe lingkaran

Faktor Ww =135xWw1.3 ...(2.2)

Faktor penyesuaian FCS untuk ukuran kota dimasukan sebagai jumlah penduduk di seluruh daerah perkotaan sebagaimana Tabel 2.1.


(20)

Tabel 2.2. Kelas Ukuran Kota

Ukuran Kota Jumlah Penduduk Faktor Penyesuaian Ukuran

Kota Sangat Kecil Kecil Sedang Besar Sangat Besar < 0,1 0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0

>3,0 0,82 0,88 0,94 1,00 1,05

(Sumber: MKJI 1997)

Faktor penyesuaian F tipe lingkungan jalan di klasifikasikan dalam kelas menurut guna tanah dan aksesibilitas jalan tersebut dari aktifitas sekitarnya. Hal ini di tetapkan secara kualitatif dari pertimbangan teknik lalu-lintas sebagaimana yang ditunjukan melalui Tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.3. Tipe Lingkungan Jalan

Komersial Tata guna lahan komersial ( misalnya

perkotaan, rumah makan, perkotaan dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan )

Pemukiman Tata guna lahan tempat tinggal dan jalan

masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan

Akses Terbatas Tempat jalan masuk atau jalan masuk

langsung terbatas (misalnya karena adanya penghalang fisik, jalan samping dan sebagainya)


(21)

19

Tabel 2.4. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping, dan Kendaraan Tidak bermotor

Kelas Tipe Lingkungan jalan (RE)

Kelas hambatan samping (SF)

Rasio kendaraan tak bermotor

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥ 0,25

Komersial Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70

Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,70

Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71

Pemukiman Tinggi 0,96 0,91 0,87 0,82 0,77 0,72

Sedang 0,97 0,92 0,88 0,82 0,77 0,73

Rendah 0,98 0,93 0,89 0,83 0,78 0,74

Akses Terbatas

Tinggi,

sedang, rendah 1,00 0,94 0,90 0,85 0,80 0,75

(Sumber: MKJI 1997)

Kapasitas dasar adalah kapasitas pada geometri dan prosentase jalinan tertentu tanpa induksi faktor penyesuaian dan dihitung dengan persamaan : Co = 135 x Ww 1,3 x (1+WE/Ww)1,5 x (1-Pw/3)0,5 x (1+Ww/Lw)-1,8 ....(2.3) keterangan :

WE = lebar masuk rata-rata = ½ (W1+W2) Ww = lebar jalinan (m)

Lw = panjang jalinan (m) Pw = rasio jalinan

Faktor WE /WW = (1+ WE /Ww )1.5………(2.4)

Faktor PW = (1- PW /3 )0.5 ………(2.5)

Faktor WW /LW = (1+ WW /Lw)-1.8 ………(2.6)


(22)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adalah : 1. Kondisi ideal,

2. Kondisi jalan, 3. Kondisi medan, 4. Kondisi lalulintas, 5. Populasi pengemudi,


(23)

21

2. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (degree of saturation) menunjukan rasio arus lalu-lintas pada pendekat tersebut terhadap kapasitas. Pada nilai tertentu, derajat kejenuhan dapat menyebabkan antrian yang panjang pada kondisi lalu-lintas puncak (MKJI 1997).

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, derajat kejenuhan (DS) bagian jalinan dihitung berdasarkan persamaan berikiut:

DS = C Qsmp

...(2.7) Qsmp = Q kendaraan × Fsmp ...(2.8)

Fsmp =

 

100

% %

% HV empHV MC empMC

LV    

...(2.9) keterangan :

Qsmp = Arus total (smp/jam)

Fsmp = faktor mobil satuan penumpang

C = Kapasitas (smp/jam)

3. Tundaan

Menurut (MKJI 1997), tundaan yang terjadi dibundaran dapat terjadi karena dua sebab yaitu tundaan lalu-lintas (DT) akibat interaksi lalu-lintas dengan gerakan yang lain di dalam persimpangan dan tundaan geometrik (DG) akibat perlambatan dan percepatan arus lalu-lintas.


(24)

Tundaan rata-rata bagian jalinan dihitung sebagai berikut:

D = DT + DG ... (2.10) Dimana:

D = tundaan rata-rata bagian jalinan (det/smp)

DT = tundaan lalu-lintas rata-rata bagian jalinan (det/smp) DG = tundaan geometrik rata-rata bagian jalinan (det/smp)

Tundaan lalu-lintas pada bagian jalan ditentukan berdasarkan kurva tundaan empiris dengan derajat kejenuhan sebagai variabel masukan.

Tundaan geometrik pada bagian jalinan dihitung menggunakan rumus: DG = (1-DS) x 4 + Ds x 4 = 4 ...(2.11) Tundaan rata-rata bundaran dihitung menggunakan rumus :

DTR = Σ ( Qi x DTi ) / Qmasuk ; i=....n ... (2.12)

keterangan :

DTR = tundaan bundaran rata-rata (det/smp)

i = bagian jalinan i dalam bundaran n = jumlah bagian jalinan dalam bundaran

Qi = arus total lapangan pada bagian jalinan i(det/smp)

DTi = tundaan lalu-lintas rata-rata pada bagian jalinan i(det/smp)

Qmasuk = jumlah arus total yang masuk bundaran (smp/jam)


(25)

23

4. Peluang antrian pada bagian jalinan bundaran

Peluang antrian QP% pada bagian jalinan ditentukan berdasarkan kurva antrian empiris, dengan derajat kejenuhan sebagai variabel masukan. Peluang antrian bundaran di tentukan dengan menggunakan rumus :

QP% = MAKS dari (QP%) ; 1...n ... (2.13) keterangan :

QP% = peluang antri bagian jalinan i,

n = jumlah bagian jalinan dalam bundaran

C. Karakteristik Volume Lalulintas

Volume lalu-lintas menurut MKJI 1997 adalah jumlah kendaraan yang lewat pada suatu jalan dalam suatu waktu (hari, jam, menit). Volume yang tinggi membutuhkan lebar jalan yang lebih besar sehingga tercipta keamanan dan kenyamanan.

Volume lalu-lintas ini dihitung berdasarkan jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pada suatu jalan dalam selama satuan waktu, yaitu :

q = T N

... (2.15) keterangan :

q = volume kendaraan ( kendaraan / jam ) N = jumlah kendaraan yang lewat ( kendaraan ) T = waktu atau periode pengamatan ( jam )


(26)

Volume lalu-lintas yang akan digunakan dalam analisis penelitian ini adalah : 1. volume harian, yaitu volume lalu-lintas pada hari tertentu,

2. volume tiap jam, yaitu volume lalu-lintas yang terjadi pada tiap jam-jam puncak.

Volume lalu-lintas pada umumnya berbeda antara volume lalu-lintas jam sibuk pagi, siang dan sore.

D. Satuan Mobil Penumpang

Data arus lalu-lintas yang didapatkan dari survei primer di lapangan adalah dalam data arus lalu-lintas dalam suatu kendaraan/jam. Sedangkan untuk pengolahan data selanjutnya satuan yang digunakan adalah satuan mobil penumpang (smp). Oleh karena itu, untuk mengolah data arus lalu-lintas yang diperoleh dari lapangan, dilakukan konversi dari satuan kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan mengunakan nilai ekivalensi mobil penumpang (emp).

Tabel 2.5Nilai Ekivalen Mobil Penumpang (emp)

Tipe Kendaraan Ekivalen mobil penumpang

Pendekat Terlindung Pendekat Terlawan

Kendaraan Ringan (Lv) 1,0 1,0

Kendaraan berat (Hv) 1,3 1,3

Sepeda Motor (MC) 0,2 0,5

(Sumber: MKJI 1997)

Sedangkan untuk kendaraan tidak bermotor ( un-motorcycle), menurut MKJI 1997 diperhitungkan sebagai hambatan samping.


(27)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kinerja bundaran tidak bersinyal dengan menggunakan MKJI 1997. Tahapan-tahapan penelitian dapat dilihat pada bagan alir berikut ini.

No

Yes

Hasil Dan Kesimpulan

Selesai

Rekondisi geometri Rekapitulasi dan Tabulasi Data

Kelayakan simpangan Data Primer :

1. Kondisi geometrik 2. Volume lalulintas 3. Pola gerak arus 4. Hambatan samping

Data Sekunder :

1. Data rata-rata LHR tahun sebelumnya dari PU Bina Marga Mulai

Persiapan

Survey pendahuluan : Pemilihan lokasi penelitian Penentuan waktu penelitian


(28)

B.Persiapan

Tahapan ini dilakukan agar pelaksanaan survei dapat dijalankan dengan baik, kegiatan yang dilakukan antara lain mempersiapkan berbagai berkas surat izin penelitian, menentukan lokasi pengamat pada suatu pendekat/lengan, menentukan waku survei dan periode pengamatan, mempersiapakan alat-alat penelitian dan pengujian bekerjanya alat.

C.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di bundaran Tugu Raden Intan Bandar Lampung yang mencakup Jl Raya Natar, Jl. Soekarno Hatta dan Jl. ZA Pagar Alam.


(29)

27

D.Peralatan yang Digunakan

Dalam penelitian ini digunakan beberapa alat untuk menunjang pelaksanaan penelitian di lapangan sebagai berikut ini.

1. Alat tulis,

2. Alat pengukur panjang (meteran),

3. GPS digunakan untuk mencari data geometri bundaran,

4. Jam tangan digunakan untuk mengetahui awal dan akhir waktu pengamatan 5. Video perekam (kamera dan handycam), digunakan untuk merekam segala

aktifitas kendaraan pada jam pengamatan.

E.Penentuan Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan dalam satu hari Rabu pada saat jam sibuk (dimana terdapat volume lalu-lintas padat / maksimum) penelitian dilakukan selama 2 jam yaitu :

 Hari Senin : Pagi 06.00 – 08.00 WIB Siang 11.00 – 13.00 WIB Sore 16.00 – 18.00 WIB  Hari Rabu : Pagi 06.00 – 08.00 WIB Siang 11.00 – 13.00 WIB Sore 16.00 – 18.00 WIB  Hari Sabtu : Pagi 06.00 – 08.00 WIB

Siang 11.00 – 13.00 WIB Sore 16.00 – 18.00 WIB


(30)

F. Metode Inventaris Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapatkan dengan cara observasi atau pengamatan langsung di lokasi penelitian yang meliputi :

a) Data Geometri Bundaran

Data geometri bundaran yang dibutuhkan adalah :  Diameter bundaran

 Lebar pendekat W1 dan W2  Lebar jalinan Ww

 Panjang jalinan Lw b) Data volume lalu-lintas

Data volumue lalu-lintas yang dibutuhkan adalah data dari semua kendaraan (kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor) yang melewati bundaran yang dapat

mengidentifikasikan kapasitas bagian jalinan kondisi sekarang di lapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data LHR tahun sebelumnya yang didapat dari instansi terkait yaitu PU Bina Marga Lampung,


(31)

29

G.Pelaksanaan Penelitian

1. Survei volume lalulintas

Pengamat meneliti jumlah kendaran baik berat maupun ringan dan dibantu dengan alat perekam video.

2. Survei geometri

Survei geometri dilakukan untuk mengetahui ukuran-ukuran

penempang melintang jalan, luas bundaran dan ukuran median sehingga bisa didapatkan kapasitas dari jalan yang diteliti

H.Pengolahan Dan Analisis Data

Setelah survei dan pengumpulan data-data lengkap, maka tahapan atau langkah selanjutnya yang dilakukan adalah memproses data berdasarkan bagan alir yang terdapat dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 untuk bundaran tidak bersinyal.


(32)

LANGKAH B KAPASITAS

1. Parameter geometrik bagian jalan 2. kapasitas dasar

3. faktor penyesuaian ukuran kota (FCS)

4. faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan hambatan samping dan kendaraan tak bermotor Kondisi geometrik

LANGKAH C PERILAKU LALULINTAS

1. Derajat kejenuhan

2. Tundaan bagian jalinan bundaran 3. Peluang antrian bagian jalinan bundaran

Keperluan penyesuaian anggapan mengenai rencana tersebut

Akhir analisa Perubahan

LANGKAH A DATA MASUKAN

1. Kondisi geometrik 2. Kondisi lalulintas 3. Kondisi lingkungan

Ya

Tidak

Gambar 11. Bagan Alir Analisis Bundaran Tidak Bersinyal (sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)


(33)

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Survey

1. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer untuk tahun 2010 pada Bundaran Tugu Raden Intan adalah dengan melakukan Survey Lalu-lintas Harian dengan perekam video (handycam dan kamera).

Survey dilaksanakan pada hari Senin (26 April 2010), Rabu (28 April 2010) dan Sabtu 1 Mei 2010), pukul 06.00–08.00 WIB, 11.00-13.00 WIB dan 16.00-18.00 WIB

2. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan adalah data volume kendaraan tahun sebelumnya pada simpang tersebut yang didapat dari PU Bina Marga. .


(34)

Jl . R

ay a Na

tar

Jl. S oeka

rno - Hatta

Jl . ZA

Paga r Al am Lahan kosong Kantor Polisi Alfamart Rumah Makan Kantor Pertanian dan Kehutanan Toko Parkiran Toko Toko Toko Toko W1= W1= W1= W1= W2= W2= Ww= Ww= Ww= W2= W1= W1=

B. Data Hasil Survey

Kondisi Eksisting

Dari pengukuran yang dilakukan dapat disampaikan dimensi elemen bundaran sebagaimana yang ditujukan melalui Gambar 12 di bawah ini.


(35)

33

Bundaran Tugu Raden Intan mempunyai tiga lengan masing-masing lengan adalah lengan A (Jl. Raya Natar), lengan B (Jl. Soekarno Hatta) dan lengan C (Jl. ZA Pagar Alam). Sedangkan dimensi elemen bundaran Tugu Raden Intan dapat dilihat sebagaimana yang ditunjukan pada gambar 12. Secara ringkas, data geometrik bundaran dapat dilihat melalui Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Parameter Geometrik Bundaran Tugu Raden Intan

Bagian jalinan

Lebar masuk (m)

Lebar masuk Lebar

WE/Ww

Panjang

Ww/Lw

rata-rata (m) Jalinan

(m) Jalinan

Pendekat 1

Pendekat

2 WE Ww Lw

(W1) (W2) (M) (M) (m)

Jl. Raya Natar (A) 12 7 9.5 13 0.731 36 0.361

Jl. Soekarno Hatta (B) 10 7 8.5 11 0.773 36 0.306

Jl. ZA Pagar Alam ( C ) 7 7 7 16 0.438 33 0.485

(Sumber: Data Lapangan Bundaran Tugu Raden Intan)

Keterangan :

W1 = Lebar pendekat diukur dari median ke tepi jalan W2 = Lebar pendekat diukur dari median ke bundaran WW = Lebar jalinan

LW = Panjang jalinan

WE = Lebar masuk rata-rata

C. Volume Lalu-lintas

Pelaksanaan survei volume lalu-lintas dilakukan pada jam-jam sibuk dengan menggunakan perekam video (handycam dan kamera), sehingga didapatkan volume lalu-lintas untuk masing-masing lengan. Perhitungan dilakukan pada semua jenis kendaraan dan dibedakan berdasarkan jenis kendaraannya yaitu antara lain : kendaraan berat (bus, bus kota, truk), kendaraan ringan


(36)

(kendaraan pribadi, angkutan kota berukuran kecil, pick up, colt box), kendaraan bermotor roda dua dan kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak). Semua kendaraan tersebut dihitung setiap masing masing lengan dengan persentase seperti pada gambar di bawah.

Gambar 13. Grafik Persentase Jenis Kendaraan Ruas Jl. Raya Natar


(37)

35

Gambar 15. Grafik Persentase Jenis Kendaraan Ruas Jl. ZA Pagar Alam

Pencacahan kendaraan dilakukan selama tiga hari pada jam-jam sibuk sebagai anggapan. Yaitu di antaranya pada pagi jam 06.00-08.00 WIB, siang 11.00-13.00 WIB dan sore pada jam 16.00-18.00 WIB. Perhitungan jumlah arus kendaraan dilakukan pada tiap-tiap lengan pada hari Senin, Rabu, Sabtu. Pengamatan perhitungan kendaraan dilakukan dengan handycam dan kamera perekam, dan hasil pengamatan dihitung manual, lalu diplot ke dalam Microsoft Excel . Hasilnya disajikan dalam bentuk grafik batang sebagai berikut ini.


(38)

Gambar 16. Grafik Distribusi Penyebaran Arus Lalu-lintas Asal dari JL. Raya Natar

Gambar 17. Grafik Distribusi Penyebaran Arus Lalu-lintas Asal dari JL. Soekarno - Hatta


(39)

37

Gambar 18. Grafik Distribusi Penyebaran Arus Lalu-lintas Asal dari JL. ZA Pagar Alam

Selanjutnya dilakukan perhitungan volume lalu-lintas bundaran dengan interval 1 jam yaitu 4 x 15 menit untuk masing-masing jalinan. Penentuan volume jam puncak bundaran dilakukan dengan melakukan rekapitulasi pada hasil kendaraan yang masuk bundaran.

Volume pencacahan lalu-lintas bundaran dengan interval waktu satu jam untuk masing-masing lengan dapat dilihat pada Tabel 4.2, Tabel 4.3, dan Tabel 4.4 berikut ini.


(40)

Tabel 4.2 Volume Lalu-lintas Bundaran Tugu Raden Intan Interval Waktu 1 jam Untuk Masing-masing Lengan Pada Hari Senin

Jam LHR yang Masuk Bundaran Total yang masuk

Jl. Raya Natar Jl. Soekarno - Hatta Jl. ZA Pagar Alam siklus bundaran

06:00 - 07:00 889.40 730.50 308.90 1928.8

06:15 - 07:15 1086.20 795.60 314.20 2196.0

06:30 - 07:30 1238.20 796.10 304.60 2338.9

06:45 - 07:45 1414.20 764.10 271.30 2449.6

07:00 - 08:00 1424.10 709.80 257.60 2391.5

11:00 - 12:00 922.70 656.50 281.00 1860.2

11:15 - 12:15 970.00 631.60 267.70 1869.3

11:30 - 12:30 968.10 671.40 243.50 1883.0

11:45 - 12:45 1008.10 702.00 251.80 1961.9

12:00 - 13:00 1051.20 699.10 240.60 1990.9

16:00 - 17:00 1277.10 781.60 169.10 2227.8

16:15 - 17:15 1285.70 777.60 196.90 2260.2

16:30 - 17:30 1244.70 767.50 210.60 2222.8

16:45 - 17:45 1244.50 748.30 221.00 2213.8

17:00 - 18:00 1171.50 694.80 218.10 2084.4

Tabel 4.3 Volume Lalu-lintas Bundaran Tugu Raden Intan Interval Waktu 1 jam Untuk Masing-masing Lengan Pada Hari Rabu

Jam LHR yang Masuk Bundaran Total yang masuk

Jl. Raya Natar Jl. Soekarno - Hatta Jl. ZA Pagar Alam siklus bundaran

06:00 - 07:00 964.20 557.30 205.00 1726.5

06:15 - 07:15 1168.90 666.70 241.70 2077.3

06:30 - 07:30 1427.80 740.40 288.40 2456.6

06:45 - 07:45 1562.70 788.90 309.30 2660.9

07:00 - 08:00 1588.10 833.80 314.20 2736.1

11:00 - 12:00 897.60 664.70 282.80 1845.1

11:15 - 12:15 912.80 647.40 276.40 1836.6

11:30 - 12:30 880.80 624.20 263.70 1768.7

11:45 - 12:45 905.10 603.90 288.40 1797.4

12:00 - 13:00 932.70 644.80 288.80 1866.3

16:00 - 17:00 1179.40 756.20 213.30 2148.9

16:15 - 17:15 1250.80 805.20 200.80 2256.8

16:30 - 17:30 1166.30 857.20 192.30 2215.8

16:45 - 17:45 1242.60 815.20 184.40 2242.2


(41)

39

Tabel 4.4 Volume Lalu-lintas Bundaran Tugu Raden Intan Interval Waktu 1 jam Untuk Masing-masing Lengan Pada Hari Sabtu

Jam LHR yang Masuk Bundaran Total yang masuk

Jl. Raya Natar Jl. Soekarno - Hatta Jl ZA Pagar Alam siklus bundaran

06:00 - 07:00 869.40 519.60 244.60 1633.6

06:15 - 07:15 1076.90 570.80 218.90 1866.6

06:30 - 07:30 1232.10 583.30 193.60 2009.0

06:45 - 07:45 1410.20 602.00 168.90 2181.1

07:00 - 08:00 1422.40 574.40 160.10 2156.9

11:00 - 12:00 935.20 594.50 224.50 1754.2

11:15 - 12:15 884.20 627.80 231.60 1743.6

11:30 - 12:30 888.60 617.20 218.80 1724.6

11:45 - 12:45 937.00 630.40 233.10 1800.5

12:00 - 13:00 970.50 659.90 236.80 1867.2

16:00 - 17:00 1131.40 706.40 188.10 2025.9

16:15 - 17:15 1229.40 671.40 203.00 2103.8

16:30 - 17:30 1240.30 673.00 201.10 2114.4

16:45 - 17:45 1272.70 674.60 210.50 2157.8

17:00 - 18:00 1203.20 763.80 240.90 2207.9

Untuk melihat volume jam puncak untuk masing-masing lengan maka selanjutnya dari Table 4.2, 4.3 dan 4.4 di atas disajikan dalam bentuk grafik batang sebagai berikut ini.


(42)

.Gambar 19. Grafik Volume Jam Puncak pada Periode Pengamatan di Hari Senin

Keterangan jam puncak:

Jl. Raya Natar : Pagi jam 07.00–08.00 dengan jumlah 1424 smp/jam Siang jam 12.00–13.00 dengan jumlah 1051 smp/jam Sore jam 16.15 – 17.15 dengan jumlah 1286 smp/jam Jl. Soekarno Hatta : Pagi jam 06.30–07.30 dengan jumlah 796 smp/jam

Siang jam 11.45–11.45 dengan jumlah 702 smp/jam Sore jam 16.00 – 17.00 dengan jumlah 782 smp/jam Jl. ZA Pagar Alam: Pagi jam 06.15–07.15 dengan jumlah 314 smp/jam

Siang jam 11.00–12.00 dengan jumlah 281 smp/jam Sore jam 16.45 – 17.45 dengan jumlah 221 smp/jam


(43)

41

Gambar 20. Grafik Volume Jam Puncak pada Periode Pengamatan di Hari Rabu

Keterangan jam puncak:

Jl. Raya Natar : Pagi jam 07.00–08.00 dengan jumlah 1588 smp/jam Siang jam 12.00–13.00 dengan jumlah 933 smp/jam Sore jam 17.00 – 18.00 dengan jumlah 1278 smp/jam Jl. Soekarno Hatta : Pagi jam 07.00–08.00 dengan jumlah 834 smp/jam

Siang jam 11.00–12.00 dengan jumlah 665 smp/jam Sore jam 16.30 – 17.30 dengan jumlah 857 smp/jam Jl. ZA Pagar Alam: Pagi jam 07.00–08.00 dengan jumlah 314 smp/jam

Siang jam 12.00–13.00 dengan jumlah 289 smp/jam Sore jam 16.00 – 17.00 dengan jumlah 213 smp/jam


(44)

Gambar 21. Grafik Volume Jam Puncak pada Periode Pengamatan di Hari Sabtu

Keterangan jam puncak:

Jl. Raya Natar : Pagi jam 07.00–08.00 dengan jumlah 1422 smp/jam Siang jam 12.00–13.00 dengan jumlah 971 smp/jam Sore jam 16.45 – 17.45 dengan jumlah 1273 smp/jam Jl. Soekarno Hatta : Pagi jam 06.45–07.45 dengan jumlah 602 smp/jam

Siang jam 12.00–13.00 dengan jumlah 660 smp/jam Sore jam 17.00 – 18.00 dengan jumlah 764 smp/jam Jl. ZA Pagar Alam: Pagi jam 06.00–07.00 dengan jumlah 245 smp/jam

Siang jam 12.00–13.00 dengan jumlah 237 smp/jam Sore jam 17.00 – 18.00 dengan jumlah 241 smp/jam


(45)

43

Hasil rekapitulasi jam puncak untuk masing-masing lengan hari Senin, Rabu dan Sabtu dapat dilihat pada table 4.5, 4.6 dan 4.7

Tabel 4.5 Rekapitulasi Volume Jam Puncak Masing-masing Lengan Hari Senin

Lengan

Volume Jam Puncak Pagi (smp/jam) Siang (smp/jam) Sore (smp/jam)

Jl. Raya Natar 1424 1051 1286

Jl. Soekarno - Hatta 796 702 782

Jl. ZA Pagar Alam 314 281 221

Jumlah 2534 2034 2289

(Sumber: Hasil Survei, 2010)

Tabel 4.6 Rekapitulasi Volume Jam Puncak Masing-masing Lengan Hari Rabu

Lengan

Volume Jam Puncak Pagi (smp/jam) Siang (smp/jam) Sore (smp/jam)

Jl. Raya Natar 1588 933 1278

Jl. Soekarno - Hatta 834 665 857

Jl. ZA Pagar Alam 314 289 213

Jumlah 2736 1887 2348

(Sumber: Hasil Survei, 2010)

Tabel 4.7 Rekapitulasi Volume Jam Puncak Masing-masing Lengan Hari Sabtu

Lengan

Volume Jam Puncak Pagi (smp/jam) Siang (smp/jam) Sore (smp/jam)

Jl. Raya Natar 1422 971 1273

Jl. Soekarno - Hatta 602 660 764

Jl. ZA Pagar Alam 245 237 241

Jumlah 2269 1868 2279


(46)

Tabel 4.8 Rekapitulasi Volume Jam Puncak Hari Senin, Rabu dan Sabtu

Hari Pagi

(smp/jam)

Siang (smp/jam)

Sore (smp/jam)

Senin 2534 2034 2289

Rabu 2736 1887 2348

Sabtu 2269 1868 2279

(Sumber: Hasil Survei, 2010)

Gambar 22. Grafik Volume Jam Puncak pada Hari Senin, Rabu dan Sabtu Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa Volume Jam Puncak (VJP) yang digunakan untuk analisis adalah pada hari Rabu pagi jam 07.00 – 08.00 WIB.

D. Analisis Bundaran Tak Bersinyal (Existing)

Setelah mendapatkan data survey di lapangan berupa data geometrik jalan, volume lalu-lintas dan kondisi geometrik bundaran, kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui kinerja bundaran berdasarkan MKJI 1997.


(47)

45

a. Rasio Jalinan

Nilai rasio jalinan diperoleh dari pembagian arus jalinan total dan arus total berdasarkan rumus:

P = Qw / Qtotal …….. (4.1)

B

BLT

BRT

ALT CRT

A AST CST C AUT

Gambar 23. Sketsa aliran arus kendaraan

Tabel 4.9 Volume Lalu-lintas pada kondisi existing hari Rabu jam 07.00 - 08.00

Nama Jalinan

Pola Gerak

Jam Puncak Pagi emp

Kend/jam smp/jam

Kendaraan LV HV MC

LV HV MC UM 1 1.3 0.5

Jl. Raya Natar (A)

A - LT 119 215 658 0 119 280 329 992 728

A - ST 524 44 1971 0 524 57 986 2539 1567

A - UT 6 3 23 0 6 4 12 32 21

649 262 2652 0 649 341 1326 3563 2316

Jl. Soekar

no – Hatta

(B)

B - LT 67 29 102 3 67 38 51 198 156

B - RT 273 226 534 0 273 294 267 1033 834

340 255 636 3 340 332 318 1231 990

Jl. ZA Pagar Alam

( C )

C - ST 415 17 1199 1 415 22 600 1631 1037

C - RT 188 29 177 0 188 38 89 394 314

603 46 1376 1 603 60 688 2025 1351

JUMLAH 6819 4656

(Sumber: Hasil Survei, 2010)

Qw AB = AST + AUT + CRT


(48)

= 1902 smp/jam

QTotal AB = ALT + AST + AUT + CRT

= 728 + 1567 + 21 + 314 = 2630 smp/jam

Pada bagian jalinan A – B diperoleh nilai arus menjalin (QW) = 1902

smp/jam dan arus total (QTotal) = 2630 smp/jam. Maka diperoleh nilai rasio

jalinan (PW) jalinan A – B adalah :

2630 1902

PW  = 0,72

Dengan menggunakan cara yang sama maka didapat nilai rasio jalinan yang lain seperti Tabel 4.10 di bawah ini.

Tabel 4.10 Nilai Rasio Jalinan existing

Bagian Jalinan PW

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 0,72

Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 0.94

Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 0,53

(Sumber: Hasil Perhitungan)

b. Rasio Kendaraan Tak Bermotor (ρUM)

Rasio kendaraan didapat dari perbandingan antara arus kendaraan tak bermotor (kend/jam) dengan kendaraan bermotor berdasarkan rumus :

ρUM = QUM / Qkendaraan ……. (4.2)

Dari Tabel 4.8 diperoleh nilai arus kendaraan Tidak Motor (QUM) adalah 4

kendaraan tidak bermotor/jam, sedangkan nilai arus kendaraan adalah 6819 kend/jam (4656 smp/jam). Berdasarkan rumus di atas maka diperoleh nilai rasio kendaraan tak bermotor = 0


(49)

47

c. Kapasitas Dasar (Co)

Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan per satuan waktu yang melewati suatu titik. Kapasitas dasar adalah kapasitas pada geometrik dan persentase jalinan tertentu pada indikator faktor penyesuaian, dihitung berdasarkan persamaan 2.1 berikut ini

Co = 135 x Ww 1,3 x (1+WE/Ww)1,5 x (1-Pw/3)0,5 x (1+Ww/Lw)-1,8 Variabel-variabel masukan yang digunakan untuk menghitung kapasitas dasar (Co) adalah sebagai berikut.

1. Nilai faktor lebar jalinan (Ww)

Dengan rumus pada persamaan 2.7 yaitu faktor WW = 135 x WW1.3

Lebar jalinan (WW) untuk masing-masing jalinan dapat dilihat kembali

pada Tabel 4.1.

Pada jalinan A – B diperoleh nilai faktor WW :

Faktor WW (jalinan A – B) = 135 x WW1.3 = 135 x 131.3 = 3788.44

Dengan cara yang sama diperoleh nilai faktor WW untuk bagian jalinan

yang lain, selengkapnya terdapat pada Tabel 4.11 di bawah ini. Tabel 4.11 Nilai faktor WW existing

Bagian Jalinan Faktor WW

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 3788.44 Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 3048.91 Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 4962.38 (Sumber: Hasil Perhitungan)


(50)

2. Rasio lebar rata-rata dengan lebar jalinan (WE /WW)

Dengan rumus pada persamaan 2.4 yaitu Faktor WE / WW = (1 + WE /

WW)1.5

2 7 12 2 1 WW     n W W

= 9,50 m

Sedangkan WW pada bagian jalinan A-B sebesar 13 m didapat dari

Tabel 4.1, maka : WE / WW = 9,50 / 13 = 0,731 m

Sehingga didapat nilai faktor WE / WW = (1 + 0,731)1.5 = 2,277

Dengan menggunakan cara yang sama maka faktor WE / WW yang lain

dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut. Tabel 4.12 Nilai faktor WE / WW existing

Bagian Jalinan Faktor WE / W W

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 2,277 Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 2,361 Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 1,724 (Sumber: Hasil Perhitungan)

3. Nilai faktor PW

Dengan rumus pada persamaan 2.5 yaitu faktor PW = (1 - PW / 3)0.5.

Pada bagian jalinan A-B PW = 0,72 maka dapat diperoleh faktor PW

pada bagian jalinan A-B = (1 – 0.72/ 3)0.5 = 0,757. Maka dengan cara yang sama jalinan yang lain dapat diperoleh seperti pada Tabel 4.13 di bawah ini.

Tabel 4.13 Nilai faktor PW existing

Bagian Jalinan Faktor PE

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 0,757 Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 0,804 Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 0,714 (Sumber: Hasil Perhitungan)


(51)

49

4. Faktor WW / LW

Bagian jalinan A-B didapat nilai lebar jalinan (WW) = 13 m dan nilai

panjang jalinan A-B adalah 36 m, dapat dilihat pada Tabel 4.1. Maka faktor WW / LW dengan mengguakan persamaan 2.6

Faktor WW /LW = (1+ WW /LW)-1.8 = (1 + 13/36)-1.8 = 0,574

Maka dengan menggunakan cara yang sama, bagian jalinan yang lain dapat diperoleh seperti pada Tabel 4.14 di bawah ini

Tabel 4.14 Nilai faktor WW / LW existing

Bagian Jalinan faktor WW / LW

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 0,574 Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 0,619 Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 0,491 (Sumber: Hasil Perhitungan)

Dengan mendapatkan keempat nilai faktor tersebut, maka nilai kapasitas dasar (Co) dapat diperoleh dengan cara mengalikan keempat faktor tersebut. Maka kapasitas dasar (Co) untuk bagian jalinan A-B didapat dengan menggunakan persamaan 2.3

Co = 135 x WW1,3 x (1+WE/WW)1,5 x (1-PW/3)0,5 x (1+WW/LW)-1,8

= 3788,44 x 2,277 x 0,757 x 0,574 = 3.748 smp/jam

Maka dengan menggunakan cara yang sama, bagian jalinan yang lain dapat diperoleh seperti pada Tabel 4.15 di bawah ini

Tabel 4.15 Kapasitas Dasar (Co) existing

Bagian Jalinan Kapasitas Dasar ( Co, smp/jam)

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 3.748 Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 3.583

Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 2.999


(52)

5. Kapasitas sesungguhnya ( C )

Kapasitas sesungguhnya diperoleh dengan cara mengalikan kapasitas dasar (Co) dengan penyesuaian ukuran kota (FCS) serta faktor

lingkungan jalan (FRSU).

Dengan jumlah penduduk lebih dari 3 juta maka faktor ukuran kota adalah 1,05 (sesuai penjelasan pada Tabel 2.1) dan 0,94 untuk Faktor Lingkungan Jalan (sesuai penjelasan pada Tabel 2.3).

Maka nilai kapasitas sesungguhnya untuk jalinan A-B menggunakan rumus pada persamaan 2.1 adalah :

C = Co x FCS x FRSU

= 3.748 x 1,05 x 0,94 = 3699 smp/jam

Maka dengan menggunakan cara yang sama, kapasitas sesungguhnya ( C ) bagian jalinan yang lain dapat diperoleh seperti pada Tabel 4.16 di bawah ini

Tabel 4.16 Kapasitas Sesungguhnya (C) existing

Bagian Jalinan Kapasitas ( C, smp/jam)

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 3.699 Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 3.536

Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 2.960

(Sumber: Hasil Perhitungan)

d. Analisis Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) merupakan rasio arus terhadap kapasitas yang digunakan sebagai faktor utama dalam menentukan tingkat kinerja simpang atau segmen jalan. Dengan nilai derajat kejenuhan (DS) maka


(53)

51

dapat ditinjau apakah segmen jalan tersebut bermasalah pada kapasitas atau tidak. Dengan menggunakan persamaan 2.7 sebagai berikut:

DS = C Q

,

Dimana diketahui Total arus menjalin (QTot AB) = 2.630 smp/jam, dan

kapasitas jalan ( C ) adalah 3.699 smp/jam, maka nilai DS adalah : DS = 699 . 3 630 . 2 = 0,71

Hasil perhitungan derajat kejenuhan (DS) pada bundaran Tugu Raden Intan dapat dilihat pada Tabel 4.17 di bawah ini.

Tabel 4.17 Derajat Kejenuhan (DS) pada Jam Puncak Pagi Hari (existing)

Bagian Jalinan

Arus Total Sesungguhnya Q (smp/jam)

Kapasitas C (smp/jam)

Derajat Kejenuhan DS

AB 2.630 3.699 0,71

BC 2.578 3.536 0,73

CA 2.188 2.960 0,74

(Sumber: Hasil Perhitungan)

e. Tundaan Bagian Jalinan Bundaran (DT)

Tundaan lalu-lintas (DT) jalinan A-B = 4,00 det/smp diperoleh dengan menggunakan Grafik Tundaan Lalu-lintas Bagian Jalinan Vs Derajat Kejenuhan dengan nilai DS pada jalinan A-B = 0,71 terlihat pada gambar 24 di bawah ini.


(54)

Gambar 24. Grafik Tundaan Lalu-lintas Bagian Jalinan Vs Derajat Kejenuhan

Tabel 4.18 Tundaan Lalu-lintas pada Jam Puncak Pagi Hari (existing)

Bagian Jalinan DS DT (det/smp)

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 0,71 4,00

Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 0,73 4,30

Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 0,74 4,38

(Sumber: Hasil Perhitungan)

Dengan menggunakan cara yang sama, maka tundaan lalu-lintas (DT) pada bagian jalinan yang lain dapat diketahui, lihat Tabel 4.17.

Tundaan lalu-lintas bundaran (DTR) diperoleh dengan menggunakan

rumus persamaan 2.12

DTR = Σ ( Qi x DTi ) / Qmasuk ; i=....n

Diketahui bahwa QMasuk = 4.656 smp/jam (Tabel 4.9)

∑DTTotal = Σ ( Qi x DTi )

= ∑{(2.630 x 4,00) + (2.578 x 4,30) +


(55)

53

(2.188 x 4,38)} = 31.189 det/jam

DTR = 31.189 / 4.656 = 6,7 det/smp

Maka tundaan lalu-lintas bundaran DTR pada hari Rabu jam puncak pagi

07.00 – 08.00 WIB adalah 6,7 det/smp. Tundaan rata-rata (DR) yang diperoleh dengan menggunakan rumus DR = DTR + 4 adalah 6,7 + 4 = 10,7

det/smp.

f. Peluang Antrian Bundaran (QP%)

Peluang antrian bundaran ditentukan dari nilai persamaan 2.13 sebagai berikut : QP% = MAKS dari (QP%) ; 1...n

Gambar 25. Grafik Peluang Antrian Vs Derajat Kejenuhan

QP% max = 30

QP% min = 13


(56)

Tabel 4.19 Peluang Antrian Bagian Jalinan Bundaran Tugu Raden Intan pada Jam Puncak Pagi Hari (existing)

Bagian Jalinan DS Peluang Antrian (QP %)

min max

AB 0,71 13 30

BC 0,73 14 32

CA 0,74 15 34

(Sumber: Hasil Perhitungan)

Maka dari hasil analisis bagian jalinan Bundaran Tugu Raden Intan di atas, diperoleh kinerja bundaran pada kondisi existing (pada jam puncak yaitu har Rabu pagi) masih memenuhi ketetapan. Hal ini diukur dengan nilai derajat kejenuhannya (DS) pada jalinan A-B = 0,71, jalinan B-C = 0,73 dan jalinan C-A = 0,74, dimana persyaratan MKJI 1997 DS ≤ 0,75.

E. Prediksi Volume Kendaraan

Tabel 4.20 Volume Lalu-lintas

Tahun

Jenis Kendaraan

LV HV MC UM

2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010 A

(Jl' Raya Natar)

A - LT 64 76 95 119 121 198 252 280 81 77 123 329 0 0 0 0

A - ST 289 378 426 524 70 82 52 57 239 228 362 986 0 0 1 0

A - UT 4 7 5 6 4 5 3 4 3 3 5 12 1 0 0 0

B (Jl. Soekarno

- Hatta)

B - LT 63 66 59 67 30 7 29 38 49 222 61 51 0 0 0 3

B - RT 250 243 236 273 239 53 231 294 257 284 321 267 0 0 1 0

C (Jl ZA

Pagar Alam)

C - ST 568 217 771 415 26 98 31 22 919 239 1265 600 0 1 2 1

C - RT 255 98 346 188 46 50 55 38 138 36 189 89 0 0 0 0

Sumber: PU Bina Marga

Untuk mendapatkan prediksi kenaikan jumlah volume lalu-lintas/kendaraan yang melewati simpang J. Raya Natar, Jl. Soekarno-Hatta dan Jl. ZA Pagar Alam di atas tahun yang akan datang maka digunakan data volume lalu-lintas


(57)

55

tahun sebelumnya yaitu data tahun 2007, 2008 dan 2009. Seperti pada Tabel 4.20 di atas.

Selanjutnya perhitungan jumlah kendaraan untuk 15 tahun mendatang menggunakan rumus regresi linier yaitu sebagai berikut. Contoh perhitungan dapat dilihat pada dibawah yaitu Jl Raya Natar pada kendaraan ringan (LV) untuk belok ke kiri (LT).

b =

x x x y x xy       2

a = y – b x

Tabel 4.21 Perhitungan Jumlah Kendaraan Jl. Raya Natar

Tahun

Jumlah Kendaraan

(Yi)

Xi Xi2 Yi2 XiYi

2007 64 0 0 4096 0

2008 76 1 1 5776 76

2009 95 2 4 9025 190

2010 119 3 9 14161 357

Jumlah 354 6 14 33058 623

Sumber: Hasil Analisa

Rumus regresi linier diperoleh dari kutipan buku manajemen transportasi oleh Drs. M. Nur Nasution, M.S.Tr. halaman 91

b =

x x x y x xy       2 = 6 4 / 6 14 ) 354 4 / 6 ( ) 623 ( x x  

= 18,4

a = y – b x

= (354/4) - (18,4 x 6/4)


(58)

Maka persamaan regresi linier adalah Yi = a + b (xi) Y (2011) = 60,9 + 18,4 (xi)

= 60,9 + 18,4 (4) = 135 smp/jam

Dengan cara yang sama diperoleh LHR untuk bagian jalinan yang lain, selengkapnya terdapat pada Tabel 4.22 di bawah ini

Tabel 4.22 Prediksi Volume Lalu-lintas

Tahun

Jenis Kendaraan

LV HV MC UM

2015 2020 2025 2015 2020 2025 2015 2020 2025 2015 2020 2025 A

(Jl' Raya Natar)

A - LT 208 300 392 557 822 1087 666 1060 1455 0 0 0

A - ST 894 1270 1647 110 144 178 1997 3184 4371 1 1 2

A - UT 8 10 12 6 7 9 24 37 51 3 4 6

B (Jl. Soekarno

- Hatta)

B - LT 67 70 72 55 78 101 196 273 351 8 12 17

B - RT 291 322 353 427 598 769 326 359 393 1 1 2

C (Jl ZA Pagar Alam)

C - ST 555 602 650 95 134 173 799 833 867 4 6 8

C - RT 252 276 299 59 69 78 117 120 123 0 0 0

Sumber: Hasil Analisa

F. Prediksi Kinerja Bundaran Tahun 2015.

Dengan tata cara perhitungan yang sama seperti pada contoh perhitungan pada sub bab sebelumnya, maka dapat diperoleh hasil perhitungan pada Tabel 4.23 di bawah ini.

Tabel 4.23. Hasil Analisis Bagian Jalinan Bundaran pada Tahun 2015

Bagian Jalinan Kapasitas C (smp/jam) Volume Q (smp/jam) DS

AB 4272 4896 1.15

BC 3655 4399 1.20

CA 3782 2920 0.77


(59)

57

Jl. R ay

a N atar

Jl. So ekarn

o - H atta

Jl. ZA P ag ar A lam Lahan kosong Kantor Polisi Alfamart Rumah Makan Kantor Pertanian dan Kehutanan Toko Toko Toko Toko Toko W1= W1= W1= W1= W2= W2= Ww= Ww= Ww= W2= W1= W1=

Tabel di atas memperlihatkan bahwa kinerja Bundaran Tugu Raden Intan sudah melebihi ambang batas yang ditetapkan MKJI. Hal ini diukur dengan nilai derajat kejenuhan (DS) yang tidak memenuhi syarat dalam persyaratan MKJI 1997 yaitu DS ≤ 0,75. Dengan kondisi di atas maka perlu dilakukan rekondisi geometrik bundaran

G. Kinerja Bundaran Setelah Rekondisi Bundaran

Dalam analisis di atas diketahui bahwa kinerja Bundaran Tugu Raden Intan sudah tidak memenuhi persyaratan yaitu pada tahun 2015, sehingga perlu dilakukan rekondisi geometrik bundaran. Rekondisi geometrik yang dilakukan diperlihatkan pada gambar dan tabel berikut.


(60)

Tabel 4.24 Parameter Geometrik Bundaran Tugu Raden Intan

Bagian jalinan

Lebar masuk

Lebar

masuk Lebar

WE/Ww

Panjang

Ww/Lw

rata-rata jalinan Jalinan

Pendeka t 1

Pendekat

2 WE Ww Lw

(W1) (W2) (M) (M) (m)

Jl. Raya Natar

(A) 17 12 14,5 14 1,04 54 0,26

Jl. Soekarno

Hatta (B) 17 10 13,5 15 0,90 53 0,28

Jl. ZA Pagar

Alam ( C ) 12 10 11 14 0,79 39 0,36

Parameter-parameter di atas kemudian dimasukkan dalam perhitungan ulang yang hasilnya dapat dilihat di bawah ini.

1. Kinerja Bundaran pada Tahun 2015 a. Rasio Jalinan

Nilai rasio jalinan diperoleh dari pembagian arus jalinan total dan arus total berdasarkan rumus:

P = Qw / Qtotal

B

BLT

BRT

ALT CRT

A AST CST C AUT


(61)

59

Tabel 4.25 Volume Lalu-lintas Rekondisi

Tahun Jenis kendaraan

smp/jam LV

LV HV MC UM

A (Jl' Raya Natar A)

A - LT 208 557 666 0 1431

A - ST 894 110 1997 1 3000

A - UT 8 6 24 3 37

1110 672 2686 4 4468

B (Jl. Soekarno -

Hatta)

B - LT 67 55 196 8 318

B - RT 291 427 326 1 1043

358 482 522 9 1362

C (Jl ZA Pagar Alam)

C - ST 555 95 799 4 1449

C - RT 252 59 117 0 428

807 154 916 4 1877

Jumlah 7707

(Sumber: Prediksi, 2015)

Qw AB = AST + AUT + CRT

= 3000 + 37 + 428 = 3465 smp/jam

QTotal AB = ALT + AST + AUT + CRT

= 1431 + 3000 + 37 + 428 = 4896 smp/jam

Pada bagian jalinan A – B diperoleh nilai arus menjalin (QW) = 3465

smp/jam dan arus total (QTotal) = 4896 smp/jam. Maka diperoleh nilai

rasio jalinan (PW) jalinan A – B adalah :

4896 3465

PW  = 0,71

Dengan menggunakan cara yang sama maka didapat nilai rasio jalinan yang lain seperti Tabel 4.26 di bawah ini


(62)

Tabel 4.26 Nilai Rasio Jalinan Rekondisi

Bagian Jalinan PW

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 0,71 Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 0,93 Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 0,50 (Sumber: Hasil Perhitungan)

b. Rasio Kendaraan Tak Bermotor (ρUM)

Rasio kendaraan didapat dari perbandingan antara arus kendaraan tak bermotor (kend/jam) dengan kendaraan bermotor berdasarkan rumus :

ρUM = QUM / Qkendaraan ……. (4.2)

Dari Tabel 4.30 diperoleh nilai arus kendaraan Tidak Motor (QUM)

adalah 17 kendaraan tidak bermotor/jam, sedangkan nilai arus kendaraan (Qkendaraan) adalah 7707 smp/jam. Berdasarkan rumus di atas

maka diperoleh nilai rasio kendaraan tak bermotor = 0 c. Kapasitas Dasar (Co)

Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan per satuan waktu yang melewati suatu titik. Kapasitas dasar adalah kapasitas pada geometrik dan persentase jalinan tertentu pada indikator faktor penyesuaian, dihitung berdasarkan persamaan 2.1 berikut ini

C = 135 x Ww 1,3 x (1+WE/Ww)1,5 x (1-Pw/3)0,5 x (1+Ww/Lw)-1,8x Fcs x FRSU

Variabel-variabel masukan yang digunakan untuk menghitung kapasitas dasar (Co) adalah sebagai berikut.

1) Nilai faktor lebar jalinan (Ww)


(63)

61

Lebar jalinan (WW) untuk masing-masing jalinan dapat dilihat

kembali pada Tabel 4.24. Pada jalinan A – B diperoleh nilai faktor WW : Faktor WW (jalinan A – B) = 135 x WW1.3 = 135 x 141.3

= 4171,58

Dengan cara yang sama diperoleh nilai faktor WW untuk bagian

jalinan yang lain, selengkapnya terdapat pada Tabel 4.27 di bawah ini.

Tabel 4.27 Nilai faktor WW Rekondisi

Bagian Jalinan Faktor WW

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 4171.58 Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 4563.02 Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 4171.58

(Sumber: Hasil Perhitungan)

2) Rasio lebar rata-rata dengan lebar jalinan (WE /WW)

Dengan rumus pada persamaan 2.4 yaitu Faktor WE / WW = (1 +

WE / WW)1.5

2 12 17 2 1

WW    

n W W

= 14,50 m

Sedangkan WW pada bagian jalinan A-B sebesar 14 m didapat dari

Tabel 4.24, maka : WE / WW = 14,50 / 14 = 1,04 m

Sehingga didapat nilai faktor WE / WW = (1 + 1,04)1.5 = 2,90

Dengan menggunakan cara yang sama maka faktor WE / WW yang

lain dapat dilihat pada Tabel 4.28 berikut. Tabel 4.28 Nilai faktor WE / WW Rekondisi

Bagian Jalinan Faktor WE / W W

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 2.90

Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 2.62

Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 2.39


(64)

3) Nilai faktor PW

Dengan rumus pada persamaan 2.5 yaitu faktor PW = (1 - PW / 3)0.5.

Pada bagian jalinan A-B PW = 0,71 maka dapat diperoleh faktor PW

pada bagian jalinan A-B = (1 – 0.71/ 3)0.5 = 0,87. Maka dengan cara yang sama jalinan yang lain dapat diperoleh seperti pada Tabel 4.29 di bawah ini.

Tabel 4.29 Nilai faktor PW Rekondisi

Bagian Jalinan Faktor PE

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 0,87

Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 0,83

Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 0,91

(Sumber: Hasil Perhitungan)

4) Faktor WW / LW

Bagian jalinan A-B didapat nilai lebar jalinan (WW) = 14 m dan

nilai panjang jalinan A-B adalah 54 m, dapat dilihat pada Tabel 4.24. Maka faktor WW / LW dengan menggunakan persamaan 2.6

Faktor WW /LW = (1+ WW /LW)-1.8 = (1 + 14/54)-1.8 = 0,66

Maka dengan menggunakan cara yang sama, bagian jalinan yang lain dapat diperoleh seperti pada Tabel 4.30 di bawah ini

Tabel 4.30 Nilai faktor WW / LW Rekondisi

Bagian Jalinan faktor WW / LW

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 0.66

Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 0.64

Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 0.58

(Sumber: Hasil Perhitungan)

Dengan mendapatkan keempat nilai faktor tersebut, maka nilai kapasitas dasar (Co) dapat diperoleh dengan cara mengalikan


(65)

63

keempat faktor tersebut. Maka kapasitas dasar (Co) untuk bagian jalinan A-B didapat dengan menggunakan persamaan 2.3

Co = 135 x WW1,3 x (1+WE/WW)1,5 x (1-PW/3)0,5 x (1+WW/LW)-1,8

= 4171,58 x 2,90 x 0,87 x 0,66 = 6.979 smp/jam

Maka dengan menggunakan cara yang sama, bagian jalinan yang lain dapat diperoleh seperti pada Tabel 4.31 di bawah ini

Tabel 4.31 Kapasitas Dasar (Co) Rekondisi

Bagian Jalinan Kapasitas Dasar ( Co, smp/jam)

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 6979

Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 6359

Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 5275

(Sumber: Hasil Perhitungan)

5) Kapasitas sesungguhnya ( C )

Kapasitas sesungguhnya diperoleh dengan cara mengalikan kapasitas dasar (Co) dengan penyesuaian ukuran kota (FCS) serta

faktor lingkungan jalan (FRSU).

Dengan jumlah penduduk lebih dari 3 juta maka faktor ukuran kota adalah 1,05 (sesuai penjelasan pada Tabel 2.1) dan 0,94 untuk Faktor Lingkungan Jalan (sesuai penjelasan pada Tabel 2.3).

Maka nilai kapasitas sesungguhnya untuk jalinan A-B menggunakan rumus pada persamaan 2.1 adalah :

C = Co x FCS x FRSU

= 6.979 x 1,05 x 0,94 = 6.888 smp/jam


(66)

Maka dengan menggunakan cara yang sama, kapasitas sesungguhnya ( C ) bagian jalinan yang lain dapat diperoleh seperti pada Tabel 4.32 di bawah ini

Tabel 4.32 Kapasitas Sesungguhnya (C) Rekondisi

Bagian Jalinan Kapasitas Dasar ( C, smp/jam)

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 6888

Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 6277

Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 5206

(Sumber: Hasil Perhitungan)

d. Analisis Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) merupakan rasio arus terhadap kapasitas yang digunakan sebagai faktor utama dalam menentukan tingkat kinerja simpang atau segmen jalan. Dengan nilai derajat kejenuhan (DS) maka dapat ditinjau apakah segmen jalan tersebut bermasalah pada kapasitas atau tidak. Dengan menggunakan persamaan 2.7 sebagai berikut:

DS = C Q

,

Dimana diketahui Total arus menjalin (QTot AB) = 4.896 smp/jam, dan

kapasitas jalan ( C ) adalah 6.888 smp/jam, maka nilai DS adalah : DS = 888 . 6 896 . 4 = 0,71

Hasil perhitungan derajat kejenuhan (DS) pada bundaran Tugu Raden Intan dapat dilihat pada Tabel 4.33 di bawah ini.

Tabel 4.33 Derajat Kejenuhan (DS) pada Jam Puncak (Rekondisi)

Bagian Jalinan

Arus Total Sesungguhnya Q (smp/jam)

Kapasitas C (smp/jam)

Derajat Kejenuhan DS

AB 4.900 4.664 0.71

BC 4.411 4.447 0.70


(67)

65

(Sumber: Hasil Perhitungan)

e. Tundaan Bagian Jalinan Bundaran (DT)

Tundaan lalu-lintas (DT) jalinan A-B = 4,00 det/smp diperoleh dengan menggunakan Grafik Tundaan Lalu-lintas Bagian Jalinan Vs Derajat Kejenuhan dengan nilai DS pada jalinan A-B = 0,71 terlihat pada gambar 28 di bawah ini.

Gambar 28. Grafik Tundaan Lalu-lintas Bagian Jalinan Vs Derajat Kejenuhan

Tabel 4.34 Tundaan Lalu-lintas pada Jam Puncak Pagi Hari (Rekondisi)

Bagian Jalinan DS DT (det/smp)

Jl. Raya Natar – Jl. Soekarno Hatta (A-B) 0.71 4,00

Jl. Soekarno Hatta – Jl. ZA Pagar Alam (B-C) 0.70 3,90

Jl. ZA Pagar Alam – Jl. Raya Natar (C-A) 0.56 2,70

(Sumber: Hasil Perhitungan)


(68)

Dengan menggunakan cara yang sama, maka tundaan lalu-lintas (DT) pada bagian jalinan yang lain dapat diketahui, lihat Tabel 4.34.

Tundaan lalu-lintas bundaran (DTR) diperoleh dengan menggunakan

rumus persamaan 2.12

DTR = Σ ( Qi x DTi ) / Qmasuk ; i=....n

Diketahui bahwa QMasuk = 7.070 smp/jam (Tabel 4.27)

∑DTTotal = Σ ( Qi x DTi )

= ∑{(4.896 x 4,00) + (4.399 x 3,90) + (2.920 x 2,70)}

= 44.625,81 det/jam

DTR = 44.625,81 / 7.070 = 5,79 det/smp

Maka tundaan lalu-lintas bundaran DTR pada jam puncak adalah

det/smp. Tundaan rata-rata (DR) yang diperoleh dengan menggunakan rumus DR = DTR + 4 adalah 5,79 + 4 = 9,79 det/smp.

f. Tundaan Bagian Jalinan Bundaran (DT)

Peluang antrian bundaran ditentukan dari nilai persamaan 2.13 sebagai berikut : QP% = MAKS dari (QP%) ; 1...n


(69)

67

QP% max = 30

QP% min = 13

DS jalinan A-B = 0,71

Gambar 29. Grafik Peluang Antrian Vs Derajat Kejenuhan

Tabel 4.35 Peluang Antrian Bagian Jalinan Bundaran Tugu Raden Intan pada Jam Puncak Pagi Hari (Rekondisi)

Bagian Jalinan DS Peluang Antrian (QP %)

min max

AB 0.71 13 30

BC 0.70 12 28

CA 0.56 8 16

(Sumber: Hasil Perhitungan)

Maka dari hasil analisis bagian jalinan Bundaran Tugu Raden Intan (rekondisi) di atas, diperoleh kinerja bundaran pada kondisi existing untuk tahun 2015 masih memenuhi ketetapan. Hal ini diukur dengan nilai derajat kejenuhannya (DS) pada jalinan A-B = 0,71, jalinan B-C = 0,70 dan jalinan C-A = 0,56, dimana persyaratan MKJI 1997 DS ≤ 0,75.


(70)

Tabel 4.36. Hasil Analisis Bagian Jalinan Bundaran pada Tahun 2015 Bagian Jalinan Kapasitas C (smp/jam) Volume Q (smp/jam)

DS DT

(smp/smp)

DTTotal

(det/jam)

Peluang antrian QP%

Min Max

AB 6.888 4.896 0,71 4,00 19.585,32 13 30

BC 6.277 4.399 0,70 3,90 17.155,87 12 28

CA 5.206 2.920 0,56 2,70 7.884,62 8 16

DS dari jalinan DSR 0,75 Total 44.625,81

Tundaan lalu-lintas bundaran rata-rata DTR det/smp 5,79

Tundaan bundaran rata-rata DR (DTR + 4) det/smp 9,79

Peluang antrian bundaran QPR% 8 - 30

Sumber: Hasil Analisa

Tabel di atas memperlihatkan bahwa kinerja Bundaran Tugu Raden Intan masih memenuhi syarat yang ditetapkan MKJI. Hal ini diukur dengan nilai derajat kejenuhan (DS) yang memenuhi syarat dalam persyaratan MKJI

1997 yaitu DS ≤ 0,75. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.37 di bawah ini.

Tabel 4.37. Hasil Analisis 2015

Batas maksimum *) Hasil Keterangan

DSR ≤ 0,75 0,75 Masih memenuhi ketetapan

DR 10 detik 9,79 Masih memenuhi ketetapan

QPR 35 % 8 – 30 % Masih memenuhi ketetapan

DTR - 5,79 -

Sumber: Hasil Analisa

Ket : *) Ahmad Deni Setiawan (2009)

2. Analisis Perhitungan Knerja Bundaran Tahun 2020 Pada Kondisi Setelah Rekondisi Geometrik Tahun 2015

Dengan tata cara perhitungan yang sama seperti pada contoh perhitungan pada sub bab sebelumnya, maka dapat diperoleh hasil perhitungan pada Tabel 4.38 di bawah ini.


(71)

69

Tabel 4.38. Hasil Analisis Bagian Jalinan Bundaran pada Tahun 2020

Bagian Jalinan

Kapasitas C (smp/jam)

Volume Q (smp/jam)

DS

AB 6.899 7.299 1,06

BC 6.267 6.352 1,01

CA 5.183 3.312 0,64

Sumber: Hasil Analisa

Tabel di atas memperlihatkan bahwa kinerja Bundaran Tugu Raden Intan untuk rencana tahun 2020 pada kondisi existing telah melewati ambang batas yang ditetapkan MKJI. Maka pada tahun 2020 perlu dilakukan alternatif permasalahan yang lain, misalnya denga persimpangan tidak sebidang atau dengan perubahan pengaturan manajemen lalu-lintas.


(72)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan volume lalu-lintas pada bundaran Tugu Raden Intan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Berdasarkan hasil perhitungan analisis kapasitas bundaran Tugu Raden Intan pada kondisi existing didapatkan hasil derajat kejenuhan sudah hamper tidak memenuhi persyaratan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Yaitu untuk jalinan Jl. Raya Natar (AB) 0,71, Jl Soekarno-Hatta (BC) 0,73, Jl. ZA Pagar Alam (CA) 0,74, tundaan rata-rata (DTR)

sebesar 6,7 det/smp DTTotal yang terjadi 31.189 det/jam, tundaan bundaran

rata-rata (DR) 10,7 det/smp dan peluang antrian (QPR%) batas bawah 13%

dan batas atas 34%.

2. Untuk hasil analisis prediksi kinerja bundaran 5 tahun mendatang (tahun 2015) diperoleh nilai derajat kejenuhan (DS) untuk jalinan AB 1,15, jalinan BC 1,20 dan jalinan CA 0,77. Sehingga tidak memenuhi ketetapan

dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 DS ≤ 0,75.

3. Pada alternatif perbaikan kinerja bundaran dilakukan dengan cara rekondisi geometrik bundaran. Rekondisi geometrik dilakukan pada tahun 2015


(73)

71

4. Pada tahun 2015 didapat derajat kejenuhan (DS) yaitu untuk jalinan AB 0,71, jalinan BC 0,70 dan jalinan CA 0,56. Sehingga untuk tahun 2015 memenuhi ketetapan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 DS ≤ 0,75.

5. Pada tahun 2020 untuk jalinan AB 1,06, jalinan BC 1,01 dan jalinan CA 0,64. Sehingga tahun 2020 untul jalinan AB dan jalinan BC sudah tidak

memenuhi ketetapan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 DS ≤

0,75, sedangkan untuk jalinan CA masih memenuhi ketetapan dalam MKJI 1997.

B. Saran

Setelah dilakukan analisis perhitungan kapasitas dan tingkat pelayanan pada bundaran Tugu Raden Intan pada kondisi exiting, serta melihat kondisi lapangan, penyusun dapat mengajukan saran sebagai berikut.

1. Diharapkan kepada pihak yang berkompeten agar melakukan pengkajian ulang dengan melakukan percobaan menggunakan beberapa Alternatif pemecahan masalah yang lain. Misalnya dengan persimpangan tidak sebidang atau dengan perubahan pengaturan manajemen lalulintas.

2. Dilakukan penelitian lanjutan, mengingat untuk membandingkan tingkat keakurasian yang lebih tinggi dari setiap penelitian yang dilakukan.


(74)

Oleh

M. ARDIAN ROMADHONNI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2010


(75)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Gambar Alih Gerak Kendaraan ... 5

Gambar 2. Contoh-contoh Persimpangan Sebidang 3 Lengan dan 4 Lengan ... 7

Gambar 3. Contoh-contoh Persimpangan Sebidang Kaki Banyak dan Bundaran ……….. 8

Gambar 4. Pertemuan Tidak Sebidang ... 8

Gambar 5. Contoh Siklus Pergerakan Lalu-lintas Pada Persimpangan Bersinyal ... 10

Gambar 6. Bundaran Lalu-lintas (roundabout) ... 11

Gambar 7. Prinsip Rerouting Pada Jaringan Jalan ... 11

Gambar 8. Persimpangan Tidak Sebidang ... 12

Gambar 9. Grafik Hubungan Arus dan Kapasitas ... 16

Gambar 10. Lokasi Bundaran Tugu Raden Intan ... 26

Gambar 11. Bagan Alir Analisis Bundaran Tak Bersinyal ... 30

Gambar 12. Peta Geometrik Bundaran Tugu Raden Intan ………... 32

Gambar 13. Grafik Persentase Jenis Kendaraan Ruas Jl Raya Natar ... 34

Gambar 14. Grafik Persentase Jenis Kendaraan Ruas Jl Soekarno-Hatta ... 34


(76)

Gambar 16. Grafik Distribusi Penyebaran Arus Lalu-lintas Asal

dari Jl. Raya Natar ... 36 Gambar 17. Grafik Distribusi Penyebaran Arus Lalu-lintas Asal

dari Jl. Soekarno-Hatta ... 36 Gambar 18. Grafik Distribusi Penyebaran Arus Lalu-lintas Asal

dari Jl. ZA Pagar Alam ... 37 Gambar 19. Grafik Volume Jam Puncak Pada Periode Pengamatan

di Hari Senin ... 40 Gambar 20. Grafik Volume Jam Puncak Pada Periode Pengamatan

di Hari Rabu ... 41 Gambar 21. Grafik Volume Jam Puncak Pada Periode Pengamatan

di Hari Sabtu ... 42 Gambar 22. Grafik Volume Jam Puncak Pada Hari Senin, Rabu

dan Sabtu ... 44 Gambar 23. Sketsa Aliran Arus Kendaraan ... 45 Gambar 24. Grafik Tundaan Lalu-lintas Bagian Jalinan Vs Derajat

Kejenuhan ... 52 Gambar 25. Grafik Peluang Antrian Vs Derajat Kejenuhan ... 53 Gambar 26. Geometrik Bundaran Tugu Raden Intan (Alternatif) .………... 57 Gambar 27. Sketsa Aliran Arus Kendaraan ... 58 Gambar 28. Grafik Tundaan Lalu-lintas Bagian Jalinan Vs Derajat


(77)

(78)

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ………... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Batasan Masalah ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan ... 5

1. Persimpangan Sebidang ………. 6

a) Simpang prioritas (priority intersection) b) Simpang bersignal (signalized intersections) c) Bundaran (rotary gyrotary intersection, roundabout) 2. Persimpangan Tidak Sebidang) ... 8


(79)

4. Solusi Mengatasi Konflik di Persimpangan ... 9

a) Solusi time-sharing b) Solusi space-sharing c) Solusi grade separation B. Bundaran ... 12

1. Kapasitas ... 15

2. Derajat Kejenuhan ... 21

3. Tundaan ... 21

4. Peluang Antrian ... 23

C. Karakteristik Volume Lalu-lintas ... 23

D. Satuan Mobil Penumpang ... 24

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 25

B. Persiapan ... 26

C. Lokasi Penelitian ... 26

D. Peralatan yang Digunakan ... 27

E. Penentuan Waktu Penelitian ... 27

F. Metode Inventaris Data ... 28

1. Data Primer ………. 28

a). Data geometrik bundaran b). Data volume lalu-lintas 2. Data Sekunder ………. 28

G. Pelaksanaan Penelitian ... 29

1. Survei Volume Lalu-lintas ... 29

2. Survei Geometrik ... 29


(1)

6. Bapak Kristianto Usman, S.T.,M.T. selaku Pembimbing Akademis. Terimakasih atas semua bantuan dan masukannya selama ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen atas ilmunya serta Karyawan Jurusan Teknik Sipil yang telah membantu dalam proses administrasi selama perkuliahan.

8. Terimakasih pada seluruh Team survey atas bantuannya (Amrullah, Hendra EP LBN Gaol, Lili Ihsan Kurniawan, Maekal Ginting, Mario Setiawan, MM Aditya Sesunan dan Ricky Ibramsyah), semoga Allah membalas dengan yang haq dan sukses selalu buat kita.

9. Keluargaku tercinta, Bapak, Ibu serta kakak-kakakku yang selalu memberikan doa dan dukungannya.

10.Keluarga besar “Civil 2004”, Teman-teman 2005, 2006, 2003, Transport Infantri

dan keluarga besar Fakultas Teknik Universitas Lampung yang telah memberikan rasa kebersamaan selama ini.

11.Ervan Nugroho S (alm) yang selalu membantu selama penulis kuliah di Teknik Sipil Universitas Lampung. Semoga amal perbuatannya di terima di sisi Allah SWT.

12.My non-civilian’s friends that i can’t mention, but always remembered.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu, sangat diharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan. Akhirnya penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, September 2010


(2)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Sasana Putra, S.T., M.T. ………

Sekretaris : Ir. Priyo Pratomo, M.T. ………

Penguji

Bukan Pembimbing : Drs. I Wayan Diana, S.T, M.T.………

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung

DR. Ir. Lusmeilia Afriani,D.E.A

NIP196505101993032008


(3)

Judul Skripsi : KAJIAN TEKNIS TERHADAP KELAYAKAN BUNDARAN TUGU RADEN INTAN

Nama Mahasiswa :

M. ARDIAN ROMADHONNI

Nomor Pokok Mahasiswa : 0415011069

Jurusan : Teknik Sipil

Fakultas : Teknik

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Sasana Putra, S.T., M.T. Ir. Priyo Pratomo, M.T.

NIP. 196911112000031002 NIP. 195309261985031003

2. Ketua Jurusan Teknik Sipil

Ir. Syukur Sebayang, M.T.


(4)

Kupersembahkan Karya kecil ini

Untuk

1.

IbuKu, Bapakku , dan kakak-kakak

ku..Tersayang...

2.

Sahabat

sahabat Angkatan 2004

3.

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Lampung dengan orang

orang sejuta Inspirasi.

“Jangan pernah mengharapkan bantuan orang lain jika

kita tidak pernah mau membantu orang lain”


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 26 Mei 1985, anak kesembilan dari sembilan bersaudara dari keluarga pasangan Bapak Paeran (alm) dan Ibu Mardiah.

Pada tahun 1991 penulis mengikuti Pendidikan di Taman Kanak-kanak Sejahtera IV Kedaton Bandar Lampung, pada tahun 1992 memasuki sekolah dasar di Sekolah Sejahtera IV Kedaton Bandar Lampung dan pada tahun 1998 melanjutkan jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Bandar Lampung, kemudian pada tahun 2001 penulis memasuki jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU 1 Negeri Bandar Lampung dan selanjutnya pada tahun 2004 melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi Negeri Universitas Lampung dan terdaftar pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil (S1) melalui jalur SPMB.

Pada tahun 2008 penulis mengikuti Kerja Praktik selama tiga bulan pada Proyek Pembangunan Hotel Novotel Lampung P.T Sinar Laut di Bandar Lampung.


(6)

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang

tulus dan yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Terima kasih banyak untuk bapak (alm), ibu an

kakak-kakakku

dan semua keluarga besarku

untuk semua kasih

sayang, cinta, doa, dan semua dukungannya

2.

Untuk sahabat yang telah mendahuluiku, Ervan Nugroho S.

(alm). Thanks njul atas semua bantuan lw selama lw hidup,gw

ga kan pernah lupa semua kebaikan lw. Bahagia di sana ya

njul.

3. Kawan-kawan Sipil 2004: Adit, Ami, EP, Lili, Mario,

Ginting, Riky mkasih temenin gw survey. Andi, Ade, Agung,

Dekta, Maul,

TERIMA

KASIH