STUDI DESKRIPTIF TENTANG KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN (Studi Pada Perawat Balai Kesehatan PT. KAI Subdrive III.2 Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung)

(1)

(Studi Pada Perawat Balai Kesehatan PT. KAI Subdrive III.2

Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung)

Oleh

FEBRI LASENDO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA SOSIOLOGI

Pada

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(2)

i

This study was aimed to determine the factors that affect the performance of nurses in improving the quality of health care . Quality health care is pointing at the level of health services in the cause of satisfaction to every patient . The more perfect satisfaction , the better the quality of health services . Although the notion of quality associated with this decision has been widely accepted , but its application is not as easy as expected . The main problems found is because the satisfaction is subjektif.Tiap people , depending on the satisfaction owned , may have a different level of satisfaction for the same quality of health services . Conclusion , so the quality of health care refers to the level of perfection of health services , in which on one hand can lead to satisfaction in each patient according to the average level of satisfaction of the population , but on the other hand in its implementation procedure is also in accordance with a code of ethics and standards of professional services established .


(3)

i

Penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan keputusan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subjektif. Tiap orang, tergantung dari kepuasan yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Kesimpulan, Jadi kualitas pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tata cara penyelenggaraannya juga sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.


(4)

(5)

(6)

(7)

ix JUDUL HALAMAN

ABSTRAK ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

PERSEMBAHAN ... vi

MOTTO ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ...1

1.1Latar Belakang ...1

1.2Rumusan Masalah ...6

1.3Tujuan Penelitian ...7

1.4Manfaat Penelitian ...7

II. TINJAUAN PUSTAKA ...8

2.1.Tinjauan Kualitas Pelayanan Kesehatan…….………... 8

2.1.1 Kualitas Pelayanan Kesehatan………..………...8

2.2. Kepuasan Pasien……….…...………..19

2.2.1. Pengertian Pasien………...……….22

2.2.2. Konsep Kepuasan Pasien………...………24

2.3. Petugas pelayanan kesehatan……...………....27


(8)

x

2.6. Pengertian Perawat………...………..29

2.7. Pengertian Deskriptif………....……..……….………..31

2.8 Tinjauan Meningkatkan kualitas Pelayanan Kesehatan……..….….34

2.8.1 Pengertian Kualitas………..…...34

2.8.1.1 Dimensi Kualitas.………..…...35

2.8.1.2 Pengertian Kualitas Jasa Pelayanan....…………..…...37

2.8.2 Pengertian Pelayanan Kesehatan..………..…..38

2.8.2.1 Pengertian Pelayanan..………..…...38

2.8.2.2 Pengertian Kesehatan..………..…...40

2.8.2.3 Sasaran Pelayanan Kesehatan.………..…...41

2.8.2.4 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan………..…...42

2.8.2.5 Stratifikasi Pelayanan Kesehatan………..…...43

2.8.2.6 Tujuan Pelayanan Kesehatan..………..…...44

2.8.3 Penerapan Konsep Sosiologi dalam Praktek Medis...……...45

2.8.4 Interaksi Dokter dan Pasien………...…..………46

2.8.5 Kerangka Pikir ………..………47

III. METODE PENELITIAN ... 49

3.1Metode Penelitian ...49

3.2Definisi Konseptual ...50

3.3Definisi Operasional Variabel ...50

3.4Penetapan Lokasi Penelitian ...51

3.5Populasi dan Sampel Penelitian………...………51

3.6Teknik Pengumpulan Data ...52

3.7Teknik Pengolahan Data ...53


(9)

xi

Karang Kota Bandar lampung……...……….55

4.2Visi Dan Misi Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 Tanjung Karang………...………..56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

5.1Pelayanan Administrasi ...62

5.1.1Kesulitan Prosedur untuk Mengurus Administrasi ...62

5.1.2kesulitan dalam mengurus prosedur berobat dirumah sakit ...63

5.1.3kesulitan dalam mengurus prosedur pasien rawat jalan ...64

5.1.4kemudahan yang di peroleh bila menggunakan jaminan Pelayanan Kesehatan (PK) ...65

5.1.5Waktu yang dipergunakan prosedur rawat inap ...66

5.2Pelayanan Medis ...69

5.2.1Prosedur pelayanan medis yang di jalankan oleh balai pengobatan PT. KAI Subdrive III. 2 ...69

5.2.2Merasa senang menggunakan kartu Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) ...70

5.2.3Pembedaan oleh dokter dalam perawatan antara peserta jaminan pelayanan kesehatan (JPK) dan non peserta Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) ...71

5.2.4Mendapatkan jaminan kesehatan seluruhnya baik obat-obatan maupun biaya perawatan ...72

5.3Pembahasan ...75

5.3.1Pelayanan Informasi ...75

5.3.2Pelayanan Administrasi ...76


(10)

xii

6.2Saran ...79 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(11)

xiii

Tabel Halaman

3.1 Tabel Sampel Populasi………...46

4.1 Keadaan ketenagaan Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 Tanjung Karang Tahun 2013...54

5.1 Kesulitan Prosedur dalam mengurus administrasi ...62

5.2 Pasien yang mengalami kesulitan dalam mengurus prosedur ...63

5.3 Mengalami kesulitan dalam mengurus pasien rawat jalan ...64

5.4 Mengetahui kemudahan yang diperoleh bila menggunakan Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) ...65

5.5 Mengurus prosedur rawat inap ...67

5.6 Kategori kualitas tentang pelayanan informasi berdasarkan perhitungan kategorisasi dengan menggunakan rumus interval ...68

5.7 Prosedur pelayanan medis yang dijalankan ...69

5.8 Merasa senang menggunakan kartu jaminan pelayanan kesehatan ...70

5.9 Membedakan perawatan antara peserta Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) dengan bukan peserta Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) ...71

5.10Jaminan bagi pasien atau pegawai PT. KAI Subdrive III.2 baik obat maupun biaya perawatan ...72

5.11Kategori kualitas tentang pelayanan informasi berdasarkan perhitungan kategorisasi dengan menggunakan rumus interval ...74


(12)

xiv

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pikir ... 48 4.1 Struktur Organisasi Balai Pengobatan PT. KAI Subdrive III.2.. 59


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak kemerdekaan sampai saat ini, Indonesia telah tiga kali mengalami pergantian Undang-Undang tentang Kesehatan. Hal ini berarti bahwa sampai pada saat ini, di Indonesia telah tiga kali pemberlakuan Undang-Undang Kesehatan, yakni:

a) Undang-Undang Pokok Kesehatan No. 9 Tahun 1960, b) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dan c) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan diatas maka dapat disimpulkan tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapai untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:48).

Usaha untuk memajukan kesejahteraan umum tersebut adalah salah satu upaya untuk mewujudkan tingkat kehidupan dasar manusia, yang salah satunya adalah kesehatan. Manusia yang sehat memiliki potensi yang besar dalam pembangunan, dengan demikian faktor kesehatan memegang peranan penting dalam keberhasilan pembangunan.


(14)

Sektor kesehatan sekarang ini semakin lama semakin berkembang Dengan meningkatnya arus globalisasi sekarang ini peningkatan kualitas dalam pelayanan menjadi suatu keharusan bagi penyedia jasa kesehatan khususnya Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2, agar dapat terus bertahan menghadapi persaingan yang semakin ketat. Karena dalam menjalankan prosesnya, Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 lebih mengutamakan pelayanan atau dalam hal ini adalah jasa, oleh karena itu citra sebuah Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 sangat ditentukan oleh sistem pelayanannya.

Pelayanan kesehatan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pasien akan memuaskan berbagai pihak dan secara psikologis membantu proses penyembuhan. Untuk mencapai tujuan ini maka semua pelayanan kesehatan Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 harus dikembangkan agar memuaskan para pasien, pelayanan haruslah memuaskan dan terlaksana dengan baik. Pelaksanaan pelayanan tersebut dipengaruhi oleh kinerja perawat. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey,Blanchard:1993).

Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas dan memuaskan di Balai pengobatan PT.KAI Subdrive III.2 dalam rangka terwujudnya peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.


(15)

Secara umum pengertian kualitas pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit maupun Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 secara wajar, effisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan secara norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen.

Selain itu kualitas pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut: (Tri Anjaswati, 2002)

1. Menurut pasien atau masyarakat empati, menghargai, dan tanggap sesuai dengan kebutuhan dan ramah.

2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan peralatan yang memenuhi standar.

3. Menurut manajer atau administrator adalah mendorong manager untuk mengatur staf dan pasien atau masyarakat yang baik.

4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cukup.

Mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang masalah pelayanan kesehatan seharusnya pedoman yang dipakai adalah hakekat dasar dari diselenggaranya pelayanan kesehatan tersebut. yang dimaksud hakekat dasar adalah memenuhi kebutuhan dan tuntunan para pemakai jasa pelayanan kesehatan yang apabila


(16)

berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas (client satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

Kualitas pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan keputusan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subjektif. Tiap orang, tergantung dari kepuasan yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Kesimpulan, Jadi kualitas pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tatacara penyelenggaraannya juga sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.

Tenaga keperawatan merupakan sumber daya mayoritas yang bekerja di Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 dan juga merupakan tenaga yang melakukan kontak langsung dan kontak paling lama dengan pasien oleh karena itu penanganan dan pengelolaannya harus lebih diperhatikan agar mereka dapat menjalankan peranannya sesuai dengan ilmu dan keahlian yang dimilikinya salah satu faktor untuk meningkatkan produktivitas adalah motivasi perawat dalam hal ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari perawat itu sendiri.


(17)

Pemberian motivasi kerja merupakan suatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja dimana motivasi kerja individu untuk berkerja dipengaruhi oleh sistem kebutuhan. Oleh sebab itu setiap organisasi dituntut untuk merencanakan, mengadakan ketentuan-ketentuan dan sarana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan karyawan. Kebutuhan dapat dipandang sebagai pembangkit ,penguat atau pengerak prilaku seseorang. Setiap individu mau berkerja untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan (fisik maupun mental), baik kebutuhan yang disadari (conscious needs) maupun kebutuhan yang tidak disadari (unconscious needs). Kebutuhan setiap orang adalah sama misalanyasetiap orang butuh makan dan minum tetapi keinginan dari setiap orang tidak sama karena dipengaruhi oleh selera, kebiasaan dan lingkungannya.

Kebutuhan dan keinginan tiap orang terbagi menjadi tiga kelompok yakni, (Hasibuan, 2005;30).

1. Kebutuhan fisik dan keamanan; menyangkut kebutuhan fisik (biologis), seperti makan, minum, tempat tingal dan lain-lain, di samping kebutuhan akan rasa aman dalam menikmatinya.

2. Kebutuhan sosial; karena manusia tergantung satu dengan yang lain, maka terdapat berbagai kebutuhan yang hanya dapat bisa dipuaskan,jika masing-masing individu ditolong atau diakui orang lain.

3. Kebutuhan egoistik; ini berhubungan dengan keinginan orang untuk bebas mengerjakan sesuatu sendiri dan puas karena berhasil menyelesaikan dengan baik.


(18)

Kinerja para perawat di Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 memiliki peranan yang sangat penting karena berhubungan langsung terhadap pasien, dan memiliki kaitan dengan proses penyembuhan pasien tersebut baik, maka pelayanan yang diberikan juga baik dan akan membantu proses penyembuhan pasien sehingga membawa pengaruh terhadap mutu pelayanan Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 itu sendiri.

Namun kinerja perawatnya tidak baik, maka akan berdampak pada kualitas pelayanan yang diberikan. Karenanya penilaian kinerja sangat penting sebagai bahan evaluasi bagi manajemen di Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 agar bisa mengembangkan dirinya kearah yang lebih baik.

Adapun evaluasi terhadap penilaian kinerja perawat di Balai pengobatan PT. KAI Subdrive II.2I antara lain keramahan dalam melayani pasien, kedisiplinan waktu, tidak bertele-tele atau mempersulit pasien, skala prioritas mendahulukan pasien yang sangat darurat tanpa melihat dari nomor pendaftaran untuk berobat. Oleh sebab itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran tentang kualitas pelayanan kesehatan pada Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang penulis kemukakan di atas, maka dalam penelitian ini dapat diambil suatu perumusan masalah yakni, apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada Balai Pengobatan PT. KAI Subdrive III.2?


(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Kegunaan teoritisnya adalah untuk menambah wawasan pengetahuan dan memberikan gambaran atau sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu sosiologi, khususnya sosiologi kesehatan.

2. Kegunaan praktis dari penelitian ini yaitu dapat memperoleh pengalaman yang sangat berharga dalam penelitian terutama mengenai faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2. 3. Kegiatan sosialnya adalah dapat memberikan konstribusi terhadap kepuasan


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Kualitas Pelayanan Kesehatan 2.1.1 Kualitas Pelayanan Kesehatan

Kualitas atau mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan ( Goetsh dan Davis, 1994 : 858).

Kualitas meliputi setiap aspek dari suatu perusahaan dan sesungguhnya merupakan suatu pengalaman emosional bagi pelanggan. Pelanggan ingin merasa senang dengan pembelian mereka, merasa bahwa mereka telah mendapatkan nilai terbaik dan ingin memastikan bahwa uang mereka telah dibelanjakan dengan baik, dan mereka merasa bangga akan hubungan mereka dengan sebuah perusahaan yang bercitra mutu tinggi (Lovelock dan Wright, 2005: 876).

Kualitas sangat bersifat subjektif, tergantung pada persepsi, sistem nilai, latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, dan banyak faktor lain pada masyarakat atau pribadi yang terkait dengan jasa pelayanan perusahaan tersebut.

Kualitas adalah keadaan dinamik yang diasosiasikan dengan produk jasa, orang, proses, dan lingkungan yang mencapai atau melebihi harapan. Mutu adalah keadaan produk yang selalu mengacu pada kepuasan pelanggan, karena kepuasan pelanggan merupakan kunci utama yang menjadikan organisasi mampu bersaing


(21)

dan dapat menjaga kelangsungan hidup organisasi dalam jangka panjang (Goetsch dan Davis 1997: 140).

Selanjutnya dikatakan suatu produk hanya dapat dijamin dengan menerapkan Total Quality Management yang dapat dilandasi metode manajemen yang dipicu oleh pelanggan. Kualitas dapat diartikan sebagai alat organisasi untukmeningkatkan produktivitas, alat organisasi untuk mengurangi pemborosan, alat untuk menurunkan biaya atau untuk meningkatkan financial return atau sisa hasil usaha (Sabarguna, 2004: 234).

Kualitas pelayanan dapat diukur dengan membandingkan persepsi antara pelayanan yang diharapkan expected service dengan pelayanan yang diterima dan dirasakan perceived service oleh pelanggan (Lovelock dan Wright, 200: 788).

Dalam pengukuran mutu pelayanan, harus bermula dari mengenali kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa gambaran kualitas pelayanan harus mengacu pada pandangan pelanggan dan bukan pada penyedia jasa, karena pelanggan mengkonsumsi dan memakai jasa. Pelanggan layak menentukan apakah pelayanan itu berkualitas atau tidak (Kotler, 1997: 134).

Kualitas pelayanan kesehatan bersifat multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa pelayanan kesehatan health consumer maka pengertian kualitas pelayanan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramahtamahan petugas dalam melayani pasien (Robert dan Prevest dalam Lupiyoa, 2001:231).


(22)

kerendahan hati dan kesungguhan. Ditinjau dari penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider) maka kualitas pelayanan lebih terkait pada kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran mutakhir. Hal ini terkait pula dengan otonomi yang dimiliki oleh masing-masing profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.

Kualitas pelayanan kesehatan perlu dilakukan pembatasan yang secara umum dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan. Pada satu sisi dapat menimbulkan kepuasan kepada pasien, sedang pada sisi lain prosedurnya harus sesuai dengan kode etik standar profesi yang ditetapkan (Azwar: 1996:234).

Menurut Zeithaml (1985), terdapat sepuluh dimensi kualitas pelayanan, yaitu: 1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance)

dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti organisasi jasa kesehatan memberikan jasanya secara terpat semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu juga memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati.

2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karayawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.

3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu organisasi kesehatan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.


(23)

4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungkan dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi organisasi mudah dihubungi, dan lain-lain. 5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, keramahan yang

dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, petugas pendaftaran, kasir,operator telepon, dan lain-lain).

6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.

7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama organisasi pelayanan kesehatan, reputasi, karakteristik pribadi contact personnel, dan interaksi dengan pelanggan.

8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik, keamanan financial, dan kerahasiaan.

9. Knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. 10. Tangibles, yaitu buktu fisik dari jasan, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan

yang dipergunakan.

Parasuraman, Zeithmal dan Berry dalam Lupiyoadi (2001), menyimpulkan terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yang disebut dengan SERVQUAL. Kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti


(24)

nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.

2. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan

4. Jaminan (Assurance) yaitu pengetahuan, komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).

5. Perhatian (emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu

Menurut Garvin (dalam Lovelock, 1994: 210) dimensi-dimensi kualitas pelayanan kesehatan adalah: gudang, dan sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang pengoperasian yang nyaman.


(25)

1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan, kenyamanan, dan sebagainya.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior rumah sakit. 3. Kehandalan (reliability), yaitu diagnosa tepat, terapi cepat, dll.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan, tindakan sesuai prosedur, pendaftaran sesuai prosedur.

5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan.

6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual. 7. Estetika, yaitu daya tarik panca indera, misalnya bentuk gedung, warna, ruang

tunggu, desain kamar rawat inap, dll.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab organisasi pelayanan kesehatan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pasien akan atribut atau ciri-ciri produk atau pelayanan yang akan diperoleh, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama organisasi pelayanan kesehatan, iklan, reputasi organisasi pelayanan kesehatan.


(26)

Menurut Andersen (1995) dalam Pohan (2003) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pencarian pelayanan kesehatan dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu :

1. Faktor predisposisi (predispossing factor)

Komponen predisposisi menggambarkan karakteristik pasien yang mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan terdiri dari:

a. Demografi (umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi) b. Struktur sosial (suku, ras, kebudayaan, pekerjaan, pendidikan)

c. Kepercayaan (kepercayaan terhadap penyakit, dokter, petugas kesehatan)

2. Faktor pemungkin (enabling factor) Faktor pemungkin terdiri dari:

a. Kualitas pelayanan kesehatan

Hasil penelitian Bank Dunia di Indonesia pada tahun 1988 menunjukkan salah satu penyebab rendahnya pemanfaatan rumah sakit oleh masyarakat adalah kualitas pelayanan yang rendah.

b. Jarak pelayanan

Salah satu pertimbangan pasien dalam menentukan sikap untuk mendapatkan pelayanan kesehatan adalah jarak yang ditempuh dari tempat tinggal pasien sampai ke tempat sumber perawatan.

c. Status sosial ekonomi

Status ekonomi mempengaruhi seseorang dalam membayar pelayanan kesehatan. Setiap orang dari segala lapisan sosial berhak menerima kesehatan. Tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa lebih sering diprioritaskan orang dengan status


(27)

ekonomi yang lebih tinggi. Status ekonomi merupakan salah satu faktor terhadap pelayanan kesehatan.

3. Kebutuhan Pelayanan (need)

Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari pertolongan kesehatan. Selain dipengaruhi faktor di atas ada beberapa faktor lagi yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:

a. Tarif atau biaya

Tarif atau biaya kesehatan sangat penting untuk menentukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya peningkatan harga pelayanan kesehatan akan menyebabkan penurunan permintaan.

b. Fasilitas

Fasilitas yang baik akan mempengaruhi sikap dan perilaku pasien, pembentukan fasilitas yang benar akan menciptakan perasaan sehat, aman, dan nyaman. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial mempunyai pandangan yang mungkin menambahi atau mengurangi kepuasan pasien dan penampilan kerja (Kotler, 1997:145 ).

c. Pelayanan personil

Pelayanan personil memegang peranan dalam menjaga mutu pelayanan sehingga pemakai jasa pelayanan kesehatan menjadi puas. Personil itu terdiri dari dokter maupun perawat, tenaga para medis serta penunjang non medis. Pelayanan personil dapat berupa pelayanan secara profesional dan keramahan sehingga meningkatkan citra dari rumah sakit tersebut.


(28)

d. Lokasi

Lokasi pelayanan kesehatan yang berada di lingkungan sosial ekonomi rendah biasanya yang berkunjung, juga pelanggan dari masyarakat miskin, karena orang berpenghasilan tinggi akan datang ke lingkungan miskin untuk perawatan medis (Kotler, 1984; Harmesta dan Suprihantom, 1995: 99). Lokasi adalah yang paling diperhatikan bagi pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan mempengaruhi bagi pencari pelayanan kesehatan untuk berkunjung. Suatu studi mengatakan bahwa alasan yang penting untuk memilih rumah sakit adalah yang dekat dengan lokasi.

e. Kecepatan dan Kemudahan Pelayanan

Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran sampai pada waktu pulang.

f. Informasi

Dengan adanya iklan dan promosi sangat efektif karena dapat langsung didengar dan dilihat baik itu mengenai fasilitas, harga yang akan mempengaruhi pilihan konsumen. Informasi dapat berupa pengalaman pribadi, teman-teman, surat kabar.

Keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan kesehatan. Konsumen sering tergantung kepada informasiyang disediakan oleh institusi pelayanan kesehatan ditambah dengan profesinya. Faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain pendapatan, harga, lokasi, dan mutu pelayanan (Mills, 1990: 136).


(29)

Menurut Groner dan Sorhin (1977) dalam Pohan.I (2003), 5 (lima) faktor utama yang mempengaruhi demand terhadap pelayanan kesehatan adalah :

a. Persepsi sakit

b. Realisasi kebutuhan (harapan, kepercayaan, pengalaman sebelumnya, adat istiadat).

c. Kemampuan membayar

d. Motivasi untuk memperoleh pelayanan kesehatan e. Lingkungan (tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan)

Menurut Dever (1973) dalam Muninjaya (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah sosial budaya, organisasi, faktor konsumen, proses pelayanan kesehatan.

Menurut Handoko (1999) dalam Lupiyoadi (2001), bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian dari proses berpikir ketika seseorang mempertimbangkan, memahami, mengingat, dan menalar tentang segala sesuatu. Sesuatu diputuskan akan dilakukan setelah menilai suatu keadaan, kenyataan, atau peristiwa yang sedang dihadapi.

Proses pengambilan keputusan pembeli/individu atas jasa-jasa professional berbeda-beda, tergantung dari jenis keputusan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, jenis jasa, dan beberapa faktor lainnya. Dalam upaya mengurangi ketidak pastian yang dialami pembelian jasa-jasa profesional, orang cenderung untuk mencari informasi seluas-luasnya dari orang lain sebelum mengambil keputusan.


(30)

Anggota keluarga, teman, rekan kerja, dan sumber-sumber terpercaya lainnya seringkali terlihat dalam pengambilan keputusan seseorang. Adapun jenis-jenis orang mungkin ikut berperan dalam pengambilan keputusan individu adalah : a. Pengambilan inisiatif adalah orang-orang yang pertama-tama menyarankan atau

memikirkan ide pembelian jasa-jasa tertentu.

b. Pemberi pengaruh adalah orang-orang yang berpandangan dan nasehatnya berperan cukup besar dalam pengambilan keputusan.

c. Pengambilan keputusan adalah orang yang akhirnya menentukan sebagian atau seluruh pengambilan keputusan, membeli atau tidak, apa yang dibeli, bagaimana atau dimana membeli.

d. Pembeli adalah orang-orang yang melakukan pembelian sebenarnya. e. Pemakai adalah orang (badan usaha) yang menerima jasa

Sedangkan menurut Herbert (1998) dalam Ikbal M. (2006), proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang. Perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan merupakan fungsi dari determinan-determinan : pengaruh lingkungan, perbedaan individu, proses psikologis yang masing-masing mempunyai kekuatan pengaruh terhadap proses keputusan konsumen. Proses ini merupakan tahapan dari pengambilan keputusan oleh konsumen yang terdiri dari pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, evaluasi hasil, dan pembelian ulang.


(31)

2.2. Kepuasan Pasien

Kepuasan adalah respons pemenuhan dari konsumen. Kepuasan adalah hasil penilaian dari konsumen bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan lebih atau kurang. Menurut Rowland, et at (dalam Sabarguna,2004:178-192), kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang terpenuhi sehingga ini adalah merupakan aspek yang paling menonjol dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Harapan pasien dalam proses pengobatan akan menimbulkan suatu kepuasan, dimana diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan.

Penurut Irawan (2002), kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Karena itu pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan.

Menurut Kotler (1997), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai macam cara yaitu :

1. Sistem keluhan dan saran. Setiap organisasai yang berorientasi pada pelanggan memberikan menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Hal ini juga dapat dilakukan dengan cara meletakkan kotak saran di koridor, menyediakan kartu komentar untuk diisi pasien yang akan keluar, dan mempekerjakan staf khusus untuk menangani keluhan pasien. Dapat juga menyediakan hot lines bagi pelanggan dengan gratis, juga dapat menambah web pages dan e-mail untuk melaksanakan komunikasi dua arah.


(32)

Informasi tersebut merupakan sumber gagasan yang baik yang meyakinkan pelayanan kesehatan dapat bertindak dengan cepat dalam rangka menyelesaikan masalah.

2. Belanja siluman. Perusahaan dapat membayar orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja siluman itu bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah staf penjualan perusahaan menangani situasi tersebut dengan baik. Para manager sendiri kadang harus meninggalkan kantor mereka, untuk melihat situasi penjualan perusahaan dimana mereka tidak dikenal, dan mengalami sendiri secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai pelanggan. Variasi dari cara ini adalah manajer menelepon perusahaan mereka sendiri dengan berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana panggilan telepon itu ditangani.

3. Analisis pelanggan yang hilang. Perusahaan harus menghubungi pelanggan yang berhenti menggunakan jasa puskemas untuk mengetahui sebabnya. Bukan hanya exit interviuew saja yang perlu, tetapi pemantauan tingkat kehilangan pelanggan juga penting. Peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.

4. Survey kepuasan pelanggan. Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan penelitian survey, baik survey melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara secara langgsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh


(33)

perhatian terhadap para pelanggannya. Berbagai cara pengukuran survey dapat dilakukan antara lain:

a. Pengukuran secara langsung (direct reported satisfaction). Pasien diberi pertanyaan secara langsung dan dibuat skala untuk menjawabnya.

Contoh: puas, kurang puas, tidak puas.

b. Derived satisfaction. Pasien diberi pertanyaan mengenai seberapa besar pelanggan mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan.

c. Problem analysis. Responden diminta untuk menuliskan masalah yang dihadapi dan perbaikan yang disarankan pelanggan.

d. Importance rating. Responden diminta untuk membuat rangking dari berbagai elemen pelayanan Ukuran pembuatan rangking ini didasari oleh derajat pentingnya setiap bagian dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen.

Menurut Muninjaya (2004) kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Pemahaman

diterimanya. Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personnal contact.

2. Empati (sikap peduli)

yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (complience).


(34)

3. Biaya (cost)

Tingginya biaya pelayanan dapat daianggap sebagai sumber moral hazard bagi pasien dan keluarganya.

4. Penampilan fisik (kerapian)

petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility).

5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter termasuk dalam faktor ini. 6. Keandalan memberikan perawatan.

7. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).

2.2.1. Pengertian Pasien

Menurut Soejadi (1996) pasien merupakan individu terpenting di rumah sakit, yaitu penyembuhannya kepada rumah sakit yang dipilih, mereka mempunyai kebutuhan yang diharapkan dapat diperoleh melalui rumah sakit tersebut. Harapan pasien dari pelayanan rumah sakit dalam proses pengobatan akan menimbulkan suatu kepuasan yang diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan di sini, ukuran kepuasan pasien memakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan tersebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu, apabila penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini, mudahlah dipahami bahwa ukuran – ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karena di dalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:


(35)

1. sebagai konsumen, sebagai pasien yang mempercayakan Ketersedian pelayanan kesehatan Untuk menimbulkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan banyak syarat yang harus dipenuhi. Salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai pelayanan yang cukup penting adalah ketersedian pelayanan kesehatan tersebut. Bertitik tolak dari pendapat ini dan karena kepuasan mempunyai hubungan yang erat dengan mutu apabila pelayanan kesehatan tersedia di masyarakat.

2. Kewajaran pelayanan kesehatan Syarat yang lain harus dipenuhi untuk dapat menimbulkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan, adalah kewajaran pelayanan kesehatan. Sama halnya dengan ketersediaan, yang mengkaitkan aspek kepuasan dengan mutu, maka suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

3. Kesinambungan pelayanan kesehatan Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan juga ditentukan oleh kesinambungan pelayanan kesehatan. Karena kepuasan mempunyai hubungan erat dengan mutu pelayanan, maka aspek kesinambungan ini juga turut diperhitungkan sebagai suatu syarat pelayanan kesehatan yang bermutu.

4. Penerimaaan pelayanan kesehatan Dapat diterima atau tidaknya pelayanan kesehatan sangat menentukan puas atau tidaknya pasien terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian untuk dapat menjamin munculnya kepuasan pasien yang terkait dengan mutu pelayanan maka pelayanan kesehatan tersebut dapat diupayakan sehingga dapat diterima oleh jasa pemakai pelayanan.


(36)

2.2.2. Konsep Kepuasan Pasien

Berbicara mengenai kepuasan pasien berarti berbicara mengenai mutu pelayan kesehatan.Menurut Safri yang dikutip Nani (2006) Kepuasan pasien adalah tingkat pelayanan pasien dari persepsi pasien dan keluarga terdekat pasien. Kepuasan pasien akan tercapai apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien dan keluarganya, memperhatikan setiap keluhan kondisi lingkungan fisik dan tenaga serta memperioritaskan kebutuhan pasien sehingga tercapai keseimbangan yang sebaik-baiknya antara tingkat kepuasan atau hasil dan derita jerih payah yang telah dan harus dialami guna memperoleh hasil tersebut. Kepuasan pasien sebagai salah satu dimensi mutu pelayan kesehatan bersifat relatif dan subjektif sehingga sulit di ukur. Adalah tidak mungkin untuk mencapai kepuasan pasien sementara dipihak lain pertimbangan kode etik dan standar pelayanan profesi dikesampingkan, oleh karena pada akhirnya pelayanan kesehatan yang demikian itu akan merugikan pasien juga. Maka untuk mengatasi masalah kepuasan ada beberapa pembatasan yang dikaitkan dengan mutu pelayanan kesehatan yaitu:

1. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien.

Pembatasan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya unsur subjektivitas yang dapat mempersulit pelaksaan program jaminan mutu. Sehingga ditetapkan bahwa meski yang dimaksud dengan kepuasan ini tetap berorientasi individual, tetapi ukuran yang dipakai adalah yang bersifat umum yaitu dengan kepuasan pasien. Dengan kata ini, mutu pelayanan kesehatan dinilai baik apabila pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dapat menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien yang menjadi sasaran utama pelayanan kesehatan tersebut.


(37)

2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan.

Pembatasan ini menyangkut upaya yang dilakukan dalam menimbulkan kepuasan pada diri setiap pasien untuk melindungi kepentingan pemakai jasa pelayanan kesehatan yang pada awam terhadap tindakan kedokteran, ditetapkan upaya yang dilakukan tersebut seharusnya sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi. Suatu pelayanan kesehatan sekalipun dinilai dapat memuaskan pasien, tetapi apabila penyelenggaraannya tidak sesuai dengan standar serta kode etik profesi bukanlah pelayanan kesehatan yang bermutu, mutu suatu pelayanan kesehatan dinilai baik apabila tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar serta kode etik profesi yang telah ditetapkan. Sebagai diketahui kepuasan pasien merupakan salah satu dimensi untuk menentukan baik buruknya mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi, namun aspek kepuasan itu sangat bervariasi dan luas.

Oleh karena itu Azwar ( 1996) mengatakan secara umum dimensi kepuasan itu dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

1. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan standar atau kode etik profesi. Ukuran kepuasan pasien pemakai jasa pelayanan terbatas pada kesesuaian dengan standar kode etik profesi saja. Suatu pelayan kesehatan dinilai bermutu apabila penerpan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Adapun ukuran ukuran yang dimaksud pada dasanya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai hubungan baik antara dokter dengan pasien yang harus dibangun, kenyamanan pelayanan yang tidak hanya cukup fasilitas tertata rapi juga sikap dan tindakan petugas, pengetahuan dan kompetensi teknis


(38)

petugas kesehatan, efektifitas pelayanan petugas serta keamanan tindakan yang diterima pasien.

2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan pasien. Ukuran – ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu bersifat lebih luas karena didalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai ketersedian,kewajaran, kesinambungan, penerimaan, ketercapaian, keterjangkauan,efesiensi serta mutu pelayanan kesehatan.

Menurut Muninjaya (2004), kepuasan pengguna jasa pelayan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor:

a. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact.

b. Empati (sikap peduli) yang ditujukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan mempengaruhi kepatuhan pasien. c. Biaya. Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazzard

bagi pasien dan keluarganya.

d. Penampilan fisik(kerapian) petugas kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan.


(39)

e. Jaminan keamanan yang ditujukan oleh petugas kesehatan. Ketepatan jadwal pemeriksaan dan juga kunjungan dokter juga termasuk faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien.

f. Kehandalan dan keterampilan petugas dalam memberikan perawatan. g. Kecepatan petugas memberikan pelayanan

2.3. Petugas pelayanan kesehatan

a. Pelayanan Tenaga Medis atau Dokter

Peraturan Mentri Kesehatan RI no 262/Menkes/Per/VII/1979 tentang standar ketenagaan dirumah sakit pemerintah, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tenaga medis adalah seorang lulusan fakultas kedokteran atau Kedokteran Gigi dan Pasca sarjana yang memberikan pelayanan medis dan pelayanan penunjang medis.

b. Pelayanan Tenaga Paramedis, perawat dan bidan.

Tenaga paramedis merupakan orang yang paling sering berhubungan dengan pasien. Hal ini perawat dituntut untuk mempunyai keahlian dibidangnya. Menurut paramedis atau perawat adalah seorang yang lulus dari sekolah atau akademi perawatan kesehatan yang memberikan pelayanan perawatan paripurna.

c. Pelayanan Tenaga Administrasi

Tujuan pelayanan administrasi adalah menciptakan suasana administrasi yang lancar dan menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama kali bagi pasien rawat jalan terbentuk sewaktu pasien berbicara pertama kali dengan penerimaan pasien. Kesan ini sering menetap pada diri pasien dan mempengaruhi sikap mereka terhadap lembaga, staf dan pelayanan yang mereka terima( Wolper, 1987:193).


(40)

2.4. Pelayanan Sarana

Menurut Griffith (1987: 276) yang dikutip oleh Andriani adalah sarana penunjak medik di rumah sakit meliputi:

a) laboratorium kimiawi, haematologi,bakteriologi, virologi otopsi, dan kamar jenazah.

b) diagnostik imaging yaitu: gradiografi, tomografi, radioisotop, USG dan CT-Scan.

c) laboratorium kardiopulmoner meliputi elektroka diografi tes fungsi paru dan kateteris

.

2.5. Faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan

a. Umur

Umur adalah lamanya responden hidup dalam tahun yang dihitung mulai sejak lahir sampai sekarang. Umur sangat mempengaruhi seseorang dalam berkarir. Pada usia muda merupakan masa perubahan nilai penyesuaian diri dengan cara hidup dan masa kreatif (Hurlock, 1998:145).

Umur sangat erat kaitannya dengan pengetahuan seseorang karena semakin bertambahnya umur manusia semakn banyak pula pengetahuan yang didapatnya.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah upaya agar masyarakat berprilaku atau mengadopsi prilaku kesehatan dengan cara bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).


(41)

Menurut Notoatmodjo (2003) Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan pada pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni:

1) Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan)

2) Proses (upaya yamg direncanakan untuk mempengaruhi oranglain)

3) Out put (melakuakan apa yang diharapkan atau perilaku) Pendidikan ini erat kaitannya dengan ekonomi, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik sosial ekonominya.

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah jenis kegiatan yang dilakukan suami dan istri yang menjadi sumber nafkah keluarga untuk memenuhi kebutuhan demi kelangsungan hidup. Bukan saja Ayah yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah tetapi ibu yang bekerja diluar rumah untuk menambah penghasilan (kamus bahasa Indonesia,1997).

2.6 Pengertian Perawat

Pengertian Perawat ini memang harus diketahui oleh para perawat itu sendiri. Karena seringkali tidak mengerti secara spesifik akan definisi dan juga pengertian perawat dan keperawatan itu sendiri.

Pengertian Perawat dapat kita lihat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat maka pada pasal 1 ayat 1 yang berbunyi:


(42)

“Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Jadi dari pengertian perawat tersebut dapat artikan bahwa seorang dapat dikatakan sebagai perawat dan mempunyai fungsi dan peran sebagai perawat manakala yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya telah menyelesaikan pendidikan perawat baik diluar maupun didalam negeri yang biasanya dibuktikan dengan ijazah atau surat tanda tamat belajar. Dengan kata lain orang disebut perawat bukan dari keahlian turun temurun, malainkan dengan melalui jenjang pendidikan perawat.

Menurut hasil Lokarya Keperawatan Nasional Tahun 1983 yang disebut dengan pengertian keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia.

Keperawatan juga dapat dipahami sebagai pelayanan atau asuhan keperawatan profesional yang bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan obyektif klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan utama. Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, kemampuan teknis, dan moral.


(43)

Hal ini dapat ditempuh dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan pada program pendidikan Ners. Adapun Proses keperawatan adalah suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosa keperawatan, penentuan rencana keperawatan, melaksananakan tindakan keperawatan , serta evaluasi tindakan keperawatan.

2.7Pengertian Deskriptif

Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best,1982 : 119). Penelitian Deskriptif ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Dengan penelitian metode deskriptif, memungkinkan peneliti untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal (west, 1982). Di samping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadan dan kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.

Pada umumnya tujuan utama penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Dalam perkembangannya, akhir-akhir ini metode penelitian deskriptif banyak digunakan oleh peneliti karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan


(44)

empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia.

Di samping kedua alasan tersebut di atas, penelitian deskriptif pada umumnya menarik bagi para peneliti muda, karena bentuknya sangat sederhana dengan mudah dipahami tanpa perlu memerlukan teknik statiska yang kompleks. Walaupun sebenarnya tidak demikian kenyataannya. Karena penelitian ini sebenarnya juga dapat ditampilkan dalam bentuk yang lebih kompleks, misalnya dalam penelitian penggambaran secara faktual perkembangan sekolah, kelompok anak, maupun perkembangan individual.

Penenelitian deskriptif juga dapat dikembangkan ke arah penenelitian naturalistic yang menggunakan kasus yang spesifik malalui deskriptif mendalam atau dengan penelitian seting alami fenomenologis dan dilaporkan secara thick description (deskripsi mendalam) atau dalam penelitian ex-postfacto dengan hubungan antarvariabel yang lebih kompleks.

Penelitian deskriptif yang baik sebenarnya memiliki proses dan sadar yang sama seperti penelitian kuantitatif lainnya. Disamping itu, penelitian ini juga memerlukan tindakan yang teliti pada setiap komponennya agar dapat menggambarkan subjek atau objek yang diteliti mendekati kebenaranya. Sebagai contoh, tujuan harus diuraikan secara jelas, permasalahan yang diteliti signifikan, variabel penelitian dapat diukur, teknik sampling harus ditentukan secara hati-hati,


(45)

dan hubungan atau komparasi yang tepat perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran objek atau subjek yang diteliti secara lengkap dan benar.

Dalam penelitian deskriptif, peneliti tidak melakukan manipulasi variabel dan tidak menetapkan peristiwa yang akan terjadi, dan biasanya menyangkut peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini. Dengan penelitian deskriptif, memungkinkan peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan hubungan variabel atau asosiasi, dan juga mencari hubungan komparasi antar variabel.

Keunikan yang ada pada metode penelitian deskriptif antara lain seperti berikut : 1. Penelitian deskriptif menggunakan kuesioner dan wawancara, seringkali

memperoleh responden yag sangat sedikit, akibatnya bias dalam membuat kesimpulan.

2. Penelitian deskriptif yang menggunakan observasi, terkadang dalam pengumpulan data tidak memperoleh data yang memadai. Untuk itu diperlukan para observer yang terlatih dalam observasi, dan jika perlu membuat chek list lebih dahulu tentang objek yang perlu dilihat, sehingga peneliti memperoleh data yang diinginkan secara objektif dan reliable.

3. Penelitian deskriptif juga membutuhkan permasalahan yang harus diindentifikasi dan dirumuskan dengan jelas, agar peneliti tidak mengalami kesulitan dalam menjaring data ketika di lapangan.


(46)

2.8 Tinjauan Meningkatkan kualitas Pelayanan Kesehatan 2.8.1 Pengertian Kualitas

Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono, 2005:10) menjelaskan bahwa kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas menurut Hence, Kualitas: The quality of a product or service is the fitness of that product or service for meeting its intended used as required by the customer.

Dijabarkan juga oleh J.R. Evans dan W.M. Lindsay dalam buku “The Management and Control of Quality”, Bahwa Kualitas dapat diartikan sebagai: Kesempurnaan, Konsistensi, Menghilangkan kerugian, Kecepatan pengiriman, Proses mengikuti prosedur dan kebijakan, Menghasilkan produk yang baik dan berguna, Melakukan yang benar dari awal, Memanjakan atau menyenangkan pelanggan dan Pelayanan dan kepuasan total bagi pelanggan.

Hal senada juga dikemukakan oleh ASO, bahwa kualitas merupakan derajat atau tingkatan karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyratan atau keinginan .Arti derajat atau tingkatan menandahkan bahwa selalu terdapat peningkatan setiap saat. sedangkan , karakteristik pada istilah tersebut berarti hal-hal yang dimilk produk,yang dapat terdiri dari berbagai macam.

Cateora dan Graham (2007: 39), mengemukakan bahwa Kualitas (quality) dibedakan ke dalam dua dimensi : kualitas dari perspektif pasar dan kualitas kinerja. Keduanya merupakan konsep penting, namun pandangan konsumen atas


(47)

kualitas produk lebih banyak berhubungan dengan kualitas dari perspektif pasar dibandingkan dengan kualitas hasil.

Kotler, (2007:180), mendefinisikan Kualitas sebagai keseluruhan ciri serta sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuan memenuhi kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat.

2.8.1.1 Dimensi Kualitas

Menurut Nursya’bani Purnama (2006 : 15-16) menentukan kualitas produk harus dibedakan antara produk manufaktur atau barang ( goods ) dengan produk layanan ( service ) karena keduanya memilki banyak perbedaan. Menyediakan produk layanan ( jasa ) berbeda dengan menghasilkan produk manufaktur dalam beberapa cara. Perbedaan tersebut memiliki implikasi penting dalam manajemen kualitas. Perbedaan antara produk manufaktur dengan produk layanan adalah :

1. Kebutuhan konsumen dan standar kinerja sering kali sulit diidentifikasi dan diukur, sebab masing-masing konsumen mendefinisikan kualitas sesuai keinginan mereka dan berbeda satu sama lain.

2. Produksi layanan memerlukan tingkatan ” customization atau individual customer ” yang lebih tinggi dibanding manufaktur. Dalam manufaktur sasarannya adalah keseragaman. Dokter, ahli hukum, personal penjualan asuransi, dan pelayanan restoran, harus menyesuaikan layanan mereka terhadap konsumen individual.

3. Output sistem layanan tidak terwujud, sedangkan manufaktur berwujud. Kualitas produk manufaktur dapat diukur berdasar spesifikasi desain, sedangkan


(48)

kualitas layanan pengukurannya subyektif menurut pandangan konsumen, dikaitkan dengan harapan dan pengalaman mereka. Produk manufaktur jika rusak dapat ditukar atau diganti, sedangkan produk layanan harus diikuti dengan permohononan maaf dan reparasi.

4. Produk layanan diproduksi dan dikonsumsi secara bersama – sama, sedangkan produk manufaktur diproduksi sebelum dikonsumsi. Produk layanan tidak bisa disimpan atau diperiksa sebelum disampaikan kepada konsumen.

5. Konsumen seringkali terlibat dalam proses layanan dan hadir ketika layanan dibentuk, sedangkan produk manufaktur dibentuk diluar keterlibatan langsung dari konsumen. Misalnya konsuman restoran layanan cepat menempatkan ordernya sendiri atau mengambil makanan sendiri , membawa makanan sendiri kemeja, dan diharapakan membersihkan meja ketika setelah makan.

6. Layanan secara umum padat tenaga kerja, sedangkan manufaktur lebih banyak padat modal. Kualitas interaksi antara produsen dan konsumen merupakan faktor vital dalam penciptaan layanan. Misalnya kualitas layanan kesehatan tergantung interaksi pasien, perawat, dokter, dan petugas kesehatan lain. Di sini perilaku dan moral pekerja merupakan hal yang kritis dalam menyediakan kualitas layanan. 7. Banyak organisasi layanan harus menangani sangat banyak transaksi konsumen. Misalnya pada hari-hari tertentu, sebuah bank mungkin harus memproses jutaan transaksi nasabah pada berbagai kantor cabang dan mesin bank atau barangkali Perusahaan jasa kiriman harus menangani jutaan paket kiriman diseluruh dunia.


(49)

2.8.1.2 Pengertian Kualitas Jasa Pelayanan

Kualitas jasa pelayanan sangat dipengaruhi oleh harapan konsumen. Harapan konsumen dapat bervariasi dari konsumen satu dengan konsumen lain walaupun pelayanan yang diberikan konsisten. Kualitas mungkin dapat dilihat sebagai suatu kelemahan kalau konsumen mempunyai harapan yang terlalu tinggi, walaupun dengan suatu pelayanan yang baik.

Menurut Wyckof dalam Lovelock ( yang dikutip dari Nursya’bani Purnama ,2006

: 19-20 ) memberikan pengertian kualitas layanan sebagai tingkat kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen, sedangkan menurut Parasuraman, et al. Kaulitas layanan merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi ) konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan yang diharapkan , maka layanan dikatakan berkualitas dan memuaskan.

Menurut Gronroos (dalam Nursya’bani Purnama ,2006 : 20) menyatakan kualitas layanan meliputi :

1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan, terdiri dari : dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan, kemudahan akses, dan service mindedness.

2. Kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetika output.

3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi di mata konsumen.


(50)

Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan pelayanan yang dapat memenuhi keinginan konsumen atau pelanggan yang diberikan oleh suatu organisasi. Kualitas pelayanan diukur dengan lima indikator pelayanan (keandalan, daya tanggap, kepastian, empati, dan bukti fisik).

2.8.2 Pengertian Pelayanan kesehatan 2.8.2.1 Pengertian Pelayanan

Secara bahasa, pelayanan diartikan sebagai usaha untuk melayani kebutuhan orang lain. Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang yang menyediakan layanan dengan orang lain yang membutuhkan/menerima layanan secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan akan tercapai kalau kebutuhan, keinginan, dan harapannya terpenuhi melalui sebuah pelayanan.

Pelayanan merupakan sesuatu yang tidak berwujud, yang melibatkan hubungan antara seseorang sebagai penyaji atau penyedia layanan dengan orang lain yang membutuhkan atau menggunakan jasa layanan tersebut, dan tidak terjadi perpindahan kepemilikan (transfer of ownership) diantara keduanya (Kotler et. Al, 1999: 11).

Lembaga Administrasi Negara (LAN) mendefinisikan pelayanan sebagai suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan makna dari pelayanan adalah komitmen untuk merubah mental


(51)

birokrat atau aparatur dari kebiasaan dilayani menjadi melayani masyarakat secara prima. Pelayanan dilakukan dari mulai masyarakat datang, selama pelaksanaan pelayanan, dan setelah pelaksanaan pelayanan. Pelayanan yang diberikan berupa pelayanan fisik maupun non fisik, termasuk administrasi. Pelayanan yang prima membutuhkan komitmen/kesungguhan serta kompetensi/penguasaan dalam bidangnya, dan konsistensi tindakan selama pelayanan (LAN, 2003: 6-12).

Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain dengan melakukan serangkaian kegiatan. Sehingga pelayanan merupakan suatu proses yang berlangsung secara rutin dan berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat (H.A.S Moenir, 1992:27).

Pelayanan sebagai suatu cara yang digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan orang lain dengan mempergunakan sarana-sarana yang tersedia. Dari kedua pengertian tentang pelayanan itu, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu cara atau usaha untuk melayani kebutuhan orang lain dengan melakukan serangkaian kegiatan dengan mempergunakan sarana yang tersedia (Soekarno Slamet, 1991:5).

Pelayanan akan dapat terlaksana dengan baik dan memuaskan apabila didukung oleh beberapa faktor. Faktor tersebut meliputi:

1) Kesadaran para pegawai atau pelaksana 2) Adanya peraturan yang memadai


(52)

4) Pendapatan pegawai yang cukup untuk kebutuhan hidup minimum

5) Kemampuan dan keterampilan yang sesuai dengan tugas atau pekerjaan yang dapat dipertanggung jawabkan

6) Tersedianya sarana pelayanan sesuai dengan jenis dan bentuk atau pekerjaan pelayanan (H.A.S Moenir 1992: 124).

2.8.2.2 Pengertian Kesehatan

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual aupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Sebagai layaknya undang-undang yang baru pada umumnya, maka Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992. Beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar dikeluarkannya undang-undang ini, antara lain:

1) Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminastif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional.


(53)

2) Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi Negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan Negara. Oleh sebab itu, setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatandalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintahan maupun masyarakat.

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntunan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang tentang Kesehatan yang baru.

2.8.2.3 Sasaran Pelayanan Kesehatan

Menurut Hodgetts dan Cascio (dalam Azwar, 1996:36) Pelayanan kesehatan dapat dibagi menjadi dua bagian utama jika dilihat berdasarkan sasarannya,

1) Pelayaanan kesehatan personal (Personal health services) maksudnya sasaran pelayanan kesehatan ini adalah untuk pribadi atau perorangan

2) Pelayanan kesehatan lingkungan (Environmental health services) yaitu sasaran pelayanan kesehatan ini adalah lingkungan, kelompok, atau masyarakat.


(54)

2.8.2.4 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang baik memiliki berbagai persyaratan pokok. Syarat pokok yang dimaksud (Azwar, 1996:36) yaitu sebagai berikut:

1. Tersedia dan berkesinambungan

Yaitu syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehtaan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan. Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat selalu ada ketika dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adapt istiadat, kebudayaan, keyakakinan, dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

3. Mudah dicapai

Lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Dengan demikian maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting, pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi pada perkotaan saja dan tidak ditemukan di daerah pedesaaan bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

4. Mudah dijangkau

Dapat dilihat dari segi biaya, untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan yangb sesuai dengan kemempuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan hanya bisa dijangkau oleh sebagian masyarakat bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.


(55)

5. Bermutu

Maksudnya menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan. Dan dipihak lain tata cara penyelenggaraan sesuai kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

2.8.2.5 Stratifikasi Pelayanan Kesehatan

Menurut Azwar (1996:41), Stratifikasi pelayanan kesehatan yang dianut setiap Negara tidaklah sama, namun secara umum berbagai strata ini dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu :

1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services) Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat pokok, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory atau out patient services).

2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan yang lebih lanjut, telah bersifat rawat inap (in patient services) dan untuk menyelenggarakannya telah dibutuhkan tenaga spesialis.

3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih komplek dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesialis.


(56)

2.8.2.6 Tujuan Pelayanan Kesehatan

Tujuan pelayanan kesehatan sesuai dengan visi dan misi pembangunan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Visi pembangunan kesehatan Indonesia (Depkes RI) yaitu:

Gambaran masyarakat Indonesia yang dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan Negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pola kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah republik Indonesia.

Visi kesehatan Indonesia dilaksanakan melalui misi yang juga ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Reepublik Indonesia. Misi pembangunan kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) adalah sebagai berikut:

1) Menggerakkan pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan Para penanggung jawab program pembangunan harus memasukkan pertimbangan kesehatan didalam semua kebijakan pembangunannya. Program yang tidak berkontribusi positif terhadap kesehatan diharapkan untuk tidak dilaksanakan; 2) Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup mendiri Kesehatan merupakan tangguang jawab individu, masyarakat, pemerintah dan swata, itu artinya kesehatan bukan hanya tanggung jawab pemerintah , masyarakat juga harus mandiri menjaga kesehatannya sendiri; 3) Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,merata, dan terjangkau; 4) Menjangkau dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat beserta lingkungan tanpa meninggalkan upaya penyembuhan penyakit.


(57)

2.8.3 Penerapan Konsep Sosiologi dalam Praktek Medis

Tujuan penerapan sosiologi dalam bidang kedokteran dan kesehatan, antara lain untuk menambah kemampuan para dokter dalam melakukan penilaian klinis secara lebih rasional, menambah kemampuan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dialami dalam praktek, mampu memahami dan menghargai prilaku pasien, kolega serta organisasi, dan menambah kemampuan dan keyakinan dokter dalam menangani kebutuhan sosial dan emosional pasien, sebaik kemampuan yang mereka miliki dalam menangani gangguan penyakit yang diderita pasien (Fauzi Muzaham 1995:3).

Beberapa konsepsi sosiologi yang diuraikan David Tuckett dalam bukunya introduction to medical sociology (hal. 11-22). Ia mengemukakan bahwa perspektif sosiologi utama yang dirasakan bermanfaat untuk diterapkan dalam bidang medis ialah apa yang dinamakan dengan konsep “struktur”, suatu konsep yang menunjukan adanya unsur-unsur umum yang terdapat pada setiap situasi atau interaksi. Dengan membayangkan sikap umum yang biasa terjadi dalam interaksi antara dokter dan pasien maka akan didapat suatu modal atau gambaran mengenai apa yang keliru dan penyebabnya.

Dari segi sosiologi setiap individu memainkan peranan didalam semua situasi sosial. Dalam praktek medis, interaksi yang terjadi antara dokter dan pasien, pasien dan perawat, perawat dengan dokter, dokter dan pekerja sosial, semuanya


(58)

2.8.4 Interaksi Dokter dan Pasien

Pembahasan tentang hubungan dokter dan pasien banyak dikutip dari analisis dari dua orang dokter, yaitu Szasz dan Hollender (1956:585-529), yang membedakan 3 tipe interaksi antara dokter dan pasien yaitu:aktif-pasif; bimbingan-kerjasama; dan saling membantu. Mereka menyatakan bahwa terjadinya ketiga tipe hubungan itu tergantung pada keadaan penyakit pasien dan pengobatan yang dianggap tepat oleh dokter.

a) Hubungan aktif-pasif, dokter bertindak secara aktif dan pasien bertindak secara pasif. Situasi hubungan seperti ini terdapat kasus keadaan darurat (seperti dalam keadaan luka parah, banyak kehilangan darah, atau keadaan tidak sadar). Pasien benar-benar tidak berdaya waktu dokter menanganinya. Pekerjaan medis hanya memerlukan sedikit interaksi antara dokter dan pasien: mengawasi, mengikat, memberikan anestesi, dan cara-cara lain untuk mendiamkan pasien agar pasif tunduk pada dokter. Pengobatan dilakukan tanpa perlu bantuan pasien.

b) Hubungan bimbingan-kerjasama, hubungan ini biasanya tampak pada waktu penanganan penyakit akut, terutama pada kasus penyakit menular. Meskipun pasien itu sakit namun ia masih sadar tentang keadaannya, masih sanggup menerima intruksi dan melakukan penilaian, serta pendapat mereka harus dipertimbangkan selaku manusia. Pendeknya dalam situasi seperti itu pasien diharapkan untuk menyadari bahwa dokter lebih tahu dan menunggu apa yang diinstruksikan dokter, kemudian melaksanakannya dan sembuh.


(59)

c) Hubungan saling membantu, menurut model ini, dokter membantu pasien untuk menolong dirinya sendiri. Untuk kesempurnaan pengobatan maka dokter membutuhkan pasien dan pasien itu sendiri butuh dokter. Model ini dianggap penting waktu menangani penderita penyakit kronis di mana program pengobatan dilaksanakan sendiri oleh pasien sedangkan intruksi dokter hanya diperlukan sekali-sekali. (Fauzi Muzaham 1995:148-149).

2.8.5 Kerangka Pikir

Seperti pembangunan di sektor yang lain di Indonesia, pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif, dan norma-norma agama. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Salah satu upaya peningkatan kinerja perawat dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan adalah kinerja perawat yang dilihat dari faktor sumber daya manusia berupa (input recruitment), faktor internal dan eksternal, faktor internal yaitu faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti prilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja,


(60)

bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi Serta motivasi pegawai itu sendiri dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan kesehatan.

Dalam hal ini bila kinerja perawat tersebut baik maka akan berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan yang baik juga sehingga tercapai kepuasan pasien dalam rangka pengobatan penyakit yang diderita sehingga mencapai kesembuhan yang diharapkan oleh pasien dan Balai Pengobatan PT. KAI Subdrive III.2.

Dari kesimpulan kerangka berfikir diatas maka digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Kinerja Perawat

Kualitas Pelayanan Kesehatan


(61)

III. METODE PENELITIAN

3.1Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2008:2) metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dan berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yaitu:

1. Cara ilmiah berati kegiatan penelitian itu didasarkan pada cirri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis

2. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia.

3. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan.

4. Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

Penelitian ini tergolong kedalam penelitian deskriptif. Bungin (2010:36) menjelaskan bahwa penelitian bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian.


(1)

kesehatan ibu dan anak.

6. Sumber DayaBalai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 Tanjung Karang Keadaan Sumber Daya Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 Tanjung Karang yang merupakan komponen input dari suatu sistem Balai pengobatan pada Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 Tanjung Karang yang secara lengkap diuraikan pada sub bab berikut ini.

a. Ketenagaan.

Keadaan ketenagaan di Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 Tanjung Karang secara garis besar terdiri dari tenaga medis, tenaga paramedis keperawatan, tenaga paramedis non keperawatan serta tenaga non medis (termasuk tenaga profesional yang mengelola manajemen), seperti pada table berikut ini:

Tabel 4.1

Keadaan ketenagaan Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 Tanjung Karang Tahun 2013

JenisTenaga

Jumlah Kumulatif %

Tenaga Medis 10 28

TenagaParamedisKeperawatan 7 21

Tenaga Non Keperawatan 13 37

Tenaga Non Medis 5 14

JUMLAH 35 100

Sebagian besar tenaga paramedis keperawatan (pelaksana keperawatan) atau yang menjadi ujung tombak keperawatan adalah tenaga pegawai PT. KAI Subdrive III.2.


(2)

61

b. Mitra kerja Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 Mitra kerja Balai pengobatan PT. KAI Subdrive III.2 meliputi:

1. Rumah Sakit Urip Soemoharjo 2. Rumah Sakit Bumi Waras

3. Rumah Sakit DKT. Tanjung Karang 4. Rumah Sakit Handayani Kota Bumi 5. Rumah Sakit Antonio Batu Raja

7. Fasilitas Sarana dan prasaranaPelayanan

Fasilitas dengan sarana dan prasarana pelayanan yang dimaksud meliputi fasilitas sarana dan prasarana pelayanan langsung (medis dan keperawatan) dengan tidak langsung (penunjang medis):

1. Balai pengobatan Tanjung Karang a. 1 unit mobil ambulance b. 1 unit dental gigi c. Apotek semenung

2. Balai pengobatan Tanjung Karang memberikan pelayanan kesehatan meliputi: a. Pelayanan Balai pengobatan umum

b. Pelayanan gigi

c. Pelayanan obat di apotek

d. Pelayanan Balai Kesehatan ibu dan anak (BKIA)

3. Balai pengobatan Kota Bumi hanya memberikan pelayanan Balai pengobatan umum.

4. Balai pengobatan Batu Raja memberikan pelayanan Balai pengobatan umum dan Balai Kesehatan ibu dan anak (BKIA).


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang studi deskriptif tentang kualitas pelayanan kesehatan pada perawat di Balai pengobatan PT. KAI S ubdrive III.2 dapat disimpulkan :

1.Berdasarkan hasil kategorisasi diatas tentang pelayanan informasi yang dilaksanakan oleh PT. KAI sebagian besar responden memiliki kualitas pelayanan yang baik. Hal ini dapat diketahui bahwa dari 97 responden terdapat sebanyak 78 (80,4%) responden memiliki kualitas pelayanan yang baik terhadap pelayanan informasi yang diberikan petugas kesehatan kepada pasien sedangkan sebanyak 18 (18,6%) responden menyatakan, pelayanan informasi yang diberikan oleh PT. KAI cukup baik dan 1 (1,03%) responden menyatakan kurang baik.

2.Berdasarkan hasil kategorisasi mengenai pelayanan administrasi diperoleh dari 97 responden terdapat sebanyak 84 (86,6%) responden memiliki kualitas pelayanan yang baik terhadap pelayanan administrasi yang diberikan petugas kesehatan kepada pasien sedangkan sebanyak 12 (12,3%) responden menyatakan kualitas pelayanan cukup baik, pelayanan administrasi yang diberikan oleh PT. KAI kurang baik dan 1 (1,1%) responden menyatakan baik


(4)

79

hal ini menunjukkan bahwa pelayanan petugas dalam meberikan informasi tentang administrasi bagi pasien sudah dilaksanakan dengan optimal.

3.Berdasarkan kategorisasi dari 97 responden terdapat sebanyak 78 (80,4%) responden memiliki kualitas pelayanan yang baik terhadap pelayanan medis yang diberikan kepada pasien sedangkan sebanyak 16 (16,5%) responden menyatakan, pelayanan medis yang diberikan oleh PT. KAI cukup baik dan 3 (3,1%) responden menyatakan kurang baik. hal ini menunjukkan bahwa pelayanan medis yang diberikan oleh PT. KAI sudah optimal.

6.2Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.Pihak perusahaan hendaknya meningkatkan pelayanan yang lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian Balai pengobatan PT. KAI dapat dijadikan sebagai pilihan bagi para pegawai aktif dan pegawai non-aktif sebagai tempat berobat yang utama tanpa harus berobat ditempat lain.

2.Hasil penelitian ini dapat berperan sebagai media penyuluhan. Penyuluhan tersebut merupakan usaha yang meliputi komunikasi, informasi, dan edukasi yang ditunjukan kepada pasien, pelayanan kesehatan dan penyelenggara program; untuk meningkatkan kinerjanya pada masa mendatang


(5)

Agus, Erwan. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Gaya Media.

Azwar, A, 1994. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, (Aplikasi

Prinsip Lingkaran Pemecahan Masalah). Yayasan Penerbitan IDI Jakarta

1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ketiga, Bina Rupa Aksara. Jakarta 1996. Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Lebih Bermutu Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta.

Azwar,Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara. Gasperz, Vincent. 1997. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced

Scorecard Dengan Six Sigma Untuk Oraganisasi Bisnis dan Pemerintah.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gibson, James L, John M. Ivancevich, dan James H. Donnelly, Jr.1988.

Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Erlangga.

Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaranan, Edisi Milennium: Marketing

Management, Elevent Edition, Upper Saddle River. New Jersey.

Prenhallindo. Jakarta: 2003.

Mankunegara, A.A dan Anwar Prabu. 2007. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama.

Mankunrgara, A.A dan Anwar Prabu. 2001. Manajemen Sumberdaya Daya

Manusia Perusahaan. Bandung: Rosda Karya.

Muninjaya, A.A. 2004. Survey Kepuasan Pengguna Jasa Pelayanan Kesehatan Perjan RS Sanglah Denpasar. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

07(03.

Muzaham, Fauzi. 2005. Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)

Notoatmojo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Parasuraman, A, Zeithaml, V.A, Berry, L.L, 1985. A Conceptual Model Of Service

Quality And Its Implications Of Future Research, Journal Of Marketing, 49(Fall): 41-50


(6)

_________, 1990. Delivering Quality Service Balancing Costumer Perceptions and Expectations, The Free Press, A Division of Macmillan inc.

New York

_________, 1990. A Refinement and Reassessment of the SERVQUAL Scale,

Journal Of the Retailing, 67(Winter): 420-450

Pohan, Imbalo S. 2006. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan : Dasar-dasar,

Pengertian, dan Terapan. Jakarta: EGC

Pohan, I.S, 2003. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan: Dasar-Dasar

Pengertian, Kesaint Blanc. Bekasi, Indonesia.

_________, 2003. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan: Penerapannya Dalam

Soejadi. 1996. Pedoman Penilaian Kinerja Rumah Sakit, Katiga Bina: Jakarta.

Tjiptono, F. dan Chandra, G. 2005. Service, Quality & Satisfaction, Penerbit Andi: Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

Pusat Pelelangan Ikan Terpadu di Tanjung Balai.

4 87 34

POLA PENGAWASAN KOMISI D DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PELAYANAN PUBLIK KESEHATAN (Studi Pada Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Kemiling Bandar Lampung)

0 7 11

POLA PENGAWASAN KOMISI D DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PELAYANAN PUBLIK KESEHATAN (Studi Pada Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Kemiling Bandar Lampung)

0 3 4

EKSPLOITASI ANAK PADA KELUARGA MISKIN (Studi Pekerja Anak Jalanan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung)

0 21 60

STUDI DESKRIPTIF TENTANG KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN (Studi Pada Perawat Balai Kesehatan PT. KAI Subdrive III.2 Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung)

0 9 82

KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN LANSIA (Studi Deskriptif Tentang Kualitas Pelayanan Kesehatan Lansia di Puskesmas Bendo, Desa Tegalarum, Kabupaten Magetan) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 20

KUALITAS LAYANAN KESEHATAN (Studi Deskriptif tentang Kualitas Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Gresik)

0 0 6

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - ANALISIS PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN (BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSISAL) BPJS KESEHATAN DALAM PERSEPEKTIF ISLAM (Studi Kasus Pada Konsumen BPJS Kesehatan di Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung) -

0 0 87

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN MENGGUNAKAN JASA TRANSPORTASI KERETA API DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi Pada Konsumen PT KAI (Persero) Stasiun Tanjung Karang Bandar Lampung) SKRIPSI - Raden Intan Repository

0 2 102

KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS) KOTA SERANG

0 0 260