7
2.2 Macecimpedan
Lomba macecimpedan tidak ada kriteria penilaian karena sifatnya mencari jawaban yang benar dan salah seperti tebak-tebakan atau cerdas
cermat. Walaupun demikian ada syarat dalam lomba seperti cecimpedan haras berhubungan dengan hal-hal tradisional, dan tidak boleh
mengeluarkan pertanyaan di luar konteks cecimpedan. Umpamanya raos ngempelin, bebungklingan, dan sebagainya.
Di sini peranan guru sebagai pelatih dan pembina dominan untuk mensuplai soal-soal cecimpedan sehingga anak-anak tidak kekurangan
stok seal ketika lomba. Dalam cecimpedan justru diharapkan selalu muncul soal baru sehingga kreativitas berdasarkan wawasan budaya Bali
tradisional akan muncul dari guru sebagai pelatih atau pembina. Ini yang masih kurang sehingga anak-anak pada saat lomba dapat dikalahkan oleh
musuhnya karena kekurangan stok soal yang baru, yang tidak diketahui jawabannya o leh musuhnya. Akibatnya soal yang dikeluarkan sudah umum
dan hanya diambil dari buku. Ini jelas jawabannya sudah dihafal oleh musuhnya.
2.3 Pidarta
Kata pidarta dalam bahasa Indonesia sama dengan pidato yang berarti 1. Pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan
kepada orang banyak; 2. wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
8 Bahasa, 2005:871.. Kalau demikian berarti ada pidarta lisan dan ada
pidarta tertulis yang telah disiapkan lebih dahulu. Namun ketika pidarta basa Bali dilombakan ada salah satu persyaratan tidak boleh membaca
teks. Mengacu pada arti pidato di atas berarti lomba pidarta basa Bali termasuk tengah-tengah. Artinya pidarta disiapkan terlebih dahulu namun
dibawakan secara lisan. Kriteria penilaian lomba pidarta basa Bali meliputi penampilan,
pengolahan tema, penguasaan materi, bahasa, dan amanat. Kriteria penampilan dan kekurangannya sampai saat ini serta kriteria penguasaan
materi yang sama dengan teknik penyajian, silakan baca kriteria penilaian masatua di atas. Pengolahan tema maksudnya apabila panitia lomba lebih
dahulu sudah menentukan tema pidarta. Dalam hal ini peserta tinggal mengolah. Kriteria bahasa, sudah jelas maksudnya ketepatan pemakaian
anggah-ungguh basa Bali, intonasi kelengutan basa, dan vokal. Kenyataannya dalam hal pemakaian anggah-ungguh basa masih sering
terjadi kesalahan. Realitas dalam lomba pidarta basa Bali sampai saat ini masih
banyak yang kurang memahami pidarta sehingga pidarta dikacaukan dengan Dharma Wacana. Pidarta yang baik harus memperhatikan
vokalitas kapan nada suara sedang dan kapan vocal itu perlu diangkat. Sering peserta lomba kurang memperhatikan hal ini sehingga orang
mapidarta kedengarannya datar-datar saja. Kondisi ini berimplikasi pada kesan yang diperoleh oleh audiens. Umpamanya ketika mereka pulang
9 tiada kesan dan apa isi dari pidarta tersebut. Vokal tinggi diperlukan
ketika ada poin penting yang ingin disampaikan kepada audiens. Di tambah lagi gerak tangan serta ekspresi. Tujuannya agar jelas didengar
dan mampu membakar spirit serta emosi pendengar. Pidarta basa Bali jelas bukan Dharma Wacana. Kenyataannya