31
bahkan mendapatkan beasiswa dari pemerintah Belanda untuk melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi di negeri Belanda. Tawaran dari
pemerintah Belanda tersebut semuanya ditolak dan memilih untuk meneruskan kajian keagamaannya.kepada ustadz Ahmad Hasan, seorang
ulama berpaham radikal dan menjadi tokoh utama organisasi sosial keagamaan Persatuan Islam Persis di Bandung yang mengajarkan kepada
Mohammad Natsir agar selalu memajukan pendidikan umat Islam, misalnya dengan menggunakan ijtihad. Karena itulah ia kemudian menekuni dunia
pendidikan dengan mendirikan Yayasan Pendidikan Islam di Bandung dengan menerapkan metode pendidikan barat agar umat Islam dapat berhasil dunia
akhirat.Noer,1996:101
B. Karir Politik
Semenjak belajar di sekolah menengah di Bandung Mohammad Natsir mulai tertarik kepada pergerakan Islam. Pada awalnya ia terlibat dalam
kepemimpinan Jong Islamiten Bond JIB, sebuah organisasi pemuda Islam yang mayoritas anggotanya pelajar-pelajar Bumiputera yang bersekolah
Belanda. Organisasi ini mendapat pengaruh intelektual yang cukup mendalam dari Agus Salim, seorang tokoh intelektual muslim Indonesia dan pemimpin
Sarekat Islam. Melalui Agus Salim pulalah Mohammad Natsir mulai berkenalan dengan konsep nasionalisme Islam yang berarti melindungi tanah
air dan bangsa dari segala bentuk penindasan bedasarkan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat. Gunawan,1999: 2
32
Natsir mulai melibatkan diri dalam aktivitas politik praktis, ketika ia mendaftarkan diri menjadi anggota Partai Islam Indonesia PII dan terpilih
menjadi ketua cabang partai itu di Bandung pada awal tahun 1940. Ia aktif pula dalam kepemimpinan majelis Islam A’la Indonesia MIAI, suatu badan
federasi organisasi sosial dan politik Islam yang didirikan menjelang akhir penjajahan Belanda di Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang 1942 –
1945 ia menjadi kepala bagian pendidikan kotamadya Bandung serta merangkap sekretaris sekolah tinggi Islam STI di Jakarta. Pada masa itulah
Mohammad Natsir aktif dalam kepemimpinan Majelis Syuro Muslimin Indonesia Masyumi yang dibentuk atas inisiatif pemerintah militer Jepang.
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia Mohammad Natsir tampil menjadi salah seorang politikus dan pemimpin negara. Pada awalnya ia menjadi
anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP, kemudian menjadi menteri penerangan 1946 – 1948, anggota DPRS, dan akhirnya karir
politiknya sampai kepuncak ketika ia dilantik menjadi perdana menteri Indonesia 1950 – 1951. Pelantikannya sebagai perdana menteri adalah
konsekuensi wajar dari kedudukannya sebagai ketua Partai politik terbesar di Indonesia pada masa itu yakni pertai Masyumi. Bashari,2005:273
Karir politik Mohammad Natsir sebagai politikus mengalami masa pasang surut. Oposisinya terhadap presiden Soekarno pada masa demokrasi
terpimpin dan sikap anti komunisme yang keras, mendorongnya untuk bergabung degan kaum pembangkang yang pada mulanya digerakkan oleh
panglima-panglima militer di daerah. Oposisi ini akhirnya merebak menjadi
33
pergolakan bersenjata setelah mereka membentuk Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia PRRI di Sumatra Barat, Yakni pemerintah tandingan
dari pemerintah pusat republik Indonesia di Jakarta. Alasan pembentukan PRRI antara lain, pemerintah pusat terlalu toleran terhadap golongan komunis,
memfokuskan pembangunan ekonomi hanya di pulau Jawa dan mengabaikan daerah lain di Indonesia. PRRI akhirnya dapat dilumpuhkan secara militer
oleh pemerintah pusat sehingga kekuatan mereka tercerai-berai. PRRI yang kemudian berganti nama menjadi Republik Persatuan Indonesia menghentikan
perlawanannya setelah pemerintah pusat mengumumkan amnesti umum kepada mereka yang menyerahkan diri. Bashari,2005:274
C. Akhir Politik