SEJARAH HUKUM PIDANA

SEJARAH HUKUM
PIDANA

ZAMAN ROMAWI

Hampir
1000tahun

Dari sinilah kemudian hukum
Romawi mengembankan dirinya
meliputi wilayah-wilayah yang
semakin luas di seluruh Eropah

Gejala ini dinamakan penerimaan
(resepsi) hukum Romawi.

Pertengahan Abad ke
6

Hukum romawi


Italia merupakan
pusat kebudayaan
Eropah

Dipelajari di Universitasuniversitas di Italia dan
Perancis Selatan oleh
mahasiswa Eropa Barat
dan Utara

Diterapkan di negaranya
masing-masing

Kaisar Napoleon pada tanggal 12
Agustus 1800 membentuk suatu
panitia yaitu Portalis, Trochet,
Bigot de
Preameneudan Malleville 
membuat rancangan kodifikasi
Sumber
bahan kodifikasi adalah

hukum Romawi menurut
Peradilan Perancis dan
menurut tafsiran yang dibuat
oleh Potier danDomat

Hasil kodifikasi ini kemudian
diumumkan pada tanggal
21 Maret 1804

Belanda berdasarkan
perjalanan sejarah
merupakan wilayah
yang berada dalam
kekuasaan kekaisaran
perancis.

Di Belanda mulai ada gerakan untuk
membuat perundang-undangan
hukum pidana pada tahun 1795


Penjajahan Perancis
tahun 1811, yang
memberlakukan Code
Penal (C.P) Perancis

Pada masa ini C.P. tersebut banyak
mengalamai perobahan-perobahan
terutama mengenai ancaman
pidananya yang kejam menjadi
diperlunak.
Contoh:
penghapusan pidana mati (dengan
Undang-Undang 17 September 1870
stb. No. 162)

Pada tahun 1881 hukum pidana
nasional Belanda terwujud dan yang
mulai berlaku pada tahun 1886, yang
bernama “WETBOEK VAN
STRAFRECHT” sebagai pengganti Code

Penal warisan dari Napoleon.

PENGERTIAN HUKUM PIDANA,
SEJARAH BERLAKUNYA HUKUM PIDANA di INDONESIA

menurut van hammel
Hukum pidana adalah “semua dasardasar dan aturan-aturan yang dianut
oleh suatu Negara dalam
menyelanggarakan ketertiban hukum
yaitu dengan melarang apa yang
bertentangan dengan hukum dan
mengenakan suatu nestapa kepada
yang melanggar peraturan tersebut”.

Secara umum sejarah hukum pidana di
Indonesia dibagi menjadi beberapa
periode, yakni:

1. Masa Kerajaan Nusantara
2. Masa Penjajahan

3. Masa KUHP 1915 – Sekarang

1. Masa Kerajaan Nusantara





Aturan hukum lahir melalui proses interaksi
dalam masyarakat tanpa ada campur tangan
kerajaan. Hukum pidana adat berkembang
sangat pesat dalam masyarakat.
Di setiap daerah berlaku aturan hukum pidana
yang berbeda-beda
Hukum pidana pada periode ini banyak
dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan
masyarakat. Agama mempunyai peranan
dalam pembentukan hukum pidana di masa
itu.


Contoh
Pidana potong tangan yang merupakan
penyerapan dari konsep pidana islam
serta konsep pembuktian yang harus
lebih dari tiga orang menjadi bukti
bahwa ajaran agama islam
mempengaruhi praktik hukum pidana
tradisional pada masa itu.

2. Masa Penjajahan
Portugis

Inggris

Jepang

indonesia

Belanda


Spanyol

Pola pikir hukum barat yang sekuler
dan realis menciptakan konsep
peraturan hukum baku yang tertulis
Segala peraturan adat yang
tidak tertulis dianggap tidak
ada dan digantikan dengan
peraturan-peraturan tertulis
beberapa peraturan yang dibuat
oleh pemerintah kolonial
Belanda,seperti:
-(statute van batavia)

Berlaku dua peraturan hukum pidana yakni
KUHP bagi orang eropa (weetboek voor de
europeanen) yang berlaku sejak tahun 1867.
Diberlakukan pula KUHP bagi orang non eropa
yang berlaku sejak tahun 1873.


3. Masa KUHP 1915 – Sekarang
KUHP yang berlaku bagi semua golongan
sejak 1915
KUHP tersebut
menjadi sumber
hukum pidana
sampai dengan saat
ini.
Hukum pidana (straffrecht)
merupakan salah satu
produk hukum yang
diwariskan oleh penjajah
(BELANDA)

Usaha Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia

pembuatan undangundang

menyusun Rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana

(R-KUHP)

R-KUHP sudah dimulai sejak tahun
1958 dengan terbentuknya Lembaga
Pembinaan Hukum Nasional (LPHN)
diubah menjadi Badan Pembinaan
Hukum Nasional (BPHN)
telah berhasil disusun RUU-KUHP
tahun 1999-2000,

Pembaharuan KUHP secara
parsial/tambal sulam yang pernah
dilakukan Indonesia adalah dengan
mencabut, menambahkan, atau
menyempurnakan pasal-pasal dalam
KUHP maupun aturan-aturan hukum
pidana di luar KUHP dengan beberapa
peraturan perundang-undangan agar
sesuai dengan kondisi bangsa dan
perkembangan jaman


contoh


UU Nomor 8 Tahun 1951tentang
Penangguhan Pemberian Surat Izin
kepada Dokter dan Dokter Gigi.
Dengan undang-undang ini KUHP
ditambahkan satu pasal, yaitu Pasal
512a tentang kejahatan praktek dokter
tanpa izin.

ALIRAN-ALIRAN HUKUM
PIDANA





Aliran klasik

Aliran Modern atau aliran positif
Aliran neo klasik (sosiologis)

Aliran klasik

Jeremmy Bentham

Cesare Beccaria

doktrin pidana harus sesuai dengan
kejahatan. Sebagai konsekuensinya,
hukum harus dirumuskan dengan jelas
dan tidak memberikan kemungkinan
bagi hakim untuk melakukan
penafsiran.
Hakim hanya merupakan alat undangundang yang hanya menentukan salah
atau tidaknya seseorang dan kemudian
menentukan pidana.

Aliran klasik ini mempunyai
karakteristik sebagai
berikut :







Definisi hukum dari kejahatan
Pidana harus sesuai dengan
kejahatannya
Doktrin kebebasan berkehendak
Pidana mati untuk beberapa tindak
pidana
Tidak ada riset empiris; dan
Pidana yang ditentukan secara pasti.

Jeremy Bentham melihat suatu prinsip
baru yaitu utilitarian yang menyatakan
bahwa suatu perbuatan tidak dinilai
dengan sistem yang irrasional yang
absolut, tetapi melalui prinsip-prinsip
yang dapat diukur. Bentham
menyatakan bahwa hukum pidana
jangan dijadikan sarana pembalasan
tetapi untuk mencegah kejahatan.

Aliran Modern atau aliran positif
Beberapa tokoh dalam aliran ini

Cesare Lambroso

Enrico Ferri

Raffaele Garofalo

Marc Ancel, salah satu tokoh aliran
modern menyatakan bahwa kejahatan
merupakan masalah kemanusiaan dan
masalah sosial yang tidak mudah
begitu saja dimasukkan ke dalam
perumusan undang-undang

Ciri-ciri aliran modern adalah sebagai
berikut :







Menolak definisi hukum dari kejahatan
Pidana harus sesuai dengan pelaku
tindak pidana
Doktrin determinisme
Penghapusan pidana mati
Riset empiris; dan
Pidana yang tidak ditentukan secara
pasti.

Aliran neo klasik
(sosiologis)
Aliran ini beranggapan bahwa pidana
yang dihasilkan oleh aliran klasik terlalu
berat dan merusak semangat
kemanusiaan yang berkembang pada
saat itu. Perbaikan dalam aliran neo
klasik ini didasarkan pada beberapa
kebijakan peradilan dengan
merumuskan pidana minimum dan
maksimum dan mengakui asas-asas
tentang keadaan yang meringankan

Karakteristik aliran neo klasik adalah
sebagai berikut :







Modifikasi dari doktrin kebebasan berkehendak, yang
dapat dipengaruhi oleh patologi, ketidakmampuan,
penyakit jiwa dan keadaan-keadaan lain;
Diterima berlakunya keadaan-keadaan yang meringankan;
Modifikasi dari doktrin pertanggungjawaban untuk
mengadakan peringatan pemidanaan, dengan
kemungkinan adanya pertanggungjawaban sebagian di
dalam kasus-kasus tertentu, seperti penyakit jiwa usia dan
keadaan-keadaan lain yang dapat mempengaruhi
pengetahuan dan kehendak seseorang pada saat
terjadinya kejahatan; dan;
Masuknya kesaksian ahli di dalam acara peradilan guna
menentukan derajat pertanggungjawaban.