Variasi Alel Gen 5-HTT Penyandi Agresivitas pada Orangutan Sumatera (Pongo abelii)

VARIASI ALEL GEN 5-HTT PENYANDI AGRESIVITAS PADA
ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)

CHYNTIA DESSY LESTARI AMBARWATI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
CHYNTIA DESSY LESTARI AMBARWATI. VARIASI ALEL GEN 5-HTT PENYANDI
AGRESIVITAS PADA ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii). Dibimbing oleh R.R.
DYAH PERWITASARI dan ACHMAD FARAJALLAH.
Orangutan Sumatera (Pongo abelii) merupakan kera besar yang daerah persebarannya
hanya di Asia. Hewan ini merupakan primata yang agresif. Agresivitas dipengaruhi oleh berbagai
faktor, diantaranya oleh gen. Gen yang berperan yaitu gen 5-HTT yang merupakan penyandi
transporter serotonin yang bekerja meregulasi sistem serotonergik dan reseptornya melalui
modulasi konsentrasi serotonin di dalam cairan ekstraselular. Variasi yang terjadi pada daerah
intron dapat mengubah regulasi transkripsi gen 5-HTT. Perubahan ekspresi dari transporter dapat

berpengaruh terhadap agresivitas, emosi, fungsi motorik dan beberapa sifat kognitif pada primata.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen 5-HTT pada P. abelii. Sampel yang
digunakan sebanyak 48 sampel yang terdiri dari 28 jantan dan 20 betina. Amplifikasi gen 5-HTT
dilakukan secara in vitro dengan menggunakan teknik PCR. Frekuensi genotipe L/L 23.81 %, L/S
47.62 %, dan S/S 28.57%. Frekuensi alel L 0.48 dan alel S 0.52. Amplifikasi sampel Macaca
nemestrina dilakukan untuk membandingkan ukuran fragmen amplikon gen 5-HTT pada monyet
dan kera besar. Sampel P. abelii nomor 127 (S/S) dan 131 (L/L) dan sampel M. nemestrina nomor
12, 38, dan 39 menunjukkan kemiripan sebesar 99% dengan gen transporter serotonin manusia
pada kromosom 17 dengan nomor aksesi NG_011747.1. Individu bergenotipe L/L
mengekspresikan serotonin dua kali lebih banyak daripada individu bergenotipe S/S atau L/S. Alel
S memiliki aktifitas transkripsi yang rendah dibandingkan alel L.
Kata kunci: gen transporter serotonin, 5-HTT, orangutan Sumatera, Pongo abelii

ABSTRACT
CHYNTIA DESSY LESTARI AMBARWATI. GENE VARIATION 5-HTT ALLELE CODING
AGGRESSIVENESS ON SUMATRAN ORANGUTAN (Pongo abelii). Under direction of R.R.
DYAH PERWITASARI and ACHMAD FARAJALLAH.
Sumatran orangutan (Pongo abelii) is a great apes inhabiting Asia. This animal is an
aggressive primates. Aggressiveness is influenced by various factors, including the genes. Genes
that play a role is 5-HTT gene coding for the serotonin transporter, which is working to regulate

the serotonergic system and its receptors via modulation of the concentration of serotonin in the
extracellular fluid. Variations that occurred in the intron may alter the regulation of 5-HTT gene
transcription. Changes in expression of the transporter can influence the aggressiveness, emotion,
motor function and some cognitive properties in primates. This study aimed to identify the
diversity of 5-HTT gene on Sumatran orangutans in among 48 samples consisting of 28 males and
20 females. 5-HTT gene amplification was performed in vitro using PCR techniques. Frequency of
genotype L/L, L/S, and S/S were 23.81%, 47.62%, and 28.57% respectively. The frequency of
allele L was 0.48 and allele S was 0.52. Amplification of Macaca nemestrina samples aimed to
compare the size of the amplicon fragments 5-HTT gene between monkeys and great apes.
Samples of P. abelii number 127 (S/S) and 131 (L/L) and samples of M. nemestrina number 12,
38, and 39 showed 99% similarity to human serotonin transporter gene on chromosome 17 with
the accession number NG_011747.1. Individuals with L/L genotype express two times more
serotonin than individuals with S/S genotype. The S allele has a low transcriptional activity than
allele L.

Key words: serotonin transporter gene, 5-HTT, Sumatran orangutan, Pongo abelii

VARIASI ALEL GEN 5-HTT PENYANDI AGRESIVITAS PADA
ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)


CHYNTIA DESSY LESTARI AMBARWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Variasi Alel Gen 5-HTT Penyandi Agresivitas pada Orangutan Sumatera
(Pongo abelii)
: Chyntia Dessy Lestari Ambarwati

: G34070005

Menyetujui:

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari, M.Sc.
NIP. 19660403 199003 2 001

Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si
NIP. 19650427 199002 1 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.
NIP. 19641002 198903 1 002


Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga
karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Variasi Alel Gen 5-HTT Penyandi
Agresivitas pada Orangutan Sumatera (Pongo abelii)” ini dilakukan mulai April 2011 sampai
dengan Juli 2011 di Laboratorium Molekuler Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan,
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari, M.Sc dan Dr. Ir. Achmad
Farajallah, M.Si atas bimbingan dan pengarahan, serta seluruh perhatian dan kesabaran yang
senantiasa tercurah selama penyelesaian karya ilmiah ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan
kepada teman-teman seperjuangan di laboratorium serta staf laboratorium yang senantiasa
membantu Penulis. Terima kasih yang tak terhingga untuk keluarga tercinta yang senantiasa
memberi cinta, doa dan dukungan, serta teman-teman tersayang khususnya di Biologi angkatan 44,
Wisma Chatralaya yang selalu memberikan bantuan, doa, semangat dan kasih sayang. Penulis
berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2011
Chyntia Dessy Lestari Ambarwati


i

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang Jawa Barat pada tanggal 12 Desember 1989 dari pasangan
Rusmana dan Rosipah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Penulis lulus dari
SMP Negeri 1 Subang pada tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2
Subang dan lulus pada tahun 2007. Setelah itu, penulis lulus seleksi masuk jurusan Biologi di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis mempunyai
pengalaman sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Vertebrata, Struktur Hewan, dan Biologi
Dasar. Selain itu, penulis pernah aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO)
pada tahun kepengurusan 2009 dan 2010 sebagai Staf Infokom, organisasi intra kampus FORCES
(Forum for Scientific Studies) pada tahun 2007, serta menjadi panitia di berbagai kegiatan antara
lain Biologi Interaktif 2009 dan Revolusi Sains 2009.

ii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ………………..………………………………………………………...


iv

PENDAHULUAN ……………………………………………………………………..............
Latar Belakang ……………………………………………………………………………
Tujuan ……………………………………………………………………………..............

1
1
2

BAHAN DAN METODE ..........................................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………………………………….
Bahan dan Alat ……………………………………………………………………………
Metode …………………………………………………………………………………….
Amplifikasi Gen 5-HTT ……………………………………........................................
Visualisasi Produk PCR ................................................................................................
Pengurutan DNA dan Analisis Bioinformatika .............................................................
Analisis data ..................................................................................................................

2

2
2
2
2
2
2
3

HASIL ........................................................................................................................................
Amplifikasi Gen 5-HTT, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe pada P. abelii ............
Identifikasi Gen 5-HTT pada P. abelii dan M. nemestrina ...............................................

3
3
3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................
Amplifikasi Gen 5-HTT, Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe pada P. abelii ............
Identifikasi Gen 5-HTT pada P. abelii dan M. nemestrina ...............................................
Struktur Sosial dan Sistem Hirarki .....................................................................................

Kegunaan Penelitian Gen 5-HTT pada Primata Non Manusia ...........................................

5
5
5
5
6

SIMPULAN ……………………………………………………………………………………

6

SARAN ………………………………………………………………………………………...

6

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………

6


iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Hasil amplifikasi gen 5-HTT P. abelii menggunakan pasangan primer DPF 11 .........
3
2. Hasil amplifikasi gen 5-HTT P. abelii dan M. nemestrina menggunakan pasangan
primer DPF 11 ..............................................................................................................
3
3. Hasil pengurutan DNA gen 5-HTT P. abelii (nomor 127 dan 131), M. nemestrina
(nomor 12, 38, dan 39), dan dibandingkan dengan urutan DNA gen 5-HTT pada H.
sapiens, P. pygmaeus, dan M. fascicularis (berdasarkan data pada GenBank)
.........................................................................................................................................
4

iv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Orangutan Sumatera (Pongo abelii)

merupakan kera besar yang daerah
persebarannya hanya di Asia. Kelompok kera
besar dibedakan dari kelompok monyet
berdasarkan ciri seperti tidak berekor, tubuh
dan massa otak yang lebih besar, serta
memiliki karakteristik tubuh bagian bawah
yang teradaptasi untuk melakukan lokomosi
secara suspensi (Dolhinow & Fuentes 1999).
Hewan ini dikelompokkan ke dalam
superfamili Hominoidea, famili Pongidae, dan
genus Pongo (Dolhinow & Fuentes 1999).
Brandon-Jones et al. (2004) menyatakan
bahwa P. abelii memiliki hubungan filogeni
yang terpisah dengan Pongo pygmaeus
(orangutan Kalimantan). Hal ini dibuktikan
dengan perbedaan struktur tulang tengkorak,
dermatoglifik, serta data molekuler yang
menunjukkan bahwa pemisahan kedua spesies
tersebut sudah terjadi sejak dahulu akibat
pemisahan dua pulau.
Berdasarkan ciri fisiknya, P. abelii
memiliki beberapa perbedaan dengan P.
pygmaeus. Rambut pada P. pygmaeus dewasa
cenderung berwarna coklat kemerahan
sedangkan rambut P. abelii biasanya berwarna
lebih pucat, lembut dan lemas serta berwarna
putih di sekitar wajahnya (Galdikas 1984).
Wajah P. abelii berbentuk lonjong dan
panjang dengan kantung pipi di kedua sisi
wajah. Hewan ini hidup soliter dan lebih
bersifat arboreal dibandingkan jenis kera besar
lainnya (Galdikas 1984). Hewan ini
merupakan
mamalia
yang
terestrial,
lokomosinya di pohon dinamakan suspensory
climbing, yaitu bergerak cepat dari pohon ke
pohon dengan cara berayun pada cabangcabang pohon. Ketika bergerak di tanah, P.
abelii bergerak secara kuadrupedal (Fleagle
1988). Ukuran tubuh P. abelii menunjukkan
adanya seksual dimorfisme sehingga jantan
dan betina dapat dibedakan dengan mudah.
Bobot tubuh jantan dewasa sekitar 77 kg,
sedangkan pada betina dewasa 37 kg (Napier
& Napier 1985). Hewan ini bersifat frugivor
atau pemakan buah-buahan.
Agresivitas adalah istilah umum yang
dikaitkan dengan segala bentuk tingkah laku
yang secara langsung maupun tidak langsung
bertujuan untuk menyakiti atau melukai
makhluk hidup lain dengan tujuan tertentu
(Baron & Richardson 1994). Individu yang
menempati hirarki tinggi biasanya lebih
agresif dibandingkan dengan individu yang
mempunyai tingkatan di bawahnya (Napier &

Napier 1985) dan agresivitas pada jantan lebih
tinggi daripada betina (Smuts et al. 1987).
Kontak antar sesama jantan dewasa bertitik
pusat pada hewan betina dan selalu berupa
agresi atau penghindaran diri (Galdikas 1984).
Selain perkelahian, bentuk agresivitas yang
khas pada P. abelii adalah long calls (seruan
panjang). Long calls adalah seruan intimidasi
panjang yang dilakukan oleh jantan dewasa
dan memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk
mengumumkan daerah teritori yang dikuasai
jantan tersebut, memperingatkan jantan lain,
menarik perhatian betina, dan untuk
mempertahankan area (Rijksen 1978).
Gen
5-HTT
(5-hydroxytryptaminetransporter) merupakan gen penyandi
transporter serotonin yang berpengaruh
terhadap agresivitas (Barr et al. 2003), emosi,
fungsi motorik, dan beberapa sifat kognitif
pada primata dan manusia (Heils et al. 1996).
Transporter serotonin adalah protein khusus
untuk meregulasi fungsi serotonin di otak
yang dilakukan dengan cara pengambilan
kembali (reuptake) (Barr et al. 2003). Daerah
pengatur pada serotonin transporter (5-HTT)
memiliki daerah polimorfisme fungsional atau
Variable Number Tandem Repeat (VNTR)
yang mempengaruhi risiko pembentukan
suasana hati yang negatif pada manusia (Caspi
et al. 2003; Lesch et al. 1996). Daerah VNTR
pada manusia merupakan suatu daerah
polimorfik sebesar 16-17 unit terdapat pada
intron 3 gen 5-HTT (Inoue-Murayama et al.
2008). Polimorfisme pada gen 5-HTT
manusia dan kera dihasilkan oleh insersi dan
delesi (Inoue-Murayama et al. 2008).
Polimorfisme pada daerah promotor gen 5HTT manusia terdiri dari insersi atau delesi
sebanyak 44 pb nukleotida yang termasuk ke
dalam 6 sampai 8 urutan nukleotida berulang
(Lesch et al. 1996).
Daerah VNTR mempengaruhi aktivitas
transkripsi gen. Struktur VNTR dapat berubah
selama proses diferensiasi subspesies, oleh
karena itu VNTR dapat digunakan untuk
menentukan variasi antar spesies. VNTR pada
daerah promotor juga mempengaruhi ekspresi
gen 5-HTT. Kombinasi kedua daerah VNTR
telah dijelaskan pada manusia, yaitu berfungsi
untuk menentukan tingkat aktivitas transkripsi
gen (Hralinovic et al. 2004). Individu
homozigot memiliki alel panjang (genotipe
L/L) yang mengekspresikan serotonin dua kali
lebih banyak daripada individu dengan alel
pendek (S/S atau L/S). Alel S memiliki
aktivitas
transkripsi
yang
rendah
dibandingkan alel L (Lesch et al. 1996).

1

Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi keragaman alel gen 5-HTT
transporter serotonin pada P. abelii.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
April 2011 sampai Juli 2011 di Laboratorium
Molekuler Bagian Biosistematika dan Ekologi
Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian
ini adalah sampel DNA P. abelii dan DNA
beruk (Macaca nemestrina) dalam TE (TrisEDTA) 80% yang merupakan koleksi Pusat
Studi Satwa Primata (PSSP), LPPM IPB.
Sebanyak 48 sampel DNA P. abelii yang
digunakan terdiri dari 28 jantan dan 20 betina,
sedangkan 56 sampel DNA M. nemestrina
terdiri dari 11 jantan dan 45 betina.
Alat yang digunakan adalah mesin
Polymerase Chain Reaction (PCR) ESCO,
alat sentrifugasi, penangas air, timbangan,
spektrofotometer Gene Quantpro (Amersham
Pharmacia Biotech) pipet mikro, alat
elektroforesis, dan peralatan gelas.
Metode
Amplifikasi Gen 5-HTT
Sampel DNA P. abelii diuji kualitasnya
menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 260 nm dan 280 nm. Amplifikasi
gen 5-HTT dilakukan secara in-vitro dengan
menggunakan metode PCR. Amplifikasi
menggunakan primer DPF 11 yang disusun
berdasarkan fragmen DNA gen 5-HTT pada
Macaca fascicularis (GenBank NC_000017)
yaitu primer forward: 5’-TCTGGCGCTTC
CCCTACATAT-3’ dan primer reverse: 5’TG
TTCCTAGTCTTACGCCAGTG-3
(InoueMurayama et al. 2008).
Komposisi 12,5 µl reaksi PCR untuk
mengamplifikasi gen 5-HTT P. abelii terdiri
dari DNA (2 µl), primer DPF 11 forward dan
reverse masing-masing 25 nM (0,5 µl),
akuades steril (3,25 µl), serta Readymix
Kappa (6,25 µl). Kondisi reaksi PCR dalam
mesin ESCO PCR dirancang dengan suhu pradenaturasi 95º C selama 5 menit, denaturasi
95º C selama 1 menit, penempelan primer
pada suhu 58º C selama 1 menit, pemanjangan
pada suhu 72º C selama 1 menit, akhir
pemanjangan pada suhu 72º C selama 4 menit

dan pendinginan pada suhu 4º C. Untuk
perbanyakan, siklus diulang sebanyak 30 kali.
Komposisi 12,5 µl reaksi PCR untuk
mengamplifikasi gen 5-HTT pada M.
nemestrina sama dengan komposisi pada
amplifikasi P. abelii. Kondisi reaksi PCR
dalam mesin ESCO dirancang dengan suhu
pra-denaturasi 95º C selama 5 menit,
denaturasi 95ºC selama 1 menit, penempelan
primer pada suhu 60º C selama 1 menit,
pemanjangan pada suhu 72º C selama 1 menit,
akhir pemanjangan pada suhu 72º C selama 4
menit dan pendinginan pada suhu 4º C. Untuk
perbanyakan, siklus diulang sebanyak 30 kali.
Visualisasi Produk PCR
Produk PCR dimigrasikan pada PAGE
(Polyacrilamide gel electrophoresis) 6%
dalam bufer 1x TBE (Tris-Borat EDTA)
dengan voltase 200 V selama 50 menit. Gel
diwarnai dengan pewarnaan perak (Byun et al.
2009). Penanda yang digunakan adalah
Ready-Load 1 Kb DNA Ladder (Promega).
Panjang DNA hasil amplifikasi yang
diharapkan yaitu antara 200-250 pb.
Penentuan ukuran DNA dilakukan
dengan menggunakan kurva jarak genetik.
Sumbu x mewakili jarak migrasi (cm) pita
DNA pada gel. Pengukuran jarak migrasi
tersebut dimulai dari ujung permukaan sumur
pada gel. Sumbu y mewakili ukuran DNA
(pasang basa). Kurva jarak genetik
menghasilkan suatu persamaan linear yang
dapat digunakan untuk menentukan ukuran
DNA setelah jarak migrasinya diketahui.
Pengurutan
DNA
dan
Analisis
Bioinformatika
Persiapan produk amplifikasi untuk
pengurutan DNA dilakukan pada suhu dan
waktu yang sama seperti amplifikasi
sebelumnya, yang berbeda hanya jumlah
bahan-bahan yang digunakan dalam reaksi.
Komposisi 50 µl reaksi PCR untuk
mengamplifikasi gen 5-HTT terdiri DNA (7
µl), primer DPF 11 forward dan reverse
masing-masing 25 nM (2 µl), akuades steril
(14 µl), serta Readymix Kappa (25 µl).
Pengurutan DNA hasil amplifikasi dilakukan
oleh perusahaan jasa pengurutan DNA. Hasil
pengurutan diedit menggunakan program
Genetyx
Win,
kemudian
disejajarkan
menggunakan program Clustal X.
Analisis homologi dilakukan melalui
program Basic Local Alignment Search Tool
Nucleotida (BLASTN) melalui situs NCBI
(www.ncbi.nlm.nih.gov). Hasil pengurutan
gen 5-HTT pada dua sampel P. abelii dan tiga

2

sampel M. nemestrina dibandingkan dengan
urutan DNA gen tersebut pada Homo sapiens,
P.
pygmaeus,
dan
M.
fascicularis
(berdasarkan
data
pada
GenBank).
Pembandingan ini dilakukan untuk melihat
perbedaan basa, insersi, serta delesi urutan
gen 5-HTT pada spesies-spesies tersebut.
Analisis data
Frekuensi alel dan genotipe dihitung
berdasarkan jumlah individu bergenotipe
homozigot (L/L dan S/S) dan heterozigot
(L/S) dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

XL = (2nLL + nLS)/2n
Keterangan:
XL
= frekuensi alel L
nLL
= jumlah individu bergenotipe LL
nLS
= jumlah individu bergenotipe LS
n
= jumlah total individu

XLL = (nLL/N) x 100%
Keterangan:
XLL
= frekuensi genotipe LL
nLL
= jumlah individu bergenotipe LL
N
= total individu
(Nei 1987)

bahwa sebanyak 5 sampel dari 21 sampel
bergenotipe L/L, 10 sampel bergenotipe L/S
dan 6 sampel bergenotipe S/S. Frekuensi alel
L 0.48 dan alel S 0.52. Frekuensi genotipe
L/L 23.81 %, L/S 47.62%, dan S/S 28.57%.
M

2

3

4

5

6

247 pb
212 pb

200 pb

Gambar 1. Hasil amplifikasi gen 5-HTT P.
abelii
menggunakan pasangan
primer DPF 11. Keterangan
gambar: M= penanda 100 pb,
nomor 1 dan 2= S/S, nomor 3
dan 4= L/L, nomor 5 dan 6= L/S.
Untuk membandingkan ukuran fragmen
amplikon gen 5-HTT pada monyet dan kera
besar, dilakukan pula amplifikasi dan
visualisasi terhadap sampel M. nemestrina
dengan menggunakan pasangan primer DPF
11. Sebanyak 56 sampel DNA M. nemestrina
berhasil diamplifikasi dan menghasilkan
amplikon berupa pita monomorfik yang
berukuran sekitar 230 pb (Gambar 2).
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9

HASIL
Amplifikasi Gen 5-HTT, Frekuensi Alel
dan Frekuensi Genotipe pada P. abelii
Gen 5-HTT pada P. abelii berhasil
diamplifikasi dengan menggunakan teknik
PCR. Primer yang digunakan untuk
amplifikasi didisain berdasarkan InoueMurayama et al. (2008). Primer DPF 11
digunakan untuk mengamplifikasi daerah
intron 3 dari gen transporter serotonin 5-HTT.
Sampel yang berhasil diamplifikasi yaitu
sebanyak 21 sampel dari 48 sampel yang
tersedia. Amplikon hasil PCR menghasilkan
dua pita yang berukuran sekitar 212 dan 247
pasang basa. Amplifikasi menggunakan
primer DPF 11 (forward dan reverse)
menghasilkan dua alel (L dan S) dan tiga
macam genotipe pada sampel yaitu L/L, L/S,
dan S/S.
Penentuan
genotipe
dilakukan
berdasarkan ukuran pita DNA hasil visualisasi
pada PAGE 6%. Amplikon dengan ukuran
212 pb mewakili alel S dan amplikon dengan
ukuran 247 pb mewakili alel L (Gambar 1).
Amplifikasi pada P. abelii menunjukkan

1

247 pb
212 pb

Gambar 2.

230 pb

Hasil amplifikasi gen 5-HTT P.
abelii dan M. nemestrina
menggunakan pasangan primer
DPF 11. Keterangan gambar: M=
penanda 100 pb, nomor 1-6=
amplikon dari sampel P. abelii,
nomor 7-9= amplikon dari sampel
M. nemestrina.

Identifikasi Gen 5-HTT pada P. abelii dan
M. nemestrina
Identifikasi gen 5-HTT dilakukan dengan
menganalisis homologi hasil pengurutan gen
tersebut pada sampel P. abelii nomor 127
(S/S) dan nomor 131 (L/L) serta sampel M.
nemestrina nomor 12, 38, dan 39 dengan data
yang terdapat pada GenBank menggunakan

3

sampel P. abelii dan tiga sampel M.
program BLASTN. Kedua sampel P. abelii
nemestrina, serta dibandingkan dengan urutan
tersebut dipilih berdasarkan genotipe yang
DNA gen tersebut pada H. sapiens, P.
dimilikinya, sehingga dapat mewakili seluruh
pygmaeus, dan M. fascicularis (berdasarkan
sampel P. abelii yang berhasil diamplifikasi.
data pada GenBank). Pada Gambar 3, insersi
Sampel P. abelii dan M. nemestrina tersebut
terdapat pada seluruh sampel M. nemestrina
menunjukkan kemiripan sebesar 99% dengan
dan P. abelii nomor 131 dan terletak pada
gen transporter serotonin manusia yang
posisi basa 111-145 (34 pb). Delesi hanya
terletak pada kromosom 17 dengan nomor
terdapat pada P. pygmaeus pada posisi basa 1aksesi NG_011747.1. Gambar 3 merupakan
36 (36 pb).
hasil pengurutan DNA gen 5-HTT pada dua
....
Pa_127
TTCTGGCGCTTCCCCTACATATGTTACCAGAATGGAGGGGGTCAGTATCACAGGCTGCGC 60
Pa_131
Mn_12
Mn_38
Mn_39
Hs
Pp
Mf

-TCTGGCGCTTCCCCTACATATGTTACCAGAATGGAGGGGGTCAGTATCACAGGCTGCGTTCTGGCGCTTCCCCTACATATGTTACCAGAATGGAGGAGGTCAGTATCACAGGCTGCG-TCTGGCGCTTCCCCTACATATGTTACCAGAATGGAGGAGGTCAGTATCACAGGCTGCGTTCTGGCGCTTCCCCTACATATGTTACCAGAATGGAGGAGGTCAGTATCACAGGCTGCG-TCTGGCGCTTCCCCTACATATGTTACCAGAATGGAGGGGGTCAGTATCACAGGCTGCG------------------------------------GGCTGTGACCCGGGTGGGCTGTGA
-TCTGGCGCTTCCCCTACATATGTTACCAGAATGGAGGAGG-------------------

58
59
58
59
58
24
40

Pa_127
Pa_131
Mn_12
Mn_38
Mn_39
Hs
Pp
Mf

AGTAGA--GGCTGTGACCCGGG-TG-GGCTGTGACCTGGGGTTGA-TAGAG--------AGTAGA--GGCTGTGACCCGGG-TG-GGCTGTGACCTGGGGTGGG-CTGTGACCCGGGTG
AGTAGA--GGCTATGACCTGGGGTG-GACTGTGAGCCGGGGTGGG-CTGAGACCCGGGTG
AGTAGA--GGATGTGACCTGGGGTGAGGCTGTGAGCAGGGGTGGG-TTGAGACCCGGGTG
AGTAGA--GGCTGTGACCTGGGGTG-GGCTGTGAGCCGGGGTGGG-CTGAGACCCGGGTG
AGTAGA--GGCTGTGACCCAGGGTG-GGCTGTGACCCGGAGTGGG-CTGTGACCGGGGTG
CCTGGGTGGGCTGTGACCCGGG-TG-GGCTGTGACCTGGGGTGGG-CTGTGA-------------------------------------------------------------------

106
113
115
115
115
114
73

Pa_127
Pa_131
Mn_12
Mn_38
Mn_39
Hs
Pp
Mf

-------------------------CCCGGGTGGGCTGTGACCTGGGGTGGGCTGTAGGT
GGCTGTGACCTGGGGGGGACTGTGACCCGGGTGGGCTGTGACCTGGGGTGGGCTGTAGGT
GGCTGTGA-----------------CCCGGGTGGGCTGCGACCTGGGGTGGGCTGTAGGT
GGCTGTGA-----------------CCCGGGTGGGCTGCGACCTGGGGTGGGCTGTAGGT
GGCTGTGA-----------------CCCAGGTGGGCTGCGACCTGGGGTGGGCTGTAGGT
GGCTGTGA-----------------CCCGGGTGGGCTGCGACCTGGGGTGGGCTGT----------------------------CCCGGGTGGGCTGTGACCTGGGGTG---------------------------------------------------------------------

141
173
158
158
158
153
98

Pa_127
Pa_131
Mn_12
Mn_38
Mn_39
Hs
Pp
Mf

CCTCTTGAGAGGCCAGAAGACAGATCATGTCTTTTCAGTCTTCACTGGCGTAAGACTAGG
CCTCTTGAGAGGCCAGAAGACAGATCATGTCTTTTCAGTCTTCACTGGCGTAAGACTAGG
CCTCTTGAGAGGCCAGAACACAGATCACATCTTTTCAGTCTTCACTGGCGTAAGACTAGG
C----------------------------------------------------------CCTCTTGAGAGGCCAGAACACAGATCACATCTTTTCAGTCTTCACTGGCGTAAGACTAGG
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

201
233
218
159
218

Pa_127
Pa_131
Mn_12
Mn_38
Mn_39
Hs
Pp
Mf

AACAA
AACAA
AACAA
----AACAA
-------------

206
238
223
223

Gambar 3. Hasil pengurutan DNA gen 5-HTT P. abelii (nomor 127 dan 131), M. nemestrina (nomor
12, 38, dan 39), dan dibandingkan dengan urutan DNA gen 5-HTT pada Homo sapiens,
Pongo pygmaeus, dan Macaca fascicularis (berdasarkan data pada GenBank).
Keterangan: Pa= P. abelii, Mn= M. nemestrina, Hs= Homo sapiens (GenBank
NG_011747.1), Pp= Pongo pygmaeus (GenBank AB308393.1), Mf= Macaca fascicularis
(GenBank EF126285.1); huruf berwarna= menunjukkan perbedaan basa, garis bawah=
daerah insersi atau delesi.

4

PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen 5-HTT, Frekuensi Alel
dan Frekuensi Genotipe pada P. abelii
Pengujian sampel DNA dilakukan
dengan menggunakan spektrofotometer DNA.
Spektrofotometri merupakan metode utama
untuk mengetahui kualitas dan kuantitas
DNA. DNA yang terdapat pada pelarut cair
memiliki penyerapan cahaya maksimal pada
panjang gelombang 260 nm, sedangkan
protein memiliki penyerapan cahaya pada
panjang gelombang 280 nm.
Nilai
perbandingan antara penyerapan cahaya pada
panjang gelombang 260 nm dan 280 nm
menunjukkan tingkat kemurnian DNA.
Nilai perbandingan 1,7-2,0 menunjukkan
bahwa DNA yang diuji adalah DNA yang
murni, nilai 1,7 menunjukkan
bahwa DNA masih tercampur dengan
pengotor-pengotor seperti protein dan fenol
(Ahn, Costa, & Emmanuel 1996). Sampel
DNA P. abelii yang tidak berhasil
diamplifikasi memiliki nilai perbandingan <
1,7; sehingga dapat disimpulkan bahwa DNA
yang terdapat pada sampel tersebut telah
terdegradasi.
Amplifikasi pada P. abelii menghasilkan
frekuensi alel L 0.48 dan alel S 0.52;
sedangkan frekuensi genotipe L/L 23.81 %,
L/S 47.62%, dan S/S 28.57%. Berdasarkan
Nei (1987), dapat disimpulkan bahwa gen
transporter serotonin merupakan daerah
polimorfi karena jumlah alel bersama dalam
populasi lebih dari satu dengan frekuensi alel
yang paling umum kurang dari atau sama
dengan 0,99. Alel L bersifat dominan terhadap
alel S, sehingga biasanya memiliki frekuensi
yang lebih besar di dalam suatu populasi.
Hasil amplifikasi P. abelii menunjukkan
frekuensi alel S yang lebih besar daripada alel
L. Hal ini terjadi karena sampel yang
digunakan tidak berasal dari populasi alami,
melainkan dari pusat rehabilitasi orangutan.
Pusat rehabilitasi dapat menyediakan
orangutan sebagai subjek penelitian etologi,
veteriner, dan psikologi. (Kilbourn et al. 2003;
Russon 2002). Pada suatu pusat rehabilitasi
orangutan, terdapat kemungkinan individuindividu di dalamnya tidak berasal dari
populasi yang sama, sehingga frekuensi
genotipe dan frekuensi alel yang diperoleh
dari penelitian ini tidak mencerminkan kondisi
kesetimbangan seperti yang terjadi pada
populasi alami.

Identifikasi Gen 5-HTT pada P. abelii dan
M. nemestrina
Daerah VNTR yang berukuran besar
ditemukan pada manusia dan kera, kecuali
orangutan. Daerah VNTR pada orangutan
hanya memiliki 4 atau 6 alel berulang. Insersi
atau delesi dapat terjadi untuk dapat
menghasilkan polimorfisme pada daerah
VNTR. Alel pada orangutan tidak memiliki
urutan berulang yang unik dan bervariasi
seperti yang ditemukan pada manusia,
simpanse, gorilla, dan gibon. Perubahan
daerah polimorfisme gen 5-HTT diduga
terjadi selama proses hominisasi. Hominisasi
adalah proses evolusi menuju sifat-sifat
manusia yang membedakan hominid dengan
primata lainnya (Malassé 1993). Variasi
daerah VNTR yang berukuran panjang terjadi
pada manusia dan kera kecuali orangutan
(Inoue-Murayama et al. 2008).
Subspesies yang berlainan dapat saja
memiliki jumlah alel berulang yang berbeda.
Dua subspesies simpanse memiliki alel
berulang yang spesifik dengan jumlah ulangan
18 dan 19 (Pan troglodytes verus) atau 23 dan
34 (Pan troglodytes schweinfurthii), yang
mengindikasikan bahwa struktur VNTR dapat
berubah selama proses diferensiasi subspesies.
Gen 5-HTT bersifat unik pada manusia dan
primata simian. Urutan progenitor 5-HTT
diduga merupakan DNA virus atau elemen
loncat yang telah terintroduksi ke dalam
genom manusia dan primata pada 40 juta
tahun yang lalu, sehingga urutan 5-HTT dapat
digunakan
sebagai
informasi
untuk
membandingkan
hubungan
kekerabatan
spesies dan filogeni antara monyet, kera besar,
dan manusia (Inoue-Murayama et al. 2008).
Struktur Sosial dan Sistem Hirarki
Orangutan merupakan primata yang
hidup di pepohonan dan menunjukkan struktur
sosial yang relatif sederhana yang terdiri dari
hanya satu individu atau sedikit anggota
keluarga apabila dibandingkan dengan
simpanse dan gorilla. Jumlah anggota suatu
unit sosial berbeda-beda pada primata,
tergantung dari tipe struktur sosialnya.
Perkembangan alel yang bervariasi dan
peningkatan jumlah alel berulang yang lebih
pendek
selama
proses
hominisasi
menunjukkan perubahan pada struktur sosial
(Inoue-Murayama et al. 2008). Orangutan
memiliki keunikan di antara kera besar
lainnya karena hewan ini tidak memiliki unit
sosial. Orangutan yang telah sepenuhnya
dewasa bersifat soliter dan memiliki

5

organisasi sosial yang disebut noyau. Jantan
dan betina tidak hidup bersama dalam
organisasi sosial ini. Interaksi di antara
orangutan jantan dewasa biasanya bersifat
agresif; ketika jantan-jantan dewasa bertemu
dapat mengakibatkan perkelahian tetapi lebih
sering berupa saling bertukar suara (Fleagle
1988).
Hirarki sosial terbentuk akibat terdapat
perbedaan kualitas individu dalam kelompok.
Individu yang mempunyai kualitas tertentu
dan lebih unggul daripada individu lain
disebut dominan (Ray 1999). Dominasi ini
mempunyai pengaruh terhadap perilaku
berkompetisi, sehingga terdapat individu yang
lebih dominan daripada individu lain. Perilaku
sosial dipengaruhi oleh sistem hirarki. Jantan
alfa menduduki hirarki tertinggi (Swindler
1998).
Pada penelitian ini ditemukan enam
individu yang bergenotipe S/S dari total
populasi sebanyak 21 individu (28,57%).
Individu dengan alel S memiliki kemampuan
yang lebih rendah dalam mentransportasikan
kembali serotonin ke dalam sel. Individu yang
memiliki sedikitnya satu alel S cenderung
memiliki tingkat kecemasan dan ketakutan
yang tinggi serta menunjukkan perilaku sosial
yang rendah dibandingkan dengan individu
bergenotipe L/L (Barr et al. 2003).
Hirarki sosial pada jantan lebih bersifat
tetap. Hirarki sosial dapat berubah dalam
rentang waktu yang cukup lama. Perubahan
hirarki sosial yang terjadi disebabkan adanya
jantan yang meninggalkan kelompok,
masuknya jantan baru ke dalam kelompok,
dan terjadinya perkelahian yang menimbulkan
luka parah dan kematian. Hirarki sosial pada
betina lebih dinamis karena dipengaruhi oleh
siklus estrus dan kehadiran anak (Eimerl &
DeVore 1978). Struktur sosial berupa hirarki
tidak selalu merupakan hasil ekspresi satu gen
saja. Faktor lingkungan dan efek pleiotropi
dari gen-gen lain juga berpengaruh terhadap
hirarki sosial dari seekor hewan (MillerButterworth et al. 2007).
Kegunaan Penelitian Gen 5-HTT pada
Primata Non Manusia
Primata non manusia telah digunakan
secara luas sebagai subjek dalam penelitian
perkembangan dan telah didisain untuk dapat
mengetahui perkembangan psikopatologi. Hal
ini disebabkan oleh terdapatnya berbagai
macam kesamaan di antara primata non
manusia dan manusia, misalnya kesamaan
perilaku dan fisiologi (Champoux et al. 2002).
Salah satu penelitian yang penting mengenai

perilaku manusia adalah kelainan perilaku
(mood disorders). Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa kelainan perilaku
terbentuk akibat peranan dari faktor genetik
dan lingkungan, tetapi hanya sedikit gen yang
diketahui
bertanggung
jawab
atas
pembentukan kelainan perilaku ini (Zalsman
et al. 2006). Gen 5-HTT diketahui menjadi
salah satu gen yang mempengaruhi perilaku
dan kepribadian, antara lain kecemasan,
depresi, gagasan untuk bunuh diri, dan
memiliki keterkaitan dengan ketergantungan
terhadap alkohol. Oleh karena itu, penelitian
mengenai gen 5-HTT berguna untuk
menjelaskan mekanisme terjadinya kelainan
perilaku tersebut sehingga dapat diperoleh
solusi yang tepat.

SIMPULAN
Variasi
gen
5-HTT
(penyandi
agresivitas) berhasil diidentifikasi pada P.
abelii. Keragaman di daerah intron 3 gen ini
diwakili oleh alel S dan alel L. Frekuensi
untuk genotipe L/L 23,81 %, L/S 47,62 %,
dan S/S 28,57%. Frekuensi alel L 0,48 dan
alel S 0,52. Deteksi gen 5-HTT pada M.
nemestrina menghasilkan pita monomorfik.
Sampel P. abelii nomor 127 (S/S) dan 131
(L/L) serta sampel M. nemestrina nomor 12,
38, dan 39 menunjukkan kemiripan sebesar
99% dengan gen transporter serotonin
manusia pada kromosom 17 dengan nomor
aksesi NG_011747.1.

SARAN
Analisis perilaku dibutuhkan untuk
mempelajari polimorfisme gen 5-HTT secara
lebih lanjut dan detail pada populasi primata.
Kombinasi antar gen mungkin dapat dijadikan
alternatif dalam penentuan sifat agresivitas
pada jenis primata.

DAFTAR PUSTAKA
Ahn SJ, Costa J, Emmanuel JR. 1996.
PicoGreen quantitation of DNA:
effective evaluation of samples preor post- PCR. Nucleic Acids
Research 24: 2623–2625.
Baron RA, Richardson DR. 1994. Human
Aggression. 2nd edition. New York:
Plenum.

6

Barr CS et al. 2003. The utility of nonhuman
primate model for studying gene by
environtment
interactions
in
behavioral research. Genes Brain
Behavior 2: 336-340.
Brandon-Jones D et al. 2004. Asian primate
classification. American Journal of
Primatology 25: 97-164.
Byun SO, Fang Q, Zhou H, Hickford JGH.
2009. An effective method for silverstaining DNA in large numbers of
polyacrylamide gels. Analytical
Biochemistry 385: 174-175.
Caspi A et al. 2003. Influence of life stress on
depression:
moderation
by a
polymorphism in the 5-HTT gene.
Science 301: 386-389.
Champoux M et al. 2002. Serotonin
transporter gene polymorphism,
differential early rearing, and
behavior in rhesus monkey neonates.
Molecular Psychiatry 7: 1058–1063.
Dolhinow P, Fuentes A. 1999. The Non
Human
Primates.
California:
Mayfield Publishing.
Eimerl S, deVore I. 1978. Primata. Timan Th
S, penerjemah. Jakarta: Tira Pustaka.
Terjemahan dari: The Primates.
Fleagle JG. 1999. Primate Adaptation and
Evolution. San Diego: Academic
Press.
Galdikas BMF. 1984. Adaptasi Orangutan di
Suaka Tanjung Puting, Kalimantan
Tengah.
Jakarta:
Universitas
Indonesia Press.
Heils A et al. 1996. Allelic variation of human
serotonin
transporter
gene
expression.
Journal
of
Neurochemistry 6: 2621-2624.
Hralinovic et al. 2004. Serotonin Transporter
Promoter
and
Intron
2
Polymorphisms:
Relationship
Between Allelic Variants and Gene
Expression. Biological Psychiatry
55: 1090–1094.
Inoue-Murayama et al. 2008. Interspecies and
intraspecies variations in the
serotonin transporter gene intron 3
VNTR in nonhuman primates.
Primates 49: 139-142.
Kilbourn A et al. 2003. Health evaluation of
free-ranging
and
semi-captive
orangutans
(Pongo
pygmaeus
pygmaeus) in Sabah, Malaysia.
Journal of Wildlife Diseases 39: 7383.
Lesch et al. 1996. Association of anxietyrelated traits with a polymorphism in

the serotonin transporter gene
regulatory region. Science 274:15271531.
Malassé Anne D. 1993. Continuity and
discontinuity during hominization.
Quaternary International 19: 85-100.
Miller-Butterworth CM et al. 2007. The
serotonin
transporter:
sequence
variation in Macaca fascicularis and
its relationship to dominance.
Behavior Genetics 37: 678-696.
Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural
History of Primates. Massachussets:
The MIT Press.
Nei M. 1987. Molecular Evolutionary
Genetics. New York: Columbia
University.
Ray E. 1999. The Macaques. In: Dolhinow P,
Fuentes A, editor. The Non Human
Primates.
California:
Mayfield
Publishing.
Rijksen HD. 1978. A Field Study on Sumatera
Orangutan (Pongo pygmaeus abelii
Lesson 1927). Wageningen: H.
Veenman & Zonin BV.
Russon AE. 2002. Return of the native:
cognition and site-specific expertise
in
orangutan
rehabilitation.
International Journal of Primatology
23: 461-478.
Smuts BB et al. 1987. Primate Societies.
Chicago: The University of Chicago.
Swindler DR. 1998. Introduction to The
Primate. Seatle: University of
Washington Press.
Zalsman G et al. 2006. Association of a
triallelic serotonin transporter gene
promoter
region
(5-HTTLPR)
polymorphism with stressful life
events and severity of depression.
American Journal of Psychiatry
163:1588–1593.

7