Pengembangan Media Kultur dan Pemanfaatan Antigen Protoplasmik Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis Isolat Lapang untuk Diagnosis Paratuberkulosis

PENGEMBANGAN MEDIA KULTUR DAN PEMANFAATAN
ANTIGEN PROTOPLASMIK Mycobacterium avium subspecies
paratuberculosis ISOLAT LAPANG UNTUK
DIAGNOSIS PARATUBERKULOSIS

RAHMAT SETYA ADJI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI
DISERTASI DAN
2014

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan Media
Kultur dan Pemanfaatan Antigen Protoplasmik Mycobacterium avium subspecies
paratuberculosis Isolat Lapang untuk Diagnosis Paratuberculosis adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Rahmat Setya Adji
NIM B261100031

RINGKASAN
RAHMAT SETYA ADJI. Pengembangan Media Kultur dan Pemanfaatan
Antigen Protoplasmik Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis Isolat
Lapang untuk Diagnosis Paratuberkulosis. Dibimbing oleh I. WAYAN T.
WIBAWAN,
DENNY
WIDAYA
LUKMAN,
DAN
SURACHMI
SETIYANINGSIH
Paratuberkulosis atau Johne’s disease (JD) merupakan penyakit enteritis

ganulomatosa kronik pada hewan ruminansia yang disebabkan oleh
Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis (MAP). Bakteri ini berbentuk
batang kecil, bersifat tahan asam, Gram positif, tumbuhnya lama, dan termasuk
dalam kelompok Mycobacterium avium complex (MAC). Gejala klinis yang
terlihat, adalah diare profus, penurunan produksi susu, penurunan berat badan, dan
kekurusan yang disertai dengan pengeluaran bakteri MAP melalui feses.
Paratuberkulosis pada peternakan sapi dapat menyebabkan kerugian ekonomi
yang signifikan, karena terjadi penurunan produksi susu, gangguan reproduksi,
peningkatan calving interval, pengafkiran dini, penurunan kualitas dan kuantitas
daging. Penyakit ini bersifat zoonosis potensial, karena bakteri MAP dilaporkan
dapat menginfeksi manusia dan lebih dikenal dengan sebutan Crohn’s disease
(CD). Berdasarkan hasil studi dan data-data yang ada, sumber infeksi MAP ke
manusia dicurigai dan diyakini berasal dari susu dan produk olahannya, karena
MAP dilaporkan tahan terhadap pasteurisasi.
Metode uji yang sering digunakan untuk diagnosis paratuberkulosis adalah
kultur, polymerase chain reaction (PCR), dan enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA). Isolasi dan identifikasi MAP dari sampel feses atau jaringan
merupakan uji gold standard. Media padat yang umum dan paling banyak
digunakan untuk kultur MAP adalah Herrold’s egg yolk medium (HEYM) dan
Lӧ wenstein Jensen (LJ). Herrold’s egg yolk medium merupakan media padat

standar untuk isolasi MAP dan secara komersial sudah tersedia, tetapi media ini
merupakan produk impor dengan harga yang cukup mahal dengan masa simpan
yang cukup pendek (4-6 bulan). Enzyme-linked immonosorbent assay merupakan
metode uji serologi yang banyak digunakan untuk diagnosis paratuberkulosis,
karena lebih sensitif dibandingkan dengan uji serologi lain, lebih murah, dan lebih
cepat. Kit ELISA yang digunakan untuk uji serologi paratuberkulosis di Indonesia
merupakan produk impor dengan menggunakan antigen lipoarabinomannan
(LAM) atau antigen protoplasmik (PPA). Kit ELISA komersial harganya cukup
mahal dengan sensitivitas dan spesifitasnya yang bervariasi. Kejadian ini
kemungkinan dipengaruhi oleh perbedaan antigen ataupun isolat yang digunakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan mengevaluasi
kemampuan media RIVS-M dan memodifikasi media Ogawa untuk kultivasi
Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis (MAP) yang lebih sederhana
dan ekonomis, mengidentifikasi protein protoplasmik MAP isolat lapang B2788
dan B2789 yang bersifat antigenik, dan mengembangkan enzyme-liked
immunosorbent assay (ELISA) paratuberkulosis dengan menggunakan antigen
protoplasmik MAP isolat lapang.
Metode dalam penelitian ini meliputi pengujian media RIVS-M dan media
Ogawa dimodifikasi dengan menumbuhkan suspensi bakteri MAP dalam


phosphat buffer saline (PBS) dan feses pada kedua media tersebut. Suspensi
bakteri MAP tersebut juga ditumbuhkan pada Herrold’s egg yolk medium
(HEYM) komersial. Analisa hasil dilakukan dengan menggunakan metode
GraphPad Prims 6 Sofware. Identifikasi dan analisa antigen protoplasmik MAP
isolat lapang B2788 dan B2789 dilakukan dengan sodium dodecyl sulphate
polyacrilamide gel (SDS-PAGE) dan immunoblotting. Pengembangan uji ELISA
paratuberkulosis dengan menggunakan antigen protoplasmik MAP isolat lapang
(ELISA PPA-L) dilakukan dengan metode indirect untuk menguji 322 sampel
serum (300 negatif dan 22 positif paratuberkulosis). Untuk mengevaluasi metode
ELISA PPA-L, serum yang sama juga diuji dengan menggunakan kit ELISA
IDEXX paratuberculosis screening antibody test (IDEXX Laboratories, USA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa media RIVS-M dan media Ogawa
dimodifikasi mempunyai kemampuan dan sensitivitas yang baik untuk
menumbuhkan MAP, tetapi kemampuan media HEYM komersial lebih baik
dibandingkan kedua media tersebut. Namun demikian, media RIVS-M dan media
Ogawa dimodifikasi lebih ekonomis untuk isolasi MAP dibandingkan media
HEYM komersial. Protein protoplasmik Mycobacterium avium subspecies
paratuberculosis isolat lapang B2788 dan B2789 yang bersifat antigenik terhadap
paratuberkulosis berada pada kisaran 34 kDa dan 17 kDa, dan antigen tersebut
dapat digunakan untuk pengembangan uji serologi paratuberkulosis. Enzymelinked immunosorbent assay paratuberkulosis dengan menggunakan antigen

protoplasmik Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis isolat lapang
mempunyai sensitivitas 68.18% dan spesifitas 97.0%. Metode ELISA ini
mempunyai kemampuan yang baik, dapat digunakan untuk uji tapis, dan lebih
ekonomis untuk dignosis paratuberkulosis di Indonesia.
Kata kunci: media kultur, antigen protoplasmik, Mycobacterium avium subspecies
paratuberculosis, diagnosis, paratuberkulosis

SUMMARY
RAHMAT SETYA ADJI. Development of Culture Medium and Utilization of
Protoplasmic Antigens of Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis
Field Isolates for Paratuberculosis Diagnosis. Under The Supervision of
I. WAYAN T. WIBAWAN, DENNY WIDAYA LUKMAN, DAN SURACHMI
SETIYANINGSIH
Paratuberculosis or Johne’s disease (JD) is a granulomatous enteritis chronic
in ruminants caused by Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis
(MAP). This Bacteria is small rod-shaped, acid resistant, Gram-positive,
fastidous, and belong to the Mycobacterium avium complex (MAC). Clinical signs
are profuse diarrhea, decrease in milk production, weight loss, and emaciation
accompanied by shedding of MAP bacteria through feces. Paratuberculosis on
dairy farms can cause significant economic losses, due to a decline in milk

production, reproductive disorders, increased calving interval, premature culling,
decreased quality and quantity of meat. This disease has a zoonotic potential, as
reported MAP bacteria can infect humans and causing what is known as Crohn's
disease (CD). Based on the study results and existing data, the source of MAP
infection to humans is believed to be derived from milk and other dairy products,
because MAP was reported resistant to pasteurization.
The test method often used for the diagnosis paratuberculosis are culture,
polymerase chain reaction (PCR), and enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA). Isolation and identification of MAP from fecal samples or tissue is the
gold standard test. Solid media are common and most widely used to culture MAP
are Herrold's egg yolk medium (HEYM) and Lӧ wenstein Jensen (LJ). Herrold's
egg yolk medium is a standard solid media for MAP isolation and already
commercially available, but this media are imported, quite expensive price, and
have a relatively short shelf life (4-6 months). Enzyme-linked immunosorbent
assay is commonly used for the diagnosis of paratuberculosis, because it is more
sensitive than other serological tests, cheaper, and faster. Enzyme-linked
immunosorbent assay kits that are used for paratuberculosis serological test in
Indonesia was imported by using lipoarabinomannan antigens (LAM) or
protoplasmic antigens (PPA). The commercial ELISA kits are imported,
expensive, and have varying sensitivity and specificity, that is likely influenced

by differences in antigen or isolates used.
The aims of this research were to develop and evalaute the ability of
RIVS-M medium and modify Ogawa medium for MAP cultivation which are
simpler and more economical, to identify protoplasmic proteins of MAP field
isolates B2788 and B2789 that are antigenic, and to develop of ELISA test using
the protoplasmic antigens of MAP field isolates.
The method in this study involved testing of RIVS-M new medium and
modified Ogawa medium by growing the MAP bacterial suspension are contained
in phosphate buffered saline (PBS) and faeces in both media. MAP bacterial
suspensions were also grown on commercial Herrold's egg yolk medium
(HEYM). Analysis of the results using the GraphPad Prism 6 Software.
Identification and analysis of field isolates of MAP protoplasmic antigens B2788

and B2789 were done by sodium dodecyl sulphate polyacrilamide gel
electrophoresis (SDS-PAGE) and immunoblotting. Development of
paratuberculosis ELISA test using protoplamic antigen performed by the indirect
method to test 322 serum samples (300 negative and 22 positive paratuberculosis).
For the ELISA method above evaluation, the same serum was also tested using
the IDEXX ELISA kit paratuberculosis antibody screening test.
The results of research showed that the RIVS-M medium and modified

Ogawa medium has good sensitivity and ability to cultivation MAP, but the
ability of the commercial HEYM better than both mediums. Nevertheless,
RIVS-M medium and modified Ogawa medium were more economic for the
isolation of MAP compared HEYM commercial medium. Protoplasmic proteins
of Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis field isolates B2788 and
B2789 that are antigenic to paratuberculosis in the range of 34 kDa and 17 kDa,
and this antigens can be used for the development of paratubeculosis serological
tests. Enzyme-linked immunosorbent assay using protoplasmic antigens of
Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis field isolates has a sensitivity
of 68.18% and a specificity of 97.0%. %. This ELISA method has a good ability,
can be used to screening test, and were more economical for paratuberculosis
diagnosis in Indonesia.
Keywords: culture medium, protoplasmic antigen, Mycobacterium avium
subspecies paratuberkulosis, diagnosis, paratuberculosis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IP

PENGEMBANGAN MEDIA KULTUR DAN PEMANFAATAN
ANTIGEN PROTOPLASMIK Mycobacterium avium subspecies
paratuberculosis ISOLAT LAPANG UNTUK
DIAGNOSIS PARATUBERKULOSIS

RAHMAT SETYA ADJI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian
1. Tertutup: 1. Prof Dr med vet Drh Fachriyan H. Pasaribu
2. Prof Dr Drh Retno D. Soejoedono, MS

2. Terbuka: 1. Prof dr Amin Soebandrio, PhD, SpMK
2. Prof Dr Dra Anja Meryandini, MS

Judul Disertasi

Nama
NIM

: Pengembangan Media Kultur dan Pemanfaatan Antigen
Protoplasmik
Mycobacterium
avium
subspecies

paratuberculosis
Isolat
Lapang
untuk
Diagnosis
Paratuberkulosis
: Rahmat Setya Adji
: B261100031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr med vet Drh I Wayan T. Wibawan, MS
Ketua

Dr med vet Drh Denny W. Lukman, MSi
Anggota

Drh Surachmi Setiyaningsih, PhD
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr med vet Drh Denny W. Lukman, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 10 Oktober 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini dengan judul Pengembangan Media Kultur dan Pemanfaatan
Antigen Protoplasmik Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis Isolat
Lapang untuk Diagnosis Paratuberkulosis.
Penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan
kepada Prof Dr med vet Drh I Wayan T. Wibawan selaku Ketua Komisi
Pembimbing, Dr med vet Drh Denny W. Lukman, MSi, dan Drh Surachmi
Setiyaningsih, PhD sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan,
saran, dan masukannya. Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada yang
terhormat Prof Dr med vet Drh Fachriyan H. Pasaribu dan Prof Dr Drh Retno D.
Soejoedono, MS sebagai Penguji Luar Komisi pada Sidang Tertutup serta Prof dr
Amin Soebandrio, PhD, SpMK dan Prof Dr Dra Anja Meryandini, MS sebagai
Penguji Luar Komisi pada Sidang Terbuka Ujian Doktor Sekolah Pascasarjana
atas saran, masukan, kritik, dan koreksinya dalam menyempurnakan disertasi.
Terima kasih juga diucapkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Dekan
Sekolah Pascasarjana, dan Rektor Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan
kesempatan untuk belajar di Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian yang telah memberikan
kesempatan dan beasiswa untuk studi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada Balai Besar Penelitian Veteriner yang telah memberikan fasilitas
penelitian dan mendukung studi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Bapak Agus Effendi, Mbak Rina Dewiyanti, dan Bapak Sawal yang telah
banyak membantu dalam penelitian. Penulis menyampaikan terima kasih kepada
Mazdani U. Daulay, Heri Yulianto, Annytha Ina Rohi Detha, Rismayani Saridewi,
Ferry D. Maitindom, dan Andrianto H. Angi atas kebersamaan dan kekompakan
dalam studi. Akhirnya, penulis ucapkan terima kasih kepada istri tercinta Ai
Rahmah dan anak saya tersayang Difa Raihan Setya Adji, serta keluarga besar di
Yogyakarta dan Sukabumi atas doa dan dukungannya selama penulis
menyelesaikan studi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan disertasi ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan disertasi ini. Penulis
berharap semoga tulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, November 2014
Rahmat Setya Adji

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
2 PENGEMBANGAN MEDIA PADAT UNTUK
ISOLASI
Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis
Abstract
Abstrak
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
3 IDENTIFIKASI ANTIGEN PROTOPLASMIK Mycobacterium avium
subspecies paratuberculosis ISOLAT LAPANG INDONESIA
Abstract
Abstrak
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
4 PEMANFAATAN ANTIGEN PROTOPLASMIK Mycobacterium
avium subspecies paratuberculosis UNTUK PENGEMBANGAN
ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY PARATUBERKULOSIS
Abstract
Abstrak
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
5 PEMBAHASAN UMUM
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

vii
v
1
1
3
3
3
4
4
4
5
6
7
13
14
14
14
14
15
17
20
21

21
21
22
22
25
28
29
37
37
37
38
46
53

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

6
7

Perbandingan komposisi media kultur
Pertumbuhan MAP dalam suspensi PBS pada media RIVS-M, media
Ogawa dimodifikasi, dan Herrold’s egg yolk medium
Pertumbuhan MAP dalm sampel feses pada media RIVS-M, media
Ogawa dimodifikasi, dan Herrold’s egg yolk medium
Nilai optical density (OD) hasil titrasi terhadap antigen, serum, dan
konjugat
Hasil ELISA dengan menggunakan antigen protoplasmik MAP isolat
lapang (ELISA-PPAL) dengan sampel serum 22 positif dan 300 negatif
paratuberkulosis
Hasil ELISA kit komersail IDEXX paratuberculosis screening antibody
test dengan sampel serum 22 positif dan 300 negatif paratuberkulosis
Sensitivitas dan spesifitas ELISA PPA-L dan kit komersial IDEXX

8
10
11
26
26

27
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Media Ogawa dimodifikasi, media RIVS-M, dan Herrold’s egg yolk
medium komersial
Pertumbuhan MAP pada Herrold’ egg yolk medium komersial, media
Ogawa dimodifikasi, dan media RIVS-M
Hasil SDS-PAGE antigen protoplasmik MAP isolat lapang
Hasil immunoblotting antigen protoplasmik MAP isolat lapang
Hasil agar gel immunodiffusion (AGID) untuk pengujian serum kontrol

9
10
18
19
25

DAFTAR LAMPIRAN
1

2

Artikel pada Jurnal Global Veterinaria dengan judul Evaluation of 46
In-House Solid Media for Mycobacterium avium Subspecies
paratuberculosis Cultivation
Surat keterangan tentang artikel dengan judul Pengembangan 52
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Paratuberkulosis dengan Antigen
Protoplasmik Mycobacterium avium Subspecies paratuberculosis Isolat
Lapang yang akan diterbitkan pada Jurnal Veteriner

1 PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Paratuberkulosis atau Johne’s disease (JD) merupakan penyakit enteritis
granulomatosa kronik pada hewan ruminansia yang disebabkan oleh
Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis (MAP). Bakteri ini berbentuk
batang kecil, bersifat tahan asam, Gram positif, tumbuhnya lama dan termasuk
dalam kelompok Mycobacterium avium complex (MAC) (Harris dan Barletta
2001; Manning dan Collins 2001). Bakteri MAP juga dilaporkan dapat
menginfeksi hewan non ruminansia, seperti musang, rubah, kelinci, tikus, dan
babi hutan (Beard et al. 2001; Florou et al. 2008; Stevenson et al. 2008). Pada
kasus paratuberkulosis yang klinis, gejala yang terlihat adalah diare profus,
penurunan produksi susu, penurunan berat badan, dan kekurusan yang disertai
dengan pengeluaran bakteri MAP melalui feses (Cocito et al. 1994; Collins 2003).
Paratuberkulosis pada peternakan sapi dapat menyebabkan kerugian
ekonomi yang signifikan, karena terjadi penurunan produksi susu, gangguan
reproduksi, peningkatan calving interval, pengafkiran dini, penurunan kualitas dan
kuantitas daging (Greig et al. 1999; Hasanova dan Pavlik 2006). Menurut studi
Ott et al. (1999), kerugian ekonomi akibat paratuberkulosis pada peternakan sapi
perah di Amerika Serikat dapat mencapai 200-250 juta USD/tahun. Penyakit ini
bersifat zoonosis potensial, karena bakteri MAP dilaporkan juga dapat
menginfeksi manusia dan lebih dikenal dengan sebutan Crohn’s disease (CD),
walaupun sampai saat ini penyebab pasti CD masih menjadi perdebatan (Collins
2004; SCAHAW 2000). Berdasarkan hasil studi dan data-data yang ada, sumber
infeksi MAP ke manusia dicurigai dan diyakini berasal dari susu dan produk
olahannya, karena MAP dilaporkan tahan terhadap pasteurisasi (Collins 1997;
Grant et al. 2002; SCAHAW 2000).
Johne’s disease dilaporkan terjadi di semua belahan dunia, yaitu dari benua
Amerika, Eropa, Afrika, Asia dan Australia. Penyakit ini lebih sering terjadi pada
sapi perah dibandingkan dengan hewan ruminansia yang lain, sedangkan pada
ruminansia kecil, di beberapa negara lebih sering terjadi pada kambing dan domba
(Manning dan Collins 2001). Pada kelompok sapi perah, prevalensi penyakit ini di
Amerika Serikat dilaporkan mencapai 22%, Australia 14-17%, New Zealand 60%,
Belanda 55%, Austria 7%, Belgia 22%, Inggris 17%, Denmark 47%, dan Jerman
mencapai 10-30% (Lilenbaum et al. 2007)
Di Indonesia, kasus paratuberkulosis pernah dilaporkan oleh Lembaga Pusat
Penjakit Hewan (LPPH) atau sekarang Balai Besar Penelitian Veteriner (BB
Litvet) pada tahun 1958, ditunjukkan dengan gambaran patologi anatomi usus
sapi perah dari daerah Bogor. Berdasarkan hasil uji secara serologi,
paratuberkulosis pada sapi dilaporkan oleh Balai Penyidikan Penyakit Hewan
(BPPH) atau sekarang Balai Veteriner Medan pada tahun 1985 (Setyowati et al.
1986). Tahun 2004, BB Litvet juga melaporkan paratuberkulosis pada sapi perah
di Jawa Barat dengan seroprevalensi 1,67% (Adji 2004). Pada tahun 2008, dua
isolat MAP berhasil diisolasi dari feses sapi perah di daerah Jawa Barat dan Jawa
Tengah oleh BB Litvet (Adji 2008). Importasi sapi potong dan sapi bibit dari
Australia dan New Zaeland akan meningkatkan resiko kasus dan penyebaran

2
paratuberkulosis di Indonesia. Ini karena kedua negara tersebut merupakan
endemis paratuberkulosis dan penyebaran utama penyakit ini melalui feses. Selain
itu, karena penyakit ini bersifat kronis dan sulit terdeteksi pada awal infeksi.
Metode diagnosis penyakit ini dilakukan dengan deteksi MAP secara
langsung, yaitu secara mikroskopik (pewarnaan tahan asam), nekropsi, kultur, dan
polymerase chain reaction (PCR), sedangkan deteksi tidak langsung dapat
dilakukan secara serologi dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA),
complement fixation test (CFT) atau agar gel immunodiffusion (AGID) dan
deteksi respon imun seluler dengan gamma interferon atau delayed-type
hypersensitivity (DTH) (OIE 2012). Metode yang sering digunakan untuk
diagnosis paratuberkulosis adalah kultur, PCR, dan ELISA. Isolasi dan
identifikasi MAP merupakan uji gold standard, karena secara definitif dapat
mendeteksi paratuberkulosis (Collins et al. 2006). ELISA merupakan metode uji
serologi yang sering dan banyak digunakan untuk diagnosis paratuberkulosis,
karena lebih sensitif dibandingkan dengan CFT dan AGID, lebih murah, dan lebih
cepat (Ferreira et al. 2002).
Media padat yang umum dan paling banyak digunakan untuk kultur MAP
adalah Herrold’s egg yolk medium (HEYM) dan Lӧ wenstein Jensen (LJ) (Kalis
et al. 2000; Whipple et al. 1991). Kedua media tersebut berbahan dasar telur (egg
based), untuk HEYM menggunakan kuning telur (egg yolk), sedangkan LJ
memakai telur utuh (whole egg) dengan komposisi yang lebih kompleks. Media
HEYM secara komersial sudah tersedia, tetapi merupakan produk impor dengan
harga yang cukup mahal. Media Ogawa merupakan media yang mempunyai
komposisi bahan yang sederhana, murah, dan umum digunakan untuk
menumbuhkan Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis), tetapi sampai saat
ini belum pernah dilaporkan kemampuannya untuk menumbuhkan MAP. Media
RIVS-M merupakan media baru yang disusun dengan komposisi yang sederhana
dan mengandung bahan yang kemungkinan mampu memenuhi kebutuhan dasar
untuk menumbuhkan MAP. Media kulur untuk isolasi MAP yang sederhana dan
murah sampai saat ini belum tersedia di Indonesia.
Kit ELISA paratuberkulosis komersial yang ada dipasaran umumnya
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) dan antigen protoplasmik
(PPA) yang dipreparasi dari Mycobacterium avium (M. avium) serovar 2 dan
MAP strain 316. Komponen PPA mengandung protein yang spesifik terhadap
paratuberkulosis (Mikkelsen et al. 2011). Selain itu, sifat seroreaktifitas antigen
ini juga bervariasi, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh penggunaan isolat dan
metode ekstraksi yang berbeda (Cho dan Collins 2006; Bech-Neilsen et al. 1992).
Antigen protoplasmik MAP isolat lapang B2788 dan B2789 kemungkinan
mempunyai sifat antigenik yang berbeda dengan MAP strain lain atau M. avium
serovar 2, sehingga sangat potensial digunakan sebagai kandidat antigen untuk uji
serologi. Perbedaan antigenisitas protein protoplasmik atau ekstrak seluler dari
berbagai strain MAP atau M. avium serovar 2 dapat menyebabkan perbedaan
sensitivitas dan spesifitasnya jika digunakan sebagai antigen untuk uji serologi
paratuberkulosis. Penelitian tentang antigen MAP isolat lapang Indonesia untuk
pengembangan uji serologi belum dilakukan.
Di Indonesia, sampai saat ini masih menggunakan media HEYM dan kit
ELISA impor untuk diganosis paratuberkulosis dengan harga yang cukup mahal
dan memerlukan waktu lama untuk mendatangkannya (4-12 minggu), hal ini

3
menyebabkan masa kedaluarsa media HEYM semakin pendek, yaitu antara 3-4
bulan. Media kultur MAP dan kit ELISA lokal yang lebih ekonomis dan
mempunyai kemampuan yang baik untuk diagnosis paratuberkulosis sampai saat
ini belum tersedia dan belum ada penelitian yang dilakukan di Indonesia. Hal ini
menyebabkan pengujian paratuberkulosis memerlukan biaya yang cukup besar
dan menjadikan salah satu kendala dalam indentifikasi dan pemantauan penyakit
tersebut pada peternakan di Indonesia. Selain itu, pemeriksaan paratuberkulosis
secara serologis untuk ternak impor wajib dilakukan dan hasilnya harus cepat
didapatkan, karena masa karantina untuk ternak tersebut pendek. Hal inilah yang
mendasari untuk melakukan penelitian tentang media kultur untuk isolasi MAP
yang lebih sederhana dan ekonomis, serta pengembangan ELISA paratuberkulosis
dengan menggunakan antigen protoplasmik Mycobacterium avium subspecies
paratuberculosis isolat lapang Indonesia yang mempunyai sensitifitas dan
spesifitas yang tinggi.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengembangkan dan mengevaluasi media
RIVS-M dan memodifikasi media Ogawa untuk kultivasi Mycobacterium avium
subspecies paratuberculosis, (2) mengidentifikasi antigen protoplasmik
Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis isolat lapang Indonesia B2788
dan B2789, dan (3) mengembangkan uji enzyme-liked immunosorbent assay
paratuberkulosis dengan menggunakan antigen protoplasmik Mycobacterium
avium subspecies paratuberculosis isolat lapang Indonesia
HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis penelitian ini, adalah (1) Mycobacterium avium subspecies
paratuberculosis dapat ditumbuhkan pada media RIVS-M dan media Ogawa
yang dimodifikasi, (2) protein protoplasmik Mycobacterium avium subspecies
paratuberculosis isolat lapang B2788 dan B2789 bersifat antigenik terhadap
paratuberkulosis, dan (3) enzyme-linked immunosorbent assay dengan
menggunakan antigen MAP isolat lapang mempunyai sensitivitas dan spesifitas
yang tinggi.
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan prototipe media dan prototipe
kit enzyme-linked immunosorbent assay untuk diagnosis paratuberkulosis yang
mempunyai kemampuan yang baik dan lebih ekonomis, sehingga dapat digunakan
dalam serangkaian pengujian terhadap paratuberkulosis. Hal ini dilakukan untuk
identifikasi, pemantauan, dan pengendalian penyakit, serta peningkatan kesehatan
dan higiene susu dalam menjamin kesehatan masyarakat.

4

2 PENGEMBANGAN MEDIA PADAT UNTUK ISOLASI
Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis

Abstract
Cultivation of Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis (MAP)
from faecal or tissues samples is a paratuberculosis gold standard test method.
Herrold's egg yolk medium (HEYM) and Lӧ wenstein Jensen (LJ) solid medium
are commonly used for culture of MAP. Commercial HEYM are imported and
very expensive in Indonesia. The aim of this research was to develop and evaluate
the ability of RIVS-M medium with mycobactine J (Nmj) and modify Ogawa
medium with mycobactine J (Mmj) for isolation of MAP in comparison to
commercial HEYM with mycobactine J (Hmj). Suspension of MAP in PBS with
concentration of 100-103 CFU / ml and faeces spiked with MAP suspension
103-105 CFU/ml (1:10) were inoculated each 0.1 ml and 0.2 ml in four Nmj , Mmj,
and Hmj media. After incubation period of 16 weeks, for suspension of MAP in
PBS, bacterial growth showed starting at the dilution of 101-103 in all three
medium, while at 100 no growth. For faecal samples, MAP growth showed at
dilution of 102-104 CFU/g in all three medium. The sensitivity of the three
medium showed no difference. The ability of medium Nmj and Mmj for isolation
of MAP there are no difference, but Hmj was better than Nmj and Mmj. In general,
RIVS-M medium and modified Ogawa medium were more economical than
commercial medium and can be used as medium for the isolation of MAP.
Keywords: Mycobacterium avium subspesies paratuberculosis, culture medium
Abstrak
Kultivasi Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis (MAP) dari
sampel feses atau sampel jaringan merupakan metode uji gold standard
paratuberkulosis. Herrold’s egg yolk medium (HEYM) dan Lӧ wenstein-Jensen
(LJ) merupakan media padat yang umum digunakan untuk kultur MAP. Herrold’s
egg yolk medium komersial merupakan produk impor dan cukup mahal di
Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan dan mengevaluasi
kemampuan media RIVS-M yang ditambah mycobactine J (Nmj) dan
memodifikasi media Ogawa yang diperkaya mycobactine J (Mmj) untuk isolasi
MAP yang dibandingkan dengan HEYM komersial yang ditambah mycobatin J
(Hmj). Suspensi MAP dalam PBS dengan konsentrasi 100-103 CFU/ml dan
sampel feses yang telah ditambah dengan suspensi MAP 103-105 CFU/ml (1:10),
diinokulasikan masing-masing 0.1 ml dan 0,2 ml pada empat media Nmj, Mmj,
dan Hmj. Setelah masa inkubasi 16 minggu, untuk suspensi MAP dalam PBS,
pertumbuhan bakteri terlihat mulai dari pengenceran 101-103 pada ketiga media
tersebut, sedangkan pada 100 tidak ada pertumbuhan. Untuk sampel feses,
pertumbuhan MAP terlihat pada pengenceran 102-104 CFU/g pada ketiga media.
Sensitivitas ketiga media tidak menunjukkan perbedaan. Kemampuan media Nmj
dan Mmj untuk menumbuhkan MAP tidak ada perbedaan, tetapi Hmj lebih baik

5
dibandingkan Nmj dan Mmj. Media RIVS-M dan media Ogawa dimodifikasi
secara umum lebih ekonomis dibandingkan media komersial dan dapat digunakan
sebagai media untuk isolasi MAP.
Kata kunci: Mycobacterium avium subspesies paratuberculosis, media kultur
PENDAHULUAN
Mycobacterium avium subpsecies paratuberculosis (MAP) merupakan
bakteri tahan asam berbentuk batang kecil (0,5 x 1,5 mikron), tumbuh lambat, dan
tergantung dengan mycobactine untuk pertumbuhannya secara in vitro. Organisme
ini penyebab paratuberkulosis atau Johne’s disease (JD), yaitu penyakit radang
usus granulomatosa yang bersifat kronik dan progresif (Harris dan Braletta 2001;
Lilenbaum et al. 2007). MAP dapat menginfeksi hewan ruminansia domestik,
maupun liar serta spesies lain (Beard et al. 2001; Florou et al. 2008; Manning dan
Collins 2001). Kasus penyakit ini dapat bersifat subklinis maupun klinis, dengan
gejala yang umum terlihat seperti diare, penurunan produksi susu, dan kekurusan.
Paratuberkulosis dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan,
yaitu dapat berdampak secara langsung pada total produksi dengan estimasi
penurunan12.0-15.0% (Ott et al. 1999). Penularan penyakit umumnya bersifat
horisontal (fecal-oral route) melalui kolostrum, susu, pakan ataupun air minum
yang terkontaminasi MAP (Pinedo et al. 2008; Socket 2000; Sweeney et al. 1992).
Selain itu, penularan juga dilaporkan bersifat vertikal, yaitu melalui plasenta
(intrauterine) dan semen (Lambeth et al. 2004). Kelompok ternak dengan 1-5%
ekor sapi terinfeksi, dapat mengakibatkan 50.0% bersifat asymptomatic shedders
dan subclinical carriers (Pavlik et al. 2000). MAP kemungkinan akan dikeluarkan
melalui feses antara 1-2.5 tahun sebelum penyakit menjadi klinis (Whitlock et al.
1991).
Diagnosis paratuberkulosis didasarkan pada deteksi langsung terhadap
agen penyebab dengan metode nekropsi, kultur, PCR, dan deteksi secara tidak
langsung dengan uji serologi dan uji respon imun seluler (OIE 2012). Isolasi dan
identifikasi MAP dari sampel feses atau jaringan merupakan uji gold standard
dengan sensitifitas 100.0%, dan dapat mendeteksi pada kasus subklinis (Collins et
al. 2006; Stabel 1997). Bakteri MAP mempunyai sifat yang sulit dan lama tumbuh
dibandingkan dengan Mycobacterium lain. Untuk menumbuhkan MAP pada
media padat memerlukan waktu inkubasi antara 8-16 minggu. Media yang banyak
digunakan untuk kultur MAP adalah Herrold’s egg yolk medium (HEYM) dan
Lӧ wenstein Jensen (LJ) dengan mycobactine (Kalis et al. 2000; Whipple et al.
1991).
Lӧ wenstein Jensen base secara komersial sudah tersedia, tetapi harus
menambah beberapa komponen lain termasuk mycobactine agar dapat digunakan
untuk isolasi MAP, hal ini akan menambah kompleks dalam pembuatannya.
Herrold’s egg yolk medium merupakan media yang sampai saat ini digunakan di
Indoneisa dan secara komersial sudah tersedia, namun media ini adalah produk
import dengan harga cukup mahal. Hal ini menjadikan kendala dalam isolasi dan
identifikasi MAP dalam rangka penentuan status paratuberkulosis pada ternak
maupun kelompok ternak. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan
penelitian tentang pembuatan media yang sederhana dan murah sebagai alternatif

6
untuk kultivasi MAP, yaitu media RIVS-M (Nmj) dan media Ogawa
dimodifikasi (Mmj). Tujuan utama penelitian
ini adalah melakukan
pengembangan dan mengevaluasi kemampuan media RIVS-M dan media Ogawa
dimodifikasi untuk isolasi MAP yang dibandingkan dengan media HEYM
komersial (Hmj).
METODE PENELITIAN
Isolat Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis
Bakteri MAP yang digunakan merupakan isolat murni berbentuk kering
beku yang diisolasi dari sapi perah dan telah dikonfirmasi dengan menggunakan
polymerase chain reaction (PCR) primers IS900, TJ1 5’-GCT GAT CGC CTT
GCT CAT-3’ dan TJ2 5’-CGG GAG TTT GGT AGC CAG TA-3’ (Bull et al.
2003) dan F57, yaitu F57 5’-CCT GTC TAA TTC GAT CAC GGA CTA GA-3’
dan R57 5’-TCA GCT ATT GGT GTA CCG AAT GT-3’ (Vansnick et al. 2004),
serta sifat ketergantungan terhadap mycobatine. Isolat tersebut didapatkan dari
Balitvet Culture Collection (BCC) dengan nomor B2788.
Media Kultur
Komponen media RIVS-M (Nmj) untuk satu liter adalah sebagai berikut,
2.5 g monopotassium dihydrogen phosphat anhydrous, 3.0 g L-asparagine, 4.0 g
sodium pyruvate, 20.0 ml glycerol, 2.0 mg mycobactine J (Allied Monitor, Fayette,
USA), 15.5 g agar noble (BD-BBL, USA). Bahan-bahan tersebut selanjutnya
dilarutkan dengan aquadest, kemudian pH dijadikan 7.0, dan ditambahkan
aquadest kembali sampai 790.0 ml. Larutan media selanjutnya disterilisasi
dengan menggunakan autoclave pada suhu 121 oC selama 20 menit.
Untuk formulasi satu liter media Ogawa dimodifikasi (Mmj), adalah 3.0 g
monopotassium dihydrogen phosphat anhydrous, 3.0 g monosodium glutamate
(Ajinomoto), 2.5 g L-asparagine, 4.0 g sodium pyruvate, 20.0 ml glycerol, 2.0 mg
mycobactine J (Allied Monitor, Fayette, USA), 15.5 g agar noble (BD-BBL,
USA). Bahan-bahan tersebut selanjutnya dilarutkan dengan aquadest, kemudian
pH dijadikan 7.0, dan ditambahkan aquadest kembali sampai 787.0 ml. Larutan
media selanjutnya disterilisasi dengan menggunakan autoclave pada suhu 121 oC
selama 20 menit.
Masing- masing larutan media didinginkan sampai suhu 50 oC, dan
kemudian ditambahkan kuning telur sebanyak 200.0 ml, 7.0 ml malachite green
2.0% untuk Nmj dan 10.0 ml untuk Mmj serta 3.0 ml larutan antibiotik (0.05 g
chlorampenicol, 100.000 U penicillin, 0.05 g amphotericin B ). Larutan media
sebanyak 10 ml selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung steril dan diletakkan
miring sampai membeku. Untuk mengetahui sterilitasnya, media diinkubasikan
pada suhu 37 oC selama 48 jam dan disimpan pada suhu 4 oC sampai digunakan.
Herrold’s egg yolk medium (HEYM) dengan mycobactine yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan produk komersial dari Becton Dickinson-BBL,
USA (Hmj).
Suspensi Isolat Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis
Koloni MAP dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 10 mM phosphate
buffer saline (PBS) pH 7.2 yang telah ditambahkan glass bead steril. Tabung

7
kemudian divortek sampai homogen dan selanjutnya diukur konsentrasi jumlah
bakterinya sesuai metode Ristow et al. 2006, yaitu dengan menggunakan metode
McFarland nomor 1, dengan estimasi jumlah koloni kira-kira 107 CFU/ml.
Penambahan Suspensi MAP ke dalam Feses
Suspensi MAP dengan konsentrasi 103, 104, 105 CFU/ml ditambahkan ke
dalam tabung yang berisi feses dari sapi sehat (1:10) dan glass bead steril,
kemudian dihomogenisasi dengan menggunakan vortek, sehingga konsentrasi
akhir menjadi 102, 103, dan 104 CFU/g. Penambahan suspensi MAP ke dalam
feses dengan konsentrasi akhir tersebut di atas disesuaikan dengan kondisi
shedding bakteri dalam feses oleh sapi penderita paratuberkulosis, yaitu light
shedder, media shedder, dan high shedder.
Evaluasi Sensitivitas dan Kemampuan Media Kultur
Suspensi bakteri MAP dalam PBS dengan konsentrasi 100-103 CFU/ml,
masing-masing diinokulasikan 0.1 ml pada empat media Nmj, Mmj, dan Hmj.
Tabung diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 16 minggu. Pada minggu pertama,
tabung diletakkan miring dan tutup dikendorkan, kemudian tabung diposisikan
tegak kembali dengan tutup dirapatkan, dan diinkubasikan kembali sampai
minggu keenam belas. Pengamatan pertumbuhan koloni MAP dilakukan setiap
dua minggu.
Isolai MAP dari Sampel Feses (Kultur Feses)
Preparasi sampel feses dilakukan dengan metode sentrifugasi. Feses yang
telah ditambahkan MAP dengan konsentrasi 103, 104, 105 CFU/ml, masingmasing dimasukkan 1 gram ke dalam tabung ukuran 50 ml. Aquadest sebanyak 20
ml ditambahkan ke dalam tabung tersebut, kemudian divortek sampai homogen,
selanjutnya digoyang selama 30 menit dengan horizontal shaker dan didiamkan
dalam posisi tegak selama 30 menit. Larutan paling atas diambil 5 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung baru yang berisi 25 ml hexadecyl pyridinium
chloride (HPC) 0.9%, kemudian divortek agar tercampur dan diinkubasikan pada
suhu ruang selama 18 jam. Tabung tersebut kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 5,000 rpm selama 30 menit, selanjutnya supernatan dibuang dan pelet
dilarutkan dengan 1 ml 50 µg/ml amphotericin B, masing-masing diinokulasikan
0.2 ml pada empat media Nmj, Mmj dan Hmj. Tabung diinkubasikan sesuai yang
tersebut di atas.
Analisa Statistik
Untuk membedakan antara media, digunakan analisa statistik dengan
menggunakan metode GraphPad Prism 6 software (GraphPad Software Inc.,
USA).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Beberapa media yang dapat digunakan untuk menumbuhkan MAP, adalah
Herrold’s egg yolk medium (HEYM), Dubos dimodifikasi, middlebrook 7H10,
middlebrook 7H9, 7H10, 7H11 (difco) dimodifikasi, dan Lӧ wenstein Jensen (LJ).
Semua media tersebut di atas telah ditambahkan mycobactine (OIE 2012).

8
Media RIVS-M merupakan media baru sederhana dengan komposisi yang
mengandung bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Mycobacterium,
terutama MAP. Media Ogawa merupakan media berbasis telur yang sudah umum
digunakan untuk menumbuhkan Mycobacterium tuberculosis sejak tahun 1950
dan belum dilaporkan kemampuannya untuk menumbuhkan MAP. Komponen
media ini sederhana, murah, dan mudah pembuatannya (DeKantor et al. 1998).
Untuk dapat menumbuhkan MAP, maka dilakukan modifikasi terhadap media
Ogawa, yaitu mengganti komponen telur utuh dengan kuning telur, menambahkan
beberapa bahan lain seperti L-asparagine sebagai sumber nitrogen, sodium
pyruvate sebagai sumber energi, dan mycobactine J sebagai senyawa pengikat
besi, karena komponen ini dibutuhkan untuk pertumbuhan MAP. Antimikrobial
(chloramphenicol 0.05 g, penicillin 105 U, dan amphotericin B
0.05 g)
ditambahkan ke dalam media RIVS-M dan media Ogawa dimodifikasi yang
bertujuan untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kontaminasi. Perbandingan
komposisi media RIVS-M (Nmj), media Ogawa dimodifikasi (Mmj) dan
Herrold’s egg yolk medium (Hmj) dapat dilihat pada Tabel 1 dan gambar media
dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1 Perbandingan komposisi media RIVS-M,
dan Herrold’s egg yolk medium
Bahan Media
Nmj
KH2PO4
2.5 g
Sodium glutamate (Adjinomoto)
NaCl
Sodium piruvate
4.0 g
L-asparagine
3.0 g
Peptone
Beef extract
Mycobactine
2.0 mg
Agar
15.5 g
Malachite green
140.0 mg
Egg yolk
200.0 ml
Glycerol
20.0 ml
Vancomycin
Amphotericin B
0.05 g
Nalidixid acid
Chlorampenicol
0.05 g
Penicillin
105 U
Keterangan. Nmj: media RIVS-M; Mmj: media
Herrold’s egg yolk medium komersial

media Ogawa dimodifikasi,
Mmj
Hmj
3.0 g
3.0 g
4.5 g
4.0 g
4.1 g
2.5 g
9.0 g
2.7 g
2.0 mg
2.0 mg
15.5 g
15.3 g
200.0 mg
100.0 mg
200.0 ml
120.0 ml
20.0 ml
34.0 ml
0.05 g
0.05 g
0.05 g
0.05 g
0.05 g
105 U
Ogawa dimodifikasi; Hmj:

9

A

B

C

Gambar 1 Media Ogawa dimodifikasi (A), media RIVS-M (B), dan Herrold’s
egg yolk medium komersial (C)
Untuk suspensi MAP dengan konsentrasi 103 CFU/ml, pertumbuhan MAP
pada Nmj, Mmj, dan Hmj terlihat pada minggu keempat dengan rataan jumlah
bakteri yang tumbuh setelah inkubasi 16 minggu masing-masing 51.75, 52.0, dan
89.25 CFU/tabung (Gambar 2). Untuk suspensi MAP 102 CFU/ml, pertumbuhan
pada Hmj pada minggu keempat, sedangkan pada Nmj dan Mmj baru terlihat
pada minggu keenam, dengan jumlah bakteri yang tumbuh masing-masing 28.5,
10.5, dan 11.25 CFU/tabung. Pertumbuhan MAP untuk suspensi MAP 101
CFU/ml pada ketiga media baru terlihat pada minggu keenam, dengan rataan
jumlah bakteri 2.0, 2.25, dan 5.0 CFU/tabung. Semua media tidak menunjukkan
adanya pertumbuhan pada suspensi 100 CFU/ml (Tabel 2). Berdasarkan hasil
perhitungan statistik, kemampuan dan sensitivitas media Nmj dan Mmj untuk
menumbuhkan MAP tidak ada perbedaan (P