Biomatriconditioning, Perendaman Akar Atau Penyemprotan Tanaman Dengan Agens Hayati Untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri, Meningkatkan Hasil Dan Mutu Benih Padi

BIOMATRICONDITIONING, PERENDAMAN AKAR ATAU
PENYEMPROTAN TANAMAN DENGAN AGENS HAYATI
UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI,
MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH PADI

KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Biomatriconditioning,
Perendaman Akar atau Penyemprotan Tanaman dengan Agens Hayati untuk
Mengendalikan Hawar Daun Bakteri, Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih Padi
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Kirana Nugrahayu Lizansari
NIM A251130226

RINGKASAN
KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI. Biomatriconditioning, Perendaman Akar
atau Penyemprotan Tanaman dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Hawar
Daun Bakteri, Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih Padi. Komisi pembimbing:
SATRIYAS ILYAS (Ketua) dan MUHAMMAD MACHMUD (Anggota).
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), menurunkan produksi padi hingga 80%.
Sifat patogen Xoo adalah terbawa benih, ditularkan melalui udara, tular tanah,
bahkan tular air. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan I bertujuan
memperoleh konsentrasi agens hayati (Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus
subtilis 5/B) terbaik untuk perendaman akar bibit, yang efektif mengendalikan
HDB, meningkatkan hasil dan mutu benih padi di rumah kaca. Percobaan I
menggunakan rancangan lingkungan rancangan acak kelompok dan rancangan

perlakuan petak terbagi. Petak utama adalah perlakuan benih dan anak petak
adalah konsentrasi agens hayati untuk perendaman akar bibit. Hasil percobaan I
menunjukkan, biomatriconditioning (matriconditioning dengan agens hayati P.
diminuta A6 + B. subtilis 5/B 4.5 x 108 cfu mL-1) meningkatkan daya tumbuh,
indeks vigor dan bobot kering bibit padi dibandingkan kontrol negatif.
Biomatriconditioning juga meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering tanaman,
jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif per rumpun, dan jumlah
gabah total per rumpun, serta menurunkan tingkat keparahan penyakit HDB.
Perendaman akar dalam suspensi P. diminuta A6 dan B. subtilis 5/B 106 cfu mL-1
meningkatkan jumlah anakan produktif per rumpun. Perlakuan perendaman akar
menurunkan tingkat keparahan penyakit HDB pada umur 91 HST.
Biomatriconditioning dilanjutkan dengan perendaman akar dalam suspensi agens
hayati 108 cfu mL-1 menurunkan populasi Xoo terbawa benih dibandingkan
kontrol (benih dengan Xoo tanpa perlakuan benih tanpa perendaman akar bibit).
Percobaan II bertujuan memperoleh konsentrasi agens hayati filosfir F112
terbaik untuk penyemprotan tanaman, yang efektif mengendalikan HDB,
meningkatkan hasil dan mutu benih padi di lapangan. Percobaan II menggunakan
rancangan lingkungan rancangan acak kelompok dan rancangan perlakuan petak
terbagi. Petak utama adalah perlakuan benih dan anak petak adalah konsentrasi
agens hayati untuk penyemprotan tanaman. Hasil percobaan II menunjukkan,

biomatriconditioning meningkatkan bobot kering bibit umur 21 HST
dibandingkan kontrol negatif. Biomatriconditioning mengurangi keparahan
penyakit HDB pada 72 HST, meningkatkan bobot gabah bernas per rumpun, dan
viabilitas benih hasil panen. Penyemprotan tanaman dengan F112 108 cfu mL-1
menurunkan keparahan penyakit HDB 72 HST dibandingkan kontrol tanpa
penyemprotan maupun penyemprotan dengan bakterisida (streptomisin 0.1%),
meningkatkan jumlah anakan produktif, bobot gabah panen, dan viabilitas benih
hasil panen dibandingkan kontrol tanpa penyemprotan.
Kata kunci: Bacillus subtilis, bakteri filosfir, Pseudomonas diminuta, rizobakteri,
Xanthomonas oryzae pv. oryzae

SUMMARY
KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI. Biomatriconditioning, Root Soaking, or
Plant Spray with Biological Agents to Control Bacterial Leaf Blight, and to
Increase Yield and Seed Quality of Rice. Supervised by SATRIYAS ILYAS
(Chair) and MUHAMMAD MACHMUD (Member).
Bacterial leaf blight (BLB) disease which caused by Xanthomonas oryzae
pv. oryzae (Xoo) could decrease rice production up to 80%. Characteristics of
Xoo are seedborne, airborne, soilborne, and waterborne. This research consisted
of two experiments. Experiment I was aimed to obtain the best concentration of

biological agents (Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus subtilis 5/B) for soaking
the seedling roots, which effectively controlled BLB, increased yield and seed
quality of rice in a green house. Experiment I was conducted using a split plot
design; the main plot was seed treatment and the subplot was concentration of
biological agents for soaking the seedling roots. Results of experiment I showed
that biomatriconditioning (matriconditioning with biological agents Pseudomonas
diminuta A6 + Bacillus subtilis 5/B 4.5 x 108 cfu mL-1) improved seedling
emergence, vigor index and dry weight of rice seedlings compared to negative
control. Biomatriconditioning increased plant height, plant dry weight, number of
tillers, number of productive tillers, and total number of grains per panicle, and
reduced the severity of BLB. Soaking the roots in a suspension of P. diminuta A6
and B. subtilis 5/B 106 cfu mL-1 increased the number of productive tillers. Root
soaking treatment reduced the severity of BLB at 91 day after planting (DAP).
Biomatriconditioning followed by soaking the seedling roots in a suspension of
the biological agents 108 cfu mL-1 reduced population of seed borne Xoo
compared to control (seed inoculated with Xoo, without seed treatment and
without soaking the roots). Experiment II was aimed to obtain the best
concentration of phyllosphere biological agent F112 for plant spray, which
effectively controlled BLB, increased yield and seed quality of rice in the field.
Experiment II was conducted using a split plot design; the main plot was

seed treatment and the subplot was concentration of biological agents for plant
spray. The results of experiment II showed that biomatriconditioning increased
dry weight of rice seedlings at 21 DAP compared to negative control.
Biomatriconditioning reduced the severity of BLB at 72 DAP, increased weight of
filled grains, and viability of harvested seeds. Plant spray using F112 (108 cfu mL1
) reduced severity of BLB at 72 DAP compared to untreated control and
bacteridal spray (streptomycin 0.1%), increased number of productive tillers,
weight of filled grains, and viability of harvested seeds compared to untreated
control.
Keywords: Bacillus subtilis, phyllosphere biological agent, Pseudomonas
diminuta, rhizobacteria, Xanthomonas oryzae pv. oryzae

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

BIOMATRICONDITIONING, PERENDAMAN AKAR ATAU
PENYEMPROTAN TANAMAN DENGAN AGENS HAYATI
UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI,
MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH PADI

KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai
September 2014 ini ialah kesehatan benih, dengan judul Biomatriconditioning,
Perendaman Akar atau Penyemprotan Tanam dengan Agens Hayati untuk
Mengendalikan Hawar Daun Bakteri, Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih Padi.
Penulis menyampaikan terimakasih atas bimbingan Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS
dan Dr Drs Muhammad Machmud, MSc, APU yang telah memberikan arahan
dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini. Penelitian dalam tesis ini
dibiayai dari Hibah Kompetensi 2013 Dijten DIKTI KEMENDIKBUD yang
diketuai oleh Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS, untuk itu penulis menyampaikan
terimakasih. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas Beasiswa Fresh Graduate yang telah penulis
terima selama ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Endah Retno Palupi, M Sc
selaku ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih yang selalu memberikan
solusi dan semangat, Bapak Candra Budiman, SP. MSi, Bapak Ahmad Zamzami,

SP. MSi yang telah banyak memberi saran, Seluruh staf dan Kepala Balai Kebun
Percobaan Muara, BBPADI, Ciapus yang membantu kelancaran penelitian.
Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Samsi Abdul Qodar, SP dan Ibu
Rahayu Kartika, SP MSi selaku rekan penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ayah Joko Supriyono, S.Pd, Ibu Lestari Endahing Warni, SP,
BRIGADIR Wahyu Teguh Wibowo, SH yang setia mendampingi, Adikku
Madani Lizansari dan IPDA Rizki Ari, STK, Bapak Kapten Infantri Lulus
Harsoyo dan Ibu Juarmiah atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih
penulis ucapkan kepada teman-temanku Nafi‟atul Munawaroh, SP, Satriati Eka
Putri, SP dan Fatisa Layla Sidika, SP yang selalu memberikan semangat dan
dukungan.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu
pengetahuan.

Bogor, November 2016
Kirana Nugrahayu Lizansari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
3


2

PERCOBAAN I BIOMATRI CONDITIONING DAN OPTIMASI
KONSENTRASI PERENDAMAN AKAR BIBIT DENGAN AGENS
HAYATI UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI,
MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH PADI
4
Pendahuluan
4
Bahan dan Metode
6
Simpulan
18

3

PERCOBAAN II BIOMATRICONDITIONING DAN OPTIMASI
KONSENTRASI PENYEMPROTAN TANAMAN DENGAN AGENS
HAYATI UNTUK MENGURANGI KEPARAHAN HAWAR DAUN
BAKTERI, MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH PADI DI

LAPANGAN
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Simpulan

19
19
21
31

4

PEMBAHASAN UMUM

32

5

SIMPULAN UMUM

34

UCAPAN TERIMA KASIH

34

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

39

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Pengaruh perlakuan benih terhadap daya tumbuh, indeks vigor, dan
bobot kering bibit pada umur 14 HST
Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap tinggi
tanaman (cm) pada umur 49 HST
Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap bobot kering
(g per tanaman) pada umur 49 HST
Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap keparahan
penyakit HDB (%) pada umur 49 HST
Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap keparahan
penyakit HDB (%) pada umur 91 HST
Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah
anakan per rumpun pada umur 56 HST
Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah
anakan produktif per rumpun pada umur 91 HST
Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah
gabah total (bernas dan hampa) per rumpun pada saat panen
Interaksi perlakuan benih dan perendaman akar terhadap populasi Xoo
(x106 cfu mL-1) yang diekstraksi dari 400 butir benih padi hasil panen
Daya tumbuh dan bobot kering bibit padi pada umur 21 HST
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan penyemprotan tanaman
terhadap bobot kering brangkasan (g per tanaman) pada umur 42 HST
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan penyemprotan tanaman
terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur 56 HST
Pengaruh perlakuan benih dan penyemprotan tanaman terhadap
keparahan penyakit HDB tanaman (%) pada umur 72 HST
Pengaruh perlakuan benih dan penyemprotan tanaman terhadap jumlah
anakan produktif per rumpun tanaman
Pengaruh perlakuan benih dan penyemprotan tanaman terhadap bobot
gabah bernas per rumpun tanaman (g)
Pengaruh perlakuan benih dan penyemprotan tanaman terhadap daya
berkecambah benih padi (%) pada umur 6 minggu setelah panen
Pengaruh perlakuan benih dan penyemprotan tanaman terhadap
populasi Xoo (x106 cfu mL-1) yang diekstraksi dari 400 butir benih
padi hasil panen

11
12
13
13
14
15
15
16
17
25
26
26
27
28
29
29
30

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Deskripsi varietas padi IR64
Komposisi media YDCA (Atlas 2010)
Komposisi media NA (Atlas 2010)
Komposisi media King‟s B (Atlas 2010)

40
41
41
41

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (2012) melaporkan hampir semua
daerah pertanaman padi di Indonesia telah terserang penyakit HDB. Penyakit
hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit utama padi, yang
tersebar di berbagai ekosistem di negara-negara penghasil padi termasuk di
Indonesia. Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan daerah endemik HDB dengan
tingkat serangan yang beragam. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (2011)
melaporkan serangan HDB pada tahun 2011 mencapai 115.257 ha dan 62 ha
mengalami puso.
Penyakit HDB disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae
(Xoo). Perkembangan penyakit HDB di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh
Reitsman dan Schure pada tahun 1950 (Reitsma dan Schure, 1950). Xanthomonas
oryzae pv. oryzae dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase pertumbuhan
dari mulai pesemaian sampai menjelang panen. Patogen menginfeksi tanaman
padi pada bagian daun melalui luka atau lubang alami berupa stomata dan
merusak klorofil daun. Hal tersebut menyebabkan menurunnya kemampuan
tanaman untuk melakukan fotosintesis yang apabila terjadi pada tanaman muda
mengakibatkan mati dan pada tanaman fase generatif mengakibatkan pengisian
gabah menjadi kurang sempurna (ICRR 2015).
Gejala penyakit HDB pada tanaman di persemaian, biasanya dicirikan oleh
warna menguning pada tepi daun yang tidak mudah diamati. Gejala yang
ditemukan pada fase pertumbuhan anakan sampai fase pemasakan adalah gejala
hawar (water soaked) sampai berupa garis kekuningan pada daun bendera. Gejala
mulai tampak pada ujung daun kemudian bertambah lebar, sampai menyebabkan
pinggir daun berombak. Selain itu ditemukan juga eksudat bakteri berwarna susu
atau berupa tetes embun pada daun muda di pagi hari. Pada stadia perkembangan
gejala penyakit lebih lanjut, luka berubah warna mejadi kuning memutih.
Selanjutnya pada daun yang terinfeksi parah, warna daun cenderung menjadi abuabu disertai dengan muncul jamur saprofit (IRRI 2008).
Penyakit HDB memiliki banyak patotipe (strain) dan dapat merusak padi
pada berbagai stadia tumbuh sehingga sulit dikendalikan. Saat ini di Indonesia
terdapat 12 patotipe Xoo yang sebaran dan dominasinya mudah berubah karena
pengaruh varietas, musim, dan lokasi (Kadir 2007). Patotipe Xoo paling dominan
di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DIY adalah ras VIII, diikuti oleh ras IV dan III
(Suparyono et al. 2004). Varietas tahan adalah salah satu solusi dalam
pengendalian penyakit HDB. Akan tetapi, penggunaan varietas tahan terkendala
pada beragamnya patotipe Xoo sehingga ketahanan varietas dibatasi oleh waktu
dan tempat. Artinya, varietas yang tahan pada suatu musim di suatu tempat dapat
menjadi rentan di musim dan tempat yang lain. Hal ini disebabkan oleh ketahanan
suatu varietas sangat ditentukan oleh keadaan patotipe di suatu tempat pada waktu
tertentu. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan HDB, tetapi
hasilnya belum optimal. Hal ini terbukti bahwa HDB masih menjadi kendala
utama produksi padi baik di daerah tropik maupun subtropik. Pengendalian secara
hayati dengan plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) merupakan alternatif

2
teknologi ramah lingkungan di lapangan. Hal ini dilihat dari banyaknya petani
dalam mengamankan produksi pertanian akibat serangan organisme pengganggu
tanaman (OPT) menggunakan pestisida secara berlebihan, sehingga menimbulkan
dampak negatif yang tidak diinginkan, seperti terjadinya ledakan hama, timbulnya
hama sekunder, matinya musuh alami, rusaknya lingkungan, bahkan penolakan
pasar akibat produk mengandung residu pestisida (Tyasningsiwi 2004).
Serangkaian kegiatan penelitian telah dilakukan oleh tim peneliti (KKP3T
2007-2009 dan Hibah Bersaing 2009-2010) untuk mengatasi penyakit HDB pada
padi yang disebabkan oleh patogen terbawa benih Xanthomonas oryzae pv. oryzae
(Xoo) melalui pendekatan teknologi benih mendapatkan beberapa hasil yaitu
metode pengujian kesehatan benih padi, mendapatkan pestisida nabati yang dapat
menghambat Xoo, mendapatkan agens hayati rizobakteri yang bersifat antagonis
terhadap Xoo (bioprotectant) yang juga berperan sebagai biofertilizer
(menghemat penggunaan pupuk P) dan biostimulant (menghasilkan IAA) atau
PGPR. Agens hayati yang diintegrasikan dalam perlakuan invigorasi benih pada
benih padi terinfeksi Xoo telah terbukti dapat mengurangi infeksi Xoo dan
meningkatkan vigor benih, pertumbuhan tanaman dan hasil di rumah kaca dan
lapangan (Ilyas dan Machmud 2013).
Hasil pengujian isolat Pseudomonas diminuta A6, Pseudomonas aeruginosa
A54, Bacillus subtilis 11/C, Bacillus subtilis 5/B, dan Pseudomonas mallei A33
memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan Xoo. Semua isolat rizobakteri
yang diuji menghasilkan senyawa siderofor, mampu melarutkan fosfat, serta
menunjukkan aktifitas IAA dan enzim fosfatase pada rizobakteri yang diuji.
Semua perlakuan benih dengan agens hayati (benih terinfeksi Xoo direndam
suspensi isolat P. diminuta A6, benih terinfeksi Xoo direndam suspensi isolat P.
aeruginosa A54, benih terinfeksi Xoo direndam suspensi B. subtilis 5/B, benih
terinfeksi direndam suspensi isolat B. subtilis 11/C, benih terinfeksi diberi
matriconditioning + bakterisida 0.2%, benih terinfeksi diberi matriconditioning +
P. diminuta isolat A6, benih terinfeksi diberi matriconditioning + P. aeruginosa
A54, benih terinfeksi diberi matriconditioning + B. subtilis 5/B, dan benih
terinfeksi diberi matriconditioning + B. subtilis 11/C) mampu menekan
pertumbuhan Xoo pada benih padi varietas Ciherang yang diuji (Agustiansyah et
al. 2010). Selain itu telah diteliti oleh Zamzami et. al. (2014) isolat bakteri filosfir
F112, F198, dan F57 memiliki tingkat antagonisme yang tinggi terhadap Xoo.
Hasil penelitian Ilyas et al. (2009) menunjukkan perlakuan benih (seed
treatment) saja kurang optimal untuk mengendalikan penyakit HDB di lapangan.
Hal ini disebabkan Xoo bukan saja merupakan patogen seedborne, tetapi juga
soilborne dan airborne. Ilyas et. al. (2014) menyatakan bahwa perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B dilanjutkan perendaman akar
bibit dengan + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 106 cfu mL-1 meningkatkan bobot
kering tanaman dan jumlah anakan dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Perlakuan benih dengan matriconditioning + bakterisida 0.2% atau perendaman
akar bibit dengan P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 108 cfu mL-1 efektif
mengendalikan penyakit HDB sampai fase vegetatif. Zamzami et. al. (2014)
menyatakan penyemprotan tanaman padi menggunakan agens hayati A112
meningkatkan bobot kering tanaman. Sementara itu, benih yang diberi perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B diikuti dengan
penyemprotan tanaman pada umur 4 dan 5 minggu setelah semai dengan agens

3
hayati F112 menurunkan tingkat keparahan HDB pada padi dari 10% menjadi
1.3%. Semua perlakuan benih dan penyemprotan tanaman dengan agens hayati
yang dilakukan pada tanaman padi belum dapat meningkatkan produksi benih
sehat karena konsentrasi agens hayati yang diaplikasikan belum optimum.
Oleh karena itu perlakuan benih dengan agens hayati (Pseudomonas
diminuta A6 + Bacillus subtilis 5/B) perlu diikuti dengan perendaman akar bibit
(root soaking) sebelum dipindahtanamkan ke sawah dan penyemprotan tanaman
(foliar spray) menggunakan konsentrasi terbaik. Penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan konsentrasi perendaman akar bibit dengan agens hayati rizosfir yang
efektif mengendalikan HDB sampai panen, dan memperoleh konsentrasi agens
hayati filosfir F112 untuk penyemprotan tanaman yang efektif mengendalikan
HDB, meningkatkan hasil dan mutu benih padi.
Tujuan Penelitian
1.
2.

Penelitian ini bertujuan untuk:
memperoleh konsentrasi agens hayati (Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus
subtilis 5/B) terbaik untuk perendaman akar bibit, yang efektif
mengendalikan HDB, meningkatkan hasil dan mutu benih padi.
memperoleh konsentrasi agens hayati filosfir F112 terbaik untuk
penyemprotan tanaman padi, yang efektif mengendalikan HDB,
meningkatkan hasil dan mutu benih padi.
.

.

4

2 PERCOBAAN I
BIOMATRICONDITIONING DAN OPTIMASI KONSENTRASI
PERENDAMAN AKAR BIBIT DENGAN AGENS HAYATI
UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI,
MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH PADI
DI RUMAH KACA
Pendahuluan
Latar belakang
Direktorat Perlindungan Pangan (2011) melaporkan luas penularan HDB di
Indonesia pada tahun 2010 mencapai 110 248 ha, 12 ha di antaranya puso. Luas
penularan yang paling parah terjadi di Jawa Barat 40 486 ha, Jawa Tengah 30 029
ha, Jawa Timur 23 504 ha, Banten 3 745 ha, dan Sulawesi Tenggara 2 678 ha.
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (2005) melaporkan di Indonesia
penyebaran penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004,
pertanaman padi yang terinfeksi HDB mencapai 37 229 ha, meningkat 31,8% dari
tahun sebelumnya yang hanya 25 403 ha.
Penyakit HDB termasuk penyakit yang sulit dikendalikan karena bakteri
Xoo memiliki keragaman patotipe yang tinggi dan virulensinya mudah berubah
dalam waktu relatif singkat untuk menyesuaikan diri dengan ketahanan varietas
pada inangnya. Pemanfaatan rhizobakteri (bakteri yang hidup di rizosfir tanaman)
dikombinasikan teknik invigorasi benih yaitu matriconditioning diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman padi sekaligus mengendalikan penyakit
HDB. Conditioning merupakan upaya perlakuan benih sebelum tanam dengan
menyeimbangkan potensi air benih untuk merangsang kegiatan metabolisme
dalam benih, sehingga benih siap berkecambah, tetapi struktur penting dari
embrio (radikula) belum muncul (Hardegree dan Emmerich 1992 dalam Ilyas
1995). Hal ini berguna untuk mempercepat dan menyeragamkan perkecambahan
benih serta meningkatkan persentase pemunculan kecambah (Ilyas 1995).
Matriconditioning merupakan proses perbaikan fisiologis dan biokimia benih
dengan menggunakan media yang berpotensial matriks tinggi, sedangkan
potensial osmotiknya negligible (dapat diabaikan) (Khan et al. 1992). Pada benih
jagung hibrida, perlakuan hidrasi benih yang berbeda menggunakan
matriconditioning dapat meningkatkan daya berkecambah, menurunkan T50,
meningkatkan panjang akar, dan panjang tajuk dibanding dengan perlakuan
osmoconditioning dan hydropriming (Afzal et al. 2002).
Serangkaian kegiatan penelitian dilakukan oleh tim peneliti (KKP3T 20072009 dan Hibah Bersaing 2009-2010) untuk mengendalikan penyakit HDB pada
padi melalui pendekatan teknologi benih telah mendapatkan beberapa hasil, yaitu
metode pengujian kesehatan benih padi, agens hayati rizobakteri yang bersifat
antagonis terhadap Xoo (bioprotectant) yang juga berperan sebagai biofertilizer
(menghemat penggunaan pupuk P) dan biostimulant (menghasilkan IAA) atau
PGPR. Penggunaan agens hayati yang diintegrasikan dalam perlakuan invigorasi
benih benih padi yang terinfeksi Xoo terbukti dapat mengurangi infeksi Xoo serta

5
meningkatkan vigor benih, pertumbuhan tanaman dan hasil di rumah kaca dan
lapangan (Ilyas dan Machmud 2013).
Hasil penelitian Ilyas et al. (2011) menunjukkan bahwa perlakuan benih
padi saja kurang optimal untuk mengendalikan penyakit HDB di lapangan.
Patogen Xoo yang bersifat seedborne perlu dikendalikan dengan perlakuan benih
yaitu matriconditioning plus agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B),
sedangkan sifat soilborne Xoo dikendalikan dengan perendaman akar bibit
sebelum dipindahtanamkan ke sawah. Ilyas et al. (2014) menyatakan bahwa
perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B dilanjutkan
perendaman akar bibit dengan P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 106 cfu mL-1
meningkatkan bobot kering tanaman dan jumlah anakan dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Perlakuan benih dengan matriconditioning + bakterisida 0.2%
atau perendaman akar bibit dengan P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 108 cfu mL-1
efektif mengendalikan penyakit HDB sampai fase vegetatif. Oleh karena itu
perlakuan benih dengan agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B) perlu
diikuti dengan perendaman akar bibit sebelum dipindahtanamkan ke lapangan
dengan konsentrasi terbaik untuk mengendalikan HDB, meningkatkan hasil dan
mutu benih padi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi agens hayati (P.
diminuta A6 + B. subtilis 5/B) terbaik untuk perendaman akar bibit padi yang
efektif mengendalikan HDB, meningkatkan hasil dan mutu benih padi.
.

6
Bahan dan Metode
Lokasi Percobaan dan Waktu Percobaan
Percobaan I dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan
Februari 2014 di Laboratorium Kesehatan Benih, Laboratorium Teknologi Benih
1, Laboratorium Molecular Marker and Spectrophotometry, Laboratorium Post
Harvest, dan Rumah Kaca Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga, Bogor.
Sumber Benih Padi, Xoo, dan Rizobakteri
Benih padi kelas benih dasar yang digunakan sebanyak 2 kg varietas IR 64
(Lampiran 1) berasal dari Balai Benih Jetis, Ponorogo, yang dipanen pada bulan
September 2012. Benih ini telah disimpan selama 12 bulan di dalam ruangan
bersuhu 26 °C dan RH 30%, mempunyai daya berkecambah 89.7%, dan
mengandung Xoo terbawa benih 3.7 x 106 cfu mL-1.
Isolat Xoo yang digunakan diisolasi dari daun padi varietas Ciherang
bergejala HDB dari Cikarawang, Bogor, Oktober 2013 dan diberi kode KNL 13-1.
Media yang digunakan untuk menumbuhkan Xoo adalah yeast dectrose CaCO3
agar (YDCA) (Lampiran 2). Isolat rizobakteri yang digunakan adalah P. diminuta
A6 dan B. subtilis 5/B dari koleksi Agustiansyah et al. (2010) dari hasil proyek
kerjasama kemitraaan penelitian pertanian dengan perguruan tinggi [KKP3T]
tahun 2007 yang diketuai oleh Prof Dr Ir Satriyas Ilyas MS. Kedua isolat ini telah
diuji ulang potensi antagonisnya oleh Palupi (2012). Media nutrient agar (NA)
(Lampiran 3) dan King‟s B agar (Lampiran 4) digunakan untuk menumbuhkan
Bacillus subtilis 5/B dan Pseudomonas diminuta A6. Bakterisida sintetis yang
digunakan berbahan aktif streptomisin sulfat 20%.
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan rancangan petak terbagi (split plot) - RKLT.
Petak utama adalah perlakuan benih yang terdiri atas empat taraf, yaitu B0 =
kontrol negatif (benih tanpa inokulasi Xoo); B1 = kontrol positif (benih diinokulasi
Xoo); B2 = benih diinokulasi Xoo kemudian diberi matriconditioning +
bakterisida 0.2% (Ilyas et al. 2007); dan B3 = benih diinokulasi Xoo kemudian
diberi matriconditioning + agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B)
konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1. Anak petak adalah konsentrasi perendaman akar
bibit yang terdiri atas 4 taraf, yaitu K0 = kontrol tanpa perendaman; K1= akar bibit
direndam larutan bakterisida 0.1%; K2 = akar bibit direndam dengan suspensi P.
diminuta A6 + B. subtilis 5/B konsentrasi 106 cfu mL-1; K3 = akar bibit direndam
dengan suspensi P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B konsentrasi 108 cfu mL-1.
Perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 48 satuan percobaan. Model aditif
rancangan percobaan ini adalah:
Yijk = μ+ Kk + αi + δik + βj + (αβ)ij+ εijk
Keterangan:
Yijk
= nilai pengamatan pada faktor perlakuan benih taraf ke-i, faktor
konsentrasi suspensi perendaman akar taraf ke-j, dan kelompok ke-k
μ
= rataan
Kk
= pengaruh aditif kelompok ke-k

7
αi
δik
βj
(αβ)ij

= pengaruh faktor perlakuan benih ke-i
= komponen acak perlakuan benih
= pengaruh faktor konsentrasi perendaman ke-j
= komponen interaksi antara faktor perlakuan benih dan faktor
konsentrasi perendaman akar
εijk
= pengaruh acak konsentrasi perendaman akar
Data dianalisis statistik, dan jika pada analisis ragam (taraf kepercayaan
95%) terdapat pengaruh nyata dari perlakuan, maka dilakukan uji lanjut dengan
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (Mattjik et. al 2006). Kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam percobaan ini terdiri atas beberapa tahapan, yaitu:
Pengujian Awal Kesehatan Benih Padi
Sebelum benih digunakan, keberadaan Xoo terbawa benih diuji
menggunakan metode grinding (Ilyas et. al. 2007). Sebanyak 400 butir benih
(setara dengan 10 g) disterilisasi permukaan dengan merendamnya dalam larutan
natrium hipoklorit (NaOCL) 1% selama 1 menit kemudian dicuci air steril,
ditiriskan, dikeringanginkan selama 15 menit di dalam laminar. Setelah benih
kering angin kemudian dimasukkan dalam penggerus dan ditambahkan akuades
steril 90 mL dan digerus. Hasil gerusan diinkubasi pada suhu 15 0C selama 2 jam
agar mengendap dan terbentuk supernatan. Selanjutnya larutan yang berada di atas
supernatan diambil sebanyak 10 mL menggunakan mikro pipet dan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, kemudian diencerkan secara bertingkat sampai 10-5.
Suspensi yang telah diencerkan (10-5) dituangkan dan disebar merata sebanyak
200 μl ke cawan petri yang berisi media YDCA secara duplo. Biakan diinkubasi
pada suhu kamar (± 25 °C). Pengamatan dilakukan mulai 72 jam setelah inkubasi
terhadap setiap pengenceran koloni Xoo yang terbentuk dihitung pada 7 hari
setelah inkubasi.
Penyiapan Media Semai dan Media Tanam
Tanah berjenis latosol diambil dari KP. Leuwikopo IPB, Bogor, dengan
status belum pernah disawahkan. Tanah disterilkan dengan menjemur di dalam
rumah kaca selama 1 minggu. Tanah untuk media semai dimasukkan ke dalam
bak (30 cm x 27 cm x 25 cm) sebanyak 25 kg per bak dan dilumpurkan dengan
air. Jumlah bak penyemaian 12 unit. Sebagai media tanam padi, tanah yang telah
disterilkan kemudian dilumpurkan dan dimasukkan ke dalam ember plastik (20
cm x 28 cm x 20 cm) sebanyak 25 kg tanah per ember. Jumlah ember untuk
memindah tanaman setelah persemaian adalah 48 unit.
Pembuatan Suspensi Xoo dan Agens Hayati
Isolat Xoo KNL-01 disubkultur pada cawan petri berisi media YDCA
(Lampiran 2). Biakan Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) yang berumur 48
jam dipindahkan ke media nutrient broth NB, diinkubasi selama 48 jam dengan
shaker pada suhu 28-30 °C. Biakan Xoo dihitung kerapatan selnya per mL
(colony forming unit = cfu mL-1) dengan spektrofotometer. Suspensi patogen Xoo
diencerkan sampai konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1 (Agustianyah et al. 2010).
Isolat P. diminuta A6 dibiakkan pada media King‟S B agar (Lampiran 4),
sedangkan B. subtilis 5/B pada media NA (Lampiran 3) dalam cawan petri.

8
Biakan P. diminuta A6 yang berumur 72 jam kemudian diambil 1 ose dan
diperbanyak dalam elmeyer berisi 100 mL media NB. Biakan B. subtilis 5/B yang
berumur 72 jam kemudian diambil 1 ose dan diperbanyak dalam elmeyer berisi
100 mL media NB. Biakan diinkubasi menggunakan shaker selama 48 jam,
kemudian diukur jumlah koloninya (cfu mL-1) menggunakan spektrofotometer.
Suspensi agens hayati diencerkan sampai konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1 untuk
perlakuan beih dan 106 atau 108 cfu mL-1 untuk perendaman akar(Agustianyah et
al. 2010).
Sterilisasi Benih dan Inokulasi Benih dengan Xoo
Sterilisasi permukaan benih dilakukan dengan merendam benih 43.2 g
dalam larutan natrium hipoklorit 1% (sebanyak 10 mL NaOCl dicampur 40.3 mL
akuades) selama 1 menit kemudian dibilas dengan aquades (Ilyas et. al. 2007).
Benih hasil sterilisasi sebanyak 10.8 g per perlakuan direndam dalam suspensi
Xoo 7.8 mL selama 24 jam untuk memastikan benih terinfeksi Xoo sebelum
diberi perlakuan bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat 0.2% atau agens
hayati kecuali kontrol negatif. Kemudian benih dikering-anginkan selama 12-24
jam.
Perlakuan Benih
Perlakuan benih yang diberikan adalah: B0 = kontrol negatif (benih tidak
diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih), B1 = kontrol positif (benih
diinokulasi Xoo, tetapi tidak diberi perlakuan benih), B2 = benih dengan
perlakuan matriconditioning + bakterisida 0.2%, dan B3 = benih dengan perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B. Cara perlakuan adalah
dengan melembabkan benih dalam larutan pelembab (larutan bakerisida atau
agens hayati), kemudian ditambahkan arang sekam (yang lolos saringan diameter
32 mesh) dan diaduk merata, sehingga benih terlapisi oleh arang sekam. Nisbah
benih : arang sekam : larutan pelembab yaitu 1 : 0.8 : 1.2 (g : g : ml).
Matriconditioning dilakukan selama 30 jam pada suhu 25 °C (Agustiansyah et al.
2010).
Penyemaian Benih, Perendaman Akar Bibit dan Pindah Tanam
Benih yang telah diberi perlakuan kemudian disemai sampai bibit umur 14
hari setelah tanam (HST) pada media yang telah disiapkan. Bibit padi yang telah
berumur 14 HST dipilih yang tumbuh normal memiliki performa fisik baik (tidak
etiolasi, dan tidak bergejala kresek). Bibit dicabut kemudian akarnya direndam
selama 1 jam dalam suspensi agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B) atau
larutan bakterisida 0.2% sebanyak 20 mL sesuai dengan kombinasi perlakuan.
Selanjutnya bibit ditanam pada ember berisi tanah lumpur yang telah disiapkan,
tiga bibit per set. Kemudian bibit ditanam pada ember ukuran diameter 28 cm
yang berisi tanah lumpur yang telah diinokulasi Xoo 200 mL per ember
konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1, tiga bibit per ember.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah penyulaman, pemupukan,
penyiangan, dan pengairan. Pemupukan dilakukan dengan dosis setara dengan 200

9
kg ha-1 Urea, 50 kg ha-1 SP-36, dan 100 kg ha-1 KCl (Ilyas et al. 2009). Seluruh
pupuk SP-36, KCl, dan sepertiga dosis Urea diaplikasikan pada 21 hari setelah
tanam (HST). Sisa pupuk Urea diberikan sepertiga dosis keseluruhan pada 56
HST dan sisanya pada primordia bunga. Penyiangan dilakukan pada saat gulma
diperkirakan telah mengganggu pertumbuhan tanaman.
Pengamatan
Peubah yang diamati meliputi tiga komponen, yaitu vegetatif, generatif atau
panen, dan kesehatan tanaman dan benih.
a.

Komponen vegetatif
1. Daya berkecambah (%)
Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan persentase kecambah
normal (KN) pada hitungan pertama first count (5 HST) dan kedua (14
HST) final count (ISTA 2010) pada suhu 25 0C dengan substrat pasir
rumus:

2.

3.

4.

5.

6.

DB (%) = Σ KN hit I + Σ KN hit II x100%
Σ benih yang ditanam
Daya tumbuh bibit (%)
Daya tumbuh bibit diamati berdasarkan persentase benih yang
berkecambah pada hitungan pertama 7 HST dan hitungan kedua 14 HST di
lingkungan suboptimum suhu siang 38 0C RH 35%.
DT (%) = Σ K hit I + Σ K hit II x100%
Σ benih yang ditanam

Indeks vigor (%)
Indeks vigor (IV) dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN)
pada hitungan pertama pada uji daya berkecambah (Copeland dan
McDonald 1995) yaitu 5 HST untuk benih padi, dengan rumus:
IV (%) = Σ KN hitungan I x 100%
Σ benih yang ditanam
Bobot kering bibit di persemaian(g)
Sebelumnya bagian biji yang masih menempel pada bibit dihilangkan
terlebih dahulu. Bibit normal berumur 14 HST dioven pada suhu 80 0C
selama 24 jam. Kecambah dimasukkan ke desikator selama 30 menit. Bibit
kering ditimbang dengan timbangan analitik.
Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman padi diukur dari permukaan pangkal bawah batang sampai
ujung daun tertinggi, diukur setiap minggu mulai 21 sampai 63 HST.
Bobot kering tanaman (g)
Diambil 1 tanaman per perlakuan per ember kemudian bagian akar dan
batang dipisahkan terlebih dahulu. Selanjutnya brangkasan dioven pada
suhu 80 0C selama 24 jam. Brangkasan dimasukkan ke dalam desikator
selama 30 menit. Brangaksan kering ditimbang dengan timbangan analitik.
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 21 dan 63 HST dan
panen.

10
Jumlah anakan (anakan rumpun-1)
Jumlah anakan dihitung pada 28 sampai 63 HST perumpun tanaman pada
setiap satuan percobaan.
8. Panjang akar tanaman (cm)
Panjang akar tanaman dihitung pada saat panen. Panjang akar dihitung dari
pangkal batang bawah sampai ujung akar.
b. Pengamatan panen
Komponen generatif atau panen yang diamati yaitu jumlah anakan produktif,
primordia bunga, jumlah malai per rumpun, jumlah panen per rumpun,
jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah hampa permalai, bobot gabah
bernas per malai, bobot 1000 butir.
c. Pengamatanan komponen kesehatan tanaman dan benih
Kesehatan tanaman yang diamati antara lain toksisitas, kejadian
penyakit, tingkat keparahan, uji peroksidase dan pembentukan lignin tanaman,
uji kesehatan benih (melihat patogen terbawa benih setelah panen).
1. Kejadian penyakit (%) pada bibit
Kejadian penyakit dihitung berdasarkan persentase tanaman yang
menunjukkan gejala kresek yaitu daun berwarna putih pucat sampai
kuning dari bagian tepi ujung daun (seperti terkena air panas).
7.

2.

Kejadian penyakit (%) = Jumlah bibit sakit x 100%
Jumlah keseluruhan bibit
Tingkat keparahan HDB (%)
Tingkat keparahan HDB diamati berdasarkan persentase luas daun
terserang dibandingkan luas total permukaan daun pada 28-84 HST pada
seluruh satuan percobaan (dihitung berdasarkan IRRI 1996)
Tingkat keparahan = Σ (n x v) x 100%
ZxN

3.
4.

Keterangan
n = Jumlah daun dari tiap kategori serangan
v = Nilai skala tiap kategori serangan
Z = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi
N = Jumlah daun yang diamati

Toksisitas
Setiap tanaman diamati mulai 7 HST hingga 42 HST terhadap perubahan
warna daun dari hijau ke putih.
Uji patogen terbawa benih
Pengujian patogen terbawa benih digunakan untuk melihat patogen
terbawa benih setelah panen dengan metode grinding. Langkah kerja
seperti pengujian awal kesehatan benih.

11
Hasil dan Pembahasan
Pertumbuhan Bibit di Persemaian
Perlakuan biomatriconditioning (matriconditioning + P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B konsentrasi 4.5 x 108 cfu mL-1)) berpengaruh nyata meningkatkan
daya tumbuh benih, indeks vigor bibit, dan bobot kering bibit dibandingkan
kontrol negatif (tanpa inokulasi Xoo dan tanpa perlakuan benih).
Biomatriconditioning menghasilkan daya tumbuh benih 93.3% dan indeks vigor
72.0%, dan bobot kering bibit 0.15 g sementara kontrol negatif 65.5% dan 20.6%,
0.05 g (Tabel 1). Peningkatan daya tumbuh benih, indeks vigor bibit, dan bobot
kering bibit disebabkan oleh kombinasi matriconditioning dengan agens hayati (P.
diminuta A6 + B. subtilis 5/B). Matriconditioning merupakan perlakuan yang
disarankan untuk meningkatkan performa perkecambahan (Khan et. al 1992).
Namun daya tumbuh dan indeks vigor perlakuan benih dengan
biomatriconditioning atau matriconditioning + bakterisida 0.2 % tidak berbeda
nyata dengan kontrol positif (benih diinokulasi Xoo tanpa perlakuan benih).
Pengaruh imbibisi pada proses perkecambahan menyebabkan perlakuan benih
tidak berpengaruh nyata meningkatkan daya tumbuh, indeks vigor, dan bobot
kering bibit umur 14 HST dibandingkan dengan kontrol positif.
Tabel 1 Pengaruh perlakuan benih terhadap daya tumbuh, indeks vigor, dan bobot
kering bibit pada umur 14 HST
Daya
Indeks
Bobot kering
tumbuh
b
vigor
(%)
bibit (g)b
(%)b
Kontrol negatifa
65.5 b
20.6 b
0.05 c
Kontrol positif
86.6 ab
74.6 a
0.13 ab
Matriconditioning + bakterisida 0.2 %
89.3 ab
67.3 a
0.09 bc
8
-1
Biomatriconditioning 4.5x10 cfu mL
93.3 a
72.0 a
0.15 a
a
Kontrol negatif = benih tidak diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih, kontrol
positif = benih diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih, HST = hari
setelah tanam. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. KK =15.6%.
Perlakuan benih

Hasil pengujian Afzal et. al (2004) menunjukkan bahwa daya berkecambah
benih canola dengan perlakuan hydropriming atau matriconditioning (serat jerami
sebagai matriks) lebih baik dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan benih.
Keunggulan matricondirioning dapat meningkatkan kapasitas menahan air dan
meningkatkan porositas sehingga meningkatkan ketersediaan oksigen bagi benih
saat proses perkecambahan. Sutariati et. al (2006) melaporkan perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6, matriconditioning + P. aeruginosa A54, atau
perendaman dalam P. diminuta A6 adalah perlakuan yang secara nyata
meningkatkan berat kering kecambah normal dibandingkan perlakuan lain.
Perlakuan benih dengan berbagai isolat rizobakteri (Bacillus sp., Pseudomonas
sp., dan Serratia sp.) memberikan dampak positif terhadap perkecambahan benih
dan pertumbuhan bibit cabai karena terbukti mampu memproduksi IAA dalam
media dengan penambahan asam amino triptofan. Agustiansyah et al. (2013)

12
menyatakan pengujian isolat P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B mampu
memproduksi IAA yang dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui
aktivitas kemampuan mengkolonisasi akar tanaman.
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi
Perlakuan benih dan perendaman akar pada 49 HST belum menunjukkan
interaksi. Biomatriconditioning berpengaruh nyata menghasilkan tinggi tanaman
tertinggi pada umur 49 HST yaitu 57.2 cm dibandingkan perlakuan lainnya,
namun tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif (Tabel 2). Zamzami et. al.
(2014) melaporkan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B di rumah
kaca meningkatkan daya tumbuh, tinggi tanaman, dan bobot kering tanaman.
Sementara itu, perendaman akar tidak berpengaruh nyata meningkatkan tinggi
tanaman. Kloepper dan Schroth (1978) menemukan bahwa keberadaan bakteri
yang hidup di sekitar akar mampu memacu pertumbuhan tanaman jika
diaplikasikan pada bibit atau benih.
Tabel 2 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap tinggi tanaman
(cm) pada umur 49 HST
Perlakuan benih
a

Tanpa
perendaman

Perendaman akar
Agens
Larutan
hayati
bakterisida
106 cfu
0.1 %
mL-1
53.8
56.3
51.5
55.3

Agens
hayati
108 cfu
mL-1
57.6
53.5

Rata-ratab

Kontrol negatif
54.7
55.6 ab
Kontrol positif
50.2
52.7 c
Matriconditioning+
53.7
52.0
53.7
53.9
53.3 bc
bakterisida 0.2 %
Biomatriconditioning
58.9
54.6
56.5
58.5
57.2 a
4.5x108 cfu mL-1
Rata-rata
54.4
53.0
55.4
55.9
a
Kontrol negatif = benih tidak diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih, kontrol
positif = benih diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih, HST = hari
setelah tanam. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. KK = 6.12%.

Biomatriconditioning meningkatkan bobot kering tanaman dari 0.7 g
menjadi 1.3 g dibandingkan dengan kontrol positif umur 49 HST (Tabel 3).
Perlakuan benih matriconditioning + bakterisida 0.2 % tidak berbeda nyata
dengan biomatriconditioning. Sementara itu perlakuan perendaman akar bibit
tidak berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering tanaman. Zamzami et. al.
(2014) menyatakan matriconditioning + P.diminuta A6 + B. subtilis 5/B di rumah
kaca meningkatkan bobot kering tanaman dari 1.3 g menjadi 1.9 g pada 56 HST.
Ashrafuzzman et al. (2009) melaporkan peningkatan tinggi tanaman, panjang akar,
bobot kering akar dan tanaman padi yang diperlakukan dengan menginokulasikan
rhizobakteri. Mathivanan et. al. (2014) melaporkan pengaruh perlakuan benih
dengan agens hayati Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. meningkatkan daya
berkecambah, indeks vigor, dan bobot kering bibit jagung dibandingkan kontrol.

13
Tabel 3 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap bobot kering (g
per tanaman) pada umur 49 HST
Perlakuan benih

Tanpa
perendaman

Kontrol negatifa
1.1
Kontrol positif
0.7
Matriconditioning+
bakterisida 0.2 %
1.4
Biomatriconditioning
4.5x108 cfu mL-1
1.4
Rata-rata
1.2
a
Detil sama dengan Tabel 2. KK = 35%.

Perendaman akar
Agens
Larutan
hayati
bakterisida
106 cfu
0.1 %
mL-1
1.1
1.1
0.6
0.8

Agens
hayati
108 cfu
mL-1
1.4
0.7

Rata-ratab

1.2 b
0.7 c

1.5

1.3

1.2

1.3 a

1.19
1.1

1.24
1.1

1.4
1.2

1.3 a

Perlakuan benih dan perendaman akar bibit tidak menunjukkan interaksi
terhadap persentase keparahan penyakit hawar daun bakteri (HDB) sampai 49
HST. Biomatriconditioning menurunkan persentase keparahan penyakit HDB dari
21.4 % menjadi 13.6%, sedangkan matriconditioning + bakterisida 0.2% tidak
dapat menurunkan persentase keparahan penyakit HDB. Sementara itu,
perendaman akar bibit dengan bakterisida 0.1% menurunkan presentase keparahan
penyakit dari 19.0% menjadi 4.8% (Tabel 4). Pengendalian penyakit
menggunakan bakterisida sintetis sering diterapkan oleh petani. Sigee (1993)
menyatakan penggunaan bakterisida sintetis yang berlebihan dapat memberikan
efek resisten pada patogen sehingga penggunaannya harus ditekan seefisien dan
seefektif mungkin.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap keparahan
penyakit HDB (%) pada umur 49 HST
Perendaman akar
Perlakuan benih

a

Tanpa
perendaman

Larutan
bakterisida
0.1 %

Agens
hayati
106 cfu
mL-1

Agens
hayati
108 cfu
mL-1

Rata-ratab

Kontrol negatif
17.3
2.6
25.6
12.8
14.5 b
Kontrol positif
15.0
10.9
33.5
26.1
21.4 a
Matriconditioning+
bakterisida 0.2 %
31.1
0.6
20.8
33.4
21.4 a
Biomatriconditioning
4.5x108 cfu mL-1
12.7
5.3
15.6
20.7
13.6 b
Rata-ratab
19.0 a
4.8 b
23.8 a
23.2 a
a
Kontrol negatif = benih tidak diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih, kontrol
positif = benih diinokulasi Xoo dan tidak diberi perlakuan benih, HST = hari
setelah tanam. bAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang
sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. KK = 23.23%.

14
Jeyalaxmi et al. (2010) melaporkan perlakuan Pseudomonas spp. pada benih
diikuti dengan aplikasi di tanah pada 30 hari setelah semai dan penyemprotan
daun pada 60 dan 75 hari setelah tanam didapati paling efektif menekan HDB
minimum hingga 1.1%. Skala serangan yang tinggi disebabkan oleh munculnya
hama belalang yang melukai jaringan tanaman sehingga peluang inokulum Xoo
untuk menginfeksi pertanaman padi menjadi lebih besar. Penurunan daya hambat
agens antagonis terhadap perkembangan penyakit dapat disebabkan oleh
kecepatan beradaptasi dengan lingkungan belum tercapai secara optimal, sehingga
agen antagonis belum mampu berkompetisi dengan patogen maupun
mikroorganisme lain karena konsentrasi yang belum optimum (Nuryanto et al.
2004).
Biomatriconditioning berpengaruh nyata menurunkan persentase keparahan
penyakit HDB dari 21.7% menjadi 12.7% dibandingkan kontrol positif, namun
tidak berbeda nyata dengan matriconditioning + bakterisida 0.2%. Sedangkan
perendaman akar menggunakan agens hayati 108 cfu mL-1 menurunkan persentase
keparahan penyakit dari 24.1% menjadi 13.3% (Tabel 5).
Tabel 5 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap keparahan
penyakit HDB (%) pada umur 91 HST
Perlakuan benih

Tanpa
perendaman

Kontrol negatifa
23.7
Kontrol positif
26.7
Matriconditioning+
20.0
bakterisida 0.2 %
Biomatriconditioning
4.5x108 cfu mL-1
26.0
b
Rata-rata
24.1 a
a
Detil sama dengan Tabel 4. KK = 35%.

Perendaman akar
Agens
Larutan
hayati
bakterisida
106 cfu
0,1 %
mL-1
10.0
23.3
16.7
23.3

Agens
hayati
108 cfu
mL-1
18.3
20.0

Rata-ratab
18.8 ab
21.7 a

18.3

10.0

6.7

13.7 ab

8.3
13.3 b

8.3
16.2 b

8.3
13.3 b

12.7 b

Hasil pengujian yang dilakukan Agustiansyah et at. (2013a) menunjukkan
agens hayati Pseudomonas diminuta A6 dan Bacillus subtilis 5/B mampu
menghasilkan senyawa siderofor. Kloepper dan Schroth (1978) menyatakan
kemampuan PGPR sebagai agens hayati karena kemampuannya bersaing untuk
mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor,
hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis
melawan patogen.
Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi
Tidak terdapat interaksi antara perlakuan benih dan perendaman akar bibit
terhadap jumlah anakan pada 56 HST. Biomatriconditioning 4.5 x 108 cfu mL-1
meningkatkan jumlah anakan dari 7.5 anakan per rumpun menjadi 10.0 anakan
per rumpun dibandingkan kontrol negatif. Sementara itu, perendaman akar
menggunakan suspensi agens hayati 108 cfu mL-1 meningkatkan jumlah anakan
dari 7.6 anakan per rumpun menjadi 9.9 anakan per rumpun (Tabel 6).

15
Tabel 6 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah anakan
per rumpun pada umur 56 HST
Perlakuan benih

Tanpa
perendaman

Kontrol negatifa
7.5
Kontrol positif
8.1
Matriconditioning+
bakterisida 0.2 %
7.5
Biomatriconditioning
7.5
4.5x108 cfu mL-1
Rata-ratab
7.6 b
a
Detil sama dengan Tabel 4. KK = 17%.

Perendaman akar
Agens
Larutan
hayati
bakterisida
106 cfu
0.1 %
mL-1
7.6
7.6
8.1
7.1

Agens
hayati
108 cfu
mL-1
7.5
9

8.5

10.6

10.5

9.8
8.5 b

10.1
8.9 ab

12.6
9.9 a

Rata-ratab
7.5 c
8.1 bc
9.2 ab
10.0 a

Selanjutnya, perlakuan benih atau perendaman akar berpengaruh nyata
meningkatkan jumlah anakan produktif per rumpun pada 91 HST (Tabel 7). Tidak
terdapat interaksi antara perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah
anakan produktif. Biomatriconditioning meningkatkan jumlah anakan produktif
dari 13.5 anakan per rumpun menjadi 21.1 anakan per rumpun.
Biomatriconditioning 108 cfu mL-1 tidak berbeda nyata dengan matriconditioning
+ bakterisida 0.2 %. Sementara itu perendaman akar menggunakan agens hayati
106 cfu mL-1 atau 108 cfu mL-1 meningkatkan jumlah anakan dari 15.6 anakan per
rumpun menjadi 20.0 atau 19.6 anakan per rumpun dibandingkan kontrol, namun
tidak berbeda nyata dengan perendaman akar + bakterisida 0.1%. Budiman (2009)
melaporkan tinggi tanaman dan jumlah anakan meningkat pada tanaman padi
yang benihnya diperlakukan dengan matriconditioning + P. diminuta.
Tabel 7 Pengaruh perlakuan benih dan perendaman akar terhadap jumlah anakan
produktif per rumpun pada umur 91 HST
Perendaman akar
Perlakuan benih

Tanpa
perendaman

Kontrol negatifa
16.3
Kontrol positif
17.3
Matriconditioning+
bakterisida 0.2 %
16.3
Biomatriconditioning
4.5x108 cfu mL-1
12.6
b
Rata-rata
15.6 b
a
Detil sama dengan Tabel 4. KK = 25%.

Larutan
bakterisida
0.1 %

Agens
hayati
106 cfu
mL-1

Agens
hayati
108 cfu
mL-1

11.6
19.0

15.6
19.6

10.3
19.3

13.5 b
18.8 a

18.0

23.0

22.3

19.9 a

23.6
18.0 ab

22.0
20.0 a

26.3
19.6 a

21.1 a

Rata-ratab

Tidak terdapat interaksi antara perlakuan benih dan perendaman akar
terhadap jumlah

Dokumen yang terkait

Efektivitas Aplikasi Agens Hayati Dalam Mengendalikan Hawar Daun Bakteri Serta Meningkatkan Produksi Dan Mutu Benih Padi

3 8 69

Isolasi, Seleksi, Dan Identifikasi Bakteri Endofit Sebagai Agens Penginduksi Ketahanan Tanaman Padi Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri

2 14 79

Perlakuan benih untuk perbaikan pertumbuhan tanaman, hasil dan mutu benih padi serta pengendalian penyakit hawar daun bakteri dan pengurangan penggunaan pupuk fosfat

1 29 310

Pengaruh Perlakuan Benih dengan Agens Hayati Terhadap Pertumbuhan Tanaman, Hasil Padi dan Mutu Benih, Serta Pengendalian Penyakit Hawar Daun Bakteri di Rumah Kaca

0 6 8

Pengujian Formulasi Konsorsium Bakteri secara In Vitro untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi

1 8 18

Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca

0 2 35

Keefektifan Bakteri Endofit sebagai Agens Hayati terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) pada Padi

0 4 37

Aktinomiset Filosfer Padi Sebagai Agens Pengendali Hayati Penyakit Hawar Daun Bakteri Pada Padi

1 10 58

Perlakuan Agens Hayati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri dan Meningkatkan Produksi Benih Padi Sehat Biological Agent Treatments to Control Bacterial Leaf Blight and to Improve Production of Healthy Rice Seed

0 0 8

Aplikasi Agens Hayati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri pada Produksi Benih Padi Biological Agents Applications to Control Bacterial Leaf Blight in Rice Seed Production

0 5 8