Aktinomiset Filosfer Padi Sebagai Agens Pengendali Hayati Penyakit Hawar Daun Bakteri Pada Padi

AKTINOMISET FILOSFER PADI SEBAGAI AGENS
PENGENDALI HAYATI PENYAKIT HAWAR DAUN
BAKTERI PADA PADI

NOOR ANDRYAN ILSAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Aktinomiset Filosfer
Padi sebagai Agens Pengendali Hayati Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Padi”
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Noor Andryan Ilsan
G351130021

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
NOOR ANDRYAN ILSAN. Aktinomiset Filosfer Padi sebagai Agens Pengendali
Hayati Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Padi. Dibimbing oleh ARIS TRI
WAHYUDI dan ABDJAD ASIH NAWANGSIH.
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) adalah penyakit yang destruktif serta dapat
mengurangi produktivitas padi terutama di Asia. Penggunaan pestisida kimia
dalam jangka waktu yang lama dapat memberikan efek toksik pada hasil produksi
dan konsumennya. Agens pengendali hayati berbasis mikrob memiliki efisiensi
yang tinggi serta aman untuk manusia dan organisme bukan sasaran. Agens
pengendali hayati berbasis mikrob juga meninggalkan residu yang sedikit bahkan
tidak ada sama sekali pada makanan. Sumber mikrob sebagai agens pengendali

hayati untuk mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan patogen dapat
berasal dari tanah atau filosfer. Mikrob tanah tidak dapat digunakan secara
langsung sebagai agens pengendali hayati karena gagalnya mikrob pengkolonisasi
akar dalam mengkolonisasi permukaan daun. Aktinomiset merupakan bakteri
Gram positif yang telah diketahui memproduksi senyawa bioaktif hingga 70%
dari total keseluruhan senyawa bioaktif yang dapat dihasilkan bakteri termasuk
senyawa antimikrob. Beberapa strain aktinomiset telah diketahui dapat
melindungi tanaman dari penyakit tanaman. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk mencari agens pengendali hayati asal filosfer dalam menekan
penyakit hawar daun bakteri di dalam rumah kaca.
Sampel daun padi sehat diambil dari wilayah persawahan yang terdapat
penyakit HDB di Situgede, Bogor. Sebanyak 22 isolat aktinomiset berhasil
diisolasi dari filosfer tanaman padi. Diketahui sebanyak delapan isolat dapat
menghambat Xoo menggunakan metode plug agar dan delapan isolat pula yang
dapat menghambat Pyricularia oryzae (Po) penyebab penyakit blas padi secara in
vitro menggunakan metode dual culture. Supernatan isolat juga diuji aktivitasnya
dalam menghambat pertumbuhan baik Xoo dan Po. Kedelapan isolat yang dapat
menghambat Xoo tersebut, enam isolat tidak berpotensi sebagai patogen tanaman
dan manusia setelah diuji reaksi hipersensitivitas, patogenisitas, serta hemolitik.
Analisis sekuen gen 16S rRNA menunjukkan bahwa isolat STG 1

berkerabat dekat dengan Micromonospora chersina, STG 4 dan STG 8 berkerabat
dekat dengan Actinomadura sp., STG 11 berkerabat dekat dengan Streptomyces
luteogriseus, STG 15 berkerabat dekat dengan Nonomuraea sp., dan STG 16
berkerabat dengan Streptomyces alboniger. Sebanyak empat isolat secara
signifikan dapat mengurangi gejala penyakit HDB pada aplikasi di dalam rumah
kaca. Tanaman yang diberi formulasi pelet STG 2 memiliki penghambatan relatif
terhadap penyakit HDB sebesar 22.81% pada 14 hari setelah inokulasi Xoo, STG
4 sebesar 23.48%, STG 8 sebesar 21.9%, STG 11 sebesar 24.93% dan STG 15
sebesar 25.87% jika dibandingkan dengan tanaman kontrol yang diinokulasi Xoo
saja. STG 15 merupakan isolat terbaik dalam menekan gejala HDB pada aplikasi
di dalam rumah kaca dan berkerabat dekat dengan Nonomuraea sp.
Kata kunci: aktinomiset, filosfer, hawar daun bakteri, Nonomuraea, Xanthomonas
oryzae pv. oryzae

SUMMARY
NOOR ANDRYAN ILSAN. Rice Phyllosphere Actinomycetes as Biological
Control of Bacterial Leaf Blight Disease in Rice. Supervised by ARIS TRI
WAHYUDI and ABDJAD ASIH NAWANGSIH.
Bacterial leaf blight (BLB) caused by Xanthomonas oryzae pv. oryzae
(Xoo) is the most destructive and causing productivity loss in rice, especially in

Asia. The chemical pesticide usage over a long period of time brings about
adverse toxic effect on the potential production of the land and the main
consumers of the products. Microbes as biocontrol agents have efficiency and
safety for humans and other non-target organisms. They leave small amount or no
residue in foods. Soil microbes cannot be used directly as biopesticides because
common root-colonizers fail to establish on leaves. Actinomycetes are Gram
positive bacteria that are known to produce bioactive compound up to 70% of the
total compound produced by bacteria, including antimicrobes. Several strains of
actinomycetes are known capable of protecting plants against plant disease. The
research aimed to search rice phyllosphere actinomycetes which capable of
suppress bacterial leaf blight severity in greenhouse application.
Rice plants with healthy leaves were collected from Situgede, Bogor rice
field that showed BLB symptoms. A total of 22 isolates were successfully
obtained. A total of eight isolates were capable of inhibiting Xoo in vitro using
plug agar method and eight isolates were capable of inhibiting Pyricularia oryzae
(Po) causing blast disease using dual culture method. Supernatant isolates were
tested against both Xoo and Po. A total of six isolates which capable of inhibiting
Xoo were not pathogenic in plant and human indicated by hypersensitivity,
pathogenicity and hemolytic test results.
An analysis of 16S rRNA gene sequences demonstrated that STG 1 was

closely related to Micromonospora chersina, STG 4 and STG 8 were closely
related to Actinomadura sp., STG 11 was closely related to Streptomyces
luteogriseus, STG 15 was closely related to Nonomuraea sp., and STG 16 was
closely related to Streptomyces aboniger. A total of four isolates significantly
reduce disease severity of BLB in greenhouse experiment. Pellet formulation of
STG 2 showed 22.81% control efficiency of BLB severity at 14 days after
inoculation (DAI) using Xoo, 23.48% by STG 4, 21.9% by STG 8, 24.93% by
STG 11 and 25.87% by STG 15 compared to control. Isolate STG 15 which has
the highest capability to control BLB incidence was identified as Nonomuraea sp.
Keywords: actinomycetes, phyllosphere, bacterial leaf blight, Nonomuraea sp.,
Xanthomonas oryzae pv. oryzae

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

AKTINOMISET FILOSFER PADI SEBAGAI AGENS
PENGENDALI HAYATI PENYAKIT HAWAR DAUN
BAKTERI PADA PADI

NOOR ANDRYAN ILSAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Aris Tjahjoleksono, DEA


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 sampai Agustus 2015 dengan
judul Aktinomiset Filosfer Padi sebagai Agens Pengendali Hayati Penyakit Hawar
Daun Bakteri pada Padi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Aris Tri Wahyudi, MSi
sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr Abdjad Asih Nawangsih, MSi
sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan nasehat, saran,
motivasi, waktu konsultasi, serta solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi
penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain
itu penulis ucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Bapak Dr Aris
Tjahjoleksono, DEA dan Ibu Prof Anja Meryandini, MS selaku Ketua Program
Studi Mikrobiologi IPB, yang telah memberikan motivasi selama studi dan
masukan pada saat ujian sidang tesis. Kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi terima kasih atas pemberian beasiswa calon dosen BPP-DN untuk
beasiswa kuliah selama menempuh pendidikan pascasarjana di IPB. Terima kasih
atas dana penelitian program Kerjasama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Nasional (KKP3N) dari Kementerian Pertanian Indonesia yang

diberikan kepada Prof Aris Tri Wahyudi sehingga penelitian yang penulis lakukan
dapat terlaksana dengan baik. Sebagian hasil penelitian ini telah dipublikasikan di
jurnal internasional Asian Journal of Plant Pathology terindeks Scopus (tahap
press ready article) dengan judul “Rice Phyllosphere Actinomycetes as Biocontrol
of Bacterial Leaf Blight Disease on Rice”.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Heni dan Bapak Jaka
selaku staf Laboratorium Mikrobiologi IPB, kepada Ibu Retnowati selaku staf
Laboratorium Terpadu Biologi IPB, Ibu Dr Alina Akhdiya yang telah
memberikan isolat Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Dr Abdjad Asih
Nawangsih yang telah memberikan isolat Pyricularia oryzae, serta ka Wahyu Eka
Sari, Krishanti Ratna, Eka Septia dan seluruh teman-teman di Laboratorium
Mikrobiologi IPB, atas dukungan, motivasi, dan bantuannya selama penelitian ini.
Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Bapak Waryo,
Ibu Nurmi, dan adikku tercinta Noor Agustiani dan Muhammad Noor Zakaria atas
doa, dukungan, kasih sayang dan semangat yang diberikan.Terima kasih untuk
kebersamaan yang singkat, penuh makna, dan sangat indah teruntuk teman-teman
seperjuangan di Pascasarjana Mikrobiologi IPB angkatan 2013.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016


Noor Andryan Ilsan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Aktinomiset dan Potensinya
Mikrob Filosfer
Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) pada Padi
Penyakit Blas pada Padi
Gen 16S rRNA
Poliketida Sintase Tipe I
3 METODE
Kerangka Penelitian

Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Metode Isolasi Aktinomiset Filosfer Padi
Uji Penghambatan Isolat Aktinomiset Filosfer Padi terhadap Xoo
Uji Penghambatan Isolat Aktinomiset Filosfer Padi terhadap Po
Uji Reaksi Hipersensitivitas Isolat Aktinomiset Filosfer Padi pada
Daun Tembakau
Uji Patogenisitas Isolat Aktinomiset Filosfer Padi pada Daun Padi
Uji Aktivitas Kitinolitik
Uji Aktivitas Hemolitik
Identifikasi Molekuler Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA
Deteksi Gen PKS Tipe I
Persiapan Aplikasi Agens Pengendali terhadap penyakit HDB di
dalam Rumah Kaca
Rancangan Percobaan Aplikasi Agens Pengendali di dalam Rumah
Kaca
4 HASIL
Karakteristik Aktinomiset Filosfer Padi
Aktivitas Penghambatan Isolat Aktinomiset Filosfer Padi terhadap

Xoo
Aktivitas Penghambatan Isolat Aktinomiset Filosfer Padi terhadap Po
Aktivitas Kitinolitik Aktinomiset Filosfer Padi
Aktivitas Hemolitik Aktinomiset Filosfer Padi
Reaksi Hipersensitivitas dan Uji Patogenisitas
Identifikasi Molekuler Isolat Aktinomiset Filosfer Padi
Profil Gen PKS Tipe I
Aplikasi Aktinomiset Filosfer Padi sebagai Agens Pengendali
terhadap Penyakit HDB di dalam Rumah Kaca
5 PEMBAHASAN

iv
iv
iv
1
1
2
2
2
2
4
6
7
8
8
9
9
9
10
10
10
11
11
12
12
12
12
13
13
13
14
15
15
15
17
19
19
19
20
21
22
23

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

26
26
27
27
44

DAFTAR TABEL
Aktivitas penghambatan aktinomiset filosfer padi terhadap Xoo
menggunakan metode plug agar pada media LA
2 Aktivitas penghambatan supernatan aktinomiset filosfer padi terhadap
Xoo menggunakan metode agar well pada media cair YM dan MNG
3 Aktivitas penghambatan aktinomset filosfer padi terhadap Po
menggunakan metode dual culture dan peracunan media
4 Hasil BlastN sekuen gen 16S rRNA isolat aktinomiset filosfer padi
5 Hasil BlastX seuen gen PKS I iolat STG 15
6 Penghambatan relatif gejala HDB pada tanaman yang diberi formulasi
isolat aktinomiset dan pengaruhnya terhadap tinggi tanaman serta
jumlah anakan pada 14 hari setelah inokulasi Xoo
1

15
17
18
20
22

23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Area permukaan daun (filosfer)
Bentuk adaptasi bakteri filosfer
Penampakan penyakit hawar daun bakteri dan morfologi Xanthomonas
oryzae pv. oryzae
Struktur poliketida sintase tipe I
Diagram alir penelitian
Keragaman morfologi koloni isolat aktinomiset filosfer padi umur ± 10
hari ada media YMA dan keragaman tipe miselia aktinomiset
Zona penghambatan aktinomiset filosfer padi terhadap Xoo
menggunakan beberapa metode
Aktivitas penghambatan isolat aktinomiset filosfer padi terhadap
cendawan Po dengan beberapa metode pada masa inkubasi 7 hari
Respon pertumbuhan hifa Po pada uji antagonis terhadap aktinomiset
filosfer padi menggunakan metode dual culture pada media PDA
Aktivitas kitinolitik isolat aktinomiset filosfer padi
Aktivitas hemolitik isolat aktinomiset filosfer padi pada media agaragar darah
Reaksi hipersensitivitas (HR) pada daun tembakau dan gejala nekrosis
pada padi setelah inokulasi isolat aktinomiset
Pohon filogenetik gen 16S rRNA 6 isolat aktinomiset filosfer padi
Pohon filogenetik gen PKS I isolat STG 15
Gejala HDB ditandai dengan nekrotik di ujung daun pada 14 hari
setelah inokulasi Xoo (38 hari setelah tanam)

4
5
7
9
10
16
17
18
18
19
19
20
21
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Sekuen gen 16s rRNA beserta kromatogram 6 isolat aktinomiset
filosfer padi
Sekuen gen PKS I beserta kromatogram isolat STG 15

32
39

3 Hasil aplikasi aktinomiset filosfer padi dalam menekan gejala HDB di
dalam rumah kaca
4 Bobot kering isolat pada media YM dan MNG
5 Ringkasan semua uji yang dilakukan isolat dalam pencarian agens
pengendali hayati potensial untuk menekan penyakit HDB

41
42
43

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Padi merupakan tanaman yang menjadi bahan baku makanan pokok
masyarakat Asia terutama Indonesia. Produksi padi nasional Indonesia tahun 2014
mencapai 70.61 juta ton gabah kering giling, mengalami penurunan sebanyak 0.67
juta ton (0.94%) dibandingkan dengan tahun 2013 (BPS 2014). Pada tahun 2014,
Indonesia menghasilkan 40 juta ton beras dengan konsumsi beras nasional sekitar
34.4 juta ton. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas
panen seluas 66.93 ribu hektar (0.48%) dan penurunan produktivitas sebesar 0.24
kuintal hektar-1 (0.47%). Salah satu penyebab menurunnya produktivitas padi di
beberapa wilayah Asia dikarenakan penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang
disebabkan Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Beberapa lahan padi
mengalami kehilangan produktivitas 10-20% karena hawar daun bakteri pada
kondisi sedang (Ou 1985), bahkan diatas 50% pada kondisi optimal (Mew et al.
1993). Intensitas penyakit ini meningkat pada musim hujan karena Xoo memasuki
tanaman melalui lubang alami seperti hidatoda, stomata, atau luka (Mew et al.
1984).
Penanggulangan penyakit HDB karena Xoo merupakan masalah serius.
Penggunaan pestisida kimia dalam jangka waktu yang lama dapat memberikan
efek toksik pada hasil produksi dan konsumen (Kumari et al. 2014). Mikrob
sebagai agens pengendali hayati memiliki efisiensi yang tinggi serta aman untuk
manusia dan organisme bukan sasaran. Penggunaannya juga meninggalkan residu
yang sedikit bahkan tidak ada dalam makanan (Usta 2013). Beberapa mikrob
pengendali hayati dilaporkan dapat mengurangi penggunaan senyawa kimia
pertanian (Adesemoye et al. 2009). Sumber mikrob pengendali hayati untuk
patogen tanaman dapat berasal dari tanah (Zarandi et al. 2009) atau filosfer (Wang
dan Ma 2011). Sebagian besar jenis mikrob pengendali hayati yang diisolasi dari
tanah tidak dapat digunakan sebagai agens pengendali secara langsung pada daun.
Komposisi komunitas bakteri yang berbeda pada daun dan akar dibuktikan dengan
gagalnya pengkolonisasi akar seperti Rhizobium dalam mengkolonisasi daun
(O’Brien dan Lindow 1989).
Bagian tanaman diatas tanah secara normal dikolonisasi bermacam bakteri,
khamir dan cendawan. Sedikit jenis mikrob yang dapat diisolasi dari jaringan
tanaman dan sebagian besar berasal dari permukaan tanaman yang sehat. Bagian
aerial yang terkolonisasi mikrob ini disebut filosfer, sedangkan tempat melekatnya
mikrob disebut epifit (Andrews dan Harris 2000). Mikrobiologi filosfer lebih
fokus pada daun. Komunitas mikrob pada daun mencakup banyak genus yang
terdiri atas bakteri, cendawan berfilamen, khamir, alga, dan sedikit protozoa serta
nematoda (Andrews dan Harris 2000). Bakteri merupakan mikrob terpenting yang
mendiami filosfer (Hirano dan Upper 1989).
Aktinomiset merupakan bakteri Gram positif yang diketahui dapat
menghasilkan beragam senyawa bioaktif yaitu sekitar 70% senyawa bioaktif yang
dihasilkan oleh bakteri (Berdy 2005). Aktinomiset mampu menghasilkan beragam
metabolit sekunder dengan beragam fungsi biologi seperti antimikrob, inhibitor
enzim, dan enzim pendegradasi bahan organik (Emmert dan Handelsman 1999).

2
Sejauh ini belum banyak penelitian yang melaporkan tentang aktinomiset asal
filosfer sebagai agens pengendali hayati. Penelitian sebelumnya melaporkan
bahwa aktinomiset filosfer mentimun memiliki aktivitas fungistatik serta filtrat
dari kulturnya dapat menghambat perkecambahan spora cendawan patogen
tanaman Corynespora cassiicola (Wang dan Ma 2011). Hal tersebut mendasari
penelitian ini dalam pencarian agens pengendali hayati asal filosfer padi dalam
mengendalikan Xoo yang menginfeksi tanaman melalui daun. Oleh karena itu,
tujuan penelitian ini adalah mengisolasi dan menyeleksi aktinomiset asal filosfer
padi sebagai agens pengendali hayati untuk mengendalikan Xoo serta diharapkan
mampu menekan penyakit hawar daun bakteri pada padi didalam rumah kaca.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan melakukan skrining aktinomiset filosfer padi yang
memiliki aktivitas antagonistik terhadap Xoo dan Po secara in vitro. Selanjutnya
mengaplikasikan isolat aktinomiset terpilih di dalam rumah kaca untuk
menghambat atau menekan gejala penyakit HDB pada padi.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pencarian agens
pengendali hayati terhadap Xoo penyebab HDB pada padi yang bersifat ramah
lingkungan sebagai pengganti pestisida kimia. Langkah tersebut bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas tanaman padi sehingga dapat mendukung ketahanan
pangan nasional.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Aktinomiset dan Potensinya
Aktinomiset merupakan bakteri Gram positif yang membentuk percabangan
filamen dan spora dengan komposisi basa DNA (Guanin+Sitosin) berkisar antara
63-78% di dalam genomnya. Aktinomiset diklasifikasikan sebagai berikut
(Stackebrandt et al. 1997):
Domain
: Bacteria
Filum
: Actinobacteria
Kelas
: Actinobacteria
Subkelas : Actinobacteridae
Ordo
: Actinomycetales
Secara klasifikasi molekuler, aktinomiset terbagi dalam 10 subordo.
Sebagian besar aktinomiset (95%) beranggotakan genus Streptomyces
(Lachevalier et al 1977). Secara morfologi, koloni aktinomiset yang tergolong
Streptomyces spp. dapat membentuk miselia aerial dan secara mikroskopis

3
memiliki rantai spora seperti kait, spiral, atau heliks (Miyadoh 1997). Adanya
perbedaan pembentukan miselia dan penataan rantai spora tersebut menunjukkan
karakter unik yang dimiliki oleh Streptomyces spp. Aktinomiset yang tidak
membentuk miselia aerial atau hanya membentuk miselia dalam substrat
tergolong ke dalam kelompok non-Streptomyces. Contoh utama aktinomiset
sebagai agens pengendali hayati adalah Streptomyces griseoviridis K61. Strain ini
berasal dari lumut Sphagnum (Tahvonen 1982) yang dilaporkan memiliki
aktivitas antagonistik terhadap bermacam patogen tanaman seperti Alternaria
bassicola, Botrytis cinerea, Fusarium avenaceum, F. culmorum, F. oxysporum,
Pythium debaryanum, Phomopsis sclerotioides, Rhizoctonia solani dan
Sclerotinia sclerotiorum. S. griseoviridis strain K61 digunakan dengan merendam
akar pada tanaman di pot maupun tanaman mentimun di dalam rumah kaca dan
bermacam sayuran lain (Doumbou et al. 2002). MycostopTM (dikembangkan oleh
Kemira Oy) merupakan biofungisida yang mengandung S. griseoviridis sebagai
bahan aktif. Produk ini tersedia di Amerika Serikat dan Eropa. Aktinomiset
memiliki kemampuan luas dalam menghasilkan bermacam enzim ekstraseluler.
Kapasitas aktinomiset dalam menghasilkan enzim ekstraseluler menjadi faktor
penting dalam mengendalikan patogen tanaman. Beberapa korelasi antara
antagonisme cendawan dengan bakteri penghasil kitinase dan glukanase telah
dilaporkan (Fayad et al. 2001). Mekanisme antibiosis aktinomiset sebagai agens
pengendali hayati telah banyak dilaporkan. Gottlieb (1976) juga telah merangkum
bukti bahwa antibiotik dihasilkan oleh beberapa aktinomiset asal mikroflora tanah.
Kasugamisin adalah senyawa hasil metabolit yang bersifat bakterisida dan
fungisida. Kasugamisin ditemukan oleh Umezawa yang berasal dari Streptomyces
kasugaensis (Umezawa et al. 1965). Antibiotik ini berperan sebagai inhibitor
biosintesis protein pada mikrob tetapi tidak pada mamalia serta aktivitas
toksisitasnya sangat baik. Hokko Chemical Industries mengembangkan produksi
bahan aktif kasugamisin untuk mengendalikan blas padi yang disebabkan
cendawan Po dan penyakit Pseudomonas pada pertanian. Polioksin B dan D
diperoleh dari metabolit Streptomyces cacaoi var. asoensis pada tahun 1965 oleh
Isono et al. (1965) sebagai bahan fungisida baru. Mekanisme aksi polioksin
membuat polioksin sangat diterima dalam penggunaannya di lingkungan.
Polioksin menghambat sintesis dinding sel cendawan dengan secara spesifik
menghambat sintesis kitin (Endo dan Misato 1969). Polioksin B digunakan untuk
melawan cendawan patogen pada buah dan sayuran. Polioksin D telah dijual oleh
beberapa perusahaan untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah padi yang
disebabkan oleh Rhizoctonia solani.
Streptomyces violasceusniger YCED9 merupakan contoh potensial
aktinomiset sebagai agens pengendali hayati. S. violasceusniger tersebut diisolasi
pada tahun 1990 dari rizosfer dan berhasil menekan penyakit damping-off pada
selada yang disebabkan Phytium ultimum (Crawford et al. 1993). Penelitian
selanjutnya menunjukkan bahwa agens pengendali hayati tersebut menghasilkan
tiga senyawa antimikrob yaitu nigerisin, geldanamisin dan senyawa fungisida
seperti polien AFA (Anti-Fusarium Activity) yaitu guanidilfungin A.
Streptomyces sp. asal tanah telah dilaporkan dapat mengurangi kejadian
HDB pada musim kemarau (Hastuti et al. 2012). Metode inokulasi Streptomyces
sp. tersebut dengan pelapisan biji diikuti dengan perendaman benih menggunakan
biomassa sel. Filtrat dari kultur yang tahan panas dari Streptomyces philanthi asal

4
rizosfer cabai telah dilaporkan dapat menekan penyakit hawar pelepah yang
disebabkan oleh Rhizoctonia solani pada skala rumah kaca (Boukaew dan
Prasertsan 2014). Filtrat dari kultur S. philanthi yang telah diautoklaf efektif
menekan penyakit hawar pelepah hingga 65%.

Mikrob Filosfer
Tumbuhan didiami oleh mikrob baik di bagian bawah maupun atas tanah.
Filosfer terdiri atas bagian aerial tumbuhan yang didominasi oleh daun. Bagian
atas tumbuhan secara normal dikolonisasi bermacam bakteri (termasuk
aktinomiset), khamir, dan cendawan. Sedikit jenis mikrob yang dapat diisolasi
dari jaringan tumbuhan tersebut, namun banyak diantaranya berasal dari
permukaan tumbuhan sehat. Habitat aerial yang dikolonisasi oleh mikrob ini
disebut filosfer dan tempat melekatnya mikrob disebut epifit. Beberapa penelitian
mengkaji kolonisasi pada tunas dan bunga, tetapi penelitian mikrob filosfer
difokuskan pada daun yang merupakan struktur aerial dominan pada tumbuhan.
Bakteri merupakan mikrob terbanyak yang mengkolonisasi daun dengan rata-rata
106-107 sel (cm2)-1 daun atau >108 sel g-1 daun (Andrews dan Harris 2000). Sejauh
ini bakteri merupakan mikrob paling penting dalam filosfer (Gambar 1).

Gambar 1 Area permukaan daun (filosfer) (Vorholt 2012)
Mikrob epifit terpapar langsung dengan atmosfer dan siklus diurnal. Mikrob
tersebut terpengaruh langsung terhadap cahaya dan tidak langsung terhadap
metabolisme tumbuhan. Kutikula yang menyelubungi bagian epidermis pada sel
tumbuhan dapat mengurangi evaporasi air dan meluruhnya metabolit tumbuhan.
Hal ini menghasilkan lingkungan yang oligotrofik (Vorholt 2012). Di luar aspek
tersebut, terdapat heterogenitas substansi lingkungan pada skala makro dan mikro.
Skala makro dipengaruhi oleh faktor seperti kondisi cuaca, lokasi vegetasi daun
dan komposisi kimia kutikula. Pada skala mikro, keberadaan vena, stomata dan
permukaan tambahan seperti trikoma dan hidatoda merubah ketersediaan nutrisi
(Leveau dan Lindow 2001). Selain keterbatasan nutrisi, mikrob filosfer juga harus

5
bertahan dari radiasi ultraviolet dan ketersediaan air yang rendah dan fluktuatif.
Hal tersebut menyebabkan mikrob menyebar tidak merata di permukaan daun.
Mikrob yang mendiami filosfer berhadapan dengan senyawa antimikrob yang
dihasilkan tanaman atau mikrob lain. Mikrob filosfer juga dapat masuk menuju
apoplas (mikrob tersebut sering disebut endofit) dan memicu plant defence
responses. Patogen tanaman dapat melawan reaksi tersebut dengan memanipulasi
inang setelah mentransfer efektor (Boller dan Felix 2009). Mikrob filosfer
didominasi oleh mikrob komensal, akan tetapi banyak patogen tanaman yang
mengkolonisasi daun sebagai fase awal proses infeksi. Fase tersebut memulai
masuknya bakteri patogen melalui daun (melalui stomata atau hidatoda) kemudian
memulai penyakit (Wilson et al. 1999).
Sumber karbon di atas permukaan daun yang telah diketahui mencakup
karbohidrat, asam amino, asam organik dan gula alkohol (Tukey 1970). Sampai
saat ini belum diketahui pasti mengenai hubungan antara lilin permukaan daun
dengan pertumbuhan mikrob. Bakteri filosfer juga dapat mempengaruhi
ketersediaan nutrisi dengan menghasilkan biosurfaktan yang menyebabkan
kelembapan dan meningkatkan peluruhan substrat (Schreiber et al. 2005). Bakteri
dan cendawan juga dapat menghasilkan hormon tumbuhan mencaup indol-3acetic acid (IAA, juga dikenal sebagai auksin). Terdapat bukti bahwa IAA
meningkatkan ketersediaan nutrisi dengan menstimulasi pelonggaran dinding sel
dan keluarnya sakarida dari dinding sel tumbuhan (Lindow dan Brandl 2003).
Kunci penting keberhasilan pertumbuhan mikrob epifit secara langsung
adalah interaksi dengan anggota komunitas yang lain. Pada komunitas mikrob,
kompetisi untuk ketersediaan ruang dan sumber nutrisi, produksi antibiotik dan
interferensi dengan sistem sinyal sel merupakan mekanisme prinsip yang dimiliki
bakteri dan cendawan dalam melakukan antagonis satu sama lain (Gambar 2)
(Lindow dan Brandl 2003). Meskipun antibiosis merupakan mekanisme yang
paling banyak dipelajari dari agens pengendali hayati berbasis mikrob, telah
diketahui bahwa antibiosis secara in vitro belum tentu sukses secara in planta
dalam mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan patogen (Ji dan Wilson
2002). Saat ini, faktor yang menentukan interaksi antara mikrob epifit dan
perubahan komunitas mikrob masih belum banyak diketahui.

Gambar 2 Bentuk adaptasi bakteri filosfer (Vorholt 2012)

6
Sebagian besar bakteri yang berada di atas permukaan daun bukan
merupakan sel soliter atau berkelompok dengan jumlah yang kecil melainkan
membentuk agregat yang besar (Morris et al. 1998). Agregat ini umumnya berada
di lekukan pada celah antar sel epidermis, sepanjang vena dan dasar trikoma. Pada
lekukan ini mereka menempel menggunakan extracellular polymeric substances
(EPS) (Lindow dan Brandl 2003). EPS berperan dalam mempertahankan
kelembapan permukaan di sekitar bakteri sehingga dapat mengurangi efek
kekeringan pada daun. Filosfer terpapar oksigen dari hasil fotosintesis tanaman
dan juga cahaya sepanjang hari. Akibatnya, mikrob pengkolonisasi filosfer
cenderung terpapar reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak asam
nukleat, protein dan lipid. Mekanisme proteksi terhadap agen tersebut berperan
penting dalam keberlangsungan bakteri epifit seperti produksi pigmen dan aktivasi
mekanisme perbaikan DNA oleh fotoliase (Gunasekera dan Sundin 2006).
Katalase dan superoksida dismutase juga berperan penting dalam detoksifikasi
ROS.

Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) pada Padi
Hawar daun bakteri (HDB) merupakan penyakit pembuluh yang
menghasilkan infeksi sistemik padi dan menghasilkan luka kelabu sampai putih
sepanjang pembuluh. Gejala dapat terlihat pada fase anakan dan kejadian penyakit
meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman dan mencapai puncaknya pada
fase berbunga. HDB yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv.
oryzae (Xoo) merupakan salah satu penyakit padi yang serius. HDB telah
dilaporkan terdapat di beberapa bagian di Asia, Australia Selatan, Afrika dan
Amerika Serikat. Bakteri Xoo merupakan kelompok bakteri Gram negatif, aerob
obligat, optimal pada suhu 25-30 °C, tidak membentuk spora, katalase positif,
tidak dapat mereduksi nitrat dan sedikit memproduksi asam dari karbohidrat
(Nino-liu et al. 2006) serta memproduksi polisakarida ekstraseluler (EPS). EPS
penting dalam formasi droplet eksudat bakteri dari daun yang terinfeksi, sehingga
dapat melindungi dari kekeringan dan membantu penyebaran melalui angin dan
air hujan (Ou 1985). Sel Xoo berbentuk batang pendek dengan ukuran 1-2 x 0.8-1
µm dengan flagel yang monotrik berukuran 6-8 µm x 30 nm. Sel bakteri
diselubungi oleh kapsul lendir. Koloni berbentuk sirkuler, cembung, berwarna
putih hingga kuning seperti jerami dengan permukaan yang halus (Gambar 3)
(Gnanamanickam 2009).
Xoo memasuki daun padi umumnya melalui hidatoda pada ujung dan tepi
daun. Sel dari permukaan daun dapat tersuspensi di dalam air gutasi pada malam
hari dan memasuki tanaman dengan berenang atau secara pasif menuju daun. Xoo
menggandakan diri di dalam ruang interseluler daun kemudian masuk dan
menyebar melalui xilem. Xoo juga dapat masuk ke dalam xilem melalui luka.
Beberapa hari setelah infeksi, sel bakteri dan EPS memenuhi pembuluh xilem
kemudian ooze keluar dari hidatoda. Ooze adalah eksudat Xoo pada permukaan
daun terinfeksi dan merupakan karakteristik penyakit HDB serta sumber inokulum
sekunder. Keberadaan ooze bakteri dari daun yang terinfeksi ditemukan pada
lingkungan yang hangat dan lembab. Ooze ini berkontribusi terhadap
menyebarnya penyakit HDB (Mew et al. 1993).

7
(a)

Gambar 3 Penampakan penyakit hawar daun bakteri dan morfologi Xanthomonas
oryzae pv oryzae. Penyakit HDB di daerah persawahan Situgede,
Bogor (a), koloni Xoo di media padat glucose yeast extract (b) dan
scanning electron micrograph sel Xoo tunggal (bar, 1.0 µm; foto K.
Tsuchiya) (c) (Nino-liu et al. 2006)
Terdapat dua fase penyakit HDB yaitu fase hawar daun dan fase kresek.
Kresek merupakan akibat yang paling merugikan dari penyakit HDB. Tanaman
menjadi berwarna kuning pucat hingga layu selama fase pembenihan hingga fase
anakan awal menghasilkan sebagian hingga keseluruhan gagal panen. Telah
dilaporkan di Filipina, Indonesia dan India diperkirakan mengalami kehilangan
hasil panen hingga 60-75% tergantung cuaca, lokasi dan varietas padi. HDB juga
mengurangi hasil panen dengan menurunkan kualitas biji karena terganggunya
proses pendewasaan tanaman (Ou 1985). Penyakit HDB dapat terjadi pada semua
fase pertumbuhan, lebih umum pada fase anakan hingga fase dewasa
(Gnanamanickam 2009). Di Filipina, Indonesia dan India mengalami kerugian
karena gejala kresek oleh BLB hingga mencapai 60-75% tergantung cuaca, lokasi
dan varietas padi (Ou 1985).
Pencegahan penyakit HDB dapat dimulai dari tahap pembenihan mencakup
disinfeksi biji dan membuang benih yang terinfeksi. Sebelum menanam, sawah
terlebih dahulu disinfeksi dengan membakar jerami hasil musim tanam
sebelumnya. Sebaiknya menghindari pemupukan nitrogen yang berlebihan karena
dapat memicu pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi lebih cepat. Hal ini dapat
mempercepat perkembangan infeksi Xoo (Nino-liu et al. 2006). Agens pengendali
hayati merupakan solusi alternatif yang ramah lingkungan dibandingkan dengan
pengendali kimia. Bakteri antagonis terhadap Xoo memperoleh perhatian penting
sebagai kandidat agens pengendali hayati karena secara umum cepat tumbuh,
penanganan yang relatif mudah serta efektif dalam mengkolonisasi rizosfer
(Gnanamanickam 2009).

Penyakit Blas pada Padi
Penyakit blas padi yang disebabkan oleh cendawan Po menimbulkan gejala
lesi yang terbentuk di daun, batang, malai, biji bahkan akar. Po (teleomorph:
Magnaporthe oryzae) merupakan fase aseksual dari Magnaporthe oryzae. Po
merupakan cendawan golongan askomiset karena memproduksi spora seksual

8
berupa askospora. Spora aseksual berupa konidia diproduksi di dalam lesi dan di
atas kultur pada tangkai terspesialisasi yang dikenal dengan konidiospora. Konidia
terdiri atas tiga sel dan diproduksi di ujung konidiofor. Di lingkungan yang sesuai,
cendawan sporulasi di tengah lesi pada kultivar yang sensitif. Sporulasi juga dapat
terjadi di biji yang terinfeksi. Spora diproduksi di daun yang terinfeksi, malai dan
biji (Gnanamanickam 2009).
Siklus penyakit blas padi dapat dimulai baik dari infeksi akar maupun dari
konidium pada tanah tempat tumbuhnya padi pada genotip yang sensitif untuk
memulai perkembangan lesi daun. Siklus infeksi terus berlanjut pada kondisi
optimal yaitu permukaan daun yang basah dan suhu dingin pada malam hari (1232 °C). Telah diketahui bahwa lesi blas tunggal dapat menghasilkan 20.000
konidia untuk mempertahankan siklus infeksi blas tetap berjalan. Blas leher
merupakan fase serius yang menyebabkan patahnya leher padi dan biji yang tidak
berisi.

Gen 16S rRNA
Terdapat bermacam gen yang digunakan untuk mempelajari filogenetik
suatu mikrob. Gen yang paling banyak digunakan dalam menentukan kekerabatan
mikrob prokariotik adalah gen pengkode 16S rRNA. 16S ribosomal RNA (16S
rRNA) merupakan komponen ribosom prokariotik subunit 30S. Gen yang
mengkode RNA ribosom ini merupakan gen yang terdapat pada semua prokariotik.
Ribosom prokariotik tersusun atas subunit besar (50S) dan subunit kecil (30S).
Subunit ini dibangun oleh protein-protein dan molekul RNA yang disebut RNA
ribosom (rRNA). Terdapat tiga jenis rRNA pada prokariotik yaitu 16S, 23S, dan
5S. Gen pengkode 16S rRNA telah digunakan secara ekstensif untuk analisis
tingkat evolusi berbasis sekuens karena terdistribusi secara universal, berfungsi
secara konstan dan cukup konservatif (tidak mudah untuk berubah) (Madigan et al.
2009). Penempelan messanger RNA (mRNA) pada ribosom prokariot terjadi pada
16S rRNA di bagian subunit 30S, karena pada mRNA prokariot terdapat urutan
basa tertentu yang disebut sebagai tempat pengikatan ribosom (ribosom binding
site) atau urutan Shine-Dalgarno (5’-AGGAGGU-3’). Urutan tersebut spesifik
dikenali oleh 16S rRNA, dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekuen 16S
rRNA berfungsi sebagai sekuen anti-Shine Dalgarno. Gen 16S rRNA berukuran
panjang antara 1500 hingga 1550 pb dan kaya akan basa nitrogen guanin dan
sitosin (G+C) (Moat et al. 2002). Identifikasi gen 16S rRNA dari suatu mikrob
dimulai dengan tahap isolasi DNA genom, amplifikasi menggunakan teknik
polymerase chain reaction (PCR), dan dilanjutkan ke tahap sekuensing untuk
diperoleh urutan basa nukleotida yang kemudian dianalisis lebih lanjut untuk
konstruksi pohon filogenetik.

Poliketida Sintase Tipe I
Poliketida sintase (PKS) adalah kompleks enzim yang mensintesis senyawa
poliketida. Poliketida merupakan kelompok besar produk alami yang berasal dari
bakteri, cendawan dan tanaman seperti tetrasiklin, daunorubisin, eritromisin,

9
rapamisin dan lovastatin. Telah diketahui terdapat tiga tipe PKS yang dihasilkan
bakteri yaitu PKS tipe I, PKS II dan PKS III. PKS I merupakan enzim multifungsi
yang terorganisir dalam modul. Setiap modul memiliki aktivitas yang tidak
berulang dan bertanggung jawab dalam mengkatalisis satu siklus pembentukan
rantai poliketida (Shen 2003) (Gambar 4). Setiap modul PKS I mengkode minimal
tiga domain yaitu ketosintase (KS), asiltransferase (AT) dan acyl carrier protein
(ACP). Terdapat juga enzim tambahan seperti enoilreduktase, dehidratase dan
ketoreduktase yang melibatkan aktivitas pembentukan kelompok β-keto. Semua
domain tersebut berperan dalam program sintesis rantai poliketida baru (Donadio
dan Katz 1992). Beberapa dekade terakhir, skrining produk alami mendapat
perhatian khusus dari peneliti dengan tujuan untuk mencari metabolit aktif yang
memiliki peran biologis, terutama berasal dari aktinomiset. Deteksi sekuen gen
yang melibatkan sintesis metabolit sekunder telah diketahui, termasuk gen
pengkode PKS I (Ayuso-Sacido et al. 2004).

Gambar 4 Struktur poliketida sintase tipe I (Shen 2003)

3 METODE
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian meliputi isolasi aktinomiset filosfer padi kemudian
dilanjutkan dengan uji penghambatan isolat tersebut terhadap Xoo dan Po secara
in vitro. Isolat terpilih diuji reaksi hipersensitivitas tembakau dan uji patogenisitas
terhadap padi. Selanjutnya isolat diuji aktivitas kitinolitik dan hemolitiknya. Isolat
terpilih diidentifikasi berdasarkan gen 16S rRNA. Tahap terakhir adalah uji
aplikasi agens pengendali dalam menekan penyakit HDB di dalam rumah kaca
(Gambar 5).

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 hingga Agustus 2015
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IPB dan Rumah Kaca IPB, Cikabayan, Bogor.

10
Isolasi aktinomiset asal filosfer padi
Skrining aktivitas antagonistik isolat aktinomiset terhadap Xoo dan Po, uji
reaksi hipersensitivitas, uji patogenisitas uji kitinase, dan uji hemolisis

Isolat aktinomiset filosfer terpilih
Uji aplikasi isolat di
dalam rumah kaca

Identifikasi molekuler
berdasarkan gen 16S rRNA

Deteksi gen
PKS I

Gambar 5 Diagram alir penelitian

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah media Humic Acid Vitamin Agar (HV), Yeast
Malt Extract (YM), Luria Bertani (LB), Luria Bertani Agar (LA), Modified
Nutrient Glucose (MNG), Potato Dextrose Agar (PDA), dan kit isolasi genom
bakteri dari Geneaid. Alat yang digunakan adalah Laminar Air Flow (LAF),
sentrifugator, vortex, Thermal cycler, mesin elektroforesis, inkubator bergoyang
serta alat-alat yang umum digunakan dalam percobaan mikrobiologi. Isolat
patogen yang digunakan adalah Xoo strain 8004 dan Po.

Prosedur Penelitian
Metode Isolasi Aktinomiset Filosfer Padi
Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 25 Juli 2014 di lahan padi
Situgede, Bogor. Metode isolasi aktinomiset filosfer menggunakan metode
pencucian (Jacques dan Morris 1995). Tanaman padi sehat masing-masing
berumur 1 bulan (fase vegetatif), 2 bulan (fase generatif) dan 3 bulan (fase
generatif) diambil dari lahan pertanian yang terdapat gejala padi terserang HDB
dan blas menggunakan plastik steril. Sebanyak 10 g daun padi dipotong menjadi
bagian kecil kemudian dimasukkan ke dalam botol berisi 90 mL garam fisiologis
steril, selanjutnya dihomogenkan selama 1 jam. Kemudian aktinomiset diisolasi
dengan teknik cawan sebar pada pengenceran 10-1-10-4 menggunakan media
Humic Acid Vitamin Agar (CaCO3 0.02 g l-1, FeSO4 0.01 g l-1 , MgSO4 0.05 g l-1,
Na2HPO4 0.5 g l-1, KCL 1.7 g l-1 , Agar 20 g l-1). Sebanyak 40 mL stok Humic
Acid (1 g Humic acid dimasukkan dalam 40 mL NaOH 0.4%) ditambahkan pada 1
L media. Sebanyak 5 mL Vitamin B (0.25 g Vit. B dicampurkan ke dalam 200
mL akuades steril) dimasukkan ke dalam 1 L media. Daun diberi perlakuan panas
di dalam oven pada suhu 70 °C selama 15 menit. Sebanyak 50 ppm asam
nalidiksat dan 50 ppm sikloheksimida ditambahkan pada media isolasi.
Tumbuhnya isolat diamati pada 2-3 minggu masa inkubasi. Isolat yang diperoleh
kemudian dimurnikan pada media padat Yeast Malt Extract (YM).

11
Uji Penghambatan Isolat Aktinomiset Filosfer Padi terhadap Xoo
Uji penghambatan isolat aktinomiset terhadap patogen tanaman padi
penyebab penyakit HDB (Xoo) menggunakan metode plug agar. Strain patogen
yang digunakan adalah Xoo 8004 yang diperoleh dari Balai Besar Litbang
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BBIOGEN), Bogor, Jawa
Barat, atas kebaikan Dr. Alina Akhdiya. Inokulum Xoo uji yang digunakan
memiliki kepadatan 107 CFU mL-1 dengan OD 0.6 pada panjang gelombang 530
nm menggunakan spektrofotometer UV-vis. Kultur bibit Xoo ditumbuhkan pada
media LB dengan waktu inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C diatas inkubator
bergoyang dengan kecepatan 150 rpm. Kemudian 1 mL kultur bibit dicampurkan
pada 100 mL media LA, selanjutnya dituang pada cawan Petri. Plug agar yang
berisi kultur aktinomiset pada media padat YM dengan masa inkubasi 7 hari
dipindahkan dengan pelubang berdiameter 6 mm sesaat setelah media bibit
tersebut memadat. Kemudian media antagonis diinkubasi selama 24 dan 48 jam
untuk melihat adanya zona penghambatan. Aktivitas antagonistik supernatan
isolat terhadap Xoo diuji menggunakan metode agar well. Isolat aktinomiset
dikulturkan pada media cair YM dan MNG sebanyak 50 mL dengan inkubasi
selama 7 hari pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 150 rpm. Kultur isolat
selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 8880 x g selama 20 menit. Sebanyak
90 µL supernatan dimasukkan kedalam sumuran pada media LA berisi Xoo.
Sumur dibuat dengan melubangi media menggunakan pelubang steril berdiameter
6 mm. Zona bening diamati setelah inkubasi selama 24 dan 48 jam.
Uji Penghambatan Isolat Aktinomiset Filosfer Padi terhadap Po
Uji penghambatan isolat aktinomiset terhadap Po menggunakan metode
dual culture (El-Tarabily et al. 2000). Isolat Po diperoleh dari Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, atas kebaikan Dr. Abdjad Asih
Nawangsih. Isolat aktinomiset digores pada media PDA dengan jarak 3 cm dari
koloni cendawan Po. Koloni Po diambil menggunakan pelubang steril
berdiameter 6 mm. Pengamatan interaksi diamati setelah 7 hari masa inkubasi
pada suhu 37 °C. Persentase penghambatan dihitung menggunakan rumus berikut:
Penghambatan

B
B

x

A adalah panjang pertumbuhan cendawan dengan adanya koloni isolat
aktinomiset dan B adalah panjang pertumbuhan cendawan sebagai kontrol.
Aktivitas antagonistik supernatan isolat aktinomiset terhadap Po diuji
menggunakan metode peracunan media. Isolat aktinomiset dikulturkan pada
media cair YM dan MNG sebanyak 50 mL dengan inkubasi selama 7 hari pada
inkubator bergoyang dengan kecepatan 150 rpm. Kultur isolat disentrifugasi
dengan kecepatan 8880 x g selama 20 menit kemudian memisahkan supernatan
dengan pelet. Sebanyak masing-masing 5 mL dan 10 mL supernatan dicampurkan
ke dalam 10 mL PDA steril yang belum memadat kemudian dituangkan ke dalam
cawan. Selanjutnya Po berdiameter 6 mm dipindahkan ke tengah cawan berisi
campuran PDA dengan supernatan. Persentase penghambatan pertumbuhan hifa
dihitung menggunakan formula:

12
Persentase penghambatan pertumbuhan hifa

-

r

x

R adalah jari-jari koloni Po pada PDA tanpa adanya supernatan (kontrol)
dan r adalah jari-jari koloni Po pada PDA dengan adanya supernatan isolat.
Pengamatan dilakukan setelah 7 hari inkubasi (Boukaew dan Prasertsan 2014).
Penghambatan pertumbuhan hifa Po diamati menggunakan mikroskop cahaya
dengan perbesaran 400x.
Uji Reaksi Hipersensitivitas Isolat Aktinomiset Filosfer Padi pada Daun
Tembakau
Isolat aktinomiset ditumbuhkan pada media YM cair dengan masa inkubasi
7 hari pada suhu 37 °C diatas inkubator bergoyang dengan kecepatan 150 rpm.
Sumber inokulum berasal dari koloni gores pada media padat YM masa inkubasi
7 hari yang dipindahkan menggunakan pelubang steril berdiameter 6 mm.
Kepadatan sel kultur cair tersebut dihitung menggunakan metode hitung cawan.
Kultur yang diinjeksikan pada tembakau merupakan kultur dengan kepadatan
minimal 106 CFU mL-1. Kultur diinjeksikan pada bagian bawah daun (bagian
daun diantara dua vena mayor) menggunakan syringe steril (Zou et al. 2006).
Kontrol positif yaitu kultur Xoo sedangkan kontrol negatif yaitu E. coli DH5α.
Tanaman tembakau diinkubasi selama 2 hari pada sungkup plastik. Pengamatan
dengan melihat adanya nekrosis pada jaringan bagian daun yang terinjeksi. Gejala
nekrosis yang muncul pada jaringan daun menandakan isolat aktinomiset yang
diinjeksikan memiliki potensi sebagai patogen tanaman.
Uji Patogenisitas Isolat Aktinomiset Filosfer Padi pada Daun Padi
Kultur cair isolat aktinomiset pada media cair YM dengan kepadatan koloni
minimal 106 CFU mL-1 dipersiapkan untuk uji reaksi hipersensitivitas pada
tanaman padi IR64. Padi yang digunakan berumur 2 bulan. Daun padi dipotong
menggunakan gunting yang telah direndam kultur cair isolat. Kemudian daun
yang telah dipotong tersebut direndam kultur cair isolat selama 10 detik (Krishanti
et al. 2015). Tanaman padi diinkubasi selama 14 hari di dalam rumah kaca.
Pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya nekrosis pada jaringan bagian
ujung daun sampai bagian bawah mendekati tanah. Gejala nekrosis yang muncul
pada jaringan daun menandakan isolat aktinomiset tersebut memiliki potensi
sebagai patogen tanaman padi.
Uji Aktivitas Kitinolitik
Isolat aktinomiset digoreskan pada media kitin padat (3 g koloidal kitin, 1 g
K2HPO4, 0.2 g MgSO4.7H2O, 1 g yeast extract, 20 g agar dan 1 L akuades).
Inkubasi dilakukan selama 6 hari pada suhu 37 °C. Pengamatan dilakukan dengan
melihat adanya zona bening di sekitar koloni yang mengindikasikan kelarutan
kitin oleh isolat (Tahtamouni et al. 2006).
Uji Aktivitas Hemolitik
Isolat aktinomiset digoreskan pada media agar-agar darah (5% darah domba
dan 2.5% NaCl). Inkubasi dilakukan selama 3 hari pada suhu 37 °C. Pengamatan
dilakukan dengan melihat adanya zona bening di sekitar koloni. Terbentuknya

13
zona bening menandakan adanya aktivitas hemolitik oleh isolat (Garcia-Bernal et
al. 2015).
Identifikasi Molekuler Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA
DNA genom bakteri diekstraksi menggunakan kit ekstraksi Genomic DNA
Mini Kit (Blood/Cultured Cell). Sekuen gen 16S rRNA diamplifikasi
menggunakan primer universal gen 16S rRNA untuk domain bakteri 63f (5’-CAG
GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan 387r (5’-GGG CGG WGT GTA CAA
GGC-3’) (Marchesi et al. 1998) dengan panjang target amplikon ~1300 pb.
Komposisi reaksi campuran PCR untuk volume total 50 µL terdiri atas Go Taq
Green 25 µL, primer reverse dan forward masing masing 4 µL, DNA 8 µL dan
nuclease free water 9 µL. Kondisi PCR diawali dengan inisial denaturasi selama 4
menit pada suhu 94 °C diikuti dengan proses 30 siklus denaturasi selama 30 detik
pada suhu 94 °C, annealing selama 30 detik pada suhu 55 °C, elongation selama 1
menit pada suhu 72 °C dan final elongation selama 7 menit pada suhu 72 °C.
DNA genom maupun produk PCR dielektroforesis untuk mengetahui
ukuran dan kualitas produk yang dihasilkan. Elektroforesis dilakukan dengan
menggunakan gel agarosa 1% dan migrasi pada 80 V selama 45 menit.
Selanjutnya gel direndam di dalam Ethidium Bromide (EtBr) selama 15 menit
kemudian divisualisasi di atas UV transilluminator. Selanjutnya produk PCR
disekuensing melalui jasa sekuensing First Base. Hasil sekuensing disejajarkan
dengan data GenBank menggunakan program Basic Local Alignment Search ToolNucleotida (BlastN) dari situs National Center for Biotechnology Information
(NCBI). Analisis filogenetik dilakukan menggunakan program MEGA 6.0 dengan
metode Neighbour Joining (NJ) dengan bootstrap 1000X.
Deteksi Gen PKS tipe I
Amplifikasi gen penyandi enzim poliketida sintase tipe I (PKS I) dari isolat
aktinomiset dilakukan menggunakan primer oligonukleotida degenerasi dengan
sekuen domain K1 adalah: 5’-TSAAGTCSAACATCGGBCA-3’, M6R: 5’CGCAGGTTSCSGTACCAGTA-3’ (Ayuso-Sacido dan Genilloud 2005). Reaksi
PCR dilakukan sebanyak 35 siklus yang terdiri atas beberapa tahap yaitu predenaturasi selama 5 menit dan denaturasi selama 1 menit pada suhu 94 °C,
annealing pada 50 °C selama 1 menit, elongation pada 72 °C selama 1 menit dan
final elongation pada 72 °C selama 10 menit. Hasil amplikon menunjukkan pita
berukuran 1300 pb. Produk amplifikasi dianalisis dengan elektroforesis pada 1%
(w/v) gel agarosa yang diwarnai dengan EtBr.
Persiapan Aplikasi Agens Pengendali terhadap penyakit HDB di dalam
Rumah Kaca
Sebanyak 100 g bibit padi IR64 direndam ke dalam natrium hipoklorit 2%,
kemudian dikocok selama 2 menit. Bibit dibilas dengan akuades steril selama 2
menit dengan 3 kali pengulangan kemudian bibit direndam dengan akuades steril
selama 24 jam. Bibit dipindahkan ke atas kapas lembap steril. Benih yang tumbuh
dipindahkan ke dalam wadah berisi media tanam steril. Setelah benih
ditumbuhkan pada media tanam selama 15 hari, benih dipindahkan ke dalam
ember (diameter 25 cm, tinggi 25 cm) berisi campuran tanah persawahan 3 kg dan
pupuk kandang sebanyak 300 g.

14
Sebanyak enam isolat yang digunakan untuk aplikasi (STG 1, STG 2, STG 4,
STG 8, STG 11, STG 15) terlebih dahulu dimutasi spontan menggunakan
rifampisin hingga konsentrasi 75 µg mL-1 (Wahyudi et al. 2011). Sebanyak dua
formulasi yang digunakan pada aplikasi di dalam rumah kaca yaitu pelet dan
supernatan. Formulasi pelet dipersiapkan dengan menumbuhkan isolat pada 100
mL media cair YM/MNG selama 7 hari pada suhu 37 °C dengan inkubator
bergoyang pada kecepatan 150 rpm. Kultur disentrifugasi pada kecepatan 3820 x
g selama 20 menit untuk memisahkan supernatan dari pelet. Pelet dan supernatan
dicampurkan dengan perbandingan 1:1, kemudian sebanyak 40 mL pada
campuran tersebut ditambahkan 1% arabik gum (Hastuti et al. 2012). Formulasi
kedua yaitu menggunakan supernatan. Supernatan dipersiapkan dengan
menumbuhkan isolat pada 100 mL media cair YM/MNG menggunakan inkubator
bergoyang pada suhu 37 °C. Setelah 7 hari inkubasi, kultur cair disentrifugasi
pada 3820 x g selama 20 menit kemudian supernatan dipisahkan dengan pelet
(Boukaew dan Prasertsan 2014).