Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Mempertahankan Kabupaten Karawang Sebagai Kontributor Beras Nasional

MODEL SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN UNTUK
MEMPERTAHANKAN KABUPATEN KARAWANG SEBAGAI
KONTRIBUTOR BERAS NASIONAL

ALWAN RAFIUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Spasial
Perubahan Penggunaan Lahan untuk Mempertahankan Kabupaten Karawang
Sebagai Kontributor Beras Nasional adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Alwan Rafiuddin
NIM A156120061

RINGKASAN
ALWAN RAFIUDDIN. Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Untuk
Mempertahankan Kabupaten Karawang Sebagai Kontributor Beras Nasional.
Dibimbing oleh WIDIATMAKA dan KHURSATUL MUNIBAH.
Kabupaten Karawang merupakan penghasil surplus produksi beras,
sehingga menjadi salah satu lumbung padi di Jawa Barat yang mampu
berkontribusi ke wilayah lainnya di Indonesia. Namun, besarnya perubahan
penggunaan lahan sawah mempengaruhi kemampuan Kabupaten Karawang dalam
berkontribusi tersebut. Menurut Widiatmaka et al. (2013), surplus produksi beras
yang dapat disumbangkan Kabupaten Karawang menurun terus-menerus dalam
periode 2000 hingga 2011. Pada tahun 2000 Kabupaten Karawang dapat
memberikan kontribusi 59.7%, dan pada tahun 2011 hanya sekitar 49.8% atau
mengalami penurunan 10%. Salah satu penyebab utama terjadinya penurunan
suplus produksi beras tersebut adalah konversi lahan pertanian dengan tanah subur

termasuk sawah irigasi menjadi lahan non-pertanian seperti wilayah industri dan
perumahan.
Untuk kebutuhan surplus produksi beras yang akan datang, diperlukan
upaya yang sangat penting untuk dapat menghentikan penurunan secara kontinyu
areal sawah, karena apabila fenomena penurunan luas lahan sawah seperti yang
dijelaskan di Kabupaten Karawang, terjadi pada semua sentra produksi padi di
Pulau Jawa, maka dikhawatirkan kedaulatan pangan nasional akan terancam.
Dengan demikian, diperlukan analisis pemodelan spasial perubahan penggunaan
lahan yang dapat memberikan pilihan solusi berupa beberapa skenario dengan
asumsi ekstensifikasi lahan sawah yang mengacu pada alokasi lahan sawah
eksisting, kesesuaian lahan sawah, dan kawasan tanaman pangan pada RTRW
Kabupaten Karawang, sehingga akhirnya dapat dibuat arahan kebijakan
penggunaan lahan untuk mempertahankan lahan sawah di Kabupaten Karawang
sebagai salah satu lumbung padi di Jawa Barat dan penyuplai beras nasional untuk
kedaulatan pangan.
Dalam pengendalian perubahan penggunaan lahan tersebut, diperlukan
prediksi perubahan penggunaan lahan mendatang secara spasial. Menurut Verburg
et al. (2002), model Conversion of Land Use and its Effect at Small Regional
Extent (CLUE-S) dapat memodelkan perubahan penggunaan lahan berdasarkan
faktor-faktor peubah yang mempengaruhinya dengan wilayah studi yang cukup

luas. Untuk dapat membuat pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan
dalam mempertahankan Kabupaten Karawang sebagai kontributor beras nasional,
maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis pola penggunaan lahan dan
perubahannya, (2) Membuat model spasial perubahan penggunaan lahan untuk
memprediksi penggunaan lahan, (3) Menganalisis neraca pangan untuk
permintaan beras, (4) Menyusun arahan kebijakan penggunaan lahan yang dapat
mempertahankan Kabupaten Karawang sebagai kontributor beras nasional dalam
rangka mewujudkan kedaulatan pangan.
Penelitian berlokasi di wilayah Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.
Penelitian dilaksanakan selama 20 bulan. Data yang digunakan dalam penelitian,
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu data primer dan sekunder. Penelitian

ini menggunakan metode interpretasi citra secara On Screen Digitation untuk
klasifikasi penggunaan lahan dan menguji tingkat ketelitiannya dengan
menghitung nilai Kappa Accuracy. Pada tahap selanjutnya melakukan validasi
peta penggunaan lahan untuk di masukkan dalam model CLUE-S. Perhitungan
neraca pangan digunakan untuk menghitung permintaan beras di Kabupaten
Karawang. Penyusunan arahan kebijakan lahan pertanian pangan berkelanjutan
meliputi tahap hasil simulasi model penggunaan lahan tahun 2033 dan prediksi
neraca pangan berdasarkan semua skenario dari model CLUE-S, kemudian

skenario terpilih dijadikan arahan kebijakan untuk penyempurnaan RTRW
Kabupaten Karawang.
Penggunaan lahan yang dijumpai di Kabupaten Karawang terdiri dari
tubuh air, hutan, perkebunan atau kebun campuran, pertanian lahan kering,
permukiman atau lahan terbangun, sawah, tambak dan penggunaan lahan tidak
produktif. Penggunaan lahan tahun 2000 sampai tahun 2013 mengalami
perubahan secara dinamis, tetapi penggunaan lahan sawah masih tetap dominan,
meskipun jumlah luasan terus berkurang setiap tahunnya. Pola perubahan
penggunaan lahan yang terjadi didominasi pada lahan sawah dan pertanian lahan
kering menjadi permukiman.
Model spasial CLUE-S pada studi Kabupaten Karawang, digunakan untuk
memprediksi penggunaan lahan masa mendatang dengan tingkat ketelitian 89%.
Dari tiga skenario pemodelan yang digunakan, yaitu : skenario pertama (tanpa
adanya batasan kebijakan spasial), skenario kedua (menggunakan batasan
kebijakan lahan sawah eksisting sesuai dengan kawasan budidaya tanaman pangan
pada RTRW, dan skenario ketiga (menggunakan batasan kebijakan lahan sawah
eksisting yang berada pada kawasan budidaya tidak berubah kecuali yang berada
di kawasan permukiman dan industri pada RTRW Kabupaten Karawang)
menunjukkan bahwa skenario ketiga dapat menahan laju konversi lahan sawah
sampai 9.9% dari tahun 2013.

Berdasarkan perhitungan neraca pangan, Kabupaten Karawang selama
periode tahun 2000 sampai 2013 mengalami surplus produksi beras. Namun,
terjadi penurunan sebesar 4%, tetapi pada tahun 2013 masih dapat berkontribusi
sebesar 53% ke wilayah lain di sekitarnya. Jika penurunan ini terjadi di seluruh
sentra produksi beras di pulau Jawa, maka dapat mengancam kedaulatan pangan
nasional dalam jangka panjang.
Arahan kebijakan penggunaan lahan sampai tahun 2033 didasarkan pada
hasil skenario 3 dengan penerapan 4 instrumen pengendalian Rencana Tata Ruang
Wilayah, yaitu perijinan dilakukan sesuai aturan, pemberian insentif dan
disinsentif pada lahan pertanian pangan, sanksi yang tegas, dan penerapan Undang
Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, dan didukung oleh peraturan zonasi seperti mengeluarkan
Peraturan Bupati terkait lahan pertanian abadi.
Keyword : Arahan kebijakan, Model CLUE-S, Neraca pangan, Penggunaan lahan.

SUMMARY
ALWAN RAFIUDDIN. The Spatial Model of Land Use Change to Maintain The
Karawang Regency As a Rice Contributor. Supervised by WIDIATMAKA and
KHURSATUL MUNIBAH
Karawang Regency is a producer of surplus rice production, thus

becoming one of the barns in West Java, which is able to contribute to other parts
of Indonesia. However, the magnitude of the changes in land use affects the
ability of the rice paddies Karawang in to contribute. According to Widiatmaka et
al. (2013), surplus rice production, which can be donated by Karawang declined
continuously in the period 2000 through 2012. In 2000, Karawang can contribute
37.1%, and in 2011 just around 30.9% or decreased 10%. One of the main causes
of decline surplus rice production is the conversion of agricultural land with fertile
land, including paddy irrigation, land non-agriculture become such as industrial
and residential areas.
For the next surplus rice production needs, a very important effort is
needed to be able to stop the decline in acreage of rice fields continuously,
because when the phenomenon of widespread decline in paddy fields as described
in Karawang, occurs in all the rice production center on the island of Java, then
feared national food sovereignty would be threatened. Thus, It is necessary to
provide an analysis of spatial modeling land use changes that can provide a
solution in the form of several scenarios assuming extending paddy fields refers to
the allocation of paddy fields existing, suitability of paddy fields, and spatial
planning for paddy field in the Karawang regency, so that it can eventually made
land use policy directives to maintain wetland in Karawang Regency, as one of
the barns in West Java and the national rice suppliers for sovereignty food.

In the control of land use change, it is necessary to predict the upcoming
land use change in spatial. According to Verburg et al. (2002), a model of
Conversion of Land Use and its Effects at Small Regional Extents (CLUE-S) can
model the land use change based on factors that affected it in the area of the
independent study. To be able to create spatial modeling land use change in
maintaining Karawang Regency as a contributor of national rice, then the purpose
of this research is: (1) analyzing the patterns of land use and its changes, (2) create
a spatial model of land use change for predict land use, (3) analyze the balance of
food to demand rice, (4) Compiling land use policy directives that can sustain the
Karawang Regency as a contributor of national rice in order to realize food
sovereignty.
The study area is located in Karawang, West Java province. Research
conducted over the past 20 months. The data used in the study, are grouped into
two categories, namely primary and secondary data. This research using the
method of interpretation of the imagery On Screen Digitation to classification of

land use and test the level of thoroughness by calculating the value of Kappa
Accuracy. At a later stage conduct land use map for validation in put in CLUE-S
model. Food balance sheets calculations used to calculate the demand for rice in
Karawang Regency. Drafting referrals of agricultural land sustainable food policy

covers the stages of land use model simulation results the year 2033 and
predictions based on food balance sheets all scenarios from models of CLUE-S,
then the selected scenario made the referral policy to the consummation RTRW
Karawang.
Land use found in Karawang consists of a body of water, forest, plantation
or mixed farm, dry land farming, settlement or built area, fields, ponds and
unproductive land. Land use 2000 to 2013 changes dynamically, but the use of
paddy fields still remain dominant, although the number of extents dwindling each
year. Patterns of land use change which occurs predominantly in the paddy fields
and dryland farming into settlement area.
The spatial model of CLUE-S on the study of Karawang, is used to predict
future land uses with the level of accuracy of 89%. There are three scenarios
modeling are used, namely: the first scenario (without any limitation of spatial
policy), the second scenario (using the existing paddy fields policy restrictions in
accordance with the area of cultivation of food crops on RTRW, and the third
scenario (using the existing paddy fields policy restrictions in the area of
unchanged cultivation unless that is in the settlements and industrial on RTRW
Karawang) shows that the third scenario can withstand the rate of conversion of
paddy fields to 9.9% from 2013.
Based on the calculation of the food balance, Karawang during the period

from 2000 to 2013 experienced surplus rice production. However, there was a
decrease of 4% in 2013, but it can still account for 53% to other areas in the
vicinity. If this decline occurs around the center of rice production in Java, then it
can threaten national food sovereignty in the long period.
The direction of land use policy until the year 2033 is based on the results
of scenario 3 with 4 instrument control application of Spatial Plan Area, i.e.
permitting done according the rules, granting incentives and disincentives on farm
food, strict sanctions, and application of Act No. 41 in 2009 on the protection of
agricultural land sustainable food, zoning regulations and supported by such
issued regulation Regent associated agricultural land.
Keyword: CLUE-S model, Food balance, Land use, Policy direction.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
UNTUK MEMPERTAHANKAN KABUPATEN KARAWANG
SEBAGAI KONTRIBUTOR BERAS NASIONAL

ALWAN RAFIUDDIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada ujian tesis: Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus


Judul Tesis : Model
Spasial
Perubahan
Penggunaan
Lahan
untuk
Mempertahankan Kabupaten Karawang sebagai Kontributor
Beras Nasional
Nama
: Alwan Rafiuddin
NIM
: A156120061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Widiatmaka, DAA
Ketua

Dr Khursatul Munibah, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Ernan Rustiadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
29 April 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah
perubahan penggunaan lahan, dengan judul Model Spasial Perubahan Penggunaan
Lahan Untuk Mempertahankan Kabupaten Karawang Sebagai Kontributor Beras
Nasional
Penulisan karya ilmiah ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan doa
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr Widiatmaka, DAA dan Dr Khursatul Munibah, MSc selaku Ketua dan
Anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan
yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini.
2. Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus, MSc selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan perbaikan dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
3. Dr Ir Ernan Rustiadi, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB, serta Bapak/Ibu dosen pengajar dan staf
akademik di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana
IPB.
4. Prof Dr Kukuh Murtilaksono, MSc, Dr Boedi Tjahjono, MSc, Dr Ir
Muhammad Ardiansyah yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis
untuk melanjutkan studi S2 di IPB.
5. Orang tuaku tercinta Dr Ir Sitti Marwah MSi dan Dr Ir La Ode Alwi MSi atas
segala curahan kasih sayangnya, kesabaran dan doa yang selalu senantiasa
dipanjatkan.
6. Adik-adikku Astriwana, Sitti Alvianti, dan Aljumriana yang selalu
memberikan doa, dorongan dan dukungannya selama ini.
7. Rekan-rekan PWL angkatan 2012 yang selama ini berjuang bersama-sama
dan saling menyemangati dalam menyelesaikan studi di IPB.
8. Ahmad Firman Ansari, M.Si, Afrianto Putra Ramdani, M.Si, Rani Yudarwati,
M.Si atas kesediaan meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis
terkait penyelesaian penelitian ini.
9. Mas Tri Budiarto dan Aulia Kirana yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu penulis melakukan validasi data di lapangan.
10. Teman-teman di Divisi Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Mba Nurul,
Mba Reni, Mba Nina, Miranti, Luluk, dan Diah yang sudah membantu dan
memberikan semangat kepada penulis dalam penulisan tesis ini sampai
selesai.
Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga
dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, Semoga karya
ilmiah ini menjadi sumbangsih penulis terhadap ilmu pengetahuan dan berguna
bagi semua pihak yang membutuhkan. Terima kasih.
Bogor, Juni 2016
Alwan Rafiuddin

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kedaulatan Pangan
Penggunaan dan Penutupan Lahan
Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan
Model Perubahan Penggunaan Lahan
Sistem Informasi Geografis
Penginderaan Jauh
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Pengumpulan Data
Rancangan Penelitian
Teknik Analisis Data
Analisis pola perubahan penggunaan lahan
Penyusunan model spasial penggunaan lahan untuk prediksi
penggunaan lahan ke depan
Analisis neraca pangan untuk permintaan beras
Arahan kebijakan penggunaan lahan ………………………
4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Letak Administrasi.
Kondisi Fisik Wilayah
Topografi
Iklim….
Geologi……………….
Tanah
Penggunaan Lahan……
Hidrologi…….
Kelas Kesesuaian Lahan Sawah
Rencana Tata Ruang Wilayah….
Sosial Budaya dan Ekonomi.

vii
vii
viii
1
1
2
3
3
4
5
5
6
7
7
10
11
11
11
12
12
13
13
16
17
22
23
23
23
25
25
26
28
30
32
32
34
34
37

Kependudukan.
Budaya….
Pendidikan….
Perekonomian….
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Penggunaan Lahan dan Pola Perubahannya.
Penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan
Pola perubahan penggunaan lahan
Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan...
Analisis Neraca Pangan
Arahan Kebijakan Penggunaan Lahan….
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan....
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

37
37
38
39
39
39
39
43
45
56
58
59
59
60
60
64
89

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Matriks hubungan antara tujuan, jenis data, sumber data, teknik
analisis dan hasil yang diharapkan
Matriks kesalahan (Error Matrix)
Luas kebutuhan penggunaan lahan per tahun
Matriks prioritas dan skenario
Luas wilayah tiap kecamatan di Kabupaten Karawang
Kelas ketinggian di Kabupaten Karawang
Kelas penyebaran curah hujan tahunan Kabupaten Karawang
Luas dan persentase kelas geologi Kabupaten Karawang
Jenis dan luas tanah di Kabupaten Karawang
Luas penggunaan lahan di Kabupaten Karawang tahun 2013
Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Kabupaten/Kota
Luas dan persentase penggunaan dan tutupan lahan Kabupaten
Karawang tahun 2000 - 2013
Matriks perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan Kabupaten
Karawang tahun 2003, 2007, 2010 dan 2013
Pola dominan perubahan penggunaan lahan
Kebutuhan penggunaan lahan periode tahun 2003-2013
Nilai elastisitas masing-masing jenis penggunaan lahan
Matrik konversi tiap jenis penggunaan lahan
Hasil regresi logistik biner β dari penggunaan lahan tahun 2003
Luas penggunaan lahan tahun 2013-2033
Hasil regresi logistik biner (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun
2013
Luas peggunaan lahan tahun 2013 dan luas skenario tahun 2033
Perhitungan surplus beras pada lahan sawah di Kabupaten Karawang
Implementasi hasil skenario terhadap ketersediaan beras

15
16
19
21
24
26
28
29
31
32
33
40
42
44
45
46
46
47
49
50
55
56
58

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kerangka pemikiran penelitian
Peta lokasi penelitian
Diagram alir penelitian
Struktur penyusunan model spasial penggunaan lahan tahun 2013 dan
model tahun 2033
Peta administrasi Kabupaten Karawang
Peta kelas ketinggian Kabupaten Karawang
Peta lereng Kabupaten Karawang
Peta kisaran curah hujan tahunan Kabupaten Karawang
Peta geologi Kabupaten Karawang
Peta sebaran jenis tanah Kabupaten Karawang
Peta penggunaan lahan Kabupaten Karawang tahun 2013
Peta kesesuaian lahan untuk sawah Kabupaten Karawang
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang 2011-2031

4
12
14
18
24
25
26
27
30
31
33
35
36

14 Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan tahun 2009
sampai 2013
15 Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan Kabupaten Karawang
tahun 2000 - 2013
16 Diagram persentase luas penggunaan lahan
17 Peta penggunaan lahan aktual dan hasil prediksi tahun 2013
18 Batasan kebijakan spasial skenario 1,2 dan 3.
19 Peta penggunaan lahan tahun 2013 dan peta penggunaan lahan prediksi
tahun 2033 dengan menggunakan tiga skenario
20 Evolusi daerah sawah dan surplus produksi beras pada Kabupaten
Karawang selama Tahun 2000 – 2013

37
40
43
48
52
53
57

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Citra landsat Kabupaten Karawang tahun 2003
Citra landsat Kabupaten Karawang tahun 2013
Titik hasil referensi cek lapang dan google earth
Perhitungan nilai kappa (matrik analisis)
Perhitungan nilai kappa (total perhitungan)
Foto contoh penggunaan lahan di lapangan
Foto lokasi wisata
Hasil validasi prediksi tahun 2013
Pola perubahan penggunaan lahan selama 5 titik tahun
PDRB Kabupaten Karawang atas dasar harga berlaku terhadap
lapangan usaha (dalam juta rupiah)
Rumus perhitungan nilai demand tahun 2003 − 2013
Matrik konversi tahun 2003 − 2013
Variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen)
Klasifikasi pada variabel terikat tahun 2003
Klasifikasi pada variabel bebas tahun 2003
Aturan yang digunakan dalam membuat skenario 1
Aturan yang digunakan dalam membuat skenario 2
Aturan yang digunakan dalam membuat skenario 3

64
65
66
69
69
70
73
75
76
78
80
80
80
81
83
86
87
88

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan makanan pokok bagi lebih dari setengah populasi dunia
sehingga komoditi ini sangat penting untuk ketahanan pangan (Belesky 2014,
Cornish et al. 2015, Qiu et al. 2015, Yang dan Zhang 2014). Indonesia merupakan
negara agraris yang penduduknya masih sangat bergantung pada beras sebagai
bahan dasar makanan utama. Oleh karena itu, ketahanan pangan kemandirian
pangan, dan kedaulatan pangan selalu menjadi agenda penting dalam
pembangunan nasional.
Pada tahun 2014, Indonesia menghasilkan 70 831 753 ton beras, dari lahan
sawah seluas 13 793 640 hektar, atau dengan rata-rata produktivitas 51.35 kw/ha
(BPS 2015). Pulau Jawa merupakan wilayah propinsi di Indonesia yang masih
mendominasi produksi pangan nasional, yang luasnya + 7% dari luas daratan.
Namun, luas yang relatif kecil tersebut berkontribusi sebesar 36 658 918 ton
produksi beras atau 51.8% dari produksi beras nasional (BPS 2015). Hal ini
menunjukkan tingginya ketergantungan pangan nasional di pulau Jawa.
Ketergantungan produksi beras di pulau Jawa tersebut, disebabkan oleh dua hal.
Pertama, area sawah di pulau Jawa sebagian besar lebih dominan di antara pulaupulau lainnya. Kedua, produktivitas sawah di Jawa jauh lebih tinggi dari pada
sawah di pulau-pulau lainnya (Widiatmaka et al. 2013).
Berdasarkan data BPS (2015), Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu
penghasil beras terbesar, yakni produksi mencapai 11.6 juta ton per tahun dengan
luas panen 1.9 juta hektar dan merupakan provinsi terbesar kedua di Indonesia
setelah Propinsi Jawa Timur.
Kabupaten Karawang adalah salah satu lumbung padi di Jawa Barat
dengan produksi padi mencapai 1.1 juta ton per tahun dengan luas panen 97 577
hektar. Pada tahun 2011 Kabupaten Karawang mampu menyumbangkan beras ke
wilayah lainnya sebesar 49.82 % dari total hasil produksi (Widiatmaka et al.
2013). Akan tetapi, dengan semakin meningkatnya pertambahan penduduk serta
perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan
pertanian pangan terutama lahan sawah di Pulau Jawa termasuk Kabupaten
Karawang. Pada periode tahun 2000 – 2011, laju konversi lahan sawah yang
sebagian besar menjadi pemukiman dan kawasan industri di Kabupaten Karawang
mencapai 2 267 ha/tahun atau 1.9% per tahun (Widiatmaka et al. 2013). Hal ini
telah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan, sesuai dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan. Selain itu, juga karena letak Kabupaten Karawang yang
merupakan salah satu kabupaten yang menjadi hinterland ibukota Negara. Oleh
karena itu, diperlukan arahan kebijakan penggunaan lahan untuk mempertahankan
lahan sawah di Kabupaten Karawang sebagai salah satu lumbung padi di Jawa
Barat dan penyuplai beras nasional untuk kedaulatan pangan.
Arahan kebijakan penggunaan lahan harus sesuai dengan kondisi
penggunaan lahan sawah saat ini, kesesuaian lahan untuk sawah dan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karawang tahun 2011-2031 yang berlaku
saat ini, serta mengacu pada prediksi neraca pangan ke depan sehingga, dapat

2

melihat sejauh mana memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan
berkelanjutan (sawah) dalam rangka berkontribusi untuk kedaulatan pangan
nasional. Agar dapat memberikan arahan kebijakan penggunaan lahan tersebut,
diperlukan prediksi penggunaan lahan untuk masa yang akan datang.
Perubahan penggunaan lahan dapat diprediksi melalui pendekatan spasial
dengan membuat suatu pemodelan spasial berdasarkan faktor-faktor perubahan
penggunaan lahan pada tahun-tahun sebelumnya di wilayah tersebut, sehingga
diperlukan suatu simulasi dan analisis spasial. Salah satu alat yang dapat
digunakan dalam pemodelan perubahan penggunaan lahan berdasarkan faktorfaktor peubah dengan wilayah studi yang cukup luas yaitu Conversion of Land
Use and its Effect at Small Regional Extent (CLUE-S) (Verburg 2010). Dengan
analisis ini perubahan penggunaan lahan dapat diprediksi secara kuantitatif
dengan memasukkan faktor-faktor fisik, sosial, ekonomi dan kebijakan. Selain itu,
dapat juga ditentukan seberapa besar luas sawah yang harus dipertahankan. Hasil
simulasi model kemudian dapat dikorelasikan dengan sejauh mana kemampuan
wilayah tersebut untuk memberikan kontribusi beras secara nasioanl. Selanjutnya,
kondisi sawah eksisting saat ini, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Karawang, dan kesesuaian lahan sawah Kabupaten Karawang dapat dijadikan
batasan untuk mengetahui kondisi penggunaan lahan pertanian tanaman pangan ke
depan dalam kaitannya dengan arahan kebijakan penggunaan lahan di Kabupaten
Karawang.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian dengan
judul “Model spasial perubahan penggunaan lahan untuk mempertahankan
Kabupaten Karawang sebagai kontributor beras nasional”. Tahapan penelitian
yang dilakukan adalah menganalisis secara spasial pola perubahan penggunaan
lahan, melakukan simulasi perubahannya berdasarkan skenario yang telah
ditetapkan. Hasil pemodelan ini dapat digunakan sebagai masukan dalam
mengukur status produksi beras wilayah tersebut apakah defisit atau surplus dalam
memberikan kontribusi produksi beras nasional. Selanjutnya, dapat dilakukan
penyusunan arahan kebijakan yang terbaik untuk mempertahankan Kabupaten
Karawang sebagai kontributor beras nasional dalam rangka mewujudkan
kedaulatan pangan dalam 20 tahun ke depan.
Perumusan Masalah
Kabupaten Karawang merupakan penghasil surplus produksi beras,
sehingga menjadi salah satu lumbung padi di Jawa Barat yang mampu
berkontribusi ke wilayah lainnya di Indonesia. Namun, besarnya perubahan
penggunaan lahan sawah mempengaruhi kemampuan Kabupaten Karawang dalam
berkontribusi tersebut. Menurut Widiatmaka et al. (2013), surplus produksi beras
yang dapat disumbangkan Kabupaten Karawang menurun terus-menerus dalam
periode 2000 hingga 2011, yaitu pada tahun 2000 Kabupaten Karawang dapat
memberikan kontribusi 59.7%, dan pada tahun 2011, hanya sekitar 49.8% atau
mengalami penurunan sekitar 10%. Salah satu penyebab utama terjadinya
penurunan suplus produksi beras tersebut adalah konversi lahan pertanian dengan
tanah subur termasuk sawah irigasi menjadi lahan non-pertanian seperti wilayah
industri dan perumahan. Hal ini perlu ditata karena sulitnya mencari lahan

3

pengganti yang lebih subur atau minimal sama, di luar lahan pertanian yang telah
ada (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Untuk pemenuhan kebutuhan surplus produksi beras yang akan datang,
diperlukan upaya yang sangat serius untuk dapat menghentikan penurunan secara
kontinyu areal sawah, karena apabila fenomena penurunan luas lahan sawah
seperti yang dijelaskan di Kabupaten Karawang terjadi pada semua sentra
produksi padi di Pulau Jawa, maka dikhawatirkan kedaulatan pangan nasional
akan terancam. Dengan demikian, diperlukan analisis pemodelan spasial
perubahan penggunaan lahan yang dapat memberikan pilihan solusi berupa
beberapa skenario dengan asumsi ekstensifikasi lahan sawah yang mengacu pada
alokasi lahan sawah eksisting, kesesuaian lahan sawah, dan kawasan tanaman
pangan pada RTRW Kabupaten Karawang berdasarkan Undang-Undang Nomor
41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, sehingga akhirnya
dapat dibuat arahan kebijakan yang tetap menjaga status Kabupaten Karawang
sebagai lumbung padi dan tetap berkontribusi mewujudkan kedaulatan pangan.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka disusun
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi?
2. Seperti apa penggunaan lahan di masa yang akan datang?
3. Bagaimana neraca pangan untuk permintaan beras di Kabupaten
Karawang?
4. Apa kebijakan yang diperlukan untuk mempertahanakan Kabupaten
Karawang sebagai kontributor beras nasional?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, tujuan utama penelitian ini
adalah memprediksi penggunaan lahan sawah di Kabupaten Karawang dan
membuat arahan kebijakan penggunaan lahan untuk mempertahankan Kabupaten
Karawang sebagai kontributor beras nasional. Tujuan khusus penelitian adalah:
1. Menganalisis pola perubahan penggunaan lahan
2. Membuat model spasial perubahan penggunaan lahan untuk memprediksi
penggunaan lahan
3. Menganalisis neraca pangan untuk permintaan beras.
4. Menyusun arahan kebijakan penggunaan lahan yang dapat
mempertahankan Kabupaten Karawang sebagai kontributor beras nasional
dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah menambah wawasan ilmu pengetahuan
tentang pemodelan secara spasial, penataan ruang untuk mempertahankan
kedaulatan pangan nasional, khususnya di Kabupaten Karawang. Hasil dari
penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Karawang terutama
untuk perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam rangka
mempertahankan Kabupaten Karawang sebagai kontributor beras nasional untuk
mendukung kedaulatan pangan di Indonesia.

4

Kerangka Pemikiran Penelitian
Kabupaten Karawang merupakan salah satu sentra produksi padi di Jawa
Barat dan sekaligus penyangga ibukota negara. Hal ini akan mendorong
pertumbuhan penduduk dan ekonomi di Kabupaten Karawang, sehingga
kebutuhan lahan akan terus meningkat, dan akan menentukan penggunaan lahan
ke depan. Telah terjadi penurunan surplus produksi beras di Kabupaten Karawang
(59.8% tahun 2000 menjadi 49.8% tahun 2011) yang dapat disumbangkan,
khususnya kontribusi ke Jawa Barat akibat meningkatnya permintaan lahan
pemukiman karena pertambahan jumlah penduduk, permintaan lahan untuk
sektor-sektor industri, jasa dan infrastruktur. Untuk memperoleh informasi
penggunaan lahan sawah ke depan, diperlukan analisis spasial terhadap perubahan
penggunaan lahan yang menghasilkan pola perubahan penggunaan lahan dari
waktu ke waktu. Penggunaan metode kuantitatif untuk menduga perubahan
penggunaan lahan dengan faktor-faktor penduga fisik, sosial, ekonomi dan
kebijakan dapat menjelaskan hubungan fisik, sosial, ekonomi dan kebijakan yang
selanjutnya, diterapkan dalam pembuatan model perubahan penggunaan lahan.
Penggunaan lahan sawah di masa datang dapat disimulasikan yang arahannya
sesuai dengan kesesuaian lahan sawah dan rencana tata ruang untuk mendapatkan
kesesuaian pemanfaatan ruang. Hasil simulasi selanjutnya dapat dimasukkan
dalam perhitungan neraca pangan untuk permintaan beras. Dari hasil simulasi
dapat dipilih satu skenario yang terbaik untuk menjadi fokus arahan kebijakan
yang diharapkan dapat mempertahankan surplus produksi beras di Kabupaten
Karawang sampai masa yang akan datang yang akan berkontribusi dalam
kedaulatan pangan nasional. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada
Gambar 1.
LUMBUNG PADI
JAWA BARAT

SURPLUS PRODUKSI
MENURUN

PERMINTAAN
LAHAN

PENGGUNAAN
LAHAN

ASPEK BIOFISIK

POLA PERUBAHAN
PENGGUNAAN LAHAN

PERTAMBAHAN
PENDUDUK & EKONOMI

ASPEK SOSIAL

CLUE-S

KESESUAIAN LAHAN
SAWAH & RENCANA
TATA RUANG WILAYAH

PREDIKSI
PENGGUNAAN LAHAN
ANALISIS
NERACA PANGAN

PREDIKSI
NERACA PANGAN
ARAHAN KEBIJAKAN UNTUK
SWASEMBADA BERAS NASIONAL

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kedaulatan Pangan
Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 2009, Kedaulatan pangan adalah
hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat menentukan kebijakan
pangannya, yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, serta memberikan
hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem pertanian pangan yang sesuai
dengan potensi sumberdaya lokal. Kedaulatan pangan erat kaitannya dengan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutann sesuai dengan UU No.41 Tahun 2009
bahwa lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang
ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna
menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan
nasional. Kemandirian pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri
yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin
pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup ditingkat rumah tangga, baik dalam
jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh
sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal. Ketahanan
Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin
dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata,
dan terjangkau.
Menurut Widiatmaka (2015), jika memperhatikan kata kunci dalam
definisi ketahanan pangan dan kedaulatan pangan di atas, terlihat bahwa dalam
konsep ketahanan pangan, dititik beratkan pada pemenuhan pangan yang
tercukupi bagi seluruh rakyat. Kecukupan ini dapat dipenuhi, baik dari produksi
dalam negeri maupun impor. Hal ini berbeda dari konsep kedaulatan pangan yang
lebih menitikberatkan pada kemampuan produksi. Lebih lanjut ada 4 pilar utama
kedaulatan pangan menurut International Planning Committee (2006), yaitu: (i)
hak terhadap pangan; (ii) akses terhadap sumber-sumberdaya produktif, (iii)
pengarusutamaan produksi yang ramah lingkungan (agro-ecological production),
dan (iv) perdagangan dan pasar lokal. Demikian pula Hariyadi (2011) menyatakan
bahwa ada 4 indikator kedaulatan dalam kedaulatan pangan yaitu: (1) tingkat
keanekaragaman sumberaya pangan lokal; (2) tingkat partisipasi masyarakat
dalam sistem pangan; (3) tingkat degradasi mutu lingkungan; dan (4) tingkat
kesejahteraan masyarakat petani, nelayan dan peternak.
Penelitian mengenai konsep kedaulatan pangan sudah banyak dilakukan di
Indonesia. Hariyadi (2011) menekankan perlunya peranan riset dan teknologi
untuk kedaulatan pangan. Upaya peningkatan kedaulatan pangan perlu secara
sadar, sistematis, dan terstruktur diupayakan, baik oleh pemerintah maupun oleh
masayarakat. Secara umum, kondisi kedaulatan pangan bisa dievaluasi dan
dimonitor melalui capaian indikator-indikator yang telah ditetapkan. Dengan
memperhatikan indikator-indikator tersebut, maka bisa dilihat bahwa riset dan
teknologi mempunyai peranan sangat penting untuk meningkatkan kedaulatan
pangan melalui peranannya dalam meningkatkan dan menjamin ketersediaan,
keterjangkauan, konsumsi, kemandirian, rnaupun kedaulatan pangan. Kedepannya
diharapkan mengkontribusikan peningkatan kesadaran bahwa produk pangan
lokal Indonesia mempunyai nilai potensial yang tinggi dalam membangun
kedaulatan pangan. Lebih dari itu, dengan berbasiskan pada kekayaan sumber

6

daya pangan lokal, kedaulatan pangan Indonesia akan pula menjadi jati diri
bangsa. Demikian pula Widiatmaka (2015) dalam penelitiannya yang berjudul
Integrasi Informasi Geografis dan Informasi Sumberdaya Lahan Pertanian
mendukung Kedaulatan Pangan Nasional yang bertujuan perlunya pengetahuan
mendalam tentang sumberdaya lahan, dan ditunjang dengan informasi geografis
sehingga, diharapkan dapat berperan dalam mengusahakan kedaulatan pangan
Indonesia.
Masalah kedaulatan pangan tidak hanya menjadi fokus penelitian di
Indonesia tetapi juga di dunia internasional. Di Amerika Serikat (USA) dalam
rangka 40 tahun dialog kedaulatan pangan (Chaifetz dan Jagger 2014), dilakukan
sebuah penelitian dalam konteks hak atas pangan seperti yang dikemukakan
Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). Mereka mencoba menilai apa yang paling
berkontribusi menjadi aspek kunci dalam keamanan dan kedaulatan pangan
global. Mereka menyimpulkan bahwa saat ini kedaulatan pangan global
merupakan konsep yang normatif, tidak mungkin untuk dilaksanakan secara
substantif dalam waktu dekat. Menenurut Chaifetz dan Jagger (2014)
pertumbuhan populasi yang cepat, kenaikan tren harga pangan, globalisasi dan
kelembagaan bergantung pada pangan global dan pasokan pemasaran pertanian.
Sementara itu, bagi negara-negara afrika terutama Afrika Barat, setelah
mengalami krisis tahun 2008, mereka menyatakan bahwa visi terbaik bagi gerakan
kedaulatan pangan adalah ketahanan pangan jangka panjang tidak bisa hanya
bergantung pada impor pangan, tetapi harus diproduksi di dalam negeri sehingga
mampu mencukupi dari fluktuasi harga dunia dari perdagangan yang tidak sehat.
Dupraz dan Postolle (2013) mencoba menganalisis bagaimana negara-negara
Afrika Barat mencapai kedaulatan pangan dengan pendekatan ekonomi historis
dan pendekatan politik dan bagaimana kekuatan komitmen perdagangannya.
Hasilnya sejauh ini menunjukkan bahwa pengembangan kebijakan secara
eksternal harus ditahan karena masih memiliki ruang di dalam negeri untuk
perlindungan pertanian dibawah ketentuan rancangan perjanjian yang telah
direkomendasikan oleh Organisasi Perdangan Dunia (WTO) dan kemitraaan
ekonomi dibawah lembaga keuangan internasional. Hal ini mendukung
keseimbangan politik internal menjadi kondusif dalam menghasilkan pertanian
pangan. Di Cina, setelah rilis laporan ‘Siapa yang akan memberi makan cina?’
tahun 1994 oleh Worldwatch Institute, ada banyak perdebatan terkait pangan.
Boland (2000) meneliti bagaimana kekhawatiran pasokan pangan yang dimiliki
Cina dengan pendekatan konsep lingkungan dan ekonomi global yang dikaitkan
dengan geopolitik klasik yang berpusat pada pemerintah pusat dalam menentukan
kebijakan kedaulatan dan ketahanan pangannya. Hasilnya, dialog geopolitik dalam
negeri dibutuhkan dalam penentuan secara strategis analisis kebijakan untuk
kedaulatan pangan Cina sehingga mereka dapat memetakan kebutuhan pangan
dunia sampai melebihi Amerika serikat dan Eropa.
Penggunaan dan Penutupan Lahan
Penggunaan lahan (land use) mengandung aspek yang menyangkut
aktifitas penggunaan lahan oleh manusia sedangkan penutupan lahan (land cover)
lebih bernuansa fisik (Rustiadi et al. 2009). Penutupan lahan memiliki keterkaitan
dengan keadaan penampakan permukaan bumi atau apa yang ada di atas sebuah

7

lahan, sedangkan penggunaan lahan berhubungan dengan suatu aktivitas yang
dilakukan oleh manusia pada suatu bidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer
1997).
Terdapat penggunaan lahan secara umum dan penggunaan lahan secara
terperinci (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Penggunaan secara umum
biasanya digunakan untuk evaluasi lahan secara kualitatif misalnya pertanian,
hutan, padang rumput, permukiman dan lainnya, sedangkan penggunaan secara
terperinci lebih detail membagi jenis penggunaan lahan sesuai dengan syaratsyarat teknis suatu daerah dengan keadaan fisik karakteristik lahan (lereng,
tekstur, dan lainnya) dan sosial ekonomi tertentu.
Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan
Perubahan penggunaan lahan dapat dipengaruhi oleh banyak hal, antara
lain politik, ekonomi, demografi dan lingkungan. Secara alami kejadian alam
dapat mengubah penggunaan lahan, seperti bencana alam ataupun perubahan
iklim. Manusia juga dapat mempengaruhi perubahan penggunaan lahan karena
kepentingannya, seperti pembangunan pemukiman, dan pengolahan lahan
pertanian yang dapat meningkatkan perekonomian. Secara demografi,
pertambahan jumlah penduduk pada suatu wilayah menuntut untuk terbentuknya
permukiman baru yang membutuhkan infrastruktur yang sudah pasti mendukung
perekonomian di wilayah tersebut. Widiatmaka et al. (2013) melakukan penelitian
di sepanjang jalur jalan tol Jakarta-Cikampek dan jalan nasional Pantura yang
berada dalam lingkup wilayah Kabupaten Karawang untuk melihat pola
perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dianalisis dengan citra
yang menggunakan dua titik tahun yaitu tahun 2000 dan tahun 2011 yang
kemudian di interpretasi diikuti pengecekan lapang dan akhirnya di overlay untuk
analisis perubahan penggunaan lahan. Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan
penggunaan lahan pemukiman terbesar adalah pada jarak terdekat dari jalan,
perubahan semakin kecil dengan menjauhnya jarak dari jalan. Sementara
pengurangan lahan sawah hanya terjadi pada jarak sampai 1 km dari jalan.
Penggunaan lahan oleh manusia juga dapat mempengaruhi keadaan
lingkungan lahan di tempat yang lain, tetapi untuk mengetahui hubungan antara
manusia dan lingkungan tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan perubahan
penggunaan lahan dapat terjadi karena kejadian alam maupun karena interaksi
manusia dan alam. Munibah et al. (2010) melakukan penelitian di DAS Cidanau
tentang erosi yang diakibatkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan sekitar
wilayah DAS. Perubahan penggunaan lahan yang diprediksi menggunakan
Cellular Automata (CA) dapat menunjukkan erosi yang terjadi di masa depan.
Munibah et al. (2010) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi
perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian adalah bentuk lahan, kemiringan
lereng, jenis tanah, curah hujan, jarak dari jalan raya dan mata pencaharian
masyarakat.
Model Perubahan Penggunaan Lahan
Model perubahan penggunaan lahan dan analisis yang dilakukan semakin
berkembang dan kebutuhan akan simulasi untuk memberikan gambaran

8

perubahan lahan di masa depan juga terus dipelajari. Keterkaitan antara entitas
yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan menjadi bagian penting dari
simulasi. Beberapa entitas yang berinteraksi dapat menggambarkan hubungan
antara manusia dan lingkungan. Briassoulis (2000) menggambarkan klasifikasi
pemodelan untuk analisis penggunaan lahan dan perubahannya, dan selanjutnya
model perubahan penggunaan lahan dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu
model statistik dan ekonometrik (statistical and economic models), model
interaksi spasial (spatial interaction model), model optimasi (optimation model),
dan model terintegrasi (integrated model). Terdapat berbagai metode yang dapat
digunakan pada deteksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan, salah
satunya CLUE-S.
Verburg et al. (2002) mengembangkan pemodelan spasial untuk
perubahan penggunaan lahan pada areal lebih kecil dari nasional atau propinsi.
Model ini dinamakan Conversion of Land Use and Its Efffect at Small regional
extent atau CLUE-S. Pada pemodelan dengan CLUE-S ini beberapa konsep
digunakan berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan yaitu konektivitas,
stabilitas dan resilience. Konektivitas merupakan suatu istilah yang menjelaskan
bahwa lokasi mempunyai hubungan spasial misalnya suatu jarak tertentu satu
sama lain. Stabilitas merupakan karakter suatu jenis penggunaan lahan tertentu
untuk terkonversi. Resilience atau daya lenting merupakan kapasitas penyangga
dari suatu ekosistem atau masyarakat dalam menerima gangguan.
Model CLUE-S ini merupakan gabungan dari pemodelan empiris, analisis
spasial dan model dinamis. Analisis spasial menggunakan teknik overlaying dari
sistem informasi geografis atau geographic information system (GIS). Hubungan
antara penggunaan lahan dan faktor-faktornya dianalisis menggunakan regresi
logistik. Model ini telah diterapkan di Indonesia, diantaranya di Kabupaten
Bandung (Warlina 2007), Kabupaten Sukabumi (Kurniawan 2012), Kabupaten
Bogor (Hadi 2012) dan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)
Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Banten (Ilyas 2014).
Pemodelan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bandung dilakukan
oleh Warlina (2007). Tujuan dilakukan pemodelan spasial ini adalah untuk
membangun model perubahan penggunaan lahan sebagai salah satu konsep
penataan ruang dalam kerangka pembangunan wilayah yang berkelanjutan.
Penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi 7 kelas, yaitu: air, hutan, lainnya,
kawasan terbagun, perkebunan, pertanian lahan kering, dan sawah. Driving
factors-nya adalah kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, kondisi tempat
tinggal, usaha bidang pertanian, jenis tanah (aluvial, andosol, asosiasi, grumusol,
kompleks, dan latosol), jenis geologi, elevasi, slope, aspek, jarak dari jalan raya
utama, dan jarak dari pusat Kota Bandung. Model ini kemudian di kombinasikan
dengan Wellbeing Index untuk menghitung tingkat keberlanjutan yang selanjutnya
dijadikan input dalam analisis prospektif. Unit analisisnya adalah berupa piksel
ukuran (250x250) m. Model CLUE-S ini menghasilkan enam skenario dan hasil
terbaik yang digunakan adalah skenario keenam dengan skenario demand module
setengah nilai perubahan penggunaan lahan eksisting dan spatial policy cagar
alam dan kawasan lindung. Model perubahan penggunaan lahan dan informasi
tingkat berkelanjutan wilayah dapat merupakan pelengkap dalam penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai produk dari perencanaan wilayah.

9

Kurniawan (2012) melakukan pemodelan spasial perubahan penggunaan
lahan dengan model CLUE-S untuk membangun model perubahan penggunaan
lahan sebagai arahan penyempurnaan RTRW Kabupaten Sukabumi. Penggunaan
lahan yang digunakan terdiri atas 7 kelas, yaitu: air, hutan, kawasan terbangun,
lahan kering, perkebunan, sawah, dan lainnya (padang rumput, pasir pantai, pasir
darat, lahan terbuka, dan tambak). Driving factor-nya adalah kepadatan penduduk,
kepadatan tenaga kerja pertanian, formasi geologi, jenis tanah, elevasi, kemiringan
lereng, curah hujan, jarak ke jalan, jarak ke pusat kota, jarak ke kota terdekat, dan
jarak ke sungai. Unit analisisnya berupa piksel ukuran (100x100) m. Hasil dari
perhitungan regresi logistik menyimpulkan bahwa variabel yang mempengaruhi
peluang terbesar perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian adalah
jarak ke kota terdekat dan variabel yang mempengaruhi peluang terbesar
perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun adalah
kepadatan penduduk. Hasil dari pemodelan ini menunjukkan bahwa kebutuhan
penggunaan lahan kawasan terbangun meningkat selama periode 2010-2032 dan
hasil simulasinya memberikan tiga alternatif penyempurnaan RTRW yaitu
kebijakan berorientasi lingkungan, kebijakan berorientasi ketahanan pangan, dan
kebijakan berorientasi lingkungan dan ketahanan pangan.
Hadi (2012) mengaplikasikan model CLUE-S di Kabupaten Bogor. Tujuan
penelitiannya adalah untuk membangun model perubahan penggunaan lahan
sebagai arahan kebijakan penggunaan lahan dan untuk memperkecil nilai
inkonsistensi pemanfaatan lahan dengan RTRW. Data dengan menggunakan
ukuran sel 100 m2, pada periode 15 tahun yaitu 2010-2025. Penggunaan lahannya
diklasifikasikan menjadi 7 kelas, yaitu: kawasan terbangun, lahan kering,
perkebunan, sawah, hutan, air, dan penggunaan lahan lainnya (padang rumput,
rawa, tambak). Driving factor-nya adalah formasi geologi, jenis tanah, ketinggian
wilayah, kemiringan lereng, jumlah curah hujan, jarak dari pusat kota, jarak dari
jalan, jarak dari sungai, jumlah penduduk, jumlah sekolah dasar, jumlah rumah
sakit, dan jumlah pusat kesehatan masyarakat. Hasil pemodelan memberikan
empat skenario terpilih dan yang menjadi arahan penggunaan lahan wilayah
Kabupaten Bogor berdasarkan kesesuaian penggunaan lahan dengan RTRW
adalah dengan melakukan upaya perlindungan lahan sawah di kawasan pertanian
lahan basah agar tidak terkonversi dan lahan kering sebesar 14 754 ha yang berada
di kawasan hutan lindung berubah menjadi hutan.
Ilyas (2014) mengaplikasikan model CLUE-S di Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS). Tujuan penelitian ini adalah membangun model
perubahan penggunaan lahan untuk memprediksi penggunaan lahan tahun 2026
dan untuk menentukan arahan penggunaan lahan kawasan TNGHS. Ukuran sel
raster yang dianalisis adalah (100x100) m, pada periode 16 tahun yaitu 20102026. Penggunaan lahan terdiri dari 8 kelas, yaitu: badan air, hutan, kebun
campuran, kebun teh, ladang, lahan terbangun, sawah, dan semak. Driving factornya adalah kepadatan penduduk, kepadatan tenaga kerja pertanian, formasi
geologi, jenis tanah, elevasi, kemiringan lereng, curah hujan, jarak ke jalan, jarak
ke pusat kota, jarak ke kota terdekat, dan jarak ke sungai. Hasilnya berdasarkan
analisis regresi logistik biner, faktor yang mempengaruhi perubahan hutan
menjadi lahan non hutan adalah kepadatan penduduk. Berdasarkan hasil
pemodelan, arahan penggunaan lahan di kawasan TNGHS adalah kebijakan
restorasi hutan pada zona inti, zona rimba dan zona rehabilitasi, yaitu dengan

10

melakukan upaya restorasi hutan dari penggunaan lahan kebun campuran, ladang,
sawah dan semak.
Dari keempat contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa model CLUE-S
dapat diaplikasikan pada pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan dengan
berbagai aspek yang mempengaruhinya, baik aspek biofisik wilayah, aspek sosial
ekonomi, maupun aspek kebijakan. Model ini dapat dikembangkan dengan
mengaitkan aspek kedaulatan pangan untuk swasembada beras.
Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographical Information System
(GIS) merupakan suatu teknologi informasi yang berkaitan dengan pengumpulan
dan pengolahan data berkoordinat geografis (Barus dan Wiradisastra 2000).
Penggunaan Sistem Informasi Geografis semakin lama semakin berkembang.
Kebutuhan untuk memetakan suatu wilayah terkadang menemui kesulitan dalam
penerapannya. Beberapa teori pemetaan mungkin perlu diterapkan dengan teknik
tertentu (Hadi 2012).
Pengala