Model Perubahan Dan Arahan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Brebes Dan Cilacap Untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah

i

MODEL PERUBAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DI KABUPATEN BREBES DAN CILACAP UNTUK MENDUKUNG
KETERSEDIAAN BERAS PROVINSI JAWA TENGAH

ANDREAS ARI PUTRO DWINANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Perubahan dan
Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk Mendukung

Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Andreas Ari Putro Dwinanto
NRP A156130391

iv

RINGKASAN
ANDREAS ARI PUTRO DWINANTO. Model Perubahan dan Arahan
Penggunaan Lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk Mendukung
Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh KHURSATUL
MUNIBAH dan UNTUNG SUDADI.
Kabupaten Brebes dan Cilacap termasuk tiga kabupaten utama penghasil
beras di Provinsi Jawa Tengah. Namun, terjadinya konversi yang menyebabkan

penurunan luas baku lahan sawah telah menurunkan kapasitas produksi dan
ketersediaan beras per kapita di kedua kabupaten tersebut. Pemodelan perubahan
penggunaan lahan dapat diaplikasikan untuk mengantisipasi perubahan
pemanfaatan ruang terkait konversi lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Cilacap.
Selanjutnya perlu disusun arahan penggunaan lahan agar produksi dan ketersediaan
beras di kedua kabupaten di masa mendatang tetap mampu memenuhi minimal 25%
kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pola perubahan penggunaan lahan,
memprediksi perubahan penggunaan lahan pada tahun 2030, menyusun neraca
beras tahun 2030 dan menyusun arahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan
Cilacap untuk mendukung ketersediaan beras di Provinsi Jawa Tengah. Untuk
mencapai tujuan tersebut dibangun model perubahan penggunaan lahan dengan
pendekatan cellular automata. Masukan model meliputi data penggunaan lahan,
matriks transisi perubahan penggunaan lahan hasil analisis Markov chain, data
kesesuaian lahan, serta filter default 5x5. Data penggunaan lahan tahun 2005, 2010
dan 2015 diperoleh dari interpretasi dan klasifikasi data citra Landsat. Uji akurasi
klasifikasi dilakukan dengan menghitung overall accuracy dan kappa accuracy.
Deteksi pola perubahan penggunaan lahan diperoleh dari hasil cross classification.
Analisis kesesuaian lahan didasarkan pada karakteristik fisik lahan menggunakan
metode matching dengan pendekatan faktor pembatas. Validasi model didasarkan

pada nilai kappa yang merepresentasikan tingkat kesesuaian penggunaan lahan
hasil simulasi dengan penggunaan lahan aktual tahun 2015.
Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes didominasi
perubahan dari penggunaan lahan produktif ke lahan terbangun (permukiman) yang
mencapai 85,27% (1.028 ha). Di Kabupaten Cilacap, pola perubahan penggunaan
dari lahan kurang produktif ke penggunaan yang lebih produktif mencapai 43,34%
(245 ha). Hasil validasi menunjukkan bahwa model dengan 8 iterasi yang
menghasilkan nilai kappa 0,9285 merupakan model yang paling optimal. Hasil
prediksi penggunaan lahan tahun 2030 di kedua kabupaten menunjukkan bahwa
permukiman semakin berkembang sementara lahan sawah mengalami tekanan yang
semakin tinggi. Diprediksi pada tahun 2030 terjadi penurunan area lahan sawah
seluas 1.554 ha di Kabupaten Brebes dan 333 ha di Kabupaten Cilacap. Kedua
kabupaten hingga tahun 2030 diprediksi masih berstatus surplus beras dengan
besaran surplus yang terus menurun. Untuk meningkatkan produksi dan menjaga
ketersediaan beras, lahan sawah eksisting diarahkan untuk dilindungi, sementara
semak belukar diarahkan untuk dikembangkan menjadi lahan sawah.
Kata kunci: cellular automata, konversi sawah, Markov chain, neraca beras

v


SUMMARY
ANDREAS ARI PUTRO DWINANTO. Land Use Change Model and Direction in
Brebes and Cilacap Regencies to Support Rice Availability of Central Java
Province. Supervised by KHURSATUL MUNIBAH dan UNTUNG SUDADI.
Brebes Regency and Cilacap Regency are two of the top three rice producers
in Central Java Province. Land conversion that resulted in the decrease of paddy
field raw area in both regencies, however, has been reducing their production
capacity and per capita rice availability. Land use change prediction modeling can
be applied to anticipate the spatial utilization change related to paddy field
conversion in both regencies. Then, land use direction should be arranged in order
to maintain rice production and availability in both regencies in the future owing to
be able to fulfill at least 25% of the people’s consumption demand of Central Java
Province.
The objectives of this research are to analyze pattern of land use change, to
predict land use change in year 2030, to set up rice availability balance sheet in
2030 and to arrange land use direction in Brebes and Cilacap regencies to support
rice availability of Central Java Province. To achieve these objectives, it was built
a land use change prediction model with cellular automata approach. Model inputs
used were including land use data, transition matrices of land use change as resulted
by Markov chain analysis, land use allocation based on land suitability analysis,

and default filter 5x5 representing the neighbourhood function. Land use change
data of year 2005, 2010, and 2015 were generated from interpretation and
classification of Landsat image data. Accuracy test of the land use classification
were executed by determining the overall accuracy and kappa accuracy. Detection
of the pattern and direction of land use change was derived from the results of cross
classification. Land suitability analysis was based on physical land characteristics
using matching method with limiting factor approach. Validation of the model was
based on the kappa values that represented the suitability level of land uses
generated by simulation for year 2015 and the existing land uses of the same year.
The pattern of land use change in Brebes Regency was dominated by the
conversion of productive land use into built-up or settlement area that reached
85.27% (1,028 ha). In Cilacap Regency, the conversion pattern from less productive
to more productive land use change reached 43.34% (245 ha). Validation results
showed that a model that using 8 iterations which resulted in kappa values of 0,9285
represented the optimum model. It was predicted that in year 2030 paddy field area
in Brebes and Cilacap regencies will be declining of 1.554 ha and of 333 ha,
respectively. The availability of rice in both regencies was predicted to be still in
surplus status, but with a diminishing rate. In order to increase and maintain rice
availability, the existing paddy fields should be protected, while shrub and bush are
directed to be developed as rice fields.

Keywords: cellular automata, Markov chain, paddy field conversion, rice balance sheet

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vii

MODEL PERUBAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DI KABUPATEN BREBES DAN CILACAP UNTUK MENDUKUNG
KETERSEDIAAN BERAS PROVINSI JAWA TENGAH

ANDREAS ARI PUTRO DWINANTO


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

ix
Judul Tesis : Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten
Brebes dan Cilacap untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi
Jawa Tengah

Nama
: Andreas Ari Putro Dwinanto
NRP
: A156130391

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Khursatul Munibah, MSc
Ketua

Dr Ir Untung Sudadi, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 26 Januari 2016

Tanggal Lulus:

x

xi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga
karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 adalah perubahan penggunaan lahan
sawah dengan judul Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten
Brebes dan Cilacap untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima

kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc dan Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc selaku
komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang
diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis.
2. Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah SPS IPB dan penguji luar komisi atas segala
masukan dan arahan dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Segenap dosen, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah SPS IPB.
4. Kementerian Pertanian c.q. Kepala Badan Penyuluhan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) atas
pembiayaan melalui beasiswa BPPSDMP selama penulis menempuh
studi.
5. Bapak Ibu staf instansi pemerintahan di Kabupaten Brebes dan
Kabupaten Cilacap yang telah meluangkan waktu untuk membantu
penulis dalam menyelesaikan penelitian.
6. Rekan-rekan PWL angkatan 2013 dan semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan Tesis.
Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada istri Veronica Rosa
Susanti dan anak Maura Velove Andrearosalie dan Mikha Varen Andreano, serta

kedua orang tua tercinta dan seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan,
kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016
Andreas Ari Putro Dwinanto

xii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

ii
iii
iv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Ruang Lingkup Penelitan
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan dan Perubahannya
Konversi Lahan Sawah dan Dampaknya terhadap Produksi Beras
Model Perubahan Penggunaan Lahan
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Rancangan Alir Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Analisis Data
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Analisis Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan
Analisis Neraca Beras
Arahan Penggunaan Lahan Mendukung Ketersediaan Beras
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Wilayah Administrasi
Kondisi Umum Wilayah
Topografi
Iklim
Penduduk
Pertanian Padi
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Perubahan Penggunaan Lahan
Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan
Analisis Kesesuaian Lahan
Validasi Model
Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2030
Neraca Beras
Arahan Penggunaan Lahan Mendukung Ketersediaan Beras
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

1
1
2
4
5
5
5
7
7
7
10
12
12
13
13
14
14
18
21
21
23
23
24
24
25
26
27
29
29
38
38
39
40
43
44
48
48
48

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

49
53
62

xiii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Jenis dan sumber data yang digunakan
Matrik hubungan antara tujuan, data, sumber data, metode analisis dan
keluaran
Matrik kesalahan klasifikasi
Matrik perubahan penggunaan lahan
Kriteria kesesuaian untuk lahan sawah
Kriteria kesesuaian untuk tegalan/ladang
Kriteria kesesuaian untuk kebun/kebun campuran
Kriteria kesesuaian untuk tambak
Kriteria kesesuaian untuk permukiman
Kriteria kesesuaian untuk hutan
Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Brebes dan Kabupaten
Cilacap tahun 1981-1997
Luas panen, produktivitas, produksi dan IP padi sawah di Kabupaten
Brebes dan Kabupaten Cilacap tahun 1995-2014
Hasil uji akurasi klasifikasi
Penggunaan lahan Kabupaten Brebes tahun 2005, 2010 dan 2015
Penggunaan lahan Kabupaten Cilacap tahun 2005, 2010 dan 2015
Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes
Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap
Matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010
Matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015
Prediksi penggunaan lahan Kabupaten Brebes tahun 2030
Prediksi penggunaan lahan Kabupaten Cilacap tahun 2030
Neraca beras Kabupaten Brebes
Neraca beras Kabupaten Cilacap
Kontribusi Kabupaten Brebes terhadap ketersediaan beras Provinsi
Jawa Tengah
Kontribusi Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras Provinsi
Jawa Tengah
Kontribusi Kabupaten Brebes terhadap ketersediaan beras Provinsi
Jawa Tengah hasil simulasi skenario 1 dan 2
Kontribusi Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras Provinsi
Jawa Tengah hasil simulasi skenario 1 dan 2

14
15
17
18
18
18
19
19
19
19
27
28
29
30
30
32
33
40
41
42
42
44
44
45
45
46
47

xiv

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Hubungan kepadatan penduduk dan proporsi luas sawah terhadap luas
wilayah di Provinsi Jawa Tengah
Kontribusi produksi beras Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap
Kerangka pemikiran
Wilayah penelitian
Diagram alir penelitian
Peta administrasi wilayah penelitian
Peta kemiringan lereng wilayah penelitian
Peta elevasi wilayah penelitian
Peta curah hujan wilayah penelitian
Citra sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan kualitas
Penggunaan lahan tahun 2005
Penggunaan lahan tahun 2010
Penggunaan lahan tahun 2015
Perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010
Perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015
Konversi lahan sawah tahun 2005-2010
Konversi lahan sawah tahun 2010-2015
Pola konversi lahan sawah terhadap topografi lahan
Pola konversi lahan sawah terhadap elevasi
Pola konversi lahan sawah terhadap jarak dari jalan
Pola konversi lahan sawah terhadap kepadatan penduduk
Kesesuaian lahan sawah dan tegalan/ladang
Kesesuaian lahan kebun/kebun campuran dan permukiman
Kesesuaian lahan tambak dan hutan
Nilai kappa pada setiap iterasi
Prediksi penggunaan lahan tahun 2030
Arahan penggunaan lahan mendukung ketersediaan beras

3
4
6
12
13
23
24
25
26
29
31
31
32
34
34
36
36
37
37
37
38
38
39
39
40
42
47

xv

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Koreksi geometrik citra satelit Landsat
Uji akurasi klasifikasi penggunaan lahan
Peta persebaran titik-titik pengamatan lapangan
Matrik perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes
Matrik perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap
Contoh perhitungan validasi model pada iterasi ke-8 (nilai kappa)
Hasil perhitungan validasi model (nilai kappa)

54
55
57
58
59
60
61

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pidato Presiden Soekarno tanggal 27 April 1952 pada peletakan batu pertama
Gedung Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia yang menjadi cikal bakal
berdirinya Institut Pertanian Bogor (IPB), memberikan gambaran arti pentingnya
ketersediaan pangan bagi suatu bangsa. Di awal pidatonya yang berjudul Soal
Hidup atau Mati, Presiden Soekarno mengemukakan sebuah pertanyaan mendasar,
“cukupkah persediaan makan rakyat kita dikemudian hari?”. Presiden
Soekarno sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia telah
menempatkan masalah ketersediaan pangan sebagai kunci hidup atau matinya suatu
bangsa. Kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan inilah yang terus diupayakan dari
pemerintahan satu ke pemerintahan berikutnya, terutama ketersediaan beras sebagai
bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia.
Lahan sawah memegang peranan penting dalam penyediaan kebutuhan beras.
Produksi beras di Indonesia 94% dihasilkan dari usahatani padi sawah, sisanya
dihasilkan dari usahatani padi lahan kering. Dengan luas wilayah hanya 7% daratan
Indonesia, Pulau Jawa masih menjadi penyumbang produksi beras terbesar,
mencapai 53% dari total produksi beras nasional (Widiatmaka et al. 2014). Salah
satu provinsi di Pulau Jawa dengan kontribusi produksi beras yang signifikan
terhadap produksi beras nasional adalah Provinsi Jawa Tengah. Produksi beras
Provinsi Jawa Tengah periode tahun 2010-2014 mampu menyumbangkan rata-rata
15% dari total produksi beras nasional (Pusdatin 2014a). Dari 35 jumlah
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Brebes dan Kabupaten
Cilacap termasuk dalam tiga teratas kabupaten dengan kontribusi produksi beras
terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Pada periode tahun 2010-2014, Kabupaten
Brebes berkontribusi rata-rata 11% dan Kabupaten Cilacap berkontribusi rata-rata
15% dari total kebutuhan konsumsi beras penduduk Provinsi Jawa Tengah (BPS
2015a; BPS 2015b; Pusdatin 2014a).
Statistik pertanian menunjukkan laju produksi padi sawah terus berfluktuasi
dan cenderung mengalami penurunan. Pada periode tahun 2010-2014 laju produksi
padi sawah di Kabupaten Brebes menurun 4,70% dan di Kabupaten Cilacap
menurun 6,50% (BPS 2015a; BPS 2015b). Ketersediaan lahan sawah menjadi
faktor yang mempengaruhi dinamika produksi padi sawah. Penurunan laju produksi
padi sawah salah satunya disebabkan oleh ketersediaan lahan sawah yang
mengalami pertumbuhan negatif akibat masifnya kegiatan konversi lahan sawah.
Konversi lahan sawah mengakibatkan terjadinya pelambatan kapasitas produksi
pangan (Sudaryanto 2002). Khakim et al. (2013) dalam penelitiannya menyatakan
luas sawah berpengaruh sangat signifikan terhadap produksi padi di Provinsi Jawa
Tengah. Koefisien input produksi pada faktor produksi luas sawah 1,08, artinya
bahwa jika terjadi pengurangan luas sawah 1% maka ada kecenderungan produksi
padi akan menurun 1,08%.
Konversi lahan sawah terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan
lahan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian. Persaingan terhadap
pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan
sosial yaitu keterbatasan sumber daya lahan, pertambahan penduduk dan

2

pertumbuhan ekonomi (Irawan 2008). Munibah et al. (2009) dalam penelitiannya
menyatakan pertambahan jumlah penduduk akan mempengaruhi luas lahan
pertanian dan cenderung mengikuti model linier (menurut persamaan
y=0,085x+31.123, dimana y adalah luas lahan pertanian dan x adalah jumlah
penduduk, dengan nilai R2 0,72). Data statistik di Kabupaten Brebes menunjukkan
kepadatan penduduk pada tahun 1995-2010 meningkat dari 939 jiwa/km2 menjadi
1.044 jiwa/km2, sementara lahan sawah mengalami pengurangan seluas 3.646 ha.
Rata-rata Kabupaten Brebes kehilangan produksi beras 1.196 ton per tahun akibat
terjadinya konversi lahan sawah. Demikian halnya di Kabupaten Cilacap, pada
tahun 1995-2010 kepadatan penduduk meningkat dari 725 jiwa/km2 menjadi 818
jiwa/km2, sementara lahan sawah mengalami pengurangan seluas 223 ha. Rata-rata
Kabupaten Cilacap kehilangan produksi beras 103 ton per tahun akibat terjadinya
konversi lahan sawah (BPS 2015a; BPS 2015b).
Laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan dampak
konversi lahan sawah akan semakin mengancam ketersediaan beras per kapita.
Terlebih lagi konversi lahan sawah di Pulau Jawa akan memberikan dampak negatif
yang lebih besar, yaitu menyebabkan penurunan ketersediaan beras per kapita
8,31%, dibandingkan konversi lahan sawah di luar Jawa yang menyebabkan
penurunan ketersediaan beras per kapita 7,50% (Purbiyanti 2013). Penurunan
ketersediaan beras per kapita juga terjadi baik di Kabupaten Brebes maupun
Kabupaten Cilacap. Ketersediaan beras per kapita pada tahun 2010 di Kabupaten
Brebes 210,87 kg/kapita/tahun menurun menjadi 197,20 kg/kapita/tahun di tahun
2014, demikian pula di Kabupaten Cilacap terjadi penurunan ketersediaan beras per
kapita dari 294,64 kg/kapita/tahun di tahun 2010 menjadi 272,60 kg/kapita/tahun di
tahun 2014 (BPS 2015a; BPS 2015b).
Menurunnya laju produksi beras akibat konversi lahan sawah juga
mengakibatkan penurunan kontribusi Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap
terhadap ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa
Tengah. Periode tahun 2010-2014, rasio produksi beras di Kabupaten Brebes
terhadap total ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi
Jawa Tengah menurun dari 11,65% di tahun 2010 menjadi 10,74% di tahun 2014.
Rasio produksi beras di Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras untuk
kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah pada periode tersebut juga
menurun dari 16,39% di tahun 2010 menjadi 14,86% di tahun 2014 (BPS 2015a;
BPS 2015b; Pusdatin 2014a).

Perumusan Masalah
Sebagai konsekuensi logis dari perkembangan wilayah, secara ekonomi lahan
akan dimanfaatkan sesuai kaidah pemanfaatan terbaik dengan hasil tertinggi.
Namun fenomena konversi lahan sawah tidak bisa semata-mata hanya ditinjau dari
segi ekonomi. Lahan sawah juga memberikan manfaat yang luas dari segi sosial
dan lingkungan. Dari segi sosial misalnya terkait dengan ketersediaan pangan,
konversi lahan sawah ke lahan non-sawah dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap ketersediaan beras. Penurunan ketersediaan beras per kapita di Kabupaten
Brebes dan Kabupaten Cilacap menunjukkan laju pertumbuhan produksi beras
sudah tidak mampu lagi mengimbangi tingginya laju pertumbuhan penduduk. Laju

3

pertumbuhan produksi beras terus menurun sebagai akibat menurunnya luas baku
lahan sawah karena proses konversi lahan sawah.
Model perubahan penggunaan lahan bisa menjadi instrumen untuk
memahami dinamika konversi lahan sawah dan dampaknya terhadap ketersediaan
beras di suatu wilayah. Model perubahan penggunaan lahan dapat dimanfaatkan
sebagai sistem peringatan dini terhadap dampak perubahan penggunaan lahan di
masa depan (Latuamury 2013). Bila pola perubahan yang berlangsung dalam suatu
rentang waktu dimodelkan secara dinamik dan berbasis spasial maka akan
diperoleh informasi tentang lokasi (where) dan luas (how much) yang
dimungkinkan terjadi di masa depan. Model perubahan penggunaan lahan yang
didalamnya memuat prediksi konversi lahan sawah diperlukan sebagai bahan
antisipasi terhadap perubahan fungsi pemanfaatan ruang terutama fungsi lahan
sawah sebagai penyedia beras.

P roporsi Luas Sawah Terhadap Luas Wilayah (%)

60,00
21

45

21
10
19
28
11

50,00

40,00

30,00

20,00

35

14
18
27
2927
8
8
15
15 5
5
26
1 26
1761 13 17
25 3 6 2513
3
20
20 16 24
22
16 24
22
2
239
23 2
9
127

4

4

1

29

1

30

14
1829

12 7

29

40

10
19
2811

25
700

900

1100

34

34
35

32

10,00

35

32
30 30

33

33

31

31

0,00
0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

Kepadatan P enduduk (Jiwa/km2)
Tahun 1995

Tahun 2010

1 Kab. Cilacap

8 Kab. Magelang

15 Kab. Grobogan 22 Kab. Semarang

2 Kab. Banyumas

9 Kab. Boyolali

16 Kab. Blora

23 Kab. Temanggung 30 Kota Magelang

3 Kab. P urbalingga

10 Kab. Klaten

29 Kab. Brebes

17 Kab. Rembang

24 Kab. Kendal

31 Kota Surakarta

4 Kab. Banjarnegara 11 Kab. Sukoharjo

18 Kab. P ati

25 Kab. Batang

32 Kota Salatiga

5 Kab. Kebumen

12 Kab. Wonogiri

19 Kab. Kudus

26 Kab. P ekalongan

33 Kota Semarang

6 Kab. P urworejo

13 Kab. Karanganyar 20 Kab. Jepara

27 Kab. P emalang

34 Kota P ekalongan

7 Kab. Wonosobo

14 Kab. Sragen

28 Kab. Tegal

35 Kota Tegal

21 Kab. Demak

Gambar 1 Hubungan kepadatan penduduk dan proporsi luas sawah terhadap luas
wilayah di Provinsi Jawa Tengah
Kajian model perubahan penggunaan lahan dipandang perlu dilakukan di
Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Kabupaten Cilacap dan Kabupaten
Brebes merupakan kabupaten yang saling berbatasan mewakili tipologi Pulau Jawa
bagian selatan dan tipologi Pulau Jawa bagian utara. Luas sawah Kabupaten
Cilacap kedua terbesar di Provinsi Jawa Tengah (6,39% dari total luas sawah
Provinsi Jawa Tengah) dan luas sawah Kabupaten Brebes ketiga terbesar di
Provinsi Jawa Tengah (6,32% dari total luas sawah Provinsi Jawa Tengah).

4

Kepadatan penduduk Kabupaten Brebes lebih tinggi daripada Kabupaten Cilacap,
dengan laju pengurangan sawah di Kabupaten Brebes lebih besar daripada laju
pengurangan sawah di Kabupaten Cilacap (Gambar 1).
Arahan penggunaan lahan diperlukan sebagai antisipasi terus menurunnya
ketersediaan lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap yang
berdampak pada melambatnya kapasitas produksi beras dari usahatani padi sawah.
Di masa mendatang, produksi beras dari lahan sawah di Kabupaten Brebes dan
Kabupaten Cilacap diharapkan tetap mampu memenuhi minimal 25% ketersediaan
beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah, dengan rincian
Kabupaten Brebes berkontribusi minimal 10% dan Kabupaten Cilacap
berkontribusi minimal 15% (Gambar 2).

Gambar 2 Kontribusi produksi beras Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap
Dari beberapa uraian di atas, maka yang menjadi pertanyaan untuk dikaji
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan
Kabupaten Cilacap?
2. Bagaimana prediksi perubahan penggunaan lahan pada tahun 2030 di
Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap?
3. Bagaimana prediksi neraca beras pada tahun 2030 di Kabupaten Brebes
dan Kabupaten Cilacap?
4. Bagaimana arahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap
untuk mendukung ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan
Kabupaten Cilacap.
2. Memprediksi perubahan penggunaan lahan pada tahun 2030 di Kabupaten
Brebes dan Kabupaten Cilacap.

5

3. Menyusun neraca beras pada tahun 2030 di Kabupaten Brebes dan
Kabupaten Cilacap.
4. Menyusun arahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap
untuk mendukung ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan terkait perubahan penggunaan lahan khususnya lahan
sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap dalam upaya mendukung
tercapainya target kontribusi ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi
penduduk Provinsi Jawa Tengah.

Kerangka Pemikiran
Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap termasuk kabupaten penghasil
beras utama di Provinsi Jawa Tengah. Produksi beras dari padi sawah yang
dihasilkan tidak semata-mata hanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan
konsumsi beras penduduk di kedua kabupaten tersebut. Sebagai kabupaten
penghasil beras utama, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap mempunyai
tanggung jawab untuk berkontribusi terhadap ketersediaan beras untuk kebutuhan
konsumsi penduduk di Provinsi Jawa Tengah. Kapasitas produksi beras di kedua
kabupaten diupayakan dapat terus meningkat agar dapat mengimbangi kebutuhan
konsumsi beras yang semakin meningkat seiring pesatnya laju pertumbuhan
penduduk.
Konversi lahan sawah mempengaruhi kapasitas produksi beras dari usahatani
padi sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Kecenderungan tersebut
terus berlanjut hingga saat ini. Laju pertumbuhan beras menurun, di sisi lain laju
pertumbuhan penduduk terus meningkat. Jika fenomena tersebut terus berlangsung,
Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap terancam tidak lagi menjadi penghasil
beras utama di Provinsi Jawa Tengah. Model perubahan penggunaan lahan
diperlukan untuk mengetahui kondisi penggunaan lahan di masa yang akan datang,
termasuk didalamnya prediksi konversi lahan sawah. Prediksi konversi lahan sawah
di masa mendatang menjadi acuan dalam menyusun kemungkinan-kemungkinan
arahan penggunaan lahan terbaik untuk mempertahankan tingkat ketersediaan beras
di wilayah penelitian. Bagan alir kerangka pemikiran pada penelitian ini tersaji pada
Gambar 3.

Ruang Lingkup Penelitan
Terkait dengan ketersediaan beras, kajian perubahan penggunaan lahan
pada penelitian ini menitikberatkan pembahasan pada tipe penggunaan lahan
sawah. Ketersediaan beras pada penelitian ini merupakan ketersediaan untuk
kebutuhan konsumsi penduduk yang didasarkan pada kemampuan produksi yang
berasal dari lahan sawah dan tidak memperhitungkan ketersediaan untuk pakan,
benih dan tercecer serta kegiatan impor ekspor. Pada penelitian ini produksi beras

6

dari usahatani padi ladang tidak diperhitungkan karena rasio produksi beras dari
usahatani padi ladang terhadap total ketersediaan beras di kedua kabupaten ratarata hanya 4%.

Gambar 3 Kerangka pemikiran

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan dan Perubahannya
Menurut FAO dalam Briassoulis (2000) mendefiniskan lahan sebagai tempat
di permukaan bumi yang sifat-sifatnya saling berkaitan satu sama lain, memiliki
atribut mulai dari biosfer atmosfer, batuan induk, bentuk-bentuk lahan, tanah dan
ekologinya, hidrologi, tumbuh-tumbuhan, hewan dan hasil dari aktivitas manusia
pada masa lalu dan sekarang dimana variabel tersebut berpengaruh nyata pada
penggunaan oleh manusia saat ini dan akan datang. Arsyad (2010) mendefinisikan
penggunaan lahan sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual Penggunaan
lahan dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu: (1) penggunaan
lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditas
yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut; dan (2)
penggunaan lahan non pertanian seperti penggunaan lahan pemukiman kota atau
desa, industri, rekreasi, dan sebagainya.
Istilah penggunaan lahan berbeda dengan tutupan lahan. Terdapat perbedaan
yang prinsip dalam kedua peristilahan tersebut. Penggunaan lahan mengandung
aspek menyangkut aktifitas pemanfaatan lahan oleh manusia sedangkan penutupan
lahan lebih bernuansa fisik (Rustiadi et al. 2009). Tutupan lahan merupakan
keadaan biofisik dari permukaan bumi dan lapisan di bawahnya. Tutupan lahan
menjelaskan keadaan fisik permukaan bumi sebagai lahan pertanian, gunung atau
hutan (Herold et al. 2006). Tutupan lahan adalah atribut dari permukaan dan bawah
permukaan lahan yang mengandung biota, tanah, topografi, air tanah dan
permukaan, serta struktur manusia. Sedangkan penggunaan lahan adalah tujuan
manusia dalam mengeksploitasi tutupan lahan (Lambin et al. 2003).
Lahan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia dengan
tujuan yang beragam. Perubahan penggunaan lahan terjadi ketika pengguna lahan
memutuskan untuk mengarahkan sumber daya ke arah tujuan yang berbeda, dengan
dampak yang diinginkan dan maupun yang tidak dinginkan. Penyebab dari
perubahan penggunaan adalah kelangkaan sumberdaya; perubahan kesempatan
akibat pasar; intervensi kebijakan dari luar; hilangnya kapasitas adaptasi dan
meningkatnya kerentanan; perubahan dalam organisasi sosial dalam mengakses
sumberdaya dan dalam tingkah laku (Lambin et al. 2003). Analisis perubahan
penggunaan lahan pada dasarnya analisis hubungan antara orang dan lahan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa, kapan, bagaimana, dan dimana
perubahan penggunaan lahan terjadi. Tujuan dari analisis perubahan penggunaan
lahan adalah dalam bentuk: deskripsi atau penjelasan, explanation (eksplanasi),
prediksi, impact assessment (kajian dampak), prescription dan evaluasi (Briassoulis
2000).

Konversi Lahan Sawah dan Dampaknya terhadap Produksi Beras
Salah satu permasalahan akibat meningkatnya perkembangan suatu wilayah
adalah persaingan tajam dalam pemanfaatan lahan. Persaingan ini didorong oleh
peningkatan kebutuhan sumberdaya lahan untuk berbagai jenis kebutuhan.

8

Kebutuhan pangan membutuhkan lahan untuk produksi sedangkan permukiman
dan sarana pelayanan umum membutuhkan kawasan permukiman dan lahan
terbangun. Dalam kondisi demikian penggunaan lahan sawah akan berpeluang
besar untuk dialihfungsikan (Sitorus et al. 2011). Konversi lahan sawah adalah
suatu proses yang disengaja oleh manusia (anthropogenic), bukan suatu proses
alami (Agus 2004). Konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius
terhadap ketahanan pangan nasional karena dampaknya bersifat permanen. Lahan
sawah yang telah terkonversi ke penggunaan lain di luar pertanian sangat kecil
peluangnya untuk berubah kembali menjadi lahan sawah (Pasandaran 2006).
Beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan masifnya konversi lahan sawah
(pertanian lahan basah) seperti di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bandung
Barat. Dalam kurun waktu 10 tahun (1997-2007) terjadi konversi lahan sawah
11.078 ha di Kabupaten Tangerang, sementara di Kabupaten Bandung Barat dalam
kurun waktu 10 tahun (1998-2008) terjadi konversi lahan sawah 309 ha (Sitorus et
al. 2009; Sitorus et al. 2011).
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dampak konversi terhadap
produksi beras. Sumaryanto et al. (2001) dalam penelitiannya menyebutkan
konversi lahan sawah di Pulau Jawa, sebagai sentra utama penghasil beras
Indonesia, rata-rata lebih dari 22.000 ha/tahun. Sebagian besar lahan sawah yang
terkonversi merupakan sawah beririgasi teknis/semiteknis dengan produktivitas
yang tinggi. Konversi lahan sawah tersebut mempunyai potensi ancaman yang
nyata terhadap kapasitas nasional dalam mewujudkan pasokan pangan yang aman
untuk mendukung ketahanan pangan. Dampak negatif dari konversi lahan sawah
adalah terjadinya degradasi ketahanan pangan nasional. Semakin tinggi
produktivitas lahan sawah yang terkonversi, semakin tinggi pula kerugian yang
terjadi. Kerugian tersebut berupa hilangnya kesempatan kapasitas untuk
memproduksi padi antara 4,5-12,5 ton/ha/tahun, tergantung pada kualitas lahan
sawah yang bersangkutan.
Irawan dan Friyatno (2002) dalam penelitiannya menyatakan dampak
konversi lahan sawah terhadap masalah pangan bersifat kumulatif. Dampak
konversi lahan yang terjadi pada tahun tertentu tidak hanya dirasakan pada tahun
yang bersangkutan tetapi dirasakan pula pada tahun-tahun selanjutnya. Konversi
lahan sawah di Jawa selama kurun waktu 18 tahun (1981-1998) telah menyebabkan
hilangnya 50,9 juta ton gabah atau sekitar 2,82 juta ton gabah per tahun. Kehilangan
produksi pangan tersebut setara 1,7 juta ton beras per tahun. Jumlah kehilangan
produksi beras tersebut hampir sebanding dengan jumlah impor beras pada tahun
1984-1997 yang berkisar antara 1,5 juta hingga 2,5 juta ton beras per tahun. Apabila
konversi lahan sawah dapat ditekan maka hal itu akan memberikan dampak besar
bagi pengadaan beras nasional. Sebagian besar pengurangan produksi padi akibat
konversi lahan sawah terjadi di Jawa Timur dengan proporsi sekitar 44,2 persen
(22,5 juta ton Padi) dari total pengurangan produksi di Jawa. Posisi kedua dan
seterusnya ditempati oleh Jawa Tengah, Jawa Barat dan Yogyakarta, dimana
kehilangan produksi Padi akibat konversi lahan sawah mencapai 15,9 juta, 10,8 juta
dan 1,7 juta ton Padi.
Sudaryanto (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada periode
1981-1999, pengurangan lahan sawah di Indonesia mencapai 1.627.514 ha. Di Jawa
terjadi konversi ke nonpertanian seluas 1.002.055 ha atau 61,57%, sedangkan di
luar Jawa terjadi konversi seluas 625.459 ha atau 38,43%. Konversi lahan yang

9

terjadi selama tahun 1981-1999 telah menyebabkan kehilangan produksi padi 8,89
juta ton dengan rincian kehilangan produksi di Jawa sekitar 6,86 juta ton dan di luar
Jawa 2.03 juta ton. Hal ini berarti setiap tahunnya 0,47 juta ton produksi padi hilang
akibat konversi lahan sawah. Konversi lahan pertanian ke nonpertanian umumnya
terjadi di wilayah perkotaan sebagai konsekuensi perluasan kota yang didorong
oleh perbedaan pertumbuhan ekonomi yang terlalu besar antara wilayah perkotaan
dengan wilayah pedesaan. Melihat kenyataan dampak kehilangan produksi akibat
konversi lahan sawah di Jawa yang mencapai 1 juta ha selama periode 1981-1999,
serta mempertimbangkan relatif kecilnya kemungkinan pengembangan lahan
sawah di Jawa, maka konversi lahan sawah di Jawa sudah perlu dikendalikan.
Penelitian Maulana (2004) menyatakan produksi padi memang meningkat
pada periode 1980-1984 32,01 juta ton menjadi 47,62 juta ton pada periode 19952001, tetapi laju pertumbuhan turun dari 6,29% per tahun menjadi 1,01%.
Penurunan laju pertumbuhan produksi padi sawah tidak menguntungkan bagi
ketahanan pangan nasional di masa datang karena permintaan beras terus
meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan.
Ketersediaan lahan sawah memiliki peranan sangat penting terhadap dinamika
produksi padi sawah. Program pencetakan sawah oleh pemerintah dapat
memperluas sawah yang tersedia untuk ditanami. Tetapi luas sawah yang tersedia
juga dapat berkurang akibat dikonversi ke penggunaan di luar pertanian seperti
untuk pembuatan jalan, kompleks perumahan, kawasan industri dan sebagainya.
Luas sawah selama 1980-2001 mengalami pelambatan pertumbuhan, bahkan pada
periode 1995-2001 luas sawah Indonesia mengalami pertumbuhan negatif. Khusus
di Jawa laju pertumbuhan negatif telah terjadi sejak pertengahan dekade 1980.
Pelambatan pertumbuhan luas sawah berpengaruh terhadap produksi padi sawah
nasional karena terjadi kehilangan produksi padi akibat alih fungsi lahan dari
pertanian ke nonpertanian.
Penelitian Irawan (2005) menegaskan bahwa dampak konversi lahan sawah
terhadap masalah pangan yang tidak dapat segera dipulihkan, disebabkan oleh 4
alasan, yaitu: (1) lahan sawah yang sudah terkonversi tidak akan bisa kembali
menjadi sawah (sifat permanen); (2) pencetakan sawah baru membutuhkan waktu
yang panjang, sekitar 10 tahun; (3) sumber daya yang bisa dijadikan sawah semakin
terbatas; dan (4) peningkatan produktivitas usahatani padi juga sulit dilakukan
akibat stagnasi inovasi teknologi. Swasembada beras secara mandiri tidak akan
tercapai apabila laju konversi lahan sawah terus berlanjut sebagaimana keadaan
tahun 1992-2002 (0,77%/tahun). Swasembada beras akan tercapai apabila laju
konversi lahan di Jawa dan luar Jawa dapat ditekan masing-masing sampai nol
persen dan 0,72%/tahun mulai tahun 2010. Kebijakan perluasan areal lahan sawah
di luar Jawa sebanyak satu juta hektar selama lima tahun tidak akan cukup untuk
mencapai kondisi swasembada beras dalam 15 tahun ke depan selama laju konversi
lahan sawah dan tingkat produktivitas padi tetap tidak berubah.
Penelitian Purbiyanti (2013) menyatakan lahan sawah merupakan faktor
penting dalam meningkatkan ketersediaan beras dalam jangka pendek maupun
jangka panjang, sehingga konversi lahan sawah yang terjadi akan mengancam
ketersediaan beras per kapita. Ketersediaan beras per kapita dipengaruhi secara
signifikan oleh perubahan harga riil gabah tingkat petani di Indonesia, rasio luas
areal panen padi dengan jumlah penduduk total di Indonesia, konversi lahan sawah
di Indonesia, jumlah beras impor Indonesia, tren waktu, dan ketersediaan beras per

10

kapita tahun sebelumnya. Tetapi hanya rasio luas areal panen padi dengan jumlah
penduduk total di Indonesia yang memiliki respon elastis dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Berdasarkan beberapa temuan empiris dari beberapa
penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa konversi lahan sawah berdampak
terhadap penurunan kapasitas produksi beras yang berakibat pada penurunan
ketersediaan beras.

Model Perubahan Penggunaan Lahan
Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi
dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan langsung
maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik (sebab akibat). Karena model
merupakan abstraksi dari suatu realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks
daripada realitas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila dapat mewakili
berbagai aspek dari realitas itu sendiri (Marimin 2005). Model perubahan
penggunaan lahan dapat didefinisikan sebagai alat untuk mendukung analisis
penyebab dan konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan (Verburg et al. 2004).
Model perubahan penggunaan lahan dapat memainkan peran penting dalam
penilaian dampak dari kegiatan masa lalu di bidang lingkungan maupun sosialekonomi. Pendekatan dan simulasi dari interaksi lokasi dengan lingkungan secara
langsung telah terbukti secara empiris menjadi pendorong penting terjadinya
perubahan penggunaan lahan (O'Sullivan dan Torrens 2000; Verburg et al. 2004).
Secara umum Briassoulis (2000) menggambarkan klasifikasi pemodelan untuk
analisis penggunaan lahan dan perubahannya. Model-model ini dikelompokkan ke
dalam lima kelompok besar yaitu model statistik dan ekonometrik, model interaksi
spasial, model optimisasi, model terpadu (intergrated model) dan pendekatan model
lainnya.
Sebagai alat pembelajaran dalam mengungkap faktor pendorong dan
dinamika sistem perubahan penggunaan lahan, model perubahan penggunaan lahan
berperan penting dalam mengeksplorasi perkembangan sistem penggunaan lahan
masa depan. Sistem fungsional dari model perubahan penggunaan lahan dapat
digali melalui skenario dan visualisasi konfigurasi penggunaan lahan, sehingga
menghasilkan keputusan kebijakan dan perkembangan sistem penggunaan lahan.
Eksplorasi dan kapasitas proyektif, memungkinkan model penggunaan lahan dapat
digunakan sebagai alat komunikasi dan pembelajaran lingkungan bagi para
pemangku kepentingan (Latuamury 2013). Penelitian tentang pemodelan
penggunaan lahan dan lahan sawah secara khusus telah banyak di lakukan. Oh et
al. (2010) memprediksi terjadinya konversi lahan sawah berdasarkan skenario
perubahan iklim menggunakan model CLUE di Yongin, Icheon, and Anseong,
Korea Selatan. Berdasarkan skenario iklim, sebagian besar lahan sawah di wilayah
penelitian terkonversi menjadi permukiman. Warlina (2007) dalam penelitiannya
berupaya membangun model perubahan penggunaan lahan untuk konsep penataan
ruang dalam kerangka pembangunan wilayah yang berkelanjutan di wilayah
Kabupaten Bandung. Dari penelitiannya merekomendasikan bahwa model
perubahan penggunaan lahan dan informasi tingkat berkelanjutan wilayah dapat
merupakan pelengkap dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
sebagai produk dari perencanaan wilayah. Perencanaan wilayah tersebut

11

merupakan bagian dari penataan ruang dalam kerangka pembangunan wilayah
berkelanjutan.
Salah satu model penggunaan lahan yang saat ini berkembang adalah model
dengan menggunakan pendekatan cellular automata. Metode cellular automata
(CA) merupakan model matematika yang sangat cocok untuk meniru proses spasial
yang kompleks atas dasar aturan keputusan sederhana (Wolfram, 1984). Sesuai
dengan namanya, CA berisi sejumlah sel (cell) yang memiliki nilai tertentu. Setiap
sel dapat berubah mengikuti suatu prinsip transisi tertentu (transition rule). CA
terdiri dari empat komponen yang saling berinteraksi yaitu universe (dimensi ruang
dari sel/cell space), states (keadaan /nilai yang mungkin dicapai oleh suatu sel),
neigborhood (jumlah sel tetangga yang dipertimbangkan dalam penentuan nilai dari
suatu sel) dan transition (seperangkat aturan yang digunakan dalam penentuan nilai
dari suatu sel) (Chen et al. 2002).
Penelitian tentang pemodelan penggunaan lahan dengan pendekatan cellular
automata juga telah banyak dilakukan. Munibah (2008) dalam penelitiannya
menyusun model spasial perubahan penggunaan lahan kaitannya dengan arahan
penggunaan lahan berwawasan lingkungan di DAS Cidanau Banten dengan
pendekatan cellular automata. Dari penelitian ini tersusun arahan penggunaan
lahan di wilayah penelitian yang mempertimbangkan aspek konservasi lahan
sehingga dapat meminimumkan erosi. Komarudin (2013) dalam penelitiannya
menyusun model perubahan penggunaan lahan pesisir dalam upaya mendukung
rencana tata ruang wilayah Kabupaten Karawang dengan pendekatan cellular
automata. Dari penelitian ini tersusun arahan penggunaan lahan di wilayah pesisir
yang mempunyai nilai inkosistensi terendah dan paling kompatibel terhadap
implementasi RTRW tahun 2030. Susilo (2013) dalam penelitiannya
mengintegrasikan sistem informasi geografis (SIG) dan cellular automata untuk
pemodelan perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran kota Yogyakarta.
Integrasi sistem informasi geografi (SIG) dan cellular automata sangat potensial
diterapkan untuk keperluan pemodelan spasial. Output model bersifat proyektif
dengan mengintegrasikan aspek spasial dan non spasial. Hasil pemodelan dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam kegiatan evaluasi maupun perencanaan tata
guna lahan. Berbagai skenario dapat disusun untuk meminimalisir dampak negatif
dari terjadinya perubahan penggunaan lahan di pinggiran kota Yogyakarta. Amalia
(2015) dalam penelitiannya menyusun model perubahan penggunaan lahan sawah
di Kabupaten karawang. Dari hasil penelitian ini diprediksi ketersediaan lahan
sawah di Kabupaten Karawang akan terus menurun dan terjadi pengurangan 15.486
ha sawah di tahun 2030. Dari beberapa penelitian di atas, penulis mencoba
menyusun model perubahan dan arahan penggunaan lahan berbasis pendekatan
cellular automata di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap terkait dengan
ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah.

12

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 – Oktober 2015 di
Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. Wilayah
penelitian secara geografis terletak di 108o4’30” – 109o30’30” BT dan 6o44’56,5”
– 7o45’20” LS serta berbatasan sebelah selatan dengan Samudera Hindia, sebelah
utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Tegal dan Kabupaten Banyumas, serta sebelah barat berbatasan dengan Provinsi
Jawa Barat. Peta wilayah penelitian disajikan dalam Gambar 4.

Indonesia

Gambar 4 Wilayah penelitian

Pulau Jawa

13

Rancangan Alir Penelitian
Metode penelitian dirancang berdasarkan kerangka pemikiran yang
diimplementasikan ke dalam tahapan pekerjaan sebagai proses untuk menjawab
tujuan penelitian sebagaimana tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram alir penelitian

Jenis dan Sumber Data
Jenis data primer pada penelitian ini berupa Citra Satelit Landsat tahun
perekaman 2005, 2010 dan 2015 dari situs penyedia data citra satelit. Data sekunder
berupa peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), peta satuan lahan, peta lereng, peta
elevasi, peta curah hujan, data temperatur, data Indeks Pertanaman (IP), data
produktivitas, data konsumsi beras dan data jumlah penduduk yang diperoleh

14

dengan melakukan penelusuran ke instansi pemilik data, penelusuran situs internet
dan pelaksanaan studi pustaka. Jenis dan sumber data selengkapnya disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan
No
1
2
3
4
5
6

Data
Citra satelit Landsat tahun
2005, 2010 dan 2015
Peta RBI
Peta satuan lahan
Peta lereng dan elevasi
Peta curah hujan dan data
temperatur
Data IP, produktivitas,
konsumsi beras dan
jumlah penduduk

Skala
Resolusi
15x15 m
1 : 25.000
1 : 250.000
1 : 50.000
-

Bentuk
Digital
Digital
Digital
Digital
Digital
Digital

Sumber
http://earthexplorer.usgs
.gov/
BIG
BPPSDLP
DEM SRTM
BMKG dan Bappeda
Kabupaten
Dinas Pertanian dan
BPS Kabupaten

Analisis Data
Analisis data dilakukan berdasarkan tujuan penelitian. Hubungan antara
tujuan, data, sumber data, metode analisis dan hingga menghasilkan keluaran
disajikan pada Tabel 2.
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Pengolahan Citra Satelit
Data citra satelit Landsat digunakan untuk mendapatkan data penggunaan
lahan tahun 2005, 2010 dan 2015 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap.
Citra satelit Landsat 7 digunakan untuk mendapatkan penggunaan lahan tahun 2005
dan 2010, sedangkan citra satelit Landsat 8 digunakan untuk mendapatkan
penggunaan lahan tahun 2015. Proses pengolahan citra satelit dilakukan untuk
menjaga kualitas informasi sesuai sifat dan karakteristik citra sehingga membantu
mempermudah pelaksanaan ekstraksi data penggunaan lahan. Proses pengolahan
meliputi koreksi geometri, mosaik citra, perbaikan stripping (khusus pada citra
satelit Landsat 7) dan fusi/penajaman citra (pan sharpening).
Koreksi geometrik dilakukan untuk mengurangi distorsi geometrik selama
proses akuisisi citra sehingga geometri citra semaksimal mungkin sesuai dengan
keadaan asli di lapangan. Metode yang dipilih dalam proses ini adalah metode
image to image dengan memanfaatkan Citra Satelit Ikonos wilayah penelitian yang
telah terkoreksi geometrik. Akurasi koreksi geometrik diukur dengan nilai RMSerror (Root Mean Square Error) mengikuti persamaan (Jensen 1996):
− ����� = √



− °

+



− ° ²

dengan x′ dan y′ merupakan koordinat citra/peta acuan yang ditetapkan serta x° dan
y° merupakan koordinat baris dan kolom citra asal. Idealnya nilai RMS-error adalah
0 yang berarti tidak ada kesalahan posisi. Pada penelitian ini akurasi koreksi
geometri ditunjukkan dengan nilai Root Mean Square (RMS) ≤ 1 (Ardiansyah
2014).

15

Tabel 2 Matrik hubungan antara tujuan, data, sumber data, metode analisis dan
keluaran

Wilayah penelitian mencakup 2 scene citra satelit Landsat, yaitu citra dengan
nomer path 121 row 065 dan path 120 row 060, sehingga perlu dilakukan mosaik
citra. Mosaik citra merupakan proses menggabungkan 2 atau lebih scene citra.
Scene citra satelit yang akan digabungkan harus memiliki koordinat dan posisi yang
benar serta memiliki sistem koordinat yang sama. Pengolahan citra yang lain adalah

16

perbaikan striping. Proses ini khusus dilakukan pada citra satelit Landsat 7 yang
mengalami kegagalan operasi sensor Scan Line Corrector (SLC off) sejak 31 Mei
2003. Konsekuensinya Landsat 7 kehilangan sekitar 22% data akibat adanya gap
pada saat perekaman sehingga perlu dilakukan perbaikan stripping (Ali dan
Mohammed 2014). Proses pengisian gap dilakukan menggunakan citra pengisi
dengan menggunakan modul Landsat Gapfill pada perangkat lunak Envi. Citra
pengisi harus mempunyai area penampal yang bersilangan dengan area stripping
citra utama. Citra pengisi dipilih pada lokasi path dan row yang sama dengan waktu
perekaman tidak berbeda jauh dengan citra utama.
Resolusi spasial atau kedetilan citra berperan penting dalam proses
interpretasi visual. Usaha interpretasi suatu obyek menjadi lebih mudah jika citra
yang tersedia memiliki tingkat kedetilan informasi yang lebih tinggi. Untuk
meningkatkan kedetilan informasi, pada penelitian ini dilakukan penajaman
citra/fusi data citra Landsa