Identifikasi Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)

(1)

IDENTIFIKASI CACING PARASIT

PADA INSANG IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn)

Oleh :

YUNETTA PUTRI ARIOS B04104010

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(2)

IDENTIFIKASI CACING PARASIT PADA INSANG IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Oleh :

YUNETTA PUTRI ARIOS B04104010

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(3)

Judul : Identifikasi Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)

Nama : Yunetta Putri Arios NRP : B04104010

Program Studi : Kedokteran Hewan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Drh Risa Tiuria, MS Adhi Rachmat S. Hariyadi, BSc, MSi

NIP. 131690352

Mengetahui, Wakil Dekan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr.Nastiti Kusumorini NIP. 131669942


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sentani pada tanggal 12 Juni 1986 sebagai anak ketiga dari pasangan Timbul Ompusunggu SPd. dan Ernilawati Sirait. Penulis memulai pendidikan di TK Ria Pembangunan Sentani pada tahun 1989. Pada tahun 1992, penulis melanjutkan pendidikan ke SD Negeri Yabaso Sentani hingga selesai pada tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri I Sentani hingga tamat pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis lalu melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri I Sentani dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjalankan masa studinya di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB, hingga pernah menjadi juara I Tunggal Putri kompetisi Bulutangkis se-IPB 2008. Selain itu, penulis juga menjadi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB, dan terlibat aktif dalam Organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Bogor. Penulis juga aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Agria Swara dan berhasil meraih prestasi pada event nasional maupun internasional.


(5)

Yunetta Putri Arios. B04104010. ”Identifikasi Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)”. Di bawah bimbingan Risa Tiuria dan Adhi Rachmat S. Hariyadi.

RINGKASAN

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang penting. Disamping mudah didapatkan, harga ikan juga relatif murah, sehingga dapat dijangkau oleh segala kalangan masyarakat. Belakangan ini kebutuhan akan sumber protein hewani asal ikan semakin meningkat. Dengan meningkatnya kebutuhan protein ini, maka semakin meningkat pula permintaan konsumen yang ada di pasaran.

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan jenis ikan air tawar yang menjadi primadona kegiatan budidaya ikan air tawar. Hal ini didukung oleh sumberdaya alam yaitu perairan tawar (danau, sungai, kolam) yang potensial juga teknik budidayanya yang sederhana, sehingga mudah dilakukan oleh petani ikan dan masyarakat awam.

Cacing parasitik dapat menyerang inang, hidup dan berkembang biak di dalam maupun di luar tubuh inang. Keberhasilan cacing menyerang dan hidup pada tubuh inang tergantung pada kemampuan cacing masuk dalam tubuh inang, ketersediaan kebutuhan cacing dalam tubuh inang dan kerentanan parasit.

Sampel Ikan Mas diambil secara acak lalu dimatikan dengan cara memukul kepalanya. Setelah itu dibuat sayatan untuk memaparkan insang dan insang diambil lalu direndam dengan NaCl fisiologis. Insang diamati dengan mikroskop cahaya untuk melihat adanya pergerakan cacing parasitik untuk kemudian diisolasi dan direndam dalam larutan NaCl fisiologis. Cacing parasit kemudian diwarnai dengan pewarnaan permanen menggunakan Acetocarmin agar dapat diidentifikasi. Setelah itu dilakukan penghitungan prevalensi kecacingan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 sampel ikan mas yang diambil, 15 diantaranya terinfeksi cacing parasitik dengan Prevalensi kecacingan mencapai 88,2%. Kebanyakan cacing parasitik yang ditemukan pada insang ikan mas adalah berasal dari kelas Monogenea, yang termasuk dalam genus Dactylogyrus, Gyrodactylus dan Tetraonchus.


(6)

Yunetta Putri Arios. B04104010. “Identification of Worm Parasitic at Carps’ Gills (Cyprinus carpio Linn)”. Supervised by Risa Tiuria and Adhi Rachmat S. Hariyadi.

SUMMARY

Fish represenst one of important protein sources from animal. Beside easy to get, price of fish is relatively cheap, so it is affordable by most people in Indonesia. Lately the protein source requirement of origin fish protein progressively mount. At the height of this protein requirement, hence progressively mount also the consumer request exist in marketing.

Carps (Cyprinus carpio) represent a freshwater variety popular among people. Aquaculture is supported by easy to rudimentary natural resources of freshwater (lake, river, pool) and simple aquaculture method applicable by most farmers and/or common aquaculturists.

To ensure high quality fish, the health of the cultured carps becomes important aspects to monitor. One of these health aspects are parasitic worm infection that can infect, live and multiply in and also outside the body of the host. Efficacy of Worm groan and live at body of host depend on ability of worm to penetrate host, availability of requirement of worm in body of host and parasite susceptance ( Olsen1974).

Sample of Carps taken at random then killed by breaking its head. Afterwards made by a cut for showing of gill and gill is taken then soaked by physiological NaCl. Gill perceived with light microscope to see the existence of movement of worm parasitic later then the insulation and soaked in condensation of physiological NaCl. Worm parasitic is later then coloured with permanent coloration use Acetocarmin coloration so the worm parasitic can be identified. After that we can do the enumeration of wormy prevalensi.

Results of research indicate that from 17 carp samples, 15 are infected with parasitic worms and Prevalence reaches 88,2%. Most parasitic worms were found in gills were identified as Monogenean, of the genera: Dactylogyrus, Gyrodactylus and Tetraonchus .


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan kasih-Nya, penelitian dan skripsi berjudul ” Identifikasi Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) ” dapat penulis selesaikan. Skripsi ini merupakan syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.

Pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih dengan tulus kepada : 1. Dr. Drh. Risa Tiuria, MS selaku dosen pembimbing skripsi I dan Adhi

Rachmat Sudrajat Hariyadi, BSc, MSi selaku dosen pembimbing skripsi II, yang selalu memberikan bimbingan, saran, arahan, motivasi, dan ketenangan hati.

2. Drh. Yusuf Ridwan, Msi selaku dosen penguji, yang telah memberi banyak masukan dan arahan terhadap penyempurnaan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Drh. Arief Boediono, MS selaku pembimbing akademik, yang selama empat tahun setia mendampingi dan memberi arahan dalam studi akademik penulis.

4. Bapak dan Mama tercinta, juga Ryan, Rena, dan Richardo tersayang, yang telah memberikan dukungan, baik motivasi dan doa, serta kasih sayang dan perhatian yang tak ternilai selama penulis menempuh studi di IPB dan menyelesaikan skripsi ini.

5. Teman terdekat dan spesial Dhani Permana yang senantiasa mengisi hati dan hari-hari perkuliahan dengan tawa dan keceriaan, suka dan duka, terima kasih buat dukungan dan kasih sayang tulus yang telah diberikan.

6. Ivan Maulana, sahabat dari awal masuk FKH IPB, yang senantiasa bersama-sama menjalani bangku kuliah dan menjadi teman bangku setia, ’dimana ada aku, ada kamu’.

7. Sahabat-sahabatku di TPB Renny and Riza, semoga kita bertiga bisa menjadi dokter hewan yang sukses.

8. Sahabat-sahabatku dari dan di Papua Monik, Wawan, Merlin, Ocha, Hendra dan lainnya.


(8)

9. Teman-teman se-tim penelitian (Dwi, Ivan, Ari, Reni, Shio, Ina, Lina, Mones, Vonte, Debi, Yulia, Asri, Nova), atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.

10. Teman-teman FKH ’41, atas motivasi dan dukungan semangat selama kuliah, penelitian, dan penulisan skripsi ini. Asteroidea is the best ever.

11. Teman-teman Agria Swara yang selama empat tahun terakhir memberi banyak ilmu tentang seni, memberi kesempatan kepada penulis untuk menjadi pelatih sekaligus conductor Agria dalam berbagai acara. Mengukir banyak prestasi di dalam maupun luar negeri ( Jerman dan Hungary). Sungguh pengalaman yang sangat berharga. Buat keluargaku di Agria, teman-teman angkatan 39,40,41,42,43 dan 44 yang begitu banyak sehingga tak dapat disebutkan satu persatu. Greth, Max, Githa, hubungan kita sudah seperti keluarga dalam suka maupun duka. Terima kasih untuk semuanya.

12. Personil Club Renang dan Club Badminton (Ivan, Bagus, Dhani, Riza, Ari dan Agus), yang telah bersama-sama berolah raga dan meraih prestasi.

13. Band HEAVEN (Agus, Fuad, Dhani), suatu saat nanti mimpi kita untuk menjadi terkenal pasti terwujud. Terima kasih untuk bersama-sama menciptakan musik dan gubahan yang harmoni.

14. Teman-teman warga Perwira 43 (Billy, Diantama, Yerry, Bene, Salomo, Frans, Rio, Juan, Itob, Ian, Edo, Japet, Tara, Jo, Vetty, Molly, dan July), yang telah mengisi hari-hari penulis dengan keceriaan, juga atas dukungan semangat dan doanya.

15. Teman-teman PMK komisi kesenian.

16. Teman-teman GMKI Cabang Bogor dimanapun berada terutama teman-teman pengurus masa bakti 2006-2007 dan anggota GMKI lainnya, atas dorongan semangat dan pengertiannya.

17. Laboran Lab Helmintologi (Pak Eman, Pak Kosasi dan Ibu Irawati), atas bantuannya selama penelitian.

18. Ucok dari BDP FPIK yang turut membantu dalam kelancaran pembuatan tulisan.


(9)

19. Seluruh pihak yang belum dapat penulis sebutkan, atas bantuan yang diberikan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun dari berbagai pihak merupakan masukan bagi penulis.

Bogor, Juli 2008


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……….... iii

DAFTAR GAMBAR ………. vii

DAFTAR LAMPIRAN ……… viii

PENDAHULUAN………. 1

Latar Belakang……… 1

Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 2

TINJAUAN PUSTAKA……… 3

Ikan Mas……….... 3

Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas……… 7

BAHAN DAN METODE PENELITIAN…………..……… 9

Waktu dan Tempat Penelitian………. 9

Bahan Penelitian……….. 9

Alat Penelitian………. 9

Metode Penelitian……… 9

Pengambilan Sampel Ikan Pengambilan Insang dan Isolasi Cacing Metode Pewarnaan Identifikasi Cacing Parasitik Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN……… 12

KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 22

Kesimpulan……….. 22

Saran………. 22

DAFTAR PUSTAKA……… 23


(11)

IDENTIFIKASI CACING PARASIT

PADA INSANG IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn)

Oleh :

YUNETTA PUTRI ARIOS B04104010

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(12)

IDENTIFIKASI CACING PARASIT PADA INSANG IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Oleh :

YUNETTA PUTRI ARIOS B04104010

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(13)

Judul : Identifikasi Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)

Nama : Yunetta Putri Arios NRP : B04104010

Program Studi : Kedokteran Hewan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Drh Risa Tiuria, MS Adhi Rachmat S. Hariyadi, BSc, MSi

NIP. 131690352

Mengetahui, Wakil Dekan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr.Nastiti Kusumorini NIP. 131669942


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sentani pada tanggal 12 Juni 1986 sebagai anak ketiga dari pasangan Timbul Ompusunggu SPd. dan Ernilawati Sirait. Penulis memulai pendidikan di TK Ria Pembangunan Sentani pada tahun 1989. Pada tahun 1992, penulis melanjutkan pendidikan ke SD Negeri Yabaso Sentani hingga selesai pada tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri I Sentani hingga tamat pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis lalu melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri I Sentani dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjalankan masa studinya di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB, hingga pernah menjadi juara I Tunggal Putri kompetisi Bulutangkis se-IPB 2008. Selain itu, penulis juga menjadi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB, dan terlibat aktif dalam Organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Bogor. Penulis juga aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Agria Swara dan berhasil meraih prestasi pada event nasional maupun internasional.


(15)

Yunetta Putri Arios. B04104010. ”Identifikasi Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)”. Di bawah bimbingan Risa Tiuria dan Adhi Rachmat S. Hariyadi.

RINGKASAN

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang penting. Disamping mudah didapatkan, harga ikan juga relatif murah, sehingga dapat dijangkau oleh segala kalangan masyarakat. Belakangan ini kebutuhan akan sumber protein hewani asal ikan semakin meningkat. Dengan meningkatnya kebutuhan protein ini, maka semakin meningkat pula permintaan konsumen yang ada di pasaran.

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan jenis ikan air tawar yang menjadi primadona kegiatan budidaya ikan air tawar. Hal ini didukung oleh sumberdaya alam yaitu perairan tawar (danau, sungai, kolam) yang potensial juga teknik budidayanya yang sederhana, sehingga mudah dilakukan oleh petani ikan dan masyarakat awam.

Cacing parasitik dapat menyerang inang, hidup dan berkembang biak di dalam maupun di luar tubuh inang. Keberhasilan cacing menyerang dan hidup pada tubuh inang tergantung pada kemampuan cacing masuk dalam tubuh inang, ketersediaan kebutuhan cacing dalam tubuh inang dan kerentanan parasit.

Sampel Ikan Mas diambil secara acak lalu dimatikan dengan cara memukul kepalanya. Setelah itu dibuat sayatan untuk memaparkan insang dan insang diambil lalu direndam dengan NaCl fisiologis. Insang diamati dengan mikroskop cahaya untuk melihat adanya pergerakan cacing parasitik untuk kemudian diisolasi dan direndam dalam larutan NaCl fisiologis. Cacing parasit kemudian diwarnai dengan pewarnaan permanen menggunakan Acetocarmin agar dapat diidentifikasi. Setelah itu dilakukan penghitungan prevalensi kecacingan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 sampel ikan mas yang diambil, 15 diantaranya terinfeksi cacing parasitik dengan Prevalensi kecacingan mencapai 88,2%. Kebanyakan cacing parasitik yang ditemukan pada insang ikan mas adalah berasal dari kelas Monogenea, yang termasuk dalam genus Dactylogyrus, Gyrodactylus dan Tetraonchus.


(16)

Yunetta Putri Arios. B04104010. “Identification of Worm Parasitic at Carps’ Gills (Cyprinus carpio Linn)”. Supervised by Risa Tiuria and Adhi Rachmat S. Hariyadi.

SUMMARY

Fish represenst one of important protein sources from animal. Beside easy to get, price of fish is relatively cheap, so it is affordable by most people in Indonesia. Lately the protein source requirement of origin fish protein progressively mount. At the height of this protein requirement, hence progressively mount also the consumer request exist in marketing.

Carps (Cyprinus carpio) represent a freshwater variety popular among people. Aquaculture is supported by easy to rudimentary natural resources of freshwater (lake, river, pool) and simple aquaculture method applicable by most farmers and/or common aquaculturists.

To ensure high quality fish, the health of the cultured carps becomes important aspects to monitor. One of these health aspects are parasitic worm infection that can infect, live and multiply in and also outside the body of the host. Efficacy of Worm groan and live at body of host depend on ability of worm to penetrate host, availability of requirement of worm in body of host and parasite susceptance ( Olsen1974).

Sample of Carps taken at random then killed by breaking its head. Afterwards made by a cut for showing of gill and gill is taken then soaked by physiological NaCl. Gill perceived with light microscope to see the existence of movement of worm parasitic later then the insulation and soaked in condensation of physiological NaCl. Worm parasitic is later then coloured with permanent coloration use Acetocarmin coloration so the worm parasitic can be identified. After that we can do the enumeration of wormy prevalensi.

Results of research indicate that from 17 carp samples, 15 are infected with parasitic worms and Prevalence reaches 88,2%. Most parasitic worms were found in gills were identified as Monogenean, of the genera: Dactylogyrus, Gyrodactylus and Tetraonchus .


(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan kasih-Nya, penelitian dan skripsi berjudul ” Identifikasi Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) ” dapat penulis selesaikan. Skripsi ini merupakan syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.

Pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih dengan tulus kepada : 1. Dr. Drh. Risa Tiuria, MS selaku dosen pembimbing skripsi I dan Adhi

Rachmat Sudrajat Hariyadi, BSc, MSi selaku dosen pembimbing skripsi II, yang selalu memberikan bimbingan, saran, arahan, motivasi, dan ketenangan hati.

2. Drh. Yusuf Ridwan, Msi selaku dosen penguji, yang telah memberi banyak masukan dan arahan terhadap penyempurnaan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Drh. Arief Boediono, MS selaku pembimbing akademik, yang selama empat tahun setia mendampingi dan memberi arahan dalam studi akademik penulis.

4. Bapak dan Mama tercinta, juga Ryan, Rena, dan Richardo tersayang, yang telah memberikan dukungan, baik motivasi dan doa, serta kasih sayang dan perhatian yang tak ternilai selama penulis menempuh studi di IPB dan menyelesaikan skripsi ini.

5. Teman terdekat dan spesial Dhani Permana yang senantiasa mengisi hati dan hari-hari perkuliahan dengan tawa dan keceriaan, suka dan duka, terima kasih buat dukungan dan kasih sayang tulus yang telah diberikan.

6. Ivan Maulana, sahabat dari awal masuk FKH IPB, yang senantiasa bersama-sama menjalani bangku kuliah dan menjadi teman bangku setia, ’dimana ada aku, ada kamu’.

7. Sahabat-sahabatku di TPB Renny and Riza, semoga kita bertiga bisa menjadi dokter hewan yang sukses.

8. Sahabat-sahabatku dari dan di Papua Monik, Wawan, Merlin, Ocha, Hendra dan lainnya.


(18)

9. Teman-teman se-tim penelitian (Dwi, Ivan, Ari, Reni, Shio, Ina, Lina, Mones, Vonte, Debi, Yulia, Asri, Nova), atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.

10. Teman-teman FKH ’41, atas motivasi dan dukungan semangat selama kuliah, penelitian, dan penulisan skripsi ini. Asteroidea is the best ever.

11. Teman-teman Agria Swara yang selama empat tahun terakhir memberi banyak ilmu tentang seni, memberi kesempatan kepada penulis untuk menjadi pelatih sekaligus conductor Agria dalam berbagai acara. Mengukir banyak prestasi di dalam maupun luar negeri ( Jerman dan Hungary). Sungguh pengalaman yang sangat berharga. Buat keluargaku di Agria, teman-teman angkatan 39,40,41,42,43 dan 44 yang begitu banyak sehingga tak dapat disebutkan satu persatu. Greth, Max, Githa, hubungan kita sudah seperti keluarga dalam suka maupun duka. Terima kasih untuk semuanya.

12. Personil Club Renang dan Club Badminton (Ivan, Bagus, Dhani, Riza, Ari dan Agus), yang telah bersama-sama berolah raga dan meraih prestasi.

13. Band HEAVEN (Agus, Fuad, Dhani), suatu saat nanti mimpi kita untuk menjadi terkenal pasti terwujud. Terima kasih untuk bersama-sama menciptakan musik dan gubahan yang harmoni.

14. Teman-teman warga Perwira 43 (Billy, Diantama, Yerry, Bene, Salomo, Frans, Rio, Juan, Itob, Ian, Edo, Japet, Tara, Jo, Vetty, Molly, dan July), yang telah mengisi hari-hari penulis dengan keceriaan, juga atas dukungan semangat dan doanya.

15. Teman-teman PMK komisi kesenian.

16. Teman-teman GMKI Cabang Bogor dimanapun berada terutama teman-teman pengurus masa bakti 2006-2007 dan anggota GMKI lainnya, atas dorongan semangat dan pengertiannya.

17. Laboran Lab Helmintologi (Pak Eman, Pak Kosasi dan Ibu Irawati), atas bantuannya selama penelitian.

18. Ucok dari BDP FPIK yang turut membantu dalam kelancaran pembuatan tulisan.


(19)

19. Seluruh pihak yang belum dapat penulis sebutkan, atas bantuan yang diberikan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun dari berbagai pihak merupakan masukan bagi penulis.

Bogor, Juli 2008


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……….... iii

DAFTAR GAMBAR ………. vii

DAFTAR LAMPIRAN ……… viii

PENDAHULUAN………. 1

Latar Belakang……… 1

Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 2

TINJAUAN PUSTAKA……… 3

Ikan Mas……….... 3

Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas……… 7

BAHAN DAN METODE PENELITIAN…………..……… 9

Waktu dan Tempat Penelitian………. 9

Bahan Penelitian……….. 9

Alat Penelitian………. 9

Metode Penelitian……… 9

Pengambilan Sampel Ikan Pengambilan Insang dan Isolasi Cacing Metode Pewarnaan Identifikasi Cacing Parasitik Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN……… 12

KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 22

Kesimpulan……….. 22

Saran………. 22

DAFTAR PUSTAKA……… 23


(21)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Ikan mas (Cyprinus carpio Linn)………4

2. Anatomi Ikan Mas ... 6

3. Struktur Insang ikan Mas ... 7

4. Monogenea A ... 15

5. Monogenea B ... 15

6. Monogenea C ... 16

7. Monogenea D ... 16

8. Gyrodactylus sp dan Dactylogyrus sp ………... .. 18

9. Monogenea E dan Tetraonchus sp ... 19


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Perhitungan Prevalensi………..26 2. Pewarnaan Semichone’s Acetocarmine………...27


(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam hayati perikanan cukup besar, yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Sejak dahulu orang mengenal hidangan hasil tangkapan perairan tawar maupun budidaya hasil perairan tawar. Konsumsi hasil perairan terutama ikan mengandung protein tinggi. Selain itu ikan juga kaya akan zat-zat atau bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti Vitamin (A dan D), asam lemak, kalsium, zat besi, asam lemak omega 3, asam linolenik, gliseril, minyak ikan dan lainnya. Terdapat begitu banyak jumlah jenis ikan yang kita telah kenal dari hasil perairan tawar, seperti ikan lele, ikan gurame, ikan nila, ikan mas, ikan mujaer dan lain sebagainya.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang penting. Disamping mudah didapatkan, harga ikan juga relatif murah, sehingga dapat dijangkau oleh segala kalangan masyarakat. Belakangan ini kebutuhan akan sumber protein hewani asal ikan semakin meningkat. Dengan meningkatnya kebutuhan protein ini, maka semakin meningkat pula permintaan konsumen yang ada di pasaran. Perlu diketahui bahwa tidak setiap orang dapat mengkonsumsi ikan. Hal ini disebabkan ikan memiliki sekelompok protein pada otot yang disebut parvalbumins, dimana protein ini dapat menimbulkan reaksi alergi atau hipersensitivitas pada beberapa individu yang peka terhadapnya.

Dewasa ini para petani ikan sering mengeluh tentang masalah penyakit ikan, terutama ikan air tawar. Faktor-faktor yang berperan antara lain faktor internal yang berasal dari lingkungan dalam seperti gangguan genetik, gangguan kekebalan dan gangguan metabolisme tubuh, dan faktor eksternal yang mempengaruhi dari luar atau dari lingkungan, misalnya penyakit. Penyakit pada ikan, ada yang bersifat infeksius dan non infeksius. Penyakit yang bersifat infeksius biasanya disebabkan oleh parasit, virus, jamur dan bakteri yang dapat menyerang bagian-bagian tubuh ikan, seperti saluran pencernaan, insang, daging, dan kulit, sedangkan penyakit yang tidak bersifat


(24)

infeksius biasanya disebabkan pengaruh dari suhu, kualitas air, pH, gas beracun dan nutrisi (Pasaribu 1989).

Peningkatan konsumsi masyarakat terhadap jenis makanan tertentu berkorelasi positif dengan peningkatan prevalensi parasit pada suatu populasi. Demikian pula halnya dengan mengkonsumsi ikan, dimana peningkatan kebutuhan akan ikan menyebabkan kerentanan populasi ikan tersebut terhadap penyakit dan gangguan masalah kesehatannya.

Penyakit pada ikan merupakan salah satu masalah yang dijumpai dalam usaha budidaya ikan. Adanya penyakit ikan erat hubungannya dengan lingkungan tempat ikan berada (Anonim 2007). Pada usaha budidaya ikan air tawar khususnya budidaya ikan mas, timbulnya penyakit merupakan suatu masalah serius yang dihadapi oleh para petani ikan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ikan, penurunan produksi, bahkan kematian ikan dalam jumlah besar sekitar 80% total populasi, yang secara ekonomi merugikan banyak pihak terutama para petani ikan (Dana 2007).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi cacing parasit pada insang ikan mas (Cyprinus carpio).

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberi informasi ilmiah tentang ada tidaknya cacing parasitik serta pengaruhnya pada insang ikan mas (Cyprinus carpio) dari budidaya tambak.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Mas

Ikan mas (Cyprinus carpio Linn) merupakan jenis ikan air tawar yang menjadi primadona kegiatan budidaya ikan air tawar, karena umumnya dari segi kesukaan/selera, masyarakat banyak mengkonsumsi jenis ikan ini. Secara sederhana hal ini dapat kita lihat dengan bertebarannya rumah-rumah makan yang selalu menyediakan jenis ikan ini sebagai menu utamanya. Disamping kesukaan/selera, pemeliharaan ikan mas juga didukung oleh sumberdaya alam yaitu perairan tawar (danau, sungai, kolam) yang potensial juga teknik budidayanya yang sederhana, sehingga mudah dilakukan oleh petani ikan khususnya dan masyarakat awam pada umumnya.

Menurut Taufik (2005), ikan mas mulai dipelihara di Indonesia sekitar tahun 1920. Ikan mas yang terdapat di Indonesia itu merupakan ikan mas yang dibawa dari, Benua Eropa, Negara Cina, Taiwan dan Jepang. Setelah mengalami domestikasi yang lama, terdapat lebih dari 10 galur ikan mas yang ditemukan di Indonesia, diantaranya ialah ikan mas galur majalaya, ikan mas galur punten, ikan mas galur Taiwan, ikan mas galur sinyonya, ikan mas galur koi dan lainnya. Galur tersebut dapat terbentuk secara alami ataupun karena campur tangan manusia. Pada saat ini bududaya ikan khususnya ikan mas telah berkembang pesat. Pusat dari produksi ikan mas tersebut adalah Sukabumi, Ciamis, Bogor, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, Purwakarta dan Bandung.

Menurut Amarullah et al. (2006) permintaan yang tinggi terhadap jenis ikan mas dan minat masyarakat terhadap usaha budidaya menyebabkan terjadinya pengembangbiakan antar galur yang tidak terkendali dan telah terjadi bertahun-tahun. Hal ini berdampak negatif terhadap ikan mas itu sendiri, seperti terjadinya penurunan kualitas benih yang dihasilkan, keragaman ukuran dalam stok, pertumbuhan yang lambat, kurang adaptif, dan khususnya mudah terserang penyakit.

Sebagai organisme akuatik, ikan dilengkapi dengan insang sebagai alat respirasi utamanya. Luas permukaan epitel dari insang dapat menyerupai luas dari


(26)

total permukaan kulit, bahkan pada sebagian besar spesies ikan, luas permukaan epitel insang ini jauh melebihi kulit, hingga struktur insang ini merupakan hal yang penting dalam menyelenggarakan homeostasis lingkungan dalam dari ikan.

Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)

Taksonomi ikan mas (Cyprinus carpio Linn) menurut Linnaeus 1758 dalam Chumcal (2002) adalah sebagai berikut, yaitu Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) digolongkan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Actynopterygii, dan subkelas Teleostei. Ikan Mas (Cyprinus carpio) masuk dalam ordo Ostariophysi, subordo Cyprinoidea, family Cyprinidae, genus Cyprinus dan spesiesnya yaitu Cyprinus carpio Linn.

Gambar 1 Ikan mas (Cyprinus carpio)

(Sumber : www.mrk.cz/.../maloostni/kaproviti/kapr_obecny/)

Sistematika Ikan Mas

Ahli perikanan Dr. A.L Buschkiel dalam Ardiwinata (1981) menggolongkan jenis ikan mas menjadi dua golongan, yakni pertama, jenis-jenis ikan mas yang bersisik normal dan kedua, jenis ikan mas yang memiliki ukuran sirip memanjang.

Adapun Djoko Suseno (2000) mengemukakan, berdasarkan fungsinya, ras-ras ikan mas yang ada di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok


(27)

pertama merupakan ras-ras ikan konsumsi dan kelompok kedua adalah ras-ras ikan hias.

Ikan mas sebagai ikan konsumsi dibagi menjadi dua kelompok yakni galur ikan mas bersisik penuh dan galur ikan mas bersisik sedikit. Kelompok galur ikan mas yang bersisik penuh adalah galur-galur ikan mas yang memiliki sisik normal, tersusun teratur dan menyelimuti seluruh tubuh. Galur ikan mas yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah ikan mas galur majalaya, ikan mas galur punten, ikan mas galur sinyonya dan ikan mas merah, sedangkan yang tergolong dalam galur ikan mas bersisik sedikit adalah ikan mas kaca, yang oleh petani di Tabanan biasa disebut dengan nama ikan mas gajah. Untuk kelompok galur ikan mas hias, beberapa di antaranya adalah mas kumpay, kaca, mas merah dan koi (Anonimous 2008).

Morfologi Ikan Mas

Menurut Hardjamulia (1979), ikan mas memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Badan memanjang, sedikit pipih ke samping (compressed), mulut dapat disembulkan dan terletak di ujung tangan (terminal), dua pasang sungut (barbells) yang satu pasang diantaranya rudimenter. Sirip punggung atau dorsal memanjang ke belakang dengan bagian permukaannya memiliki jari-jari lemah mengeras, jari-jari sirip dubur yang pertama bergerigi, sisik besar dan sisik garis rusuk lengkap dan membentang dari belakang operkulum sampai pertengahan ujung batang ekor. Secara umum, hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi sisik dan hanya sebagian kecil saja yang tubuhnya tidak ditutupi sisik. Sisik ikan mas berukuran relatif besar dan digolongkan dalam tipe sisik sikloid berwarna hijau, biru, merah, kuning keemasan atau kombinasi dari warna-warna tersebut sesuai dengan rasnya. Ikan juga memiliki indra penglihatan, penciuman dan organ yang peka pada kulit dan sirip (Pasaribu 1989).


(28)

Gambar 2 Anatomi ikan Mas

(Sumber : www.mrk.cz/.../maloostni/kaproviti/kapr_obecny/)

Menurut Saanin (1984), ikan mas yang berumur 3-4 tahun memiliki panjang 20-40 cm dengan berat tubuh 300-1000 gram dan pada umur 40 tahun, ikan ini dapat mencapai berat sekitar 25-30 kg.

Insang Ikan Mas

Ikan Mas memiliki insang sebagai alat pernapasan. Insang berbentuk seperti selaput mirip daun dengan kapilernya berdinding sangat tipis sehingga pertukaran oksigen terjadi dengan mudah antara oksigen dalam darah dengan oksigen dalam air.

Insang berperan sangat penting dalam homeostasis, bukan hanya karena fungsinya sebagai alat respirasi namun juga karena responsibilitasnya terhadap pengaturan pertukaran garam dan pengeluaran limbah-limbah yang mengandung nitrogen atau sekresi amonia. Insang memiliki epitel yang tipis sebagai barier untuk memudahkan pertukaran gas pada saat oksigen masuk dan karbondioksida keluar, namun hal ini menjadikan insang rentan terhadap infeksi dari hama-hama penyakit. Kerusakan struktur yang ringan sekalipun dapat sangat mengganggu pengaturan osmose dan kesulitan pernafasan (Rachmat & Fachriyan 1989).


(29)

Gambar 3 Struktur Insang ikan Mas

(Sumber : www.mrk.cz/.../maloostni/kaproviti/kapr_obecny/)

Habitat Ikan Mas

Ikan mas biasa hidup di perairan sungai atau danau yang berada pada ketinggian 150-1600 m di atas permukaan laut dengan pH 7-8, suhu optimal 20-25oC dan tergolong ke dalam kelompok Omnivora atau pemakan segala.

Ikan mas dapat tumbuh cepat pada suhu antara 20-28oC. Bila suhu lingkungan lebih rendah, maka ikan akan mengalami penurunan pertumbuhan. Pertumbuhan ikan mas akan menurun dengan cepat apabila suhu berada di bawah 13oC bahkan pada suhu di bawah 5oC, dapat menyebabkan aktifitas makan terhenti. Pada kolam-kolam budidaya dengan suhu rata-rata 15-18oC, ikan mas dapat hidup dan tumbuh namun tidak dapat berkembang biak (Huet 1970).

Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas

Parasit merupakan organisme yang kelangsungan hidupnya bergantung dari makhluk hidup lain sebagai inangnya. Kebergantungan ini dapat berupa kebutuhan nutrien oleh parasit yang terdapat dalam tubuh inang, maupun lingkungan internal inang (Dogiel et al. 1970).


(30)

Cacing parasitik dapat menyerang inang definitif, hidup dan berkembang biak di dalam maupun di luar tubuh inang definitif. Keberhasilan cacing menyerang dan hidup pada tubuh inang definitif tergantung pada kemampuan cacing menembus inang definitif, ketersediaan kebutuhan cacing dalam tubuh inang definitif dan kerentanan parasit (Olsen1974).

Patogenesa cacing parasit pada ikan yaitu :

1. Cacing dapat menyebabkan penyakit dengan cara: (a). Melukai secara mekanik (infeksi sekunder), (b). Mengambil nutrien yang dibutuhkan oleh inang definitif, (c). Meracuni inang definitif. (d). Memfasilitasi masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh inang definitif.

2. Adanya parasit cacing dalam tubuh ikan menyebabkan terjadinya reaksi jaringan tubuh berupa pembengkakan jaringan yang dicirikan dengan enkapsulasi dari cacing pada jaringan tubuh ikan.

3. Stres lingkungan kemungkinan dapat menambah penurunan resistensi inang definitif terhadap penyakit infeksius.

4. Kegiatan manusia memasukkan ikan yang terinfeksi cacing dari satu habitat ke habitat yang lain dapat menyebabkan tersebarnya penyakit (Epizootik) dan mortalitas pada populasi setempat.

5. Cacing parasitik adalah umum terdapat pada ikan laut, tetapi biasanya memperlihatkan status infeksius yang jelas apabila kehadirannya dalam jumlah yang besar pada setiap individu inang definitif (Sinderman1990).


(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan September 2007 di Laboratorium Helmintologi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan Penelitian

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas (Cyprinus carpio linn) yang berjumlah 17 ekor. Terdiri dari 8 ekor ikan mas berwarna hitam dan 9 ekor ikan mas berwarna kuning dengan berat (± 276,25) gr per ekor dan panjang ± 20-40 cm, bagian insang ikan mas, xylol, NaCl fisiologis 0,85%, Alkohol 70%, 85%, 95% dan 100%, pewarna Acetocarmine, Ethanol 70%, HCl dan aquades.

Alat Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Sebuah aquarium berukuran 1x0,5x0,5 m, alat bedah/dissecting kit (gunting, pinset, dan skalpel), alas berupa gabus yang dilapisi plastik berwarna hitam, cawan petri, lemari pendingin bersuhu 4oC, video mikrometer, timbangan, tissue, mikroskop cahaya, mikroskop stereo, alat penghitung, gelas objek, gelas penutup, botol plastik film, dan kertas label.

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel Ikan

Pengambilan sampel ikan diperoleh dari dua Tambak di daerah Ciampea, Bogor. Pemilihan lokasi dan jumlah sampel ini dikondisikan berdasarkan kemudahan logistik, jarak dan izin dari peternak ikan. Sampel ikan diambil secara acak dan


(32)

diperoleh ikan mas sebanyak 17 ekor, yang terdiri dari ikan mas warna hitam (Cyprinus carpio galur Majayala) dan ikan mas warna kuning (Cyprinus carpio galur Sinyonya) dengan kisaran berat 200-300 gram per ekornya. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam boks sementara dengan air dan oksigen secukupnya. Lalu sampel dibawa ke Laboratorium Helminthologi dan dimasukkan ke dalam aquarium berukuran 1x0,5x0,5 m, dibiarkan selama 2-3 hari dengan tujuan agar ikan dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Pengambilan Insang dan Isolasi Cacing

Sampel ikan terlebih dahulu ditimbang dan dimatikan dengan cara memukul kepalanya di sekitar medula oblongatanya, selanjutnya sayatan dibuat pada bagian ventral ikan. Sayatan dimulai dari daerah kloaka hingga ke anterior yaitu operkulum ikan untuk memaparkan insang. Organ insang dipisahkan dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diisi NaCl fisiologis 0,85% dan diidentifikasi menggunakan mikroskop stereo. Spesimen yang belum diidentifikasi dapat disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 40C.

Cacing parasitik yang telah diisolasi disimpan dalam larutan NaCl fisiologis selama 8 jam dalam suhu dingin dan dipindahkan ke dalam alkohol 70% untuk dilakukan proses pewarnaan.

Metode Pewarnaan

Metode pewarnaan yang dilakukan adalah pewarnaan permanen dengan menggunakan Semichon’s Acetocarmine. Menurut Soulsby 1985, pewarnaan Semichon Acetocarmine ini merupakan pewarnaan yang tepat untuk mengidentifikasi cacing pipih (Trematoda, Monogenea maupun Cestoda) dikarenakan memberikan hasil pewarnaan baik seperti yang diharapkan dan bersifat tahan lama atau permanen.

Spesimen yang telah diambil direndam dalam larutan Acetocarmine untuk tujuan pewarnaan selama lebih kurang 15-20 menit hingga warna terserap (spesimen


(33)

menjadi warna merah cerah). Kemudian spesimen dibilas dengan ethanol 70% dan direndam dalam larutan asam alkohol (99 bagian ethanol 70% dan 1 bagian HCl). Setelah itu direndam selama 5 menit dengan alkohol secara bertahap untuk tujuan dehidrasi. Kemudian dilanjutkan dengan perendaman dalam xylol sampai spesimen terlihat transparan, lalu spesimen difiksasi pada sediaan gelas objek dengan bahan Entellan sebagai media fiksasinya.

Identifikasi Cacing Parasitik

Metode identifikasi dilakukan setelah proses pewarnaan selesai, dimana spesimen yang telah diwarnai diamati di bawah mikroskop dan dilakukan identifikasi terhadap famili, genus hingga spesies dari sampel cacing tersebut, dengan mengacu dalam Yamaguti (1958), Soulsby (1982), Noble & Noble (1989), Kusumamihardja (1995).

Analisis Data

Perhitungan statistik akan dilakukan untuk menghitung prevalensi (pendugaan proporsi) dari sampel dengan rumus :

Jumlah ikan yang terinfeksi cacing parasitik Prevalensi : x 100%

Jumlah ikan yang diperiksa


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi cacing dari insang ikan mas

Hasil yang ditemukan dari studi kecacingan pada insang ikan Mas (Cyprinus carpio) menunjukkan bahwa hampir seluruh ikan mas terinfeksi parasit cacing, yakni dari 17 sampel ikan mas, didapatkan 15 ekor terinfeksi cacing parasitik.

Prevalensi kecacingan pada insang ikan mas

Prevalensi atau jumlah ikan Mas yang insangnya terinfeksi cacing parasitik adalah sebesar 88,2%. Berdasarkan kategorisasi yang dikembangkan oleh Williams & Bunkley-Williams (1996) nilai prevalensi tersebut masuk dalam kategori “biasa” (Usually 70-89%). Hal ini berarti bahwa dari 100% sampel ikan mas, 80% ditemukan cacing parasitik dan merupakan derajat infeksi dari parasit tersebut.

Kategorisasi infeksi berdasarkan prevalensi (Williams & Bunkley-Williams 1996).

Frequency of Infection

Always = 100-99% Amost always = 98-90%

Usually = 89-70% Frequently = 69-50% Commonly = 49-30%

Often = 29-10% Occasionaly 9-1%

Rarely = <1-0,1% Very rarely = <0,1-0,01%


(35)

Pada ikan budidaya, dikarenakan habitat yang terbatas, ikan pada hábitat tersebut dapat saja terserang cacing parasitik. Hal ini tergantung dari keadaan ikan tersebut. Bila ikan tersebut dalam keadaan stress, maka parasit akan berkembang cepat sedangkan bila ikan tersebut tidak dalam keadaan stress maka kehadiran parasit tersebut tidak membahayakan dirinya. Hal ini juga didukung oleh kekebalan individu, jenis kelamin, galur dan umur ikan.

Tingginya prevalensi kecacingan parasitik sangat ditentukan oleh faktor kualitas air, walaupun sering juga dikaitkan dengan ukuran tubuh dari ikan. Semakin besar tubuh ikan, maka ukuran insang pun akan makin besar sehingga memungkinkan makin banyaknya cacing parasitik yang menempel (Dogiel et al 1970).

Identifikasi cacing parasitik insang ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)

Setelah pewarnaan cacing-cacing parasitik di atas, ditemukan enam cacing parasitik Monogenea dari dua sampel ikan mas. Pewarnaan Acetocarmin memberi warna merah pada beberapa cacing parasitik. Namun demikian, metode identifikasi dengan mengacu pada pedoman identifikasi menurut Yamaguti (1958), Soulsby (1982), Noble & Noble (1989), dan Kusumamihardja (1995) tidak dapat sepenuhnya dilakukan dikarenakan hasil preparat cacing-cacing tersebut yang tidak terlalu jelas dengan banyaknya penyerapan warna Acetocarmin. Untuk mengatasi kendala ini, dilakukan pengamatan dengan mikroskop, yaitu dengan melihat kemiripan struktur tubuh cacing-cacing parasitik ini, yaitu dengan melihat morfologi, ukuran tubuh maupun jenis telurnya, dengan dokumentasi gambar dan/atau foto yang ada. Pengamatan visual ini memungkinkan diferensiasi antar genus tertentu. Untuk selanjutnya cacing-cacing parasitik ini akan dibedakan secara alfabet (Monogenea A-F).

Monogenea

Monogenea masuk dalam Kingdom Animalia dan Filum Platyhelminthes. Dahulu monogenea merupakan sub kelas dari Trematoda namun belakangan diklasifikasikan dalam kelas monogenea. Monogenea berukuran kecil dan berbetuk


(36)

simetris. Cacing pipih ini sebagian besar ditemukan pada insang atau kulit ikan. Monogenea berbentuk bulat oval dan pipih dengan panjangnya tidak lebih panjang dari 2 cm. Monogenea tidak memiliki sistem respirasi, rangka dan sistem peredaran serta tidak memiliki penghisap dimulutnya. Mereka menempel pada induk semang menggunakan hook atau kait yang mampu meregangkan dan memampatkan badan mereka.

Monogenea memiliki berbagai bentuk struktur alat penempel. Struktur yang terletak di sebelah anterior disebut prohaptor, sedangkan di sebelah posterior disebut opisthaptor. Seperti cacing pipih lainnya, Monogenea tidak memiliki rongga tubuh yang sesungguhnya (coelom). Monogenea memiliki suatu sistem pencernaan sederhana yang terdiri dari suatu mulut yang membuka dengan suatu hulu kerongkongan berotot dan suatu usus tak berterminal. Biasanya Monogenea adalah hermaphrodit, dimana memiliki organ-organ reproduksi fungsional baik jantan maupun betina dalam satu tubuh. Hingga saat ini ada sekitar 50 famili dari Monogenea dan beribu-ribu jenis yang telah diuraikan maupun yang belum diuraikan.

Beberapa ahli ilmu parasit membagi Monogenea ke dalam sub kelas berdasarkan kompleksitas haptor mereka, yaitu Monopisthocotylea yang mempunyai satu bagian utama pada haptor, sering dengan sangkutan atau suatu cakram besar, sedangkan Polyopisthocotylea mempunyai berbagai komponen pada haptor yang khas untuk mengapit. Kelompok ini adalah juga dikenal sebagai Polyonchoinea dan Heteronchoinea.

Monopistocotylea meliputi :

" Jenis Gyrodactylus, tidak memiliki eyespots dan bereproduksi dengan telur yang menetas dalam uterus (vivipar).

" Jenis Dactylogyrus, mempunyai empat eyespot dan bereproduksi dengan cara bertelur (ovipar). Jenis ini merupakan salah satu jenis metazoan yang paling besar, dengan sedikitnya 970 jenis.

" Jenis Neobenedenia, lebih besar dan hidup pada kulit. Polyopisthocotylea meliputi :


(37)

1. Monogenea A

Monogenea A memiliki panjang tubuh 1,56 mm dan lebar 0,48 mm. Cacing parasitik ini masuk dalam Kelas Monogenea. Organ-organ yang sedikit tampak adalah opisthaptor dan testis pada bagian ventral cacing.

Gambar 4 Monogenea A (Pembesaran 40/0,65x)

2. Monogenea B

Monogenea B memiliki panjang tubuh 2,7 mm dengan lebar 0,41 mm. Cacing parasitik ini menampakkan testis, opisthaptor dan uterus.


(38)

Gambar 5 Monogenea B (Pembesaran 10/0,25x) 3. Monogenea C

Monogenea C memiliki panjang tubuh 1,81 mm dengan lebar 0,39 mm. Organ yang sedikit tampak adalah bagian testis, opisthaptor dan uterusnya.

Gambar 6 Monogenea C (Pembesaran 4/0,10x)

4. Monogenea D

Monogenea D memiliki panjang tubuh 1,43 mm dengan lebar 0,2 mm. Pada bagian ventral tubuh cacing terdapat testis, dan di bagian posterior ada sedikit penonjolan yang kemungkinan adalah opisthaptor cacing.


(39)

Gambar 7 Monogenea D (Pembesaran 10/0,25x)

Monogenea A, B, C maupun D berdasarkan ukurannya diduga berasal dari genus Dactylogyrus atau Gyrodactylus.

Dactylogyrus digolongkan ke dalam famili Dactylogyridae, subfamili Dactylogyrinae dari genus Dactylogyrus. Haptornya tidak memiliki struktur kutikular dan memiliki satu pasang kait dengan satu baris kutikular, memiliki 16 kait utama dan satu pasang kait yang sangat kecil (Hoffman 1967).

Dactylogyrus memiliki opisthaptor atau batil hisap di bagian posterior dengan 1-2 pasang kait besar dari khitin yang terletak di tengah-tengah opisthaptor dan 14 kait utama yang terdapat di bagian posterior. Pada kepalanya memiliki 2 lobus dengan dua pasang mata yang terletak di daerah pharyng, sedangkan bagian anteriornya terdapat prohaptor yang merupakan alat penghisap bercabang empat (Kabata 1985) dan memiliki ujung kelenjar yang dapat mengeluarkan semacam cairan kental yang berfungsi untuk penempelan maupun pergerakan pada permukaan tubuh inang (Duijn 1983).

Siklus hidup parasit ini diawali dari monogenea dewasa yang menempel pada filamen insang atau pada bagian tubuh lainnya seperti sisik atau sirip ikan. Parasit ini akan meletakkan sebagian telur-telurnya di perairan dan sebagian lagi tetap


(40)

menempel di insang. Setelah kurang lebih tiga hari dan pada suhu sekitar 24-28oC, telur-telur tersebut akan menetas menjadi larva oncomiracidia. Agar tetap hidup larva-larva tersebut harus menemukan inang barunya dalam jangka waktu 8-10 jam. Dibutuhkan waktu 4,5 minggu pada suhu 13-14oC bagi larva-larva oncomirasidia untuk mencapai ukuran dewasa.

Gyrodactylus digolongkan ke dalam famili Gyrodactylidae, subfamili Gyrodactylinae dan genus Gyrodactylus. Cacing parasitik ini dapat menyebabkan penyakit yang dinamakan Gyrodactylosis. Gyrodactylus merupakan ektoparasit yang sering menyerang kulit dan insang ikan. Cacing parasitik ini bersifat vivipar dimana telurnya berkembang dan menetas di dalam uterusnya (Hoffman1967). Walaupun yang dilahirkan hanya satu embrio, tetapi biasanya dalam tubuh embrio tersebut sudah terdapat embrio generasi berikutnya. Bahkan dalam satu embrio bisa diperoleh hingga lima embrio lagi. Setelah lahir, mulai terbentuk penis dan alat-alat kopulasi. Gyrodactylus memiliki inang definitif yang bermacam-macam. Meskipun dapat hidup pada berbagai inang definitif yang berbeda, namun cacing parasitik ini hanya dapat berkembang biak dengan baik di beberapa inang definitif tertentu bahkan tidak dapat hidup di beberapa ikan. Siklus hidupnya tergantung pada temperature lingkungan. Pertumbuhan populasi Gyrodactylus menurun pada suhu 5oC dan meningkat pada suhu 12oC (dua kali lipat dalam seminggu) dan pertumbuhan tercepat pada suhu 18oC (dua kali lipat dalam tiga hari). Pada suhu yang tinggi, proses reproduksi dapat terganggu.

Gyrodactylus memiliki panjang antara 0,5-0,8 mm namun beberapa spesies bisa mencapai panjang tubuh 1,5 mm dengan lebar 0,158-0,2 mm, hidup pada permukaan air tawar dan terutama menginfeksi organ-organ lokomosi dan respirasi inang definitif. Larvanya berkembang di dalam uterus dan dapat berisi kelompok-kelompok sel embrionik. Opisthaptor individu dewasa tidak memiliki batil hisap tetapi memiliki sederet kait-kait kecil yang berjumlah 16 buah yang terletak di sepanjang tepinya, dan sepasang kait besar yang berada di tengah-tengah. Terdapat juga dua tonjolan yang berbentuk seperti telinga.


(41)

Sumber : Fish Disease Sumber : www.KoiAndPonds.com Gambar 8 Gyrodactylus sp (kiri) dan Dactylogyrus sp (kanan)

5. Monogenea E

Monogenea E memiliki panjang tubuh 1,535 mm dan lebar 0,1 mm. Cacing parasitik ini masuk dalam Kelas Monogenea. Organ dalam tubuhnya tidak terlalu jelas namun nampak haptor pada bagian posterior lalu ada bagian kepala (anterior yang membuka), testes dan ovarium dan uterus yang penuh dengan telur, meskipun tidak dapat dilakukan identifikasi terhadap telur tersebut. Dari ukuran tubuh serta bentuk haptornya, monogenea ini kemungkinan adalah dari genus Tetraonchus sp.

Monogenea E (10/0,25x) Tetraonchus sp

(sumber : http://www.umanitoba.co.id) Gambar 9 Monogenea E (kiri) dan Tetraonchus sp (kanan)


(42)

6. Monogenea F

Monogenea ini hampir serupa dengan monogena di atas, dengan panjang tubuh 1,48 mm dan lebar tubuh 1,5 mm memiliki kepala, uterus dengan telur, opisthaptor dan ovarium. Kemungkinan cacing ini berasal dari genus Tetraonchus.

opist haptor

kepala

uterus berisi telur

ovarium

Gambar 10 Monogenea F (Pembesaran 40/0,65x)

Tetraonchus digolongkan ke dalam famili Tetraonchidae dan genus Tetraonchus. Spesies Tetraonchus yang terkenal adalah Tetraonchus alaskensis. Genus ini memiliki panjang tubuh 1,5-2,5 mm. Cacing parasitik ini menyebabkan penyakit yang disebut Tetraonchosis pada ikan mas. Siklus hidup Tetraonchus yaitu cacing pipih dewasa menempel pada epitel insang dengan dua kaitnya dan memproduksi telur di sana. Cacing parasitik ini memiliki larva yang dinamakan oncomiracidium yang bergerak antar filament insang. Larva Tetraonchus tumbuh dan berkembang menjadi dewasa pada insang dengan pengaruh temperatur, yaitu di atas 100C (Buchmann 1921).

Adapun cacing lain yang sering ditemukan pada insang ikan mas (Cyprinus carpio Linn) adalah Discocotyle sp. Discocotyle digolongkan ke dalam famili Discocotylidae, genus Discocotyle dan dapat menyebabkan Discocotylosis. Telur diproduksi oleh cacing hermafrodit. Perkembangan telur ini dipengaruhi oleh suhu. Larva Discocotyle berkembang menjadi dewasa pada insang inang definitif. Cacing


(43)

Discocotyle ini memiliki panjang 12 mm dan memiliki karakteristik jepitan pada opisthaptor. Monogenea ini menghisap darah, reaksi inflamasinya dapat menyebabkan kerusakan respirasi.

Pada umumnya cacing-cacing di atas adalah yang paling sering ditemukan pada insang ikan mas, namun pada kenyataannya masih banyak cacing parasitik jenis lain yang menginfeksi insang ikan mas.

Cacing parasitik pada insang Ikan mas

Ketiga cacing parasitik yang kemungkinan berasal dari genus Gyrodactylus, Dactylogyrus dan Tetraonchus merupakan monogenea yang paling sering ditemukan pada insang ikan mas. Cacing-cacing ini akan banyak ditemukan pada insang ikan pada kondisi lingkungan tidak ideal, kualitas air yang buruk, kolam penuh dengan ikan (over populasi), dan bila ikan dalam keadaan stres.

Cacing-cacing ini menempel pada filamen insang dan memakan sel-sel epitel insang, mukus dan darah pada insang. Darah yang dimaksud merupakan hasil produksi ikan sebagai respon terhadap adanya parasit. Kerusakan bersifat fisik dan inflamasi atau kebengkakan yang dapat menimbulkan infeksi sekunder oleh bakteri misalnya septisemia. Hal ini dapat menimbulkan kematian bagi ikan-ikan mas yang masih muda atau dalam keadaan lemah akibat stres dan infeksi akut.

Adapun ciri-ciri atau gejala yang mungkin muncul bila ikan mas terpapar cacing parasitik ini adalah ikan akan kesulitan bernapas, berenang dengan tersentak-sentak, ikan terus berada di permukaan kolam untuk mencari udara, dan bila dalam keadaan stres akan membentur-benturkan kepalanya pada dinding kolam. Cacing-cacing parasitik tersebut akan menyebabkan gejala klinis yakni insang yang berwarna pucat, hiperplasia pada insang dan peningkatan sekresi mukus, serta kemerahan pada bagian yang terserang (Anonimous 2008).


(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diketahui bahwa jumlah ikan Mas yang terinfeksi cacing parasitik adalah sebanyak 15 ekor dari 17 ekor ikan sampel. Didapat prevalensi kecacingan parasitik sebesar 88,2 % yang dikategorikan sebagai ’usually’. Melalui ukuran dan morfologi terlihat bahwa sampel cacing tersebut adalah kelas monogenea yang diduga berasal dari genus Gyrodactylus, Dactylogyrus maupun Tetaonchus.

Saran

Pemeliharaan ikan Mas dengan perputaran air dan kepadatan optimal, karena air merupakan faktor penting dalam peningkatan prevalensi parasit cacing. Perlunya penelitian lanjutan mengenai identifikasi cacing parasitik tanpa metode pewarnaan (secara langsung diamati) dan adanya kerjasama dengan bagian perikanan untuk penelitian selanjutnya.

Beberapa senyawa diketahui dapat dipakai sebagai usaha pengendalian akan cacing-cacing parasitik di atas. Sebut saja Formalin, Acriflavine, Mebendazole, Praziquantel, copper sulfat, H2O2, Sodium Karbonat dan Metilen Blue. Penggunaan

senyawa-senyawa tersebut disesuaikan dosisnya dengan ukuran perairan/kolam dan banyaknya ikan mas didalamnya (Anonimous 2008).


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. http://www.biology-resources.com/drawing-fish-gill-filaments.html

[03 Maret 2008]

Anonim. 2008. warnell.forestry.uga.edu/.../c0772/index.html [03 Maret 2008]

Bruno DW, Lim LHS & Woo PTK. Disease & Disorders of finfish in Cage Culture. New York. Cabi Publisher.

Buchmann K, & Bresciani J. 2001. An Introduction to Parasitic Disease of Freshwater Trout. Denmark. DSR Publisher.

Dogiel VA, GK Petrushevski and Yu I Polyanski. 1970. Parasitology of Fishes. Leningrad University Press (English Translation. 1961, Z. Kabata. Oliver and Boyd, Edynburgh).

Hoffman GL. 1967. Parasites Of North American Freshwater Fishes. Berkeley and Los Angeles. University of California Press.

Kabata Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Cultured in The Tropics. Taylor & Francis (Eds). London and Philadelphia.318 hal.

Kusumamihardja S. 1995. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Bogor. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Lio-Po. 2001. Health Management in Aquaculture. Philipines. Aquaculture

Department.

Noble ER & GA. Noble. 1989. Parasitologi : Biologi Parasit Hewan. Edisi kelima. Diterjemahkan oleh drh. Widiarto, Editor Prof. Dr. Noerhajati Soeripto. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.1100hal.

Noga JE.2000. Fish Disease Diagnosis and Treatment. Iowa. Iowa State Press. Rochdianto A. 2005. Analisis Finansial Usaha Pembenihan Ikan Karper (Cyprinus

carpio Linn) di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Skripsi S1

FE, Universitas Tabanan. Diperoleh dari


(46)

Soulsby EJL. 1982. Helmints, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. Edisi ke-7. London. Baillire Tindall.

Van Duijn, CJ. 1967. Disease of Fishes. 2nd Edition. Liife Books : ondon. 309 pp. William & Bunkley-Williams. 1996. Parasites of Offshore Big Game Fishes of

Puerto Rico and The Western Atlantis. Puerto Rico and The Western Atlantic.Puerto Rico. Departmeng of Natural and Environtmental Resourcis. Woo PTK. 2006. Fish Disease and Disorders, Volume I : Protozoan and Metazoan

Infections Second Edition. Canada.

Yamaguti S. 1958. Systema Helminthum. Volume ke-1. The Genetic Trematodes of Fishes. New York. Interscience Publishers, Inc.


(47)

(48)

Lampiran 1 Perhitungan Prevalensi

Jumlah ikan yang terinfeksi cacing parasitik Prevalensi : x 100%

Jumlah ikan yang diperiksa

15

= x 100% 17


(49)

Lampiran 2 Pewarnaan Semichone’s Acetocarmine

Perendaman spesimen (Larutan Pewarna Acetocarmine (15-20 menit))

Pembilasan (Etanol 70%)

Destaining (Asam Alkohol)

Dehidrasi (Alkohol bertahap (5menit/konsentrasi))

Clearing (Xylol)


(1)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diketahui bahwa jumlah ikan Mas yang terinfeksi cacing parasitik adalah sebanyak 15 ekor dari 17 ekor ikan sampel. Didapat prevalensi kecacingan parasitik sebesar 88,2 % yang dikategorikan sebagai ’usually’. Melalui ukuran dan morfologi terlihat bahwa sampel cacing tersebut adalah kelas monogenea yang diduga berasal dari genus Gyrodactylus, Dactylogyrus maupun Tetaonchus.

Saran

Pemeliharaan ikan Mas dengan perputaran air dan kepadatan optimal, karena air merupakan faktor penting dalam peningkatan prevalensi parasit cacing. Perlunya penelitian lanjutan mengenai identifikasi cacing parasitik tanpa metode pewarnaan (secara langsung diamati) dan adanya kerjasama dengan bagian perikanan untuk penelitian selanjutnya.

Beberapa senyawa diketahui dapat dipakai sebagai usaha pengendalian akan cacing-cacing parasitik di atas. Sebut saja Formalin, Acriflavine, Mebendazole, Praziquantel, copper sulfat, H2O2, Sodium Karbonat dan Metilen Blue. Penggunaan

senyawa-senyawa tersebut disesuaikan dosisnya dengan ukuran perairan/kolam dan banyaknya ikan mas didalamnya (Anonimous 2008).


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. http://www.biology-resources.com/drawing-fish-gill-filaments.html [03 Maret 2008]

Anonim. 2008. warnell.forestry.uga.edu/.../c0772/index.html [03 Maret 2008]

Bruno DW, Lim LHS & Woo PTK. Disease & Disorders of finfish in Cage Culture. New York. Cabi Publisher.

Buchmann K, & Bresciani J. 2001. An Introduction to Parasitic Disease of Freshwater Trout. Denmark. DSR Publisher.

Dogiel VA, GK Petrushevski and Yu I Polyanski. 1970. Parasitology of Fishes. Leningrad University Press (English Translation. 1961, Z. Kabata. Oliver and Boyd, Edynburgh).

Hoffman GL. 1967. Parasites Of North American Freshwater Fishes. Berkeley and Los Angeles. University of California Press.

Kabata Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Cultured in The Tropics. Taylor & Francis (Eds). London and Philadelphia.318 hal.

Kusumamihardja S. 1995. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Bogor. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Lio-Po. 2001. Health Management in Aquaculture. Philipines. Aquaculture

Department.

Noble ER & GA. Noble. 1989. Parasitologi : Biologi Parasit Hewan. Edisi kelima. Diterjemahkan oleh drh. Widiarto, Editor Prof. Dr. Noerhajati Soeripto. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.1100hal.

Noga JE.2000. Fish Disease Diagnosis and Treatment. Iowa. Iowa State Press. Rochdianto A. 2005. Analisis Finansial Usaha Pembenihan Ikan Karper (Cyprinus

carpio Linn) di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Skripsi S1

FE, Universitas Tabanan. Diperoleh dari


(3)

Soulsby EJL. 1982. Helmints, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. Edisi ke-7. London. Baillire Tindall.

Van Duijn, CJ. 1967. Disease of Fishes. 2nd Edition. Liife Books : ondon. 309 pp. William & Bunkley-Williams. 1996. Parasites of Offshore Big Game Fishes of

Puerto Rico and The Western Atlantis. Puerto Rico and The Western Atlantic.Puerto Rico. Departmeng of Natural and Environtmental Resourcis. Woo PTK. 2006. Fish Disease and Disorders, Volume I : Protozoan and Metazoan

Infections Second Edition. Canada.

Yamaguti S. 1958. Systema Helminthum. Volume ke-1. The Genetic Trematodes of Fishes. New York. Interscience Publishers, Inc.


(4)

(5)

Lampiran 1 Perhitungan Prevalensi

Jumlah ikan yang terinfeksi cacing parasitik Prevalensi : x 100%

Jumlah ikan yang diperiksa

15

= x 100% 17


(6)

Lampiran 2 Pewarnaan Semichone’s Acetocarmine

Perendaman spesimen (Larutan Pewarna Acetocarmine (15-20 menit))

Pembilasan (Etanol 70%)

Destaining (Asam Alkohol)

Dehidrasi (Alkohol bertahap (5menit/konsentrasi))

Clearing (Xylol)