Pemeriksaan Residu Kloramfenikol dalam Ikan Gurami (Osphronemus goramy)” dan Ikan Mas (Cyprinus carpio) Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinngi

(1)

PEMERIKSAAN RESIDU KLORAMFENIKOL DALAM

IKAN GURAMI (Osphronemus goramy) DAN IKAN MAS

(Cyprinus carpio) SECARA KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

OLEH:

RIKHA ANDRYSSHA

NIM 091524022

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMERIKSAAN RESIDU KLORAMFENIKOL DALAM

IKAN GURAMI (Osphronemus goramy) DAN IKAN MAS

(Cyprinus carpio) SECARA KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RIKHA ANDRYSSHA

NIM 091524022

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PEMERIKSAAN RESIDU KLORAMFENIKOL DALAM IKAN GURAMI

(Osphronemus goramy) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

OLEH:

RIKHA ANDRYSSHA NIM 091524022

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: Juni 2011

Medan, Juni 2011 Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si.,Apt. NIP. 195201041980031002

Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt. Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt. NIP 194909061980032001 NIP 194909061980032001

Disetujui oleh:

Pembimbing II, Drs. Muchlisyam, MSi., Apt. NIP 195006221980021001

Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU, Apt. NIP 195306191983031001

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill.,Apt. NIP 195101311976031003

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta Shalawat dan Salam kepada Nabi Allah: Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul:“Pemeriksaan Residu Kloramfenikol dalam Ikan Gurami

(Osphronemus goramy)” dan Ikan Mas (Cyprinus carpio) Secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinngi.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Hendry dan ibunda Rosmala yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, doa yang tulus serta pengorbanan baik materi maupun non-materi.

2.Ibu Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt. dan bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU, Apt. yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt selaku Dekan, staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Farmasi yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan dan membantu kemudahan administrasi.

4. Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt selaku Kepala Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Farmasi USU yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.


(5)

5. Kak Mustika Puri dan bang Abdi selaku penanggung jawab Laboratorium, Kak Evi, Kak Tina selaku Operator Laboratorium Penelitian yang telah membantu fasilitas kepada penulis selama melaksanakan penelitian.

6. Kakanda tercinta (Retno Sugianto) dan abangku (Muhamad Yusuf Mustawwa), adikku tersayang (Almarhumah Farah Dinna Andryssha, Abdillah Shafanda Mustawwa, Nadia Shafira Andryssha, Rahmawati) serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.

7. Spesial untuk sahabat-sahabat ku Tentuwin (Kak Winda, Kak Ira Veronika, Ernal, Desmi, Sri, Emil, Ipit, Vivi Ke, Iezzha, Anita), Sahabat di Lab. Penelitian (Mirna, Harti, Melati, Midah) Kak Ve,, Bayu, Taqin, Zega, Hendra, K’Ira S, K’Mariani, K’Okta, K’Maria, Hetty, Kak Maria dan seluruh teman-teman Ekstensi angkatan 2009 dan 2008, terima kasih untuk perhatian, semangat, doa, dan kebersamaannya selama ini.

8. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2011 Penulis,


(6)

PEMERIKSAAN KADAR RESIDU KLORAMFENIKOL DALAM IKAN GURAMI (Osphronemus goramy) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio)

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas yang bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri dan menjadi obat pilihan pada penyakit Tifoid salmonellosis. Penggunaan kloramfenikol banyak digunakan dalam budidaya ikan gurami (Osphronemus goramy) dan ikan mas (Cyprinus carpio) baik untuk pencegahan maupun pengobatan beberapa penyakit. Diberikan melalui makanan, perendaman ataupun penyuntikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memeriksa residu kloramfenikol dalam daging ikan. Penetapan kadar dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan fase gerak metanol - air (55:45) dan laju alir 1 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 278 nm.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat residu kloramfenikol dalam ikan gurami dan ikan mas dari keempat pasar yang berbeda di kota Binjai, dengan kadar berturut- turut PG1, PG2, PG3, PG4 dan PM1, PM2, PM3, PM4 adalah 0,2092±0,0073, 0,0587±0,0016, 0,0786±0,0045, 0,1190±0,0111, 0,07675±0,0048 dan 0,0676±0,0035, 0,0734±0,0094, 0,2169±0,0448. Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia No. 05 – TAN - 1996 batas maksimum residu dalam daging sebesar 0,01 mg/kg. Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa kadar residu kloramfenikol dalam sampel tidak memenuhi persyaratan.

Validasi metode menunjukkan bahwa prosedur penelitian yang dilakukan memiliki akurasi dan presisi yang baik yakni dengan persen perolehan kembali kloramfenikol sebesar 95,49%, (RSD = 9,96%). Dengan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) berturut-turut adalah 0,0165 µg/ml dan 0,0550 µg/ml.


(7)

EXAMINATION OF CHLORAMPHENICOL RESIDUE IN CARP

(Osphronemus goramy) AND GOLDFISH (Cyprinus carpio) BY HIGH

PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY Abstract

Chloramphenicol is a broad spectrum antibiotic that inhibit synthesis of bacterial protein and it has been used as a drug of choice in treatment of salmonellosis tiffoid diseases. Chloramphenicol was widely used in farming on carp (Osphronemus goramy) and goldfish (Cyprinus carpio) as well to prevent and treat of several diseases it was provided through food, soaking or injection. The aim of this study was to examine the residues of chloramphenicol in fish flesh. Determination of chloramphenicol levels was conducted by using high performance liquid chromatography, involving C-18 column with mobile phase of methanol - water (55:45) and flow rate 1ml/minute, UV detector at 278 nm, was used to quantity chloramphenicol residue.

The results showed that there were chloramphenicol residues in the carp and goldfish that were collected from four different market in Binjai they were PG1, PG2, PG3, PG4 dan PM1, PM2, PM3, PM4 adalah 0.2092±0.0073, 0.0587±0.0016, 0.0786±0.0045, 0.1190±0.0111, 0.07675±0.0048 dan 0.0676±0.0035, 0.0734±0.0094, 0.2169±0.0448, respectively. Based on Program Standart National Indonesian No. 05-TAN-1996. maximum level of chloramphenicol residue in meat is 0.01 mg/kg. From this result, it can be concluded that the level of chloramphenicol in samples did not meet the requirement.

Method validation showed that procedure have a good accuracy and precision with percentage of recovery 95.49%, relative standard deviation (RSD = 9,96%). Limit of detection (LOD) and limit of quantization (LOQ) were 0.0165 µg/ml and 0.0550 µg/ml, respectively.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT... ... ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kloramfenikol ... 5

2.1.1 Sifat Fisiko Kimia ... 5

2.1.2 Kegunaan Umum.... ... ... 5

2.1.3 Farmakokinetika ... 6

2.2 Ikan... 6

2.2.1 Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) ... 7

2.2.2 Ikan Mas (Cyprinus carpio) ... 8

2.2.3 Penyakit Ikan.... ... 9

2.3 Kromatografi ... 13

2.3.1 Pembagian Kromatografi ... 14

2.3.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 14

2.3.3 Jenis Kolom ... 16

2.3.4 Jenis Pompa ... 16 2.3.5 Faktor-Faktor Yang Digunakan Untuk Evaluasi Kinerja


(9)

Kolom... 17

2.3.6 Proses Pemisahan Dalam Kromatografi Cair ... 19

2.4 Validasi Metode... 21

2.4.1 Akurasi (Kecermatan) ... 21

2.4.2 Presisi (Keseksamaan) ... 21

2.4.3 Spesifisitas (Selektivitas) ... 22

2.4.4 Batas Deteksi (Limit of Detection/LOD) ... 22

2.4.5 Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation/LOQ) ... 22

2.4.6 Linearitas ... 22

2.4.7 Kekuatan (Robustness) ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

3.2 Alat-alat ... 24

3.3 Bahan-bahan ... 24

3.4 Pengambilan Sampel ... 24

3.5 Prosedur Penelitian ... 25

3.5.1 Penyiapan Bahan ... 25

3.5.1.1 Pembuatan Fase Gerak Metanol - Air ... 25

3.5.1.2 Pembuatan Pelarut.... ... 25

3.5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum.... ... 25

3.5.3 Prosedur Analisis ... 25

3.5.3.1 Penyiapan Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 25

3.5.3.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Kloramfenikol ... 26

3.5.3.3 Penentuan Perbandingan Fase Gerak yang optimum untuk analisa ... 26

3.5.3.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kloramfenikol Baku .... 26

3.5.3.5 Preparasi Sampel ... 27

3.5.3.6 Penetapan Kadar Residu Kloramfenikol dalam Sampel ... 27

3.5.3.7 Analisis Data Secara Statistik ... 30

3.5.4 Metode Validasi ... 31


(10)

3.5.4.2 Presisi ... 32

3.5.4.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 34

4.1 Penentuan Kondisi Kromatografi untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang Optimum ... 34

4.2Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Kloramfenikol BPFI…….. 35

4.3 Penenetapan Kadar Residu Kloramfenikol dalam Sampel ... 35

4.4 Hasil Uji Validasi ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Hasil Analisis Kloramfenikol Baku 10 ppm Pada Berbagai Perbandingan Komposisi Fase Gerak ... 37 Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Kloramfenikol dalam Sampel Ikan gurami dan ikan mas Secara Statistik ... 39 Tabel 3. Data Uji Validasi dengan Metode Penambahan Baku ... 46


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Rumus Bangun Kloramfenikol ... 5 Gambar 2. Ikan Gurami Yang Tidak Terserang Penyakit (A) dan Ikan

Gurami Yang Terserang Penyakit Bercak Merah (B) ... 11 Gambar 3. Pengukuran Derajat Asimetri Puncak ... 19 Gambar 4. Ilustrasi Pemisahan Yang Terjadi di Dalam Kolom KCKT ... 20 Gambar 5.Bagan Prosedur Penetapan Kadar Residu Kloramfenikol

dalam Sampel ... 30 Gambar 6.Kurva Serapan Kloramfenikol Baku 15 ppm Secara

Spektrofotometri UV ... 34 Gambar 7. Kurva Kalibrasi Kloramfenikol BPFI ... 35 Gambar 8. Kromatogram Hasil Penyuntikan Kloramfenikol Baku 10

ppm (A), Larutan Sampel Ikan (B), dan Larutan Sampel yang telah di-spike dengan Larutan Baku Pembanding Kloramfenikol (C) Larutan Sampel Blanko (D) dengan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kromatogram Penyuntikan Kloramfenikol Baku untuk

Mencari Perbandingan Fase Gerak ... 45 Lampiran 2. Kromatogram Penyuntikan Kloramfenikol Baku Pada

Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 49 Lampiran 3. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi

Kloramfenikol ... 52 Lampiran 4. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi

(LOQ) Baku Kloramfenikol ... 54 Lampiran 5. Data Hasil Perhitungan Kadar Residu Kloramfenikol dalam

Ikan Gurami dan Ikan Mas ... 55 Lampiran 6. Contoh Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Kloramfenikol

Dalam Sampel Menggunakan Persamaan Garis Regresi ... 56 Lampiran 7. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Ikan Gurami PG1 ... 57 Lampiran 8. Analisis Data Secara Statistik Untuk Mencari Kadar

Sebenarnya dari Penyuntikan Ikan Gurami PG1 ... 58 Lampiran 9. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Ikan Gurami PG2 ... 60 Lampiran10. Analisis Data Secara Statistik Untuk Mencari Kadar

Sebenarnya Dari Penyuntikan Ikan Gurami PG2 ... 61 Lampiran11. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Ikan Gurami PG3 ... 64 Lampiran12. Analisis Data Secara Statistik Untuk Mencari Kadar

Sebenarnya dari Penyuntikan Ikan Gurami PG3 ... 65 Lampiran13. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Ikan Gurami PG4 ... 69 Lampiran 14. Analisis Data Secara Statistik Untuk Mencari Kadar

Sebenarnya dari Penyuntikan Ikan Gurami PG4 ... 70 Lampiran 15. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Ikan Mas PM1 ... 74 Lampiran 16. Analisis Data Secara Statistik Untuk Mencari Kadar

Sebenarnya Dari Penyuntikan Ikan Mas PM1 ... 75 Lampiran 17. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Ikan Mas PM2 ... 79 Lampiran 18. Analisis Data Secara Statistik Untuk Mencari Kadar


(14)

Lampiran 19. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Ikan Mas PM3 ... 84

Lampiran 20. Analisis Data Secara Statistik Untuk Mencari Kadar Sebenarnya Dari Penyuntikan Ikan Mas PM3 ... 85

Lampiran 21. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Ikan Mas PM4 ... 88

Lampiran 22. Analisis Data Secara Statistik Untuk Mencari Kadar Sebenarnya Dari Penyuntikan Ikan Mas PM4 ... 89

Lampiran 23. Kromatogram Hasil Penyuntikan Sampel Tanpa Penambahan Kloramfenikol Baku ... 92

Lampiran 24. Kromatogram Hasil Perolehan Kembali Kloramfenikol Baku yang Ditambahkan pada sampel (Metode Penambahan Baku) .. 94

Lampiran 25. Perhitungan Persen Perolehan Kembali ... 99

Lampiran 26. Analisis Data Secara Statistik Persen Perolehan Kembali Kloramfenikol pada Ikan ... 101

Lampiran 27. Gambar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan vial autosampler ... 102

Lampiran 28. Gambar Perangkat Pendukung Penelitian Lainnya ... 103

Lampiran 29. Nilai Distribusi t ... 106

Lampiran 30. Sertifikat Taksonomi Ikan Gurami ... 107

Lampiran 31. Sertifikat Taksonomi Ikan Mas ... 108

Lampiran 32. Sertifikat Analisis Kloramfenikol BPFI ... . 109


(15)

PEMERIKSAAN KADAR RESIDU KLORAMFENIKOL DALAM IKAN GURAMI (Osphronemus goramy) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio)

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas yang bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri dan menjadi obat pilihan pada penyakit Tifoid salmonellosis. Penggunaan kloramfenikol banyak digunakan dalam budidaya ikan gurami (Osphronemus goramy) dan ikan mas (Cyprinus carpio) baik untuk pencegahan maupun pengobatan beberapa penyakit. Diberikan melalui makanan, perendaman ataupun penyuntikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memeriksa residu kloramfenikol dalam daging ikan. Penetapan kadar dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan fase gerak metanol - air (55:45) dan laju alir 1 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 278 nm.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat residu kloramfenikol dalam ikan gurami dan ikan mas dari keempat pasar yang berbeda di kota Binjai, dengan kadar berturut- turut PG1, PG2, PG3, PG4 dan PM1, PM2, PM3, PM4 adalah 0,2092±0,0073, 0,0587±0,0016, 0,0786±0,0045, 0,1190±0,0111, 0,07675±0,0048 dan 0,0676±0,0035, 0,0734±0,0094, 0,2169±0,0448. Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia No. 05 – TAN - 1996 batas maksimum residu dalam daging sebesar 0,01 mg/kg. Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa kadar residu kloramfenikol dalam sampel tidak memenuhi persyaratan.

Validasi metode menunjukkan bahwa prosedur penelitian yang dilakukan memiliki akurasi dan presisi yang baik yakni dengan persen perolehan kembali kloramfenikol sebesar 95,49%, (RSD = 9,96%). Dengan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) berturut-turut adalah 0,0165 µg/ml dan 0,0550 µg/ml.


(16)

EXAMINATION OF CHLORAMPHENICOL RESIDUE IN CARP

(Osphronemus goramy) AND GOLDFISH (Cyprinus carpio) BY HIGH

PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY Abstract

Chloramphenicol is a broad spectrum antibiotic that inhibit synthesis of bacterial protein and it has been used as a drug of choice in treatment of salmonellosis tiffoid diseases. Chloramphenicol was widely used in farming on carp (Osphronemus goramy) and goldfish (Cyprinus carpio) as well to prevent and treat of several diseases it was provided through food, soaking or injection. The aim of this study was to examine the residues of chloramphenicol in fish flesh. Determination of chloramphenicol levels was conducted by using high performance liquid chromatography, involving C-18 column with mobile phase of methanol - water (55:45) and flow rate 1ml/minute, UV detector at 278 nm, was used to quantity chloramphenicol residue.

The results showed that there were chloramphenicol residues in the carp and goldfish that were collected from four different market in Binjai they were PG1, PG2, PG3, PG4 dan PM1, PM2, PM3, PM4 adalah 0.2092±0.0073, 0.0587±0.0016, 0.0786±0.0045, 0.1190±0.0111, 0.07675±0.0048 dan 0.0676±0.0035, 0.0734±0.0094, 0.2169±0.0448, respectively. Based on Program Standart National Indonesian No. 05-TAN-1996. maximum level of chloramphenicol residue in meat is 0.01 mg/kg. From this result, it can be concluded that the level of chloramphenicol in samples did not meet the requirement.

Method validation showed that procedure have a good accuracy and precision with percentage of recovery 95.49%, relative standard deviation (RSD = 9,96%). Limit of detection (LOD) and limit of quantization (LOQ) were 0.0165 µg/ml and 0.0550 µg/ml, respectively.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Ikan gurami (Osphronemus goramy) dan ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan komoditi perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Salah satu sektor perikanan yang memiliki peluang pasar yang cukup baik adalah budidaya ikan gurami. Hal ini karena harga ikan gurami merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya seperti ikan mas, nila dan mujair. Namun, masa pemeliharaan ikan gurami mulai dari menetas telur hingga mencapai ukuran konsumsi (500 g/ekor) adalah 1,5 tahun sedangkan pemeliharaan ikan mas dari menetas telur hingga mencapai ukuran 500 g/ekor hanya membutuhkan waktu sekitar 6 bulan (Pertamawati, 2006).

Akan tetapi, serangan penyakit dan gangguan hama dapat menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lambat (kekerdilan), konversi pakan menjadi tinggi, periode pemeliharaan lebih lama, yang dapat meningkatkan biaya produksi, sehingga dapat menyebabkan menurunnya hasil panen serta kegagalan panen (Kordi, 2004).

Para peternak ikan menambahkan obat-obatan seperti antibiotik untuk menghindari masalah tersebut, karena dianggap sangat praktis, efektif dan murah. Menurut Martadinata (2002), penggunaan antibiotik saat ini telah meluas, tidak saja pada manusia, juga pada ternak ikan. Antibiotik selain digunakan untuk mencegah dan mengobati, juga dimanfaatkan untuk merangsang pertumbuhan dan produksi ternak. Jika pemberian antibiotik tidak sesuai dengan aturan medis dapat menimbulkan dampak negatif atau timbulnya residu pada produk ternak yang


(18)

dapat mengganggu kesehatan manusia. Menurut Kordi (2004), salah satu contoh antibiotik yang sering digunakan oleh peternak ikan, yaitu kloramfenikol. Kloramfenikol diberikan melalui makanan, perendaman atau penyuntikan.

Kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri dan menjadi obat pilihan pada penyakit Tifoid salmonellosis. Efek samping penggunaan kloramfenikol adalah, dapat menyebabkan terjadinya gangguan saluran cerna, anemia aplastik, gray sindrom, alergi, dan resistensi (Wattimena, dkk., 1999 ; Hadisahputra dan Harahap, 1994). Menurut Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) No. : 05 – TAN – 1996 batas kadar residu kloramfenikol yang masih diperbolehkan adalah 0,01 mg/kg.

Mutakin dkk, (2010) telah menentukan kadar residu kloramfenikol dalam jaringan ikan mas dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi di Universitas Padjajaran, menggunakan kolom Lichosper C-18, laju alir 1-2 ml/ menit dan fase gerak air – metanol (75 : 25) dengan waktu retensi 10 menit.

Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) 7541.1:2009, metode pengujian residu kloramfenikol dalam daging, telur, susu, dan olahannya dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom C18, detektor UV panjang gelombang 270 nm dengan fase gerak metanol-air (1:1) dan laju alir 1 ml/menit. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui kadar residu kloramfenikol pada ikan gurami dan ikan mas di keempat pasar di kota Binjai menggunakan metode pengujian SNI 7541.1:2009 secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).


(19)

Metode identifikasi kloramfenikol pada ikan gurami dan ikan mas secara KCKT dilakukan dengan membandingkan parameter waktu tambat dari sampel terhadap waktu tambat kloramfenikol BPFI sedangkan penetapan kadarnya dilakukan dengan mensubstitusikan luas puncak kloramfenikol yang diperoleh ke persamaan regresi. Untuk menguji keabsahan metode yang digunakan dilakukan validasi. Parameter validasi yang diuji meliputi akurasi (kecermatan), presisi (keseksamaan), batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat residu kloramfenikol dalam ikan gurami dan ikan mas dari keempat pasar di kota Binjai.

2. Berapakah kadar residu kloramfenikol dalam ikan gurami dan ikan mas dari keempat pasar di kota Binjai memenuhi persyaratan RSNI No. : 05 – TAN – 1996.

1.3 Hipotesis

1. Terdapat residu kloramfenikol dalam ikan gurami dan ikan mas dari keempat pasar di kota Binjai.

2. Kadar residu kloramfenikol dalam ikan gurami dan ikan mas dari keempat pasar di kota Binjai, tidak memenuhi persyaratan RSNI No. : 05 – TAN – 1996.


(20)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui adanya residu kloramfenikol dalam ikan gurami dan ikan mas dari keempat pasar di kota Binjai.

2. Untuk mengetahui kesesuaian kadar residu kloramfenikol dalam ikan gurami dan ikan mas dari keempat pasar di kota Binjai dengan persyaratan RSNI No. : 05 – TAN – 1996.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai keberadaan residu kloramfenikol yang terdapat dalam ikan gurami dan ikan mas.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kloramfenikol

2.1.2 Sifat Fisiko Kimia

Sinonim kloramfenikol adalah dichloroasetamide, amphicol, anacetin, fenicol, cloramicol, cloromycetin, Kemicetine, (Winholdz, 1983). Merupakan hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit. Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam kloroformP dan dalam eter. Dapat menyerap sinar Ultraviolet didalam air pada panjang gelombang 278 nm. Berkhasiat sebagai antibiotikum (Ditjen POM, 1979). Memiliki rumus molekul C11H12Cl2N2O5 dan rumus bangun, seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Rumus Bangun Kloramfenikol (sumber: USP, 2006) 2.1.3 Kegunaan Umum

Kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik bersifat bakteriostatik dan mempunyai spektrum luas. Merupakan obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid akut yang disebabkan oleh salmonella sp. Kloramfenikol pada awalnya diisolasi dari Streptomyces venezuelae yang pertama kalinya diisolasi oleh


(22)

Burkholder pada tahun 1947 dari contoh tanah yang diambil dari Venezuela, sekarang telah dapat dibuat melalui sintesis total, yang metodenya relatif lebih sederhana dan biayanya lebih murah. Kloramfenikol efektif terhadap riketsia dan konjungtivitis akut yang disebabkan oleh mikoroorganisme, termasuk Pseudomonas sp kecuali Pseudomonas aeruginosa. Senyawa ini juga efektif untuk pengobatan infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negative (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

2.1.4 Farmakokinetika

Penyerapan obat melalui saluran cerna cukup baik (75-90%), kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2-3 jam. Waktu paruh kloramfenikol pada orang dewasa ± 3 jam, sedang pada bayi di bawah 1 bulan 12-24 jam (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

2.1.5 Toksikologi

Efek samping yang ditimbulkan kloramfenikol antara lain adalah depresi sumsum tulang belakang, yang menimbulkan kelainan darah yang serius, seperti anemia aplastik, granulositopenia, trombositopenia. Selain itu, obat ini juga dapat menyebabkan gangguan saluran cerna dan reaksi hipersensitivitas. Oleh karena itu kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk pengobatan infeksi yang bukan indikasinya,seperti influenza, infeksi kerongkongan atau untuk pencegahan infeksi (Siswandono dan Soekardjo, 1995 ; Watimena, dkk, 1999).

2.2 Ikan

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat, selain harga yang umumnya lebih murah, absorpsi ikan lebih tinggi dibandingkan dengan produk hewani lain seperti daging sapi dan ayam, karena


(23)

daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek dari pada serat-serat protein daging sapi atau ayam. Jenisnya pun sangat beragam dan mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya adalah mengandung omega 3 dan omega 6, dan kelengkapan komposisi asam amino. Ikan juga dapat menurunkan kolesterol darah, menurunkan kadar trigliserida darah, meningkatkan kecerdasan anak dan meningkatkan kemampuan akademik, menurunkan resiko kematian karena penyakit jantung, mengurangi gejala rematik, menurunkan aktivitas pertumbuhan sel kanker dan juga mengandung omega 3 dan omega 6 (Anonim, 2008).

2.2.1 Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

Gurami adalah ikan air tawar yang banyak menghuni rawa-rawa, danau, atau daerah perairan tenang. Sebagai ikan hasil budi daya, gurami banyak dipilih petani karena mampu berbiak secara alami dan mudah dalam pemberian pakan. Dari aspek bisnis keuntungan yang bisa didapat adalah harga jual yang cukup tinggi dan relatif stabil. Gurami sangat peka terhadap suhu dingin. Suhu air optimal untuk pertumbuhaannya adalah 24-280C. Bentuk fisik gurami sangat khas. Tubuhnya pipih dan agak panjang. Bagian dahi gurami dewasa terdapat tonjolan mirip cula. Tonjolan ini tidak ditemukan pada gurami muda (anakan). Pada gurami anakan terdapat ciri khas berupa garis-garis hitam yang melintang ditubuhnya. Rata-rata ikan gurami memiliki mulut yang kecil dengan bibir bagian bawah terlihat sedikit lebih panjang dibandingkan bibir atas. Panjang gurami dewasa dapat mencapai 65 cm dan berat 10 kg,. Secara alami pertumbuhan paling pesat terjadisaat mencapai 3-5 tahun. Gurami memiliki kemampuan mengambil oksigen dari udara karena adanya labirin yang terletak diatas atau dibelakang insang. Karena itu, gurami sering dijumpai mengeluarkan mulutnya diatas


(24)

permukaan air. Dengan kemampuannya ini, gurami dapat hidup di perairan yang kandungan oksigennya terbatas (Agus, dkk., 2002).

Klasifikasi ikan gurami berdasarkan ilmu taksonomi adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Pisces

Ordo : Anabantoidei Famili : Osphronemidae Marga : Osphronemus

Jenis : Osphronemus goramy

2.2.2 Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Ikan mas merupakan jenis ikan darat yang hidup di perairan dangkal yang mengalir tenang dengan suhu sejuk. Jenis ikan konsumsi air tawar ini banyak digemari masyarakat karena rasa dagingnya gurih dan memiliki kadar protein tinggi. Ikan mas yang lazim disebut ikan karper terkenal cukup mudah pemeliharaannya. Ini disebabkan pertumbuhannya yang relatif cepat, tahan terhadap penyakit dan parasit, adaptif terhadap lingkungan yang terbatas, dan kelambatan permulaan matang kelamin. Ikan mas tergolong jenis ikan yang sangat toleran terhadap fluktuasi suhu air antara 14-230C. Namun, suhu air optimum yang baik untuk pertumbuhan ikan mas berkisar 22-280C . Ikan mas mampu beradaptasi terhadap perubahan kandungan oksigen terlarut dalam perairan. Ikan mas juga tidak sensitif terhadap perlakuan fisik seperti seleksi, penampungan, penimbangan, dan pengangkutan. Karena sifatnya yang sangat adaptif terhadap lingkungan baru, ikan mas tersebar hampir diseluruh penjuru dunia. Masa panen


(25)

ikan mas dapat dilakukan setelah ikan berumur 3-4 bulan terhitung sejak benih mulai ditebar di kolam pembesaran. Ikan Mas memiliki bentuk tubuh yang agak memanjang dan sedikit memipih ke samping. Sebagian besar tubuh ikan mas di tutupi oleh sisik. Moncongnya terletak di ujung tengah dan dapat di sembulkan. Pada bibirnya yang lunak terdapat dua pasang sungut dan tidak bergerigi. Pada bagian dalam mulut terdapat gigi kerongkongan sebanyak tiga baris berbentuk geraham (Bachtiar, 2003).

Klasifikasi ikan gurami berdasarkan ilmu taksonomi adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Pisces

Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus

Species : Cyprinus carpio

2.2.3 Penyakit Ikan

Penyakit ikan dapat didefenisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan, kondisi inang, dan adanya jasad patogen. Dengan demikian, timbulnya serangan penyakit merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan, dan jasad/organism penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme


(26)

pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit (Kordi, 2004).

Pada umumnya penyakit infeksi bersifat musiman, terutama pada daerah tropis. Di daerah sub – tropis, seperti Amerika Serikat, wabah penyakit infeksi umumnya terjadi pada bulan Maret – Juni dan September – Oktober, ketika suhu air mencapai 20-28oC. Kisaran suhu tersebut merupakan suhu optimum bagi sebagian besar pathogen ikan (Irianto, 2005).

Menurut Kordi, 2004, penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang ikan-ikan budidaya, baik dipelihara di kolam, tambak, keramba, dan wadah-wadah dan cara penanggulangannya adalah sebagai berikut:

1. Bakteri perusak sirip

Bakteri perusak sirip adalah jenis bakteri Mycobacter sp, Vibrio sp, Pseudomonas sp, dan bakteri coccus gram negatif. Ikan yang terserang bakteri ini mengalami kerusakan sirip-sirip terutama pada ujung-ujungnya.

Cara penanggulangan :

Ikan yang terserang penyakit direndam dengan kloramfenikol 50 ppm selama 2 jam.

2. Penyakit Bercak merah

Penyakit bercak merah disebabkan oleh Aeromonas hydrophila. Bakteri Aeromonas hydrophila menyerang hampir semua jenis ikan air tawar yang dipelihara di tambak bersalinitas rendah. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar, sebab dalam waktu relatif singkat puluhan ton ikan mati secara masal, baik ukuran benih maupun induk. Serangan bakteri ini bersifat laten, jadi tidak memperlihatkan gejala penyakit meskipun telah dijumpai pada tubuh ikan.


(27)

Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stress yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan ikan yang kurang baik.

A B

Gambar 2. Ikan gurami yang tidak terserang penyakit (A) Ikan gurami yang terserang penyakit bercak merah (B) (sumber: Irianto, 2005)

Cara penanggulangan :

Cara penanggulanagannya dapat dilakukan dengan penyuntikan menggunakan kloramfenikol 20-60 mg/kg.

3. Columnaris

Penyakit columnaris disebabkan oleh bakteri Flexibacter columnaris. Bakteri Columnaris menyerang hampir semua jenis ikan air tawar. Gejala yang timbul ditandai dengan ikan kehilangan nafsu makan, terbentuknya luka terutama di kepala, sirip, kulit badan bagian belakang, ekor dan insang. Pada mulanya luka yang terbentuk cukup kecil, kemudian berwarna keputih-putihan, kemerah-merahan dan akhirnya menjadi borok atau bisul besar. Insang dan sirip menjadi


(28)

rontok. Jika organisme ini menyerang insang, sering menyebabkan kematian massal.

Cara penanggulangan:

Penanggulangan dilakukan dengan cara merendam Kloramycetin 5-10 ppm selama 1-2 menit

4. Vibrosis

Penyakit vibrosis disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. Bakteri Vibrio sp menyerang ikan air tawar dan ikan-ikan laut budidaya. Umumnya ikan yang diserang vibrosis memperlihatkan gejala-gejala seperti, ikan kehilangan nafsu makan, kulit ikan menjadi gelap, insang ikan pucat, sering terjadi pembengkakan pada kulit yang lama kelamaan akan pecah menjadi bisul dan mengeluarkan cairan nanah berwarna kuning kemerah-merahan, terjadi perdarahan pada dinding perut dan permukaan jantung, dan jika dilakukan pembedahan akan terlihat pembengkakan dan kerusakan pada jaringan hati, ginjal, limpa.

Cara penanggulangan:

Penanggulangan dilakukan dengan cara memberikan kloramfenikol 0,2 g/kg pakan selama 4 hari berturut-turut.

5. Furuncolosis

Penyakit furuncolosis disebabkan oleh bakteri Aeromonas salmonicia. Ikan yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala-gejala seperti, ikan kehilangan nafsu makan, kulit ikan melepuh, insang terlihat pucat, mata menonjol, dan terdapat perdarahan pada kulit dan insang. Bila dibedah, maka organ-organ dalam seperti usus, ginjal, hati, dan limpa terlihat mengalami pendarahan.


(29)

Cara penanggulangan:

Ikan yang telah terserang penyakit di obati dengan memberikan pakan yang dicampurkan dengan kloramfenikol sebanyak 1 g /Kg pakan dan diberikan selama 10 hari berturut-turut.

2.3 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang di gunakan selalu cair (Rohman, 2009).

2.3.1 Pembagian Kromatografi

Menurut (Rohman, 2009), kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi :

a. Kromatografi adsorbsi b. Kromatografi partisi c. Kromatografi pasangan ion d. Kromatografi penukar ion e. Kromatografi ekslusi ukuran f. Kromatografi afinitas


(30)

Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas : a. Kromatografi kertas

b. Kromatografi lapis tipis

c. Kromatografi cair kinerja tinggi

d. Kromatografi gas

2.3.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidak murnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil); penentuan molekul-molekul netral, ionic, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit, dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.

KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi;


(31)

memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan, memurnikan senyawa dalam suatu campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintesis. Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solute-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom., fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).

Maksud dan tujuan analisis dengan KCKT hanya ada dua hal yaitu didapatnya pemisahan yang baik dalam waktu proses yang relatif singkat.

Menurut, Mulja dan Suharman, 1995, untuk tercapainya maksud dan tujuan analisis dengan KCKT diatas maka diperlukan penatalaksanaan yang betul-betul sudah dipersiapkan dan diperhitungkan, antara lain :

- Diplih pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur yang sesuai untuk komponen yang dipisahkan

- Berkaitan dengan pemilihan pelarut pengembang (solvent) maka kolom yang dipakai juga harus diperhatikan.

- Detektor yang memadai

- Pengetahuan dasar KCKT yang baik serta pengalaman dam keterampilan kerja yang baik

- Keuntungan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi antara lain : - dapat dilaksanakan pada suhu kamar


(32)

- pelarut pengembang yang dapat dipakai berulangkali, demikian juga dengan kolomnya.

- ketepatan dan ketelitiannya relative tinggi dijajaran teknik analisis fisiko-kimia.

2.3.3 Jenis Kolom

Dilihat dari jenis fase diam dan fase gerak, maka kromatografi cair kinerja tinggi (kolomnya) dibedakan atas :

a. Kromatografi Fase Normal

Kromatografi dengan kolom konvensional dimana fase diamnya “normal” bersifat polar, misalnya silika gel, sedangkan fase geraknya bersifat non polar.

b. Kolom fase terbalik (Reversed Phase Colomn)

Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat non polar, sedangkan fase geraknya bersifat polar, kabalikan dari fase normal. Kromatografi fase terbalik sebenarnya sudah lama dipikirkan oleh Boscott (1947), tetapi baru sekitar tahun 1948 Boldingh berhasil memisahkan asam-asam lemak dengan rantai panjang melalui suatu kolom yang berisi bahan karet (non polar) dan dielusi dengan larutan pengembang campur yang polar yaitu campuran air-metanol-aseton (Mulja dan Suharman, 1995).

2.3.4. Jenis Pompa

Sistem pompa kromatografi cair kinerja tinggi sudah diprogram untuk dapat melakukan elusi dengan satu atau lebih macam pelarut. Dikenal dua sistem pompa pada kromatografi cair kinerja tinggi yaitu :


(33)

1. Sistem Elusi Isokratik

Pada sistem ini elusi dilakukan dengan satu macam larutan pengembang atau lebih dari satu macam larutan pengembang (pelarut pengembang campur) dengan perbandingan yang tetap.

2. Sistem Elusi Gradien

Pada system ini elusi dilakukan dengan pelarut pengembang campur yang perbandingannya berubah dalam waktu tertentu (Suharman dan Mulja, 1995).

2.3.5 Faktor-Faktor Yang Digunakan Untuk Evaluasi kinerja kolom

Kualitas pemisahan dengan kromatografi kolom dapat dikontrol dengan melakukan serangkaian uji kesesuaian sistem yang meliputi:

1. Efisiensi kolom

2. Resolusi atau daya pisah 3. Simetrisitas puncak

4. Faktor retensi atau kapasitas kolom 1. Efisiensi Kolom

Salah satu karakteistik system kromatografi yang paling penting adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis (N). Ukuran efisiensi kolom adalah jumlah lempeng (plate number, N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi. Bilangan lempeng (N) yang tinggi disyaratkan untuk pemisahan yang baik yang nilainya sebanding dengan semakin panjangnya kolom (L) dan semakin kecilnya nilai H. Istilah nilai H merupakan tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP (High Eqivalent Theoritical Plate), yang mana merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lempeng teoritis. Kolom yang baik akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi, dan karenanya kolom yang baik


(34)

mempunyai nilai H yang rendah. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin tinggi bilangan lempeng teoritis. Kondisi optimum diperoleh dengan melihat hubungan antara tinggi lempeng teoritis dan kecepatan alir.

2. Resolusi (daya pisah)

Kolom yang lebih efisien akan mempunyai resolusi yang baik. Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk hasil pemisahan yang baik, puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya dengan sedikit tumpang tindih atau tidak tumpang tindih.

3. Faktor Asimetri

Suatu situasi yang menunjukkan kinerja kromatografi yang kurang baik adalah ketika ditemukan suatu puncak yang mengalami pengekoran (tailing) sehingga menyebabkan puncak tidak setangkup atau tidak simetri. Kromatogram yang memberikan harga TF=1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris. Harga TF>1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar harga TF maka kolom yang dipakai semakin kurang efisien. Dengan demikian harga TF dapat digunakan untuk melihat efisiensi kolom kromatografi (Rohman, 2009).

Ada dua cara yang digunakan untuk pengukuran derajat asimetri puncak, yakni factor ikutan dan factor asimetris. Faktor ikutan/tailing factor (Tf) seperti yang diterangkan dalam Farmakope Amerika Serikat (USP) Edisi Ketigapuluh dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5% (W0,05), rumusnya dituliskan sebagai berikut:

Tf=

a b a

2 +


(35)

Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5% seperti yang ditunjukkan pada gambar 5

Gambar 3. Pengukuran derajat asimetri puncak (sumber Dolan, 2003). Sementara itu, factor asimetri/asymmetry factor (As) dihitung dengan rumus berikut:

As=

a b

Namun, nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan di Gambar 5. Jika nilai a sama dengan b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003).

2.3.6 Proses Pemisahan dalam Kolom Kromotografi Cair

Pemisahan dalam kromatografi cair disebabkan oleh distribusi kesetimbangan dari senyawa-senyawa yang berbeda antara partikel fase diam dan larutan fase gerak (Synder dan Kirkland, 1979). Contohnya, campuran dua komponen dimasukkan kedalam sistem kromatografi (partikel dan ) (Gambar 4a). Di mana komponen cenderung menetap di fase diam dan komponen lebih cenderung didalam fase gerak (Gambar 4b). Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru: molekul sampel


(36)

dalam fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan mumcul kembali di fase gerak (Gambar 4c). Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan terpisah. Komponen yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen yang cenderung menetap di fase diam, sehingga komponen akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian baru diikuti oleh komponen akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian baru diikuti oleh komponen (Gambar 4c) (Meyer, 2004).

Gambar 4. Ilustrasi proses pemisahan yang terjadi di dalam kolom KCKT. (sumber: Mayer, 2004)


(37)

2.4 Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Menurut Farmakope Amerika Serikat (USP/United State Pharmacopeia) Edisi Ketigapuluh, ada 8 karakteristik utama yang digunakan dalam validasi metode, yakni akurasi, presisi, spesivisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linearitas, rentang dan kekuatan.

2.4.1 Akurasi (Kecermatan)

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya, kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spike placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method).

2.4.2 Presisi (Keseksamaan)

Presisi biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari jumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistic (Rohman, 2007). Berdasarkan rekomendasi ICH (The International Conference on the Harmonisation), karakteristik presisi dilakukan pada 3 tingkatan, yakni keterulangan (repeatability), presisi antara (intermediate precision), dan reprodusibilitas (reproducibility). Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang sama oleh analisis yang sama menggunakan instrumen yang sama dalam periode waktu yang singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda.


(38)

Sedangkan reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan dilaboratorium yang berbeda (Epshtein, 2004).

2.4.3 Spesifisitas (Selektivitas)

Spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur at tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004).

2.4.4 Batas Deteksi (Limit of Detection/LOD)

Batas deteksi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantitasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit diatas atau dibawah nilai tertentu (Rohman, 2009).

2.4.5 Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation/ LOQ)

Batas kuantitasi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunkan (Rohman, 2009).

2.4.6 Linearitas

Linearitas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran analit atau sampel yang di-spiked pada konsentrasi sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang seluruh konsentrasi kerja (Ermer, 2005).

2.4.7 Rentang

Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).


(39)

2.4.8 Kekuatan (Robustness)

Kekuatan dievaluasi dengan melakukan perubahan parameter dalam melakukan metode analitik seperti pH larutan dapar, suhu kolom KCKT, waktu pengekstraksian analit, komposisi pengekstaksi, perbandingan konsentrasi fase gerak, laju alir fase gerak dan tipe kolom serta pabrik pembuat kolom (Epshtein, 2004)


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari sampai Maret 2011.

3.2 Alat - Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat instrumen KCKT lengkap (Hitachi) dengan pompa (L-2130), injektor autosampler L-2200, kolom Luna Phenomenex 5µ m C18 (250 mm x 4,60 mm), detektor UV-Vis L-2420, degasser (DGU 20 AS), wadah fase gerak, vial khusus autosampler, sonifikator (Branson 1510), pompa vakum (Gast DOA - P604 – BN), neraca analitik (Mettler Toledo), penyaring PTFE 0,5 µm, penyaring nitrat selulosa 0,45 µ m dan 0,2 µ m, seperangkat alat-alat gelas, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu uv 1800), blender, vortex (Boeco-Germany), sentrifus (Hitachi CF16RXII).

3.3 Bahan - Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asetonitril pro analisa (E. Merck), n-heksan pro analisa (E. Merck), metanol gradient grade for liquid chromatography (E. Merck), NaCl pro analisa (E. Merck), aquabidestilata (PT. Ikapharmindo Putramas), kloramfenikol Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI), kloramfenikol baku pabrik (PT. Varia Sekata), ikan gurami dan ikan mas.

3.4 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif di empat lokasi yaitu, Pasar Tavip (PG1 danPM1), Pasar Pagi (PG2 dan PM2), Pasar Lincun (PG3 dan PM2),


(41)

dan Pasar Modern (PG4 dan PM4). (Untuk ikan gurami diberi kode PG dan ikan mas diberi kode PM).

3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Penyiapan Bahan 3.5.1.1 Pembuatan Pelarut

Pelarut terdiri dari campuran metanol HPLC grade dan air dengan perbandingan 55 : 45 (perbandingan fase gerak hasil optimasi).

3.5.1.2 Pembuatan Fase Gerak Metanol - Air

Metanol 500 ml disaring dengan menggunakan penyaring PTFE 0,5 µm dan diawaudarakan selama 30 menit.

Air 500 ml disaring dengan menggunakan penyaring nitrat selulosa 0,45 µ m dan diawaudarakan selama 30 menit.

3.5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Sejumlah 50 mg bahan baku kloramfenikol ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan 5 ml metanol lalu dicukupkan sampai garis tanda dengan air dan dikocok sampai homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml, larutan induk baku I (LIB I). Dipipet sebanyak 1,5 ml LIB I, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dicukupkan sampai garis tanda dengan air dan dikocok sampai homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 15 µg/ml. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang 200 - 400 nm.

3.5.3 Prosedur Analisis


(42)

Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan C18 (250 mm x 4,60 mm), detektor UV-VIS pada panjang gelombang analisis yang diperoleh. Pompa menggunakan mode aliran tetap dengan sistem elusi isokratik.

Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit sampai diperoleh garis alas yang datar, menandakan sistem tersebut telah stabil.

3.5.3.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Kloramfenikol

Sejumlah 50 mg Baku Pembanding kloramfenikol ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu tentukur 250 ml, dilarutkan dengan 5 ml metanol kemudian dicukupkan sampai garis tanda dengan pelarut dan dikocok sampai homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 200 µg/ml, Larutan Induk Baku (LIB I).

3.5.3.3 Penentuan Perbandingan Komposisi Fase Gerak yang Optimum untuk Analisa

Larutan Induk Baku kloramfenikol dipipet5 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda dan dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan kloramfenikol dengan konsentrasi 10 µg/ml, disaring dengan penyaring nitrat selulosa 0,2 µm, diawaudarakan selama 10 menit, kemudian diinjeksikan ke dalam sistem KCKT menggunakan vial autosampler sebanyak 10 µ l, menggunakan fase gerak metanol - air, dengan perbandingan (40 : 60), (50 : 50), (55 : 45), (60 : 40), (65 : 35), (70 : 30), dan (75 : 25), dengan laju alir 1 ml/menit, dan dideteksi pada panjang gelombang 278 nm. 3.5.3.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kloramfenikol Baku

Larutan Induk Baku (LIB I) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, dikocok


(43)

hingga homogen sehingga diperoleh larutan kloramfenikol dengan konsentrasi 10 µg/ml, Larutan Induk Baku II (LIB II). Larutan Induk Baku II dipipet 0,3 ; 0,7 ; 1 ; 3 ; 5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda, dikocok sampai homogen sehingga diperoleh konsentrasi 0,03 ; 0,07 ; 0,1 ; 0,3 ; 0,5 µg/ml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan penyaring nitrat selulosa 0,2 µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT menggunakan vial autosampler sebanyak 10 µ l dideteksi pada panjang gelombang maksimum yang dipilih 278 nm. Selanjutnya dari luas area yang diperoleh pada kromatogram dibuat kurva kalibrasi, dihitung persamaan garis regresi dan faktor korelasinya. 3.5.3.5 Preparasi Sampel

Ikan gurami dan ikan mas dengan berat 500 g, dicuci bersih, sisiknya dibersihkan, dipisahkan seluruh bagian daging dari tulangnya, dikumpulkan seluruh dagingnya, dihaluskan dengan blender, diaduk agar homogen, ditimbang kurang lebih sebanyak 5 g.

3.5.3.6 Penetapan Kadar Residu Kloramfenikol dalam Sampel

Sampel yang telah homogen dan ditimbang sebanyak 5 g, dimasukkan ke dalam tabung sentrifus bertutup, ditambahkan 10 ml asetonitril dikocok dengan vortex selama 30 detik, dan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dari endapan. Kemudian ditambahkan Asetonitril 10 ml ke dalam endapan, dikocok dengan vortex selama 30 detik, dan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dari endapan dan digabungkan dengan supernatan pertama. Gabungan supernatan ditambahkan 1,5 g NaCl, dikocok dengan vortex selama 1 menit, dan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan dipisahkan dari endapan.


(44)

Supernatan ditambahkan 5 ml n-heksana, dikocok dengan vortex selama 30 detik, dan didiamkan sampai terpisah sempurna hingga terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan n-heksan di bagian atas dan lapisan asetonitril di bagian bawah. Lapisan n-heksan dibuang dengan menggunakan pipet secara hati-hati. Perlakuan n-heksan diulangi sekali lagi. Lapisan asetonitril dikeringkan dengan alat penguap. Ekstrak dilarutkan hingga 5 ml dengan pelarut kemudian disaring dengan penyaring nitrat selulosa 0,2 µ m, dan diawaudarakan selama 10 menit, kemudian diinjeksikan sebanyak 10 µ l ke sistem KCKT menggunakan vial autosampler dan dideteksi pada panjang gelombang maksimum yang dipilih 278 nm dengan perbandingan fase gerak metanol : air (55:45) dan laju alir 1 ml/menit. Dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan untuk setiap sampel. Kadar dapat dihitung dengan mensubtitusikan luas area sampel pada Y dari persamaan regresi : Y = aX + b. Bagan penetapan kadar residu kloramfenikol dalam sampel dapat dilihat pada gambar 1.


(45)

Berdasarkan metode SNI 7541.1:09, bagan penetapan kadar residu kloramfenikol dalam ikan adalah sebagai berikut:

5 gram ikan yang telah dihomogenkan

ditambah 10 ml asetonitril

disentrifus 10 menit

dikocok 30 detik dengan vortex

supernatan I endapan

ditambah 10 ml asetonitril dikocok 30 detik dengan vortex

disentrifus 10 menit

supernatan II endapan

kumpulan supernatan I dan II

ditambah 1,5 g NaCl

dikocok 60 detik dengan vortex disentrifus 5 menit

endapan supernatan

ditambah 5 ml n-heksan dikocok 30 detik dengan vortex dua lapisan


(46)

(Lanjutan)

Gambar 5. Bagan Prosedur Penetapan Kadar Residu Kloramfenikol dalam Sampel.

3.5.3.7 Analisis Data Secara Statistik

Menurut Usman dan Purnomo (2006) data perhitungan kadar dianalisis secara statistik menggunakan uji t.

Rumus yang digunakan untuk menghitung simpangan baku adalah:

1 ) ( 2 − − =

n X X SD

Sedangkan untuk mendapatkan thitung digunakan rumus:

t hitung

n SD X X / − = Dua lapisan lapisan atas (n-heksan) lapisan bawah (asetonitril)

diuapkan hingga hampir kering dilarutkan dengan fase gerak sampai 5ml

larutan uji

Diulangi perlakuan n-heksan dengan cara yang sama

Hasil

dianalisis secara KCKT dengan fase gerak metanol – air (55:45), laju alir 1 ml/menit, pada panjang gelombang 278 nm.


(47)

Data diterima jika -t tabel < t hitung < t tabel pada interval kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan dk= n-1 dan nilai α = 0,05

Keterangan :

SD = Standard deviation/simpangan baku X = Kadar dalam satu perlakuan

X = Kadar rata-rata dalam satu sampel

n = Jumlah perlakuan

Untuk menghitung kadar kloramfenikol dalam sampel secara statistik dapat digunakan rumus:

Kadar Kloramfenikol (μ)= X

n SD x t(11/2α).dk ±

Keterangan:

μ = Kadar sebenarnya

X = Kadar sampel n = Jumlah perlakuan

t = Harga ttabel sesuai dengan derajat kepercayaan dk= Derajad kebebasan.

3.5.4 Metode Validasi 3.5.4.1 Akurasi

Menurut Harmita (2004), Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan dengan persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Dalam hal ini persen perolehan kembali ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku (The Method of Standard Additives) yakni kadar kloramfenikol dalam sampel ikan ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar kloramfenikol dalam sampel setelah penambahan larutan standar 50%,


(48)

100% dan 150%. Masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

% Perolehan Kembali= x 100% Keterangan :

CF = Konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran CA = Konsentrasi sampel sebenarnya

C*A = Konsentrasi analit yang ditambahkan 3.5.4.2 Presisi

Menurut Rohman (2007), presisi merupakan ukuran keterangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relative dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik.

Standar deviasi relatif (relative standard deviation, RSD) yang juga dikenal dengan koefisien variansi merupakan ukuran ketepatan relatif dan umumnya dinyatakan dalam persen. RSD dirumuskan dengan persamaan:

% 100 x X SD RSD=

Keterangan :

RSD= Relatif Standar Deviasi SD = Standar Deviasi

X = Rata-rata

Sementara itu, SD dihitung dengan :

SD =

(

)

(

)

2

1 −

n X X


(49)

Keterangan :

X = Nilai dari masing-masing pengukuran

X = Rata-rata (mean) dari pengukuran N = Frekuensi penetapan

N-1 = Derajat kebebasan

3.5.4.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Menurut Harmita (2004), Batas Deteksi (Limit Of Detection /LOD) dan Batas Kuantitasi (Limit Of Quantitation/LOQ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Sl SB x LOD=3

Sl SB x LOQ=10

(Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) dapat dilihat pada lampiran 4. Hal. 54


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Kondisi Kromatografi untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang Optimum

Panjang gelombang analisis ditentukan dengan membuat kurva serapan kloramfenikol baku menggunakan spektrofotometer Ultraviolet (UV). Spektrum hasil pengukuran kloramfenikol baku dapat dilihat pada gambar 6

Gambar 6. Kurva Serapan Kloramfenikol Baku 15 ppm Secara Spektrofotometri UV

Dari kurva diatas, dapat dilihat bahwa kloramfenikol memberikan serapan pada panjang gelombang 278 nm. Hasil yang diperoleh berbeda dengan panjang gelombang yang digunakan dalam prosedur SNI 7541.1:2009 yang menjadi pedoman pada penelitian ini. Dimana menurut SNI 7541.1:2009, panjang gelombang kloramfenikol yang digunakan adalah 270 nm. Namun menurut Ditjen POM (1979) dan Moffat et all (2005), kloramfenikol memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 278 nm. Selisih panjang gelombang


(51)

maksimum yang didapat adalah 8 nm. Berdasarkan hal tersebut maka analisis kloramfenikol dalam penelitian ini digunakan panjang gelombang 278 nm.

4.2 Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Kloramfenikol Baku

Kurva kalibrasi kloramfenikol Baku dibuat dengan konsentrasi 0,03 ; 0,07 ; 0,1 ; 0,3 ; 0,5 µg/ml. Dari kurva kalibrasi diperoleh hubungan yang linier antara luas area dan konsentrasi dengan koefisien korelasi (r) = 0,9997. Koefisien korelasi yang diperoleh ini masih dalam batas penerimaan nilai koefisien korelasi yaitu r = 0,995 (Moffat, et all). Dari hasil perhitungan, diperoleh persamaan regresi Y=15754,4589X −44,5765. Kurva kalibrasi kloramfenikol dapat dilihat pada gambar 7.


(52)

Kromatogram hasil penyuntikan larutan kloramfenikol Baku untuk penentuan kurva kalibrasi dapat dilihat pada lampiran 2. Hal. 49 dan perhitungan persamaan regresi dapat dilihat pada lampiran 3, Hal. 52.

4.3 Penetapan Kadar Residu Kloramfenikol dalam Sampel

Penetapan kadar residu kloramfenikol dalam ikan gurami dan ikan mas telah dilakukan mengikuti prosedur SNI 7541.1:2009, menggunakan fase gerak metanol – air dengan perbandingan (50:50). Tetapi dari hasil penelitian tidak diperoleh kondisi yang sesuai dan hasil yang kurang baik, dimana waktu tambat yang dihasilkan terlalu lama dan jumlah lempeng yang kurang begitu besar. Oleh karena itu, di lakukan optimasi fase gerak dengan memvariasikan komposisi metanol dan air. Waktu tambat kloramfenikol yang diperoleh pada perbandingan (50:50) adalah 7,71 menit dengan nilai asimetris 2,05 sedangkan pada perbandingan (55:45) diperoleh waktu tambat yang relatif singkat yaitu 5,95 menit dengan nilai asimetri 1,83 dan nilai lempeng teoritis yang paling besar diantara perbandingan fase gerak lainnya. Menurut Rohman, 2007, Jumlah lempeng merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai kualitas pemisahan kromatografi yakni efisiensi. Oleh karena itu, semakin besar jumlah lempeng yang dihasilkan akan menunjukkan bahwa kolom mampu memisahkan komponen dalam campuran dengan baik berarti efisiensi kolom besar.

Berdasarkan hal tersebut maka perbandingan komposisi fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol – air (55:45) dengan laju alir 1ml/menit. Data hasil analisis perbandingan komposisi fase gerak dapat dilihat pada tabel 1. Kromatogram kloramfenikol baku untuk mencari perbandingan komposisi fase gerak yang optimal dapat dilihat pada lampiran 1 Hal. 45.


(53)

Tabel 1. Data Hasil Analisis Kloramfenikol Baku 10 ppm pada Berbagai Perbandingan Komposisi Fase Gerak

Perbandingan Fase Gerak

Waktu tambat

(menit) Asym

Jumlah Lempeng Teoritis (N)

Metanol Air

40 60 14,49 2,56 3685

50 50 7,71 2,05 2840

55 45 5,95 1,83 4050

60 40 4,83 1,91 3705

65 35 4,11 1,86 3355

70 30 3,61 1,87 2889

75 25 3,29 2,04 2673

Dari hasil penyuntikan larutan sampel diperoleh waktu tambat salah satu puncak yaitu 6,02 menit. Waktu tambat ini berdekatan dengan waktu tambat kloramfenikol baku yang dianalisis dengan KCKT pada kondisi yang sama yaitu 5,96 menit. Meskipun waktu tambat yang dihasilkan tidak sama persis, namun puncak yang diamati dalam kromatogram sampel dapat diterima sebagai puncak kloramfenikol karena waktu tambat 6,02 menit masih berada pada rentang waktu tambat yang diterima dan pada sampel blanko tidak terlihat adanya puncak kloramfenikol pada menit 5-6 (gambar 8D ). Menurut Wetson and Brown (1997), rentang waktu tambat yang dapat diterima yaitu ± 5% dari waktu tambat baku. Kedua kromatogram hasil analisis KCKT dapat dilihat pada gambar 8A dan 8B. Maka untuk mempertegas hal tersebut, ditambahkan sedikit larutan kloramfenikol baku ke dalam larutan sampel (spiking method), lalu dianalisis kembali dengan KCKT pada kondisi yang sama. Hasil analisis menunjukkan terjadi peningkatan luas dan tinggi puncak kloramfenikol dari yang diamati sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa puncak yang diamati dalam larutan sampel adalah benar merupakan puncak kloramfenikol. Kromatogram larutan sampel yang dianalisis setelah spiking dapat dilihat pada gambar 8C.


(54)

RT Luas Puncak

5,95 166900

A

RT Luas Puncak

6,05 2762

B

C

RT Luas Puncak

6,02 34807

D

Gambar 8. Kromatogram Hasil Penyuntikan Kloramfenikol Baku 10 ppm (A), Larutan Sampel Ikan (B), dan Larutan Sampel yang telah di-Spike dengan Larutan Baku Pembanding Kloramfenikol (C) Larutan Sampel Blanko (D) dengan Kondisi KCKT yang Sama.


(55)

Hasil pengolahan data penyuntikan larutan sampel secara KCKT menggunakan kolom C18 (Phenomenex) dengan perbandingan fase gerak metanol - air (55 : 45), volume penyuntikan 10 µ l, laju alir 1 ml/menit, detektor UV-Vis (L - 2420) pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh 278 nm. Kadar residu kloramfenikol dapat dihitung dengan mensubtitusikan luas area pada Y dari persamaan regresi Y=15754,4589X −44,5765. Hasil perhitungan residu kloramfenikol dalam sampel setelah diuji secara statistik dapat dilihat pada tabel2. Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Kloramfenikol dalam Sampel Ikan Gurami dan

Ikan Mas Secara Statistik

NO. Ikan Gurami

(Osphronemus goramy)

Rentang Kadar Residu Kloramfenikol (mg/kg)

1 Ikan Gurami PG1 0,0617±0,0162

2 Ikan Gurami PG2 0,0786 ±0,0045

3 Ikan Gurami PG3 0,1190±0,0111

4 Ikan Gurami PG4 0,0767±0,0048

NO. Ikan Mas

(Cyprinus carpio)

Rentang Kadar Residu Kloramfenikol (mg/kg)

1 Ikan Mas PM1 0,0676±0,0035

2 Ikan Mas PM2 0,0735±0,0094

3 Ikan Mas PM3 0,2169±0,0448

4 Ikan Mas PM4 0,2092±0,0075

Berdasarkan data tersebut, residu kloramfenikol yang di peroleh dari empat pasar di kota Binjai tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh RSNI No. : 05 – TAN – 1996.

4.4 Hasil Uji Validasi

Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode, validasi metode dilakukan untuk memastikan bahwa metode yang digunakan telah sesuai untuk tujuan yang


(56)

dimaksudkan (Kazakevich, 2007). Adapun parameter validasi yang diuji adalah akurasi, presisi batas deteksi dan batas kuantitasi.

Uji akurasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah bahan baku kedalam sampel (Standard Addition Method) dengan rentang 50%, 100%, 150%. Hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery). Data hasil pengujian perolehan kembali kloramfenikol BPFI dengan metode penambahan bahan baku dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Data Uji Validasi dengan Metode Penambahan Baku No. Rentang Spesifik Luas

Puncak

Perolehan Kembali

(%) 1.

50%

2358 96,2

2335 93,2

2338 93,6

2.

100%

2949 85,6

2940 85,0

2939 85,0

3.

150%

4106 106,1 4114 106,3 4162 108,4

Rerata perolehan kembali 95,49

Simpangan Baku (SD) 9,5086

Simpangan Baku Relatif (RSD) 9,96

Data tersebut di atas menunjukkan bahwa rerata persen perolehan kembali (% recovery) yang didapat memenuhi syarat akurasi yaitu, 95, 49% karena rerata persen perolehan kembali masih berada diantara rentang 80 – 120%. Menurut Suharman dan Mulja (1995), kecermatan metode analisis adalah keterdekatan hasil analisis yang diperoleh dengan menggunakan metode tersebut dengan harga yang sebenarnya. Persyaratan perolehan kembali metode analisis adalah 80 - 120%, dimaksudkan untuk analisis kadar yang sangat rendah dan melalui prosedur analisis yang cukup panjang.


(57)

Presisi prosedur dalam penelitian ini dinyatakan dalam simpangan baku relatif. Simpangan baku relatif (RSD) yang diperoleh dari hasil pengujian akurasi adalah 9,96%. Menurut Harmita (2004), untuk senyawa-senyawa dengan kadar satu per sejuta (ppm) nilai simpangan baku relatif (RSD) berkisar antara 16%. Maka metode yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai akurasi dan presisi yang memenuhi syarat. Semakin kecil simpangan baku relatif yang diberikan suatu metode analisis maka kesahihan metode tersebut lebih terjamin. Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) yang diperoleh berturut-turut sebesar

0165 ,

0 µg/ml dan 0,0550 µg/ml. Semua sampel yang dianalisis berada diatas batas deteksi. Kromatogram hasil perolehan kembali dapat dilihat pada lampiran 24, Hal. 94 dan perhitungan persen perolehan kembali dapat dilihat pada lampiran 25. Hal. 99.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan, terdapat adanya residu kloramfenikol dalam ikan gurami dan ikan mas dari keempat pasar yang berbeda dikota Binjai. Kadar residu kloramfenikol pada ikan gurami adalah PG1 0,0587±0,0016, PG2 0,0786 ±0,0045, PG3 0,1190±0,0111, PG4 0,07675±0,0048, dan kadar residu kloramfenikol pada ikan mas adalah PM1 0,0676±0,0035, PM2 0,0734±0,0094, PM3 0,2169±0,0448, PM4 0,2092±0,0073. Kadar residu kloramfenikol yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan RSNI No. 05 – TAN – 1996.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian terhadap antibiotik jenis lain yang mungkin terdapat dalam ikan gurami dan ikan mas maupun jenis ikan air tawar lainnya, dan kepada Dinas Perikanan di kota Binjai agar memberikan penyuluhan atau sosialisasi kepada peternak ikan, sehingga penggunaan antibiotik dapat digunakan secara tepat dan tidak berlebihan.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2008). www. usu repository.com

Bachtiar, Y. (2003). Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras. Tim Lentera. Agromedia Pustaka. Bogor. Hal. 5,6,65.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Ke III. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal. 144.

Dolan, J.W. (2003). Why Do Peaks Tail?. LC GC North America 21(7): 612-616. Epshtein, N.A. (2004). Validation of HPLC Techniques for Pharmaceutical

Analysis. Pharmaceutical Chemistry Journal 38(4): 212-228

Ermer, J. (2005). Analytical Validation within the Pharmaceutical Environment. Dalam: Ermer, J., dan Miller. J.H.McB., Editors. Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Hal: 3-5

Hadisahputra, S., Harahap, U. (1994). Biokimia Dan Farmakologi Antibiotik. USU Press, Medan. Hal. 38.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksananaan Validasi Metoda dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol.1. Hal. 119, 122.

Irianto, A. (2005). Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. Hal. 103

Kazakevich, Y., dan R. LoBrutto. (2007). Method Validation. In: LoBrutto, R., dan T. Patel., Editors. HPLC for Pharmaceutical Scentists. New Jersey: Jhon Wiley & Sons, Inc. Hal. 455.

Kordi, M,. (2004). Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT. Asdi Mahasatya. Jakarta. Hal. 3,7, 135 , 138, 140.

Mardinata. (2002). Pendekatan Konsep Kesehatan Hewan Melalui Vaksinasi. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. Hal. 48

Meyer, V. R. (2004). Practical High-Performance Liquid Chromatography. 4th Edition. St. Gallen: John Wiley & Sons. Ltd. Hal 20-24, 52-55.

Moffat, A.C., M.D. Osselton, B. Widdop. (2005). Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons Pharmaceutical Press.

Mulja, M. dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya. Hal. 7.


(60)

Mutakin, dkk,. (2010). Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Untuk Penentuan Kadar Residu Kloramfenikol Dalam Jaringan Ikan Mas (Cypri carpio). Universitas Padjajaran.

Pertamawati, L.H. (2006). Diseconomies Integrasi Vertikal Usaha Budidaya Ikan Gurame. Institut Pertanian Bogor.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal. 467.

Rohman, A. (2009). Kromatografi Untuk Analisis. Edisi Ke I. Cetakan I. Graha Ilmu. Hal. 217.

RSNI No. 05 – TAN. (1996). Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan.

SNI 7541.1. (2009). Metode Pengujian dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Bagian 1 : Residu Kloramfenikol dalam Daging, Telur, Susu dan Olahannya.

The United State Pharmacopeial Convention. (2006). The United States Pharmacopeia (USP). 30th Edition. United States. Hal. 680

Usman, H dan Purnomo, S. A. (2006). Pengantar Statistika. Cetakan Kedua. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Hal. 112.

Wattimena, J.R, Sugiarso, N.C, Widianto, M.B, Sukandar, E.Y, Soemardji A.A, Anna, R.S. (1999). Farmakodinamika dan Terapi Antibiotik. Gadjah Mada University Press. Hal.183, 187.

Weston, A., and P. R. Brown. (1997). HPLC and CE Principle and Practice California: Academic Press. Hal. 216.

Windholz, M. (1983). The Merck Index. 10th Edition. Rahway: Merck & Co., Inc. Hal. 62


(61)

Lampiran 1. Kromatogram Penyuntikan Kloramfenikol Baku untuk Mencari Perbandingan Komposisi Fase Gerak

RT (min)

Name Asym N

(USP)

14,49 152806 2,56* 3685*

A

RT (min)

Luas Puncak Asym N

(USP)

7,71 132466 2,05* 2840*

B

Keterangan :

A = kromatogram hasil penyuntikan larutan kloramfenikol konsentrasi 10 ppm dengan perbandingan fase gerak Metanol – Air (40 : 60) laju alir 1 ml/menit B = kromatogram hasil penyuntikan larutan kloramfenikol konsentrasi 10 ppm dengan perbandingan fase gerak Metanol – Air (50 : 50) laju alir 1 ml/menit


(62)

Lampiran 1 (lanjutan)

RT (min)

Luas Puncak Asym N

(USP)

5,95 166900 1,85* 4050*

A

RT (min)

Luas Puncak Asym N

(USP)

4,83 177214 1,91* 3705*

B

Keterangan :

A = kromatogram hasil penyuntikan larutan kloramfenikol konsentrasi 10 ppm dengan perbandingan fase gerak Metanol – Air (55 : 45) laju alir 1 ml/menit B = kromatogram hasil penyuntikan larutan kloramfenikol konsentrasi 10 ppm dengan perbandingan fase gerak Metanol – Air (60 : 40) laju alir 1 ml/menit


(63)

Lampiran 1 (lanjutan)

RT (min)

Luas Puncak Asym N

(USP)

4,11 175588 1,86* 3355*

A

RT (min)

Luas Puncak Asym N

(USP)

3,61 168701 1,87* 2889*

B

Keterangan :

A = kromatogram hasil penyuntikan larutan kloramfenikol konsentrasi 10 ppm dengan perbandingan fase gerak Metanol - Air (65 : 35) laju alir 1 ml/menit B = kromatogram hasil penyuntikan larutan kloramfenikol konsentrasi 10 ppm dengan perbandingan fase gerak Metanol - Air (70 : 30) laju alir 1 ml/menit


(64)

Lampiran 1 (Lanjutan)

RT (min)

Luas Puncak Asym N

(USP)

3,29 22756 2,04* 2673*

A

Keterangan :

A = kromatogram hasil penyuntikan larutan kloramfenikol konsentrasi 10 ppm dengan perbandingan fase gerak Metanol - Air (75 : 25)


(65)

Lampiran 2. Kromatogram Penyuntikan Kloramfenikol Baku pada Pembuatan Kurva Kalibrasi

RT Luas Puncak

5,85 516

A

RT Luas Puncak

6,12 1044

B

Keterangan:

A = kromatogram hasil penyuntikan kloramfenikol baku untuk kurva kalibrasi dengan konsentrasi 0,03 µg/ml

B = kromatogram hasil penyuntikan kloramfenikol baku untuk kurva kalibrasi dengan konsentrasi 0,07 µg/ml


(66)

Lampiran 2 (lanjutan)

RT Luas Puncak

5,79 1384

A

RT Luas Puncak

5,75 4688

B

Keterangan:

A = kromatogram hasil penyuntikan kloramfenikol baku untuk kurva kalibrasi dengan konsentrasi 0,1 µg/ml

B = kromatogram hasil penyuntikan kloramfenikol baku untuk kurva kalibrasi dengan konsentrasi 0,3 µg/ml


(67)

RT Luas Puncak

5,76 7855

A

Keterangan:

A = kromatogram hasil penyuntikan kloramfenikol baku untuk kurva kalibrasi dengan konsentrasi 0,5 µg/ml


(68)

Lampiran 3. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Kloramfenikol

No

Konsentrasi

(µg/ml) Luas Area XY X2 Y2

X Y

1 0 0 0 0 0

2 0,03 516 15,48 0,0009 266256

3 0,07 1044 73,08 0,0049 1089936

4 0,1 1384 138,4 0,01 1915456

5 0,3 4688 1406,4 0,09 21977344

6 0,5 7855 3927,5 0,25 61701025

∑ 1,00 15487 5560,86 0,3558 86950017

Re

rata 0,16667 2581,1667 926,81 0,0593 14491669,5

b X a

Y= +

(

) ( )( )

( )

X

( )

X n n Y X XY a / / 2 2 − Σ

Σ Σ Σ − Σ =

(

) ( )(

)

(

0,3558

) ( )

1 /6 6 / 15487 1 86 , 5560 2 − − = a 189133333 , 0 693333 , 2979 =

=15754,4589

b=YaX

=2581,1667−

(

15754,4589

)(

0,16667)

)

=−44,5765


(69)

Untuk mencari hubungan yang linier antara konsentrasi (X) dengan Luas Area (Y) maka dihitung koefisien korelasi sebagai berikut :

(

) ( )( )

( ) (

)

[

2 2

]

[

( )

2

( )

2

]

Y Y n X X n Y X XY n r Σ − Σ ∑ − Σ Σ Σ − Σ =

(

) ( )(

)

(

) ( )

[

2

]

[

(

) (

)

2

]

15487 86950017 6 1 3558 , 0 6 15487 1 86 , 5560 6 − − − = r

(

) (

)

(

) ( )

[

2,1348 1

]

[

(

521700102

) (

239847169

)

]

15487 16 , 33365 − − − = r 4 , 319846708 16 , 17878 = r 25868 , 17884 16 , 17878 = r 9997 , 0 = r

(

)

[

1,1348

]

[

(

281852933

)

]

) 15487 ( ) 16 , 33365 ( − = r


(70)

Lampiran 4. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Kloramfenikol

Persamaan regresi Y = 15754, 4589 X – 44,5765

No

Konsentra si (µg/ml)

X

Luas Area

Y Yi Y-Yi (Y-Yi)

2

1 0 0 0 0 0

2 0,03 516 428,0573 87,9427 7733,9185

3 0,07 1044 1058,2356 -14,2356 202,6524

4 0,1 1384 1530,8694 -146,8694 21570,6207

5 0,3 4688 4681,7612 6,2388 38,9227

6 0,5 7855 7832,6529 22,3471 499,3929

∑ (Y-Yi)2 30045,5072

2 ) ( 2 − − =

n Yi Y aku SimpanganB

= 7511,3768 =86,6682

Slope SB x si BatasDetek =3

15754,4589 6682 , 86 3x =

=0,0165µg/ml

Slope SB x itasi Bataskuant =10

15754,4589 6682 , 86 10x =

=0,0550 µg/ml 2 6 ) 5072 , 30045 ( 2 − =


(71)

Lampiran 5. Data Hasil Perhitungan Kadar Residu Kloramfenikol dalam Ikan Gurami dan Ikan Mas

No Nama Perlakuan Luas Area Kadar(mg/kg) Rerata

1 Ikan Gurami PG1

1 890 0,0583

0,0617

2 1013 0,0659

3 887 0,0582

4 921 0,0602

5 883 0,0581

6 1052 0,0696

2 Ikan Mas PM1

1 1151 0,0750

0,0791

2 1061 0,0696

3 1013 0,0668

4 1052 0,0692

5 981 0,0649

6 2025 0,1288

3 Ikan Gurami PG2

1 1212 0,0789

0,0789

2 1151 0,0754

3 1326 0,0858

4 1264 0,0821

5 1117 0,0736

6 1193 0,0781

4 Ikan Mas PM2

1 1067 0,0703

0,0803

2 1107 0,0726

3 1340 0,0865

4 1041 0,0688

5 1587 0,1016

6 1269 0,0821

5 Ikan Gurami PG3

1 1269 0,0832

0,1102

2 1572 0,1020

3 1772 0,1137

4 1923 0,1231

5 1983 0,1268

6 1751 0,1125

6 Ikan Mas PM3

1 2587 0,1665

0,2152

2 3144 0,2007

3 3555 0,2261

4 2952 0,1889

5 3993 0,2522

6 4083 0,2570

7 Ikan Gurami PG4

1 1524 0,0984

0,0865

2 1219 0,0797

3 1160 0,0762

4 1776 0,1135

5 1103 0,0728

6 1192 0,0783

8 Ikan Mas PM4

1 3014 0,1936

0,2066

2 3408 0,2149

3 3298 0,2102

4 3158 0,2025

5 3386 0,2148


(72)

Lampiran 6. Contoh Perhitungan Hasil Penetapan kadar kloramfenikol dalam Sampel Menggunakan Persamaan Garis Regresi

Contoh perhitungan konsentrasi kloamfenikol dalam ikan gurami yang beratnya 5,0571 g dengan luas area sebesar 1524

b X a

Y= +

Y = luas area

X = konsentrasi (µg/ml)

Y = 15754, 4589 X – 44,5765 X = 4589 , 15754 5765 , 44 1524+ X = 0,0996 µg/ml

Maka konsentrasi sampel tersebut adalah 0,0996 µg/ml K Bs Va x C = Keterangan:

K = kadar (µg/g) C = konsentrasi (µg/ml) Va = volum akhir (ml) Bs = berat sampel (g)

Setiap ± 5 g sampel dilarutkan dalam 5 ml pelarut maka, 5 ml larutan sampel mengandung residu kloramfenikol sebanyak :

0,0996 µg/ml x 5 ml = 0,4978 µg Dengan kadar residu kloramfenikol dalam sampel sebesar :

Kadar = g g 0571 , 5 4978 , 0 µ =0,0984 µg/g

Maka kadar residu kloramfenikol yang terkandung dalam sampel adalah 0,0984 µg/g= 0,0984 mg/kg


(73)

Lampiran 7.Kromatogram Hasil Penyuntikkan dari Ikan Gurami PG1

RT Luas Puncak

5,86 921

Keterangan: kromatogram diatas merupakan hasil penyuntikan dari larutan sampel ikan gurami PG1 yang dianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak

metanol – air (55:45), laju alir 1 ml/menit, dideteksi pada panjang gelombang 278 nm.


(1)

Lampiran 28 (lanjutan)

A


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)