Keragaman kucing (Felis domesticus) di Kecamatan Bogor Tengah berdasarkan karakter morfologi

(1)

KERAGAMAN KUCING (Felis domesticus) DI KECAMATAN BOGOR TENGAH BERDASARKAN

KARAKTER MORFOLOGI

Oleh: NANDA ADITYA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(2)

ABSTRAK

NANDA ADITYA. Keragaman Kucing (Felis domesticus) di Kecamatan Bogor Tengah Berdasarkan Karakter Morfologi. Dibimbing oleh R. R. DYAH PERWITASARI dan ACHMAD FARAJALLAH.

Karakter morfologi memberikan ciri khusus pada setiap kucing dan dapat menggambarkan karakter dari suatu populasi. Penelitian ini mempelajari mengenai 11 lokus yang mengekspresikan karakter morfologi, yaitu lokus w~W, o~O, A~a, B~b, C~cs~ca~c, Ta~T~tb, i~I, D~d, s~S, L~l, dan m~M. Karakter tersebut diamati melalui video dan frekuensi alel dianalisis menggunakan metode square-root. Keragaman kucing di Kecamatan Bogor Tengah dilihat dari nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ). Dari 11 kelurahan administratif di Kecamatan Bogor Tengah diperoleh 514 individu kucing. Pola warna Siam yang jarang ditemukan di Indonesia, terdapat pada Kelurahan Tegalega dan Gudang. Ekor pendek di Kecamatan Bogor Tengah memiliki nilai frekuensi yang tinggi seperti halnya pada kucing-kucing di Asia. Nilai heterozigositas (h) pada lokus w~W sebesar 0.7%, lokus o~O sebesar 43.2%, lokus A~a sebesar 49.9%, lokus B~b sebesar 31.7%, lokus C~cs~ca~c sebesar 9.7%, lokus Ta~T~tbsebesar 39.4%, lokus i~I sebesar 1.8%, lokus D~d sebesar 27.7%, lokus s~S sebesar 49.2%, lokus L~l sebesar 11.2%, dan lokus m~M sebesar 45.3%. Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) di Kecamatan Bogor Tengah relatif tinggi, yaitu sebesar 28.2%. Hal ini disebabkan adanya karakter-karakter tipe mutan dari setiap kelurahan.

ABSTRACT

NANDA ADITYA. Cat’s (Felis domesticus) Polymorphisms in Central Bogor Based on Morphological Characters. Under supervision of R. R. DYAH PERWITASARI and ACHMAD FARAJALLAH advisory.

Morphological characters gave feature characteristic on cats and it also could gave population description. This study aimed to determine variability among 11 loci that expressed morphological traits, there are w~W, o~O, A~a, B~b, C~cs~ca~c, Ta~T~tb, i~I, D~d, s~S, L~l, and m~M loci. There were observed by camera and allele frequencies were calculated by using square-root method. Eleven loci were screened to estimate level of heterozygosity (h) and average heterozygosity (Ĥ). A total of 514 cat images were collected from 11 administrative areas (kelurahan) at Central Bogor. Siamese pattern – which is rare in Indonesia – were observed at Kelurahan Tegalega and Gudang. Kinky tail traits at Central Bogor showed high frequency as noted in other Asian countries. Estimation of heterozygosity of each locus were 0.7% (w~W locus), 43.2% ( o~O locus), 49.9% (A~a locus), 31.7% (B~b locus), 9.7% (C~cs~ca~c locus), 39.4% (Ta~T~tb locus), 1.8% (i~I locus), 27.7% (D~d locus), 49.2% (s~S locus), 11.2% (L~l locus), and 45.3% (m~M locus ). The value of average heterozygosity (Ĥ) in Central Bogor was relatively high. It was reached to 28.2%. The high level of average heterozygosity value were due to mutant characters.


(3)

KERAGAMAN KUCING (Felis domesticus) DI KECAMATAN BOGOR TENGAH BERDASARKAN

KARAKTER MORFOLOGI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

Oleh: NANDA ADITYA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(4)

Judul Skripsi : Keragaman Kucing (Felis domesticus) di Kecamatan Bogor Tengah Berdasarkan Karakter Morfologi

Nama : Nanda Aditya

NRP : G34102064

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc. Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si.

NIP 131916787 NIP 131878947

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP 131473999


(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dipilih dan dilakukan pada bulan Januari hingga Juni 2006 ini ialah genetika populasi kucing dengan judul Keragaman Kucing (Felis domesticus) di Kecamatan Bogor Tengah Berdasarkan Karakter Morfologi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si. selaku pembimbing, Ibu Dr. Anja Meryandini, M.S., Mas Berry, Mba Kanthi, serta seluruh staf Departemen Biologi, khususnya Staf Zoologi yang telah bersedia membimbing, memberikan fasilitas, saran dan masukan, serta membantu dalam penelitian dan pembuatan skripsi.

Lantunan terima kasih penulis berikan kepada seluruh keluarga, karena skripsi ini tidak akan hadir tanpa doa serta kasih sayang yang telah diberikan oleh Ibunda, Ayahanda, Mas Dhita, Mba Rini, Mas Mardi, dan seluruh keluarga di Balikpapan. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada, Riza, Urip, Andros, Umar, Dania, teman-teman Rumah Merah, serta teman-teman Biologi atas hari-hari bahagia, motivasi, semangat, dan ikatan persahabatan yang diberikan. Penulis ungkapkan terima kasih untuk Ina Fajarwati beserta keluarga yang telah mencurahkan perhatian dan kasih sayang.

Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, begitulah isi skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan atas kesempurnaan skripsi ini. Semoga hadirnya skripsi ini dapat memberikan informasi mengenai genetika populasi kucing dan bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Juni 2006 Nanda Aditya


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Balikpapan pada tanggal 29 November 1984 dari ayah, Haryono Sirin, S.Sos. MM dan ibu, Sumarsih, S.Sos. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 35 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisiologi Hewan, Biologi Sel dan Molekuler, Vertebrata, dan Biologi Dasar pada tahun ajaran 2005/2006. Penulis juga menjadi ketua Bidang Observasi Wahana Alam (OWA) dari Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO) pada tahun ajaran 2004/2005. Tahun 2003 penulis menjadi ketua Kegiatan Biologi Fotografi (BIOGRAF).


(7)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN ... BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat ... Bahan dan Alat ... Metode ... HASIL

Lokus w~W dan Lokus C~cs~ca~c ... Lokus o~O ... Lokus A~a ... Lokus Ta~T~tb ... Lokus B~b dan Lokus D~d ... Lokus i~I dan Lokus L~l ... Lokus s~S ... Karakter Ekor Pendek ... Nilai Heterozigositas (h) dan Heterozigositas Rataan (Ĥ) ... PEMBAHASAN

Lokus w~W dan Lokus C~cs~ca~c ... Lokus o~O ... Lokus A~a dan Lokus s~S ... Lokus Ta~T~tb ... Lokus B~b dan Lokus D~d ... Lokus i~I dan Lokus L~l ... Karakter Ekor Pendek ... Nilai Heterozigositas (h) dan Heterozigositas Rataan (Ĥ) ... SIMPULAN ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

...vii

...viii

...ix

...1

...1

...2

...2

...5

...5

...5

...5

...5

...6

...6

...6

...6

...7

...7

...7

...7

...8

...8

...8

...8

...9

...9


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Notasi alel-alel yang digunakan dalam penelitian (Wright & Walters 1980)

2 Jumlah fenotipe, frekuensi alel (q), dan heterozigositas (h) dari 11 lokus pada kucing di Kecamatan Bogor Tengah ... 3 Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) dari tiap kelurahan ...

...2

...3 ...7


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Silver striped tabby longhair dengan genotipe A- B- C- D- I- T- ll ..

2 Brown abyssinian kinky tail dengan genotipe A- B- C- D- ii Ta- Mm

3 Brown striped tabby and white dengan genotipe A- B- C- D- ii T- S-

...6 ...6 ...6


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Peta administratif Kecamatan Bogor Tengah (BAKOSURTANAL 1996) ..

2 Nilai frekuensi alel (q) dan heterozigositas (h) dari setiap lokus pada populasi kucing di Kecamatan Bogor Tengah ... 3 Nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ) hasil analisis ulang

dari 8 lokus karakter rambut dan karakter ekor pendek pada populasi kucing di 11 provinsi di Indonesia dan di Kabupaten Bogor (cetak tebal) (Nozawa et al. 1983) ...

4 Nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ) hasil analisis ulang dari 8 lokus karakter rambut dan karakter ekor pendek pada populasi kucing di beberapa negara di Asia (Kawamoto et al. 2002) ...

5 Foto-foto kucing yang jarang dijumpai di Kecamatan Bogor Tengah ...

...11

...12

...12

...13


(11)

1

PENDAHULUAN

Felis domesticus merupakan kucing

peliharaan hasil domestikasi sejak zaman Mesir kuno. Kucing ini hanya ditemukan di Mesir dan negara sekitarnya saja, tidak terdapat di Eropa dan Amerika (Verhoef-Verhallen 1996). Pugnetti (1983) mengemukakan, kucing domestik merupakan keturunan Felis silvestris (kucing hutan Eropa) dengan Felis lybica (kucing hutan Afrika).

Kucing digolongkan ke dalam kelas Mamalia, ordo Karnivora, superfamili Feloidea, dan famili Felidae (Ewer 1973). Hampir seluruh ordo Karnivora merupakan pemakan daging. Ciri-ciri ordo ini dapat dilihat dari beberapa karakter morfologi, khususnya struktur gigi yang telah mengalami spesialisasi. Ordo Karnivora dibagi menjadi dua subordo, yaitu subordo Feliformia ( cat-like) dan subordo Caniformia (dog-like) (Feldhamer et al. 2003).

Panjang tubuh kucing dewasa umumnya 50 cm dengan panjang ekor (normal) 25 sampai 30 cm dan berat tubuh berkisar antara 3,2 hingga 4 kg. Namun, pada kucing yang mengalami gigantisme, berat tubuhnya dapat mencapai 19,5 kg (Pugnetti 1983).

Warna dan pola warna rambut kucing domestik lebih beragam daripada warna dan pola warna rambut kucing-kucing besar, karena kucing-kucing besar memerlukan pola warna dan warna tertentu agar dapat berkamuflase saat berburu (Kent & Robert 2001). Awalnya ekspresi warna rambut pada kucing diduga sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, tetapi belakangan ini, diketahui bahwa ekspresi warna rambut dipengaruhi oleh faktor genetik (Hinde 1996).

Menurut Wright dan Walters (1980) warna hitam merupakan warna dasar dari semua kucing. Pigmen yang menghasilkan warna hitam pada rambut adalah melanin. Variasi warna rambut kucing merupakan hasil modifikasi bahan genetik. Semua alel yang menyandikan variasi warna kucing terletak pada kromosom autosom dan kromosom seks (X). Beberapa gen yang terdapat pada kromosom autosom yaitu, gen penyandi warna hitam (B) terletak pada lokus B~b, mutasi pada gen ini akan mengekspresikan warna coklat dan coklat muda. Kelompok kucing Burma (Burmese) mempunyai gen penyandi warna sepia (cb), sedangkan kelompok Siam (Siamese) membawa gen warna pointed (cs). Gen ini terletak pada lokus albino (C~cs~ca~c).

Agouti (A) merupakan warna abu-abu

kekuningan pada dasar rambut kebanyakan mamalia, sedangkan hitam merupakan hasil dari ekspresi gen non-agouti (alel a). Pola

tabby merupakan garis/titik hitam (gelap)

yang menutupi warna agouti (Robinson 1977). Gen penyandi warna oranye (alel O) terpaut kromosom seks (sex-linked) (Starbuck & Thomas 1994). Alel O terpaut kromosom seks dan bersifat kodominan. Kucing dengan genotipe homozigot resesif (oo) akan berwarna non-oranye, warna oranye hanya muncul jika homozigot dominan (OO) untuk betina dan hanya alel tunggal (O) untuk jantan. Individu dengan genotipe heterozigot (Oo) akan menghasilkan karakter yang disebut dengan tortoiseshell dan umumnya betina (Robinson 1977).

Panjang ekor dikendalikan oleh gen Manx

(M), yang menyebabkan pemendekan atau hilangnya ekor. Kucing berekor pendek memiliki genotipe heterozigot (Mm), karena jika homozigot (MM) individu tersebut pasti mati sebelum lahir (Wright & Walters 1980).

Panjang rambut kucing umumnya sekitar 4,5 cm, sedangkan pada kucing pertunjukan yang sehat dapat mencapai sekitar 12,5 cm. Perbedaan ini terjadi karena adanya genotipe

ll yang menyebabkan perkembangan folikel rambut tidak normal, sehingga rambut dapat lebih panjang dari biasanya sebelum mencapai fase dorman (Wright & Walters 1980).

Karakter morfologi pada kucing seperti warna, pola, dan panjang rambut, warna mata, bentuk tubuh, panjang ekor, ukuran dan bentuk telinga sangat bervariasi dalam setiap kelompok. Menurut Cutts (2002) ada tujuh kelompok kucing, yaitu kelompok Persia

(Longhair group), rambut setengah panjang

(Semi-Longhair group), rambut pendek

British (British Shorthair group), rambut pendek Asing (Foreign Shorthair group), rambut pendek Oriental (Oriental Shorthair

group), Birma (Burmese group), dan Siam

(Siamese group).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman kucing di Kecamatan Bogor Tengah berdasarkan karakter morfologi.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel dilakukan dari bulan Januari hingga April di sebelas kelurahan pada Kecamatan Bogor Tengah, yaitu Kelurahan Tegalega, Kelurahan Babakan, Kelurahan Sempur, Kelurahan Pabaton, Kelurahan Cibogor, Kelurahan Ciwaringin, Kelurahan


(12)

2

Panaragan, Kelurahan Kebon Kalapa, Kelurahan Gudang, Kelurahan Babakan Pasar, dan Kelurahan Paledang. Waktu pengambilan sampel dilakukan pada pukul 07.30-12.00 WIB.

Bahan dan Alat

Bahan yang dianalisis berupa video dan/atau gambar dari karakter morfologi kucing. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel ialah Handycam JVC model GR-DZ7E.

Metode

Metode yang digunakan ialah road

sampling (Ratti & Garton 1996) dengan

melakukan survei pada setiap lokasi pengambilan sampel. Hal ini dilakukan untuk mengetahui saat ditemukannya jumlah sampel terbanyak. Langkah selanjutnya dilakukan pengambilan gambar berupa foto maupun video dari sampel yang ditemukan. Untuk menghindari duplikasi, pengambilan sampel dilakukan hanya sekali dalam satu hari dan berupa sweeping pada rute dari tiap lokasi.

Sampel yang diperoleh dicatat berdasarkan genotipenya dengan mengacu kepada Wright dan Walters (1980). Frekuensi alel dihitung berdasarkan metode square-root (Nozawa et al. 1990). Alel-alel yang dianalisis tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1 Notasi alel-alel yang digunakan dalam penelitian (Wright & Walters 1980)

Alel Karakter Morfologi

A (Agouti) a (Non-agouti)

Pola tabby

Tanpa pola B (Black)

b (Brown)

Hitam/coklat (agouti) Coklat muda C (Full-colour)

cs (Siamese) ca (Blue-eyed albino) c (Albino)

Pigmentasi maksimal

Sepia, Pola points

Putih, iris biru muda Putih, iris

D (Dense) d (dilute)

Pigmentasi penuh Pigmentasi pudar i (pigmentasi normal)

I (Inhibitor)

Pigmentasi sempurna Warna perak L (rambut normal)

l (rambut panjang)

Rambut pendek Rambut panjang m (ekor normal)

M (Manx)*

Ekor panjang (normal) Ekor pendek

o (warna normal) O (Oranye)*

Selain oranye Oranye (terpaut sex) s (warna normal)

S (Piebald)*

Tanpa daerah putih Dengan daerah putih T (Mackerel)

Ta (Abyssinian)* tb (Blotched)

Pola tabby garis Pola tabby abyssinian

Pola tabby klasik w (warna normal)

W (Putih dominan)*

Ekspresi penuh warna lain Warna putih menutupi warna lain

* Bersifat dominan terhadap tipe liar (bercetak tebal).

Penghitungan jumlah alel dari lokus w~W,

A~a, B~b, C~cs~ca~c, Ta~T~tb, D~d, s~S, dan

L~l dengan sifat dominan (D) dan resesif (R) yang berperan dalam pembentukan warna dan pola warna rambut kucing adalah:

n=D+R

frekuensi alel resesif (qx) dan dominan (px) dihitung dengan:

qx = √R/n

px= 1-qx

simpangan baku dari frekuensi alel dihitung dengan:

σ=√(1- qx2)/4n

Alel o-O terpaut pada kromosom sex (X), sehingga dapat memberikan tiga macam warna yaitu oranye (a1), tortoiseshell (a2), dan

non-orange (a3), maka dijumlahkan dengan

cara:

n=a1+a2+a3

penghitungan frekuensi alel O (qo)

diasumsikan perbandingan jantan dan betina 1:1, kemudian dihitung dengan menggunakan metode maximum likelihood (Nozawa et al.

1990), berupa persamaan:

2(a1+a2)+(a1-3a2-3a3)qo

-(5a1+3a2+a3)qo2+2(a1+a2+a3)qo3=0

Simpangan baku alel o-O dihitung dengan:

σ=√qo(1+qo)(1-qo)(2-qo)/3n

Frekuensi alel ekor normal (qM) dan ekor

pendek (qm) digunakan sebagai nilai

karakteristik suatu populasi. Penghitungan frekuensi alel dan simpangan baku (σ) dilakukan menggunakan:

qm= R/n

qM= 1- qm

σ=√qm.qM/n

Heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ) dihitung untuk mengetahui keragaman suatu alel (xi) dari jumlah individu

(n) pada suatu lokasi, dengan menggunakan cara (Nei 1987):

hi= 2n(1-∑xi2)/ 2n-1 Ĥ= ∑hi/nh

simpangan baku (σ) untuk nilai h dan Ĥ dihitung dengan (Nei 1987):

σhi= 2[2(2n-1)( ∑xi3-[∑xi2]2)+ ∑xi2-(∑xi2)2]

2n(2n-1) σĤ= ∑σhi/nh


(13)

3

HASIL

Sampel yang diperoleh di 11 kelurahan Kecamatan Bogor Tengah sebanyak 514

individu kucing. Data berupa frekuensi alel dan heterozigositas (h) beserta simpangan baku dari genotipe yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Jumlah fenotipe, frekuensi alel (q), dan heterozigositas (h) dari 11 lokus pada kucing di Kecamatan Bogor Tengah

Lokus Genotipe Tegalega Sempur Babakan Ciwaringin Cibogor Pabaton w~W ww

W_ n qw qW h 124 1 125 0.996±0.004 0.004±0.004 0.008±0.000 56 - 56 1 - 0 33 - 33 1 - 0 26 - 26 1 - 0 45 - 45 1 - 0 24 - 24 1 - 0 o~O oo

Oo O n qo qO h 72 26 27 125 0.681±0.036 0.319±0.036 0.436±0.001 32 10 14 56 0.666±0.054 0.334±0.054 0.449±0.001 22 8 3 33 0.774±0.062 0.226±0.062 0.355±0.003 16 6 4 26 0.726±0.075 0.274±0.075 0.406±0.003 28 10 7 45 0.729±0.057 0.271±0.057 0.399±0.002 14 4 6 24 0.673±0.082 0.327±0.082 0.449±0.002 A~a A_

aa n qA qa h 66 31 97 0.435±0.042 0.565±0.042 0.494±0.000 30 12 42 0.465±0.065 0.535±0.065 0.504±0.000 23 7 30 0.517±0.080 0.483±0.080 0.508±0.000 17 5 22 0.523±0.094 0.477±0.094 0.511±0.000 24 14 38 0.393±0.065 0.607±0.065 0.483±0.001 10 8 18 0.333±0.088 0.667±0.088 0.457±0.003 B~b B_

bb n qB qb h 91 6 97 0.751±0.049 0.249±0.049 0.376±0.001 38 4 42 0.691±0.073 0.309±0.073 0.432±0.002 27 3 30 0.684±0.087 0.316±0.087 0.440±0.002 22 - 22 1 - 0 30 8 38 0.541±0.072 0.459±0.072 0.503±0.000 16 2 18 0.667±0.111 0.333±0.111 0.457±0.003 C~cs~ca~c C_

cs_ ca_ cc n qC qcs qca qc h 123 1 1 - 125 0.874±0.044 0.037±0.098 0.089±0.045 - 0.229±0.001 56 - - - 56 1 - - - 0 33 - - - 33 1 - - - 0 26 - - - 26 1 - - - 0 45 - - - 45 1 - - - 0 24 - - - 24 - - - - 0 D~d D_

dd n qD qd h 11 9 124 0.731±0.043 0.269±0.043 0.395±0.001 52 4 56 0.733±0.064 0.267±0.064 0.395±0.002 30 3 33 0.698±0.083 0.302±0.083 0.428±0.002 24 2 26 0.723±0.094 0.277±0.094 0.409±0.003 43 2 45 0.789±0.073 0.211±0.073 0.336±0.003 21 3 24 0.646±0.096 0.354±0.096 0.467±0.002 Ta~T~tb Ta_

T_ Tb_ n qTa qT qtb h 19 70 2 91 0.111±0.024 0.741±0.066 0.148±0.052 0.419±0.002 10 24 6 40 0.134±0.04 0.479±0.114 0.387±0.073 0.611±0.001 - 23 1 24 - 0.796±0.119 0.204±0.119 0.332±0.005 6 14 - 20 0.163±0.061 0.837±0.061 - 0.28±0.007 9 20 - 29 0.170±0.052 0.830±0.052 - 0.287±0.004 5 9 - 14 0.198±0.08 0.802±0.08 - 0.330±0.009 i~I ii

I_ n qi qI h 119 5 124 0.980±0.009 0.020±0.009 0.040±0.000 54 2 56 0.982±0.013 0.018±0.013 0.036±0.001 33 - 33 1 - 0 26 - 26 1 - 0 45 - 45 1 - 0 23 1 24 0.979±0.021 0.021±0.021 0.042±0.002 s~S ss

S_ n qs qS h 35 89 124 0.531±0.038 0.469±0.038 0.500±0.000 22 34 56 0.627±0.052 0.373±0.052 0.472±0.001 12 21 33 0.603±0.069 0.397±0.069 0.486±0.001 5 21 26 0.439±0.088 0.561±0.088 0.502±0.001 11 34 45 0.494±0.065 0.506±0.065 0.506±0.000 8 16 24 0.577±0.083 0.423±0.083 0.498±0.001


(14)

4

Lanjutan

Lokus Genotipe Tegalega Sempur Babakan Ciwaringin Cibogor Pabaton L~l L_ ll n qL ql h 122 3 125 0.845±0.044 0.155±0.044 0.263±0.001 56 - 56 1 - 0 33 - 33 1 - 0 25 1 26 0.804±0.096 0.196±0.096 0.321±0.005 45 - 45 1 - 0 23 1 24 0.796±0.100 0.204±0.100 0.332±0.005 Ekor pendek* - + n q- q+ h 56 69 125 0.448±0.044 0.552±0.044 0.497±0.000 19 37 56 0.339±0.063 0.661±0.063 0.452±0.001 14 19 33 0.424±0.086 0.576±0.086 0.496±0.000 11 15 26 0.423±0.097 0.577±0.097 0.498±0.001 13 32 45 0.289±0.068 0.711±0.068 0.415±0.002 11 13 24 0.458±0.102 0.542±0.102 0.507±0.000 * (-) ekor normal, (+) ekor pendek

Lanjutan

Lokus Genotipe Paledang Panaragan Kebon Kalapa Babakan Pasar Gudang

w~W ww

W_ n qw qW h 38 - 38 1 - 0 35 1 36 0.986±0.014 0.014±0.014 0.028±0.001 26 - 26 1 - 0 50 2 52 0.981±0.014 0.019±0.014 0.038±0.001 53 - 53 1 - 0

o~O oo

Oo O n qo qO h 20 9 9 38 0.644±0.067 0.356±0.067 0.465±0.001 16 9 11 36 0.569±0.071 0.431±0.071 0.497±0.004 16 6 4 26 0.726±0.075 0.274±0.075 0.406±0.003 28 9 15 52 0.630±0.058 0.370±0.058 0.471±0.001 31 13 9 53 0.702±0.054 0.298±0.054 0.422±0.001

A~a A_

aa n qA qa h 21 8 29 0.475±0.079 0.525±0.079 0.507±0.000 17 7 24 0.460±0.086 0.540±0.086 0.507±0.000 15 7 22 0.436±0.088 0.564±0.088 0.503±0.001 27 8 35 0.522±0.074 0.478±0.074 0.506±0.000 33 11 44 0.500±0.065 0.500±0.065 0.506±0.000

B~b B_

bb n qB qb h 28 1 29 0.814±0.091 0.186±0.091 0.308±0.004 24 - 24 1 - 0 21 1 22 0.787±0.104 0.213±0.104 0.343±0.005 34 1 35 0.831±0.083 0.169±0.083 0.285±0.004 42 2 44 0.787±0.074 0.213±0.074 0.339±0.003 C~cs~ca~c C_

cs_ ca_ cc n qC qcs qca qc h 38 - - - 38 1 - - - 0 35 - - 1 36 0.833±0.082 - - 0.167±0.082 0.282±0.004 26 - - - 26 1 - - - 0 50 - 2 - 52 0.804±0.068 - 0.196±0.068 - 0.318±0.002 52 1 - - 53 0.863±0.068 0.137±0.068 - - 0.239±0.002

D~d D_

dd n qD qd h 38 - 38 1 - 0 33 2 35 0.761±0.082 0.239±0.082 0.369±0.003 26 - 26 1 - 0 49 1 50 0.859±0.070 0.141±0.070 0.245±0.003 53 - 53 1 - 0 Ta~T~tb Ta_

T_ Tb_ n qTa qT qtb h 8 20 1 29 0.149±0.049 0.665±0.124 0.186±0.091 0.510±0.004 3 21 - 24 0.065±0.036 0.935±0.036 - 0.123±0.004 9 10 - 19 0.275±0.079 0.725±0.079 - 0.409±0.005 9 22 3 34 0.143±0.044 0.560±0.121 0.297±0.082 0.586±0.002 10 31 1 42 0.127±0.038 0.719±0.099 0.154±0.076 0.449±0.003


(15)

5

Lanjutan

Lokus Genotipe Paledang Panaragan Kebon Kalapa Babakan Pasar Gudang

i~I ii

I_ n qi qI h 37 1 38 0.987±0.013 0.013±0.013 0.026±0.001 35 - 35 1 - 0 25 1 26 0.981±0.019 0.019±0.019 0.039±0.001 46 - 46 1 - 0 52 1 53 0.991±0.009 0.009±0.009 0.019±0.000

s~S ss

S_ n qs qS h 10 28 38 0.513±0.07 0.487±0.07 0.506±0.000 8 27 35 0.478±0.074 0.522±0.074 0.506±0.000 9 17 26 0.588±0.079 0.412±0.079 0.494±0.001 5 45 50 0.316±0.067 0.684±0.067 0.437±0.001 15 38 53 0.532±0.058 0.468±0.058 0.503±0.000

L~l L_

ll n qL ql h 38 - 38 1 - 0 36 - 36 1 - 0 26 - 26 1 - 0 50 2 52 0.804±0.068 0.196±0.068 0.318±0.002 53 - 53 1 - 0 Ekor pendek* - + n q- q+ h 15 23 38 0.395±0.079 0.605±0.079 0.484±0.001 11 25 36 0.306±0.077 0.694±0.077 0.430±0.002 4 22 26 0.154±0.071 0.846±0.071 0.265±0.005 17 35 52 0.327±0.065 0.673±0.065 0.444±0.001 31 22 53 0.585±0.068 0.415±0.068 0.490±0.000 * (-) ekor normal, (+) ekor pendek

Lokus w~W dan Lokus C~cs~ca~c

Rambut dengan warna putih polos – self – sangat jarang dijumpai di Kecamatan Bogor Tengah (Tabel 2). Warna polos ini disandikan oleh alel putih (W) pada lokus w~W atau juga oleh alel albino (ca/c) pada lokus C~cs~ca~c. Kelurahan Babakan Pasar memiliki frekuensi alel W dan ca lebih besar dibanding dengan kelurahan lainnya. Alel siam (cs) juga hampir tidak dapat ditemui, hanya terdapat pada Kelurahan Tegalega dan Gudang. Frekuensi alel cs di Kelurahan Gudang lebih tinggi dari pada di Kelurahan Tegalega. Keragaman kedua lokus tersebut juga sangat kecil, dengan nilai heterozigositas (h) lokus w-W sebesar 0.7% dan 9.7% untuk lokus C~cs~ca~c.

Lokus o~O

Nilai frekuensi alel oranye (O) pada kromosom seks paling tinggi terdapat di Kelurahan Panaragan, sedangkan frekuensi alel O terendah berada pada Kelurahan Babakan. Secara keseluruhan frekuensi alel di Kecamatan Bogor Tengah memiliki nilai sekitar 31.6%. Keragaman alel ini di setiap kelurahan relatif tinggi. Hal ini dapat dilihat dari nilai heterozigositas (h) seluruh kelurahan yang bernilai 43.2%.

Lokus A~a

Frekuensi alel A relatif sama dengan alel a, sehingga penyebaran warna berpola dengan warna polos di tiap kelurahan hampir sama. Namun, pada Kelurahan Cibogor dan Pabaton frekuensi kedua alel tersebut relatif rendah.

Hal yang berbeda ditunjukkan dari keragaman karakter ini dari setiap kelurahan. Keragaman tertinggi terdapat pada Kelurahan Ciwaringin, dengan nilai heterozigositas (h) sebesar 51.1%, dan secara keseluruhan nilai heterozigositas (h) dari karakter ini di Kecamatan Bogor Tengah bernilai 49.9%. Keragaman dari rambut berpola dan polos di Kecamatan Bogor Tengah cukup tinggi.

Lokus Ta~T~tb

Pola abyssinian dari alel Ta memiliki nilai frekuensi yang jauh lebih rendah dari pada alel mackerel (T). Bahkan pada Kelurahan Babakan sama sekali tidak teramati pola

abyssinian. Pola classic (tb) merupakan alel

resesif, dengan nilai frekuensi yang relatif sama terhadap alel Ta pada beberapa kelurahan, tetapi pola classic sangat jarang dijumpai di setiap lokasi. Pola tabby di Kelurahan Sempur sangat beragam, dengan nilai heterozigositas (h) sebesar 61.1%. Keragaman pola tabby di Kelurahan Panaragan sangat rendah, dengan nilai heterozigositas sebesar 12.3%, sehingga jarang sekali ditemukan pola tabby lain selain

tabby garis (mackerel) pada kelurahan ini.

Lokus B~b dan Lokus D~d

Frekuensi alel b relatif lebih kecil terhadap alel B, namun pada Kelurahan Cibogor memiliki nilai yang relatif sama. Hal yang sama ditunjukan pada alel dilute (d), yang memiliki nilai frekuensi alel lebih kecil dibandingkan dengan alel Dense (D).


(16)

6

Keragaman kedua karakter ini di Kecamatan Bogor Tengah tergolong tinggi, yaitu 31.7% untuk alel B~b dan 27.7% untuk alel D~d.

Lokus i~I dan Lokus L~l

Gen inhibitor (I) yang menghasilkan

warna perak – silver – pada pola warna rambut, sangat jarang ditemukan di Kecamatan Bogor Tengah. Nilai frekuensi alel tersebut sangat rendah, bahkan pada beberapa kelurahan sama sekali tidak ditemukan kucing dengan warna rambut perak. Frekuensi alel I

yang relatif tinggi terdapat pada Kelurahan Pabaton, bernilai 2.1%. Hal yang sama ditunjukan oleh karakter rambut panjang (alel

l) dengan frekuensi tertinggi pada Kelurahan Pabaton dengan nilai 20.4%. Keragaman karakter panjang rambut relatif beragam dengan nilai 11.2% di setiap kelurahan, sedangkan warna rambut perak hampir tidak beragam yang bernilai 1.8%.

Genotipe pada salah satu kucing yang diperoleh di Kecamatan Bogor Tengah ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Silver striped tabby longhair

dengan genotipe A- B- C- D- I- T- ll.

Lokus s~S

Gen Piebald (S) memberikan karakter

corak putih (white spotting) pada rambut kucing. Frekuensi alel S tertinggi ditemukan pada Kelurahan Babakan Pasar dengan nilai 68.4%. Kelurahan lainnya memiliki nilai frekuensi alel yang relatif tinggi. Nilai heterozigositas (h) dari setiap kelurahan jika dirata-ratakan memberikan hasil 49.2%. Dengan nilai tersebut, karakter ini mempunyai keragaman yang tinggi di Kecamatan Bogor Tengah.

Karakter Ekor Pendek

Jumlah individu dengan ekor pendek yang teramati sangat banyak. Frekuensi ekor pendek memiliki nilai yang tinggi, hampir seluruh kelurahan bernilai lebih dari 50%, hanya pada Kelurahan Gudang yang bernilai

41.5%. Nilai heterozigositas (h) karakter ini juga cukup tinggi dari setiap kelurahan, hanya pada Kelurahan Kebon Kalapa yang terendah, yaitu bernilai 26.5%.

Kucing dengan ekor normal pada pola

Tabby dapat dilihat dari adanya warna hitam

yang panjang pada ujung ekor, sedangkan pada individu ekor pendek warna hitam tersebut tidak panjang atau hilang sama sekali. Perbedaan ini diperlihatkan pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2 Brown abyssinian kinky tail dengan genotipe A- B- C- D- ii Ta- Mm.

Gambar 3 Brown striped tabby and white

dengan genotipe A- B- C- D- ii T- S-.

Nilai Heterozigositas (h) dan Heterozigositas Rataan (Ĥ)

Nilai heterozigositas (h) memberikan informasi mengenai keragaman dari tiap lokus pada suatu populasi. Nilai h dari setiap lokus pada masing-masing kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah diperlihatkan pada Tabel 2.

Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) memberikan informasi mengenai keragaman kucing di Kecamatan Bogor Tengah, yang tercantum pada Tabel 3. Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) dari 11 lokus di Kecamatan Bogor Tengah sebesar 28.2%.


(17)

7

Tabel 3 Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) di Kecamatan Bogor Tengah

PEMBAHASAN

Lokus w~W dan Lokus C~cs~ca~c

Keberadaan warna dan pola warna yang diekspresikan oleh kedua lokus tersebut – menurut penelitian Nozawa et.al. (1983) – disebabkan terjadinya perkawinan antara kucing lokal (kucing yang terdapat pada lokasi pengambilan sampel) dengan kucing non-lokal (kontes). Rendahnya keragaman kedua lokus ini dipengaruhi oleh dominasi alel tipe liar (alel w dan alel C) di daerah pemukiman, dan hanya terdapat beberapa kucing lokal maupun non-lokal dengan alel mutant (alel W, cs, ca, dan c).

Lokus o~O

Kucing dengan warna rambut oranye (alel

O) di Kecamatan Bogor Tengah memiliki frekuensi alel O sebesar 31.6%. Sedangkan hasil penelitian Nozawa et al. (1983), di Kabupaten Bogor memiliki nilai frekuensi alel

O sebesar 23% dari 182 sampel. Hal ini dimungkinkan karena dalam 23 tahun terakhir populasi kucing yang membawa alel O lebih banyak atau jumlah sampel yang diperoleh pada saat itu relatif kecil.

Menurut Todd (1977), di kota-kota Eropa bagian Barat frekuensi alel O bernilai 15% atau kurang, sedangkan di Turki dan Mesir bernilai lebih dari 25%. Nilai frekuensi alel O

di Mesir berkisar dari 21% sampai 31% (Kawamoto et al. 2002).

Lokus A~a dan Lokus s~S

Rambut berpola – agouti – disandikan oleh

gen agouti (A) dan gen tabby (T). Daerah

putih (white spotting) yang dihasilkan oleh

gen Piebald (S) sangat banyak ditemukan.

Frekuensi alel dari lokus A~a dan s~S

memiliki nilai yang mendekati 50%, yaitu 46% untuk alel A dan 48.2% untuk alel S. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kucing-kucing yang membawa alel A dan alel S

memiliki persebaran yang merata. Menurut Nozawa et al. (1983), frekuensi alel A di Indonesia lebih tinggi dari pada di negara Amerika, Eropa, dan Jepang; begitu pula nilai frekuensi alel S yang tinggi pada populasi kucing di seluruh dunia.

Lokus Ta~T~tb

Alel Ta merupakan alel dominan pada lokus Ta~T~tb. Sedikitnya variasi pola warna

tabby disebabkan oleh dominasi alel tipe liar

(alel T) di Kecamatan Bogor Tengah yang tersebar luas pada setiap kelurahan. Alel T

memiliki nilai frekuensi yang paling tinggi, yaitu 73.6%, ini disebabkan alel tersebut merupakan tipe liar dari lokus Ta~T~tb dan menunjukkan kucing dengan pola tabby garis mempunyai persebaran yang sangat luas. Kucing dengan pola abyssinian (alel Ta)dan pola tabby classic (alel tb) memiliki persebaran yang sempit, dengan nilai frekuensi masing-masing sebesar 13.9% dan 12.5%. Nilai frekuensi alel Ta tersebut tergolong tinggi, seperti halnya frekuensi dari alel yang sama di Filipina, berkisar antara 3% sampai 15% (Nozawa et al. 2003).

Berdasarkan laporan Nozawa et al. (1983), pola abyssinian dan classic di Indonesia berbanding terbalik dengan pola yang sama pada negara-negara Eropa dan Amerika. Di Indonesia terdapat pola abyssinian dengan frekuensi yang relatif tinggi dan pola classic

yang rendah, sedangkan di negara-negara Eropa dan Amerika pola abyssinian memiliki frekuensi yang rendah, namun frekuensi pola

classic jauh lebih tinggi.

Menurut hasil penelitian yang ada, awal penyebaran alel Ta berasal dari negara Asia bagian Selatan, kemungkinan besar berasal dari Bengal (India) yang memiliki nilai frekuensi alel Ta sebesar 72% (Kawamoto et al. 2002). Begitu pula menurut Nozawa et al. (2003), nilai frekuensi alel Ta di Myanmar sebesar 48%, yang diduga karena masuknya alel Ta dari Bengal akibat migrasi.

Kelurahan Ĥ

(11 lokus) Ĥ (9 lokus)*

Ĥ (9 lokus)**

Tegalega 0.332 0.335 0.360

Sempur 0.305 0.324 0.320

Babakan 0.277 0.289 0.289

Ciwaringin 0.266 0.289 0.325

Cibogor 0.266 0.270 0.270

Pabaton 0.322 0.306 0.338

Paledang 0.255 0.278 0.275

Panaragan 0.249 0.305 0.305

Kebon Kalapa 0.224 0.235 0.231

Babakan Pasar 0.332 0.338 0.374

Gudang 0.270 0.292 0.290

Rata-rata 0.282 0.297 0.307

* tanpa lokus B~b dan L~lsebagai pembanding terhadap populasi di Indonesia (Lampiran 3) ** tanpa lokus B~b dan i~Isebagai pembanding


(18)

8

Lokus B~b danLokus D~d

Frekuensi alel b dan d di Kecamatan Bogor Tengah masing-masing bernilai 22.2% dan 18.7%. Berdasarkan hasil penelitian Nozawa et al. (2000), di Jepang sama sekali tidak terdapat alel b. Nilai frekuensi alel d di Kecamatan Bogor Tengah relatif lebih besar dari pada di Filipina (Nozawa et al. 2003) dan Myanmar (Nozawa et al. 2003) yang masing-masing bernilai 3.97% dan 14.85%.

Menurut Kawamoto (1998), Malaysia memiliki nilai frekuensi alel d yang lebih tinggi dari pada Indonesia (Nozawa et al. 1983), yaitu 16.8% berbanding 8.86% (pada saat itu di Kabupaten Bogor sama sekali tidak ditemukan alel d). Kecamatan Bogor Tengah memiliki nilai frekuensi alel d sebesar 18.7%. Dari nilai tersebut dapat diketahui dalam kurun waktu 23 tahun terjadi invasi alel d di Bogor, khususnya Kecamatan Bogor Tengah.

Kejadian ini dapat diduga karena adanya migrasi alel d dari kucing-kucing non-lokal (kontes) yang dibawa oleh manusia. Kemudian terjadi perkawinan antara kucing-kucing tersebut dengan kucing-kucing-kucing-kucing lokal dalam 23 tahun terakhir.

Lokus i~I dan Lokus L~l

Warna rambut perak (alel I) dan karakter rambut panjang (alel l) merupakan karakter mutan. Adanya kedua karakter ini di Kecamatan Bogor Tengah besar kemungkinan disebabkan terjadinya perkawinan antara kucing lokal dengan non-lokal (kontes). Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa pada beberapa kelurahan terdapat kucing non-lokal yang dipelihara.

Karakter Ekor Pendek

Nilai frekuensi ekor pendek di Kecamatan Bogor Tengah sebesar 62.3%. Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian Nozawa et al. (1983), yang menyatakan ekor pendek merupakan karakter khusus pada kucing-kucing di Asia.

Nilai frekuensi ekor pendek di Kecamatan Bogor Tengah sangat tinggi, berdasarkan hasil penelitian Nozawa et al. (1983) di Indonesia yang menunjukkan nilai frekuensi ekor pendek berkisar dari 47% hingga 86%. Banyaknya kucing berekor pendek di Kecamatan Bogor Tengah dipengaruhi faktor persebaran yang luas dari kucing-kucing tersebut.

Nilai frekuensi karakter ekor pendek yang tinggi juga terjadi di Thailand, berkisar dari 22% sampai 68% (Kawamoto & Nozawa

2000). Sedangkan di Jepang nilai frekuensi karakter ini hanya bernilai 32% (Nozawa et al. 2000). Okinawa dan Taiwan memiliki nilai frekuensi karakter ekor pendek yang jauh lebih kecil, dengan nilai masing-masing sebesar 17% (Nozawa et al. 2000) dan 7%-13% (Nozawa et al. 2001). Dari nilai tersebut dapat diasumsikan bahwa frekuensi karakter ekor pendek mengalami penurunan nilai jika secara geografis diamati dari Selatan menuju Utara, yaitu dari Indonesia menuju Taiwan dan Okinawa, namun terjadi kenaikan nilai dari Okinawa menuju Jepang (Nozawa et al. 2003).

Nilai Heterozigositas (h) dan Heterozigositas Rataan (Ĥ)

Nilai heterozigositas (h) lokus w~W, A~a,

s~S, dan karakter ekor pendek di Kecamatan Bogor Tengah relatif tidak berubah terhadap Kabupaten Bogor dalam kurun waktu 23 tahun (Lampiran 2 dan 3). Hal ini dapat disebabkan luasnya penyebaran kucing-kucing yang membawa gen tersebut dan dominasi dari alel tipe liar (alel w) pada lokus w~W. Lokus o~O dan D~d mengalami peningkatan nilai h yang diakibatkan dari luasnya penyebaran dari kucing yang membawa alel

O. Munculnya alel d disebabkan adanya invasi dari kucing-kucing non-lokal (kontes) dalam kurun waktu 23 tahun terakhir. Sedangkan penurunan nilai h pada lokus C~cs~ca~c,

Ta~T~tb, dan i~I disebabkan besarnya dominasi dari alel-alel tipe liar.

Semua lokus dan karakter ekor pendek pada populasi kucing di Kecamatan Bogor Tengah memiliki nilai h yang relatif lebih besar terhadap populasi kucing di Indonesia (Lampiran 3). Kecamatan Bogor Tengah juga menunjukkan nilai h yang relatif tinggi dari pada populasi kucing di Asia (Lampiran 4). Hal yang paling mungkin ialah karena luasnya penyebaran kucing-kucing di Kecamatan Bogor Tengah. Namun jumlah sampel yang diperoleh juga sangat berpengaruh terhadap nilai h.

Menurut Nei (1987), nilai heterozigositas rataan sangat dipengaruhi oleh adanya kawin acak dalam populasi. Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) Kecamatan Bogor Tengah sebesar 28.2% pada 11 lokus yang dianalisis. Dibandingkan dengan nilai Ĥ di Indonesia, sebesar 27.6% (Lampiran 3), dan terhadap negara-negara di Asia yang bernilai 25.7% (Lampiran 4), Kecamatan Bogor Tengah memiliki nilai yang relatif tinggi (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh luasnya penyebaran kucing-kucing di Kecamatan Bogor Tengah.


(19)

9

Selain itu perkembangan kebudayaan masyarakat di pemukiman Kecamatan Bogor Tengah untuk lebih memelihara kucing non-lokal (kontes), yang umumnya memiliki karakter-karakter mutan hasil dari perkawinan ekstensif oleh para breeder juga sangat berpengaruh. Oleh karena itu dapat diketahui pada beberapa kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah terdapat kucing-kucing non-lokal yang dipelihara dan terjadi kawin acak.

SIMPULAN

Variasi warna dan pola warna rambut berikut karakter morfologi lain pada kucing di Kecamatan Bogor Tengah lebih didominasi oleh gen-gen tipe liar. Hasil yang berbeda ditunjukan pada alel A terhadap alel a dan alel

s terhadap alel S, yang memiliki nilai frekuensi relatif sama. Karakter ekor pendek di Kecamatan Bogor Tengah memiliki frekuensi tinggi, yaitu sebesar 62.3%.

Kecamatan Bogor Tengah memiliki nilai heterozigositas rataan (Ĥ) yang relatif tinggi, yaitu sebesar 28.2%. Hal ini disebabkan banyaknya masyarakat Kecamatan Bogor Tengah yang memelihara kucing non-lokal (kontes), sehingga terjadi perkawinan acak antara kucing lokal (kucing di Kecamatan Bogor Tengah) dengan kucing non-lokal. Keberadaan kucing non-lokal dapat dilihat dari ditemukannya karakter-karakter mutan pada kucing di Kecamatan Bogor Tengah.

SARAN

Penelitian mengenai keragaman kucing di Indonesia masih sangat terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan penelusuran yang lebih luas, agar didapatkan perbandingan data di seluruh Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Cutts P. 2002. Cats Pocket Reference Book. Bath: Parragon.

Ewer RF. 1973. The Carnivores. New York: Cornell University Pr.

Feldhamer GA, Lee CD, Stephen HV, Joseph FM. 2003. Mammalogy: Adaptation,

Diversity,and Ecology. New York:

McGraw-Hill Companies.

Hinde RA. 1996. Animal Behaviour. 2nd Ed. New York: The McGraw-Hill Companies.

Kawamoto Y, Nozawa K. 1998. Coat-Color and Other Morphogenetic Variations of

The Cats in Malaysia. Rep. Soc. Res.

Native Livestock 16: 161-172.

Kawamoto Y, Nozawa K, Wangchuk T, Sherub. 2002. Coat-Color Variations of The Cats in Bhutan. Rep. Soc. Res.

Native Livestock 20: 55-64.

Kent GC, Robert KC. 2001. Comparative

Anatomy of The Vertebrates. New York:

The McGraw Companies.

Nei M. 1987. Molecular Evolutionary

Genetics. New York: Columbia

University Pr.

Nozawa K, Kawamoto Y, Kondo K, Namikawa T. 1983. Coat-Color Polymorphisms of The Cats in Indonesia. Rep. Soc. Res. Native

Livestock 10:226-235.

Nozawa K, Maeda Y, Hasegawa Y, Kawamoto Y. 2000. Genetic Polymorphisms in Coat-Color and Other Morphological Traits of The Japanese Feral Cats – Report of The 3rd Compilation of Data. Rep. Soc. Res.

Native Livestock 18: 225-268.

Nozawa K, Masangkay JS, Namikawa T, Kawamoto Y, Tanaka H. 2003. Morphogenetic Traits and Gene Frequencies of The Feral Cats in The Philppines. Rep. Soc. Res. Native

Livestock 21: 275-295.

Nozawa K et al. 2003. Coat-Color and Other Morphogenetic Polymorphisms in The Cats of Myanmar. Rep. Soc. Res. Native

Livestock 21: 245-256.

Pugnetti G. 1983. Simon & Schuster’s Guide

to Cats. New York: Simon & Schuster,

Inc.

Ratti JT, Garton EO. 1996. Research and Experimental Design. Di dalam: Bookhout TA, editor. Research and Management Techniques for Wildlife

and Habitats. Maryland: The Wildlife

Society, Inc. hlm. 1-23.

Robinson R. 1977. Genetics for Cat Breeders. 2nd Ed. London: Pergamon Press. Starbuck O, David T. 1994. Cat Color

Genetics. http://www.cfainc.org. html [23 Agustus 2005].

Todd NB. 1977. Cats and Commerce.

Scientific American 227:100-107.

Verhoef-Verhallen EJJ. 1996. The Complete

Encyclopedia of Cats. Lisse: Rebo

International.

Wright M, Walters S. 1980. The Book of The Cat. London: Pan Book Ltd.


(20)

(21)

11

Lampiran 1 Peta administratif Kecamatan Bogor Tengah (BAKOSURTANAL 1996)

Keterangan:

Batas administratif Kecamatan Bogor Tengah ditandai dengan garis putih. Kecamatan Bogor Tengah memiliki sebelas kelurahan, yaitu Kelurahan Paledang, Kelurahan Tegalega, Kelurahann Babakan, Kelurahan Sempur, Kelurahan Pabaton, Kelurahan Cibogor, Kelurahan Ciwaringin, Kelurahan Kebon Kalapa, Kelurahan Panaragan, Kelurahan Gudang, dan Kelurahan Babakan Pasar.


(22)

12

Lampiran 2 Nilai frekuensi alel (q) dan heterozigositas (h) dari setiap lokus pada populasi kucing di Kecamatan Bogor Tengah

Lokus Alel Frekuensi alel (q) Heterozigositas (h) w~W

n = 514 w W

0.997±0.003

0.003±0.003 0.007±0.0001 o~O

n = 514 o O

0.684±0.063

0.316±0.063 0.432±0.002 A~a

n = 401 A a

0.460±0.075

0.540±0.075 0.499±0.001 B~b

n = 401 B b

0.778±0.087

0.222±0.087 0.317±0.002

C~cs~ca~c

n = 514

C cs

ca

c

0.943±0.079 0.016±0.015 0.026±0.010 0.015±0.007

0.097±0.001

D~d

n = 510 D d

0.814±0.078

0.186±0.078 0.277±0.002 Ta~T~tb

n = 366 T

a

T tb

0.139±0.046 0.736±0.086 0.125±0.043

0.394±0.004

i~I

n = 506 i I

0.991±0.008

0.009±0.008 0.018±0.000 s~S

n = 510 s S 0.518±0.068 0.482±0.068 0.492±0.000

L~l

n = 514 L l 0.932±0.079 0.068±0.079 0.112±0.001

Ekor pendek* n = 514 +

-

0.623±0.075

0.377±0.075 0.453±0.001 * (-) ekor normal, (+) ekor pendek

Lampiran 3 Nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ) hasil analisis ulang dari 8 lokus karakter rambut dan karakter ekor pendek pada populasi kucing di 11 provinsi di Indonesia dan di Kabupaten Bogor (cetak tebal) (Nozawa et al. 1983)

h Propinsi &

kabupaten n w~W o~O A~a C~cs Ta~T~tb D~d s~S i~I Q+/- Ĥ Sumatera Utara 270 0.004 0.385 0.500 0.000 0.189 0.158 0.498 0.012 0.437 0.242 Sumatera Barat 594 0.007 0.415 0.500 0.089 0.509 0.237 0.480 0.006 0.490 0.303 Lampung 59 0.380 0.428 0.388 0.000 0.310 0.000 0.499 0.000 0.238 0.249 Jawa Barat 348 0.009 0.400 0.496 0.113 0.486 0.102 0.499 0.046 0.501 0.295

Kab. Bogor 182 0.006 0.362 0.496 0.151 0.530 0.000 0.496 0.058 0.490 0.288

Jakarta 1239 0.007 0.430 0.499 0.000 0.383 0.241 0.495 0.007 0.499 0.285 Jawa Tengah 90 0.458 0.427 0.501 0.000 0.239 0.000 0.502 0.000 0.450 0.286 Jawa Timur 223 0.000 0.466 0.463 0.148 0.439 0.255 0.488 0.000 0.452 0.301 Bali 225 0.450 0.493 0.501 0.000 0.384 0.309 0.467 0.000 0.500 0.345 Lombok 140 0.000 0.501 0.502 0.000 0.038 0.000 0.478 0.000 0.300 0.202 Sumbawa 221 0.501 0.494 0.435 0.000 0.097 0.206 0.496 0.000 0.262 0.277 Sulawesi Selatan 109 0.009 0.460 0.480 0.000 0.100 0.182 0.502 0.023 0.415 0.241


(23)

13

Lampiran 4 Nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ) hasil analisis ulang dari 8 lokus karakter rambut dan karakter ekor pendek pada populasi kucing di beberapa negara di Asia (Kawamoto et al. 2002)

h Negara n

w~W o~O A~a C~cs~cb Ta~T~tb D~d s~S L~l Q+/- Ĥ Bhutan 41 0.000 0.232 0.494 0.000 0.476 0.000 0.271 0.000 0.000 0.164 Pakistan

(Rawalpindi) 206 0.030 0.366 0.469 0.000 0.309 0.000 0.501 0.000 0.000 0.186 Bangladesh

(Dhaka) 112 0.008 0.374 0.480 0.000 0.391 0.000 0.487 0.171 0.022 0.215 Malaysia

(Penang) 226 0.014 0.413 0.491 0.000 0.458 0.307 0.485 0.000 0.408 0.286 Thailand (Central) 902 0.204 0.429 0.346 0.469 0.134 0.340 0.483 0.000 0.492 0.322 Laos (Vientiane) 215 0.010 0.436 0.292 0.297 0.016 0.280 0.429 0.000 0.457 0.246 Vietnam (South) 81 0.012 0.477 0.482 0.389 0.429 0.000 0.348 0.000 0.469 0.290 Taiwan (Taipei) 99 0.051 0.452 0.475 0.276 0.320 0.186 0.488 0.246 0.233 0.303 China (Kumming) 259 0.053 0.418 0.421 0.273 0.160 0.388 0.474 0.450 0.012 0.294 Mesir (Kairo) 242 0.008 0.431 0.388 0.000 0.447 0.429 0.474 0.247 0.000 0.269

Total/Rata-rata 2383 0.039 0.403 0.434 0.170 0.314 0.193 0.444 0.111 0.209 0.257

Lampiran 5 Foto-foto kucing yang jarang dijumpai di Kecamatan Bogor Tengah

Foto 1 Chocolate classic tabby kinky

(genotipe A- bb C- D- ii tbtb Mm)

Foto 3 Solid blue

(genotipe aa B- C- dd ii ss)

Foto 4 Blue tabby (lynx) point

(genotipe A- B- cscs dd)

Foto 2 Solid cream

(genotipe C- dd ii O ss)

Foto 5 Solid white (albino), odd eye


(1)

Lokus B~b dan Lokus D~d

Frekuensi alel b dan d di Kecamatan Bogor Tengah masing-masing bernilai 22.2% dan 18.7%. Berdasarkan hasil penelitian Nozawa et al. (2000), di Jepang sama sekali tidak terdapat alel b. Nilai frekuensi alel d di Kecamatan Bogor Tengah relatif lebih besar dari pada di Filipina (Nozawa et al. 2003) dan Myanmar (Nozawa et al. 2003) yang masing-masing bernilai 3.97% dan 14.85%.

Menurut Kawamoto (1998), Malaysia memiliki nilai frekuensi alel d yang lebih tinggi dari pada Indonesia (Nozawa et al. 1983), yaitu 16.8% berbanding 8.86% (pada saat itu di Kabupaten Bogor sama sekali tidak ditemukan alel d). Kecamatan Bogor Tengah memiliki nilai frekuensi alel d sebesar 18.7%. Dari nilai tersebut dapat diketahui dalam kurun waktu 23 tahun terjadi invasi alel d di Bogor, khususnya Kecamatan Bogor Tengah.

Kejadian ini dapat diduga karena adanya migrasi alel d dari kucing-kucing non-lokal (kontes) yang dibawa oleh manusia. Kemudian terjadi perkawinan antara kucing-kucing tersebut dengan kucing-kucing-kucing-kucing lokal dalam 23 tahun terakhir.

Lokus i~I dan Lokus L~l

Warna rambut perak (alel I) dan karakter rambut panjang (alel l) merupakan karakter mutan. Adanya kedua karakter ini di Kecamatan Bogor Tengah besar kemungkinan disebabkan terjadinya perkawinan antara kucing lokal dengan non-lokal (kontes). Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa pada beberapa kelurahan terdapat kucing non-lokal yang dipelihara.

Karakter Ekor Pendek

Nilai frekuensi ekor pendek di Kecamatan Bogor Tengah sebesar 62.3%. Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian Nozawa et al. (1983), yang menyatakan ekor pendek merupakan karakter khusus pada kucing-kucing di Asia.

Nilai frekuensi ekor pendek di Kecamatan Bogor Tengah sangat tinggi, berdasarkan hasil penelitian Nozawa et al. (1983) di Indonesia yang menunjukkan nilai frekuensi ekor pendek berkisar dari 47% hingga 86%. Banyaknya kucing berekor pendek di Kecamatan Bogor Tengah dipengaruhi faktor persebaran yang luas dari kucing-kucing tersebut.

Nilai frekuensi karakter ekor pendek yang tinggi juga terjadi di Thailand, berkisar dari 22% sampai 68% (Kawamoto & Nozawa

2000). Sedangkan di Jepang nilai frekuensi karakter ini hanya bernilai 32% (Nozawa et al. 2000). Okinawa dan Taiwan memiliki nilai frekuensi karakter ekor pendek yang jauh lebih kecil, dengan nilai masing-masing sebesar 17% (Nozawa et al. 2000) dan 7%-13% (Nozawa et al. 2001). Dari nilai tersebut dapat diasumsikan bahwa frekuensi karakter ekor pendek mengalami penurunan nilai jika secara geografis diamati dari Selatan menuju Utara, yaitu dari Indonesia menuju Taiwan dan Okinawa, namun terjadi kenaikan nilai dari Okinawa menuju Jepang (Nozawa et al. 2003).

Nilai Heterozigositas (h) dan Heterozigositas Rataan (Ĥ)

Nilai heterozigositas (h) lokus w~W, A~a,

s~S, dan karakter ekor pendek di Kecamatan Bogor Tengah relatif tidak berubah terhadap Kabupaten Bogor dalam kurun waktu 23 tahun (Lampiran 2 dan 3). Hal ini dapat disebabkan luasnya penyebaran kucing-kucing yang membawa gen tersebut dan dominasi dari alel tipe liar (alel w) pada lokus w~W. Lokus o~O dan D~d mengalami peningkatan nilai h yang diakibatkan dari luasnya penyebaran dari kucing yang membawa alel

O. Munculnya alel d disebabkan adanya invasi dari kucing-kucing non-lokal (kontes) dalam kurun waktu 23 tahun terakhir. Sedangkan penurunan nilai h pada lokus C~cs~ca~c,

Ta~T~tb, dan i~I disebabkan besarnya dominasi dari alel-alel tipe liar.

Semua lokus dan karakter ekor pendek pada populasi kucing di Kecamatan Bogor Tengah memiliki nilai h yang relatif lebih besar terhadap populasi kucing di Indonesia (Lampiran 3). Kecamatan Bogor Tengah juga menunjukkan nilai h yang relatif tinggi dari pada populasi kucing di Asia (Lampiran 4). Hal yang paling mungkin ialah karena luasnya penyebaran kucing-kucing di Kecamatan Bogor Tengah. Namun jumlah sampel yang diperoleh juga sangat berpengaruh terhadap nilai h.

Menurut Nei (1987), nilai heterozigositas rataan sangat dipengaruhi oleh adanya kawin acak dalam populasi. Nilai heterozigositas rataan (Ĥ) Kecamatan Bogor Tengah sebesar 28.2% pada 11 lokus yang dianalisis. Dibandingkan dengan nilai Ĥ di Indonesia, sebesar 27.6% (Lampiran 3), dan terhadap negara-negara di Asia yang bernilai 25.7% (Lampiran 4), Kecamatan Bogor Tengah memiliki nilai yang relatif tinggi (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh luasnya penyebaran kucing-kucing di Kecamatan Bogor Tengah.


(2)

9

Selain itu perkembangan kebudayaan masyarakat di pemukiman Kecamatan Bogor Tengah untuk lebih memelihara kucing non-lokal (kontes), yang umumnya memiliki karakter-karakter mutan hasil dari perkawinan ekstensif oleh para breeder juga sangat berpengaruh. Oleh karena itu dapat diketahui pada beberapa kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah terdapat kucing-kucing non-lokal yang dipelihara dan terjadi kawin acak.

SIMPULAN

Variasi warna dan pola warna rambut berikut karakter morfologi lain pada kucing di Kecamatan Bogor Tengah lebih didominasi oleh gen-gen tipe liar. Hasil yang berbeda ditunjukan pada alel A terhadap alel a dan alel

s terhadap alel S, yang memiliki nilai frekuensi relatif sama. Karakter ekor pendek di Kecamatan Bogor Tengah memiliki frekuensi tinggi, yaitu sebesar 62.3%.

Kecamatan Bogor Tengah memiliki nilai heterozigositas rataan (Ĥ) yang relatif tinggi, yaitu sebesar 28.2%. Hal ini disebabkan banyaknya masyarakat Kecamatan Bogor Tengah yang memelihara kucing non-lokal (kontes), sehingga terjadi perkawinan acak antara kucing lokal (kucing di Kecamatan Bogor Tengah) dengan kucing non-lokal. Keberadaan kucing non-lokal dapat dilihat dari ditemukannya karakter-karakter mutan pada kucing di Kecamatan Bogor Tengah.

SARAN

Penelitian mengenai keragaman kucing di Indonesia masih sangat terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan penelusuran yang lebih luas, agar didapatkan perbandingan data di seluruh Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Cutts P. 2002. Cats Pocket Reference Book. Bath: Parragon.

Ewer RF. 1973. The Carnivores. New York: Cornell University Pr.

Feldhamer GA, Lee CD, Stephen HV, Joseph FM. 2003. Mammalogy: Adaptation, Diversity,and Ecology. New York: McGraw-Hill Companies.

Hinde RA. 1996. Animal Behaviour. 2nd Ed. New York: The McGraw-Hill Companies.

Kawamoto Y, Nozawa K. 1998. Coat-Color and Other Morphogenetic Variations of

The Cats in Malaysia. Rep. Soc. Res. Native Livestock 16: 161-172.

Kawamoto Y, Nozawa K, Wangchuk T, Sherub. 2002. Coat-Color Variations of The Cats in Bhutan. Rep. Soc. Res. Native Livestock 20: 55-64.

Kent GC, Robert KC. 2001. Comparative Anatomy of The Vertebrates. New York: The McGraw Companies.

Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia University Pr.

Nozawa K, Kawamoto Y, Kondo K, Namikawa T. 1983. Coat-Color Polymorphisms of The Cats in Indonesia. Rep. Soc. Res. Native Livestock 10:226-235.

Nozawa K, Maeda Y, Hasegawa Y, Kawamoto Y. 2000. Genetic Polymorphisms in Coat-Color and Other Morphological Traits of The Japanese Feral Cats – Report of The 3rd Compilation of Data. Rep. Soc. Res. Native Livestock 18: 225-268.

Nozawa K, Masangkay JS, Namikawa T, Kawamoto Y, Tanaka H. 2003. Morphogenetic Traits and Gene Frequencies of The Feral Cats in The Philppines. Rep. Soc. Res. Native Livestock 21: 275-295.

Nozawa K et al. 2003. Coat-Color and Other Morphogenetic Polymorphisms in The Cats of Myanmar. Rep. Soc. Res. Native Livestock 21: 245-256.

Pugnetti G. 1983. Simon & Schuster’s Guide to Cats. New York: Simon & Schuster, Inc.

Ratti JT, Garton EO. 1996. Research and Experimental Design. Di dalam: Bookhout TA, editor. Research and Management Techniques for Wildlife and Habitats. Maryland: The Wildlife Society, Inc. hlm. 1-23.

Robinson R. 1977. Genetics for Cat Breeders. 2nd Ed. London: Pergamon Press. Starbuck O, David T. 1994. Cat Color

Genetics. http://www.cfainc.org. html [23 Agustus 2005].

Todd NB. 1977. Cats and Commerce.

Scientific American 227:100-107. Verhoef-Verhallen EJJ. 1996. The Complete

Encyclopedia of Cats. Lisse: Rebo International.

Wright M, Walters S. 1980. The Book of The Cat. London: Pan Book Ltd.


(3)

(4)

11

Lampiran 1 Peta administratif Kecamatan Bogor Tengah (BAKOSURTANAL 1996)

Keterangan:

Batas administratif Kecamatan Bogor Tengah ditandai dengan garis putih. Kecamatan Bogor Tengah memiliki sebelas kelurahan, yaitu Kelurahan Paledang, Kelurahan Tegalega, Kelurahann Babakan, Kelurahan Sempur, Kelurahan Pabaton, Kelurahan Cibogor, Kelurahan Ciwaringin, Kelurahan Kebon Kalapa, Kelurahan Panaragan, Kelurahan Gudang, dan Kelurahan Babakan Pasar.


(5)

Lampiran 2 Nilai frekuensi alel (q) dan heterozigositas (h) dari setiap lokus pada populasi kucing di Kecamatan Bogor Tengah

Lokus Alel Frekuensi alel (q) Heterozigositas (h)

w~W

n = 514 w

W

0.997±0.003

0.003±0.003 0.007±0.0001

o~O

n = 514 o

O

0.684±0.063

0.316±0.063 0.432±0.002

A~a

n = 401 A

a

0.460±0.075

0.540±0.075 0.499±0.001

B~b

n = 401 B

b

0.778±0.087

0.222±0.087 0.317±0.002

C~cs~ca~c

n = 514

C cs

ca

c

0.943±0.079 0.016±0.015 0.026±0.010 0.015±0.007

0.097±0.001 D~d

n = 510 D

d

0.814±0.078

0.186±0.078 0.277±0.002

Ta~T~tb

n = 366 T

a

T tb

0.139±0.046 0.736±0.086 0.125±0.043

0.394±0.004 i~I

n = 506 i

I

0.991±0.008

0.009±0.008 0.018±0.000

s~S

n = 510 s S 0.518±0.068 0.482±0.068 0.492±0.000

L~l

n = 514 L l 0.932±0.079 0.068±0.079 0.112±0.001

Ekor pendek*

n = 514 +

-

0.623±0.075

0.377±0.075 0.453±0.001

* (-) ekor normal, (+) ekor pendek

Lampiran 3 Nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ) hasil analisis ulang dari 8 lokus karakter rambut dan karakter ekor pendek pada populasi kucing di 11 provinsi di Indonesia dan di Kabupaten Bogor (cetak tebal) (Nozawa et al. 1983)

h Propinsi &

kabupaten n w~W o~O A~a C~cs Ta~T~tb D~d s~S i~I Q+/- Ĥ

Sumatera Utara 270 0.004 0.385 0.500 0.000 0.189 0.158 0.498 0.012 0.437 0.242

Sumatera Barat 594 0.007 0.415 0.500 0.089 0.509 0.237 0.480 0.006 0.490 0.303

Lampung 59 0.380 0.428 0.388 0.000 0.310 0.000 0.499 0.000 0.238 0.249

Jawa Barat 348 0.009 0.400 0.496 0.113 0.486 0.102 0.499 0.046 0.501 0.295

Kab. Bogor 182 0.006 0.362 0.496 0.151 0.530 0.000 0.496 0.058 0.490 0.288

Jakarta 1239 0.007 0.430 0.499 0.000 0.383 0.241 0.495 0.007 0.499 0.285

Jawa Tengah 90 0.458 0.427 0.501 0.000 0.239 0.000 0.502 0.000 0.450 0.286

Jawa Timur 223 0.000 0.466 0.463 0.148 0.439 0.255 0.488 0.000 0.452 0.301

Bali 225 0.450 0.493 0.501 0.000 0.384 0.309 0.467 0.000 0.500 0.345

Lombok 140 0.000 0.501 0.502 0.000 0.038 0.000 0.478 0.000 0.300 0.202

Sumbawa 221 0.501 0.494 0.435 0.000 0.097 0.206 0.496 0.000 0.262 0.277

Sulawesi Selatan 109 0.009 0.460 0.480 0.000 0.100 0.182 0.502 0.023 0.415 0.241


(6)

13

Lampiran 4 Nilai heterozigositas (h) dan heterozigositas rataan (Ĥ) hasil analisis ulang dari 8 lokus karakter rambut dan karakter ekor pendek pada populasi kucing di beberapa negara di Asia (Kawamoto et al. 2002)

h Negara n

w~W o~O A~a C~cs~cb Ta~T~tb D~d s~S L~l Q+/- Ĥ

Bhutan 41 0.000 0.232 0.494 0.000 0.476 0.000 0.271 0.000 0.000 0.164

Pakistan

(Rawalpindi) 206 0.030 0.366 0.469 0.000 0.309 0.000 0.501 0.000 0.000 0.186

Bangladesh

(Dhaka) 112 0.008 0.374 0.480 0.000 0.391 0.000 0.487 0.171 0.022 0.215

Malaysia

(Penang) 226 0.014 0.413 0.491 0.000 0.458 0.307 0.485 0.000 0.408 0.286

Thailand (Central) 902 0.204 0.429 0.346 0.469 0.134 0.340 0.483 0.000 0.492 0.322

Laos (Vientiane) 215 0.010 0.436 0.292 0.297 0.016 0.280 0.429 0.000 0.457 0.246

Vietnam (South) 81 0.012 0.477 0.482 0.389 0.429 0.000 0.348 0.000 0.469 0.290

Taiwan (Taipei) 99 0.051 0.452 0.475 0.276 0.320 0.186 0.488 0.246 0.233 0.303

China (Kumming) 259 0.053 0.418 0.421 0.273 0.160 0.388 0.474 0.450 0.012 0.294

Mesir (Kairo) 242 0.008 0.431 0.388 0.000 0.447 0.429 0.474 0.247 0.000 0.269

Total/Rata-rata 2383 0.039 0.403 0.434 0.170 0.314 0.193 0.444 0.111 0.209 0.257

Lampiran 5 Foto-foto kucing yang jarang dijumpai di Kecamatan Bogor Tengah

Foto 1 Chocolate classic tabby kinky

(genotipe A- bb C- D- ii tbtb Mm)

Foto 3 Solid blue

(genotipe aa B- C- dd ii ss)

Foto 4 Blue tabby (lynx) point

(genotipe A- B- cscs dd)

Foto 2 Solid cream

(genotipe C- dd ii O ss)

Foto 5 Solid white (albino), odd eye