Morfologi Cangkang Kerang Air Tawar Famili Unionidae (Moluska: Bivalvia) di Perairan Situ Gede Bogor

MORFOLOGI CANGKANG KERANG AIR TAWAR
FAMILI UNIONIDAE (MOLUSKA: BIVALVIA)
DI PERAIRAN SITU GEDE BOGOR

ROZI PUTRA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRAK
ROZI PUTRA. Morfologi Cangkang Kerang Air Tawar Famili Unionidae (Moluska: Bivalvia) di
Perairan Situ Gede Bogor. Dibimbing oleh DJOKO WALUYO dan TRI HERU WIDARTO.
Penelitian fauna moluska di perairan Situ Gede Bogor dilakukan pada bulan Desember 2006-April
2007. Pengamatan dilakukan pada 5 stasiun. Substrat perairan didominasi oleh liat berdebu dan
liat berpasir. Contoh moluska dikoleksi dengan menggunakan metode transek kuadrat yang
dimulai dari tepi perairan ke arah tengah. Selama pengamatan berhasil dikumpulkan sebanyak 139
individu Pilsbryoconcha exilis dari famili Unionidae. Nilai kegemukan cangkang bervariasi antara
12.3% dan 46.2%, sedangkan nilai tinggi relatifnya bervariasi antara 16.19% dan 51.81%. Ada

korelasi positif antara panjang cangkang dengan tinggi relatif dan obesitas, namun tidak ada
pengaruh faktor kedalaman dan perbedaan substrat yang signifikan untuk respon tinggi relatif dan
obesitas. Berdasarkan pengamatan ciri morfologi cangkang, terdapat empat macam bentuk utama
cangkang dan empat bentuk cangkang abnormal yang dilihat dari adanya pembelokan tak
beraturan pada lengkungan garis tepi sayap cangkang.

ABSTRACT
ROZI PUTRA. Morphology of Freshwater Molluscs Shell from The Family of Unionidae
(Mollusc: Bivalvia) at Situ Gede, Bogor. Supervised by DJOKO WALUYO and TRI HERU
WIDARTO.
Current study on molluscs at Situ Gede lake Bogor was performed on December 2006-April 2007.
Examinations were focused on five sample sites. The lake substrate was dominated by dusty clay
and sandy clay. A transect quadrate method was used to collect the sample from the edge to the
middle of the lake. About 139 individuals of Pilsbryoconcha exilis, the mollusc from the family
Unionidae, have been collected. The obesity index of the shell varied between 12.3% and 46.2%,
while its relative height index varied between 16.19% and 51.81%. A positive correlation was
observed between the shell obesity index and relative height index. However, there is no
significant effects of the water depth and the type of substrate to the obesity index and relative
height index. At least four main forms of shell were observed from this study. There was also four
forms of abnormal shell can be identified based on uniformity of curve at the shell s wing.


2

MORFOLOGI CANGKANG KERANG AIR TAWAR
FAMILI UNIONIDAE (MOLUSKA: BIVALVIA)
DI PERAIRAN SITU GEDE BOGOR

ROZI PUTRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains Pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008


3

Judul
Nama
NRP

: Morfologi Cangkang Kerang Air Tawar Famili Unionidae (Moluska:
Bivalvia) di Perairan Situ Gede Bogor
: Rozi Putra
: G34102008

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

drh. Djoko Waluyo, MS
NIP. 130350056


Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc
NIP. 131663018

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

DR. drh. Hasim, DEA
NIP. 131578806

Tanggal Lulus :

4

PRAKATA
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, karena rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berlangsung dari bulan Desember 2006 sampai dengan bulan April 2007 di
perairan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat Kotamadya Bogor. Shalawat dan salam semoga

tercurah kepada teladan kita Rasulullah SAW, yang telah membawa kebenaran dan petunjuk
sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Penulis menyampaikan, jazakumullaah khairan katsiira, kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian karya ilmiah ini, khususnya kepada Bapak Djoko Waluyo selaku
pembimbing I dan Bapak Tri Heru Widarto selaku pembimbing II, Bapak Achmad Farajallah
selaku pembimbing akademik dan seluruh staf dosen dan karyawan Departemen Biologi FMIPA
IPB, Ibu Ristiyanti M Marwoto dan staf Laboratorium Malakologi LIPI Cibinong, serta Bapak
Lurah kelurahan Situ Gede beserta jajarannya.
Penulis juga menyampaikan, jazakumullaah khairan katsiira kepada Ayah, Ibunda dan Ibu
Farida, Robbigh-firlii waliwalidayya warhamhuma kamaa robbayaani shoghiiro, serta adik-adik
di rumah, kepada segenap pengurus dan keluarga besar DKM Al-Ghifari IPB dan ahlu-shuffah-nya
beserta para asaatidzh, masyaikh, murobbi, seluruh mutarobbi di halaqoh dan ikhwah di usrotuda wah, kepada segenap panitia PAGI ANABA 2004, pengurus WMH dan HIMABIO IPB 2004,
seluruh anggota DPM FMIPA IPB 2005, dan kepada segenap ikhwah Biologi dan FMIPA 39,
serta FORSAIK IPB dan Biru Muda, kepada seluruh teman-teman Biologi 39 beserta kakak dan
adik angkatan di Departemen Biologi IPB. Semoga Allah SWT membalas jasa antum semua
dengan sebaik-baiknya balasan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Rabi ul Awwal 1429 H
Mei 2008 M


Rozi Putra

5

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batusangkar pada tanggal 30 Maret 1984 sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara dari pasangan Nasrun dan Rosmini.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sungai Tarab Batusangkar, Sumatera Barat.
Pada tahun yang sama penulis memperoleh kesempatan melanjutkan studi di Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Tahun 2005 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT Sumber Sari Bumi Pakuan Cisarua
Bogor, dengan judul Proses Pengolahan Teh Hijau di PT Sumber Sari Bumi Pakuan Cisarua Bogor
dengan nilai sangat memuaskan.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama
Islam (PAI), komti biologi angkatan 39 serta aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan IPB.
Penulis pernah menjadi staf departemen pemberdayaan ummat DKM Al-Hurriyah, staf komisi
kesejahteraan mahasiswa DPM FMIPA IPB, staf departemen penelitian dan pengembangan
(litbang) HIMABIO IPB, ketua Wahana Muslim Himabio (WMH) IPB, ketua Departemen Syiar,

ketua Badan Pengurus Harian dan ketua Majelis Syuro DKM Al-Ghifari IPB.

6

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR GAMBAR

.

viii

DAFTAR LAMPIRAN

..

viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan

.

1
1

BAHAN DAN METODE
Pengambilan Sampel di Lapangan dan Penyimpanan ............................................
Identifikasi dan Pengukuran Morfologi Cangkang ................................................
Analisis Variasi Morfologi Cangkang dan Hubungannya dengan Faktor
Lingkungan..............................................................................................................

1
2
2

HASIL
Kondisi Fisik dan Limnologi Perairan .......................... ........................................

Identifikasi Kerang..................................................................................................
Variasi Morfologi Cangkang ..................................................................................
Variasi Nilai Kegemukan dan Tinggi Relatif .........................................................

2
2
3
4

PEMBAHASAN
Kondisi Perairan Situ Gede Bogor ..........................................................................
Variasi Cangkang Berdasarkan Kondisi Lingkungan .............................................

5
5

SIMPULAN ....................................................................................................................

7


SARAN ...........................................................................................................................

7

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................

7

LAMPIRAN ...................................................................................................................

9

7

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4

5

Morfologi cangkang bivalvia .................................................................................
Jumlah Pilsbryoconcha exilis yang diperoleh dari lima stasiun pengamatan ........
Variasi bentuk cangkang ........................................................................................
Empat bentuk cangkang abnormal P. exilis yang ditemukan di perairan Situ
Gede .......................................................................................................................
Hubungan antara panjang cangkang dan tinggi relatif dan panjang cangkang dan
kegemukan ............................................................................................................

6

Hubungan antara kedalaman perairan dan tinggi relatif dan kegemukan ..............

7
8

Hubungan antara karakter stasiun dan tinggi relatif dan kegemukan ....................
Hubungan antara substrat dan tinggi relatif dan kegemukan .................................

2
3
3
4
4
4
4
5

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3

Peta wilayah kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat ..................................
Lokasi stasiun pengambilan sampel ......................................................................
Variasi tipe substrat dari Perairan Situ Gede .........................................................

10
11
12

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya pertumbuhan penduduk
dan pembangunan memberikan tekanan
terhadap fungsi perairan. Situ merupakan
salah satu bentuk lahan basah air tawar
dengan sistem perairan tergenang yang
memiliki beragam manfaat yang sangat
penting antara lain sebagai tandon air
(reservoir), peredam banjir, irigasi, perikanan,
sumber plasma nutfah, dan rekreasi
(Suryadiputra 1998).
Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun
1991 menyebutkan bahwa situ merupakan
sumber daya alam yang harus dilindungi serta
dijaga kelestarian lingkungannya (Gunawan
1998). Menurut Dinas Pengairan (1998) terdapat 116 situ di Kabupaten Bogor dan 6 situ
di Kotamadya Bogor dengan luas total 650 ha.
Karena kurang baiknya pengelolaan, saat ini
diperkirakan jumlah situ di Kabupaten dan
Kotamadya Bogor tinggal 94 dengan luas total
515 ha. Hal ini berarti telah terjadi penyusutan
sebesar 20% (Haeruman 1998). Dari 94 situ,
10% berada dalam kondisi baik, 77%
kondisinya rusak dan 13% telah beralih fungsi
(Suryadiputra 1998).
Penyusutan jumlah situ tersebut sangat
memprihatinkan karena sebagai suatu ekosistem air tawar, situ merupakan habitat beragam
jenis flora dan fauna. Terjaminnya
pengelolaan situ berarti terjamin pula
kelestarian flora dan fauna di dalamnya untuk
menjaga keanekaragaman sumberdaya hayati.
Penataan ruang secara terpadu dan terarah
diperlukan
supaya
pengelolaan
dan
pemanfaatan situ sesuai dengan fungsinya.
Kesalahan dalam perencanaan maupun
pengendalian pemanfaatan ruang sekitar Situ
Gede dapat berdampak negatif, terutama
dalam
menunjang
ekosistem
dan
kesejahteraan masyarakat di sekitarnya
(Suryadiputra 2003).
Menurut Odum (1994) kerang (Molusca:
Bivalvia) merupakan kelompok benthos yang
cukup dominan di perairan air tawar. Jutting
(1753) melaporkan bahwa di pulau Jawa
terdapat tiga famili kerang air tawar, yaitu
famili Corbiculidae (7 jenis), Unionidae (6
jenis) dan Sphaeriidae (3 jenis).
Kerang Unionidae memiliki potensi
ekologi dan ekonomi yang besar. Secara
tradisional, kerang Unionidae di daerah Jawa
Barat dikenal dengan nama lokal kijing .
Kerang ini dimanfaatkan masyarakat sebagai
sumber protein (Suwignyo et al. 1975),
sebagai pakan ternak, bahan kancing,

penghasil mutiara (Pennak 1989) serta sebagai
komoditi budidaya perikanan darat (Suwignyo
et al. 1981). Secara ekologis kerang
Unionidae mampu menjernihkan air karena
mampu
menyaring
partikel-partikel
tersuspensi dan alga (Helfrich et al. 1955).
Kerang ini juga mampu mengakumulasi
logam berat ke dalam jaringan tubuh dan
cangkangnya (Hameed & Raj 1990) serta
menurunkan kadar fosfor dan BOD air limbah
(Mackie & Wright 1994).
Melihat
besarnya
potensi
kerang
Unionidae dan pentingnya peranan situ dalam
mendukung proses ekologis dan kehidupan
masyarakat di sekitarnya, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengungkap
karakteristik
biota
tersebut
dengan
menggunakan
pendekatan
ekobiologi,
disamping masih kurangnya data yang pasti
mengenai keberadaan moluska air tawar di
perairan Situ Gede Bogor.
Pendekatan ekobiologi adalah suatu
pendekatan yang mempelajari keterkaitan
antara organisme (faktor biologi) dengan
lingkungan (faktor ekologi). Pendekatan ini
merupakan langkah awal yang diharapkan
dapat memberikan data dasar yang
mendukung upaya pengelolaan sektor perairan
dan mengelola serta melestarikan biota
tersebut, baik sebagai sumber plasma nutfah
maupun untuk kesejahteraan masyarakat
dengan tetap memperhatikan aspek pelestarian
ekosistemnya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari
hubungan antara variasi bentuk cangkang
kerang bivalvia dengan faktor lingkungan
pada perairan Situ Gede Bogor.

BAHAN DAN METODE
Pengambilan Sampel di Lapangan dan
Penyimpanan
Lokasi pengambilan sampel dilakukan di 5
stasiun berbeda di perairan Situ Gede
(Lampiran 1). Stasiun I adalah pintu keluar air
situ (outlet), stasiun II adalah daerah perairan
di bawah kanopi hutan percobaan Centre for
International Forestry Research (CIFOR),
stasiun III adalah daerah dengan tingkat
aktivitas penduduk tinggi, stasiun IV adalah
pintu masuk air (inlet), dan stasiun V adalah
bagian tengah perairan (Lampiran 2).
Pada setiap stasiun dibuat bidang transek
dengan menggunakan tali tambang dari tepi
ke tengah situ dengan ukuran 15m x 10m

2

(150m2). Kemudian dilakukan pengukuran
kedalaman dan kecerahan perairan dengan tali
tambang dan meteran, derajat keasaman (pH)
menggunakan kertas pH MERCK dengan
trayek pH 0-14, dan suhu perairan
menggunakan
termometer.
Kedalaman
perairan dibagi ke dalam empat tipe: I (70-90
cm), II (135-150 cm), III (170-190 cm) dan IV
(210-220 cm).
Sampel kerang diambil menggunakan
tangan dengan cara menyelam ke dasar
perairan. Kerang dipisahkan dari subtratnya
dan masing-masing dimasukkan ke plastik
sampel. Selanjutnya kerang dibersihkan dan
dipindahkan ke botol sampel yang berisi air
dan diberi label. Substrat langsung
diidentifikasi secara visual dengan mengacu
kepada buku klasifikasi tanah dan lahan
(Depdagri & IPB 1985), kemudian difoto
menggunakan kamera digital (Samsung
Digimax A402).
Identifikasi Kerang dan Pengukuran
Cangkang
Seratus tiga puluh sembilan sampel kerang
diidentifikasi berdasarkan ukuran dan bentuk
cangkang menurut Heryanto et al. (2003) dan
Jutting (1956). Sampel tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan koleksi yang ada di
Laboratorium Malakologi, Pusat Penelitian
Biologi LIPI Cibinong, Jawa Barat.
Panjang, lebar dan tinggi cangkang diukur
menggunakan kaliper digital dengan tingkat
ketelitian 0.05 mm mengikuti metode Bailey
dan Green (1988). Panjang cangkang diukur
dari ujung posterior ke ujung anterior
cangkang, lebar cangkang diukur pada bagian
yang tergemuk dari bagian kiri ke kanan
cangkang, tinggi cangkang diukur dari tepi
dorsal ke tepi ventral (Gambar 1). Data
tersebut
kemudian
digunakan
untuk
mengetahui bentuk cangkang meliputi
kegemukan
cangkang
(obesity)
yang
merupakan nisbah lebar terhadap panjang
cangkang dan tinggi relatif cangkang (relative
height)
yang merupakan nisbah tinggi
terhadap panjang cangkang (Bailey & Green
1988).
Dorsal
Anterior
Anterior

Posterior

Ventral
a
Panjang

Tinggi

b
Lebar

Gambar 1 Morfologi cangkang bivalvia.
Tampak depan (a), tampak samping (b).

Analisis Variasi Morfologi Cangkang dan
Hubungannya dengan Faktor Lingkungan
Untuk mengetahui variasi bentuk dan
kelainan pada cangkang
dilakukan pemisahan
Posterior
sampel dengan melihat perbedaan bentuk
Ventralyang
garis tepi cangkang. Faktor lingkungan
dipelajari dalam penelitian ini adalah
kedalaman perairan dan tipe substrat. Data
nisbah ukuran morfologi kegemukan dan
tinggi relatif cangkang hasil pengukuran
digunakan untuk melihat besarnya pengaruh
perbedaan tipe substrat dan kedalaman
perairan Situ Gede terhadap kegemukan dan
tinggi relatif cangkang.

HASIL
Kondisi Fisik dan Limnologi Perairan
Suhu perairan pada lima stasiun
pengamatan berkisar antara 28.2-29.6 oC, pH
air 6, kedalaman perairan berkisar antara 0.72.2 m. Kedalaman tertinggi terdapat pada
stasiun II, sedangkan yang terdangkal terdapat
pada stasiun III. Secara umum perairan Situ
Gede relatif tenang, rata-rata kecerahan
perairan pada lima stasiun saat pengamatan
berkisar antara 32.6-80.5 cm. Kecerahan
terendah terdapat pada stasiun IV, sedangkan
yang tertinggi terdapat pada stasiun V (Tabel
1).
Analisis
substrat
secara
visual
menunjukkan lima tipe tekstur berbeda yaitu
liat berdebu yang memiliki tekstur halus dan
menggumpal serta lengket dan plastis dalam
keadaaan lembab, liat berdebu dengan
campuran bahan anorganik berupa sampah
rumah tangga, liat berpasir dengan campuran
bahan organik yang memiliki tekstur licin dan
lengket serta memiliki partikel pasir dan
berwarna gelap, lempung liat berpasir yang
memiliki tekstur kasar membentuk bongkahan
dan menggumpal, lempung berliat yang
memiliki tekstur halus dan lengket jika dipijit
diantara ibu jari dan telunjuk (Lampiran 3).
Identifikasi Kerang
Hasil identifikasi berdasarkan bentuk dan
warna cangkang serta pencocokan dengan
spesimen koleksi Laboratorim Malakologi
Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong,
klasifikasi spesies kerang yang ditemukan
adalah sebagai berikut:
Filum
Klas
Sub klas

: Moluska
: Bivalvia
: Palaeoheterodonta

3

Tabel 1 Karakteristik fisik dan limnologi Perairan Situ Gede Bogor.
Stasiun
Parameter
yang diamati
I
II
III
0
Suhu air rata-rata ( C)
28.2
28.5
29.6
Derajat Keasaman (pH)
6
6
6
Kecerahan rata-rata
39.8
45.6
73.6
Kedalaman (cm)
80 - 175
80 - 220
70 - 174
Ordo
Sub ordo
Famili
Genus
Spesies

: Eulamellibranchia
: Integripalliata
: Unionidae
: Pilsbryoconcha
: Pilsbryoconcha exilis

Jumlah kerang bivalvia famili Unionidae
yang diperoleh sebanyak 139. Jumlah individu
terbanyak diperoleh pada stasiun I, diikuti
oleh stasiun II, V, III dan IV (Gambar 2).
Ukuran tubuh semua sampel yang dikoleksi
relatif sama, warna cangkang kuning
kehijauan menunjukkan bahwa sampel yang
terambil masih berusia muda. Garis-garis
pertumbuhan dan jarak antar garis sangat jelas
terlihat pada cangkang kerang muda
dibandingkan dengan cangkang yang sudah
tua. Kerang yang sudah tua memiliki
cangkang tebal dengan warna relatif lebih
gelap, garis-garis pertumbuhan pada cangkang
berumur tua sangat sulit dibedakan.
Variasi Morfologi Cangkang
Kerang P. exilis dewasa memiliki
cangkang tipis, berwarna coklat kekuningan
atau coklat kehijauan sampai hijau agak gelap.
Cangkang berbentuk oval, elips atau
memanjang, membulat di bagian anterior dan
meruncing di bagian posterior. Umbo tidak
jelas menonjol, bentuk cangkang tampak
memipih dan halus dengan garis-garis
pertumbuhan yang tidak terlalu jelas.

70

Jumlah Individu

60

IV
29.6
6
32.6
80 - 90

V
28.5
6
80.5
90 - 185

Terdapat empat bentuk cangkang dominan
yang berhasil dibedakan secara visual dari
sampel yang ditemukan dari perairan Situ
Gede (Gambar 3). Perbedaan bentuk
cangkang terlihat dari struktur bentuk
lengkungan pada sayap atau garis tepi
cangkang. Bentuk pertama ditemukan
sebanyak 49 buah (35.5%) yang memiliki
posterior dan anterior yang relatif membulat
dengan pembelokan ke arah ventral atau sayap
perut cenderung melengkung sempurna tanpa
lekukan-lekukan tak beraturan, serta ukuran
tubuh relatif gemuk. Bentuk kedua sebanyak
38 buah (27.3%), dengan garis sayap dorsoposteriornya mengalami penurunan tajam
kemudian meruncing pada sayap belakang,
dan turun ke arah anterior. Garis pada bagian
sayap-sayap perut cenderung melengkung
dengan baik. Bentuk ketiga ditemukan paling
sedikit yaitu 20 buah (14.5%), yang memiliki
posterior yang runcing, turun melengkung
pada bagian ventral dan terjadi lekukan ke
arah dalam sayap perut, cenderung membulat
kearah anterior dan memiliki postur tubuh
relatif lebih gemuk. Bentuk keempat
ditemukan sebanyak 28 buah (20.3%),
memiliki garis belakang sayap yang
cenderung tidak beraturan dan disertai dengan
adanya lekukan-lekukan tak beraturan kearah
dalam pada bagian dorsal.
Selain itu ditemukan pula tipe cangkang
abnormal yang berjumlah 4 buah (2.9%).
Perbedaan bentuk cangkangnya apabila
dibandingkan dengan bentuk utama adalah
adanya pemipihan pada bagian dorsoposterior, dan pembelokan garis tepi pada
bagian posterior ke arah perut (Gambar 4).
Bentuk abnormal I memiliki sayap yang pipih

50
40
30
20
10

I

II

III

IV

0
I

II

III

IV

V

Stasiun

Gambar 2 Jumlah P. exilis yang diperoleh dari
lima stasiun pengamatan.

Gambar 3 Variasi bentuk cangkang.

4

pada bagian belakang posterior, dan
mengalami lekukan ke arah dalam pada garis
ventral, sedangkan bentuk abnormal II
memiliki tubuh yang gemuk dan meruncing
pada bagian posterior dengan warna cangkang
relatif lebih hitam. Bentuk abnormal III
memiliki tubuh relatif memanjang, warna
cangkang kekuningan, mengalami lekukan
tajam pada garis bagian belakang posterior
cangkang dan sedikit lekukan kedalam pada
garis sayap ventral. Bentuk abnormal IV
memiliki garis dorsal relatif lurus setelah
terjadinya penurunan dari ujung posterior
bagian belakang, begitu juga garis pada sayap
ventralnya yang relatif lurus kemudian
melengkung ke arah anteriornya

I

Tinggi relatif dan kegemukan meningkat
seiring dengan bertambahnya panjang
cangkang.
Gambar 5 menunjukkan adanya korelasi
positif antara pengaruh pertambahan panjang
cangkang terhadap kegemukan dan tinggi
relatif. Kegemukan
dan tinggi relatif
meningkat seiring dengan pertambahan
panjang cangkang. Nilai R yang kecil
menunjukkan bahwa semakin bertambah
panjang cangkang, kegemukan dan tinggi
relatifnya juga meningkat tetapi sangat kecil.
Gambar 6 dan 7 menunjukkan bahwa
pengaruh kedalaman dan karakter stasiun
terhadap kegemukan dan tinggi relatif juga
sangat
kecil.
Tipe
substrat
juga
memperlihatkan pengaruh yang kecil terhadap
kegemukan dan tinggi relatif cangkang
(Gambar 8).

II
Nilai Rata-Rata Kegemukan
dan Tinggi Relatif (%)

60

III

20
10
0

50

50

40

40

30

30

20

20

10

10

0
60

80

100

3

0
120

Panjang Cangkang (mm)

Gambar 5 Hubungan antara panjang cangkang
dan tinggi relatif dan panjang
cangkang dan kegemukan.

Kegemukan

4

Tinggi Relatif

Gambar 6 Hubungan antara kedalaman perairan dan tinggi relatif dan
kegemukan.

Nilai Rata-Rata Kegemukan dan Tnggi
Relatif (%)

60
50
40
30
20
10
0
1

2

3

4

5

Stasiun
Kegemukan

Tinggi Relatif

Gambar 7 Hubungan antara karakter stasiun
dan tinggi relatif dan kegemukan.

60
Nilai Rata-Rata Kegemukan
dan Tinggi Relatif (%)

60

2
Tipe Kedalaman

Nilai Rata-Rata Kegemukan (%)

Nilai Rata-Rata Tinggi Relatif (%)

60

40

30

1

Variasi Nilai Kegemukan dan Tinggi
Relatif
Hubungan antara nilai kegemukan dengan
panjang cangkang berkisar antara 12.28%
sampai 46.23% dengan nilai R2 = 0.19.
Sedangkan hubungan antara tinggi relatif
cangkang dengan panjang cangkang berkisar
antara 16.19% sampai 51.81% dengan R2 =
0.10 (Gambar 5). Terdapat korelasi positif
antara panjang cangkang dengan kegemukan
dan panjang cangkang dengan tinggi relatif
walaupun nilai R kecil.

20

40

IV

Gambar 4 Empat bentuk cangkang abnormal
P. exilis yang ditemukan di
perairan Situ Gede.

0

50

50
40
30
20
10
0
1

2

3

4

5

Tipe Substra t
Kegemukan

Tinggi Relatif

Gambar 8 Hubungan antara substrat dan
tinggi relatif dan kegemukan.

5

PEMBAHASAN
Kondisi Perairan Situ Gede
Secara geografis perairan Situ Gede
terletak pada 06o30 LS dan 06o45 BT. Situ
ini terletak di wilayah Kelurahan Situ Gede,
Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor,
kira-kira 10 km dari pusat kota Bogor. Daerah
ini terletak pada ketinggian 250 m dpl. Luas
perairan Situ Gede sekitar 5.6 ha dengan
kedalaman air rata-rata 85 cm. Perairan Situ
Gede semula berhubungan dengan Situ Leutik
dan Situ Panjang, tetapi hubungan tersebut
terputus karena pembangunan jalan desa
(Lampiran 1). Selain itu, sebagian perairan
Situ Gede telah diubah masyarakat sekitar
menjadi kolam pemeliharaan ikan.
Sumber air yang ada di Situ Gede berasal
dari mata air, air hujan, dan air dari saluran air
induk Kali Sindangbarang (Ciapus) dan
saluran sekunder Cibenda yang bertemu + 50
km dari Situ Gede. Sebelum tahun 1986,
perairan Situ Gede ini merupakan perairan
tergenang yang dipenuhi dengan tumbuhan
air. Karena dikhawatirkan nantinya akan
terjadi pendangkalan dan penyempitan areal
situ, maka pada bulan Januari 1986 seluruh
tumbuhan air yang ada di perairan tersebut
dibersihkan.
Tata guna lahan di sekitar perairan Situ
Gede terdiri dari lahan pertanian, pemukiman,
kolam ikan, dan irigasi. Bendungan yang
terletak di sebelah utara dibangun pada tahun
1962 dan berfungsi sebagai irigasi. Selain itu
potensi yang dimiliki oleh Situ Gede dapat
dikembangkan sebagai kawasan wisata untuk
menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat
sekitar khususnya.
Variasi Cangkang Berdasarkan Kondisi
Lingkungan
Substrat. Sedimentasi substrat yang
meliputi ukuran partikel dan kandungan
organik mempengaruhi distribusi, morfologi
fungsional, dan tingkah laku hewan bentos
seperti Bivalvia dan Gastropoda (Levinton
1982). Tekstur substrat merupakan salah satu
sifat tanah yang secara praktis dapat dipakai
sebagai alat evaluasi atau pertimbangan dalam
menentukan penggunaan tanah. Tekstur tanah
menunjukkan perbandingan relatif antara
pasir, debu, dan liat dalam tanah. Tanah terdiri
dari empat komponen utama, yaitu bahan
mineral, bahan organik, air, dan udara. Bahan
organik tanah berasal dari timbunan sisa
tumbuhan dan hewan. Bahan ini adalah sisa
tidak statis yang mengalami serangan jasad

renik dan merupakan bahan transisi tanah
yang nantinya akan membentuk struktur
cangkang.
Cangkang Unionidae terdiri dari tiga
lapisan yaitu, lapisan luar (periostrakum) yang
tersusun dari senyawa konchiolin, lapisan
tengah (perismatik) yang tersusun dari
kalsium karbonat, dan lapisan dalam
(nekrous) berupa lapisan mutiara dari senyawa
kalsium karbonat yang dapat memantulkan
cahaya. Bagian ujung dorsal (umbo)
merupakan pusat pertumbuhan cangkang.
Pertautan
kedua
keping
cangkang
dihubungkan oleh ligamen yang juga
berfungsi untuk membuka dan menutup
cangkang.
Sebagian besar struktur cangkang terbuat
dari kalsium karbonat, yaitu kira-kira 89-99%
dan sebagian kecil terdiri dari 1-2% fosfat,
bahan organik konchiolin dan air. Kandungan
mutiara terdiri dari 91% kalsium karbonat, 6%
konchiolin dan 3% air (Dharma 1988).
Pada substrat berpasir kandungan oksigen
lebih tinggi dibandingkan substrat berlumpur,
tetapi
substrat
berlumpur
kandungan
nutriennya lebih tinggi dibandingkan dengan
substrat pasir. Berdasarkan informasi ini
dapat dikatakan bahwa kombinasi tempat
hidup yang ideal bagi hewan bentos adalah
kombinasi lumpur dan pasir (Razak 2002).
Dari hasil analisis visualisasi substrat perairan
Situ Gede diperoleh 5 tipe tekstur substrat
yang berbeda yaitu liat berdebu, liat berdebu
dengan campuran bahan anorganik, liat
berpasir dengan campuran bahan organik,
lempung liat berpasir dan lempung berliat
(lampiran 3).
Terdapat hubungan erat antara jenis
substrat dengan cangkang kerang Unionidae.
Bailey dan Green (1988) melaporkan bahwa
Lampsilis radiata siliquoidea (Bivalvia:
Unionidae) yang hidup di air mengalir dan
bersubstrat pasir memiliki cangkang lebih
tebal, lebih besar dan laju pertumbuhan lebih
tinggi. Namun nilai kegemukan dan tinggi
relatif cangkang lebih kecil dibandingkan
dengan kerang yang hidup di air tenang dan
bersubstrat lumpur. Kerang di perairan
mengalir dengan substrat pasir yang
berstruktur longgar membutuhkan cangkang
yang tebal dan besar untuk mempertahankan
posisinya pada perairan tersebut. Sebaliknya
kerang di perairan tenang dan bersubstrat
lumpur membutuhkan cangkang yang kecil
dan tipis agar tidak tenggelam dalam lumpur
(Hinch et al. 1986, diacu dalam Bailey &
green 1988).

6

Menurut Harman dan Berg (1970) nilai
kegemukan kerang meningkat ke arah
perairan tenang (muara) dan berarus lambat.
Stasiun I, II, dan V yang memiliki arus relatif
tenang dan lambat tidak memperlihatkan
pengaruh yang nyata terhadap morfologi
cangkang. Banyaknya kerang yang ditemui di
daerah ini menunjukkan bahwa daerah ini
adalah habitat yang sesuai untuk kehidupan
kerang. Hal ini juga didukung dengan
banyaknya endapan bahan organik di daerah
ini. Bahan organik yang masuk ke dalam
perairan akan mempengaruhi keragaman dan
kelimpahan zooplankton secara langsung
maupun tidak langsung.
Kedalaman.
Perbedaan
kedalaman
mengakibatkan perbedaan jumlah individu
yang ditemukan, tetapi tidak memberikan
pengaruh terhadap bentuk cangkang. Stasiun I
adalah stasiun dengan jumlah individu
terbanyak yaitu 59 individu per 150m2,
kemudian stasiun II sebanyak 35 individu,
stasiun V 33 individu, stasiun III dengan 10
individu dan terakhir stasiun IV dengan dua
individu (Gambar 3).
Bahan organik yang masuk kedalam
perairan dan mengendap, mempengaruhi
kelimpahan individu di dua stasiun ini. Bahan
organik tersebut mempengaruhi keragaman
dan kelimpahan zooplankton baik secara
langsung maupun tidak langsung. Seluruh
kehidupan perairan bergantung pada hasil
fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air
karena keduanya mampu mengubah unsurunsur anorganik menjadi bahan organik
dengan bantuan cahaya matahari. Oksigen
hasil samping proses fotosintesis merupakan
salah satu sumber pemasok oksigen perairan.
Oksigen terlarut di perairan merupakan faktor
yang menentukan distribusi dan kelimpahan
moluska. Kedangkalan pada stasiun IV akibat
sedimentasi membuat jumlah individu kerang
jarang ditemukan, hal ini diduga terjadi karena
pengendapan bahan-bahan anorganik berupa
sampah plastik dan rumah tangga yang
terbawa masuk oleh air ke dalam perairan ini.
Kondisi ini dapat mengganggu kehidupan
mikroorganisme lain
yang membantu
pertumbuhan kerang.
Perairan Situ Gede yang relatif dangkal
sesuai untuk habitat kerang Unionidae,
sehingga faktor kedalaman perairan ini tidak
memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap kegemukan dan tinggi relatifnya.

Suhu, pH dan Kecerahan. Suhu perairan
dipengaruhi oleh cahaya matahari, adanya
naungan di sekitar perairan, masukan air dari
saluran induk dan saluran sekunder, tingkat
kedalaman, serta kecepatan arus. Perairan Situ
Gede memiliki kisaran suhu 28.2-29.6 oC,
kondisi ini masih dapat ditolerir oleh
organisme akuatik terutama moluska. Secara
umum suhu optimum untuk organisme akuatik
berkisar 20-30 oC. Selain itu ada beberapa
jenis moluska yang hidup pada suhu optimum
30 oC (Huet 1972). Suhu merupakan salah
satu faktor penting yang mempengaruhi
kehidupan moluska. Pengaruh suhu ini dapat
terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh langsung dapat terjadi
pada proses metabolisme. Throp dan Fell
(1994) melaporkan bahwa tingkat konsumsi
oksigen bivalvia Dreissena polymorpha pada
proses respirasi dipengaruhi oleh suhu.
Sedangkan pengaruh suhu secara tidak
langsung dapat mengakibatkan kematian
organisme. Hal ini terjadi karena habisnya air
yang disebabkan oleh meningkatnya suhu
perairan (Nybakken 1992).
Limbah rumah tangga yang dibuang di
sekitar perairan berupa deterjen diduga dapat
menaikkan pH, namun hasil pengamatan
menunjukkan bahwa kondisi perairan Situ
Gede masih mendekati pH optimum bagi
perairan air tawar (pH=6). Pada umumnya
moluska air tawar dapat hidup pada kisaran
pH 5.7-8.4. Bivalvia dapat hidup dengan baik
pada perairan dengan kisaran pH 5.6-8.3. Pada
perairan dengan kisaran pH 4.4-6.1 akan
menyebabkan kerang menutup cangkangnya
(estivasi) dan secara bertahap kehilangan
bobot tubuhnya. Pada pH yang berkisar antara
4.4-5.2 menyebabkan kematian gastropoda air
tawar (Hamidah 2000).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
kecerahan terendah terdapat pada stasiun IV.
Rendahnya kecerahan pada stasiun ini
berkaitan dengan banyaknya partikel tanah
yang terbawa arus, sampah dan bahan
anorganik lainnya. Terjadinya sedimentasi
bahan-bahan anorganik tersebut menyebabkan
penetrasi cahaya tidak sampai ke dasar
perairan (Hamidah 2000) yang dibuktikan
dengan jarangnya ditemukan tumbuhan air
pada stasiun ini. Kekeruhan dan adanya
padatan tersuspensi membuat rendahnya
tingkat kecerahan perairan. Kecerahan
tertinggi terdapat pada stasiun V yang
memiliki kedalaman 80.5 cm.

7

SIMPULAN
Pada penelitian ini diidentifikasi satu jenis
kerang Unionidae yaitu Pilsbryoconcha exilis
yang banyak ditemukan pada bagian outlet
perairan Situ Gede. Ada 4 bentuk cangkang
dominan dan abnormal.
Kondisi lingkungan perairan yang cukup
baik untuk kehidupan kerang di Situ Gede
adalah bersubstrat liat berdebu dan berpasir
dengan kedalaman rata-rata 135-150 cm (tipe
II) serta memiliki arus relatif tenang. Namun,
dalam studi ini tipe substrat dan kedalaman
perairan tidak berpengaruh nyata terhadap
karakter morfologi cangkang.

SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang aspek biologi serta dinamika populasi
dan keragaman kerang pada perairan Situ
Gede.

DAFTAR PUSTAKA
Alexander JE, Throp JH, and Fell RD. 1994.
Turbidity and temperature effects on
oxigen consumtion in the Zebra Mussel
(D. Polymorpha). Canadian Journal of
Fisheries and Aquatic Sciences. 51:
179-184.
Bailey RC, Green RH. 1988. Within-basin
variation in the shell morphology and
growth rate of a freshwater mussel.
Canadian J. Zool. 66:1704-1708.
Dharma B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia
I (Indonesian Shell). Jakarta: PT.
Sarana Graha.
[Depdagri] Departemen Dalam Negeri, Badan
Pendidikan
dan
Latihan. 1985.
Klasifikasi Tanah dan Lahan. Jakarta:
Departemen Dalam Negeri.
Dinas Pengairan. 1998. Daftar Inventarisasi
Situ-Situ pada Dinas Pekerjaan Umum
Pengairan Cabang Dinas Bogor. Bogor:
Dinas Pekerjaan Umum Pengairan.
Gunawan E. 1998. Kebijaksanaan Pengelolaan Situ-Situ di Wilayah Jabotabek.
Prosiding Workshop Pengelolaan SituSitu di Wilayah Jabotabek. PPLH-LP
IPB.
Haeruman H. 1998. Kebijaksanaan Pengelolaan Situ di Jabotabek. Prosiding
Workshop Pengelolaan Situ-Situ di
Wilayah Jabotabek. PPLH-LP IPB.

Hameed PS, Raj AIM. 1990. Freshwater
mussel,
Lamellidens
marginalis
(Lamarck)
(Mollusca:
Bivalvia:
Unionidae) as an indicator of river
pollution. Chemistry and Ecology 4:2.
57 64.
Helfrich et al. 1955. Control of suspended
soilds and phytoplankton with fishes
and a mussel. Water Resources Bulletin
(USA) 31: 2. 307-316.
Heryanto et al. 2003. Keong dari Taman
Nasional Gunung Halimun. Cibinong:
Biodiversity Conservation Project
LIPI-JICA-PHKA.
Huet M. 1972. Text Book of Fish CultureBreeding and Cultivation of Fish.
London: Fishing News (Books) Ltd.
Jutting BWSS. 1753. Systematic studies on
the non-marine mollusca of The IndoAustralian archipelago. Treubia 22:1972.
____________. 1956. Systematic studies on
the non-marine mollusca of The IndoAustralian
archipelago.
Treubia
28:259-477
Levinton JS. 1982. Marine Ecology.
Englewoods Cliffs New Jersey:
Prentice Hall.
Mackie GL, Wright CA. 1994. Ability of the
Zebra mussel (Dreissena polymorpha)
to biodeposit and remove phosphorus
and BOD from diluted activated
sewage sludge. Water Research
Oxford. 28:5. 1123 1130.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut: Studi
Pendekatan Ekologis. M. Eidman dkk
(Penerj). Ed. Ke-2. Jakarta : PT.
Gramedia.
Odum EP. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. T.
Samingan (Penerj). Ed ke-3. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Pennak RW. 1989. Freshwater Invertebrates
of the United States. Protozoa to
Mollusca. Ed ke-3. New York: John
Wiley & Sons.
Razak A. 2002. Dinamika Karakteristik
Fisika-Kimiawi
Sedimen
dan
Hubungannya
dengan
Struktur
Komunitas Moluska Bentik (Bivalvia
dan Gastropoda) di Muara Bandar
Bakali Padang. [Tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Suryadiputra INN. 1998. Penelitian Situ-situ
di Jabotabek. Prosiding Workshop
Pengelolaan Situ-situ di Wilayah
Jabotabek. PPLH-LP IPB.

8

Suryadiputra INN. 2003. Penelitian Situ-situ
di Jabotabek. Prosiding Workshop
Pengelolaan Situ-situ di Wilayah
Jabotabek. PPLH-LP IPB.

Suwignyo S et al. 1981. Studi Biologi Kijing
Taiwan (Anadonta woodiana Lea).
Laporan penelitian: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.

9

LAMPIRAN

10

Lampiran 1 Peta wilayah kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat

LEGENDA :

U

Batas Kelurahan
Batas RW
Jalan Kampung
Sungai Kecil
Sungai Besar
Kantor

Skala 1 : 10.000
Situ Gede

Situ Panjang
Situ Leutik

11

Lampiran 2 Lokasi stasiun pengambilan sampel

Stasiun I (outlet)

Stasiun II (tepi hutan)

Stasiun III (rawa dan daerah aktivitas manusia)

Stasiun IV (inlet)

Stasiun V (tengah situ)

12

Lampiran 3 Variasi tipe substrat dari Perairan Situ Gede

a. Liat berdebu

b. Liat berpasir dengan bahan organik

c. Liat berdebu dengan bahan organik

d. Lempung liat berpasir

e. Lempung berliat

MORFOLOGI CANGKANG KERANG AIR TAWAR
FAMILI UNIONIDAE (MOLUSKA: BIVALVIA)
DI PERAIRAN SITU GEDE BOGOR

ROZI PUTRA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

A BSTR A K
RO ZI PUTRA .M orfologiCangkang K erang A ir Tawar Fam iliUnionidae (M oluska:Bivalvia) di
Perairan Situ G ede Bogor.D ibim bing oleh D JO K O W A LU Y O dan TRIHERU W ID A RTO .
Penelitian fauna m oluska diperairan Situ Gede Bogordilakukan pada bulan D esem ber2006-A pril
2007.Pengam atan dilakukan pada 5 stasiun.Substratperairan didom inasi oleh liat berdebu dan
liat berpasir. Contoh m oluska dikoleksi dengan m enggunakan m etode transek kuadrat yang
dim ulaidaritepiperairan ke arah tengah.Selam a pengam atan berhasildikum pulkan sebanyak 139
individu Pilsbryoconcha exilis darifam iliUnionidae.N ilaikegem ukan cangkang bervariasiantara
12.3% dan 46.2% , sedangkan nilai tinggi relatifnya bervariasi antara 16.19% dan 51.81% . A da
korelasi positif antara panjang cangkang dengan tinggi relatif dan obesitas, nam un tidak ada
pengaruh faktor kedalam an dan perbedaan substratyang signifikan untuk respon tinggirelatifdan
obesitas.Berdasarkan pengam atan cirim orfologi cangkang,terdapatem patm acam bentuk utam a
cangkang dan em pat bentuk cangkang abnorm al yang dilihat dari adanya pem belokan tak
beraturan pada lengkungan garis tepisayap cangkang.

A BSTR A CT
RO ZI PUTRA . M orphology of Freshwater M olluscs Shell from The Fam ily of Unionidae
(M ollusc: Bivalvia) at Situ G ede, Bogor. Supervised by D JO K O W A LUY O and TRI HERU
W ID A RTO .
Currentstudy on m olluscs atSitu G ede lake Bogorw as perform ed on D ecem ber2006-A pril2007.
Exam inations were focused on five sam ple sites.The lake substrate was dom inated by dusty clay
and sandy clay.A transectquadrate m ethod was used to collectthe sam ple from the edge to the
m iddle of the lake.A bout139 individuals ofPilsbryoconcha exilis,the m ollusc from the fam ily
Unionidae,have been collected.The obesity index ofthe shellvaried between 12.3% and 46.2% ,
while its relative height index varied betw een 16.19% and 51.81% . A positive correlation w as
observed between the shell obesity index and relative height index. How ever, there is no
significanteffects of the water depth and the type of substrate to the obesity index and relative
heightindex.Atleastfourm ain form s ofshellwere observed from this study.There was also four
form s ofabnorm alshellcan be identified based on uniform ity ofcurve atthe shell¶swing.

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya pertumbuhan penduduk
dan pembangunan memberikan tekanan
terhadap fungsi perairan. Situ merupakan
salah satu bentuk lahan basah air tawar
dengan sistem perairan tergenang yang
memiliki beragam manfaat yang sangat
penting antara lain sebagai tandon air
(reservoir), peredam banjir, irigasi, perikanan,
sumber plasma nutfah, dan rekreasi
(Suryadiputra 1998).
Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun
1991 menyebutkan bahwa situ merupakan
sumber daya alam yang harus dilindungi serta
dijaga kelestarian lingkungannya (Gunawan
1998). Menurut Dinas Pengairan (1998) terdapat 116 situ di Kabupaten Bogor dan 6 situ
di Kotamadya Bogor dengan luas total 650 ha.
Karena kurang baiknya pengelolaan, saat ini
diperkirakan jumlah situ di Kabupaten dan
Kotamadya Bogor tinggal 94 dengan luas total
515 ha. Hal ini berarti telah terjadi penyusutan
sebesar 20% (Haeruman 1998). Dari 94 situ,
10% berada dalam kondisi baik, 77%
kondisinya rusak dan 13% telah beralih fungsi
(Suryadiputra 1998).
Penyusutan jumlah situ tersebut sangat
memprihatinkan karena sebagai suatu ekosistem air tawar, situ merupakan habitat beragam
jenis flora dan fauna. Terjaminnya
pengelolaan situ berarti terjamin pula
kelestarian flora dan fauna di dalamnya untuk
menjaga keanekaragaman sumberdaya hayati.
Penataan ruang secara terpadu dan terarah
diperlukan
supaya
pengelolaan
dan
pemanfaatan situ sesuai dengan fungsinya.
Kesalahan dalam perencanaan maupun
pengendalian pemanfaatan ruang sekitar Situ
Gede dapat berdampak negatif, terutama
dalam
menunjang
ekosistem
dan
kesejahteraan masyarakat di sekitarnya
(Suryadiputra 2003).
Menurut Odum (1994) kerang (Molusca:
Bivalvia) merupakan kelompok benthos yang
cukup dominan di perairan air tawar. Jutting
(1753) melaporkan bahwa di pulau Jawa
terdapat tiga famili kerang air tawar, yaitu
famili Corbiculidae (7 jenis), Unionidae (6
jenis) dan Sphaeriidae (3 jenis).
Kerang Unionidae memiliki potensi
ekologi dan ekonomi yang besar. Secara
tradisional, kerang Unionidae di daerah Jawa
Barat dikenal dengan nama lokal kijing .
Kerang ini dimanfaatkan masyarakat sebagai
sumber protein (Suwignyo et al. 1975),
sebagai pakan ternak, bahan kancing,

penghasil mutiara (Pennak 1989) serta sebagai
komoditi budidaya perikanan darat (Suwignyo
et al. 1981). Secara ekologis kerang
Unionidae mampu menjernihkan air karena
mampu
menyaring
partikel-partikel
tersuspensi dan alga (Helfrich et al. 1955).
Kerang ini juga mampu mengakumulasi
logam berat ke dalam jaringan tubuh dan
cangkangnya (Hameed & Raj 1990) serta
menurunkan kadar fosfor dan BOD air limbah
(Mackie & Wright 1994).
Melihat
besarnya
potensi
kerang
Unionidae dan pentingnya peranan situ dalam
mendukung proses ekologis dan kehidupan
masyarakat di sekitarnya, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengungkap
karakteristik
biota
tersebut
dengan
menggunakan
pendekatan
ekobiologi,
disamping masih kurangnya data yang pasti
mengenai keberadaan moluska air tawar di
perairan Situ Gede Bogor.
Pendekatan ekobiologi adalah suatu
pendekatan yang mempelajari keterkaitan
antara organisme (faktor biologi) dengan
lingkungan (faktor ekologi). Pendekatan ini
merupakan langkah awal yang diharapkan
dapat memberikan data dasar yang
mendukung upaya pengelolaan sektor perairan
dan mengelola serta melestarikan biota
tersebut, baik sebagai sumber plasma nutfah
maupun untuk kesejahteraan masyarakat
dengan tetap memperhatikan aspek pelestarian
ekosistemnya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari
hubungan antara variasi bentuk cangkang
kerang bivalvia dengan faktor lingkungan
pada perairan Situ Gede Bogor.

BAHAN DAN METODE
Pengambilan Sampel di Lapangan dan
Penyimpanan
Lokasi pengambilan sampel dilakukan di 5
stasiun berbeda di perairan Situ Gede
(Lampiran 1). Stasiun I adalah pintu keluar air
situ (outlet), stasiun II adalah daerah perairan
di bawah kanopi hutan percobaan Centre for
International Forestry Research (CIFOR),
stasiun III adalah daerah dengan tingkat
aktivitas penduduk tinggi, stasiun IV adalah
pintu masuk air (inlet), dan stasiun V adalah
bagian tengah perairan (Lampiran 2).
Pada setiap stasiun dibuat bidang transek
dengan menggunakan tali tambang dari tepi
ke tengah situ dengan ukuran 15m x 10m

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya pertumbuhan penduduk
dan pembangunan memberikan tekanan
terhadap fungsi perairan. Situ merupakan
salah satu bentuk lahan basah air tawar
dengan sistem perairan tergenang yang
memiliki beragam manfaat yang sangat
penting antara lain sebagai tandon air
(reservoir), peredam banjir, irigasi, perikanan,
sumber plasma nutfah, dan rekreasi
(Suryadiputra 1998).
Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun
1991 menyebutkan bahwa situ merupakan
sumber daya alam yang harus dilindungi serta
dijaga kelestarian lingkungannya (Gunawan
1998). Menurut Dinas Pengairan (1998) terdapat 116 situ di Kabupaten Bogor dan 6 situ
di Kotamadya Bogor dengan luas total 650 ha.
Karena kurang baiknya pengelolaan, saat ini
diperkirakan jumlah situ di Kabupaten dan
Kotamadya Bogor tinggal 94 dengan luas total
515 ha. Hal ini berarti telah terjadi penyusutan
sebesar 20% (Haeruman 1998). Dari 94 situ,
10% berada dalam kondisi baik, 77%
kondisinya rusak dan 13% telah beralih fungsi
(Suryadiputra 1998).
Penyusutan jumlah situ tersebut sangat
memprihatinkan karena sebagai suatu ekosistem air tawar, situ merupakan habitat beragam
jenis flora dan fauna. Terjaminnya
pengelolaan situ berarti terjamin pula
kelestarian flora dan fauna di dalamnya untuk
menjaga keanekaragaman sumberdaya hayati.
Penataan ruang secara terpadu dan terarah
diperlukan
supaya
pengelolaan
dan
pemanfaatan situ sesuai dengan fungsinya.
Kesalahan dalam perencanaan maupun
pengendalian pemanfaatan ruang sekitar Situ
Gede dapat berdampak negatif, terutama
dalam
menunjang
ekosistem
dan
kesejahteraan masyarakat di sekitarnya
(Suryadiputra 2003).
Menurut Odum (1994) kerang (Molusca:
Bivalvia) merupakan kelompok benthos yang
cukup dominan di perairan air tawar. Jutting
(1753) melaporkan bahwa di pulau Jawa
terdapat tiga famili kerang air tawar, yaitu
famili Corbiculidae (7 jenis), Unionidae (6
jenis) dan Sphaeriidae (3 jenis).
Kerang Unionidae memiliki potensi
ekologi dan ekonomi yang besar. Secara
tradisional, kerang Unionidae di daerah Jawa
Barat dikenal dengan nama lokal kijing .
Kerang ini dimanfaatkan masyarakat sebagai
sumber protein (Suwignyo et al. 1975),
sebagai pakan ternak, bahan kancing,

penghasil mutiara (Pennak 1989) serta sebagai
komoditi budidaya perikanan darat (Suwignyo
et al. 1981). Secara ekologis kerang
Unionidae mampu menjernihkan air karena
mampu
menyaring
partikel-partikel
tersuspensi dan alga (Helfrich et al. 1955).
Kerang ini juga mampu mengakumulasi
logam berat ke dalam jaringan tubuh dan
cangkangnya (Hameed & Raj 1990) serta
menurunkan kadar fosfor dan BOD air limbah
(Mackie & Wright 1994).
Melihat
besarnya
potensi
kerang
Unionidae dan pentingnya peranan situ dalam
mendukung proses ekologis dan kehidupan
masyarakat di sekitarnya, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengungkap
karakteristik
biota
tersebut
dengan
menggunakan
pendekatan
ekobiologi,
disamping masih kurangnya data yang pasti
mengenai keberadaan moluska air tawar di
perairan Situ Gede Bogor.
Pendekatan ekobiologi adalah suatu
pendekatan yang mempelajari keterkaitan
antara organisme (faktor biologi) dengan
lingkungan (faktor ekologi). Pendekatan ini
merupakan langkah awal yang diharapkan
dapat memberikan data dasar yang
mendukung upaya pengelolaan sektor perairan
dan mengelola serta melestarikan biota
tersebut, baik sebagai sumber plasma nutfah
maupun untuk kesejahteraan masyarakat
dengan tetap memperhatikan aspek pelestarian
ekosistemnya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari
hubungan antara variasi bentuk cangkang
kerang bivalvia dengan faktor lingkungan
pada perairan Situ Gede Bogor.

BAHAN DAN METODE
Pengambilan Sampel di Lapangan dan
Penyimpanan
Lokasi pengambilan sampel dilakukan di 5
stasiun berbeda di perairan Situ Gede
(Lampiran 1). Stasiun I adalah pintu keluar air
situ (outlet), stasiun II adalah daerah perairan
di bawah kanopi hutan percobaan Centre for
International Forestry Research (CIFOR),
stasiun III adalah daerah dengan tingkat
aktivitas penduduk tinggi, stasiun IV adalah
pintu masuk air (inlet), dan stasiun V adalah
bagian tengah perairan (Lampiran 2).
Pada setiap stasiun dibuat bidang transek
dengan menggunakan tali tambang dari tepi
ke tengah situ dengan ukuran 15m x 10m

2

(150m2). Kemudian dilakukan pengukuran
kedalaman dan kecerahan perairan dengan tali
tambang dan meteran, derajat keasaman (pH)
menggunakan kertas pH MERCK dengan
trayek pH 0-14, dan suhu perairan
menggunakan
termometer.
Kedalaman
perairan dibagi ke dalam empat tipe: I (70-90
cm), II (135-150 cm), III (170-190 cm) dan IV
(210-220 cm).
Sampel kerang diambil menggunakan
tangan dengan cara menyelam ke dasar
perairan. Kerang dipisahkan dari subtratnya
dan masing-masing dimasukkan ke plastik
sampel. Selanjutnya kerang dibersihkan dan
dipindahkan ke botol sampel yang berisi air
dan diberi label. Substrat langsung
diidentifikasi secara visual dengan mengacu
kepada buku klasifikasi tanah dan lahan
(Depdagri & IPB 1985), kemudian difoto
menggunakan kamera digital (Samsung
Digimax A402).
Identifikasi Kerang dan Pengukuran
Cangkang
Seratus tiga puluh sembilan sampel kerang
diidentifikasi berdasarkan ukuran dan bentuk
cangkang menurut Heryanto et al. (2003) dan
Jutting (1956). Sampel tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan koleksi yang ada di
Laboratorium Malakologi, Pusat Penelitian
Biologi LIPI Cibinong, Jawa Barat.
Panjang, lebar dan tinggi cangkang diukur
menggunakan kaliper digital dengan tingkat
ketelitian 0.05 mm mengikuti metode Bailey
dan Green (1988). Panjang cangkang diukur
dari ujung posterior ke ujung anterior
cangkang, lebar cangkang diukur pada bagian
yang tergemuk dari bagian kiri ke kanan
cangkang, tinggi cangkang diukur dari tepi
dorsal ke tepi ventral (Gambar 1). Data
tersebut
kemudian
digunakan
untuk
mengetahui bentuk cangkang meliputi
kegemukan
cangkang
(obesity)
yang
merupakan nisbah lebar terhadap panjang
cangkang dan tinggi relatif cangkang (relative
height)
yang merupakan nisbah tinggi
terhadap panjang cangkang (Bailey & Green
1988).
Dorsal
Anterior
Anterior

Posterior

Ventral
a
Panjang

Tinggi

b
Lebar

Gambar 1 Morfologi cangkang bivalvia.
Tampak depan (a), tampak samping (b).

Analisis Variasi Morfologi Cangkang dan
Hubungannya dengan Faktor Lingkungan
Untuk mengetahui variasi bentuk dan
kelainan pada cangkang
dilakukan pemisahan
Posterior
sampel dengan melihat perbedaan bentuk
Ventralyang
garis tepi cangkang. Faktor lingkungan
dipelajari dalam penelitian ini adalah
kedalaman perairan dan tipe substrat. Data
nisbah ukuran morfologi kegemukan dan
tinggi relatif cangkang hasil pengukuran
digunakan untuk melihat besarnya pengaruh
perbedaan tipe substrat dan kedalaman
perairan Situ Gede terhadap kegemukan dan
tinggi relatif cangkang.

HASIL
Kondisi Fisik dan Limnologi Perairan
Suhu perairan pada lima stasiu