Populasi Reduviidae Pada Sawah Konvensional Dan Organik Di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor

POPULASI REDUVIIDAE PADA SAWAH KONVENSIONAL
DAN ORGANIK DI DESA SITU GEDE, KECAMATAN
BOGOR BARAT, BOGOR

IQBAL EKA WINARSAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Populasi Reduviidae
pada Sawah Konvensional dan Organik di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor
Barat, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Iqbal Eka Winarsah
NIM A34100068

ABSTRAK

IQBAL EKA WINARSAH Populasi Reduviidae Pada Sawah Konvensional dan
Organik di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor. Dibimbing oleh
DADAN HINDAYANA.
Reduviidae adalah salah satu anggota dari ordo Hemiptera yang semua
anggotanya berperan sebagai musuh alami terutama sebagai serangga predator.
Reduviidae merupakan serangga polifag yang dapat memangsa lebih dari 1
spesies mangsa. Penelitian ini bertujuan mengekplorasi dan mengetahui dominasi
Reduviidae pada lahan padi konvensional dan organik di Desa Situ Gede,
Kecamatan Bogor Barat, Bogor. Data diperoleh dengan cara pengamatan langsung
yang dilaksanakan secara sistematik pada 6 petak lahan pengamatan (3 petak

konvensional dan 3 petak organik). Identifikasi dilakukan di Laboratorium
Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Pengamatan dilakukan 2 kali dalam seminggu selama 12 minggu. Dalam 1 hari,
pengamatan dilakukan 3 kali: pagi hari, siang hari, dan sore hari. Hasil
pengamatan menunjukan bahwa Reduviidae yang di temukan dari kedua lahan
pengamatan yaitu Sycanus sp. dan Scipinia sp. Spesies yang paling dominan
adalah Sycanus sp. Populasi Reduviidae pada lahan organik lebih tinggi dari lahan
konvensional. Populasi Sycanus sp. dan Scipinia sp lebih banyak ditemukan pada
fase generatif padi.
Kata kunci: fase generatif padi, pengamatan langsung, serangga predator.

ABSTRACT

IQBAL EKA WINARSAH. Population of Reduviidae on Conventional and
Organic Rice Fields in Situ Gede Village, West Bogor, Bogor. Supervised by
DADAN HINDAYANA.
Reduviidae belong to Hemiptera and most of them are natural enemy
especially as predator. Reduviids are polyphagus predator that may control many
groups of insect in a broad spectrum. The objectives of this research were to
explore and determine Population abundance of reduviidae on conventional and

organic rice fields in Situ Gede Village, West Bogor. Data were collected by a
systematic direct field observation in 6 plots of rice fields. Each of conventional
and organic rice fields consisted of three plots as replication. The observations
were conducted from May until August 2014. Observations were conducted twice
a week within 12 weeks. For each day, obervation was carried out in three times:
in the morning, early afternoon and late afternoon. Collected reduviids were
identified at Laboratory of Insect Ecology, Department of Plant Protection, Bogor
Agricultural University. Two species’ of reduviids found from the fields are
Sycanus sp. and Scipinia sp. Number of Sycanus sp. was higher than Scipinia sp.
and both of reduviids observed were higher at organic rice fields. The highest
populations of Sycanus sp. and Scipinia sp. were obtained in generative
development of rice.

Keywords: direct obervation, generative development of rice, insect predator.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

POPULASI REDUVIIDAE PADA SAWAH KONVENSIONAL
DAN ORGANIK DI DESA SITU GEDE, KECAMATAN
BOGOR BARAT, BOGOR

IQBAL EKA WINARSAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2016

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya sehingga tugas akhir yang berjudul “Populasi Reduviidae Pada
Sawah Konvensional dan Organik di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,
Bogor” dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan syarat
untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Dadan Hindayana
selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan dukungan, saran,
motivasi, serta masukan dalam pengerjaan penelitian tugas akhir ini, Ayah, Ibu
serta teman-teman angkatan 47 departemen Proteksi Tanaman yang selalu
mendukung dalam penyusunan penelitian ini.
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
khususnya, dan umunya bagi pembaca.

Bogor, April 2016

Iqbal Eka Winarsah

DAFTAR ISI

PRAKATA
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Metode Penelitian
Penentuan Lahan Pengamatan dan Wawancara Petani
Pengambilan sample Reduviidae
Pengamatan Aktivitas dan Identifikasi Reduviidae
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik lokasi
Perbedaan Sawah Organik dan Konvensional
Keragaman dan Populasi Reduviidae di Lahan Pengamatan

Persebaran Reduviidae
Kelimpahan Kepik Predator Sycanus sp. dan Scipinia sp.
Pengamatan Aktivitas Reduviidae
Nisbah kelamin Sycanus sp. dan Scipinia sp.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
ix
1
1
2
3
3
3
3
3
4

5
5
6
6
7
8
9
10
12
12
13
15

DAFTAR TABEL

1 Curah hujan dan suhu rata-rata di Kecamatan Bogor Barat selama
pengamatanª.
2 Perbedaan morfologi Sycanus sp. dan Scipinia sp.
3 Frekuensi Reduviidae yang temukan di lahan konvensinal dan organik.


6
7
10

DAFTAR GAMBAR

1 Pola X merupakan contoh tanaman padi yang diamati secara keseluruhan
2 Peta lokasi pengamatan merupakan lahan konvensional ( ) dan
Lahan organik ( ).
3 Imago reduviidae yang ditemukan di pertanaman, Sycanus sp. (a)
Scipinia sp. (b).
4 Contoh sekema persebaran Reduviidae pada lahan konvensional
maupun lahan organik.
5 Populasi reduviidae pada pertanaman padi (A) lahan konvensional dan
(B) lahan organik di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor.
6 Nisbah kelamin Reduviidae yang di temukan pada lahan
konvensional dan organik.

3
5

7
8
9
11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pengamatan jenis Reduviidae yang ditemukan di lahan konvensional dan
organik di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor.
16
2 Pengamatan nisbah kelamin Sycanus sp. Dan Scipinia sp. Yang ditemukan di
lahan konvensional dan organik di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,
Bogor.
17
3 Sebaran frekuensi penemuan Reduviidae pada plot lahan pengamatan
konvensional dan organik di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor. 18

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengendalian hama terpadu (PHT) adalah upaya untuk menurunkan
populasi serangga hama pada tingkat di bawah ambang yang merugikan dengan
memadukan beberapa teknik pengendalian. Teknik PHT dikembangkan dalam
satu kesatuan untuk mencegah timbulnya kehilangan hasil, kerugian ekonomi, dan
kerusakan lingkungan (UU No. 12 Tahun 1992). Sistem PHT merekomendasikan
penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir dalam pengambilan keputusan
pengendalian hama. Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan bersifat
dinamis karena tidak mengandalkan satu teknik pengendalian. PHT pada
pertanaman dapat dilakukan dengan introduksi predator baik secara alami maupun
hasil pembiakan dan memodifikasi lingkungan agar tidak mendukung
perkembangan serangga hama. PHT pada tanaman padi telah lama diterapkan
ditandai dengan Instruksi Presiden (Inpres) no. 3 tahun 1986 yang melarang 57
jenis pestisida untuk tanaman padi yang telah menurunkan secara drastis
penggunaan insektisida di Indonesia. Kebijakan ini telah terbukti dapat menekan
perkembangan populasi hama wereng cokelat. Pada tanaman padi PHT sangat
mungkin diterapkan karena kompleksitas komunitas organisme pada tanaman padi
didominasi oleh predator (Seattle et al. 1996).
Predator merupakan salah satu kelompok musuh alami yang sangat penting
dalam pengendalian hayati hama. Predator dapat memangsa lebih dari satu
mangsa dalam satu siklus hidupnya dan umumnya berifat generalis. Predator
merupakan komponen yang sangat penting dalam ekosistem tanaman dan sangat
penting untuk membantu menurunkan populasi hama (Laba 1999). Reduviidae
dilaporkan sebagai kelompok serangga predator yang cukup dominan pada
tanaman padi (Kalshoven 1981).
Kepik Reduviidae merupakan salah satu famili terbesar dari ordo Hemiptera.
Baik nimfa maupun imago Reduviidae berperan sebagai predator terhadap
serangga lain khususnya serangga hama (Bellows dan Fisher 1999). Reduviidae
tersebar di daerah-daerah tropis, Amerika Utara, Cina, Malaysia, dan Indonesia
(Kalshoven 1981). Reduviidae memiliki kisaran mangsa yang cukup luas, di
antaranya nimfa dan telur kutu daun. Selain itu, Reduviidae dapat memangsa
larva serangga lain, baik yang ukurannya kecil maupun yang lebih besar dari pada
Reduviidae. Reduviidae yang diketahui banyak ditemukan pada tanaman padi
adalah Sycanus sp., Scipinia sp., dan Rhinocoris sp. (Mahr 2004).
Penelitian tentang kelimpahan dan jenis Reduviidae yang dominan di area
pesawahan masih belum banyak dilakukan sehingga perlu dilakukan survei
lapangan untuk mengetahui jenis Reduviidae yang paling dominan di lahan padi
konvensional dan organik. Informasi tentang dominasi Reduviidae sangat penting,
karena pada umumnya spesies-spesies serangga predator yang dapat mendominasi
dalam suatu habitat mencerminkan tingkat adaptasi dan persaingan yang tinggi
sehingga perananya sebagai agen pengendali serangga hama Tidak perlu
diragukan.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi dan mengetahui dominasi
Reduviidae pada lahan padi konvensional dan organik di Desa Situ Gede,
Kecamatan Bogor barat, Bogor.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kelimpahan dan jenis Reduviidae yang dominan di lahan konvensional dan
organik. Dengan informasi tersebut peranan Reduviidae sebagai musuh alami
hama tanaman dapat lebih dioptimalkan.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Eksplorasi serangga Reduiviidae dilaksanakan di Desa Situ Gede,
Kecamatan Bogor Barat. Identifikasi genus Reduviidae dilakukan di Laboratorium
Ekologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus
2014.
Metode Penelitian
Penentuan Lahan Pengamatan dan Wawancara Petani
Wilayah Situ Gede dipilih sebagai lokasi pengamatan melalui survei selama
tiga hari. Penentuan lokasi survei didasarkan pada luas lahan, stadia tanaman, dan
lokasi sekitar tanaman. Situ Gede berada pada ketinggian 194 m dpl dan
komoditas padi sebagai tanaman utama. Lahan pengamatan ditentukan 6 petak
sawah yang terdiri dari 3 petak dengan sistem padi konvensional dan 3 petak
dengan sistem padi organik. Pengamatan mulai dilakukan saat padi masih
berumur 1 minggu setelah tanam (MST) sampai 12 MST. Pengamatan dilakukan
dua kali dalam seminggu, yaitu satu kali pada lahan konvensional kemudian satu
kali pada lahan organik dan dilakukan berulang setiap minggu sampai minggu ke
12. Setiap waktu pengamatan dibagi menjadi 3 kali dalam satu hari yaitu pagi,
siang, dan sore hari. Pembagian waktu pengamatan dilakukan untuk mengetahui
aktivitas Reduviidae.
Wawancara petani dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui cara budi
budi daya tanaman padi yang dilakukan petani dan mengetahui permasalahan
yang dihadapi petani dalam budi daya terutama masalah hama tanaman padi,
respon terdiri dari 4 petani yang lahannya diamati.
Pengambilan sample Reduviidae
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah pengamatan langsung
secara sistematik. Pengamatan dilakukan dengan mengamati seluruh rumpun padi
yang ada di petak sawah. Pengambilan sampel dilakukan dalam tiga waktu yang
berbeda dalam satu kali pengamatan yaitu pagi mulai pukul 06.30-10.00, siang
hari pukul 11.30-13.30, dan sore hari pukul 15.30-17.00. Pemilihan waktu
ditentukan untuk mengetahui aktivitas serangga Reduviidae yang paling dominan.
Pengamatan secara sistematis dilakukan untuk mendapatkan data populasi absolut.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Gambar 1 Pola X merupakan contoh tanaman padi yang diamati secara
keseluruhan

4

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengamati serangga
Reduviidae yang ada di area tanaman padi kemudian di catat terlebih dahulu
keberadaan serangga tersebut apakah ada di bagain pinggir atau tengah dari petak
tanaman padi, setelah itu dilakukan penangkapan menggunakan jaring serangga
Pengamatan Aktivitas dan Identifikasi Reduviidae
Pada saat pengambilan Reduviidae, dilakukan pengamatan terhadap
aktivitas dan perilaku Reduviidae. Lokasi dan waktu pengamatan dicatat dan
sampel Reduviidae diambil menggunakan jaring serangga. Sampel dimasukkan ke
dalam botol film. Identifikasi kepik predator dilakukan hingga tingkat genus
dengan mengamati morfologi Reduviidae (ukuran tubuh, warna, ciri khusus antar
spesies) dan nisbah kelamin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik lokasi
Lokasi pengamatan terletak di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,
Bogor (Gambar 1). Desa Situ Gede memiliki luas 232.47 ha dengan mayoritas
penduduk bekerja sebagai petani. Batas-batas wilayah Desa Situ Gede adalah
Desa Cikarawang (barat), Kelurahan Bubulak (timur), Kali Cisadane (utara), dan
Kecamatan Sindang Barang (selatan).

Gambar 2 Peta lokasi pengamatan merupakan lahan konvensional (
Lahan organic ( ).

) dan

Pengamatan dilakukan di lahan konvensional dan lahan organik, dengan
ulangan 3 petak sistem tanam konvensional dan 3 petak sistem tanam organik.
Pengamatan dilakukan mulai dari umur tanaman 1 MST. Kondisi cuaca pada saat
penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Pengamatan dilakukan setiap minggu dari 1
MST sampai 12 MST. Luas lahan pengamatan rata-rata 800 m². Letak lahan
sistem tanam konvensional dan
tidak dalam satu hamparan dan tidak
menggunakan aliran air irigasi yang sama. Terdapat perbedaan antara sistem
tanam padi organik dan sistem tanam padi konvensional yaitu lahan sawah dengan
sistem organik menggunakan air kolam sebagai sumber pengairan sedangkan
sistem budi daya konvensional menggunakan air irigasi untuk pengairan.

6

Tabel 1 Curah hujan dan suhu rata-rata di Kecamatan Bogor Barat selama
pengamatanª.
Umur tanaman padi
Bulan (2014)
Curah hujan (mm)
Suhu (°C)
(MST)
Mei
1˗ 2
364
26.2
Juni
3˗ 6
252
26.4
Juli
7˗ 11
215
26.4
Agustus
12˗ 14
210
26.5
a

sumber: BMKG

Perbedaan Sawah Organik dan Konvensional
Sistem budi daya padi yang dilakukan pada lahan pengamatan adalah
lahan sawah konvensional dan organik. Setiap lahan pengamatan baik lahan
konvensional maupun organik masing-masing terdiri dari 3 petak sawah. Pada
sistem budidaya organik tidak menggunakan bahan-bahan kimia sintetik, baik
untuk pupuk maupun untuk pengendalian hama dan penyakit. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk kompos. Pupuk kompos yang digunakan berasal dari
pelapukan bahan organik melalui proses biologis dengan bantuan organisme
pengurai. Begitupun pengendalian hama dan penyakit di lahan sawah organik
tidak menggunakan bahan kimia sintetik melainkan menggunakan
mikroorganisme lokal (MOL). Mikroorganisme lokal mengandung mikroba dan
dapat berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan
sebagai agen pengendali hama penyakit tanaman (Suhastio dan Asriyanti 2011).
Budidaya padi konvensional di lahan pengamatan menggunakan sistem
irigasi sebagai pengairan utama, pupuk yang digunakan adalah pupuk kimia dan
pengendalian hama patogen menggunakan pestisida sintetik, sehingga kedua lahan
pengamatan berbeda dari pola budi daya yang diterapkan.
Keragaman dan Populasi Reduviidae di Lahan Pengamatan
Kepik Reduviidae yang ditemukan pada lahan konvensional dan lahan
organik adalah Sycanus sp. dan Scipinia sp. Kedua kepik predator ini memiliki
ciri khas dari segi morfologi (Tabel 2 dan Gambar 3). Sycanus sp. memiliki ciriciri berwarna hitam dengan corak jingga pada sayap bagian depan, bagian kepala
memanjang, rostrum pendek, kemudian pada bagian abdomen terdapat corak
berwarna putih, imago berukuran kira-kira 2.5 cm. Sycanus sp. yang ditemukan
biasanya berada di ujung tanaman padi dan besifat pasif, kepik ini beraktifitas
pada siang hari dan ketika menemukan mangsa kepik ini secara perlahan
mendekati mangsa tersebut kemudian menusukkan stiletnya. Jika mangsa
berukuran lebih kecil Sycanus sp. akan menusukkan stiletnya pada bagian toraks
untuk menghindari perlawanan mangsa, namun apabila mangsa berukuran lebih
besar maka Sycanus sp. akan melumpuhkan mangsanya terlebih dahulu dengan
toksin yang dikeluarkan melalui stiletnya kemudian menghisap cairan serangga
yang dimangsa (Cahyadi 2004).
Scipinia sp. memiliki ciri-ciri warna tubuh didominasi warna merah
kecoklatan, ukuran tubuh sekitar 1.3 cm dan pada bagian tungkai depan memiliki
duri tepatnya pada bagian femur. Duri tersebut yang membedakan antara Scipinia
sp. dan Rhinocoris sp. (Purnama 2006).

7

Tabel 2 Perbedaan morfologi Sycanus sp. dan Scipinia sp.
Genus

Ukuran

Sycanus

2.5 cm

Scipinia

1.3 cm

a

Warna
Dominan hitam
dengan pola merah
pada sayap

Duri
Tidak terdapat duri
Pada tungkai depan.

Dominan merah
bata

Terdapat duri pada
tungkai depan

b

Gambar 3 Imago reduviidae yang ditemukan di pertanaman, Sycanus sp. (a)
Scipinia sp. (b)
Persebaran Reduviidae
Reduviidae merupakan salah satu serangga yang mampu hidup dalam
berbagai ekosistem tanaman, karena serangga ini memiliki sifat polifag dalam
memakan mangsa. Reduviidae tidak terfokus pada satu plot lahan pengamatan
saja namun menyebar di seluruh lahan.
Hasil pengamatan menunjukan bahwa Reduviidae yang ditemukan di lahan
pengamatan selalu dalam keadaan soliter dan pada umumnya ditemukan pada fase
imago. Reduviidae pada lahan pengamatan lebih banyak ditemukan di tajuk
tanaman padi. Predator ini lebih sering terlihat di tengah-tengah lahan organik dan
sebagian kecil di temukan di sisi lahan (Gambar 4). Hal ini diduga karena mangsa
lebih banyak berada di tengah-tengah lahan sawah tersebut (Untung 2000). Pada
lahan organik keberadaan serangga mangsa tidak terlepas dari aktivitas yang
dilakukan oleh petani itu sendiri. Seperti pengendalian hama secara mekanis yaitu
pengendalian hama secara langsung biasanya pengendalian bersifat manual.
Pengendalian serangga yang dilakukan secara manual hanya dilakukan di sekitar
pinggiran dari lahan tanaman padi saja tidak menjangkau ke bagian tengah,
sehingga diduga serangga hama lebih terpusat di tengah petak tanaman padi dan
mengundang banyak predator serangga.

8

Reduviidae

Gambar 4 Sekema persebaran Reduviidae pada lahan konvensional
maupun lahan organik.
Pada lahan konvensional keberadaan Reduviidae sama halnya pada lahan
organik yaitu sebagain besar berada di tengah dari plot lahan pengamatan. Hal ini
diduga karena serangga hama yang menjadi mangsa dari Reduviidae lebih banyak
terpusat di tengah karena aktifitas dari manusia, dan keberadaan Reduviidae selalu
mengikuti serangga manggsanya.
Kelimpahan Kepik Predator Sycanus sp. dan Scipinia sp.
Populasi Sycanus sp. dan Scipinia sp. pada lahan konvensional dan organik
yang diamati menunjukan perbedaan, jumlah Sycanus sp. dari kedua tipe lahan
pengamatan sebanyak 48 ekor dan jumlah Scipinia sp. sebanyak 24 ekor.
Kelimpahan kepik Reduviidae pada lahan konvensional didominasi oleh Sycanus
sp, kepik tersebut lebih banyak dibandingkan dengan kepik Scipinia sp. Dapat
dilihat pada gambar 5 (a) Populasi tertinggi kepik Sycanus sp. yaitu pada
pengamatan minggu ke 9-11 sebanyak 3 ekor. Populasi tertinggi Scipinia sp. yaitu
pada pengamatan ke 10 sebanyak 3 ekor. Pada lahan organik Reduviidae yang
paling banyak ditemukan tidak berbeda dengan lahan konvensional yaitu Sycanus
sp. populasi tertinggi pada minggu ke 9 dan 11 sebanyak 5 ekor, dan Scipinia sp.
paling banyak ditemukan pada minggu 9-10 yaitu sebanyak 3 ekor (Gambar 5b).
Secara umum terlihat bahwa kelimpahan Sycanus sp. dan Scipinia sp. di
pertanaman padi organik lebih melimpah, hal ini disebabkan cara pengelolaan
sawah yang berbeda antara lahan konvensional dan organik sehingga
mempengaruhi populasi Reduviidae. Menurut Aminatun (2012) sawah yang
menggunakan sistem budidaya secara organik akan berpengaruh terhadap
kenaikan keanekaragaman serangga, ekosistem yang kompleks akan mendukung
serangga untuk hidup dan berkembang biak. Namun berbeda halnya pada lahan
konvensional, jumlah Reduviidae yang di temukan lebih sedikit, menurut Jhonson
dan Tabashnik (1999) pestisida yang berspektrum luas dapat membunuh semua
jenis serangga, baik itu hama atau predator hama. Musuh alami yang terhindar dan
bertahan terhadap penyemprotan pestisida sering kali mati atau bermigrasi untuk
mempertahankan hidup, hal ini disebabkan jumlah mangsa untuk sementara waktu
sedikit.

9

6
Jumlah populasi

5
4

A Sycanus sp

3

Scipinia sp

2
1
0
1

2

3

4

5

6 7 8
Minggu ke

9 10 11 12

6

B

jumnlah populasi

5
4

Sycanus sp

3

Scipinia sp

2
1
0
1

2

3

4

5 6 7 8
Minggu ke-

9 10 11 12

Gambar 5 Populasi reduviidae pada pertanaman padi (A) lahan konvensional dan
(B) lahan organik di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor
Berdasarkan keadaan tanaman pada lahan konvensional maupun organik,
Reduviidae paling banyak ditemukan pada fase generatif dibandingkan vegetatif.
Hal ini dapat terjadi kemungkinan besar karena semakin banyaknya mangsa yang
tersedia dan bertambahnya bagian-bagian tanaman yang dapat menopang
kehidupan serangga. Keadaan ini juga diakibatkan karena perubahan kualitas
sumber daya yang lebih sesuai untuk tempat berlindung, makan, dan berkembang
biak mangsa (Purnama 2006).
Sycanus sp. lebih dominan dibandingkan Scipinia sp. diduga karena ada
kaitannya dengan persaingan antar predator, baik predator dari jenis Reduviidae
maupun dengan jenis predator lain. Dilihat dari ukuran tubuh Sycanus sp.
memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding Scipinia sp. Menurut Sajitta
(2006) apabila pada komoditas padi ditemukan Sycanus sp. maka populasi
Scipinia sp. dan Rhinocoris sp. akan lebih sedikit.
Pengamatan Aktivitas Reduviidae
Reduviidae yang di temukan umumnya berada di tajuk tanaman padi, hal ini
diduga Reduviidae tersebut sedang mengamati mangsa atau mencari makan.
Reduviidae yang ditemukan sedang memangsa sering terlihat memangsa
Leptocoriza oryzae, Cnaphalocrosis medinalis, dan Nezara viridula. Aktivitas

10

Sycanus sp dan Scipinia sp. pada dua lahan pengamatan lebih tinggi terlihat di
pagi hari (Tabel 3). Aktivitas sore hari lebih tinggi dari pada siang hari.
Tabel 3 Frekuensi Reduviidae yang temukan di lahan konvensinal dan organik
Jumlah reduviidae pada masing-masing teknik budi daya
(individu)
Waktu pengamatan
Konvensional
Organik
Pagi 06.30-10.00

14

22

Siang 11.30-13.30

3

8

Sore 15.30-17.00

11

14

Frekuensi penemuan Reduviidae terbanyak terdapat pada pagi hari
menjelang siang hari, kemungkinan besar menyesuaikan diri dengan aktivitas
mangsanya. Serangga herbivor umumnya melakukan aktivitas mencari makan
pada pagi hari (Purnama 2006). Penemuan paling sedikit yaitu pada siang hari hal
ini ada kaitannya dengan cahaya matahari yang semakin panas sehingga
Reduviidae cenderung menghindari cahaya matahari. Pada saat ditemukan
Reduviidae pada waktu tersebut umumnya berada di bagian bawah tanaman padi.
Pada sore hari frekuensi penemuan Reduviidae kembali meningkat namun tidak
sebanyak penemuan pada pagi hari, hal ini diduga karena Reduviidae kembali
mencari mangsa, namun Reduviidae yang ditemukan lebih banyak di bagian
tengah dari tanaman padi karena mangsa lebih banyak pada bagian daun dari
tanaman tersebut, Reduviidae tidak banyak ditemukan pada bagian tajuk tanaman
padi karena aktifitas berjemur hanya terjadi pada saat pagi. Menurut Sopian
(2006) frekuensi penampakan suatu serangga di setiap lokasi sangat di pengaruhi
oleh kondisi habitat, sinar matahari, suhu, kelembaban, dan waktu pengamatan.
Nisbah kelamin Sycanus sp. dan Scipinia sp.
Sycanus sp. dan Scipinia sp. jantan dan betina dapat dibedakan dari ujung
abdomen. Pada imago jantan ujung abdomen terlihat seperti terpotong, dan pada
imago betina ujung abdomen meruncing (Cahyadi 2004). Hasil pengamatan
nisbah kelamin (Gambar 6) kedua spesies menunjukkan bahwa imago betina lebih
banyak ditemukan daripada jantan. Populasi Reduviidae yang ditemukan
umumnya memiliki umur yang seragam yaitu pada fase imago, hal ini dapat
terjadi karena beberapa hal seperti siklus hidup organisme yang hanya satu atau
dua kali dalam satu tahun dan ketersediaan makanan. Menurut Oka (1995),
ketersediaan makanan, siklus iklim tahunan, dan siklus hidup serangga dapat
menentukan keseragaman umur suatu populasi serangga, misalnya ketersediaan
makanan di suatu ekosistem sawah hanya sedikit maka serangga predator akan
menyesuaikan siklus hidupnya dalam suatu habitat tersebut.

11

Jumlah Reduviidae

30
25
20
15

betina

10

jantan

5
0
konvensional

organik

Tipe lahan pengamatan

Gambar 6 Nisbah kelamin Reduviidae yang di temukan pada lahan
konvensional dan organik
Struktur umur suatu serangga dapat merefleksikan fase pertumbuhan suatu
populasi, populasi yang meningkat jumlahnya mempunyai struktur umur yang
didominasi oleh individu yang berumur muda, sedangkan populasi yang sudah
lama dan tidak meningkat lagi jumlahnya, pada umumnya tersusun oleh imago
pada masa reproduksi (Oka 1995). Hal ini dapat dilihat pada gambar 5 pada saat
minggu ke 8 sampai minggu ke 12 populasi Reduviidae berada pada masa
reproduksi.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN
Populasi Reduviidae pada ekosistem sawah organik lebih banyak
dibandingkan pada sawah konvensional. Reduviidae yang di temukan pada kedua
lahan pengamatan adalah Sycanus sp dan Scipinia sp. Populasi Sycanus sp lebih
banyak di banding Scipinia sp. Frekuensi penemuan Reduviidae paling banyak
yaitu pada pagi hari, dan penemuan Reduviidae betina lebih mendominasi di
banding jantan.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya saing Reduviidae
dengan predator lain serta perlu diuji lebih lanjut faktor-faktor yang
mempengaruhi kelimpahan Reduviidae.

DAFTAR PUSTAKA

[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2014. Informasi hujan
bulanan [Internet]. [diunduh 2014 Nov 12]. hlm 1-3. Tersedia pada:
http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/default.bmkg.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Tabel produksi bawang daun di Indonesia
[Internet] [diunduh 2015 April 13]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id
/brs/view/id/1122.
Aminatun T. 2012. Pola interaksi serangga gulma pada ekosistem sawah surjan
dan lembaran dalam mendukung pengendalian hayati. [Disertasi].
Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Bellows TYS, FW Fisher. 1999. Biological Control: Principles and Application
of Biological Control. San Diego (US): Academic Press.
Cahyadi AT. 2004. Biologi Sycanus annulicornis (Hemiptera: Reduviidae) pada
tiga jenis mangsa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jhohnson MW, Tabashnik BE. 1999. Enchanced biological control through
pesticide selectivity. Di dalam: Bellows TS, Fisher TW, editor. Handbook of
Biological Control: Principle and Applications of Biological Control. New
York (US): Academic Press.
Kalshoven LGE.1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Laba IW. 1999. Aspek biologi dan potensi beberapa predator hama wereng pada
tanaman padi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 18(2):5662.
Mahr S. 2004 Assasin bugs and ambush bugs. Australian Journal of Entomology.
42(3):294-295.
Oka IN. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.
Yogyakarta (ID). Gadjah Mada University Press.
Purnama. 2006. Persebaran dan dominasi Reduviidae pada agroekosistem padi
dan palawija di wilayah Dramaga Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sajitta T. 2006. Persebaran dan kelimpahan kepik predator Sycanus sp
(Hemiptera: Reduviidae) pada komoditas padi dan wortel di daerah Cianjur,
Garut, Pangalengan, dan Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor.
Seattle W, Hindayana D, Astuti E, Cahyana W, Hakim A. 1996. Managing
tropical rice pests through conservation of generalist natural enemies and
alternative prey. Jurnal Ecology. [internet] [diunduh 2015 Okt 08];
77(7):1975-1988.
Tersedia
pada:
http://
esajournals.org/doi/abs/10.2307/2265694.
Sopian. 2005. Jenis, habitat dan sebaran lalat mata betangkai (Diptera: Diopsidae)
di Bogor. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Untung K, Sosromarsono S. 2000. Keanekaragaman hayati artropoda predator dan
parasit di Indonesia dan pemanfaatannya. Jurnal Inovasi Pertanian.

14

[Internet] [diunduh 2014 Nov 20]; 3(2):33-46. Tersedia pada:
http://Kusumbogo.Staff.Ugm.ac.id/detailarticle.
Suhastio, Asriyanti. 2011. Studi mikrobiologi dan sifat kimia mikroorganisme
local (MOL) yang digunakan pada budidaya padi metode SRI [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
.

LAMPIRAN

17

Lampiran 1 Pengamatan jenis Reduviidae yang ditemukan di lahan konvensional
dan organik di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor.
Minggu Setelah
Tanam
(MST)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Sycanus sp.
0
0
0
0
0
2
2
2
3
3
3
2

Scipinia sp.
0
0
0
0
0
1
2
2
1
3
2
0

Sycanus sp.
0
0
0
0
3
4
2
4
5
4
5
4

Scipinia sp.
0
0
0
0
0
0
1
2
3
3
2
2

Jumlah

17

11

31

13

Konvensional

Organik

dan organik di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Bogor.

Minggu Setelah Tanam
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jumlah

Konvensional
Sycanus sp.
Scipinia sp.
Jantan
Betina
Jantan
Betina
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
2
0
1
1
0
2
1
1
1
2
0
1
1
2
1
2
1
2
1
1
0
2
0
0
6
11
4
7

Organik
Sycanus sp.
Jantan
Betina
0
0
0
0
0
0
0
0
2
1
1
3
2
0
1
3
1
4
2
2
2
3
1
3
12
19

Scipinia sp.
Jantan
Betina
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
2
2
1
1
2
0
2
1
1
4
9

18

Lampiran 2 Pengamatan nisbah kelamin Sycanus sp. Dan Scipinia sp. Yang ditemukan di lahan konvensional

Lampiran 3 Sebaran frekuensi penemuan Reduviidae pada plot lahan pengamatan konvensional dan organik di Desa Situ Gede,
Kecamatan Bogor Barat, Bogor.
Konvensional
Minggu Setelah Tanam

Sycanus sp.

Organik

Scipinia sp.

Sycanus sp.

Scipinia sp.

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

3

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

4

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

5

0

0

0

0

0

0

2

1

0

0

0

0

6

1

1

0

1

0

0

1

1

2

0

0

0

7

0

2

0

0

1

1

0

2

0

0

0

1

8

0

0

2

2

0

0

1

1

2

1

0

1

9

1

1

1

0

1

0

2

3

0

1

1

1

10

2

0

1

1

0

2

1

2

1

1

1

1

11

0

2

1

1

1

0

1

1

3

0

2

0

12

0

1

1

0

0

0

2

1

1

1

1

0
19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut 22 September 1991, sebagai anak pertama dari
dua bersaudara dari keluarga Wono SPd dan Tukirah. Penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Garut, Jawa Barat pada tahun 2010,
dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB
(USMI). Pendidikan mayor penulis adalah Proteksi Tanaman.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi staf divisi seni dan
olahraga di Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) pada tahun 2011, staf Divisi
Kewirausahaan (Kewirus) di Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman
(HIMASITA) pada tahun 2012, staf Divisi Keamanan dalam acara Seri A fakultas
pertanian tahun 2012, staf Divisi Logistik dan Trasportasi dalam acara Masa
Orientasi Pengenalan Departemen (MOPD) Proteksi Tanaman, dan aktif mengisi
berbagai PENSI di Departemen Proteksi Tanaman.