Metode Ekstraksi II TINJAUAN PUSTAKA AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN ALAMANDA (Allamanda cathartica L.) SEBAGAI ANTIJAMUR TERHADAP Candida albicans DAN Pityrosporum ovale SECARA IN VITRO.

digunakan sebagai obat borok dan infeksi kulit lainnya. Menurut Tiwary dkk. 2002, ekstrak daun A. cathartica telah dilaporkan memiliki efek antidermatopik yang kuat. Selain berfungsi sebagai antidermatopik, Yamauchi dkk. 2010, menyebutkan bahwa batang tanaman A. cathartica memiliki fungsi biologis sebagai inhibitor tirosinase. Menurut Ghani 1998, ekstrak akar tanaman alamanda diketahui berfungsi untuk hipotensi, antileukemia, dan juga digunakan sebagai penawar racun untuk gigitan ular.

D. Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah salah satu cara pemisahan komponen-komponen dari suatu sistem campuran, baik yang berupa campuran padatan-padatan, padatan-cairan maupun cairan-cairan. Produk utama yang dikehendaki dari ekstraksi adalah ekstraknya, sedangkan ampas atau residunya merupakan hasil samping Earle, 1983. Ekstraksi dibedakan menjadi dua macam, yaitu ekstraksi kimiawi dan ekstraksi fisis-mekanis. Ekstraksi cara mekanis hanya dapat dilakukan untuk pemisahan komponen dalam sistem campuran padat- cair Suyitno, 1989. Pada ekstraksi padat-cair, komponen yang dipisahkan berasal dari benda padat Earle, 1983. Menurut Harborne 1987, ekstraksi merupakan proses pemisahan dua zat atau lebih dengan menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pemindahan komponen dari padatan ke pelarut pada ekstraksi padat-cair melalui tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan atau ke dinding sel, di dalam dinding sel terjadi pelarutan padatan oleh pelarut, dan tahapan terakhir adalah pemindahan larutan dari pori-pori menjadi larutan ekstrak. Ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan. Menurut Sudarmadji dan Suhardi 1996, tingkat ekstraksi bahan ditentukan oleh ukuran partikel bahan tersebut. Bahan yang diekstrak sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antara bahan dan pelarut sehingga ekstraksi berlangsung dengan baik. Menurut Muchsony 1997, terdapat dua macam ekstraksi padat-cair, yaitu dengan cara sokletasi dan perkolasi dengan atau tanpa pemanasan. Metode lain yang lebih sederhana dalam mengekstrak padatan adalah dengan mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tak terlarut. Menurut Harborne 1987, metode ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri dari maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus terdiri dari sokletasi, arus balik, dan ultrasonik. Metode maserasi digunakan untuk mengekstrak jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat dihindari. Kekurangan dari metode ini adalah waktu yang relatif lama dan membutuhkan banyak pelarut Harborne, 1987. Ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan prinsip kelarutan Harborne, 1987. Prinsip kelarutan adalah like dissolve like, yaitu 1 pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian juga sebaliknya pelarut non-polar akan melarutkan senyawa non-polar, 2 pelarut organik akan melarutkan senyawa organik. Menurut Ansel 1989, prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel dari tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah proses difusi. Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi biasanya berkisar 2-14 hari dilakukan pengadukan atau pengocokan setiap hari. Pengocokan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh permukaan simplisia yang halus. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Menurut Williams 1981, ada dua syarat agar pelarut dapat digunakan di dalam proses ekstraksi, yaitu pelarut tersebut harus merupakan pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi dan pelarut tersebut harus dapat terpisah dengan cepat setelah pengocokan. Dalam pemilihan pelarut yang harus diperhatikan adalah toksisitas, ketersediaan, harga, sifat tidak mudah terbakar, rendahnya suhu kritis, dan tekanan kritis untuk meminimalkan biaya operasi serta reaktivitas. Menurut Harborne 1987, ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimum, baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam contoh uji. Pelarut yang digunakan untuk maserasi daun alamanda, yaitu etanol. Pelarut etanol dipilih berdasarkan penelitian terdahulu oleh Prabhadevi dkk. 2012, yang mana pelarut etanol dapat melarutkan senyawa fitokimia tertentu di dalam daun alamanda dan setelah diuji menggunakan GC-MS ternyata beberapa senyawa di dalamnya diduga merupakan senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antijamur, antikhamir, bahkan spesifik sebagai anticandida. Selain itu etanol, juga dipilih karena menurut Harborne 1987 dan Voight 1994, etanol memiliki sifat yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar, semi polar, dan non-polar serta kemampuannya untuk mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim sehingga dapat terhindar dari proses hidrolisis dan oksidasi. Menurut Ramadhan dan Phaza 2010, etanol merupakan pelarut yang tidak beracun dan berbahaya. Pelarut etanol yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah pelarut etanol pro-analisis karena dinilai memiliki kualitas yang baik. Menurut Christian 1980, pada umumnya kualitas zat kimia dapat dibedakan menjadi 3 tingkat, yaitu: 1. Teknis Zat kimia ini agak kasar, masih mengandung sedikit zat-zat kimia lain yang dianggap mencemari zat asli bahan baku, dan biasanya digunakan untuk percobaan yang tidak memerlukan ketelitian tinggi. Bahan kimia teknis adalah bahan kimia yang tidak memiliki kemurnian setinggi bahan kimia pro-analisis dan biasa dipergunakan dalam proses produksi karena harganya yang relatif jauh lebih murah dari bahan kimia pro-analisis. Bahan kimia teknis dihitung kadar atau konsentrasinya hanya dengan hitungan stokiometri tanpa analisis secara kuantitatif. Bahan kimia teknis, umumnya hanya digunakan sebagai larutan pembersih atau penambah. 2. Purified Zat kimia ini lebih sempurna dari zat kimia teknis dan dapat digunakan untuk beberapa jenis percobaan serta analisis. 3. Extrapure atau pro-analisis p.a. Zat kimia ini sempurna dan dapat atau harus digunakan untuk analisis yang memerlukan ketelitian tinggi. Bahan kimia pro-analisis adalah bahan kimia yang memiliki kemurnian sangat tinggi 99,5 dan biasanya digunakan untuk keperluan laboratorium. Bahan kimia p.a. pro-analisis adalah bahan kimia yang telah dianalisis atau diteliti kadar atau konsentrasinya secara kuantitatif di laboratorium tempat bahan kimia itu diproduksi. Penggunaan bahan kimia p.a. biasanya sebagai reagen, baik itu primer atau sekunder di laboratorium. Pada proses ekstraksi akan diperoleh ekstrak awal crude extract yang mengandung berturut-turut senyawa non-polar, semipolar, dan polar Hostettmann dkk., 1997. Hasil ekstrak yang diperoleh tergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel contoh uji, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, dan perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah contoh uji Shahidi dan Naczk, 1991.

E. Mekanisme Kerja Antijamur

Dokumen yang terkait

Uji aktivitas antijamur ekstrak etanol Rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Terhadap Jamur Candida albicans

3 88 83

AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL DAUN WARU LANDAK (Hibiscus mutabilis) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans SECARA IN VITRO

0 12 17

AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN ALAMANDA (Allamanda cathartica L.) SEBAGAI ANTIJAMUR TERHADAP Candida albicans DAN Pityrosporum ovale SECARA IN VITRO.

0 15 15

SKRIPSI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN ALAMANDA (Allamanda cathartica L.) SEBAGAI ANTIJAMUR TERHADAP Candida albicans DAN Pityrosporum ovale SECARA IN VITRO.

0 4 16

I PENDAHULUAN AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN ALAMANDA (Allamanda cathartica L.) SEBAGAI ANTIJAMUR TERHADAP Candida albicans DAN Pityrosporum ovale SECARA IN VITRO.

3 11 11

V SIMPULAN DAN SARAN AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN ALAMANDA (Allamanda cathartica L.) SEBAGAI ANTIJAMUR TERHADAP Candida albicans DAN Pityrosporum ovale SECARA IN VITRO.

0 22 27

AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL DAUN BENALU CENGKEH (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) TERHADAP Candida albicans DAN Trichophyton rubrum.

0 5 27

Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Rimpang Jahe Merah (Zingiber offinale Rosc.Var.rubrum) Terhadap Candida albicans Secara In Vitro.

3 7 21

Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Katuk (Sauropus androgynus [L.] Merr.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans secara In Vitro.

0 0 11

Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol dan Kloroform Buah Pare (Momordica charantia Linn.) Terhadap Candida albicans Secara In Vitro.

0 0 14