6 Ketiga, power distance. Power distance mengacu pada budaya kekuasaan yang
dianut dan perbedaan ini mempunyai implikasi pada hubungan interpersonal dan komunikasi interpersonalnya. Penggunaan simbol untuk menunjukkan kekuasaan
misalnya pemakaian gelar seperti Dr., Professor atau Inspektur lebih dipentingkan dalam budaya high power distance daripada budaya low power distance Gudykunst dan Kim,
2003:75. Keempat, masculine and feminine cultures. Pada budaya maskulin, laki-laki
dipandang sebagai individu yang tegas, ambisius, kompetitif dan berorientasi pada materi dan kuat. Konflik dilakukan secara langsung dan penyelesaiannya win – lose strategies.
Budaya feminin, perempuan dipandang sebagai individu sederhana, rendah hati, memfokuskan pada kualitas hidup, lembut serta membentuk hubungan interpersonal yang
dekat. Konflik diselesaikan dengan win-win solutions. Kelima, time orientations. Edward T Hall membedakan konsep waktu 1
monokronik atau displaced time orientation mempersepsi waktu sebagai sesuatu yang nyata. Penganutnya menghargai waktu, tepat waktu, dan membagi -bagi serta menepati
jadwal waktu secara ketat 2 polikronik atau diffused time orientation memandang waktu sebagai putaran atau circle. Mereka cenderung mementing-kan kegiatan-kegiatan yang
terjadi dalam waktu Gudykunst dan Kim, 2003:83.
2. Kepuasan Komunikasi
Kepuasan menggambarkan suatu konsep individu dan konsep mikro, serta evaluasi atas suatu keadaan internal afektif. Disamping itu kepuasan juga menggambarkan reaksi
afektif individu atas hasil-hasil yang diinginkan yang berasal dari komunikasi yang terjadi dalam organisasi.
Secara keseluruhan, kepuasan berhubungan dengan perbedaan antara apa yang orang inginkan dari sudut pandang komunikasi dalam organisasi dan apa yang orang miliki dalam
kaitan tersebut. Kepuasan hampir tidak berhubungan dengan keefektifan pengungkapan pesan, tetapi bila pengalaman berkomunikasi memenuhi keinginan seseorang, biasanya hal
itu dipandang sebagai memuaskan.
3. Pelanggaran Harapan
Teori tentang pelanggaran harapan ini bertolak belakang dari keyakinan bahwa seseorang memiliki harapan-harapan tertentu tentang bagaimana orang lain bagaimana
sepatutnya berperilaku atau bertindak ketika berinteraksi Venus, 2003:302. Teori pelanggaran harapan ini dikenalkan oleh Jude Burggon yang mengembangkan mengenai
komunikasi nonverbal dan pengaruhnya terhadap pesan dalam percakapan. Burgoon pada
7 awalnya menamakan teorinya dengan nama teori pelanggaran harapan non verbal nonverbal
expectancy violitions theory namun kemudian ia menghilangkan kata ‘non verbal’ karena dalam perkembangannya kemudian teori ini juga memberikan perhatian pada hal-hal diluar
komunikasi nonverbal Morrisan, 2010:125. Sejak awal sekitar akhir tahun 1970-an expectancy violitions theory atau EVT telah
menjadi teori berpengaruh untuk mempelajari pengaruh komunikasi nonverbal terhadap perilaku. Dalam penelitiannya, Burgoon mencermati cara-cara manusia memberikan
tanggapan dalam hal harapan mereka tidak terpenuhi atau dilanggar. Harapan terhadap perilaku organ lain itu mencakup perilaku nonverbalnya antara lain kontak mata, jarak tubuh
dan sudut tubuh body angle para komunikator. Pengamatan Burgoon menghasilkan teori EVT yang antara lain menjelaskan bahwa setiap orang memiliki harapan mengenai perilaku
orang lain berdasarkan Morrisan, 2010:126: a.
Norma-norma sosial; b.
Pengalaman sebelumnya dengan orang itu, dan c.
Situasi di mana perilaku itu terjadi. Selanjutnya Burgoon 1978 dalam Morrisan, 2010:126 menyatakan bahwa petunjuk
nonverbal merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari penciptaan produksi pesan dan proses intepretasi. Burgoon menjelaskan bahwa ketika perilaku seseorang
memenuhi harapan, maka orang tersebut cenderung tidak memperhatikan perilakunya dan karenanya orang tersebut tidak memberikan penilaian, namun jika terjadi pelanggaran maka
orang tersebut merasa terganggu dan membuat orang tersebut akan memperhatikan dan memberikan penilaian terhadap perilaku orang lain tersebut.
Morrisan, 2010:126 menyebutkan bahwa hal yang menarik dalam pelanggaran harapan dalam komunikasi antar individu dapat menyebabkan orang yang menerima pelanggaran
menjadi teralih perhatiannya sehingga menciptakan ketegangan dan gairah aroused, baik secara negatif maupun positif. Hal tersebut diilustrasikan sebagai berikut:
“Jika seseorang berdiri terlaku dekat kepada Anda atau terlalu jauh, atau jika kontak mata yang diberikan orang kepada Anda terlalu berlebih menatap Anda lama-lama,
singkatnya jika orang lain melanggar harapan Anda karena perilaku mereka yang tidak biasa, maka hal itu akan menarik perhatian sekaligus menimbulkan perasaaan yang
berbeda pada diri Anda. Rasa gairah yang timbul tidak selalu berarti negatif, dalam kasus tertentu bahkan menyenangkan, khususnya jika orang lain itu tampaknya
menyukai Anda dan Anda juga menyukainya”. Pada intinya Burgoon berupaya untuk memadukan bentuk komunikasi nonverbal yaitu
ruang personal personal space dan harapan orang terhadap jarak percakapan personal
8 distance. Dengan demikian ruang pribadi menjadi inti konsep teori EVT ini, dan studi
terhadap pelanggaran ruang tersebut menjadi ciri utamanya Morrisan, 2010:127.
D. Kerangka Konsep