Production of Brachiaria humidicola Suprayed EM 4 (Effective Microorganisms) in Grazing Sheep

(1)

PRODUKSI RUMPUT

Brachiaria humidicola

DENGAN

PEMBERIAN EM 4 (

Effective Microorganisms

), DI

PADANG PENGGEMBALAAN TERNAK DOMBA

L A M A L E S I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Produksi Rumput Tully (Brachiaria humidicola) dengan pemberian EM 4 (Effective Microorganisms) di Padang Penggembalaan Ternak Domba adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2006

La Malesi NRP D051020041


(3)

ABSTRAK

LA MALESI. Produksi Rumput Brachiaria humidicola dengan Pemberian EM 4 (Effective Microorganisms), Di Padang Penggembalaan Ternak Domba. Dibimbing oleh SOEDARMADI H, IGNATIUS KISMONO, dan SRI HARINI.

Padang penggembalaan memiliki berbagai permasalahan, terutama produktivitas dan kualitas rumput rendah serta banyaknya infestasi parasit cacing. Untuk meningkatkan produktivitas padang penggembalaan dan mengurangi infestasi cacing perlu diupayakan berbagai cara, antara lain dengan penggunaan EM 4. EM 4 dapat meningkatkan kandungan khlorofil daun, tingkat fotosintesis tanaman lebih tinggi dan menjadikan tanaman tahan penyakit serta meningkatkan fiksasi nitrogen.

Padang penggembalaan ukuran 80 m x 60 m dibagi menjadi 3 petak besar sebagai petak utama, masing- masing seluas 80 m x 20 = 1600 m2 atau 0.16 ha. Selanjutnya masing- masing petak utama dibagi menjadi 4 petak sebagai anak petak, masing- masing seluas 20 m x 20 m = 400 m2 atau 0.004 ha. Tiap-tiap anak petak dibagi menjadi 4 petak rotasi pengembalaan dengan luas 10 m x 10 m = 100 m2 atau 0.01 ha, sehingga totalnya 3 x 4 x 4 = 48 petak rotasi penggembalaan. Setiap anak petak dipagari dengan kawat harmonika yang dapat dipasang atau dilepas. Penggembalaan diatur dengan sistem penggembalaan bergilir dengan masa tinggal (stay period) selama 7 hari dan domba tetap berada di lapangan selama 7 x 24 jam, dengan masa istirahat (rest period) 21 hari. Dengan demikian diperlukan 4 petak rotasi (21/7 + 1).

Rataan produksi rumput Tully (Brachiaria humidicola) pada awal musim hujan (404.58 g/m2/panen) nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding akhir musim hujan (382.42 g/m2/panen) dan musim kemarau (369.38 g/m2/panen). Rataan produksi rumput Tully pada tekanan penggembalan 2 ekor domba (453.25 g/m2/panen) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding tekanan penggembalaan 4 ekor domba (362.29 g/m2/panen) dan tekanan penggembalaan 6 ekor domba (332.50 g/m2/panen). Rataan produksi rumput nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian EM 4. Rataan pertambahan bobot hidup domba pada akhir musim hujan (83.83 g/ekor/hari) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding musim kemarau 70.90 g/ekor/hari) dan awal musim hujan (-178.06 g/ekor/minggu). Rataan jumlah telur nematoda pada akhir musim hujan (126.58 ttgt/minggu) dan musim kemarau (122.83 ttgt/minggu) sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan awal musim hujan (303.58 ttgt/minggu). rataan jumlah infestasi telur nematoda pada perlakuan penambahan EM 4 sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol (M0 231.44).

Rataan produksi rumput dengan tekanan penggembalaan 2 ekor domba dan penambahan EM 4 pada awal musim hujan nyata lebih tinggi dari pada musim kemarau dan akhir musim hujan. Pertambahan bobot hidup domba dan rataan infestasi cacing pada akhir musim hujan sangat nyata lebih tinggi dibanding musim kemarau dan awal musim hujan. Penambahan EM 4 (10, 20, 30 ml/l air), rataan jumlah telur nematoda sangat nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanpa EM 4. Sedangkan penggunaan EM 4 pada konsentrasi 10 ml/l air merupakan terbaik untuk digunakan pada penggembalaan dengan pertimbangan ekonomis.


(4)

ABSTRACT

LA MALESI. Production of Brachiaria humidicola Suprayed EM 4 (Effective Microorganisms) in Grazing Sheep. Under the direction of SOEDARMADI H, IGNATIUS KISMONO and SRI HARINI.

The main problems of tropical pasture for grazing animals is low production and quality of herbage, and high infestation of nematode. One of various methods to improve herbage productivity and quality, and to minimize harmful effects due to parasites infestation was introduced the Effective Microorganism (EM 4) in to the pasture. This experiment has been conducted in June 2004 - February 2005 at Jonggol Animal Science Teaching and Research Unit (JASTRU) Bogor, West Java. Forty eight female sheep that herded rotationally on Brachiaria humidicola pasture. The purpose of the experiment was to study the effect of EM 4 to grass production and consumption, sheep body weight gain and nematode eggs number. This experiment arranged in split plot design replicated in time consisted of 2 factors. The stocking rates was the main plot consisted of three levels: 2 sheep, 4 sheep, and 6 sheep/paddock. The EM 4 concentrations as the sub plot consisted of four levels: 0 ml (without EM 4), 10 ml, 20 ml and 30 ml EM 4 / l water. The results were 1) The dry matter production of Brachiaria humidicola subjected to 2 sheep/paddock is significantly (P<0.05) higher than 4 and 6 sheep/paddock, as well as the use of 10; 20; 30 ml EM 4/l water compared to “without EM 4” treatment. 2) The higher stocking rate linearly decreased the body weight gain of sheep. 3) The highest number of nematode eggs significantly occurred in the beginning of rainy season and in the grazing area untreated with EM 4.

Key words: Grazing, Effective Microorganisms, Stocking Rate, Brachiaria humidicola, Nematodes.


(5)

© Hak cipta milik La Malesi, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya


(6)

PRODUKSI RUMPUT

Brachiaria humidicola

DENGAN

PEMBERIAN EM 4 (

Effective Microorganisms

), DI

PADANG PENGGEMBALAAN TERNAK DOMBA

L A M A L E S I

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(7)

Judul Tesis : Produksi Rumput Brachiaria humidicola dengan Pemberian EM 4 (Effective Microorganisms) di Padang Penggembalaan Ternak Domba

Nama : La Malesi

NRP : D051020041

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Soedarmadi H, M.Sc. Ketua

Ir. Ign. Kismono, M.S Ir. Sri Harini, M.S Anggota Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MSc


(8)

PRAKATA

Syukur alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, ole h karena atas limpahan rahmat, hidayah dan karuniah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni 2004 – Januari 2005 adalah Produksi Rumput Brachiaria humidicola dengan Pemberian EM 4 (Effective Microorganisms) di Padang Penggembalaan Ternak Domba.

Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1) Bapak Prof. Dr. Ir. Soedarmadi H, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Ir. Ign. Kismono, M.S dan Ibu Ir. Sri Harini, M.S. sebagai pembimbing anggota, yang telah banyak memberikan arahan dan saran dari awal penelitian hingga tersusunnya tesis ini. 2) Bapak Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Rektor Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kendari, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2 di Institut Pertanian Bogor. 3) Para pengurus dan Karyawan UP3J yang telah banyak membantu dalam penelitian. 4) Ayah, Ibu serta seluruh keluarga. Istri tersayang Ratni Kartini dan buah hati tercinta Jilan Nisrina Firisi, atas dorongan moril dan bantuan materil yang diberikan selama menjalani pendidikan .

Semoga tesis ini dapat bermanfaat. Amin…

Bogor, Juni 2006


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Labaluba, Kabupaten Muna, Kendari pada tangga l 06 Agustus 1974 dari Ayah La Duka, A.Md dan Ibu Wa Maliande. Penulis merupakan putra keenam dari delapan bersaudara.

Tahun 1994 lulus dari SMA Negeri Kabawo dan pada tahun yang sama lulus PMDK (Tanpa Tes) masuk Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis memilih Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan.

Tahun 2000 terdaftar sebagai dosen tetap Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kendari dan sebagai sekertaris Jurusan Produksi Ternak. Tahun 2001 sebagai dosen Honor Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...vi

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ...1

Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...2

Hipotesis ...2

TINJAUAN PUSTAKA Padang Penggembalaan...3

Sistem Padang Pengge mbalaan...5

Manfaat Effective mikroorganisms 4 (EM-4)...8

Infestasi Nematoda dan Pengaruh Penggembalaan... 10

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu penelitian ... 13

Alat dan Bahan... 13

Metode Penelitian... 13

Rancangan Percobaan ... 16

Parameter Yang Diukur ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Padang Penggembalaan Sebelum Penelitian...21

Kondisi Padang Penggembalaan Setelah Penelitian ...23

Produksi Brachiaria humidicola...24

Konsumsi Rumput...30

Pertambahahan Bobot Hidup Domba...33

Jumlah Infestasi Telur Nematoda...36

Kandungan Protein dan Serat Kasar Brachiaria humidicola...40

KESIMPULAN DAN SARAN ...42

DAFTAR PUSTAKA ...43 LAMPIRAN ...


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Analisis Tanah Padang Penggembalaan UP3J sebelum Penelitian ... 22 2. Analisis Tanah Padang Penggembalaan UP3J setelah Penelitian ... ... 24 3. Rataan ProduksiBrachiaria humidicola pada Tingkat

Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda... 25 4. Rataan Konsumsi Rumput pada Tingkat

Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda... 31 5. Rataan Pertambahan Bobot Hidup Domba pada Tingkat

Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda... 34 6. Rataan Jumlah Telur Nematoda Ternak Domba Tiap Gram Tinja

pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan

yang Berbeda... ... 37 7. Rataan Kandungan Protein Kasar Brachiaria humidicola pada Tingkat

Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda... 40 8. Rata-rata Kandungan Serat Kasar Brachiaria humidicola pada Tingkat


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Denah Penempatan Domba Penelitian di Lapangan ... 15 2. Grafik Hubungan Antara Rataan Produksi

Brachiaria humidicola dengan Musim yang Berbeda... ... 29 3. Grafik Hubungan Rataan Produksi Rumput Tully dengan Tekanan

Penggembalaan Berbeda... 29 4. Grafik Hubungan Antara Rataan Produksi

Brachiaria humidicola dengan Tekanan Penggembalan (TP)

dan Penambahan EM 4 yang Berbeda... ... 30 5. Grafik Hubungan Antara Rataan Pertambahan Bobot Hidup

Domba dengan Musim yang Berbeda... 35 6. Grafik Hubungan Antara Rataan Jumlah Infestasi Telur Nematoda

Parasit pada Feses Domba dengan Musim yang Berbeda... 35 7. Grafik Hubungan Antara Rataan Jumlah Infestasi Telur Nematoda

Parasit pada Feses Domba dengan Penambahan Konsentrasi EM 4


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Analisis Tanah Padang Penggembalaan Sebelum Penelitian...44

2. Analisis Tanah Padang Penggembalaan Setelah Penelitian ...45

3. Rataan Curah Hujan dan Hari Hujan di Lokasi Penelitian...46

4. Curah Hujan Selama Penelitian...46

5. Pengamatan Visual Keadaan Rumput Sebelum Penelitian...47

6. Pengamatan Visual Keadaan Rumput Setelah Penelitian ...47

7. Anova Produksi Rumput Brachiaria humidicola...48

8. Anova Konsumsi Rumput ...49

9. Anova Pertambahan Bobot Badan Domba...50


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padang penggembalaan merupakan suatu wilayah yang luas yang ditumbuhi oleh rumput alami atau rumput unggul yang dibudidayakan dan digembalai ternak. Secara alami pada umumnya merupakan vegetasi klimak di wilayah dengan curah hujan tahunan rendah dan musim kemarau yang panjang. Padang penggembalaan daerah tropis yang aktif digembalai khususnya di Indonesia memiliki berbagai permasalahan. Masalah yang paling utama adalah

produksi rumput yang rendah dan banyaknya infestasi parasit cacing. Produktivitas dan kualitas padang penggembalaan umumnya sangat rendah dan fluktuatif tergantung pada musim. Pada musim kemarau kualitas dan

kuantitas rumput akan menurun sedangkan pada musim hujan kualitas dan kuantitas rumput akan meningkat. Apabila pada musim kemarau penanganan

ternak dan padang penggembalaan dilakukan dengan baik, maka masalah kekurangan rumput sepanjang musim kemarau dapat diperkecil.

Padang penggembalaan yang telah terinfestasi parasit cacing dapat menimbulkan masalah, terutama yang berkaitan dengan produktivitas dan reproduksi domba. Bila tidak diatasi dapat menimbulkan kerugian dalam jangka

panjang.

Cacing yang biasa menganggu kesehatan domba adalah dari kelas Nematoda, dan jenis yang paling berbahaya adalah cacing tambang (Haemonchus

contortus) yang tinggal dalam abomasum domba dan hidup sebagai penghisap darah.

Untuk meningkatkan produktivitas padang penggembalaan dan mengurangi infestasi cacing perlu diupayakan berbagai cara, antara lain dengan

penggunaan EM 4 (Effective Microorganisms).

EM 4 merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat, misalnya bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes

dan jamur fermentasi, yang dapat hidup secara bersama dalam kultur campuran dan secara fisiologi dapat bergabung satu dengan yang lain. EM 4 dapat


(15)

meningkatkan kandungan klorofil daun dan tingkat fotosintesis tanaman yang lebih tinggi. Inokulasi EM 4 juga dapat menjadikan jenis tanaman tahan penyakit,

dan meningkatkan fiksasi nit rogen.

Pemanfaatan EM 4 dengan tujuan untuk mengatasi infestasi parasit cacing, dan meningkatkan kesuburan tanah, serta meningkatkan produktivitas padang penggembalaan di Indonesia belum banyak dipelajari. Untuk melihat manfaat EM 4 dalam pengelolaan padang penggembalaan perlu adanya suatu penelitian terhadap penggunaan EM 4 pada padang penggembalaan yang aktif digembalai ternak domba.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mempelajari pengaruh berbagai tingkat tekanan penggembalaan dan berbagai tingkat konsentrasi EM 4 terhadap produksi bobot bahan kering rumput dan konsumsi rumput Tully (Brachiaria humidicola), pertambahan bobot badan ternak domba, dan tingkat infestasi cacing. 2) Mengetahui berapa konsentrasi EM 4 optimum yang dapat digunakan untuk padang penggembalaan.

Kegunaan penelitian adalah 1) Merekomendasikan tingkat konsentrasi EM 4 yang tepat dan dapat digunakan dalam peningkatan produksi rumput dan pertambahan bobot hidup ternak domba, 2) sebagai bahan informasi dan bahan acuan dalam pengembangan ternak domba di padang penggembalaan.

Hipotesis

Penambahan EM 4 akan meningkatkan produksi rumput Tully, meningkatkan bobot badan ternak domba dan menurunkan tingkat infestasi cacing pada tekanan penggembalaan dan mus im yang berbeda.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Padang Penggembalaan

Masalah utama pengelolaan dan pemanfaatan padang penggembalaan adalah produktifitas yang rendah, berkembangnya gulma, kesuburan tanah rendah, kandungan pospor, kalium, kalsium dan magnesium sangat rendah (Anonim 2005). Richard dan Barczewski (1998) menyatakan bahwa unsur fosfor dan kalium diperlukan tanaman untuk merangsang perkembangan sistem perakaran supaya kuat dan sehat.

Padang rumput merupakan lahan yang paling ekonomis dalam menyediakan makanan ternak ruminansia. Sekitar 50% dapat mengurangi biaya pakan dengan mengatur padang rumput pada musim penggembalaan. Rotasi penggembalaan harus diperpanjang agar rumput dapat tumbuh kembali (Anonim 2005). Padang rumput yang produktif menghasilkan produksi ternak yang tinggi, pencapaian produksi ternak yang tinggi tersebut diperoleh melalui suatu perencanaan dan manajemen yang baik.

Setiana dan Abdullah (1993) menyatakan bahwa dilihat dari cara proses introduksinya maka rumput dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu rumput

alami/liar/non budidaya dan rumput budidaya. Ketersediaan rumput alami semakin berkurang dengan meningkatnya persaingan antara lahan untuk pangan,

perumahan, dan industri sehingga memerlukan upaya pengelolaan rumput alam, ini agar tetap lestari dan bernilai ekonomis.

Tingkat produktivitas dan kualitas hijauan makanan ternak, baik yang digunakan sebagai hijauan potongan maupun padang penggembalaan sangat ditentukan oleh faktor tatalaksana. Aspek-aspek tatalaksana meliput i pengolahan tanah, pemupukan, pengendalian pemotongan dan penggembalaan, pemeliharaan dan tekanan penggembalaan (Susetyo 1980).

Pada musim hujan rumput mulai tumbuh dan menghasilkan makanan ternak. Musim kemarau dengan temperatur tinggi dan kelembaman rendah dapat mengurangi produksi rumput (Anonim 2005). Selanjutnya dinyatakan bahwa domba dapat merenggut rumput dengan mudah setinggi antara 5 – 160 cm dari


(17)

permukaan tanah. Domba sangat sulit merenggut rumput dengan tinggi melebihi 120 cm sehingga konsumsi akan menurun dan kebutuhan akan nutirisi tidak terpenuhi karena perenggutan tidak efisien sepanjang hari.

Manajemen padang penggembalaan yang baik akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi rumput lebih tinggi, kualitas rumput lebih baik, dan produksi ternak lebih tinggi. Sedangkan pengaturan penggembalaan dapat menjamin pelestarian kondisi padang rumput (Manske 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa kunci untuk meningkatkan kesehatan ekosistem padang rumput adalah menerapkan pengaturan penggembalaan dengan memenuhi kebutuhan biologi dari tumbuhan dan mengatur periode sistem penggembalaan agar pertumbuhan rumput terus terjaga sehingga tercapai proses yang menguntungkan bagi tanaman rumput dan ekosistemnya.

Sistem Padang Penggembalaan

Sistem padang penggembalaan dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu, penggembalaan kontinyu dan penggembalaan bergilir. Penggembalaan kontinyu membiarkan domba merumput sendiri pada suatu padang rumput yang telah ditetapkan sepanjang musim penggembalaan. Penggembalaan bergilir melibatkan campur tangan manusia, lahan penggembalaan dibagi menjadi petak-petak rotasi (Umberger 2001). Selanjutnya dinyatakan bahwa salah satu keuntungan penggembalaan bergilir adalah ternak dapat diatur untuk mencegah ternak agar tidak melakukan renggut pilih (selective grazing) supaya pertumbuhan kembali rumput dapat terjamin.

Manske (2003) menyatakan bahwa pengaturan waktu penggembalaan dengan baik dapat meningkatkan hubungan menguntungkan antara organisme rhizospher tanah dengan akar dari tanaman rumput. Akar Rumput melepaskan senyawa karbon, termasuk gula sederhana kepada organisma rhizospher, dan organisma rhizosphere melepaskan mineral nitrogen kemudian diserap akar tanaman. Tanah padang rumput mempunyai jumlah nitrogen yang melimpah yang berasal dari bahan organik yang tidak tersedia secara langsung untuk digunakan tanaman. Mikroorgamisme tanah mengkonversi bahan organik


(18)

menjadi unsur-unsur tersedia melalui proses pelapukan dan mineralisasi sehingga tanaman dapat menggunakannya.

Saat penggembalaan ternak dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : pertama malam hari (night grazing), ternak akan merumput dengan baik selama 3-4 jam setelah dilepas kemudian dan ternak banyak menghabiskan waktunya untuk tidur, kedua pada siang hari, ternak akan lebih cepat mencari tempat berteduh, dan ketiga ternak digembalakan siang dan malam (Parakkasi 1999). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa over grazing dapat merusak pertumbuhan hijauan, dan lahan penggembalaan akan menjadi padat oleh feses sehingga hijauan tidak palatabel.

Penggembalaan yang baik mulai dilakukan pada saat tanaman masih muda karena rumputnya palatabel, dan bergizi. Produksi padang rumput terbaik diperoleh pada penggembalaan bergilir dimana rumput diistrahatkan tiga minggu untuk pertembuhan kembali setelah penggembalaan (Anonim 2005).

Penggembalaan kontinyu memerlukan sedikit campur tangan manusia, sedangkan penggembalaan bergilir memerlukan manajemen lebih intensif dan dilengkapi dengan sumber air dan pagar yang membatasi setiap pedok. Penggembalaan bergilir harus memperhatikan keseimbangan antara produksi rumput dengan tekanan penggembalaan agar produksi ternak meningkat lebih tinggi. Pada penggembalaan kontinyu ternak domba merumput pada suatu lahan penggembalan, sangat bebas sehingga pemanfaatan rumput tidak maksimal, sedangkan penggembalaan bergilir dapat meningkatkan hasil produksi hijauan makanan ternak (Umberger 2001).

Untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi domba betina atau anak domba yang baru tumbuh diperlukan konsumsi rumput yang cukup dengan kualitas yang sesuai kebutuhan ternak. Rata-Rata konsumsi bahan kering untuk pertumbuhan 1,7 % dari berat badan, untuk masa menyusui 2,0% dari berat badan, dan untuk masa bunting 4.0 % dari berat badan. (Umberger 2001)

Penggembalaan kurang (undergrazing) tanpa pengaturan (Susetyo 1980) akan mengarah pada padang rumput yang botak-botak dengan pertumbuhan rumput yang tidak merata, karena tempat yang pertama akan direnggut ternak adalah rumput yang masih muda, sebab rumput muda yang dihasilkan setelah


(19)

perengutan lebih disukai ternak daripada rumput yang tidak direnggut yang telah tumbuh dan telah menjadi berbatang. Pengembalaan kurang akan menyebabkan terbentuknya padang rumput yang tidak baik dan pertumbuhan belukar.

Manfaat Effective Mikroorganisms (EM 4)

Teknologi penggunaan EM 4 pertama kali dikembangkan oleh profesor Terou Higa guru besar Universitas Ryukyus Jepang sejak tahun 1980. Anggraeni dan Suharti (2000) menyatakan bahwa penerapan teknologi EM 4 di Indonesia di mulai sejak tahun 1990, percobaan pada skala kecil membuktikan bahwa EM 4 dapat meningkatkan produksi tanaman jeruk nipis, padi, sayur-sayuran, anggur

dan beberapa jenis bunga.

Higa dan Wididana (1994), menyatakan bahwa EM 4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan

produksi tanaman dan dapat dimanfaatkan dalam bidang peternakan. EM 4 mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman serta telah diterapkan pada berbaga i jenis tanaman

dan kondisi tanah. EM 4 mampu meningkatkan dan memperbaiki kualitas Produksi tanaman, melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit, meningkatkan klorofil dan fotosintesis serta meningkatkan efisiensi fiksasi N2. Higa (1993) menyatakan bahwa EM 4 merupakan kultur yang mengandung lima

jenis mikroorganisme utama yaitu : bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, Actinomycetes, ragi dan jamur fermentasi yang bekerja secara sinergis.

Bakteri asam laktat merupakan golongan mikroorganisme yang bermanfaat karena sifatnya tidak toksik bagi inang dan mampu menghasilkan senyawa yang dapat membunuh mikroorganisme patogen. Sesuai dengan namanya bakteri asam laktat ini menghasilkan asam laktat sebagai hasil metabolismenya yang sangat bermanfaat dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang merugikan bagi tubuh. Bakteri asam laktat ini juga memproduksi metabolic sekunder seperti asam hidroksi peroksida, diasetil, ammonia, asam lemak, dan bakteriosin yang dapat menjadi penghambat bagi bakteri patogen (Lopez 2000). Produksi bakteriosin dapat menghambat


(20)

perkembangan bakteri patogen (Wiryawan dan Anita 2001). Bakteriosin ini merupakan senyawa protein yang bersifat bakteridal terhadap mikroorganisme (bakteri) yang ditinjau dari segi genetiknya berdekatan dengan mikroorganisme penghasil bakteriosin, sehingga bakteriosin ini akan terdegradasi dalam pencernaan manusia maupun hewan (Wiryawan dan Anita 2001).

Mekanisme kerja bakteri asam laktat yang dikemukakan oleh Lopez (2000), yaitu menekan kemampuan hidup mikroorganisme patogen karena mampu

memproduksi komponen antibakteria seperti hidroksi peroksida dan asam-asam organik seperti asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan tersebut berguna untuk menurunkan pH. Ada beberapa mekanisme kerja yang dilakukan oleh asam laktat sebagain probiotik, yaitu : 1) berkopmetisi dengan mikroorganisme patogen untuk mendapatkan nutrisi dan tempat tinggal, 2). Menjaga keseimbangan ekosistem melalui penjagaan pH lingkungan agar tetap berada dalam kondisi asam, sehingga

perkembangan bakteri patogen terhambat, 3). Menyediakan kebutuhan enzim-enzim yang mampu mencerna serat kasar, protein, lemak dan karbohidrat, 4). Mendektosifikasi zat beracun dalam tubuh, 5). Mampu menstimulasi kekebalan tubuh dengan cara meningkatkan konsentrasi dari antibodi imunoglobulin (Lopez

2000).

Ho dan Kim (2000), menyatakan bahwa EM 4 mengandung tiga zat penggerak pertumbuhan yaitu Indol Acetic Acid (IAA), Asam Absisat (ABA) dan Giberelin (GA). Kandungan hormon pertumbuhan tanaman tersebut berturut-turut 45 x 10-3 ppm, 70 x 10-3 ppm, dan 55 x 10-3 ppm.

Hormon secara umum dapat digolongkan dalam zatpemacu pertumb uhan dan penghambat pertumbuhan, diantaranya auksin atau IAA disintesis dalam bagian ujung-ujung vegetatif. GA disintesis dala m bagian daun-daun muda yang sedang berkembang dan didistribusikan keseluruh tubuh tanaman. Penghambat pertumbuhan yang paling terkenal adalah ABA (Wattimena 1988). Pertambahan tinggi rumput dan ketebalan daun berkurang karena perubahan kualitas cahaya dan pengurangan intensitas cahaya. Rangsangan diterima pada daun-daun dan ruas-ruas yang terbentuk. Hormon terutama sitokinin dapat bertanggung jawab untuk mengatur derajat pengembangan daun (Goldsworthy dan Fisher 1992)


(21)

Infestasi Nematoda dan Pengaruh Penggembalaan

Menurut Morley dan Donald (1977) faktor- faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya derajat infestasi nematoda pada domba adalah 1) kepadatan ternak, 2) waktu reproduksi terutama beranak dan menyapih, 3) lamanya merumput di satu lapangan termasuk penggiliran, 4) pergantian jenis ternak yang merumput atau dengan spesies sama tetapi telah kebal, 5) penggunaan rumput kering sebagai makanan tambahan, 6) beberapa jenis ternak merumput bersama, 7) perbandingan jumlah ternak muda dan tua, dan 8) jenis rumput utama di lapangan.

Periode waktu yang diperlukan untuk berkembang dari telur menjadi larva sangat kecil yaitu 5 hari dan tergantung pada kondisi cuaca. Larva sangat baik berkembang pada kondisi-kondisi hangat, basah. Parasit merupakan suatu masalah utama pada iklim lembab dibanding pada iklim kering. (Whittier, Zajac dan Umberger 2003)

Siklus hidup cacing tambang (Haemonchus contortus) penting diketahui sebagai program pengontrolan di lapangan. Pada domba dewasa, cacing tambang tinggal di aboma sum dan bertelur di dalam jumlah yang sangat besar kemudian dikeluarkan bersama feses. Telur pada feses menetas menjadi larva lalu menempel pada rumput, dan berkembang menjadi larva infektif sebelum mereka mampu untuk menginfeksi domba (Whittier, Zajac dan Umberger 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa setiap kali larva cacing tambang dimakan domba, larva berkembang menjadi dewasa dan mampu bertelur, dan memerlukan waktu sangat spesifik; yaitu sekitar 14 hari. Cacing betina bertelur 5-10 ribu tiap hari, pada kondisi lingkungan yang hangat dan lembab.

Cacing tambang menyebabkan menurunnya konsumsi pakan, absorbsi protein, kalsium dan pospor pada domba. Akibatnya panjang dan besar tulang berkurang, sehingga panjang otot juga berkurang, produksi dan kualitas daging menurun (Arifin 1990). Cacing tambang disamping patogenitasnya tinggi, juga


(22)

memiliki potensi biotik yang tinggi. Di Bogor, yang beriklim tipe A menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, terdapat perbedaan derajat infeksi yang nyata, dimana pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan musim kemarau (Kusumamihardja 1982). Cacing tambang di Indonesia merupakan nematoda kambing dan domba yang dominan, baik dari segi distribusi maupun dari segi patogenitas dan kerugian ekonomi. Kusumamihardja (1992) selanjutnya menguraikan bahwa telur keluar bersama feses domba akan menetas menjadi larva setelah 19 jam. Larva berubah menjadi cacing dewasa yang infektif dalam waktu 4-7 hari.

METODE PENELITIAN

Waktu dan tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2004 – Februari 2005, bertempat di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Bogor, Jawa Barat. Analisa proksimat rumput Tully (Brachiaria humidicola) dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan padang penggembalaan bud idaya rumput Tully seluas 1 hektar, EM 4 (Effective Microorganisms) produksi PT Songgolangit Persada Jakarta, 48 ekor domba betina lokal berumur sekitar 8 - 10 bulan dengan bobot badan 12 - 17 kg (rataan 14.37 ± 2.5 kg).

Perlengkapan lain yang digunakan adalah penakar hujan type observation untuk mengukur curah hujan harian, ember plastik sebagai tempat air minum yang ditempatkan di dekat pagar pada setiap petak padang penggembalaan sebanyak 12


(23)

buah, timbangan untuk menimbang rumput kapasitas 5 kg (skala terkecil 50 g) dan timbangan untuk menimbang ternak domba kapasitas 25 kg (skala terkecil 200 g), dan sabit untuk memotong rumput.

Metode Penelitian

Untuk mengetahui kandungan zat hara dan sifat kimia tanah, atau untuk mengetahui apakah dengan adanya perlakuan penambahan EM 4 pada penelitian ini terjadi perubahan kandungan unsur hara tanah atau sifat kimianya, maka sebelum dan sesudah penelitian dilaksanakan, 2 sampel tanah diambil secara acak pada lahan penggembalaan sebanyak 0.2 kg/sampel kemudian dianalisa.

Padang penggembalaan ukuran 80 m x 60 m dibagi menjadi 3 petak besar sebagai petak utama, masing- masing seluas 80 m x 20 = 1600 m2 atau 0.16 ha. Selanjutnya masing- masing petak utama dibagi menjadi 4 petak sebagai anak petak, masing- masing seluas 20 m x 20 m = 400 m2 atau 0.004 ha. Tiap-tiap anak petak dibagi menjadi 4 petak rotasi pengembalaan dengan luas 10 m x 10 m = 100 m2 atau 0.01 ha, sehingga totalnya 3 x 4 x 4 = 48 petak rotasi penggembalaan. Setiap anak petak dipagari dengan kawat harmonika yang dapat dipasang atau dilepas.

Ternak domba betina sebanyak 48 ekor yang berumur sekitar 8 - 10 bulan dengan bobot badan 12 - 17 kg (rataan 14.37 ± 2.5 kg) dimasukkan dalam setiap petak rotasi penggembalaan setelah ditimbang untuk setiap perlakua n sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan.

Air minum disediakan pada ember plastik yang ditempatkan di pinggir pagar setiap petak yang akan digunakan. Untuk mengambil cuplikan hijauan dipergunakan bingkai kawat berukuran 1 X 1 m, sedangkan untuk pengukuran tinggi vertikal mempergunakan penggaris panjang berukuran 100 cm. Perlengkapan lainnya adalah gunting untuk memotong hijauan.


(24)

Penggembalaan diatur dengan sistem penggembalaan bergilir dengan masa tinggal (stay period) selama 7 hari dan domba tetap berada di lapangan selama 7 x 24 jam, dengan masa istirahat (rest period) rumput (pertumbuhan kembali rumput) 21 hari. Dengan demikian diperlukan 4 petak rotasi (21/7 + 1). Petak rotasi pengembalaan akan digembalai kembali setelah masa istirahat 21 hari. Selang waktu tersebut untuk memberikan kesempatan kepada rumput untuk tumbuh kembali.

Penyemprotan EM 4 produksi PT Songgolangit Persada Jakarta, dilakukan sebelum ternak dimasukkan ke padang penggembalaan dan ketika ternak akan digilir pada petak rotasi penggembalaan kedua dan seterusnya sampai berakhir ulangan pertama (masa penggembalaan bulan Juni dan Juli). Penyemprotan konsentrasi EM 4/l air untuk setiap empat rotasi penggembalaan sebanyak 10 liter dan dilakukan Penyemprotan EM 4 dilakukan sampai rata membasahi daun dan dilakukan pada pukul 17.00 waktu setempat. Setelah ulangan pertama selesai, rumput pada area penelitian dipotong rata setinggi 20 cm di atas permukaan tanah kemudian rumput diistrahatkan selama 30 hari. Ulangan kedua dilakukan setelah rumput istrahat 30 hari, domba ditimbang, dan pengacakan seperti pada ulangan pertama.

Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design) dengan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK). Petak utama dalam penelitian ini adalah tekanan penggembalaan yang semakin meningkat terdiri dari 3 macam perlakuan yaitu : 1. Tekanan penggembalaan dengan jumlah ternak 2 ekor domba/petak rotasi penggembalaan, 2. Tekanan penggembalaan dengan jumlah ternak 4 ekor domba/petak rotasi penggembalaan dan 3. Tekanan penggembalaan dengan jumlah ternak 6 ekor domba/petak rotasi penggembalaan. Sebagai anak petak adalah konsentrasi EM 4 yang terdiri dari 4 taraf yaitu : kontrol [tanpa EM 4 (M0), 10 ml EM 4/l air (M1), 20 ml EM 4/l air (M2), dan 30 ml EM 4/l air (M3)], dengan 3 ulangan dalam waktu yaitu : 1) Akhir musim hujan (bulan Juni dan Juli), 2) musim kemarau (bulan September dan Oktober),


(25)

dan 3) Awal musim hujan (bulan Desember dan Januari). Setiap petak rotasi penggembalaan disemprot EM 4 sebanyak 2.5 liter. Ternak domba dipakai selama 42 hari/ulangan, setelah itu ternak diistrahatkan selama 30 hari kemudian dipakai kembali dan diacak untuk ulangan berikutnya. Kapasitas tampung padang penggembalaan diukur kembali sebelum memasuki ulangan berikutnya.

Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan dan ulangan (musim), serta interaksinya terhadap produksi rumput Tully, konsumsi rumput, pertambahan bobot badan ternak domba dan jumlah infestasi cacing pada ternak domba dilakukan analisa ragam (anova). Selanjutnya jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan serta interaksinya akan dilakukan uji Polyno mial Orthogonal (Steell and Torrie, 1993)

Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Kk + TPi + TKik + Mj + (TM)ij + εijk, : i = 1, 2, 3 ; j = 1, 2, 3, 4 k = 1, 2, 3,

Yijk = Nilai pengamatan akibat pengaruh petak utama (TP) Tekanan Penggembalaan taraf ke- i dan anak petak (M) EM 4 pada taraf ke-j serta ulangan ke-k

µ = Rataan umum K = Ulangan

TPi = Pengaruh petak utama (T) Tekanan Penggembalaan ke- i TKik = Galat petak utama

Mj = Pengaruh anak petak (M) EM 4 ke-j

(TM)ij = Pengaruh interaksi petak utama (T) taraf ke- i dan anak petak (M) taraf ke-j

εijk = Pengaruh galat dari suatu perlakuan ke-ij dengan ulangan ke-k

Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan dan ulangan (musim), serta interaksinya terhadap pertumbuhan, produksi rumput Tully, konsumsi rumput Tully, pertambahan bobot badan ternak domba dan jumlah infestasi cacing pada ternak domba dilakukan analisa menggunakan analisis ragam (anova). Selanjutnya jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan serta interaksinya akan dilakukan uji Polynomial Orthogonal (Steell and Storrie, 1993)


(26)

Parameter yang Diukur

Parameter yang diukur dalam penelitian ini yaitu : 1 ) Produksi bobot kering rumput, 2) konsumsi bahan kering rumput, 3) pertambahan bobot badan domba, 4) infestasi cacing Nematoda, dan 5) Kand ungan protein kasar dan serat kasar rumput Tully.

1. Produksi Tully (Brachiaria humidicola)

Untuk mengetahui produksi rumput dilakukan pemotongan rumput setinggi ± 2 cm di atas permukaan tanah untuk masing- masing perlakuan seluas satu meter persegi/21 hari kemudian rumput dikeringkan dioven pada suhu 105 oC sampai bobot keringnya konstan.

2. Konsumsi Rumput Tully

Pengukuran konsumsi rumput dilakukan dengan metoda kurungan (cage method). Contoh hijauan dipotong seluas 1 m2 sebanyak dua buah cuplikan masing- masing di dalam dan di luar kurung) pada setiap petak rotasi penggembalaan. Contoh pertama diambil pada cuplikan terkurung dan contoh kedua diambil pada rumput yang digembalai. Konsumsi rumput diperhitungkan sebagai selisih antara berat rumput pada cuplikan terkurung dikurangi berat rumput tidak terkurung.

3. Pertambahan Bobot Badan Ternak

Pertambahan bobot hidup domba diukur dengan cara : Ternak domba ditimbang sebelum digembalakan dan setelah akan digilir pada setiap petak rotasi penggembalaan. Ternak domba dik eluarkan dari padang penggembalaan dan ditempatkan di kandang untuk dipuasakan selama 15 jam sebelum ditimbang. Penimbangan terakhir dilakukan setelah selesai penelitian.

4. Infestasi Cacing Parasit;

Untuk menghitung infestasi cacing dalam feses domba digunakan metode Hansen dan Perry (1994). Sampel feses diambil pada semua


(27)

ternak untuk tiap perlakuan sebanyak 10% dari total feses setelah dikompositkan. Telur cacing diambil pada akhir penggembalaan setiap petak (pada hari ke 7 ketika domba akan digilir pada petak selanjutnya). Telur cacing dihitung dengan alat penghitung telur cacing modifikasi dari McMaster, yaitu metode simple McMaster technique, yang terdiri dari empat kamar hitung, masing- masing mempunyai volume 0,15 ml. Cara kerjanya yaitu sampel feses diambil 4 gram, ditaruh dalam mortar, ditambah 56 ml larutan NaCl dan dilumatkan sampai membentuk suspensi feses. Suspensi feses kemudian dipindahkan ke dalam Erlenmeyer berskala melalui saringan teh. Mortar dicuci dengan larutan garam jenuh dan ditungkan lagi melalui saringan yang sama kedalam Erlenmeyer yang sama pula. Selanjutnya suspensi feses diencerkan dengan larutan NaCl hingga menjadi 60 ml. Erlenmeyer dikocok sambil diaduk dengan pengaduk gelas, suspensi feses dipipet ke dalam kamar hitung McMaster pertama. Erlenmeyer dikocok lagi, dipipet kedalam kamar hitung kedua. Setelah dibiarkan 3 menit, telur yang terapung dalam daerah 1.0 mm2 dari tiap kamar dihitung. Total banyaknya telur per gram tinja/feses (Ttgt) :

Ttgt =

5. Kandungan protein dan serat kasar Rumput Tully

Untuk mengetahui kandungan protein dan serat kasar, sampel rumput Tully dipotong tiap perlakuan setinggi 2 cm di atas permukaan tanah pada ulangan terakhir sebanyak 1 kg, rumput dipotong-potong dengan ukuran 2 cm kemudian dikeringkan dan digiling untuk analisa kandungan protein dan serat kasar.

Jumlah telur yang diamati


(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Padang Penggembalaan Sebelum Penelitian

Lahan penelitian selama ini tidak pernah di pupuk sehingga pertumbuhan rumput Tully kurang subur. Keadaan rumput tidak hijau dan kekuningan dengan rataan tinggi rumput 65.25 cm. Produksi bahan segar rumput Tully adalah 3 kg/m2, umur rumput Tully sekitar ± 4 tahun. Bentuk wilayah di padang penggembalaan datar dan vegetasinya padat.

Komposisi botani padang penggembalaan sebelum penggembalaan domba terdiri dari rumput Tully (80%), siratro (Macroptilium atropurpureum)(10%), Mimosa (Mimosa pudica)(5%), Jonga-Jonga (Chromolaena odorata)(2%), dan alang-alang (Imperata cylindrica)(3%).

Curah hujan rataan pertahun (2000-2003) adalah 2.602 mm/tahun dengan 131 hari hujan. Musim hujan dimulai bulan Oktober sampai dengan bulan Mei sedangkan musim kemarau dimulai bulan Juni sampai dengan bulan September. Tipe iklim termasuk tipe C menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson.

Keadaan musim di UP3J pada saat penelitian bulan Juni dan Juli 2004 memasuki akhir musin hujan, dengan rataan curah hujan 60.125 mm, kelembaman 75.435 %, suhu maksimum 31.91 oC, dan suhu minimum 21.27 oC . Pada bulan September dan Oktober 2004 memasuki musim kemarau dengan rataan curah hujan 10.25 mm, kelembaman 70.705 %, suhu maksimum 35.37 oC dan suhu minimum 24.28 oC. Pada bulan Desember dan Januari 2005 memasuki awal musim hujan dengan rataan curah hujan 370.5 mm, kelembaman 82.71 %, suhu maksimum 32.105 oC dan suhu minimum 23.49 oC.

Tekstur tanah adalah liat berdebu. Menurut Hanafiah (2005), tekstur tanah liat berdebu yaitu pasir kurang dari 20%, debu 40% dan liat 60%. Hasil analisis tanah sebelum penelitian menunjukkan bahwa kesuburan tanah termasuk rendah dengan pH 5.25, tergolong asam menurut USDA (1985).

Nisbah C/N yang merupakan indikator tingkat dekomposisi bahan organik tanah sebesar 13.85 tergolong sedang (Hardjowigeno 2003), selanjutnya hasil analisis kapasitas tukar kation (KTK) atau banyaknya kation yang dapat dijerap oleh tanah persatuan berat tanah adalah 7.54 me/100 g (7.54 cmol/kg tanah).


(29)

Kapasitas tukar kation 5-16 me/100g atau 5-16 cmol/kg tanah tergolong rendah (Hardjowigeno 2003). Adapun kejenuhan basa 60.6 % tergolong tinggi, umumnya semakin tinggi kejenuhan basa maka semakin tinggi pH dan tanahnya semakin bersifat alkalis.

Kondisi Umum Padang Penggembalaan Setelah Penelitian Keadaan sifat fisik dan kimia tanah setelah penelitian tidak berbeda dengan sebelum penelitian (Lampiran 2). Tekstur tanah liat berdebu, pH 5.45 tergolong keasaman kuat, nisbah C/N 13.78 tergolong sedang, kapasitas tukar kation (KTK) 6.64 me/100g atau 6.64 cmol/kg tanah tergolong rendah. kejenuhan basa 79.95 % tergolong sangat tinggi.

Tekanan penggembalaan yang berbeda menyebabkan kondisi rumput berbeda pada setiap perlakuan terutama kesuburan tanah maupun pertumbuhan rumput.

Kondisi leguminosa, pada awal penelitian legum sangat sedikit tapi kemudian setelah penelitian kondisi leguminosa terutama siratro dan Mimosa bertambah banyak. Sebelum penelitian legum jenis siratrodan Mimosa telah ada dan tidak nampak karena sering terenggut oleh ternak.

Komponen yang paling tinggi dan dominan adalah rumput Tully. Komponen gulma sangat kecil karena tidak mampu hidup bersaing dengan rumput Tullydan leguminosa.

Produksi Rumput Tully (Brachiaria humidicola)

Hasil pengukuran dan analisis ragam rataan produksi rumput Tully tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukan bahwa rataan produksi rumput Tully pada awal musim hujan (404.58 g/m2/panen) nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding akhir musim hujan (382.42 g/m2/panen) dan musim kemarau (369.38 g/m2/panen). Hal ini disebabkan karena rumput pada musim hujan mendapatkan air yang cukup untuk proses metabolisme dan untuk pertumbuhan. Air sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman karena air sebagai pelarut unsur hara agar mudah diserap oleh tanaman dan sebagai bagian dari sel-sel tanaman terutama pada protoplasma. Tanaman memerlukan air dari tanah dan karbondioksida dari


(30)

udara untuk membentuk karbohidrat dalam proses fotosintesis (Hardjowigeno 2003).

Rataan produksi rumput Tully pada musim kemarau rendah karena hijauan kekurangan air sehingga seluruh proses metabolisme terganggu. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992), tanaman yang kekurangan air akan menyebabkan pengurangan pembukaan stomata, laju fotosintesis dan pertumbuhan terhambat, dan kehilangan air dari daun. Pembukaan stomata dipengaruhi oleh karbondioksida, cahaya, suhu, potensial air daun, kelembaban, angin dan laju fotosintesis. Loveless (1991) menyatakan bahwa air sangat diperlukan sebagian besar tumbuhan untuk pertumbuhan dan proses metabolisme.

Rataan produksi rumput Tully pada tekanan penggembalan 2 ekor domba/petak (453.25 g/m2/panen) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding

tekanan penggembalaan 4 ekor domba/petak (362.29 g/m2/panen) dan tekanan penggembalaan 6 ekor domba/petak (332.50 g/m2/panen). Hal ini disebabkan karena perenggutan domba rendah. Sebaliknya pada tekanan penggembalaan 6 ekor domba/petak rataan produksi bobot kering lebih rendah karena pertumbuhan

rumput Tully terganggu oleh intensitas perenggutan tinggi dan terjadi pemadatan tanah sehingga rumput tidak mampu menghasilkan perakaran sehat (McIlroy

1972).

Rataan produksi rumput Tully lebih tinggi pada penambahan konsentrasi EM 4 karena EM 4 mampu meningkatkan kholorofil daun di padang penggembalaan. Khlorofil daun yang meningkat menyebabkan aktifitas fotosintesis meningkat, sehingga proses metabolisme pertumbuhan rumput berjalan dengan baik (Higa 1993). Aplikasi EM 4 mengakibatkan sebagian besar mikroorganisme menguntungkan pada permukaan daun, misalnya bakteri fotosintesis dapat meningkatkan efisiensi dan meningkatkan fotosintesis tumbuhan (Pati dan Chandra 1981). Menurut O et. al. (2002) pemberian EM 4 pada tanaman padi akan meningkatkan kholorofil dari 100 % menjadi 112% dan produksi dari 4.5 menjadi 5.50 ton/ha.

Faktor lain yang mempengaruhi produksi rumput Tully adalah pengaruh zat pengatur tumbuh atau fitohormon pertumbuhan yang terdapat dalam EM yaitu : auksin (IAA), Giberelin (GA), dan asam absisik (ABA) (Ho dan Kim 2000).


(31)

18 Tabel 1 Rataan Produksi Rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan serta Musim Berbeda.

Ulangan

Bulan Jun-Jul

Bulan Sept-Okt

Bulan Des-Jan

Konsentrasi EM 4 (ml)/l Air TP

Akhir Musim

Hujan

Musim Kemarau

Awal Musim Hujan

Rataan

M0 M1 M2 M3

Total Rataan

... g/m2/panen ... ... g/m2/panen ... TP 2 ekor 389.75ab

476.25a 493.75a c 453.25A 401.67 466.67 447.5 497.17 1813.01 453.25A

TP 4 ekor 386.875b

343.75b 381.25bc 362.29B 312.92 365.8 387.5 382.92 1449.14 362.29B

TP 6 ekor 370.625b

288.125b 338.75bc 332.50B 303.33 326.67 348.33 351.67 1330 332.50B

Total 1147.25 1108.125 1213.75 1148.04 1017.92 1159.14 1183.33 1231.76 121.83 1148.04

Rataan 382.42a

369.38b 404.58a 382.68 339.31b 386.38a 394.44a 410.58a 1530.72 382.68

Keterangan :

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan

MO : Kontrol (tanpa EM 4) M1 : 10 ml EM 4/l air M2 : 20 ml EM 4/l air M3 : 30 ml EM 4/l air


(32)

0 100 200 300 400 500 600

0 10 20 30

Konsentrasi EM 4/l air

Produksi Rumput Tully (g BK)

Gambar 2 Grafik Hubungan Rataan Produksi Rumput Tully dengan

Penambahan Konsentrasi EM 4 pada Tekanan Penggembalaan yang Berbeda.

0 100 200 300 400 500 600

1 3

Tekanan Penggembalaan

Produksi Rumput Tully

(g BK/m2/panen)

Gambar 3 Grafik Interaksi Tekanan Penggembalaan dengan Curah Hujan Berbeda Terhadap Produksi Rumput Tully.

X Y

TP 6 ekor : Y = 307 + 1.67 X, r2 = 92.4% TP 2 ekor : Y = 413 + 2.67 X, r2 = 74.4% TP 4 ekor : Y = 328 + 2.32 X, r2 = 76.5%

Akhir Musim Hujan Awal Musim Hujan Musim Kemarau

TP 6 ekor TP 4 ekor TP 2 ekor

Y

X Akhir Musim Hujan Y = 402 – 4.78; r2 = 86.0%

Awal Musim Hujan Y = 560 – 38.7 x; r2 = 93.6% Musim Kemarau Y = 557 – 47.0 x; r2 = 94.7%


(33)

Konsumsi Bahan Kering Rumput

Tabel 2, menunjukkan bahwa musim, tekanan penggembalaan dan penambahan EM 4 tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap rataan konsumsi rumput Tully yang sangat rendah (361.5 g/ekor/minggu) dibandingkan kebutuhan domba berumur kurang dari setahun dengan berat badan 10 – 18 kg adalah 0.5 kg atau 500 g bahan kering/ekor/hari (NRC, 1985). Hal ini disebabkan karena rumput yang semakin tua dan palatabilitasnya semakin menurun (Parakkasi 1999; Skerman dan Riveros 1990). Menurut Umberger (2001), konsumsi domba meningkat apabila hijauan yang diberikan palatabilitasnya tinggi. Faktor lain adalah kondisi cuaca terutama curah hujan tinggi sehingga kesehatan ternak terganggu dan akibatnya konsumsi rumput menurun. Yusoff, Tapsir dan Zubir (2000) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering domba betina di padang penggembalaan adalah 0.89 kg berat kering/ekor/hari atau 3.82%.

Pertambahan Bobot Hidup Domba

Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot hidup domba pada akhir musim hujan (83.83 g/ekor/minggu) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding musim kemarau (-70.90 g/ekor/minggu) dan awal musim hujan (-178.06 g/ekor/minggu). Rataan penurunan bobot hidup domba berbeda karena domba pada dasarnya di dalam tubuhnya terjadi serangkaian proses fisiologis sebagai pengaruh lingkungan yang senantiasa berubah sesuai dengan waktu dan tempat yakni faktor iklim, makanan atau nutrisi serta manajemen. Dalam hal ini domba sebagai hewan homeostatis akan selalu mempertahankan temperatur tubuhnya pada kisaran yang konstan melalui proses biokimia dan fisiologis sebagai reaksi dari perubahan kondisi lingkungan. Sukarsa (1978) menyatakan bahwa suhu lingkungan agar domba tetap bertahan hidup adalah 38-40oC dengan rataan 39oC. Batas temperatur yang dapat mematikan domba adalah 45oC dengan kelembaban 65 %. Pada temperatur udara 35oC akan mengakibatkan mekanisme heat regulation control tidak akan mampu mempertahankan keseimbangan panas (Melvin 1975). Sebagai usaha dalam pelepasan panas pada temperatur tinggi


(34)

dibanding akhir musim hujan (382.42 g/m2/panen) dan musim kemarau (369.38 g/m2/panen). Hal ini disebabkan karena rumput pada musim hujan mendapatkan air yang cukup untuk proses metabolisme dan untuk

pertumbuhan. Air sangat berguna bagi

pertumbuhan tanaman karena air sebagai pelarut unsur hara agar mudah diserap oleh tanaman dan sebagai bagian dari sel-sel tanaman terutama pada protoplasma. Tanaman memerlukan air dari tanah dan karbondioksida dari udara untuk membentuk karbohidrat dalam proses fotosintesis (Hardjowigeno 2003).

Rataan produksi rumput Tully pada musim kemarau rendah karena hijauan kekurangan air sehingga seluruh proses metabolisme terganggu. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992), tana man yang kekurangan air akan menyebabkan pengurangan pembukaan stomata, laju fotosintesis dan pertumbuhan terhambat, dan kehilangan air dari daun. Pembukaan stomata dipengaruhi oleh karbondioksida, cahaya, suhu, potensial air daun, kelembaban, angin dan laju fotosintesis. Loveless (1991) menyatakan bahwa air sangat diperlukan sebagian besar tumbuhan untuk pertumbuhan dan proses metabolisme.

Rataan produksi rumput Tully pada tekanan penggembalan 2 ekor domba/petak (453.25 g/m2/panen) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding

tekanan penggembalaan 4 ekor domba/petak (362.29 g/m2/panen) dan tekanan penggembalaan 6 ekor domba/petak (332.50 g/m2/panen). Hal ini disebabkan karena perenggutan domba rendah. Sebaliknya pada tekanan penggembalaan 6 ekor domba/petak rataan produksi bobot kering lebih rendah karena pertumbuhan

rumput Tully terganggu oleh intensitas perenggutan tinggi dan terjadi pemadatan tanah sehingga rumput tidak mampu menghasilkan perakaran sehat (McIlroy

1972).

Rataan produksi rumput Tully lebih tinggi pada penambahan konsentrasi EM 4 karena EM 4 mampu meningkatkan kholorofil daun di padang


(35)

penggembalaan. Khlorofil daun yang meningkat menyebabkan aktifitas fotosintesis meningkat, sehingga proses metabolisme pertumbuhan rumput berjalan dengan baik (Higa 1993). Aplikasi EM 4 mengakibatkan sebagian besar mikroorganisme menguntungkan pada permukaan daun, misalnya bakteri fotosintesis dapat meningkatkan efisiensi dan meningkatkan fotosintesis tumbuhan (Pati dan Chandra 1981). Menurut Min et. al. (2002) pemberian EM 4 pada tanaman padi akan meningkatkan kholorofil dari 100 % menjadi 112% dan produksi dari 4.5 menjadi 5.50 ton/ha.

Faktor lain yang mempengaruhi produksi rumput Tully adalah pengaruh zat pengatur tumbuh atau fitohormon pertumbuhan yang terdapat dalam EM yaitu : auksin (IAA), Giberelin (GA), dan asam absisik (ABA) (Ho dan Kim 2000). Selanjutnya dinyatakan bahwa EM juga dapat memperbesar luasan daun dan menambah jumlah klorofil. ABA meningkatkan aktivitas biosintesis khlorofil pada daun jagung rata-rata 8%. Fungsi hormon auksin adalah mendorong pembesaran sel batang, akar dan daun, mengendalikan pengguguran daun serta mendorong pembesaran sel-sel kambiun. Asam absisik berfungsi dalam pengaturan stomata, sedangkan geberilin berfungsi untuk perpanjangan batang, pembelahan sel dan memperbesar luas daun. (Wattimena 1988)

Musim dengan tekanan penggembalaan interaksinya nyata (P<0.05), artinya musim dan tekanan penggembalaan mempengaruhi produksi rumput Tully secara sinergis. Penurunan bobot badan tertinggi terjadi pada musim kemarau dan tekanan penggembalaan 6 ekor. Semakin rendah tekanan penggembalaan, maka penurunan bobot badan domba semakin kecil. Interaksi musim dengan tekanan penggembalaan terhadap produksi rumput Tully terjadi pada awal musim hujan

dan akhir musim hujan dengan tekanan penggembalaan 4 ekor domba. Interaksi tekanan penggembalaan dengan penambahan EM 4 tidak nyata (P>0.05) terhadap rataan produksi rumput Tully. Artinya tekanan pengembalaan dan pena mbahan konsentrasi EM 4 dalam mempengaruhi produksi rumput Tully

tidak bersamaan atau perperan secara terpisah (Steel and Torrie, 1993). Uji polynomial orthogonal menunjukan bahwa hubungan musim dengan rataan produksi rumput rumput Tully meningkat secara linier Y = 372 + 0.088 X; r2= 94.0 %. Hubungan tekanan penggembalaan dengan produksi menurun secara


(36)

23 Tabel 2 Rataan Konsumsi Rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan serta Musim Berbeda.

Ulangan

Bula Jun-Jul

Bulan Sep-Okt

Bulan Des-Jan

Konsentrasi EM 4 (ml)/l Air TP

Akhir Musim

Hujan

Musim Kemarau

Awal Musim Hujan

Rataan

M0 M1 M2 M3

Total Rataan

... g BK/ekor/minggu ... ... g BK/ekor/minggu ...

TP 2 ekor 385.0 378.8 430.0 397.9a 533.3 366.7 305.0 386.7 1591.7 397.9a

TP 4 ekor 217.5 402.5 331.9 317.3a 295.0 285. 357.5 331.7 1269.2 317.3a

TP 6 ekor 414.8 363.3 330.0 369.3a 322.8 619.4 296.1 238.9 1477.2 369.3a

Total 1017.3 1144.6 1091.9 1084.5 1151.1 1271.1 958.6 957.5 4338.1 1084.5

Rataan 339.03a 381.52a 363.96a 361.5 383.70a 423.70a 319.53a 319.08a 1446.03 361.5

Keterangan :

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan

MO : Kontrol (tanpa EM 4) M1 : 10 ml EM 4/l air M2 : 20 ml EM 4/l air M3 : 30 ml EM 4/l air


(37)

24 Tabel 3 Rataan Pertambahan Bobot Hidup Domba pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda.

Ulangan

Bulan Jun-Jul

Bulan Sep-Okt

Bulan Des-Jan

Konsentrasi EM 4 (ml)/l Air TP

Akhir Musim

Hujan

Musim Kemarau

Awal Musim Hujan

Rataan

M0 M1 M2 M3

Total Rataan

... g/ekor/minggu ... ... g/ekor/minggu ...

TP 2 ekor 88.75 20 -146.25 -12.5a 23.34 11.67 -53.34 -31.67 -50 -12.5a

TP 4 ekor 83.13 -126.88 -155 -66.25a -113.33 -90 -35.83 -25.83 -265 -66.25a

TP 6 ekor 79.58 -105.83 -232.92 -86.39a -103.35 -67.78 -85 -89.45 -345.56 -86.39a

Total 251.46 -212.71 -534.17 -165.14 -193.34 -146.11 -174.17 -146.95 -660.57 -165.14

Rataan 83.83A -70.90B -178.06C -55.047 -64.45a -48.70a -58.06a -48.98a -220.19 -55.047

Keterangan :

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan

MO : Kontrol (tanpa EM 4) M1 : 10 ml EM 4/l air M2 : 20 ml EM 4/l air M3 : 30 ml EM 4/l air


(38)

25 Y = 17-0.491x ; r2 = 52,9%

17 11.98 -12.52

-164.92 -126.37

Y = 90 - 2.6x; r2 = 52,9% 90

14 -66 -152

-200 -150 -100 -50 0 50

1 2 3 4

Curah Hujan (mm)


(39)

26 65

59.98 35.48 116.92

-150 -100 -50 0 50 100

1 2 3 4

Curah Hujan (mm)


(40)

27 Y = 17-0.91x; r2 = 52,9%

17 11.98 -12.52 -164.92

Y = 17-1.91x; r2 = 52,9% 17

-12.67 -157.38 -1057.45

-200 -150 -100 -50 0 50 100 150


(41)

linier, artinya semakin tinggi tekanan penggembalaan maka pertambahan bobot kering rumput semakin menurun. Hubungan penambahan konsentrasi EM 4 dengan rataan produksi rumput Tully meningkat secara linear artinya semakin tinggi penambahan konsentrasi EM 4, maka semakin tinggi rataan produksi bobot kering.

adalah dengan pengaturan sirkulasi dibantu oleh penguapan air seperti berkeringan dan bernapas terengah-engah. (Soeharsono dan Sukarsa 1978).

Pada akhir musim hujan bobot badan domba tidak menurun (83.83g/ekor/minggu) dibandingkan dengan musim kemarau dan awal musim hujan. Hal ini kemungkinan disebabkan seimbangnya kondisi iklim di lapangan terutama curah hujan, suhu dan kelembaban. Penyebab lain adalah domba yang digunakan kondisi badannya sehat. Bobot badan semakin menurun pada ulangan selanjutnya karena kualitas rumput Tully rendah (protein 4.59%), dan konsumsi rendah (361.5 g BK/ekor/minggu).

Jumlah Infestasi Cacing Nematoda

Pada ternak ruminansia terdapat 4 kelompok jenis parasit (Hansen dan Perry 1994) yaitu: Pertama Nematoda (Haemoncus contotrtus, Ostertagia, Trichostrongylus, Strongyloides, Oesophagostonum, Cooperia curticei, Nematodirus, Trichuris), Kedua, Cestodes (Monecia, Stilesia, Thysanlezia, Cysticerus, Coenurus, dan avitelliza). Ketiga, Trematoda (Fasciola, Dicrocoelium, Paraphystomum, Schistosoma). Keempat, Protozoa (Coccidia),

Jenis parasit yang ditemukan pada ternak domba selama penelitian dan yang dominan adalah jenis yang pertama yaitu nematoda yang diketahui berdasarkan bentuk telur. Tabel 4, menunjukkan bahwa rataan jumlah telur nematoda pada akhir musim hujan (126.58 ttgt/minggu) dan musim kemarau (122.83 ttgt/minggu) sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan awal musim hujan (303.58 ttgt/minggu). Hal ini disebabkan karena pada akhir musim hujan, hari panas dan intensitas penyinaran matahari beranggsur tinggi, artinya terjadi peralihan ke musim kemarau. Meningkatnya intensitas penyinaran


(42)

26 Tabel 4 Rataan Telur Nematoda Ternak Domba Total Telur tiap Gram Tinja pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan

Penggembalaan serta Musim Berbeda.

Ulangan Bulan

Jun-Jul

Bulan Sep-Okt

Bulan Des-Jan

Konsentrasi EM 4 (ml)/l Air TP

Akhir Musim

Hujan

Musim Kemarau

Awal Musim Hujan

Rataan

M0 M1 M2 M3

Total Rataan

.... .... ttgt/minggu ... ... .... ttgt/minggu ...

TP 2 ekor 116.75 118.5 283.75 173a 240.33 151.67 138.67 161.33 692 173a

TP 4 ekor 123.75 129.75 319.5 191a 224.67 197.33 178.33 163.67 764 191a

TP 6 ekor 139.25 120.25 307.5 189a 229.33 175.33 169.67 181.67 756 189a

Total 379.75 368.5 910.75 553 694.33 524.33 486.67 506.67 2212 553

Rataan 126.58B 122.83B 303.58A 184.33 231.44A 174.77B 162.22B 168.89B 737.33 184.33

Keterangan :

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% TP : Tekanan Penggembalaan

MO : Kontrol (tanpa EM 4) M1 : 10 ml EM 4/l air M2 : 20 ml EM 4/l air M3 : 30 ml EM 4/l air


(43)

matahari maka infestasi nematoda menurun karena populasi larva cacing di padang rumput tergantung pada iklim lingkungan terutama suhu dan curah hujan serta kelembaban. Jumlah infestasi telur nematoda menurun pada musim kemarau karena suhu yang tinggi, dimana larva cacing yang baru menetas tidak dapat bertahan hidup pada suhu tinggi. Pelet tinja domba cepat kering dan sulit hancur pada musim kemarau sehingga bila ada telur cacing menetas maka larva sulit keluar dari pelet tinja. Kemungkinan lain karena pada musim kemarau air embun pada rumput cepat menguap, sehingga larva tidak leluasa naik ke pucuk rumput (Kusumamihardja 1982).

Jumlah telur nematoda akan meningkat pada awal musim hujan karena larva cacing mampu hidup dan berkembang pada suhu rendah, rumput basah karena air hujan dapat memudahkan larva cacing parasit naik ke pucuk-pucuk rumput (Donald et al., 1978). Selanjutnya dinyatakan bahwa suhu optimum penetasan telur dan pertumbuhan larva di lapangan penggembalaan terutama untuk cacing pita adalah 20 – 27 oC. Menurut Ogunsusi (1980) pada musim hujan dengan rataan curah hujan 192.6 mm tiap bulan justru banyak domba yang mati karena infestasi nematoda tinggi.

Rataan jumlah infestasi telur nematoda pada perlakuan penambahan EM 4 sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol (M0 231.44). Hal ini kemungkinan EM 4 secara tidak langsung mampu menghambat laju larva cacing tidak dimakan oleh domba ketika merumput. Rotasi penggembalaan dengan masa istirahat selama 21 hari merupakan salah satu penyebab rendahnya jumlah telur cacing. Larva cacing terutama cacing pita dan strongyloides yang telah menetas, infektif masa hidupnya di lapangan maksimal 14 hari, setelah itu mati (Whittier, Zajas dan Umberger 2003).


(44)

122.83 126.58

303.58

0 100 200 300 400

Jumlah Infestasi Telur Cacing (ttgt)

Gambar 4 Histogram Rataan Jumlah Infestasi Telur Cacing Parasit pada Curah Hujan Berbeda.

Uji polynomial orthogonal menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan (x) dengan jumlah infestasi telur nematoda (y) meningkat secara linear dengan persamaan Y = 107 + 0.524 x, r2 = 97.9 %. Hubungan antara penambahan EM 4 (x) dengan jumlah telur nematoda (y) pada tekanan penggembalaan yang berbeda menurun secara linear dengan persamaan TP 2 ekor domba Y = 210 - 2.50 X, r2 = 49.6% ; TP 4 ekor domba Y = 235 - 2.62 X, r2 = 92.1% ; TP 6 ekor domba Y = 211 - 1.49 X, r2 = 49.3%.

X 10.26 mm

Curah Hujan


(45)

0 50 100 150 200 250

0 10 20 30

Konsentrasi EM 4 (ml/l air)

Jumlah Infestasi Telur Nematoda (ttgt)

Gambar 5 Grafik Hubungan Rataan Jumlah Infestasi Telur Nematoda pada Feses Domba dengan Penambahan Konsentrasi EM 4 yang Berbeda.

Kandungan Protein dan Serat Kasar Rumput Tully

Kandungan protein kasar dan serat kasar rumput Tully dianalisa hanya pada periode ulangan ter akhir masa penelitian. Kandungan protein kasar dan serat kasar rumput Tully tercantum pada Tabel 5 dan Tabel 6. Data kandungan protein dan serat kasar tidak dibahas secara detail karena tidak dianalisa statistika, data ini sebagai bahan informasi mengenai kand ungan gizi rumput Tully pada penelitian ini.

Pada Tabel 5 Rataan kandungan protein kasar rumput Tully memiliki kecenderungan lebih baik pada penambahan konsentrasi EM 4 dibandingkan kontrol, masing- masing yaitu M1 4.69%, M2 4.92%, M3 5.21%, dan kontrol 3.93%. Sedangkan tekanan penggembalaan 2 ekor , 4 ekor dan 6 ekor domba, kandungan protein kasar masing- masing adalah 4.74%, 4.59% dan 4.72%. Kandungan protein rumput Tully setelah dianalisis sangat rendah yaitu 4.59%.

Y

X TP 2 ekor : Y = 210 - 2.50 X, r2 = 49.6%

TP 4 ekor : Y = 235 - 2.62 X, r2 = 92.1% TP 6 Ekor : Y = 211 - 1.49 X, r2 = 49.3%

TP 6 Ekor TP 4 ekor TP 2 ekor


(46)

Tabel 5 Rataan Kandungan Protein Kasar rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda.

Konsentrasi EM 4/l air TP

M0 M1 M2 M3 Total Rataan

... % ...

TP 2 ekor 4.02 4.38 5.17 5.37 18.94 4.74

TP 4 ekor 3.79 4.98 4.71 4.93 18.37 4.59

TP 6 ekor 3.98 4.70 4.89 5.32 18.89 4.72

Total 11.79 14.06 14.77 15.62 56.20 13.78

Rataan 3.93 4.69 4.92 5.21 18.75 4.59

Tabel 6 Rataan Kandungan Serat Kasar rumput Tully pada Tingkat Konsentrasi EM 4 dan Tekanan Penggembalaan yang Berbeda.

Konsentrasi EM 4/l air TP

M0 M1 M2 M3 Total Rataan

... % ...

TP 2 ekor 44.78 41.88 35 36.74 158.40 39.60

TP 4 ekor 35.66 35.76 40.34 39.05 150.81 37.70

TP 6 ekor 40.69 38.19 36.61 34.87 150.36 37.59

Total 121.13 115.83 111.95 110.66 459.57 114.89

Rataan 40.38 38.61 37.32 36.89 153.20 38.29

Rataan kandungan serat kasar rumput Tully dapat dilihat pada Tabel 6. Kandungan serat kasar rumput Tully, yaitu masing- masing M1 38.61, M2 37.31, M3 36.89 dan M0 40.38%. Tekanan penggembalaan 2 ekor, 4 ekor, dan 6 ekor tidak berbeda, yaitu 39.60, 37.70, dan 37.59%.

Rataan protein rumput Tully pada penelitian ini sangat rendah bila dibandingkan dengan pendapat Skerman dan Riveros (1990) bahwa rumput Tully mengandung protein 8-9 % dan serat kasar 32-35%, sedangkan kandungan serat kasar rumput Tully pada penelitian ini lebih tinggi yaitu 38.29%.


(47)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai produksi rumput Tully (Brachiaria humidicola) dengan pemberian EM 4 di padang penggembalaan ternak domba, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

Rataan produksi rumput dengan tekanan penggembalaan 2 ekor domba dan penambahan EM 4 pada awal musim hujan nyata lebih tinggi dari pada musim kemarau dan akhir musim hujan. Pertambahan bobot hidup domba dan rataan infestasi cacing pada akhir musim hujan sangat nyata lebih tinggi dibanding musim kemarau dan awal musim hujan.

Penambahan EM 4 (10, 20, 30 ml/l air), rataan jumlah telur nematoda sangat nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanpa EM 4. Sedangkan penggunaan EM 4 pada konsentrasi 10 ml/l air merupakan terbaik untuk digunakan pada penggembalaan dengan pertimbangan ekonomi.

Saran

Untuk mempelajari kemungkinan yang lebih baik pada ternak domba, perlu penelitian dengan cara penggembalaan domba pada siang hari saja sedangkan pada malam hari dikandangkan. Perlu penelitian pada padang penggembalaan lain dengan kondisi biofisik yang berbeda untuk pemanfaatan EM 4 dan mengukur parameter kecernaan rumput Tully (Brachiaria humidicola) di padang penggembalaan.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Pasture Management. Ohio Agronomy Guide. The Ohio States University. Bull. : 472, hlm 53 - 60 [Serial online].

http://ohioline.osu.edu/b472/pasture.html [22 Agustus 2005]

Anggraeni, I. dan M. Suharti. 2000. Pengaruh penggunaan Effective Microorganisms (EM) terhadap Timbulnya Serangan Penyakit pada Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria) dan Mahoni (Switenia macrophylla). (For. Res. Bull) 622 : 29-40

Arifin, M.Z. 1990. Pengaruh Infestasi Haemonchosis contortus terhadap Konsumsi Pakan, komponen darah dan Tulang serta Karkas Domba Jantan [Disertasi]. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Donald, A.D., F.W. Morley, P.J. Wallet, A.Axelon and J.R. Donnelly. 1978. Availability to grazing sheep of gastrointestinal nematode infection arising from summer contamination of pasture. Aust. J. Agric. Res. 29 : 189-204

Goldsworthy, P.R, dan N.M Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogiakarta.

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Kanisius IKAPI. Yogyakarta.

Hansen, J. and B. Perry. 1994. The Epidemiology, Diagnosis and Control of Helminth Parasites of Ruminant. Inernational Livestock Centre for Africa Addis Ababa, Ethiopia.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta

Hardjadi. S.S. 1979. Pengantar Agronomi. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta

Higa, T. 1993. EM and The Role in Kyusei Nature Farming and Sustainable Agriculture. First International Conference of Effective mikroorganisms (EM) on Kyusei Nature Farming. Proceeding of Conference at Khon Kaen University. Thailand : hal. 1 - 6

Higa, T., and G.N. Wididana. 1994. The Concept and Theories of Effective Mikroorganisms. Second International Conference on Kyusei Nature Farming. Proceeding of Conference at Khon Kaen University. Thailand : hal. 118-124

Higa, T. 1994. Effective Microorganisms: A new dimension for nature farming. p. 20-28. In J.F. Pam, S.B. Hornick and M.E. Simpson (ed.). Proceedings of the Second International Conference on Kyusei Nature Farming. U.S. Department of Agriculture, Washington, D.C., USA.


(49)

Ho I.H. and J.H. Kim. 2000. The Study on the Plant Growth Hormones in EM-A Case Study. Institute of Experimental Biology, Academy of Sciences, Korea.

Kusumamihardja, S. 1982. Pengaruh Musim, Umur dan Waktu Penggembalaan pada Derajat Infestasi Nematoda Saluran Pencernaan Domba (Ovis Aries Linn) di Bogor [Disertasi]. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kusumamiharjda, S. 1992. Parasit dan Parasitosis Pada Ternak dan Hewan

Piaraan di Indonesia. Depdikbud, Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lopez, J. 2000. Probiotic in animal nutrition. Asia-Australian. Journal of Animal Science. Special Issue. Vol. 13:41-48.

Loveless, A.R. 1991. Prinsi-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Manske, L. L., 2003. Biologically Effective Grazing Management. Range Science, Dickinson Research Extension Center, North Dakota State University. Canada [SerialOnline] http://www.ag.ndsu.nodak.edu/

dickinso/research/2003/range03a.htm [30 Nopember 2005]

McIlroy, R.J. 1972. An Introduction to Tropical Grassland Husbandry. Second Edition, Oxford University Press. London

Melvin J., 1975. Duke’s Physiology of Domestic Animal. Swenson Comstock Publishing Associates Cornell University Press., Ithaca and London.

Min, O.C., Kim Won-Hui, Ho Chol- Su, Ri Ok-Son and Yang Sun-Hui. 2002. Effect of Effective Microorganisms (EM) on the Growth and Yield of Crops. Research Center for Compound Microorganisms, Pyongyang. Korea. [Serial Online] www.mekarn.org/procsr/sali.pdf [30 Nopember 2005]

Morley, F.H.W. and A.D Donald. 1977. Farm management and systems of helminth control. World Ass. Adv. Parasitol. 8th Int. Conf. (Abst.), Sydney, Australian. pp : 14-17

NRC, 1985. Nutrient Requirement of Sheep. Sixth Revised Edition. Natinal Academy Press. Washington. D.C.

Ogunsusi, R.A. 1980. Observation on epidemiological and clinical aspect of gastrointestinal helminthiasis of sheep in Northern Nigeria during rainy season Res. Vet. Sci., 28 : 58 -62


(50)

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta

Pati, B.R. and A.K. Chandra. 1981. Effect of spraying nitrogen- fixing phyllosphere bacterial isolates on wheat plants. J. Plant and Soil (61:419-427)

Richard W. T. and R. Barczewski. 1998. Pasture Renovation. Extension Specialist III Soil Fertility and Crop Management Department of Plant. Delaware State University. Delaware.

Setiana, M.A. dan L. Abdullah. 1993. Studi Potensi Tumbuhan Alam Sebagai Sumber Hijauan Makanan Ternak di desa Tapos, Kec. Tenjo, Kab. Bogor. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Skerman, P.J and Riveros, F. 1990. Tropical Grasses. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Roma.

Soeharsono dan D. Sukarsa. 1978. Daya Tahan Panas Domba Priangan Selama Penjemuran dan Pengaruh Pencukuran. Seminar Ruminansia. Direktorat Jenderal Peternakan dan P4. Bogor dan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sukarsa, H. D. 1978 Pengaruh Pencukuran dan Umur Terhadap Daya Tahan Panas Ternak Domba Priangan [Thesis]. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung

Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan. Diktat Kuliah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Steel, R.G.D and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Umberger, S. H. 2001. Sheep Grazing Management. Managing Virginia’s Steep Pastures, Till Seeding of Forages and Legumes. Vir ginia State University. Virginia Cooperative Extension Publication 418 : 005 - 007

USDA, 1985. United States Department of Agriculture. International Technical Assistance Activities. Washington.

Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas IPB bekerjasama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi-Institut Pertanian Bogor, Bogor


(51)

Whittier, W.D., A. Zajac, and S.H. Umberger. 2003. Control of Internal Parasites in Sheep. Virginia Cooperation Extension . Virginia State University. Publication Number 410 : 027.

Wiryawan, K.G., dan S.T. Anita. 2001. Produksi biorepreservatif atau feed suplemen (Bakteriosin) dari Bakteri Asam Laktat. Laporan Akhir Hasil Penelitian Dasar. Fakutas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor


(52)

Lampiran 1. Analisis Tanah Padang Penggembalaan UP3J Sebelum Penelitian

Sampel Tanah Macam Analisis

1 2

Rata-rata

pH H2O 1:1 KCL 1:1 C-Organik, % N-Total, % C/N, %

Susunan Kation : Ca, me/100g Mg, me/100g K, me/100g Na, me/100g Al, me/100g H, me/100g

KTK, me/100g Fe, ppm

Cu, ppm Zn, ppm Mn, ppm P, ppm

Kejenuhan Basa, % Tekstur :

Pasir, % Debu, % Liat, %

4.95 3.92 2.54 0.18 14.11 3.03 0.50 0.15 0.26 1.56 0.32 6.99 1.44 0.32 2.64 97.24 8.525 56.4 8.32 45.16 46.52 5.54 4.47 2.99 0.22 13.59 4.01 0.96 0.10 0.17 1.22 0.34 8.09 0.64 0.20 2.20 37.00 11.825 64.8 11.26 52.01 36.73 5.25 4.20 2.77 0.2 13.85 3.52 0.73 0.13 0.22 1.39 0.33 7.54 1.04 0.26 2.42 67.12 10.18 60.6 9.79 48.59 41.63 Hasil Analisis : Laboratorium Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor, 2004


(53)

Lampiran 2. Analisis Tanah Padang Penggembalaan UP3J Setelah Penelitian

Sampel Tanah Macam Analisis

1 2

Rata-rata

pH H2O 1:1 KCL 1:1 C-Organik, % N-Total, % C/N, %

Susunan Kation : Ca, me/100g Mg, me/100g K, me/100g Na, me/100g Al , me/100g H, me/100g KTK, me/100g

Fe, ppm Cu, ppm Zn, ppm Mn, ppm P, ppm

Kejenuhan Basa, % Tekstur :

Pasir, % Debu, % Liat, %

5.26 4.61 2.54 0.19 13.37 3.95 0.82 0.17 0.21 1.30 0.26 6.25 0.36 0.20 2.04 68.12 9.65 82.64 13.04 48.55 38.41 5.64 4.22 2.98 0.21 14.19 3.45 0.86 0.20 0.29 1.54 0.35 7.02 0.45 0.24 2.10 46.00 10.84 77.25 12.24 42.13 47.63 5.45 4.42 2.76 0.2 13.78 3.7 0.84 0.19 0.25 1.42 0.31 6.64 0.41 0.22 2.07 57.06 10.25 79.95 12.64 45.34 43.02


(54)

Lampiran 3. Rataan Curah Hujan dan Hari Hujan di Lokasi Penelitian (2000 - 2003)

Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hari) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 443 398 364 213 124 72 47 3 75 115 347 395 20 18 16 13 9 6 3 2 4 7 13 19

Jumlah 2.602 131

Sumber : Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Bogor, 2004

Lampiran 4. Curah hujan selama penelitian (Juni 2004 s/d Januari 2005)

Bulan Curah hujan (mm) Suhu Max (oC) Suhu Min (oC) Kelem baban (%) Arah Angin Kecepatan Angin (km/jam) Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari 75.25 45 3.5 1.01 19.5 202.25 292 449 32.42 31.4 32.69 35.37 35.5 33.94 32.89 31.32 20.95 21.59 20.86 22.43 26.13 24.88 24.08 22.90 76.33 74.54 69.13 69.63 71.78 76.76 81.78 83.64

utara barat daya /utara timur laut Tenggara Utara Utara Utara

Utara Timur Laut Barat

Utara Barat Daya

0.898 0.78 1.172 2.029 1.647 1.401 1.631 1.719 Rataan 156.91 33.19 22.98 75.45 1.41 Sumber : Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Bogor, 2004/2005)


(55)

Lampiran 5. Pengamatan visual dari keadaan rumput di lapangan sebelum Penelitian Pertumbuhan Kehijauan Komponen Komponen

Vegetatif Daun Legum Gulma

T1MO ++ + - +

T1M1 + + -

-T1M2 ++ ++ - +

T1M3 +++ +++ - +

T2MO +++ +++ +

-T2M1 +++ +++ + +

T2M2 ++ + ++

-T2M3 ++ ++ + +

T3MO + + -

-T3M1 ++ + - +

T3M2 ++ ++ - ++

T3M3 +++ +++ ++

-Lampiran 6. Pengamatan visual dari keadaan rumput di lapangan sesudah Penelitian Pertumbuhan Kehijauan Komponen Komponen

Vegetatif Daun Legum Gulma

T1MO + + + +

T1M1 ++ + +

-T1M2 +++ ++ ++ +

T1M3 +++ +++ ++

-T2MO + + +

-T2M1 ++ +++ ++

-T2M2 +++ ++ +++

-T2M3 +++ +++ +++ +

T3MO + + -

-T3M1 ++ + + +

T3M2 +++ ++ ++ +

T3M3 +++ +++ +++

-Keterangan :

: Tidak Ada Kurang Baik : Kurang Baik Sangat Baik

Perlakuan

Perlakuan

37

-+ +++ :


(56)

Th e SAS Sy s t e m 1 9 : 4 5 Fr i d a y , J a n u a r y 3 , 1 9 9 7 2

De pe nde nt Va r i a bl e : Bo bo t Ke r i ng r umput ( g )

So u r c e DF Su m o f Sq u a r e s Me a n Sq u a r e F Va l u e Pr > F

Mod e l 1 7 1 6 5 8 8 2 . 4 5 1 3 9 7 5 7 . 7 9 1 2 6 . 6 8 0 . 0 0 0 1 * * *

Er r o r 1 8 2 6 2 7 6 . 7 5 0 0 1 4 5 9 . 8 1 9 4 To t a l 3 5 1 9 2 1 5 9 . 2 0 1 3

R- Sq u a r e C. V. Ro o t MSE Bo b o t KERI NG Me a n 0 . 8 6 3 2 9 . 9 8 4 1 3 8 . 2 0 7 5 3 8 2 . 6 8 0

So u r c e DF An o v a SS Me a n Sq u a r e F Va l u e Pr > F

MUSI M/ ULANGAN 2 8 7 6 8 . 1 8 0 5 4 3 8 4 . 0 9 0 2 3 . 0 0 0 . 0 0 7 4 * *

TP 2 9 4 9 6 6 . 0 9 7 2 4 7 4 8 3 . 0 4 8 6 3 2 . 5 3 0 . 0 0 0 1 * * *

MUSI M* TP 4 3 2 6 9 8 . 2 3 6 1 8 1 7 4 . 5 5 9 0 5 . 6 0 0 . 0 0 4 1 * * *

EM 3 2 5 3 0 8 . 8 6 8 0 8 4 3 6 . 2 8 9 3 5 . 7 8 0. 0060 ***

TP* EM 6 4 1 4 1 . 0 6 9 4 6 9 0 . 1 7 8 2 0 . 4 7 0. 8196

T t e s t s ( LSD) f o r v a r i a b l e : BKERI NG Al p h a = 0 . 0 5 d f = 1 8 MSE= 1 5 0 9 . 9 1 2 Cr i t i c a l Va l u e o f T= 2 . 1 0 Le a s t Si g n i f i c a n t Di f f e r e n c e = 3 3 . 3 2 8

T Gr o u p i n g Me a n N MUSI M/ ULANGAN

A 4 0 4 . 5 8 1 2 Awa l Mu s i m Hu j a n A 3 8 2 . 4 2 1 2 Ak h i r Mu s i m Hu j a n B 3 6 9 . 3 8 1 2 Ke ma r a u

T Gr o u p i n g Me a n N TEKANAN PENGGEMBALAAN

A 4 5 3 . 2 5 1 2 2 e k o r d o mb a

B 3 6 2 . 2 9 1 2 4 e k o r d o mb a B 3 3 2 . 5 0 1 2 6 e k o r d o mb a

T Gr o u p i n g Me a n N MUSI M* Te k a n a n Pe n g g e mb a l a a n

A 4 9 3 . 7 5 1 2 Awa l Mu s i m Hu j a n * TP 2

A 4 7 6. 2 5 1 2 Ak h i r Mu s i m Huj a n* TP 2

A 3 8 9 . 7 5 1 2 Ke ma r a u * TP 2 B 3 8 6 . 8 7 1 2 Ak h i r mu s i m h u j a n * TP 4

B 3 8 1 . 2 5 1 2 Awa l Mu s i m HUj a n * TP 4

B 3 7 0 . 1 2 5 1 2 Ak h i r Mu s i m Hu j a n * TP 6

C 3 4 3 . 7 5 1 2 Ke ma r a u * TP 4 C 3 3 8 . 7 5 12 Awa l Mu s i m Hu j a n * TP 6

C 2 8 8 . 1 2 5 12 Ke ma r a u * TP 6

T Gr o u p i n g Me a n N Ko n s e n t r a s i EM 4 / ml Ai r

A 4 1 0 . 5 8 9 3 0 A 3 9 4 . 4 4 9 2 0 A 3 8 6 . 3 8 9 1 0

B 3 3 9 . 3 1 9 0 ( k o n t r o l )

Co n t r a s t DF Co n t r a s t SS Me a n Sq u a r e F Va l u e Pr > F


(1)

S = 24.79 R-Sq = 74.4% R-Sq(adj) = 61.6% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 3573.3 3573.3 5.81 0.137 Error 2 1229.4 614.7

Total 3 4802.6

The regression equation is

Tekanan Penggembalaan 4 Ekor Domba y = 328 + 2.32 x Predictor Coef StDev T P Constant 327.53 17.01 19.26 0.003 x 2.3170 0.9092 2.55 0.126 S = 20.33 R-Sq = 76.5% R-Sq(adj) = 64.7% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 2684.2 2684.2 6.49 0.126 Error 2 826.6 413.3

Total 3 3510.9

The regression equation is

Tekanan Penggembalaan 6 Ekor Domba y = 307 + 1.67 x Predictor Coef StDev T P Constant 307.498 6.312 48.71 0.000 x 1.6668 0.3374 4.94 0.039 S = 7.545 R-Sq = 92.4% R-Sq(adj) = 88.6% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 1389.1 1389.1 24.40 0.039 Error 2 113.8 56.9

Total 3 1503.0

Lampiran 14 :Regression Analysis Hubungan Rataan Jumlah

Infestasi Telur Cacing dengan Curah Hujan

The regression equation is y = 107 + 0.526 x

Predictor Coef StDev T P Constant 107.03 12.59 8.50 0.075


(2)

x 0.52599 0.05806 9.06 0.070 S = 16.03 R-Sq = 98.8% R-Sq(adj) = 97.6% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 21081 21081 82.06 0.070 Error 1 257 257

Total 2 21338

Lampiran 15 : Regression Analysis Hubungan Rataan

Jumlah Infestasi Telur Cacing Pada Feses

Domba dengan Penambahan Konsentrasi EM 4

Berbeda.

The regression equation is

Tekanan Penggembalaan 2 Ekor Domba y = 210 - 2.50 x Predictor Coef StDev T P Constant 210.50 33.35 6.31 0.024 x -2.500 1.783 -1.40 0.296 S = 39.86 R-Sq = 49.6% R-Sq(adj) = 24.4% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 3125 3125 1.97 0.296 Error 2 3178 1589

Total 3 6303

The regression equation is

Tekanan Penggembalaan 4 Ekor Domba y = 221 - 2.02 x Predictor Coef StDev T P Constant 221.300 3.788 58.42 0.000 x -2.0200 0.2025 -9.98 0.010 S = 4.527 R-Sq = 98.0% R-Sq(adj) = 97.0% Analysis of Variance


(3)

Source DF SS MS F P Regression 1 2040.2 2040.2 99.53 0.010 Error 2 41.0 20.5

Total 3 2081.2 The regression equation is

Tekanan Penggembalaan 6 Ekor Domba y = 211 - 1.49 x Predictor Coef StDev T P Constant 211.30 19.94 10.60 0.009 x -1.486 1.066 -1.39 0.298 S = 23.83 R-Sq = 49.3% R-Sq(adj) = 23.9% Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 1104.7 1104.7 1.94 0.298 Error 2 1136.1 568.0


(4)

(TP 2 ekor) (TP 4 ekor) ( TP 6 ekor)

10 m

T3M0 T2M3 T1M2

10 m

10 m 10 m

T3M2 T2M1 T1M3

T3M3 T2M0 T1M1

T3M1 T2M2 T1M0

Keterangan :

UTARA

Batas Tekanan Penggembalaan

Kawat Harmonika sebagai batas petak rotasi

Batas Tiap Petak

TP = Tekanan Penggembalaan

BARAT

Gambar 1 Denah Penempatan Ternak Domba di Lapangan Pada Setiap Perlakuan.


(5)

TEKANAN PENGG. TEKANAN PENGG. TEKANAN PENGG. BERAT, 6 EKOR DOMBA SEDANG, 4 EKOR DOMBA RINGAN, 2 EKOR DOMBA ( T3 ) ( T2 ) ( T1 )

33, 41, 10 06, 31, 34.

12, 20

T3M0 01, 36 38, 02

T2M3 T1M2

13, 09, 24 29, 47

32, 35, 26 T3M2 07, 21 05, 11

T2M0 T1M3

2 3 2 3 2 3

1 4 1 4 1 4

03, 08, 43 17, 14

46, 23, 28 39, 48 30, 22

T3M3 T2M1 T1M0

2 3 2 3 2 3

1 4 1 4 1 4

19, 04, 42 15, 18

37, 44, 16 25, 45 40, 27

T3M1 T2M2 T1M1

2 3 2 3 2 3

UTARA

BARAT BATAS TEKANAN PENGGEMBALAAN

KAWAT HAS SEBAGAI ROTASI PENGGEMBALAAN BATAS TIAP PEDOK(PETAK)


(6)

Ringan, 2 EKOR DOMBA Berat, 6 EKOR DOMBA Sedang, 4 EKOR DOMBA ( T1 ) ( T3 ) ( T2 )

3, 20 18, 42, 13 25, 11

4 44, 4, 28 4 2, 48 4

T3M2

T3M0 T2M3

3 2 4 2 3 2

8, 47, 9, 35, 45 7, 24

4 4 12, 29, 38 4 27, 32

T1M0

T3M3 T2M1

3 2 3 2 3 2

46, 39, 15, 16, 40 10, 14

4 4 1, 26, 37 4 22, 34

T1M1 T3M2 T2M2

3 2 3 2 3 2

17, 33, 30, 36, 43 21, 23

4 4 5, 19, 31 4 6, 41

T1M3 T3M1 T2M0

3 2 3 2 3 2

UTARA

BARAT BATAS TEKANAN PENGGEMBALAAN

KAWAT HAS SEBAGAI ROTASI PENGGEMBALAAN BATAS TIAP PEDOK(PETAK)


Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Bibitkakao Terhadap Pemberian Effective Microorganisms 4 (EM-4) Dan Pupuk Hortigro Biru

0 13 86

Photosensitisation and Crystal-Associated Cholangiohepatopathy in Sheep Grazing Brachiaria decumbens

0 3 1

Production of Brachiaria humidicola Suprayed EM 4 (Effective Microorganisms) in Grazing Sheep

0 9 142

The Effect of Effective Microorganisms-4 (Em 4) Addition on the Physical Quality of Sugar Cane Shoots Silage

0 5 7

SKRIPSI EFEKTIVITAS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) Efektivitas EM-4 (Effective Microorganisms-4) Dalam Menurunkan BOD (Biological Oxygen Demand) Limbah Alkohol.

0 1 11

PENGARUH EFFECTIVE MICROORGANISMS-4 (EM-4) TERHADAP PENURUNAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA Pengaruh Effective Microorganisms-4 (EM-4) Terhadap Penurunan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Limbah Cair Industri Tahu.

0 1 17

PENGARUH EFFECTIVE MICROORGANISMS-4 (EM-4) TERHADAP PENURUNAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA Pengaruh Effective Microorganisms-4 (EM-4) Terhadap Penurunan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Limbah Cair Industri Tahu.

0 1 18

PENGARUH PENAMBAHAN EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) TERHADAP PENURUNAN BOD (BIOLOGYCAL OXYGEN DEMAND) Pengaruh Penambahan EM-4 (Effective Microorganisms-4) Terhadap Penurunan BOD (Biologycal Oxygen Demand) Limbah Cair Tahu.

0 0 17

PENGARUH PENAMBAHAN EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) TERHADAP PENURUNAN BOD (BIOLOGYCAL OXYGEN DEMAND) Pengaruh Penambahan EM-4 (Effective Microorganisms-4) Terhadap Penurunan BOD (Biologycal Oxygen Demand) Limbah Cair Tahu.

0 0 18

KEEFEKTIFAN EFFECTIVE MICROORGANISMS-4 (EM-4) DALAM MENURUNKAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA LIMBAH Keefektifan Effective Microorganisms-4 (EM-4) Dalam Menurunkan Chemical Oxygen Demand ( COD ) Pada Limbah Cair Industri Tahu Desa Wirogunan Kartasu

0 0 17