ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN LADA DI KECAMATAN ABUNG TINGGI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

(1)

ABSTRAC T

THE ANALYSIS OF PEPPER MARKETING EFFICACY

IN ABUNG TINGGI DISTRICT OF NORTH LAPUNG REGENCY By

Muhammad Taqiudin1, Wan Abbas Zakaria2, Achdiansyah Soelaiman2

This research objectives were: (1) to find out the pepper marketing distribution in Abung Tinggi district of North Lampung regency, (2) to find out the efficacy of pepper marketing in Abung Tinggi district of North Lampung regency.

This research was conducted in Ulak Rengas village, Abung Tinggi district, and North Lampung regency. The location was purposively selected considering that this area is the biggest pepper producer in North Lampung regency. The pepper farmer respondents were 59 and collected with simple random sampling method. There were 15 collector trader respondents and 1 exporter company respondent which were collected with snowball method. The research used quantitative and qualitative data analyses.

The results show that: (1) a. the pepper marketing in North Lampung regency is organized by market players including farmers, 1st collector trader (CT1), 2nd collector trader (CT2), and exporter. The pepper transaction process is conducted in 3 marketing channels. They are: farmer  CT1 CT2exporter (38.43%), farmer CT1exporter (15.18%), farmer CT2exporter (46.39%); b. from

those three channels, the most profitable and giving fair profit margin channel to farmer is farmer CT2exporter (46.39%), (2) the pepper marketing in North Lampung regency is not efficient. This can be seen from the unevenly distributed marketing margin and ratio profit margin (RPM), the price correlation coefficient (r) of 0.925 (r~1), and the price transmission elasticity of 1.187 (Et>1). These mean that the current market is imperfect competitive market.

1

Under graduate of Lampung University 2


(2)

ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN LADA

DI KECAMATAN ABUNG TINGGI KABUPATEN LAMPUNG UTARA Oleh

Muhammad Taqiuddin1, Wan Abbas Zakaria2, Achdiansyah Soelaiman2

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui saluran pemasaran lada di Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara, dan

(2) Mengetahui efisiensi pemasaran lada di Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara.

Penelitian dilaksanakan di Desa Ulak Rengas, Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan sentra produksi lada terbesar di Kabupaten Lampung Utara. Jumlah responden petani lada sebanyak 59 responden, diperoleh dengansimple random sampling. Responden pedagang pengumpul sebanyak 15 responden dan 1 perusahaan eksportir, diperoleh dengansnowball methods. Data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan : (1) a. Bahwa pemasaran lada di Kabupaten Lampung Utara di organisir oleh para pelaku pemasaran yang terdiri dari petani, PP I, PP II dan eksportir. Proses transaksi lada dilakukan melalui 3 saluran pemasran, yaitu : PetaniPP IPP IIEksportir (38,43%), PetaniPP I

Eksportir (15,18%), PetaniPP IIEksportir (46,39%); b. Dari ketiga saluran tersebut, saluran yang menguntungkan dan memberikan margin yang adil dan profit margin yang besar kepada petani adalah PetaniPP IIEksportir sebesar 46,39%. (2) Pemasaran lada di Kabupaten Lampung Utara cenderung tidak efisien, yang ditandai dengan Marjin pemasaran dan Ratio Profit Margin (RPM) penyebarannya tidak merata, koefisien korelasi harga (r) sebesar 0,925 (r ~1), dan elastisitas transmisi harga sebesar 1,187 (Et>1) yang menunjukkan bahwa pasar yang terjadi adalah pasar tidak bersaing sempurna.

¹Sarjana Pertanian Universitas Lampung


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut:

1. a. Bahwa pemasaran lada di Kabupaten Lampung Utara di organisir oleh para pelaku pemasaran terdiri dari petani, PP I, PP II dan eksportir. Proses transaksi pemasaran lada melalui 3 saluran, yaitu :

PetaniPPPP IIEksportir sebanyak 38,43% PetaniPP IEksportir sebanyak 15,18%

PetaniPP IIEksportir sebanyak 46,39%

b. Dari ketiga saluran tersebut yang menguntungkan dan memberikan margin petani yang adil dan profit margin petani adalah saluran pemasaran lada dari PetaniPP IIEksportir sebanyak 46,39%.

2. Pemasaran lada di Kabupaten Lampung Utara cenderung tidak efisien, yang ditandai dengan Marjin pemasaran danRatio Profit Margin(RPM) penyebarannya tidak merata, koefisien korelasi harga (r) yang bernilai 0,925 (r~1), dan elastisitas transmisi harga bernilai 1,187 (Et>1) yang menunjukkan bahwa pasar yang terjadi adalah pasar tidak bersaing sempurna.


(4)

B. Saran

1. Bagi petani lada hendaknya menjual lada ke pedagang pengumpul II dengan kadar air 8-10% karena dengan kadar air tersebut harga yang didapat lebih tinggi dibandingkan dengan menjual ke pedagang pengumpul lainnya.

2. Bagi Pemerintah daerah hendaknya menfasilitasi petani lada dalam penyediaan informasi harga lada baik lokal maupun dunia.

3. Bagi pedagang pengumpul, dalam menetapkan harga beli produksi lada petani hendaknya disesuaikan dengan harga pasar lada tersebut, tidak terlalu rendah agar tidak merugikan petani.


(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peluang strategis dalam sistem usahatani perkebunan, baik secara ekonomi maupun sosial. Secara ekonomi lada dapat menjadi salah satu sumber utama pendapatan petani dan devisa negara sektor non migas,

sedangkan secara sosial merupakan komoditas tradisional yang telah

dibudidayakan sejak lama dan keberadaannya merupakan penyedia lapangan kerja yang cukup luas terutama di daerah sentra produksi (Syakir, 2007)

Pada tahun 2000, devisa yang dihasilkan komoditas lada mencapai US$ 221 juta atau menduduki urutan ke enam pada sub sektor perkebunan Indonesia setelah kelapa sawit, karet, kakao, kalapa dan kopi (BPS, 2002). Luas areal lada nasional tahun 2000 mencapai 150.531 ha dengan produksi 69.087 ton dimana hampir seluruhnya (99,8%) dikelola dalam bentuk perkebunan rakyat dan sisanya (0,2%) dalam bentuk perkebunan besar swasta (Ditjenbun, 2002).

Komoditas perkebunan rakyat dicirikan oleh pola pengelolaan yang

tradisional, dengan produk utama yang dihasilkan dalam bentuk lada asalan. Perkembangan luas areal pertanaman lada selama beberapa tahun terakhir, pada dasarnya merupakan respon masyarakat terhadap harga jual lada hitam


(6)

dan lada putih di pasar domestik yang telah terintegrasi dengan harga pasar dunia (Rachmanet al.,2003).

Produksi dan perdagangan lada dunia saat ini dikuasai oleh tujuh negara, yaitu India, Indonesia, Brazil, Vietnam, Malaysia, Thailand dan China. Dalam tahun 1995 pangsa produksi lada India mencapai 30,2 persen, Indonesia 18,1 persen, Brazil dan Vietnam 12,1 persen, Malaysia 10,9 persen, Thailand 6,2 persen dan China sebesar 6,0 persen (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 1995). Sementara itu importir utama lada dunia adalah Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Belanda, Jepang dan Perancis (FAO dalam Djulin dan Malian, 2002) dengan harga yang bervariatif di tiap negara, terlihat pada Tabel 1 (Lampiran).

Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa Provinsi yang merupakan sentra produksi lada nasional antara lain Provinsi Lampung, Bangka Belitung,

Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur dimana masing-masing memberikan kontribusi produksi sebanyak 29,8%, 44,2%, 3,4%, dan 8,3% terhadap

produksi nasional. Pada tahun 2009, Provinsi Lampung memiliki luas areal tanam 63.799 Ha, dimana Kabupaten Lampung Utara dengan kontribusi produksi terbesar yaitu 42,54% dari total produksi Lampung dengan luas wilayah pengembangan komoditi lada terluas, yaitu 23.896 Ha, diikuti oleh Kabupaten Way Kanan, Lampung Timur, Lampung Barat, Tanggamus, Lampung Tengah, Lampung Selatan, Tulang Bawang dan terakhir Bandar Lampung (Tabel 2).


(7)

Tabel 2. Kabupaten, Luas Area, Produksi dan Produktivitas Lada Provinsi Lampung (BKPM, 2009)

Kabupaten Luas Lahan

(Ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/Ha)

Lampung Utara 23.896 8.953 0,375

Way Kanan 12.008 3.233 0,269

Lampung Timur 9.200 4.280 0,465

Lampung Barat 8.691 2.920 0,336

Tanggamus 7.872 1.824 0,232

Lampung Tengah 1.092 226 0,207

Lampung Selatan 862 125 0,145

Tulang Bawang 166 12 0,070

Kota Bandar Lampung 12 -

-Dari Tabel diatas dapat dilihat Kabupaten Lampung Utara merupakan daerah yang memiliki luas areal terluas dan produksi terbesar dibanding Kabupaten-Kabupaten lainya. Hal ini didukung karena Lampung Utara memiliki lahan dan iklim yang sangat cocok untuk budidaya lada. Selain itu faktor lain yang berpengaruh adalah karena banyaknya petani lain yang beralih mengusahakan lada karena lada

memiliki prospek cerah dimasa yang akan datang. Dari dua puluh tiga Kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Utara, Kecamatan Abung Tinggi merupakan sentra produksi lada terbesar meskipun luas arealnya bukan yang terluas di Kabupaten Lampung Utara (Tabel 3).


(8)

Tabel 3. Lima Besar Kecamatan dengan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Lada Terluas dan Terbesar di Lampung Utara Tahun 2008 (Dinas kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lampung Utara, 2009)

Kecamatan Luas Areal

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Abung Tinggi 2.378 1.273,8 535,66

Kotabumi Selatan 2.195 979,5 446,24

Abung Kunang 1.460 743,0 508,90

Abung Barat 2.646 740,8 279,96

Tanjung Raja 2.050 700,0 341,46

Pada Tabel 3 terlihat bahwa pengelolaan budidaya lada di Kecamatan Abung Tinggi sangat baik, karena meskipun luas arealnya tidak seluas Kecamatan Abung Barat, namun nilai produksi dan produktivitasnya yang terbesar. Hal ini karena para petani sangat menjaga tanamannya agar tidak dirusak oleh hama dan penyakit yang dapat menurunkan nilai produksinya. Sistem pemupukan pada lahan perkebunan lada di Kecamatan ini juga sangat baik, terbukti dengan nilai produktivitasnya yang tinggi, yaitu 535,66 ton/ha.

Nilai produksi dan produktivitas lada harus terus ditingkatkan, mengingat lada merupakan salah satu komoditi ekspor Provinsi Lampung dengan prospek yang cukup menjanjikan, karena permintaan luar negeri yang semakin meningkat sejalan dengan semakin berkembangnya sektor agroindustri. Pada tahun 2006 komoditi ekspor lada Lampung mencapai 48.786.000 US$ atau 3,19 % dari total jumlah ekspor 1.525.633.206 US$ (BPS Provinsi Lampung, 2007). Perkembangan ekspor lada di Provinsi lampung selama enam tahun dari tahun 2001 hingga tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 4.


(9)

Tabel 4. Volume, Nilai Ekspor, dan Harga Lada Provinsi Lampug Tahun 2003-2007 (BPS Provinsi Lampung, 2003-2007).

Tahun Volume (ton) Pertumbuhan (%) Nilai Ekspor (US$) Pertumbuhan (%) Harga (US$/ton) Pertumbuhan (%)

2003 33.111 - 48.503.000 - 1.464,87 -2004 26.340 -20,45 41.844.000 -13,73 1.588,61 8,45 2005 32.232 22,37 42.287.000 1,06 1.311,96 -17,41 2006 28.889 -10,37 48.786.000 15,37 1.688,74 28,72 2007 34.674 20,02 95.158.984 95,05 2.744,39 62,51

Pada tabel 4 terlihat bahwa perkembangan ekspor lada Lampung selama tahun 2003-2007 mengalami fluktuasi akibat peningkatan dan penurunan jumlah produksi dan harga lada itu sendiri. Volume ekspor lada terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu 26.340 ton dengan harga 1.588,61 US$/ton dan tertinggi pada tahun 2007 yaitu 34.674 ton dengan harga 2.744,39 US$/ton.

Pertumbuhan harga lada pada tahun 2006 ke tahun 2007 juga mengalami

peningkatan yang cukup drastis, yaitu dari 28,72% ke 62,51%. Hal ini berdampak pada pendapatan petani pada tahun yang sama juga meningkat, namun

peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan (Tabel 5).

Tabel 5. Perkembangan Harga Rata-Rata Lada di Tingkat Produsen dan Konsumen serta Margin Harga Produsen dan Konsumen Provinsi Lampung Tahun 2003 - 2007 (BPS, 2008).

Tahun Harga Produsen

(Rp/Kg)

Harga Eksportir (Rp/Kg)

Margin Harga Produsen dan Konsumen (Rp/Kg)

2003 13.469,90 15.275,85 1.805,95

2004 11.715,06 13.972,72 2.257,66

2005 12.484,76 14.868,69 2383,93

2006 16.461,71 19.626,53 3.164,82


(10)

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata harga lada tingkat produsen pada tahun 2003 2007 di Provinsi Lampung, yaitu sebesar Rp 16.826,28, sedangkan pada tingkat konsumen sebesar Rp 19.296.86. Hal ini terjadi karena posisi tawar petani sebagai produsen yang lemah, sehingga harga lada di tingkat produsen ditentukan oleh pedagang sebagai konsumen. Perubahan harga lada di tingkat produsen dan konsumen dipengaruhi oleh permintaan dunia serta kualitas lada itu sendiri. Beragamnya manfaat lada membuat permintaan akan komoditi ini di negara-negara importir semakin tinggi tiap tahunnya.

Margin harga produsen dan konsumen terbesar terjadi pada tahun 2006 2007, yaitu Rp 2.470,57. Hal ini disebabkan oleh posisi tawar petani, informasi pasar yang diperoleh serta pemanfaatan peluang pasar yang lemah dan juga usahatani lada yang telah dilakukan oleh petani tidak sesuai dengan permintaan pasar, sehingga kualitas yang dihasilkan kurang baik. Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan pendapatan yang diperoleh petani rendah. Perbedaan harga yang terjadi merupakan salah satu hambatan pemasaran yang sering dijumpai dalam pemasaran komoditi pertanian, maupun perkebunan. Hal tersebut juga

menunjukkan adanya indikasi bahwa terdapat masalah pada sistem pemasaran lada yang selama ini berlangsung di Provinsi Lampung umumnya, dan Kabupaten Abung khususnya.

Pendapatan petani akan meningkat dengan semakin efisiennya saluran pemasaran lada ke konsumen. Hal ini menentukan keadaan harga di tingkat petani dan marjin yang diterima petani, disamping itu juga oleh lembaga pemasaran (pedagang pengumpul, eksportir) yang banyak menentukan mekanisme pasar. Di antara


(11)

pelaku pemasaran, posisi petani sebagai produsen relatif paling lemah dalam melakukan penawaran untuk mendapatkan harga yang baik.

Saluran pemasaran lada di Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Timur masih tergantung kepada pedagang pengumpul. Petani lada cenderung menjual hasil lada kepada pedagang pengumpul pada saat harga tinggi untuk

memaksimalkan keuntungan jangka pendek karena terdesak kebutuhan uang tunai.

Ketidakmampuan petani menjual lada langsung ke eksportir mengakibatkan semakin panjangnya alur pemasaran dengan melibatkan banyak lembaga pemasaran yang menikmati marjin keuntungan antara petani dengan para eksportir. Efisien tidaknya sistem pemasaran yang terbentuk berpengaruh pada besarnya harga jual lada dan keuntungan yang diterima petani. Sistem pemasaran yang tidak efisien akan mengakibatkan rendahnya harga jual lada yang diterima petani.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan di dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan, yaitu:

1. Bagaimana saluran pemasaran komoditas lada di Kecamatan Abung tinggi Kabupaten Lampung Utara?

2. Apakah pemasaran komoditas lada di Kecamatan Abung tinggi Kabupaten Lampung Utara sudah efisien?


(12)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui saluran pemasaran lada di Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara.

2. Mengetahui efisiensi pemasaran lada di Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Sebagai pertimbangan bagi para petani dalam pengelola kegiatan usahatani lada dan pemasaran komoditinya.

2. Sebagai penentu kebijakan Pemerintah Daerah dengan memberikan gambaran tentang efisiensi pemasaran lada di Provinsi Lampung sehingga dapat

dijadikan bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan yang berhubungan dengan usaha pengembangan komoditas lada.

3. Sebagai bahan informasi dan perbandingan untuk penelitian yang lain dengan masalah yang sama.


(1)

Tabel 2. Kabupaten, Luas Area, Produksi dan Produktivitas Lada Provinsi Lampung (BKPM, 2009)

Kabupaten Luas Lahan

(Ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/Ha)

Lampung Utara 23.896 8.953 0,375

Way Kanan 12.008 3.233 0,269

Lampung Timur 9.200 4.280 0,465

Lampung Barat 8.691 2.920 0,336

Tanggamus 7.872 1.824 0,232

Lampung Tengah 1.092 226 0,207

Lampung Selatan 862 125 0,145

Tulang Bawang 166 12 0,070

Kota Bandar Lampung 12 -

-Dari Tabel diatas dapat dilihat Kabupaten Lampung Utara merupakan daerah yang memiliki luas areal terluas dan produksi terbesar dibanding Kabupaten-Kabupaten lainya. Hal ini didukung karena Lampung Utara memiliki lahan dan iklim yang sangat cocok untuk budidaya lada. Selain itu faktor lain yang berpengaruh adalah karena banyaknya petani lain yang beralih mengusahakan lada karena lada

memiliki prospek cerah dimasa yang akan datang. Dari dua puluh tiga Kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Utara, Kecamatan Abung Tinggi merupakan sentra produksi lada terbesar meskipun luas arealnya bukan yang terluas di Kabupaten Lampung Utara (Tabel 3).


(2)

Tabel 3. Lima Besar Kecamatan dengan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan Lada Terluas dan Terbesar di Lampung Utara Tahun 2008 (Dinas kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lampung Utara, 2009)

Kecamatan Luas Areal (ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Abung Tinggi 2.378 1.273,8 535,66

Kotabumi Selatan 2.195 979,5 446,24

Abung Kunang 1.460 743,0 508,90

Abung Barat 2.646 740,8 279,96

Tanjung Raja 2.050 700,0 341,46

Pada Tabel 3 terlihat bahwa pengelolaan budidaya lada di Kecamatan Abung Tinggi sangat baik, karena meskipun luas arealnya tidak seluas Kecamatan Abung Barat, namun nilai produksi dan produktivitasnya yang terbesar. Hal ini karena para petani sangat menjaga tanamannya agar tidak dirusak oleh hama dan penyakit yang dapat menurunkan nilai produksinya. Sistem pemupukan pada lahan perkebunan lada di Kecamatan ini juga sangat baik, terbukti dengan nilai produktivitasnya yang tinggi, yaitu 535,66 ton/ha.

Nilai produksi dan produktivitas lada harus terus ditingkatkan, mengingat lada merupakan salah satu komoditi ekspor Provinsi Lampung dengan prospek yang cukup menjanjikan, karena permintaan luar negeri yang semakin meningkat sejalan dengan semakin berkembangnya sektor agroindustri. Pada tahun 2006 komoditi ekspor lada Lampung mencapai 48.786.000 US$ atau 3,19 % dari total jumlah ekspor 1.525.633.206 US$ (BPS Provinsi Lampung, 2007). Perkembangan ekspor lada di Provinsi lampung selama enam tahun dari tahun 2001 hingga tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 4.


(3)

Tabel 4. Volume, Nilai Ekspor, dan Harga Lada Provinsi Lampug Tahun 2003-2007 (BPS Provinsi Lampung, 2003-2007).

Tahun Volume (ton) Pertumbuhan (%) Nilai Ekspor (US$) Pertumbuhan (%) Harga (US$/ton) Pertumbuhan (%)

2003 33.111 - 48.503.000 - 1.464,87

-2004 26.340 -20,45 41.844.000 -13,73 1.588,61 8,45 2005 32.232 22,37 42.287.000 1,06 1.311,96 -17,41 2006 28.889 -10,37 48.786.000 15,37 1.688,74 28,72 2007 34.674 20,02 95.158.984 95,05 2.744,39 62,51

Pada tabel 4 terlihat bahwa perkembangan ekspor lada Lampung selama tahun 2003-2007 mengalami fluktuasi akibat peningkatan dan penurunan jumlah produksi dan harga lada itu sendiri. Volume ekspor lada terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu 26.340 ton dengan harga 1.588,61 US$/ton dan tertinggi pada tahun 2007 yaitu 34.674 ton dengan harga 2.744,39 US$/ton.

Pertumbuhan harga lada pada tahun 2006 ke tahun 2007 juga mengalami

peningkatan yang cukup drastis, yaitu dari 28,72% ke 62,51%. Hal ini berdampak pada pendapatan petani pada tahun yang sama juga meningkat, namun

peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan (Tabel 5).

Tabel 5. Perkembangan Harga Rata-Rata Lada di Tingkat Produsen dan Konsumen serta Margin Harga Produsen dan Konsumen Provinsi Lampung Tahun 2003 - 2007 (BPS, 2008).

Tahun Harga Produsen (Rp/Kg)

Harga Eksportir (Rp/Kg)

Margin Harga Produsen dan Konsumen (Rp/Kg)

2003 13.469,90 15.275,85 1.805,95

2004 11.715,06 13.972,72 2.257,66

2005 12.484,76 14.868,69 2383,93

2006 16.461,71 19.626,53 3.164,82


(4)

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata harga lada tingkat produsen pada tahun 2003 2007 di Provinsi Lampung, yaitu sebesar Rp 16.826,28, sedangkan pada tingkat konsumen sebesar Rp 19.296.86. Hal ini terjadi karena posisi tawar petani sebagai produsen yang lemah, sehingga harga lada di tingkat produsen ditentukan oleh pedagang sebagai konsumen. Perubahan harga lada di tingkat produsen dan konsumen dipengaruhi oleh permintaan dunia serta kualitas lada itu sendiri. Beragamnya manfaat lada membuat permintaan akan komoditi ini di negara-negara importir semakin tinggi tiap tahunnya.

Margin harga produsen dan konsumen terbesar terjadi pada tahun 2006 2007, yaitu Rp 2.470,57. Hal ini disebabkan oleh posisi tawar petani, informasi pasar yang diperoleh serta pemanfaatan peluang pasar yang lemah dan juga usahatani lada yang telah dilakukan oleh petani tidak sesuai dengan permintaan pasar, sehingga kualitas yang dihasilkan kurang baik. Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan pendapatan yang diperoleh petani rendah. Perbedaan harga yang terjadi merupakan salah satu hambatan pemasaran yang sering dijumpai dalam pemasaran komoditi pertanian, maupun perkebunan. Hal tersebut juga

menunjukkan adanya indikasi bahwa terdapat masalah pada sistem pemasaran lada yang selama ini berlangsung di Provinsi Lampung umumnya, dan Kabupaten Abung khususnya.

Pendapatan petani akan meningkat dengan semakin efisiennya saluran pemasaran lada ke konsumen. Hal ini menentukan keadaan harga di tingkat petani dan marjin yang diterima petani, disamping itu juga oleh lembaga pemasaran (pedagang pengumpul, eksportir) yang banyak menentukan mekanisme pasar. Di antara


(5)

pelaku pemasaran, posisi petani sebagai produsen relatif paling lemah dalam melakukan penawaran untuk mendapatkan harga yang baik.

Saluran pemasaran lada di Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Timur masih tergantung kepada pedagang pengumpul. Petani lada cenderung menjual hasil lada kepada pedagang pengumpul pada saat harga tinggi untuk

memaksimalkan keuntungan jangka pendek karena terdesak kebutuhan uang tunai.

Ketidakmampuan petani menjual lada langsung ke eksportir mengakibatkan semakin panjangnya alur pemasaran dengan melibatkan banyak lembaga pemasaran yang menikmati marjin keuntungan antara petani dengan para eksportir. Efisien tidaknya sistem pemasaran yang terbentuk berpengaruh pada besarnya harga jual lada dan keuntungan yang diterima petani. Sistem pemasaran yang tidak efisien akan mengakibatkan rendahnya harga jual lada yang diterima petani.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan di dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan, yaitu:

1. Bagaimana saluran pemasaran komoditas lada di Kecamatan Abung tinggi Kabupaten Lampung Utara?

2. Apakah pemasaran komoditas lada di Kecamatan Abung tinggi Kabupaten Lampung Utara sudah efisien?


(6)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui saluran pemasaran lada di Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara.

2. Mengetahui efisiensi pemasaran lada di Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Sebagai pertimbangan bagi para petani dalam pengelola kegiatan usahatani lada dan pemasaran komoditinya.

2. Sebagai penentu kebijakan Pemerintah Daerah dengan memberikan gambaran tentang efisiensi pemasaran lada di Provinsi Lampung sehingga dapat

dijadikan bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan yang berhubungan dengan usaha pengembangan komoditas lada.

3. Sebagai bahan informasi dan perbandingan untuk penelitian yang lain dengan masalah yang sama.