ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EFISIENSI PEMASARAN LADA DI KECAMATAN GUNUNG LABUHAN KABUPATEN WAY KANAN

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EFISIENSI PEMASARAN LADA DI KECAMATAN GUNUNG LABUHAN

KABUPATEN WAY KANAN

Oleh

ADE LIA DELITA

Penelitian ini bertujuan untuk menetahui: (1) kelayakan finansial usahatani lada dan (2) efisiensi pemasaran lada. Penelitian ini dilakukan pada dua sentra produksi lada, yaitu Desa Gunung Labuhan dan Desa Bengkulu Tengah, Kabupaten Way Kanan. Responden terdiri dari lima puluh petani lada yang dipilih secara acak dengan teknik acak distratifikasikan dan enam pedagang lada yang ditentukan dengan teknik bola salju. Tujuan pertama dianalisis menggunakan kriteria investasi dan sensitivitas. Tujuan kedua dianalisis menggunakan marjin pemasaran, korelasi harga dan elastisitas transmisi harga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) berdasarkan nilai kriteria investasi menunjukkan bahwa usahatani lada layak untuk diusahakan dan setelah diuji laju kepekaan (sensitivitas) terhadap perubahan-perubahan yang terjadi yaitu kenaikan biaya produksi sebesar 8,38 %, penurunan jumlah produksi sebesar 30%, dan penurunan harga jual sebesar 13 % usahatani lada masih layak untuk diusahakan (2) struktur pasar adalah pasar oligopsoni dimana penjual lebih banyak dibandingkan dengan pembeli, nilai koefisien korelasi harga lada adalah 0,47 yang berarti pasar lada tidak bersaing sempurna dan nilai elastisitas transmisi harga yang diperoleh adalah 1,74 maka laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih besar dibanding laju perubahan harga di tingkat produsen.


(2)

ABSTRACT

FINANCIAL FEASABILITY AND MARKETING EFFICIENCY ANALYSIS OF PEPPER FARMING IN

GUNUNG LABUHAN SUBDISTRICT OF WAY KANAN REGENCY

By

ADE LIA DELITA

The research aims to find out: financial feasibility of pepper farming and marketing efficiency of pepper. This research was conducted in two pepper production centers, Gunung Labuhan Village and Bengkulu Tengah Village, Gunung Labuhan Subdistrict of Way Kanan Regency. Respondents consisted of fifty pepper farmers selected randomly by using stratified random sampling and six pepper traders determined by using snowball sampling. The first goal was analyzed using investment criteria and sensitivity rate. The second goal was analyzed using marketing margins, price correlations, and price transmission elasticity. The results showed that pepper farming is worth to attempt based on the value of investment criteria and the sensitivity rate analysis against changes that may occur. The changes were the production cost increase of 8.38 % the production quantity decrease of 30%, and the production price decrease of 13 %. The market structure was oligopsonistic market with the price correlation coefficient value of 0.47, which means pepper market is not perfectly competitive, and price transmission elasticity value of 1.74, which means the rate of change in consumer prices is greater than the rate of change in producer prices .


(3)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EFISIENSI PEMASARAN LADA DI KECAMATAN GUNUNG LABUHAN

KABUPATEN WAY KANAN Oleh

ADE LIA DELITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15 Januari 1992 dari pasangan Bapak Mahyudin Bayas dan Ibu Nyimas Darmawati. Penulis adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SD Sukasari 5 Tangerang pada tahun 2004, tingkat SLTP di SMP Negeri 4 Tangerang pada tahun 2007, tingkat SLTA di SMA Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis, Program Studi Agribisnis pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Dasar-dasar Penyuluhan dan Komunikasi semester genap tahun ajaran 2013/2014, Pada tahun 2013, penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu di Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Pesawaran dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Ketapang,


(7)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala curahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, teladan bagi seluruh umat manusia. Penulis menyadari bahwa penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan, nasihat, serta saran-saran yang membangun dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. F. E. Prasmatiwi., M.S., sebagai Dosen Pembimbing pertama sekaligus sebagai Ketua Jurusan Agribisnis, yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis serta memberikan masukan, arahan, dan nasihat kepada penulis. Terimakasih atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

2. Helvi Yanfika., S.P. M.E.P., sebagai Dosen Pembimbing ke dua atas bimbingan, masukan, arahan, motivasi, dan nasihat yang telah diberikan. 3. Dr. Ir. Dyah Aring Hepiana Lestari., M.Si., sebagai Dosen Penguji Skripsi,

atas saran, kritik, dan arahan yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Orang tuaku tercinta Ayahanda Mahyudin Bayas dan Ibunda Nyimas Darmawati atas semua limpahan kasih sayang, doa, dukungan, dan motivasi


(8)

5. Kakak-kakakku terkasih Desti Harini Lisnawati dan Marisa Reti Lova Sari, S.Pd atas doa, dukungan, dan semangat yang telah diberikan.

6. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Agribisnis (Mba Iin, Mba Ayi, Mas Bukhari, Mas Kardi, Pak Margono, dan Mas Boim), atas semua ilmu dan bantuan yang telah diberikan.

8. Keluarga Bapak Akmaluddin, Ibu Ernawati., S.Pd., Roma Ade Saputra, Andre, dan Arya yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan dukungan serta bantuan dalam kegiatan penelitian.

9. Saudara dan sahabat-sahabat tercinta Neno Risky., S.P., Novita Setiani, Annisawati., S.Pd., Tri Yunita Sari, dan Rezki Aditama yang telah

memberikan dukungan dan semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat terbaik selama masa kuliah Tri Yunita Sari, Tania Oktrisa, Hasni Novi Jannati, Raisa Diti., S.P., I Rani Melya Sari., S.P., dan Lina Febriani atas bantuan, keceriaan, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. Terimakasih atas kesediaan untuk bertukar ilmu dan pendapat serta kebersamaannya selama ini.

11. Sahabat seperjuangan Andini Fitria Hadi, Erisa Widyanti., S.P., Nita Oktami., S.P., Huda Nur Aini., S.P., Ludi Satria., S.P., Ervina Virgawati, Yoandra Yoga, Yuni Elmita Sari., S.P., Andhika Praditya, Doni, yang telah


(9)

menyediakan waktu untuk berdiskusi dan memberikan bantuan, motivasi, dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman Agribisnis 2010 Asih, Fitri, Marcella, Tunjung, Ova, Vanessa, Jenny, Tyas, Meta, Vega, Wida, Septa, Dwi, Sinta, Aya, Hani, Eli, Lindi, Dimash, Danny, Rizki R, Dani, Debi, Wayan, Rahmat, Reza, Faizal, Seta, Iqbal, Rizki Pn, Edo, Kahfindra, , dan teman-teman Agribisnis 2010 lainnya, atas pengalaman dan kebersamaan yang telah diberikan. Semoga kelak kita semua menjadi orang-orang yang sukses dan bermanfaat untuk orang lain. 13. Atu dan kiyai Agribisnis 2007, 2008, 2009, adinda Agribisnis 2011, 2012,

2013 dan 2014 atas bantuan dan dukungannya untuk penulis.

14. Semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

15. Almamater tercinta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

membutuhkan.

Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis,


(10)

iii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 11

A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Usahatani Lada ... 11

2. Prospek Bisnis Lada ... 15

3. Analisis Kelayakan Finansial ... 16

4. Analisis Sensitivitas ... 21

5. Analisis Sistem Pemasaran ... 23

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 33

C. Kerangka Pemikiran ... 37

III. METODE PENELITIAN ... 41

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 41

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 46

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 49


(11)

iv

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 60

A. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan ... 60

1. Geografi ... 60

2. Topografi ... 60

3. Administrasi Pemerintahan ... 61

4. Demografi ... 62

5. Keadaaan Pertanian ... 62

6. Sarana perekonomian ... 66

7. Pengembangan Lada di Kabupaten Way Kanan ... 68

B. Gambaran Umum Kecamatan Gunung Labuhan . ... 72

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Keadaan Umum Petani Responden ... 74

1. Tingkat Umur ... 74

2. Tingkat Pendidikan ... 75

3. Suku ... 76

4. Pengalaman Usahatani ... 77

5. Luas Lahan dan Status Kepemilikan Lahan ... 77

6. Umur Tanaman ... 79

B. Identitas Responden Pedagang ... 79

C. Biaya Kelayakan Finansial Usahatani Lada ... 80

1. Biaya Investasi ... 80

2. Biaya Operasional ... 85

D. Penerimaan Usahatani Lada ... 91

E. Analisis Finansial ... 92

F. Analisis Sensitivitas ... 95

G. Analisis Pemasaran ... 100

1. Struktur Pasar ... 100

2. Perilaku Pasar ... 101

3. Keragaan Pasar ... 102

a. Saluran pemasaran ... 102

b. Analisis pangsa produsen ... 105

c. Marjin pemasaran dan ratio profit marjin ... 105

d. Analisis korelasi harga ... 110


(12)

v

B. Saran ... 113 DAFTAR PUSTAKA ... 115 LAMPIRAN ... 118


(13)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pertanian di

Provinsi Lampung, tahun 2010 – 2012 (juta rupiah) ... 2 2. Luas areal dan produksi lada perkebunan rakyat (PR) di Provinsi

Lampung, tahun 2008 – 2012 ... 3 3. Luas areal dan produksi lada perkebunan rakyat (PR) menurut

kabupaten di Provinsi Lampung, tahun 2012 ... 4 4. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan lada di Kabupaten

Way Kanan, tahun 2011 ... 5 5. Kajian peneliti terdahulu ... 34 6. Luas areal lada perkebunan rakyat (PR) menurut desa di Kecamatan

Gunung Labuhan tahun 2013 ... 46 7. Penentuan jumlah petani sampel berdasarkan umur tanaman Desa

Gunung Sari dan Desa Bengkulu Tengah ... 48 8. Luas lahan, produksi, dan produktivitas padi sawah dan padi ladang

di Kabupaten Way Kanan, tahun 2012 ... 63 9. Luas lahan, produksi, dan produktivitas jagung dan kedelai di

Kabupaten Way Kanan, tahun 2012 ... 64 10. Luas lahan, produksi, dan produktivitas ubi kayu dan ubi jalar di

Kabupaten Way Kanan, tahun 2012 ... 65 11. Luas lahan tanaman perkebunan rakyat menurut kecamatan dan

jenis tanaman di Kabupaten Way Kanan, tahun 2012 ... 66 12. Jumlah koperasi menurut jenis koperasi di Kabupaten Way Kanan

tahun 2011 – 2013 ... 67 13. Panjang jalan menurut jenis permukaan di Kabupaten Way Kanan


(14)

v

14. Banyaknya sarana perdagangan menurut jenisnya di Kabupaten

Way Kanan tahun 2011 – 2013 ... 68 15. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan menurut komoditi

Kecamatan Gunung Labuhan tahun 2012 ... 73 16. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat umur di lokasi

penelitian, tahun 2014 ... 74 17. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan di

lokasi penelitian, tahun 2014 ... 75 18. Sebaran petani responden berdasarkan suku di lokasi penelitian,

tahun 2014 ... 76 19. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman usahatani di

lokasi penelitian, tahun 2014 ... 77 20. Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan di lokasi

penelitian, tahun 2014 ... 78 21. Sebaran petani responden berdasarkan umur tanaman di lokasi

penelitian, tahun 2014 ... 79 22. Identitas responden pedagang ... 80 23. Penggunaan dan biaya pupuk per hektar per tahun pada tanaman

belum menghasilkan (TBM) ... 83 24. Penggunaan dan biaya obat-obatan per hektar per tahun pada

tanaman belum menghasilkan (TBM) ... 84 25. Penggunaan dan biaya tenaga kerja per hektar per tahun

pada TBM ... 85 26. Penggunaan dan biaya pupuk per hektar per tahun pada tanaman

menghasilkan (TM) ... 87 27. Penggunaan dan biaya obat-obatan per hektar per tahun pada

tanaman menghasilkan (TM) ... . 88 28. Penggunaan dan biaya tenaga kerja per hektar per tahun pada

tanaman menghasilkan (TM) ... 88 29. Biaya total sarana produksi usahatani lada ... 89 30. Biaya total usahatani lada ... 90


(15)

vi

31. Jumlah produksi dan penerimaan usahatani lada ... 91 32. Analisis finansial usahatani lada untuk rata-rata lahan satu hektar .. 93 33. Perubahan nilai analisis kelayakan usaha akibat adanya

kenaikan biaya produksi sebesar 8,38 % ... 97 34. Perubahan nilai analisis kelayakan usaha akibat adanya

penurunan produksi sebesar 30% . ... 98 35. Perubahan nilai analisis kelayakan usaha akibat adanya

penurunan harga output sebesar 13% . ... 99 36. Pangsa produsen setiap saluran pemasaran lada di lokasi

penelitan ... 105

37. Analisis marjin pemasaran lada pada saluran I ... 107 38. Analisis marjin pemasaran lada pada saluran II ... 108 39. Analisis marjin pemasaran lada pada saluran III ... 110


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran analisis kelayakan finansial dan pemasaran lada

di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan ... 40 2. Saluran pemasaran lada di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu

menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, kondisi alam yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, dan curah hujan rata-rata per tahun yang cukup tinggi. Hal itu dikarenakan Indonesia terletak di daerah tropis dan di sekitar garis khatulistiwa.

Salah satu sub sektor dari pertanian yang baik untuk dikembangkan di

Indonesia adalah perkebunan. Komoditi perkebunan dikembangkan di banyak negara karena komoditi perkebunan sebagai komoditi ekspor dan impor sehingga dapat meningkatkan devisa bagi negara yang melakukan ekspor.

Perkebunan merupakan sub sektor pertanian yang memiliki kontribusi besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Lampung. Kontribusi sub sektor perkebunan terus mengalami peningkatan dari tahun 2010 – 2012. Kontribusi sub sektor perkebunan menempati urutan ketiga setelah tanaman pangan dan perikanan dari tahun 2010 – 2012. Produk


(18)

Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pertanian Provinsi Lampung tahun 2010 – 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pertanian di Provinsi Lampung, tahun 2010 – 2012 (juta rupiah)

.

Lapangan Usaha Pertanian

Tahun Tahun Tahun

2010 2011 2012

1. Tanaman bahan makanan 18.349.696 22.162.656 26.361.982

2. Tanaman perkebunan 6.999.511 8.010.895 8.536.112

3. Peternakan 4.102.245 5.129.595 5.695.564

4. Kehutanan 539.393 597.363 679.613

5. Perikanan 9.926.568 9.578.176 10.654.291

Total 39.917.413 45.478.685 51.927.562

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012

Salah satu komoditas perkebunan yang berperan penting dalam kegiatan ekspor dan impor adalah lada. Berdasarkan data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi tahun 2014,Indonesia adalah pemasok utama lada hitam ke pasar Amerika Serikat dengan tingkat pengiriman 20.423 metrik ton (47%), diikuti oleh Brasil 8.715 metrik ton (20 %), Vietnam 7.963 metrik ton (18%) dan India 5.600 metrik ton (13%). Hal ini berarti peluang Indonesia sangat besar dalam perdagangan dan bisnis lada. Indonesia juga memiliki peran yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan lada di negara lainnya. Melalui peningkatan kualitas dan jumlah produksi serta memperluas areal kebun, petani lada di Indonesia dapat memanfaatkan peluang pasar yang cukup besar tersebut.


(19)

3

Salah satu daerah sentra lada di Indonesia adalah Provinsi Lampung. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2012, persentase produksi lada

perkebunan rakyat (PR) di Provinsi Lampung adalah sebesar 26,08 %. dari seluruh total produksi lada di Indonesia. Oleh karena itu lada sering dijadikan lambang untuk menggambarkan daerah Provinsi Lampung. Walaupun sektor perkebunan memiliki peran cukup besar dalam perekonomian negara sebagai sumber devisa dan memberikan kontribusi dalam PDRB, perkembangan perkebunan lada rakyat di Indonesia khususnya di Provinsi Lampung sebaliknya cenderung semakin menurun. Hal ini bertolak belakang dengan banyaknya permintaan lada di dunia yang harus dipenuhi. Perkembangan luas areal dan produksi lada perkebunan rakyat (PR) di Provinsi Lampung tahun 2008 – 2012 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas areal dan produksi lada perkebunan rakyat (PR) di Provinsi Lampung, tahun 2008 – 2012

Tahun Luas areal

(ha)

Produksi (ton)

2008 63.700 22.164

2009 64.703 22.311

2010 63.620 22.725

2011 63.679 24.498

2012 63.640 23.005

Total 319.342 114.703

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa dari tahun 2010 – 2012 luas areal perkebunan lada di Provinsi Lampung semakin menurun dan dari tahun 2011 ke 2012 produksi tanaman lada menurun. Luas areal dan produksi lada skala

perkebunan rakyat (PR) menurut kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.


(20)

Tabel 3. Luas areal dan produksi lada perkebunan rakyat (PR) menurut kabupaten di Provinsi Lampung, tahun 2012

Kabupaten Luas areal

(ha)

Produksi (ton)

1. Lampung Barat 9.447 2.999

2. Tanggamus 6.246 1.621

3. Lampung Selatan 223 80

4. Lampung Timur 8.266 2.817

5. Lampung Tengah 610 310

6. Lampung Utara 23.752 11.133

7. Way Kanan 12.081 3.110

8. Tulang Bawang -

-9. Pesawaran 687 85

10. Pringsewu 2.312 850

11. Mesuji - -

12. Tulang Bawang Barat - -

13. Bandar Lampung 16 -

14. Metro - -

Total 63.640 23.005

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa total luas areal lada perkebunan rakyat di Provinsi Lampung adalah sebesar 63.640 ha dengan jumlah produksi sebanyak 23.005 ton pada tahun 2012. Salah satu daerah sentra produksi tanaman lada di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Way Kanan. Kabupaten Way Kanan menempati urutan ke dua sebagai sentra produksi tanaman lada setelah Kabupaten Lampung Utara dengan luas areal sebesar 12.081 ha dan produksi sebanyak 3.110 ton pada tahun 2012. Luas areal dan produksi lada di Kabupaten Way Kanan tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 4.


(21)

5

Tabel 4. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan lada di Kabupaten Way Kanan, tahun 2011

Kecamatan Luas areal (Ha) Prod. Produktivitas

TBM TM TTM Tot. (ton) (ton/ha)

1. Banjit 197 450 309 956 126 0,28

2. Baradatu 100 950 1.119 2.169 192 0,20

3. Gunung Labuhan 585 2.755 2.125 5465 938 0,34

4. Kasui 258 2.181 228 2.667 872 0,40

5. Rebang Tangkas 60 456 485 1.001 169 0,37

6.

Blambangan

Umpu 60 545 485 1.090 205 0,38

7. Way Tuba 12 251 76 339 80 0,32

8. Negeri Agung 25 245 65 335 86 0,35

9. Bahuga - 2 - 2 3 1,50

10. Buay Bahuga - - - -

11. Bumi Agung - - - -

12. Pakuan Ratu - - - -

13. Negara Batin 1 4 5 10 1 0,25

14. Negeri Besar - - - -

Total 1.298 7.839 4.897 14.034 2.672 0,34

Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kab. Way Kanan, 2011

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 14 kecamatan yang ada di Kabupaten Way Kanan terdapat 10 kecamatan yang sudah memiliki areal yang ditanami komoditas lada. Gunung Labuhan merupakan kecamatan yang memiliki produksi dan tanaman menghasilkan (TM) terluas dari kecamatan lainnya. Kecamatan Gunung Labuhan memiliki jumlah areal tanaman menghasilkan (TM) seluas 2.755 hektar dan produksi lada sebanyak 938 ton

Hambatan dalam perkembangan perkebunan lada rakyat di Provinsi Lampung dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya petani memerlukan modal yang cukup besar untuk biaya investasi dan tidak semua petani memiliki modal yang cukup untuk membangun atau menjalankan usahanya. Selain itu petani harus mempertimbangkan dan menerima risiko yang nantinya akan timbul, karena tanaman lada membutuhkan waktu tiga tahun yaitu sampai tahun


(22)

keempat untuk memasuki usia produktif agar tanaman baru bisa dipanen. Sehingga petani baru bisa mendapat keuntungan setelah memasuki tahun keempat. Setelah memasuki usia produktif yaitu tahun ke empat, petani baru bisa mendapatkan hasil dari produksi pertanaman. Masalah lainnya adalah petani lebih tertarik untuk mengganti usahataninya dari komoditas lada menjadi komoditas lain seperti karet dan kelapa sawit yang di anggap petani lebih menguntungkan. Hal lainnya dikarenakan di daerah Kabupaten Way Kanan komoditas lada lemah terhadap serangan penyakit tanaman yang sampai saat ini belum teratasi dibandingkan dengan tanaman karet dan kelapa sawit yang cenderung lebih resistance terhadap hama dan penyakit tanaman di daerah tersebut.

Pemasaran hasil produksi merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Sebagai proses produksi yang komersial, maka pemasaran merupakan syarat mutlak yang diperlukan dalam pembangunan pertanian. Pemasaran dapat menciptakan nilai tambah melalui guna tempat, guna bentuk, dan guna waktu, sehingga pemasaran pertanian dianggap memberikan nilai tambah yang dapat dianggap sebagai kegiatan produktif (Sudiyono, 2004).

Dalam pemasaran komoditi pertanian terdapat pelaku-pelaku ekonomi yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dengan cara melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Komoditi yang dipasarkan juga bervariasi

kualitasnya dengan harga yang beragam pula. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga-lembaga pemasaran juga bervariasi (Sudiyono, 2004).


(23)

7

Pemasaran hasil produksi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran akan menentukan tingkat efisiensi pemasaran berdasarkan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh tiap-tiap lembaga pemasaran sehingga akan menentukan tingkat harga yang akan diterima petani dan harga yang harus dibayar oleh konsumen. Tingkat harga yang dibayar oleh konsumen akan mempengaruhi tingkat harga yang akan diterima oleh petani. Berdasarkan hasil observasi, harga lada hitam di tingkat petani Kecamatan Gunung Labuhan mencapai Rp 57.000,00/kg, sedangkan harga lada putih mencapai Rp

80.000,00/kg. Menurut BAPPEBTI (2013), harga lada hitam di Provinsi Lampung yaitu di Pasar Spot Panjang pada tahun 2013 sebesar Rp

64.800,00/kg dan harga lada putih sebesar Rp 85.000,00/kg, sedangkan di tingkat eksportir harga lada hitam mencapai Rp 68.000,00/kg dan harga lada putih mencapai Rp 93.000,00.

Oleh karena itu bagaimana keadaan ketersediaan input produksi, biaya

produksi, besarnya produksi, penerimaan usahatani, kelayakan usahatani lada, saluran pemasaran, margin pemasaran, dan pengaruh perubahan harga pada tiap lembaga pemasaran perlu dikaji lebih dalam.

B. Perumusan Masalah

Provinsi Lampung khususnya Kabupaten Way Kanan sangat berpotensi untuk dilakukannya pengembangan usahatani lada, namun pada kenyataanya

perkembangan usahatani lada di Provinsi Lampung semakin menurun apabila dilihat dari luas lahan dan produksinya yang semakin sedikit. Penyebabnya diantara lain karena tanaman terserang penyakit yang tidak kunjung teratasi.


(24)

Masalah lainnya yaitu modal untuk memulai dan menjalankan usaha perkebunan yang cukup besar untuk biaya investasi serta ditambah biaya pemeliharaan tanaman lada yang sangat rentan terserang penyakit. Selain itu petani harus mempertimbangkan dan menerima risiko yang nantinya akan timbul karena masa pengembalian yang lama. Tanaman lada membutuhkan waktu tiga tahun yaitu sampai tahun keempat untuk memasuki usia produktif agar tanaman baru bisa dipanen. Jadi petani baru bisa menerima

pengembalian setelah memasuki tahun keempat. Penyebab-penyebab di atas yang memungkinkan petani untuk menghentikan usahatani ladanya dan mengalihfungsikan lahannya untuk ditanami tanaman perkebunan lainnya seperti karet, kelapa sawit, kakao, ataupun kopi. Petani beranggapan bahwa tanaman perkebunan lainnya lebih tahan terhadap hama penyakit dan menguntungkan dibandingkan tanaman lada.

Pada sistem pemasaran terdapat rantai atau saluran pemasaran yang berfungsi untuk menyampaikan hasil produksi dari petani hingga ke tangan konsumen. Panjang rantai pemasaran mempengaruhi besarnya marjin pemasaran. Semakin panjang rantai pemasaran maka semakin kecil harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen karena semakin banyak pelaku pemasaran yang terlibat. Selain mempengaruhi marjin pemasaran, saluran pemasaran juga dapat mempengaruhi biaya pemasaran, keuntungan petani, dan efisiensi pemasaran.


(25)

9

Para petani lada di Kecamatan Gunung Labuhan menjual hasil produksinya pada pedagang pengumpul desa, kemudian pedagang pengumpul desa menjualnya lagi ke pedagang besar di Pasar Bukit Kemuning.

Penentuan harga di tingkat petani ditentukan dengan cara tawar-menawar antara petani dengan pedagang pengumpul. Jumlah petani lada di Kecamatan Gunung Labuhan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pedagang

pengumpul yang ada, sehingga posisi petani adalah penerima harga. Posisi petani sebagai penerima harga cenderung menerima harga yang rendah sehingga share yang diterima petani menjadi kecil. Rendahnya harga yang diterima petani lada menyebabkan petani kurang terdorong untuk terus menjalankan dan mengembangkan usahataninya.

Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk menganalisis tentang kelayakan finansial dan pemasaran lada di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1) Bagaimana kelayakan finansial usahatani lada di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan?

2) Apakah pemasaran lada di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan sudah efisien?


(26)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan:

1) Menganalisis kelayakan finansial dari usahatani lada di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan.

2) Menganalisis efisiensi pemasaran lada di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan :

1) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah yaitu agar dapat menentukan arah penetapan kebijakan pertanian yang mengacu pada komoditas lada, khususnya di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan. 2) Sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi petani yaitu merupakan

bahan evaluasi dalam pengembangan komoditas lada di masa yang akan datang khususnya di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan.

3) Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka 1. Usahatani Lada a. Syarat tumbuh

Lada tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian tempat 0 – 500 m dari permukaan laut, namun yang terbaik adalah pada ketinggian 100 m dari permukaan air laut. Curah hujan yang dikehendaki berkisar antara 2.000 – 3.000 mm per tahun. Kisaran suhu udara yang terbaik adalah 23 – 320C dengan suhu siang hari 290C. Tekstur tanah yang dikehendaki adalah tanah bertekstur ringan, gembur, berdrainase baik, dan subur. Tanah dengan pH 4 – 7 dapat ditolerir namun yang terbaik adalah pada pH 6 (Evizal, 2013).

b. Budidaya 1) Penanaman

Setek dengan panjang tujuh ruas ditanam dalam lubang di dekat panjatan, empat ruas berada dalam tanah dan tiga ruas di atas tanah. Pohon panjat sudah harus ditanam setahun sebelum penanaman lada agar dapat tumbuh dengan baik. Pohon panjat umumnya ditanam dari setek sepanjang 1 – 1,5 m. Pohon panjatan ditanam pada jarak sekitar


(28)

2,5 x 2,5 m. Dalam lubang tanam sebaiknya diberi pupuk kandang sekitar 5 – 10 kg. Petani Lampung mempunyai kebiasaan merendog tanaman lada. Merendog adalah pekerjaan menurunkan kembali tanaman lada yang berumur sekitar satu tahun ditanami melingkar pohon panjat dan ujungnya diikatkan kembali ke panjatan. Teknologi ini berguna untuk meningkakan produksi lada dan meningkatkan ketahanan lada terhadap kekeringan maupun penyakit akar. 2) Pemeliharaan tanaman

Kegiatan pemeliharaan diantaranya penyiangan gulma, pemangkasan, pemupukan dan penyulaman. Penyiangan gulma dilakukan setiap 2 – 3 bulan sekali. Pemangkasan pohon panjatan dilakukan 2 – 3 kali setahun. Pohon panjatan harus dijaga ketinggiannya sekitar 4 – 6 m, pemangkasan akan mendorong peningkatan produksi.

3) Panen

Tanaman lada mulai memberi hasil pada umur empat tahun, selanjutnya produksi terus meningkat. Panen untuk lada hitam dilakukan ketika buah sudah dengan 1 – 2 buah yang menguning. Panen untuk lada putih dilakukan ketika buah dalam malai sudah masak (Evizal, 2013).

4) Pascapanen

Kegiatan pascapanen utama lada meliputi pengolahan hasil panen sampai didapatkan produk lada yang siap dipasarkan. Buah lada dapat diolah menjadi lada hitam dan lada putih. Untuk membuat lada hitam, buah lada yang baru dipanen langsung diperam dengan cara ditimbun


(29)

13

atau ditumpuk selama 2 – 3 hari. Selain dengan cara ditimbun,

pemeraman buah lada dapat dilakukan dengan cara direndam di dalam air panas selama beberapa saat. Dalam keadaan diperam tersebut kulit buah akan berubah warna menjadi hitam. Selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari langsung hingga kering. Dari penjemuran akan dihasilkan buah lada yang berwarna hitam kelam dengan kulit keriput. Setelah kering, seluruh buah yang melekat pada tangkai malai

dilepaskan dengan cara diinjak-injak. Lalu lada dibersihkan dari segala kotoran.

Pada pengolahan lada putih, buah lada dimasukkan ke dalam keranjang atau karung tanpa harus ditunda hari berikutnya. Setelah itu, karung atau keranjang berisi buah lada direndam dalam bak atau balong yang airnya mengalir arau tidak mengalir. Proses perendaman dalam air dilakukan selama 7 – 10 hari. Setelah itu dilakukan

pembersihan biji dari kulit atau daging buah yang sudah membusuk, pembersihan biji dalam keranjang, dan penginjakkan buah dengan kaki dalam air mengalir. Setelah dibersihkan, biji lada dapat langsung dijemur di bawah sinar matahari atau direndam sekali lagi. Lama perendaman ulang ini cukup1 – 2 hari. Tujuan perendaman ulang adalah untuk mendapatkan kualitas hasil yang lebih baik. Penjemuran biji lada putih dapat berlangsung selama tujuh hari, tergantung


(30)

c. Hama dan penyakit tanaman lada

Jenis hama yang sering menyerang tanaman lada yaitu nematoda akar yaitu nematoda Rotylenchus similis, kumbang Lophobaris piperis dan

Lophobaris serratipes, Diplogomphus hewtti, larva Leucopholis

emarginata, Dasynus piperis dan Diconocoris hawetti. Sedangkan jenis penyakit yang sering menyerang tanaman lada yaitu busuk pangkal batang, busuk akar, penyakit kuning, daun keriting, dan bercak daun

(Rismunandar, 2003).

d. Analisis usahatani lada

Usaha budidaya lada perdu apabila dilakukan pada lahan seluas 1 ha diperlukan sebanyak 6.000 bibit. Lada perdu mulai berproduksi dan dipanen pada tahun ke-3 hingga tahun ke-10 dan produktivitasnya meningkat mengikuti umur dan ukuran tanaman. Total produksi hingga tahun ke-10 sebesar 12.720 kg dengan harga Rp 70.000/kg (Suwarto, 2013).

Perkiraan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani lada diantaranya yaitu :

1) Biaya investasi

Investasi merupakan sejumlah uang yang digunakan oleh petani sebagai modal awal dalam berusahatani. Jadi secara umum segala bentuk modal yang digunakan untuk berbagai kegiatan yang

dilakukan selama usaha/proyek tersebut belum menghasilkan maka modal tersebut disebut investasi. Biaya investasi usahatani lada


(31)

15

terhitung mulai pada tahun ke nol sampai dengan usahatani tersebut menghasilkan yaitu tahun ketiga, yang terdiri dari biaya bangunan, tangga, pengolahan lahan,bibit lada, bibit tanaman panjatan, peralatan, pupuk, pestisida, sewa lahan, pajak dan pemeliharaan.

2) Biaya operasional dan pemeliharaan

Perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan selama umur ekonomis usahatani lada tiap tahunnya sama. Biaya operasional lada dan pemeliharaan mulai terhitung sejak usahatani lada mulai menghasilkan yaitu mulai pada tahun ke tiga. Perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan meliputi pupuk, pestisida, pajak, sewa lahan, dan pemeliharaan (Sumantri, 2004).

2. Prospek Bisnis Lada

Lada memiliki banyak manfaat diantarnya untuk kesehatan yaitu sebagai stimulan pengeluaran keringat (diaphoretic), pengeluaran angin

(carminativ), peluruh air kencing (diuretic), peningkatan nafsu makan, peningkatan aktivitas kelenjar-kelenjar pencernaan, dan percepatan pencernaan zat lemak. Selain itu lada banyak digunakan sebagai penyedap makanan dan dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Apabila melihat dari banyaknya manfaat yang dapat dihasilkan oleh tanaman lada, maka dapat dipastikan akan banyak orang yang membutuhkan dan ingin membeli lada. Di Indonesia, bisnis lada memiliki peran yang sangat baik di bidang perekonomian negara secara umum karena komoditas ini merupakan salah satu sumber devisa.


(32)

Berikut ini beberapa alasan yang mendukung prospek bisnis lada, yaitu : 1) Konsumsi lada cenderung meningkat pertumbuhan penduduk,

perkembangan industri makanan dan obat-obatan, serta peningkatan konsumsi per kapita.

2) Lada merupakan komoditas pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja, baik petani, pekerja, maupun pedagang.

3) Teknik budidaya yang diterapkan Indonesia sangat baik dan terbukti tidak banyak memerlukan perlakuan mekanis sehingga besar

peranannya dalam pemanfaatan tenaga kerja.

4) Wilayah pengembangannya masih tersedia sangat luas (Rismunandar, 2003).

3. Analisis Kelayakan Finansial

Konsep studi kelayakan bisnis adalah alat yang secara sadar dirancang untuk merealisasikan temuan-temuan baru atau usaha-usaha baru dan pengembangan dari usaha yang sudah ada secara obyektif didasarkan pada penilaian yang didukung oleh data yang lengkap dan dijamin keabsahannya, serta dikaji dan dibahas oleh para ahli yang memiliki kompetensi untuk tujuan tersebut. Dalam melakukan studi kelayakan bisnis tidak akan dapat dilakukan secara sempurna jika unsur-unsur penting yang ada dalam ruang lingkup keterkaitan antara setiap unsur penting untuk diperhatikan agar dapat membuat tafsiran penerimaan dan biaya proyek atau usaha dapat dijadikan bahan kajian untuk menentukan apakah suatu inovasi layak atau tidak untuk dilaksanakan dalam


(33)

batas-17

batas kendala dan kesempatan yang ada, saat ini maupun di masa yang akan datang (Sofyan,2004).

Investasi dapat diartikan penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha. Jenis investasi dibagi 2 macam yaitu:

1) Investasi nyata (real investment), investasi nyata atau real investment

merupakan investasi yang dibuat dalam harta tetap (fix asset) seperti tanah, bangunan, peralatan atau mesin-mesin.

2) Investasi finansial (financial investment), investasi finansial atau

financial investment merupakan investasi dalam bentuk kontrak kerja, pembelian saham atau obligasi atau surat berharga lainnya seperti sertifikat deposito.

Pengertian bisnis adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan tujuan dan target yang diinginkan dalam berbagai bidang, baik jumlah maupun waktunya. Keuntungan merupakan tujuan utama dalam dunia bisnis, terutama bagi pemilik bisnis, baik keuntungan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Bentuk keuntungan yang diharapkan lebih banyak dalam bentuk finansial. Besarnya keuntungan telah ditetapkan sesuai dengan batas waktunya. Bidang usaha yang dapat digeluti beragam, mulai dari perdagangan, industri, pariwisata, agrobisnis atau jasa-jasa lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang dipelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka


(34)

menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan (Khasmir & Jakfar, 2006).

Menurut Kadariah (2001), ada beberapa metode yang biasa

dipertimbangkan untuk dipakai dalam analisis finansial, yaitu Gross B/C Ratio, Net B/C Ratio, Payback Period, Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR).

a. Gross B/C Ratio

Gross Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara jumlah present value dari benefit kotor dengan jumlah present value dari biaya kotor. Secara matematis Gross B/C dapat dirumuskan sebagai berikut:

 

 

     n t t n t t i Ct i Bt C GrossB 0 0 1 1 / Keterangan :

Bt = Penerimaan (benefit) pada tahun ke-i Ct = Biaya (Cost) pada tahun ke-i

i = suku bunga (%) t = tahun ke 1,2,3 dst n = umur proyek (tahun)

Kriteria pada pengukuran ini adalah

1) Jika Gross B/C > 1, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan. 2) Jika Gross B/C < 1, maka kegiatan usaha tidak layak untuk

dilaksanakan.

3) Jika Gross B/C = 1, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point


(35)

19

b. Net B/C Ratio

Net Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara net benefit yang telah didiskon faktor positif dengan net benefit yang telah didiskon negatif. Secara matematis Net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut:

       n t t n t t i Bt Ct i Ct Bt C NetB 0 0 1 1 / Keterangan :

Bt = Penerimaan (benefit) pada tahun ke-i Ct = Biaya (Cost) pada tahun ke-i

i = suku bunga (%) t = tahun ke 1,2,3 dst n = umur proyek (tahun)

Kriteria pada pengukuran ini adalah :

1) Jika Net B/C > 1, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan. 2) Jika Net B/C < 1, maka kegiatan usaha tidak layak untuk

dilaksanakan.

3) JikaNet B/C = 1, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point.

c. Payback Period

Payback Period merupakan penilaian investasi suatu proyekyang didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari suatu proyek. Secara matematis Payback Period dapat dirumuskan sebagai berikut:

 

Ab Ko

PP 1 tahun

Keterangan :

Pp = payback periode

K0 = investasi awal


(36)

Kriteria pengukuran kelayakan melalui metode Payback Period adalah: 1) Jika masa PP lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka proyek

tersebut layak untuk dijalankan

2) Jika masa PP lebih lama dari umur ekonomis usaha, maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan

d. Net Present Value (NPV)

Perhitungan Net Present Value merupakan nilai benefit yang telah didiskon dengan The Opportunity Cost of Capital (OCC) sebagai

discount rate. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai berikut :

 

Ko i

Ct Bt NPV

n

t

t  

 

1 1

Keterangan :

Bt = Penerimaan (benefit) pada tahun ke-i. C = Biaya (cost) pada tahun ke-i

N = Umur proyek (tahun) t = Tahun ke 1,2,3 dst i = Discount Rate

K0 = Investasi awal Kriteria penilaian adalah :

1) Jika NPV > 0, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan 2) Jika NPV < 0, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan 3) Jika NPV = 0, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event

point

e. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek, dengan kata lain tingkat, suku bunga yang dapat


(37)

21

menghasilkan NPV sama dengan nol. Secara matematis IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 1

2

1 1

1 i i

NPV NPV

NPV i

IRR

  

 

 

Keterangan :

NPV1 = Present Value positif NPV2 = Present Value negatif i1 = discount rate, jika NPV >0 i2 = discount rate, jika NPV < 0 Dengan kriteria:

1) Jika IRR > i, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan 2) Jika IRR < i, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan 3) Jika IRR = i, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point

4. Analisis Sensitivitas

Pada saat suatu usaha telah diputuskan untuk dilaksanakan berdasarkan pada perhitungan dan analisis serta pada hasil evaluasi (NPV, B/C, IRR), ternyata di dalamnya tidak tertutup kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan dalam perhitungan. Kesalahan perhitungan dapat dikarenakan ketidakstabilan harga faktor-faktor produksi maupun harga produk lada itu sendiri. Adanya kemungkinan-kemungkinan tersebut berarti harus

diadakan analisa kembali untuk meninjau dan mengetahui sejauh mana dapat diadakan penyesuaian-penyesuaian sehubungan dengan adanya perubahan harga tersebut. Tindakan menganalisa kembali ini dinamakan


(38)

Analisis proyek banyak memerlukan ramalan (forcasting), maka perhitungan-perhitungan biaya konstruksi dapat dipengaruhi keadaan cuaca, umur berguna (useful life) investasi dapat lebih pendek karena adanya penemuan-penemuan. Permintaan terhadap jasa angkutan dapat berubah karena adanya perubahan-perubahan yang tidak diketahui

sebelumnya dalam pola pembangunan ekonomi, dan masih banyak faktor-faktor lain yang dapat membuat ramalan kurang tepat (Kadariah, 2001).

Analisis sensitivitas dapat dikatakan suatu kegiatan menganalisis kembali suatu proyek untuk melihat apakah yang akan terjadi pada proyek tersebut bila suatu proyek tidak berjalan sesuai rencana. Analisis sensitivitas mencoba melihat realitas suatu proyek yang didasarkan pada kenyataan bahwa proyeksi suatu rencana proyek sangat dipengaruhi unsur-unsur ketidakpastian mengenai apa yang terjadi di masa mendatang. (Gittinger, 1993).

Besarnya penerimaan dan biaya dalam suatu proyek mempengaruhi besarnya NPV, Gross B/C, Net B/C, IRR dan PP. Perubahan NPV, Gross B/C, Net B/C, IRR dan PP dapat terjadi karena adanya perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat. Dalam penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan pada arus penerimaan dan pengeluaran. Adapun perubahan-perubahan yang akan dikaji pada analisis sensitivitas adalah sebagai berikut :

a) Kenaikan biaya produksi yang telah terjadi dan batas kelayakan produksi.


(39)

23

b) Penurunan penerimaan yang diakibatkan karena gagal produksi atau produk rusak yang telah terjadi dan batas kelayakan usaha.

Analisis sensitivitas dilakukan dengan memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi seperti tingkat kenaikan biaya produksi, penurunan produksi, dan penurunan harga jual suatu produk yang akan menyebabkan nilai NPV, Gross B/C, Net B/C, dan IRR tidak meyakinkan, maka itulah batas kelayakan proyek, analisis laju kepekaan dapat dirumuskan sebagai berikut : % 100 % 100 0 1 0 1 x Y Y Y x X X X an LajuKepeka    Keterangan : 1

X

= NPV/IRR/Net B/C ratio setelah terjadi perubahan

0

X = NPV/IRR/Net B/C ratio sebelum terjadi perubahan

X = rata-rata perubahan NPV/IRR/Net B/C ratio

1

Y

= harga jual/biaya produksi/produksi setelah terjadi perubahan

0

Y = harga jual/biaya produksi/produksi sebelum terjadi perubahan

Y = rata-rata perubahan harga jual/biaya produksi/produksi

5. Analisis Sistem Pemasaran

Menurut Mursid (2006), pada dasarnya pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dengan pembeli. Atau pasar adalah daerah atau tempat (area) yang didalamnya terdapat kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran yang saling bertemu untuk membentuk suatu harga. Terdapat tiga faktor yang menunjang terjadinya pasar yaitu orang dengan segala keinginannya, daya beli mereka, dan tingkah laku dalam pembelian


(40)

mereka. Sedangkan pemasaran adalah suatu proses perpindahan barang atau jasa dari tangan produsen ke konsumen atau dapat dikatakan pula bahwa pemasaran adalah semua kegiatan usaha yang bertalian dengan arus penyerahan barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dengan mana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran produk-produk yang bernilai. Definisi pemasaran ini berpijak pada konsep-konsep inti yaitu kebutuhan, keinginan dan permintaan, produk, nilai biaya dan kepuasan, pertukaran, transaksi,dan hubungan, pasar serta pemasaran dan pemasar (Kotler, 1993)

Pemasaran mempunyai peranan yang penting dalam masyarakat karena pemasaran menyangkut berbagai aspek kehidupan, termasuk bidang ekonomi dan sosial. Peranan pemasaran diantaranya yaitu sebagai berikut 1) Peranan pemasaran dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan

manusia.

Sebagian besar usaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia dilakukan melalui pemasaran. Hal ini disebabkan karena proses pemasaran menambah kegunaan dari produk yang ada, yaitu kegunaan waktu, kegunaan tempat, dan kegunaan karena pemilikan. Fungsi pemasaran seperti pembelian penjualan, pengangkutan, dan penggudangan merupakan proses untuk menambah kegunaan produk yang ada. Fungsi pemasaran mempunyai peranan yang sangat penting


(41)

25

dalam meningkatkan daya guna suatu barang, yang tadinya kurang berarti di suatu tempat atau pada suatu waktu, kebutuhan dan keinginan manusia dapat terpenuhi dengan lebih baik.

2) Peranan pemasaran dalam mengalirnya produk dari produsen ke konsumen.

Pada dasarnya pemasaran suatu barang mencakup perpindahan atau aliran dari dua hal, yaitu aliran fisik barang itu sendiri dan aliran kegiatan transaksi untuk barang tersebut. Aliran kegiatan transaksi merupakan rangkaian kegiatan transaksi, mulai dari penjual produsen sampai kepada pembeli konsumen akhir.

3) Peranan pemasaran dalam kegiatan ekonomi.

Dari pandangan makro pemasaran dilihat sebagai proses sosial, yaitu proses yang dilakukan untuk menunjang tercapainya pemenuhan kebutuhan masyarakat secara efektif dan efisien melalui pertukaran nilai-nilai konsumsi. Suatu masyarakat membutuhkan beberapa macam sistem pemasaran untuk mengorganisir kegiatan-kegiatan yang menunjang usaha peningkatan taraf hidup masyarakat melalui

pertukaran (Assauri, 2002).

Menurut Hasyim (2012), kegunaan yang diciptakan oleh kegiatan tataniaga adalah kegunaan bentuk (form utility), kegunaan tempat (place utility), kegunaan waktu (time utility) dan kegunaan milik (possession utility). Kegunaan bentuk adalah kegiatan meningkatkan nilai barang dengan cara mengubah bentuknya menjadi barang lain yang secara umum lebih bermanfaat. Jadi fungsi yang berperan dalam


(42)

kegiatan ini adalah fungsi pengolahan. Kegunaan tempat adalah kegiatan yang mengubah nilai suatu barang menjadi lebih berguna karena telah terjadi proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam hal ini fungsi transportasi atau pengangkutan paling berperan. Kegunaan waktu, yaitu kegiatan yang menambah kegunaan suatu barang karena ada proses waktu atau perbedaan waktu.

Kegunaan milik adalah kegiatan yang menyebabkan bertambahnya guna suatu barang karena terjadi proses pemindahan pemilikan dari suatu pihak ke pihak lain.

Analisis sistem pemasaran dapat dikaji melalui struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar yang dikenal dengan model S-C-P

(structure, conduct dan performance). Keragaan pasar (market performance) dianalisis melalui beberapa indikator, yaitu saluran pemasaran, pangsa produsen, marjin pemasaran dan rasio profit marjin, korelasi harga serta elastisitas transmisi harga (Hasyim, 2012).

a. Struktur pasar

Struktur pasar (market structure) adalah karakteristik organisasi dari suatu pasar, yang untuk prakteknya adalah karakteristik yang menentukan hubungan antara para pembeli dan penjual, antara penjual satu dengan penjual yang lain, dan hubungan antara penjual di pasar dengan para penjual potensial yang akan masuk ke dalam pasar. Unsur-unsurnya adalah tingkat konsentrasi, diferensiasi produk, dan rintangan masuk pasar.


(43)

27

b. Perilaku pasar

Perilaku pasar (market conduct) adalah pola tingkah laku dari lembaga tataniaga dalam hubungannya dengan sistem pembentukan harga dan praktek transaksi dalam melakukan pembelian dan penjualan secara horizontal maupun vertikal. Atau dengan kata lain tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang dibuat oleh manager dalam struktur pasar yang berbeda.

c. Keragaan pasar

Keragaan pasar adalah gejala pasar yang tampak sebagai akibat dari interaksi antara struktur pasar (market structure) dan perilaku pasar (market conduct). Interaksi antara struktur dan perilaku pasar pada kenyataannya cenderung bersifat kompleks dan saling mempengaruhi secara dinamis. Untuk menganalisis keragaan pasar (market

performance) digunakan indikator-indikator, antara lain saluran pemasaran, pangsa produsen, marjin pemasaran, korelasi harga, serta elastisitas transimisi harga.

1) Saluran pemasaran

Saluran pemasaran merupakan suatu jalur arus yang dilalui oleh barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai ke konsumen. Saluran pemasaran adalah sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara permintaan fisik dan hak dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar tertentu (Hasyim, 2012).


(44)

2) Pangsa produsen

Analisis pangsa produsen atau producer share (PS) bermanfaat untuk mengetahui bagian harga yang diterima produsen, yang dinyatakan dalam persentase (Hasyim, 2012). Semakin tinggi pangsa produsen, maka kinerja pasar semakin baik dari sisi produsen. Pangsa produsen dirumuskan sebagai:

PS = ��

�� x 100% di mana:

Ps = Bagian harga yang diterima produsen Pf = Harga di tingkat produsen

Pr = Harga di tingkat konsumen

3) Marjin pemasaran dan rasio profit marjin

Menurut Hasyim (2012), marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat pengecer. Selain itu, marjin pemasaran dapat didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen, tetapi dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat

konsumen akhir.

Indikator marjin pemasaran lebih sering digunakan dalam analisa atau penelitian efisiensi pemasaran, karena melalui analisis marjin

pemasaran dapat diketahui tingkat efisiensi operasional (teknologi) serta efisiensi harga (ekonomi) dari pemasaran. Marjin pemasaran juga merupakan perbedaan antara harga suatu barang yang diterima


(45)

29

produsen dengan harga yang dibayarkan konsumen, yang terdiri atas biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Selaras dengan hal tersebut di atas, Hasyim (2012) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan marjin pemasaran secara umum adalah perbedaan harga-harga pada berbagai tingkat sistem pemasaran. Dalam bidang pertanian, marjin pemasaran dapat diartikan sebagai perbedaan harga pada tingkat usahatani dengan harga di tingkat konsumen, atau dengan kata lain perbedaaan harga antara dua tingkat pasar.

Untuk melihat efisiensi suatu sistem pemasaran melalui analisis marjin dapat digunakan sebaran ratio profit marjin (RPM) atau rasio marjin keuntungan pada setiap lembaga perantara pemasaran yang ikut serta dalam suatu proses pemasaran. Rasio margin keuntungan

lembaga perantara pemasaran merupakan perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkannya. Secara matematis, perhitungan marjin pemasaran dan marjin keuntungan dapat ditulis sebagai:

mji = Psi – Pbi

mji = bti + πi

π = mji – bti

Total marjin pemasaran dalam saluran pemasaran tertentu dirumuskan sebagai berikut:

Mji = mji, atau Mji = Pr – Pf

Penyebaran marjin pemasaran dapat dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran (ratio profit margin) pada


(46)



           

   n i n i n i Pf Pf Pf Pf r 1 1 2 2 1 Pr Pr Pr Pr

masing-masing lembaga pemasaran, yang dirumuskan sebagai:

RPM = bti

i

di mana:

mji = marjin pada lembaga pemasaran tingkat ke-i Mji = total marjin pada satu saluran pemasaran

Psi = harga jual pada lembaga pemasaran tingkat ke-i Pbi = harga beli pada lembaga pemasaran tingkat ke-i bti = biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i

πi = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Pr = harga pada tingkat konsumen

Pf = harga pada tingkat produsen i = 1,2,3,...,... n

4) Analisis korelasi harga

Analisis korelasi harga adalah suatu analisis yang menggambarkan perkembangan harga pada dua tingkat yang sama atau berlainan yang saling berhubungan melalui perdagangan. Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar konsumen akhir merupakan fungsi linier, dan melalui nilai korelasi (r) dapat diketahui struktur pasar yang ada. Koefisien korelasi harga

memberikan petunjuk mengenai derajat integrasi antar tingkat pasar. Secara matematis korelasi harga dapat ditulis sebagai:

Keterangan :

r = koefisien korelasi n = jumlah pengamatan

Pf = harga pada tingkat produsen


(47)

31

Jika nilai r < 1, maka struktur pasar dalam sistem pemasaran tidak bersaing sempurna. Namun, jika r > 1, maka fluktuasi kenaikan harga di tingkat produsen lebih besar dari fluktuasi kenaikan harga di tingkat konsumen (Hasyim, 2012).

5) Analisis transmisi harga

Analisis elastisitas transmisi adalah harga atau nisbah dari perubahan harga di tingkat konsumen dengan perubahan harga di tingkat

produsen. Analisis transmisi harga menggambarkan sejauh mana dampak dari perubahan harga barang di tempat konsumen atau

pengecer terhadap perubahan harga di tingkat produsen atau penghasil (Hasyim, 2012). Transmisi harga diukur melalui regresi sederhana di antara dua harga pada dua tingkat pasar, dan selanjutnya dihitung elastisitasnya. Elastisitas transmisi harga dirumuskan sebagai:

Et = ���/��

���/��

atau Et =

��� ��

X

�� ���

Harga mempunyai hubungan linier, di mana Pf merupakan fungsi dari Pr yang secara matematis dirumuskan sebagai:

Pf = a + b Pf

Dari persamaan di atas dapat diperoleh bahwa:

b = ���

���

atau

��� ���

=

1 b

sehingga Et = 1

X

�� ��


(48)

di mana:

Et = elastisitas transmisi harga  = diferensiasi atau turunan

Pf = harga rata-rata ditingkat produsen Pr = harga rata-rata ditingkat konsumen akhir a = konstanta atau titik potong

b = koefisien regresi

Menurut Hasyim (2012), kriteria pengukuran pada analisis elastisitas transmisi harga adalah:

1) Jika Et = 1, berarti perubahan harga di tingkat konsumen (pengecer) ditransmisikan 100% ke produsen, sehingga pasar dianggap sebagai pasar yang bersaing sempurna dan sistem pemasaran telah efisien, 2) Jika Et > 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen

(pengecer) lebih besar dibanding laju perubahan harga di tingkat produsen. Hal tersebut menggambarkan bahwa pemasaran yang terjadi merupakan pemasaran bersaing tidak sempurna dan sistem pemasaran berlangsung tidak (belum) efisien,

3) Jika Et < 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen (pengecer) lebih kecil daripada laju perubahan harga di tingkat produsen, artinya pasar yang dihadapi oleh pelaku pasar adalah tidak sempurna, dan sistem pemasaran yang berlangsung belum/tidak efisien.

d. Jalur pemasaran lada di Indonesia

Dalam dunia perdagangan lada dikenal dua jenis pasar, yaitu pasar tradisional dan pasar nontradisional. Pasar tradisional merupakan langganan lama, sedangkan pasar nontradisional merupakan langganan


(49)

33

baru. Daerah pemasaran tradisional Indonesia diantaranya yaitu Amerika Utara, Eropa Barat, Hongkong dan Singapura. Sedangkan daerah

pemasaran nontradisional Indonesia diantaranya yaitu Eropa Timur, Timur Tengah, Afrika dan kawasan Asia Pasifik.

Secara tradisional, petani lada berskala kecil di Indonesia lebih menyukai menjual lada hasil panennya kepada pedagang pengumpul tingkat desa, yaitu tengkulak, tetapi kualitas lada yang dibelinya selalu diperhatikan. Secara tradisional jalur pemasaran lada di Kalimantan Timur yang hingga kini masih dilakukan adalah petani menjual lada kepada pedagang

pengumpul pertama yang berdomisili di desa. Selanjutnya pedagang pengumpul I menjualnya kembali ke pedagang pengumpul II yang berdomisili di kecamatan. Dari pedagang pengumpul kedua, lada dijual kepada eksportir yang berdomisili di Samarinda. Diluar jalur tersebut, petani dapat langsung menjual ke pedagang pengumpul II, bahkan ada juga pedagang pengumpul pertama yang menjual lada langsung ke eksportir (Rismunandar, 2003).

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang analisis kelayakan finansial dan pemasaran komoditas lada yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Adapun persamaannya terdapat pada tujuan penelitian, komoditas yang diteliti serta metode analisis yang digunakan. Perbedaanya terletak pada lokasi penelitian.


(50)

Penelitian terdahulu yang dirujuk dalam penelitian ini tapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kajian peneliti terdahulu

Nama

Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian

1. Sumantri, 2004.

Analisis Kelayakan Usahatani Lada (Piper nigrum, L.) di Desa Kunduran Kecamatan Ulu Musi Kabupaten Lahat Sumatera Selatan Metode analisis finansial meggunakan kriteria-kriteria investasi yaitu

Net B/C Rasio, GrossB/C Ratio, NPV dan IRR.

1. Pengembangan usahatani lada di Desa Kunduran Kecamatan Ulu Musi Kabupaten Lahat, layak untuk diusahakan hal ini terlihat dari nilai Net B/C Ratio sebesar 2,5, nilai NPV sebesar 46.074.609,2 dan nilai IRR adalah 37,42 %. 2. Berdasarkan analisis

sensitivitas menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan produksi sebanyak 33 %, penurunan harga sebanyak 33 % dan kenaikan biaya sampai49 %. Makausahatani lada tidak layak lagi untuk diusahakan karena nilai Net B/C Ratio, Gross B/C Ratio

lebih kecil dari satu, nilai NPV lebih kecil dari nol, dan IRR lebih kecil dari discount rate.

3. Hasil analisis kelayakan finansial menyatakan bahwa usahatani lada layak untuk diusahakan karena cukup menguntungkan.

2. Nurasa dan Supriatna, 2002. Analisis Kelayakan Finansial Lada Hitam

(Studi Kasus di Provinsi Lampung)

Metode input-output analysis

untuk mendapatkan nilai B/C Ratio, NPV, dan IRR. Sedangkan keunggulan komparatif dan kompetitif diestimasi dengan menggunakan metode Policy Analysis Matrix

(PAM)

1. Pada tingkat bunga 24 % keuntungan bersih (NPV) usahatani mencapai Rp.0,27 juta/ha dengan nilai B/C Ratio 1,02. Sedangkan pada tingkat bunga 30 %, usahatani akan mengalami kerugian sebanyak Rp.2,0 juta/ha dengan nilai B/C Ratio 0,83. Pada tingkat input-output aktual, titik impas usahatani lada berada pada nilai IRR 24,63 %. 2. Analisis daya saing lada

hitam menurut segmen waktu (tahun ke 4, 6, dan 8) terkesan memperlihatkan kecenderungan yang


(51)

35

Nama

Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian

konsisten. Tingkat keunggulan komparatif tertinggi dicapai pada tahun ke-6 dengan nilai DRCR = 0,22.

3. Oktarina, 2009.

Analisis Usahatani dan Pemasaran Lada (Piper Nigrum L.) Di Desa Tanjung Durian Kec. Buay Pemaca Kabupaten OKU Selatan Metode analisis menggunakan faktor produksi Coob Douglass

1. Faktor produksi luas lahan, bibit, dan pupuk urea

berpengaruh nyata sedangkan tenaga kerja dan herbisida berpengaruh tidak nyata terhadap produksi lada; 2. Marjin pemasaran yang

dikatakan menguntungkan adalah saluran III dimana harga jual lebih tinggi dari saluran lainnya dengan tingkat marjin pemasaran sebesar Rp 3.500 hal tersebut dikarenakan pada saluran III lebih pendek dibandingkan dengan saluran lainnya, dan; 3. Tingkat keuntungan yang

diperoleh oleh petani dengan usahatani lada sebesar 38,15 kali dari biaya yang di keluarkan untuk usahatani lada.

4. Sitanggang, 2008.

Analisis Usahatani dan Tataniaga lada Hitam Metode analisis menggunakan analisis deskriptif, analisis kelayakan dan anilisis pemasaran

1. Usahatani lada di daerah penelitian layak untuk diusahakan karena nilai NPV sebesar 3.130.502, Net B/C

sebesar 4,47 dan IRR sebesar 43,85 %.

2. Saluran tataniaga lada terdiri dari satu saluran yaitu dari petani ke pedagang pengumpul yang berada di Tiga Lingga, kemudian pedagang pengumpul menjual kepada pedagang besar di Kota Medan, selanjutnya pedagang pengecer akan membeli lada dari pedagang besar di Pasar Sambu Medan dan akan menjualnya kembali kepada konsumen.

3. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul sebesar Rp. 398,2/kg, pedagang besar Rp. 74,5/kg, dan pedagang pengecer sebesar Rp. 60,4/kg.

4. Nilai elsatisitas transmisi harga sebesar 1,67 % yang berarti setiap perubahan


(52)

Nama

Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian

harga 1 % ditingkat pengecer akan mengakibatkan kenaikan harga sebesar 1,67 % ditingkat petani.

5. Yuhono, 2005.

Sistem Agribisnis Lada dan Strategi Pengembangannya

Metode analisis menggunakan analisis SWOT

Agar Indonesia masih merupakan salah satu negara penghasil utama lada, strateginya adalah mengembangkan lada pada lahan yang sesuai, serta menerapkan teknologi rekomendasi dan efisiensi biaya produksi. Daya saing lada Indonesia di pasar internasional dapat ditingkatkan melalui peningkatan

produktivitas, mutu hasil dan diversifikasi produk bila produk utama harganya jatuh. Peran kelembagaan mulai dari kelembagaan di tingkat petani (KUD, APLI, kelompok tani) sampai dengan kelembagaan pemasaran (AELI, IPC) perlu pula ditingkatkan.

6, Meliyana, 2013.

Analisis Daya Saing Lada Hitam di Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis daya saing menggunakan model analisis PAM (Policy Analysis Matrix).

1. Usahatani lada hitam di Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara memiliki daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) dengan nilai PCR (Private Cost Ratio) dan DRCR (Domestic Resource Cost Ratio) sebesar 0,76 dan 0,65.

2. Daya saing lada hitam sangat sensitif terhadap penurunan harga lada hitam 50 % dan intensifikasi usahatani (peningkatan produktivitas) lada hitam, namun tidak sensitif terhadap kenaikan harga input (pupuk urea: 33 %,TSP: 29 %, dan KCL: 25 %) dan apresiasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap US$ sebesar 5,60 %. 7. Nurasa,

2002. Analisis Kelayakan Finansial Lada Putih di Kabupaten Bangka Metode dengan menggunakan kriteri-kriteria investasi yaitu B/C Ratio, NPV, dan IRR. Sedangkan keunggulan komparatif dan kompetitif diestimasi

1. Pada tingkat bunga 24 % keuntungan bersih (NPV) usahatani mencapai Rp.0,27 juta per ha dengan nilai B/C Ratio 1,02. Sedangkan pada tingkat bunga 30 %, usahatani akan mengalami kerugian sebanyak Rp.2,0 juta per ha dengan nilai B/C Ratio 0,83. Pada tingkat input-output aktual, titik impas usahatani


(53)

37

Nama

Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian

dengan metode

Policy

Analysis Matrix

(PAM)

lada berada pada nilai IRR 24,63 %.

2. Analisis daya saing lada putih menurut segmen waktu (tahun ke 3, 4, dan 6) terkesan memperlihatkan kecenderungan yang konsisten. Tingkat keunggulan komparatif teringgi dicapai pada tahun ke-4 dengan nilai DRCR = 0,18. Sementara untuk tahun ke-3 dan ke-6, nilai DRCR masing-masing sebesar 0,25 dan 0,34. Disamping itu, tingkat keunggulan kompetitif juga tampak memadai, yaitu 0,36 (tahun ke-3), 0,38 (tahun ke-4), dan 0,26 (tahun ke-6).

Perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu ada beberapa perbedaan komoditas, lokasi penelitian, dan arah penelitian. Penelitian ini meneliti komoditas lada yang terdapat di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan yang diusahakan pada skala perkebunan rakyat dengan meneliti kelayakan finansial dan pemasaran lada yang ada di daerah tersebut.

C. Kerangka Pemikiran

Perkebunan mempunyai peran penting yaitu sebagai usaha yang menciptakan lapangan kerja, sumber devisa negara, dan terkait pula dalam pelestarian sumberdaya alam, khususnya lahan secara optimal serta berwawasan lingkungan. Salah satu komoditas memegang peran tersebut adalah lada. Dalam pengelolaan usahatani lada terdapat suatu sistem yang terkait, dimana adanya input, proses, dan output. Faktor-faktor produksi yang terdiri dari lahan, modal untuk pembiayaan sarana produksi serta tenaga kerja, yang


(54)

seluruhnya ditujukan untuk proses produksi sehingga akan dihasilkan output. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output tersebut adalah biaya investasi dan biaya operasional.

Kepemilikan lahan dan biaya produksi sangat mempengaruhi perkembangan usahatani lada. Hal ini dikarenakan semakin luas lahan serta semakin besar modal yang dimiliki oleh petani maka akan semakin besar potensi petani tersebut untuk mengembangkan usahatani ladanya. Sarana produksi seperti bibit, pupuk, pestisida, serta upah tenaga kerja yang digunakan didalam usahatani lada akan memiliki pengaruh terhadap produksi atau output yang dihasilkan. Penggunaan berbagai sarana produksi tersebut haruslah efektif dan efisien sehingga akan dapat mengurangi biaya produksi tetapi tetap meningkatkan hasil produksi/output.

Output atau produksi yang dihasilkan dari usahatani lada jika dikalikan dengan harga jual akan menghasilkan penerimaan usahatani, dan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya produksi inilah yang disebut dengan pendapatan usahatani. Dengan melihat pendapatan yang diperoleh petani di dalam suatu usahatani lada, akan dapat diketahui layak tidaknya usaha tani lada tersebut untuk dilaksanakan.

Untuk mengetahui apakah usahatani lada ini layak atau tidak, maka dilakukan suatu analisis. Dalam analisis ini dilakukan perhitungan yang diukur dari besarnya penerimaan dan biaya bagi petani yang berusahatani lada hitam di lahan mereka. Kelayakan finansial komoditas lada dapat diketahui dengan menggunakan beberapa analisis yaitu analisis finansial yang meliputi Gross


(55)

39

B/C Ratio, Net B/CRatio, Payback Period., Net Present Value (NPV), dan

Internal Rate of Return (IRR).

Kelayakan usaha dapat tercapai dan memiliki prospek pengembangan usaha yang baik bila kriteria-kriteria analisis tersebut dapat terpenuhi. Analisis-analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah usahatani di Kabupaten Way Kanan layak atau tidak layak.

Selain itu hasil produksi lada yang diperoleh petani kemudian dipasarkan kepada konsumen. Petani yang memasarkan hasil produksinya melalui pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul tersebut menjualnya ke konsumen. Terdapat saluran-saluran pemasaran tertentu untuk

menyalurkan hasil produksi dari produsen hingga konsumen akhir. Proses lembaga-lembaga pemasaran dalam menyalurkan hasil produksi

membutuhkan biaya pemasaran. Biaya pemasaran menentukan harga yang diterima produsen dan lembaga-lembaga pemasaran. Harga jual dan biaya pemasaran ini menentukan margin pemasaran yaitu perbedaan harga yang diperoleh antara petani hingga konsumen akhir. Dari berbagai saluran pemasaran yang ada, saluran yang manakah penyaluran hasil produksinya paling efisien. Untuk memperjelas kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.


(56)

Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis kelayakan finansial dan pemasaran lada di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan.

Aspek-aspek finansial:  Gross B/C Ratio

Net B/C Ratio

 NPV

Payback Period

 IRR

 Analisis sensitivitas Produksi Usahatani Lada

Kelayakan finansial Penerimaan Biaya Produksi

Faktor-faktor produksi: - Lahan - Saprodi

(bibit, pupuk, obat-obatan) - Tenaga kerja - Manajemen

 Layak  Tidak layak

Pemasaran

Analisis Kinerja Pemasaran :

- Saluran pemasaran - Marjin pemasaran - Analisis koefisien

korelasi

- Analisis elastisitas transmisi harga

Tidak efisien Efisien


(57)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :

Analisis kelayakan finansial adalah analisis untuk mengukur usahatani yang

dijalankan menguntungkan atau tidak bagi pihak petani lada sebagai pemilik usaha.

Layak adalah kemungkinan dari usahatani lada yang akan dijalankan memberikan manfaat finansial bagi petani.

Tidak layak adalah kemungkinan dari usahatani lada yang akan dijalankan tidak memberikan manfaat finansial bagi petani.

Benefit adalah penerimaan yang diperoleh petani yaitu produksi lada dikalikan dengan harga lada (Rp).


(58)

Produksi lada adalah jumlah hasil dari pertanaman lada selama panen dalam siklusnya (dua belas bulan satu kali dari berbunga) dipanen dan diukur dalam kilogram (kg).

Harga lada adalah harga yang diterima petani dalam menjual hasil pertanaman lada yang telah dipanen dan dikeringkan kemudian diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Input adalah segala sesuatu atau bahan-bahan dasar yang dipakai untuk menunjang suatu kegiatan usahatani yang akan menghasilkan suatu produk usahatani yang diusahakan.

Luas lahan adalah luas lahan petani atau produsen dengan komoditi lada yang diukur dalam satuan hektar (ha).

Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani sebagai aset untuk memulai usahatani lada terhitung dari tahun ke pertama sampai dengan tanaman lada dapat menghasilkan yaitu tahun keempat diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya operasional adalah biaya yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan operasi sehari-hari diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya bibit adalah jumlah uang yang dikeluarkan petani untuk membeli bibit lada perbatangnya, diukur dalam satuan rupiah per batang (Rp/batang).


(59)

43

Biaya pupuk adalah jumlah uang yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk guna keperluan usahatani, diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/kg).

Biaya obat-obatan adalah jumlah uang yang dikeluarkan petani untuk membeli obat-obatan, diukur dalam satuan rupiah per liter (Rp/liter).

Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi dan pengolahan sampai pascapanen dalam usahatani lada, dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK).

Hari Orang Kerja (HOK) adalah hasil perhitungan dari perkalian antara jumlah tenaga kerja yang digunakan dengan jumlah hari pengerjaan dan tingkat upah dibagi dengan tingkat upah.

Biaya tenaga kerja adalah biaya upah yang dikeluarkan petani untuk tenaga kerja per satu hari orang kerja (HOK), yang diukur dalam satuan rupiah per hari orang kerja (Rp/HOK).

Umur ekonomis alat adalah jumlah tahun alat selama digunakan, terhitung sejak tahun pembelian sampai alat tersebut tidak dapat digunakan lagi, diukur dalam satuan tahun (thn).

Penerimaan adalah sejumlah uang yang diterima petani lada dariusahataninya, di mana penerimaan tersebut didapatkan dengan mengalikan jumlah produksi (output) dengan harga yang berlaku, diukur dengan satuan rupiah (Rp).


(60)

Discount rate adalah suatu bilangan yang menggambarkan tingkat suku bunga kredit bagi petani yang berlaku saat ini dalam satuan persen (%), dalam hal ini dipakai suku bunga Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Bank Rakyat Indonesia sebesar 12 %

Pasar adalah daerah atau tempat (area) yang didalamnya terdapat

kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran yang saling bertemu untuk membentuk suatu harga

Pemasaran lada adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus penyampaian komoditas lada dari produsen ke konsumen dengan cara yang paling efisien.

Saluran pemasaran adalah seluruh saluran atau bagian dari pemasaran yang terdiri dari lembaga-lembaga pemasaran yang berperan dalam penyampaian barang atau jasa dari produsen hingga sampai ke konsumen akhir.

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam proses penyaluran lada dari produsen ke konsumen (Rp/kg).

Marjin pemasaran adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh produsen (Rp/kg).

Profit marjin adalah marjin keuntungan lembaga pemasaran, dihitung dengan cara mengurangi nilai marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).


(61)

45

Rasio marjin keuntungan adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan pada kegiatan pemasaran.

Pedagang pengumpul desa adalah mereka yang aktif membeli dan mengumpulkan lada dari petani dan menjualnya kepada pedagang perantara berikutnya.

Pedagang besar adalah pedagang yang membeli lada baik dari petani, agen ataupun pedagang pengumpul desa .

Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli lada dari pedagang besar.

Konsumen akhir adalah lembaga pemasaran terakhir yang membeli lada, yaitu konsumen rumah tangga dan eksportir.

Harga di tingkat produsen adalah harga lada yang diterima petani pada saat transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Harga di tingkat konsumen adalah harga lada yang dibayarkan konsumen akhir pada waktu transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Volume jual adalah jumlah lada yang dijual pada waktu transaksi jual beli, diukur dalam satuan kilogram (kg).

Volume beli adalah jumlah lada yang dibeli oleh lembaga perantara pemasaran dan konsumen akhir, diukur dalam satuan kilogram (kg).


(62)

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Gunung Labuhan, Kabupaten Way Kanan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Gunung Labuhan merupakan salah satu sentra produksi lada di Provinsi Lampung. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) pada Desa Bengkulu Tengah dan Desa Gunung Sari dengan pertimbangan bahwa kedua desa tersebut memiliki areal perkebunan lada yang paling luas. Luas areal lada perkebunan rakyat (PR) menurut desa di Kecamatan Gunung Labuhan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas areal lada perkebunan rakyat (PR) menurut desa di Kecamatan Gunung Labuhan, tahun 2013

Desa Luas areal

(ha)

1. Banjar Ratu 326

2. Banjar Sakti 157

3. Suka Negeri 349

4. Negeri Mulyo 201

5. Negeri Hujan Mas 10

6. Negeri Sungkai 100

7. Gunung Baru 100

8. Gunung Labuhan 365

9. Gunung Sari 407

10. Bengkulu Rejo 15

11. Way Tuba 22

12. Bengkulu 402

13. Bengkulu Tengah 600

14 Bengkulu Raman 108

15 Bengkulu Jaya 65

16 Kayu Batu 305

17 Curup Patah 198

18 Tiuh Balak II 215

19 Sukarame 221

Total 4.144


(63)

47

Jumlah petani di Desa Gunung Sari dan Desa Bengkulu Tengah adalah sebanyak 137 petani, dimana jumlah masing-masing petani adalah sebanyak 70 petani dan 67 petani. Penentuan sampel untuk kelayakan finansial dilakukan dengan merujuk pada teori Sugiarto, dkk (2003) dengan rumus:

n =

� 2�2

��2+ 22 di mana:

N = jumlah populasi n = jumlah sampel

Z = tingkat kepercayaan (95%=1,96) S2 = varian sampel (5%)

d = derajat penyimpangan (5%)

Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh total sampel (n) adalah:

n =

137 ×(1,96)

2×(0,05)

(137 ×0,052)+(1,962×0,05)

= 26,31

0,53

= 49,64≈ 50 petani

Kemudian dari total sampel tersebut dibagi menjadi sampel tiap desa secara proporsional dengan rumus:

n

a

=

×

n

di mana:

na = jumlah sampel desa A nab = jumlah sampel keseluruhan Na = jumlah populasi desa A Nab = jumlah populasi keseluruhan

Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel untuk Desa Gunung Sari :


(64)

n

a

=

70

137

×

50

= 25

Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel untuk Desa Bengkulu Tengah :

n

b

=

67

137

×

50

= 25

Berdasarkan rumus tersebut maka didapat sampel untuk Desa Gunung Sari

sebanyak 25 petani dan Desa Bengkulu Tengah sebanyak 25 petani. Pengambilan sampel petani lada pada dua desa tersebut dilakukan secara stratified random sampling yaitu berdasarkan umur tanaman lada yang berumur sekitar 1 – 10 tahun. Jumlah sampel yang diambil tiap umur tanaman yaitu dengan cara

membandingkan jumlah populasi per umur dengan jumlah populasi total dan mengalikannya dengan jumlah total sampel.

Tabel 7. Penentuan jumlah petani sampel berdasarkan umur tanaman Desa Gunung Sari dan Desa Bengkulu Tengah

Umur tanaman

(tahun)

Desa Gunung Sari Desa Bengkulu Tengah

Total sampel

(jiwa) Jumlah

populasi (jiwa)

Jumlah sampel (jiwa)

Jumlah populasi

(jiwa)

Jumlah sampel (jiwa)

0 – 3 10 4 7 3 7

4 – 6 23 8 24 9 17

7 – 10 37 13 36 13 26

Total 70 25 67 25 50


(1)

(ton)

TM TBM

Kelapa 10 110 75,9

Kopi 269 1.205 602,5

Cengkeh - 3 2,0

Lada 104 2.338 1.052,0

Kelapa sawit 100 50 20,0

Coklat 11 15 10,0

Karet 113 212 302,0

Tebu - - -

Tembakau - - -

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Way Kanan, 2012 Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa komoditi yang paling banyak

dibudidayakan adalah komoditi lada dengan luas areal 2.442 ha dan produksi sebanyak 1.052 ton. Selain tanaman lada, komoditi yang banyak


(2)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Usahatani lada di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan layak untuk diusahakan dan menguntungkan apabila dilihat dari hasil perhitungan analisis kriteria investasi dan analisis sensitivitas.

2. Pemasaran lada di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan belum efisien, karena terdapat marjin yang relatif besar, dan rasio profit marjin yang tidak merata pada tiap lembaga pemasaran.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan di lapangan, dapat dipaparkan beberapa saran yaitu :

1. Petani dengan mengetahui hasil dari analisis kelayakan usahatani lada bisa memotivasi keinginannya agar berupaya lebih untuk mengembangkan usahatani lada sehingga nantinya dapat menambah pendapatan keluarga dan meningkatkan kesejahteraan petani.


(3)

pengetahuan petani dalam budidaya usahatani lada khususnya dalam penangan hama dan penyakit yang sampai saat ini belum teratasi serta membantu penyediaan modal usaha bagi petani dalam rangka

mengembangkan usahataninya.

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani lada secara finansial layak untuk diusahakan dan dikembangkan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai analisis strategi pengembangan usahatani lada agar dapat memajukan usahatani lada di Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, S. 2002. Manajemen Pemasaran. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2013. Analisis Harga Lada Hitam/Lada Putih 2013. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka

Komoditi. Jakarta.

_________________________________________. 2014. Analisis Harga Lada Hitam/Lada Putih 2014. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka

Komoditi. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2012. Lampung Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Way Kanan. 2012. Kabupaten Way Kanan Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Way Kanan. Way Kanan.

_______________________________. 2013. Kabupaten Way Kanan Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Way Kanan. Way Kanan. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Way Kanan. 2012. Luas Areal

Tanaman dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat (PR) Kabupaten Way Kanan Tahun 2012. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Way Kanan. Way Kanan.

Dinas Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Lampung. 2012. Informasi Harga Pasar Harian Komoditi Perkebunan. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Dinas Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Lampung. 2013. Informasi Harga Pasar Harian Komoditi Perkebunan. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Evizal, R. 2013. Tanaman Rempah dan Fitofarmaka. Penerbit Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(5)

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Prenada Media. Jakarta Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi

dan Pengendalian. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Katuuk, Neltje.F dan Harwantiyoko. 1997. Ilmu Sosial Dasar. Gunadarma. Depok.

Meliyana, R. 2013. Analisis Daya Saing Lada Hitam di Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Mursid, M. 2006. Manajemen Pemasaran. Penerbit PT Bumi Aksara. Jakarta. Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta.

Jakarta.

Nurasa, T. 2002. Analisis Kelayakan Finansial Lada Hitam (Studi Kasus di Provinsi Lampung). Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Jawa Barat.

Nurasa, T. 2002. Analisis Kelayakan Finansial Lada Putih (Studi Kasus di Kabupaten Bangka). Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Jawa Barat.

Oktarina, Y. 2009. Analisis Usahatani dan Pemasaran Lada (Piper nigrum, L) di Desa Tanjung Durian Kec. Buay Pemaca Kabupaten Oku Selatan. Rismunandar. 2003. Lada Budidaya dan Tataniaga Edisi Revisi. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Rukmana, R. 2003. Usahatani Lada Perdu. Kanisius. Yogyakarta.

Sitanggang, E. 2008. Analisis Usahatani dan Tataniaga Lada Hitam. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan

Sofyan, I. 2004. Studi Kelayakan Bisnis. Penerbit Graham Ilmu. Yogyakarta. Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang.


(6)

Sugiharto, 2003. Teknik Sampling. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, CV. Bandung.

Sumantri, B. 2004. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Lada (Piper nigrum, L) di Desa Kunduran Kecamatan Ulu Musi Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Sutarno dan A. Andoko. 2005. Budi Daya Lada Si Raja Rempah-Rempah. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Suwarto. 2013. Lada. Penebar Swadaya. Jakarta.

Yuhono. 2005. Sistem Agribisnis Lada dan Strategi Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor.