27
sebanyak 13 indikator, zona rimba lima indikator, zona pemanfaatan intensif lima indikator, zona pemanfaatan tradisional 10 indikator, zona rehabilitasi lima
indikator, dan daerah penyangga sebanyak 13 indikator.
Kata kunci: Taman Nasional Bukit Tigapuluh, zonasi, kriteria, indikator
Lestari,Sri I LLEGAL LOGGI NG DAN DAMPAK SOSI AL EKONOMI TERHADAP
MASYARAKAT SEKI TAR HUTAN Sri Lestari. - - Prosiding Seminar Hasil- Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran I ptek dalam
Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 107- 114 , 2006
Kegiatan illegal logging yang terjadi di I ndonesia mengakibatkan kerusakan hutan semakin meningkat. Saat ini areal hutan I ndonesia yang rusak telah
mencapai luasan 43 juta hektar dengan laju kerusakan hutan 1,8 juta hektar per tahun WWF, 2003.Dengan adanya krisis ekonomi yang melanda I ndonesia
sejak pertengahan 1998, kegiatan perambahan hutan dan illegal logging oleh masyarakat semakin merata. Masyarakat sekitar hutan pada umumnya memiliki
bentuk aktivitas tradisional pertanian ladang sebagai pilihan utama yang dilakukan setiap tahun guna memenuhi kebutuhan hidup mereka. Semakin
berkembangnya kehidupan dan bertambahnya kebutuhan hidup keluarga, mendorong masyarakat untuk melakukan pembukaan hutan, Kegiatan illegal
logging memberikan dampak yang multidimensi pada berbagai sendi kehidupan masyarakat, yaitu meningkatkannya tingkat ketergantungan masyarakat,
putusnya hubungan emosional masyarakat lokal dengan lingkungan dan bergesernya kegiatan perekonomian masyarakat sekitar hutan yang semula
berladang menjadi kegiatan industri. Upaya penanggulangan illegal logging telah banyak dilakukan, akan tetapi belum memberikan dampak yang nyata
terhadap pengurangan laju deforestasi hutan. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dari bebagai pihak, mulai dari tingkat pusat sampai ke level
masyarakat multi stakeholders dan upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan agar upaya peningkatan pembangunan kesejahteraan masyarakat dapat
dicapai. Kata Kunci: I llegal logging, Sosial ekonomi, Masyarakat sekitar hutan
M. Bismark DI MENSI BI ODI VERSI TAS AVI FAUNA ENDEMI K WALLACEAE SUB
KAWASAN NUSA TENGGARA M. Bismark. - - Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan
Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 77- 84 , 2006
Kepulauan Nusa Tenggara sebagai sub kawasan Wallaceae mempunyai keanekaragaman jenis avifauna yang tinggi. Dari 697 jenis burung Walaceae,
10,2 persen adalah jenis endemik Nusa Tenggara. Burung endemik Nusa Tenggara mempunyai tingkat keterancaman populasi tinggi sehubungan
dengan luasnya kawasan hutan yang menjadi kawasan konservasi di Nusa Tenggara barat 5,8 persen dan Nusa Tenggara Timur 8,5 persen. Pelestarian
populasi burung endemik Nusa Tenggara di alam dapat dipertahankan dengan meningkatkan perlindungan dan perluasan kawasan konservasi, rehabilitasi
lahan, pengembangan hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan di daerah penyangga kawasan konservasi, serta pengendalian perburuan dan
perdagangan burung. Kata kunci: Wallaceae, Avifauna, Endemik, Rehabilitasi lahan, Daerah
penyangga, Biodiversitas
M Hidayatullah PEMBANGUNAN KEBUN KONSERVASI EX-SI TU CENDANA DI PULAU
TI MOR M Hidayatullah. - - Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat
Sejahtera, 2006 ; Halaman 125- 135 , 2006
Kegiatan konservasi ex-situ merupakan konservasi komponen keaneragaman hayati di luar habitat alaminya, kegiatan ini dapat dilakukan pada cendana
karena memiliki siklus hidup yang relatif panjang maka prosedur yang lazim digunakan dalam pengembangannya adalah dengan cara menanam tanaman
tersebut di lokasi yang telah direncanakan. Dengan adanya sebaran alami yang luas serta lokasi yang kontinyu seperti kepulauan, variasi genetiknya
diharapkan sangat banyak. Dengan model variasi genetik yang berhubungan dengan daerah asal provenans yang banyak inilah diharapkan dapat dilakukan
seleksi provenans yang terbaik dengan uji provenans serta kegiatan-kegiatan pemuliaan lebih lanjut untuk memperoleh kebun klon cendana yang memiliki
sifat genetik unggul. Untuk menunjang kegiatan tersebut maka diperlukan
28
inventarisasi sebaran alami cendana di alam, sehingga dapat dilakukan kegiatan konservasi insitu untuk kepentingan kegiatan konservasi ex-situ sebelum
punah. Kata kunci: Cendana, Konservasi, Pembangunan, Ex-situ cendana
M Hidayatullah I DENTI FI KASI RAGAM JENI S BURUNG DI KAWASAN TAMAN
NASI ONAL KELI MUTU ENDE M Hidayatullah, Agis Nursyam S dan Kayat. - - Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna :
Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 199- 204 , 2006
Taman Nasional TN Kalimutu yang luasnya 5.000 ha, ditetapkan berdasarkan SK Menhut No. 279 Kpts-I I 1992, terdiri dari kawasan Taman Wisata Kelimutu
4.984 ha dan Cagar Alam Kelimutu 16 ha, mempunyai potensi flora dan fauna yang cukup beragam. Penelitian ini bertujuan untuk jenis dan sebaran burung
pada zona-zona di kawasan TN Kelimutu, sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pengelolaan
kawasan, khususnya dalam kaitan alternatif obyek wisata. Pendekatan yang dilakukan adalah inventarisasi dan identifikasi burung dan interaksinya dengan
habitatnya, dengan metode titik hitung dan garis transek. Hasil pengamatan menunjukkan, teridentifikasi 22 jenis burung pada zona rimba,rehabilitasi dan
pemanfaatan. Frekuensi relatif dan I ndeks Nilai Penting I NP dari 16 jenis pada zona rimba adalah berkisar antara 2,78-11,11 dan 4,78-25,11, pada zona
pemanfaatan adalah berkisar antara 3,33-13,33; dan 5,55-26,38 serta pada zona rehabilitasi adalah berkisar antara 3,92-7,65 dan 5,08-24,56.
Kata kunci : I dentifikasi, Jenis burung, Taman Nasional Kelimutu
Marbaw a, I Ketut Catur KEBUTUHAN DUKUNGAN I PTEK DAN PARTI SI PASI MASYARAKAT
LOKAL DALAM PROGRAM PENGELOLAAN TAMAN NASI ONAL BALI BARAT I Ketut Catur Marbaw a. - - Prosiding Diskusi Hasil Penelitian
Kehutanan : Melalui I PTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan
Masyarakat ; Halaman 41- 53 , 2006
Secara umum pengelolaan taman nasional mempunyai tiga fungsi pokok yaitu: sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta sebagai kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam dan
ekosistemnya. Taman Nasional Bali Barat adalah salah satu kawasan pelestarian jalak bali. Untuk mencapai fungsi dan tugas pokoknya, kegiatan pengelolaan
Taman Nasional Bali Barat yang saat ini dilakukan meliputi pemantapan kawasan, penyusunan rencana pembangunan sarana-prasarana, pengelolaan
potensi kawasan, pengelolaan penelitian dan pendidikan, pengelolaan wisata alam, pembangunan integrasi dan koordinasi, dan kerjasama pengelolaan
wisata alam. Untuk menunjang keberhasilan kegiatan tersebut, dukungan iptek sangat diperlukan antara lain: sosial ekonomi, pengembangan dan
pemanfaatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, pemuliaan potensi jalak bali, pengelolaan potensi kawasan, dan pengelolaan potensi wisata.Khusus
untuk sosial budaya masyarakat perlu menjaga keseimbangan antara kepentingan lokal dan global dengan pengembangan partisipasi masyarakat
lokal yang berbasis konsep budaya tradisional seperti Tri Hita Kirana. Kata kunci: Taman Nasional, Partisipasi masyarakat, Ekosistem, I PTEK, Bali
Barat
Martin, Edw in PERFORMANSI PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN BERBASI S SOCI AL
FORESTRY DI PROVI NSI JAMBI Edw in Martin dan Bondan Winarno. - - Prosiding Seminar Hasil- Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi
Peran I ptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 157- 180 , 2006
Social forestry diharapkan menjadi alternatif solusi pengelolaan kawasan hutan di I ndonesia. Social forestry bukan hal baru di I ndonesia. Fakta menunjukan
29
bahwa ada keragaman inisiatif dan pendekatan yang sudah dikembangkan dengan hasil yang bervariasi. Salah satu daerah di I ndonesia yang dikenal telah
dan sedang mengaplikasikan varian social forestry adalah provinsi Jambi. Aplikasi bentuk-bentuk social forestry pada beragam kawasan cukup penting
untuk dipelajari, mengingat orientasi pengelolaan kawasan hutan berbasis masyarakat ini merupakan paradigma baru bagi pemerintah Departemen
Kehutanan. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis teknologi dan kelembagaan kegiatan social forestry yang sudah dan sedang
dilaksanakan di provinsi Jambi. Hasil penelitian penunjukan kegiatan social forestry yang sudah dan sedang dilaksanakan di provinsi Jambi menggunakan
pola pendekatan yang berbeda, baik dari segi teknis pelaksanaan maupun penyiapan kelembagaannya, terutama tergantung pada kawasan hutan fungsi
mana social forestry tersebut diterapkan. Pendampingan yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dari mulai identifikasi potensi masyarakat,
perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, dan pasca kegiatan merupakan cara yang efektif untuk membangun kelembagaan dan kemandirian masyarakat
dalam program social forestry. Kata Kunci: Social forestry, Kawasan hutan, Pengelolaan hutan, Jambi
Maruf, Amir TEKNOLOGI PENANGKARAN RUSA SAMBAR
Cervus unicolor DI DESA API - API KABUPATEN PANAJAM PASER UTARA KALI MANTAN TI MUR
Amir Maruf, Tri Atmoko, dan I smed Syahbani. - - Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 57- 68 , 2006
Rusa sambar Cervus unicolor adalah salah satu dari empat jenis rusa di
I ndonesia yang sudah dilindungi undang-undang dan jumlah populasinya terus berkurang akibat perburuan liar dan semakin tingginya degradasi habitat.
Upaya penangkaran rusa mempunyai potensi yang sangat baik untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat selain sumber protein
hewani lain yang sudah umum. Selain itu juga akan mengurangi perburuan liar oleh manusia serta salah satu upaya untuk melestarikan plasma nutfah hewani
di I ndonesia, khususnya Kalimantan Timur. Teknik konservasi maupun
penangkaran satwa bernilai ekonomi tinggi ini perlu untuk selalu ditingkatkan sehingga pemanfaatannya dapat diusahakan secara lestari. Teknik
pemeliharaan, penanganan, perkandangan, pakan, kesehatan, dan pemanfaatan harus disosialisasikan ke masyarakat untuk dapat dipergunakan
sebagai pedoman penangkaran, baik dalam tingkat kecil rumah tangga maupun tingkat besar peternakan. Peran serta masyarakat dan berbagai pihak
yang terkait, baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya merupakan modal penting untuk tercapainya tujuan tersebut di atas. Satu hal yang tidak dapat
dikesampingkan adalah teknik pengemasan, baik informasi maupun produk harus dibuat dengan baik sehingga budaya masyarakat untuk memanfaatkan
hasil hutan bukan kayu tersebut dapat lestari. Kata Kunci: Rusa sambar,
Cervus unicolor, Teknologi penangkaran, Api-api, Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur
Mile, M Yamin POLA AGROFORESTRY HARAMAY
Boehmeria nivea L. Gaudich. : PROSPEK AGRI BI SNI S DAN TEKNI K BUDI DAYANYA
Ramie Boehmeria nivea
L. Gaudich. Agroforestry Model : Agrobusiness Prospect and Culture Techniques M. Yamin Mile. - - I nfo Hutan :
Vol.I I I , No.3 ; Halaman 239- 249, 2006
Pola Agroforestry Wanatani Haramay Boehmeria nivea L. Gaudich.
merupakan salah satu bentuk agroforestry di mana tanaman pohon ditanam
kombinasi dengan tanaman rami haramay. Tanaman pohon yang ditanam dapat berupa tanaman penghasil kayu maupun non kayu. Model ini diarahkan
untuk dikembangkan menjadi agribisnis kehutanan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Tanaman rami menghasilkan serat untuk bahan baku
industri tekstil sandang.. Ditinjau dari prospek agribisnis, pemasaran serat rami masih sangat terbuka lebar, baik untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
industri tekstil dalam negeri maupun untuk bahan ekspor. Dengan demikian pola
agroforestry haramay diharapkan dapat memenuhi kebutuhan jangka pendek petani yang berasal dari serat rami dan hasil ikutan lainnya serta
kebutuhan jangka panjang berupa kayu dan non kayu. Dalam unit prosesing serat, di samping serat sebagai produk utama, dari pengolahan rami dapat
dihasilkan produk samping antara lain hand made paper, pupuk organik cair,
dan konsentrat pakan ternak. Oleh karena itu pengembangan agroforestry
haramay dapat merangsang berdirinya industri pedesaan. Ditinjau dari aspek teknis, pengembangan teknologi tepat guna, baik dalam penyiapan lahan,
penanaman pemeliharaan maupun panen dan penanganan pasca panen sangat diperlukan untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan. Pola
agroforesstry haramay dapat diterapkan dalam rangka kegiatan
social forestry, baik yang
30
dilaksanakan di luar kawasan maupun yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan.
Kata kunci : Agroforestry haramay, social forestry, serat, china grass, hasil
hutan kayu dan non kayu
Mile, M Yamin KAJI AN TEKNI S PENGEMBANGAN SOCI AL FORESTRY DENGAN POLA
AGROFORESTRY NI LAM
Technical Analysis of Social Forestry Development Through Nilam Agroforestry Model M. Yamin Mile. --
I nfo Hutan : Vol.I I I , No.3 ; Halaman 229- 238, 2006
Agroforestry nilam adalah suatu model kombinasi antara tanaman pokok kehutanan dengan usaha tani nilam
Pogostemon cablin Benth.. Nilam menghasilkan minyak atsiri yang mempunyai nilai pasar tinggi dalam
perdagangan internasional. Oleh karena itu pola agroforestry nilam
memperlihatkan prospek agribisnis yang cukup baik sehingga sangat sesuai untuk dijadikan salah satu model dalam kegiatan
social forestry. Minyak atsiri yang berasal dari nilam digunakan sebagai bahan baku industri kosmetik.
I ndonesia mengekspor minyak atsiri ke lebih dari 25 negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Timur Tengah, Jepang, Kanada, Australia, dan sebagainya.
Menurut data dari BPS 2001, diproyeksikan bahwa konsumsi minyak atsiri dunia mencapai 1.200-1.400 ton tahun dan setiap tahun meningkat mencapai
5-10 . Kondisi ini memberikan peluang bagi I ndonesia untuk meningkatkan produksi nilam. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan
mengembangkan pola agroforestry nilam. Pengembangan
social forestry dengan model
agroforestry nilam akan meningkatkan nilai produk kayu, baik untuk kosumsi dalam negeri maupun untuk ekspor. Oleh karena itu kegiatan
social forestry dengan pola agroforestry nilam memberikan prospek yang baik dalam meningkatkan pendapatan petani secara nyata.
Kata kunci:
Agroforestry berbasis nilam, Pogostemon cablin Benth., social forestry, agribisnis, minyak atsiri
Mindaw ati, Nina SEKI LAS TENTANG HUTAN PENELI TI AN Nina Mindaw ati. - - Prosiding
Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 137- 148 , 2006
Hutan Penelitian merupakan faktor penunjang yang sangat penting dalam rangka peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan hutan secara
nasional khususnya sebagai tempat melakukan dan menghasilkan teknologi I PTEK bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Sepuluh hutan penelitian telah
dibangun oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam sejak lembaga ini bernama Bousbouw Proefstation, pada tahun 1937,
khususnya di Jawa barat, dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Saat ini keberadaan hutan penelitian semakin diperlukan karena selain untuk penelitian
juga digunakan untuk pendidikan, koleksi, sumber benih, dan wisata bagi masyarakat, sehingga keberadaannya perlu di jaga dan dilestarikan
Kata kunci: Hutan penelitian
Muchtar, Abdullah Syarief STATUS RI SET DALAM PENGUATAN KEBI JAKAN DAN PROGRAM
PENGELOLAAN TAMAN NASI ONAL KELI MUTU DAN TAMAN NASI ONAL KOMODO Abdullah Syarief Muchtar. - - Prosiding Gelar Teknologi dan
Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara, 2005 : Halaman
1-12 , 2006
Pola pengelolaan Taman Nasional yang dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi saat ini seperti perambahan kawasan memerlukan pendekatan melalui
sistem zonasi yang ditentukan bersama dengan berbagai pihak dengan dasar prinsip kolaborasi. Pembuatan zonasi sebelumnya hanya dilaksanakan oleh
pihak pemerintah, saat ini perlu dilakukan secara bersama dengan masyarakat dan para pihak lainnya. Adapun prinsip-prinsip kolaborasi yang harus dibangun
bersama oleh pihak terkait adalah penataan ruang yang fleksibel, pembuatan perangkat hukum secara bersama, share learning, membangun kapasitas
kelembagaan dan administrasi secara berkala dan keadilan dan kepastian hukum yang jelas dan dapat dipatuhi atau diterapkan oleh para pihak yang
berkolaborasi.
31
Kata kunci: Kebijakan, Taman Nasional Kelimutu, Taman Nasional Komodo, Zonasi, Kolaborasi
Narendra, Budi Hadi PENGARUH PENANAMAN BEBERAPA JENI S LEGUM TERHADAP
KONDI SI TANAH PADA AREAL BEKAS PENAMBANGAN BATU APUNG
Effect of Legume Species Planting on Soil Condition of the Area Formerly Used for Pumice Mining Budi Hadi Narendra dan Eka
Multikaningsih. - - I nfo Hutan : Vol.I I I , No.3 ; Halaman 173- 180 , 2006
Dalam rehabilitasi lahan-lahan bekas tambang diperlukan teknologi yang efektif dan efisien, diantaranya penggunaan tanaman penutup tanah dari famili legum
yang terbukti dapat memperkaya hara tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa jenis tanaman legum penutup tanah terhadap
perubahan kondisi kimia dan fisika tanah di lahan bekas tambang batu apung. Jenis yang ditanam adalah tiga jenis tanaman penutup tanah tinggi yaitu
lamtoro
Leucaena leucocephala Lamk., turi Sesbania grandiflora L. Poir, gamal
Gliricidea sepium Jacq. Steud, dan tanaman penutup tanah rendah berupa sentro
Centrosema pubescens Benth.. Penanaman menggunakan sistem pertanaman lorong. Variabel yang diamati adalah perubahan sifat fisika
dan kimia tanah sebelum dan setelah diadakan penanaman. Hasil analisis tanah menunjukkan terjadi perbaikan sifat kimia tanah berupa meningkatnya
kandungan bahan organik, N total, dan KTK. Demikian pula dengan sifat fisika tanah terjadi perbaikan pada permeabilitas, infiltrasi, temperatur, kadar air, dan
bulk density. Kata kunci : Rehabilitasi lahan, jenis legum, sistem pertanaman lorong, kimia
tanah, fisika tanah
Narendra, Budi Hadi UJI COBA SI STEM PERTANAMAN LORONG DALAM REHABI LI TASI
LAHAN KRI TI S BEKAS TAMBANG BATU APUNG
Trial of Alley Cropping system in Critical Land Rehabilitattion of Pumice Mined Budi Hadi
Narendra. - - Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.3 ; Halaman 225 - 235 , 2006.
Kebutuhan teknologi tepat guna untuk merehabilitasi lahan bekas tambang batu apung penting saat ini. Salah satu metode yang banyak memberi manfaat
dalam merehabilitasi lahan kritis adalah penggunaan sistem pertanaman lorong alley cropping. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi
pertumbuhan dan manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan sistem pertanaman lorong. Dengan menggunakan rancangan acak lengkap tersarang,
diuji pengaruh tiga jenis tanaman lorong dari jenis legum yaitu lamtoro Leucaena leucocephala Lamk. De Wit, turi Sesbania grandiflora L. Pers,
dan gamal
Gliricidia sepium Steud. terhadap pertumbuhan tanaman pokok jati Tectona grandis L.f. dan mangga Mangifera indica L.. Perlakuan dasar yang
digunakan adalah pemberian pupuk kandang dosis 4,4 kg m
2
dan penggunaan tanaman penutup tanah jenis sentro C
entrosema pubescens Benth.. Respon yang diamati adalah pertumbuhan tanaman pokok dan biomassa hasil
pangkasan ketiga jenis tanaman lorong. Setelah enam bulan pengamatan, hasilnya menunjukkan bahwa tanaman jati dan mangga memiliki kemampuan
hidup dan tumbuh dengan baik dan antar jenis tanaman lorong belum berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman pokok. Dari ketiga jenis
tanaman lorong, turi menghasilkan biomassa terbesar, namun untuk penganekaragaman manfaat yang diperoleh, perlu dipertimbangkan untuk
menanam ketiga jenis legum secara bersama dikombinasikan dengan sentro sebagai tanaman penutup tanah.
Kata kunci : Rehabilitasi lahan, sistem pertanaman lorong, lamtoro,
Leucaena leucocephala Lamk. De Wit, turi, Sesbania grandiflora L. Pers,
gamal , Gliricidia sepium Steud., pertumbuhan, biomassa
32
Narendra, Budi Hadi TANAMAN PENUTUP LAHAN YANG SUSEAI PADA LAHAN KRI TI S
BEKAS TAMBANG BATU APUNG
Cover Crop Species Trial on Critical Land of Pumice Mined Budi Hadi Narendra dan Syahidan. -- Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No. 4 ; Halaman 357 - 365 , 2006
Tambang batu apung di Lombok Timur, khususnya di I jobalit memiliki potensi dan produksi terbesar di I ndonesia. Masyarakat menambang secara tradisional
tanpa mengupayakan rehabilitasi dan konservasi tanah dan air. Bekas tambang ini merupakan lahan terdegradasi yang dibiarkan saja menjadi lahan kritis
dengan permukaan berlubang-lubang yang sebagian besar tidak dimanfaatkan lagi. Hanya vegetasi tertentu saja yang masih dapat dijumpai pada lahan
tersebut, karena lahan telah mengalami kemunduran sifat fisika kimia tanahnya. Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi dan teknologi
budidaya jenis tanaman penutup tanah dan dosis pupuk kandang yang sesuai untuk rehabilitasi lahan kritis bekas tambang batu apung. Penelitian ini
menggunakan desain
split plot, di mana tiga macam dosis pupuk kandang sebagai plot utama dan tiga jenis tanaman penutup tanah sebagai sub plot.
Masing-masing kombinasi perlakuan ini diulang sebanyak 16 kali. Berdasarkan kemampuan hidup, kemampuan menutup tanah dan biomassanya, tanaman
yang paling tepat digunakan sebagai penutup tanah adalah jenis sentro
Centrosema pubescens Benth.. Penggunaan pupuk kandang dengan dosis 4,4 kg m
2
dapat diaplikasikan guna menambah kandungan bahan organik tanah.
Kata kunci : Bekas tambang batu apung, lahan kritis, teknologi rehabilitasi lahan, tanaman penutup tanah, pupuk kandang
Ngatiman HAMA TANAMAN MERANTI MERAH
Shorea leprosula Miq Ngatiman dan Armansyah. - - Prosiding Seminar Bersama Hasil- Hasil Penelitian
Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman I ndonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satw a Primata : Samarinda
12 April 2006 ; Halaman 347- 354 , 2006
Pada tanaman meranti merah Shorea leprosula umur 10 tahun lebih di lapangan terserang tumor buah, tumor cabang dan rayap. serangan tumor
buah dan tumor cabang tidak menyebabkan kematian, namun serangan rayap menyebabkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi
dan intensitas serangan hama pada tanaman meranti merah S. leprosula dengan cara mengamati setiap individu tanaman di lapangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa serangan hama yang menyebabkan tumor buah pada pucuk tanaman adalah sejenis kutu dengan hama perantara lalat. Hama
penyebab tumor batang dan jenis rayap belum teridentifikasi. Serangan tumor buah dan tumor cabang menyebabkan tajuk meranggas dan kering akan tetapi
tanaman tidak mati, sedangkan serangan hama rayap mengakibatkan kematian. Kata kunci: Meranti merah, Shorea leprosula Miq, Hama tanaman
Njurumana, Gerson ND REHABI LI TASI LAHAN KRI TI S MELALUI PENGEMBANGAN HUTAN
RAKYAT BERBASI S SI STEM KALI WU DI PULAU SUMBA
The Study of Critical Land Rehabilitation through the development of Kaliw u Based
Community Forest in Sumba I sland Gerson ND Njurumana; I Wayan Widhana Susila. - - Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam :
Vol.I I I , No.1 ; Halaman 19 - 30 , 2006
Pengelolaan hutan yang menekankan eksploitasi menyebabkan meningkatnya luas lahan kritis dan degradasi ekosistem hutan secara menyeluruh. Luas lahan
kritis di Nusa Tenggara Timur mencapai 28 dari total luas wilayah. Sedangkan di Pulau Sumba jumlah lahan kritis diperkirakan paling sedikit 32
dari total luas daratan. Peningkatan lahan kritis disebabkan kebakaran lahan dan hutan, fragmentasi hutan akibat penebangan liar dan perladangan serta
faktor alam yang kurang menunjang pertumbuhan tanaman. Hal ini berdampak negatif terhadap daya dukung lingkungan dalam menunjang kebutuhan
manusia. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh alternatif rehabilitasi lahan dan konservasi melalui pengembangan hutan rakyat yang berbasis pada sistem
social forestry murni masyarakat beserta kearifan lokalnya. Metode pendekatan yang digunakan adalah observasi langsung terhadap karakteristik sistem
kaliwu, wawancara, dan pengumpulan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sistem kaliwu berpeluang dikembangkan untuk rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah dan air di Sumba. Keberadaan sistem kaliwu mampu
menunjang tata air, mendukung pendapatan masyarakat dengan nilai NPV positif pada tingkat pengembalian modal lebih dari 12 per tahun, keragaman
jenis tanaman yang tinggi serta dukungan masyarakat. Keuntungan
33
pengembangan sistem kaliwu adalah diperolehnya landasan pengelolaan lahan
kritis dan konservasi yang berbasis lokal mengakomodir karakteristik wilayah, sosial budaya, dan kearifan lokal untuk menggugah peningkatan partisipasi
masyarakat dalam pencapaian tujuan pengelolaan lahan. Kata kunci : Sistem kaliwu, rehabilitasi lahan, konservasi dan hutan rakyat
Njurumana, Gerson ND PEMANFAATAN HUTAN SECARA ARI F DAN BI JAKSANA Gerson ND
Njurumana. - - Prosiding Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bali dan
Nusa Tenggara, 2005 : Halaman 111- 122 , 2006
Perubahan paradigma pembangunan kehutanan yang sebelumnya berbasis hanya untuk pemanfatan kayu oleh sekelompok masyarakat tertentu menjadi
pemanfaatan hutan secara multi guna dengan melibatkan masyarakat hutan sekitar mengharuskan pihak terkait seperti pemerintah, baik pusat atau
daerah, masyarakat sekitar hutan untuk membuat konsep pembangunan kehutanan secara bersama. Khusus untuk daerah Nusa Tenggara Timur NTT
pembangunan kehutanan harus didasarkan pada kondisi obyektif sumberdaya alam dengan memperhatikan keterbatasan daya dukung sebagai akibat
kurangnya pasokan air sebagai salah satu ciri dari daerah semi arid. Konsep pembangunan yang dapat dikembangkan masyarakat langsung adalah yang
berkaitan dengan pemanfaatan hutan secara multiguna atau agroforestry seperti amarasi, mamar, kaliwu, dan lain-lain. Sistem-sistem tersebut adalah
merupakan kearifan lokal yang dapat dikembangkan untuk daerah-daerah yang dekat pemukiman.
Kata kunci: Agroforestry, Multiguna, Kearifan lokal
Njurumana, Gerson ND PENGELOLAAN DAERAH ALI RAN SUNGAI TERPADU DALAM
MENDUKUNG KEBERLANJUTAN SI STEM I RI GASI SUBAK DI BALI Gerson ND Njurumana, I Wayan Widhiana S dan Tigor Butar- Butar. --
Prosiding Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan : Melalui I PTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya
Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 143- 154 , 2006
Keberlanjutan sistem irigasi Subak di Provinsi Bali sangat ditentukan oleh berfungsinya komponen pendukung Subak, baik komponen internal maupun
komponen eksternal. Faktor kesehatan DAS merupakan komponen eksternal yang menentukan keberlanjutan faktor internal. Penguatan kelembagaan subak
dalam membangun keterpaduan dalam pengelolaan mulai dari wilayah hulu, tengah dan hilir merupakan salah satu pilar pendukung keberlanjutan sistem
irigasi tersebut di masa mendatang. Kata kunci: DAS, Subak, Pengelolaan, I rigasi, Bali
Njurumana, Gerson ND PENDEKATAN REHABI LI TASI LAHAN KRI TI S MELALUI
PENGEMBANGAN MAMAR: STUDI KASUS MAMAR DI KABUPATEN TI MOR TENGAH SELATAN Gerson ND Njurumana. - - Prosiding
Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 1- 11 , 2006
Peningkatan degradasi lahan merupakan kesatuan yang bersifat simultan antara aspek sosial ekonomi, budaya, dan perilaku masyarakat dalam berinteraksi
dengan lingkungan. Karena itu upaya pengendalian dan rehabilitasi lahan kritis perlu melibatkan seluruh pihak termasuk aktor dari kegiatan degradasi lahan. Di
pihak lain, pemulihan lahan kritis tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan teknis dan sektoral semata, tetapi perlu memberikan ruang bagi partisipasi
multi pihak beserta seluruh modal sosial yang berkembang dalam masyarakat, salah satunya adalah kearifan lokal. Pendekatan kearifan lokal memungkinkan
prakarsa pembangunan khususnya rehabilitasi lahan dan lingkungan diletakkan atas dasar pengetahuan masyarakat lokal, sehingga mendorong proses
pembaruan, peguatan, penggerakan, dan penyelarasan pengetahuan lokal dengan pengetahuan dari luar. Mamar sebagai salah satu bentuk kearifan lokal
34
memiliki peluang untuk diberdayakan dalam rangka mendukung rehabilitasi lahan. Nilai guna sistem mamar cukup baik terhadap aspek produktivitas,
stabilitas, dan keberlanjutan yang cukup tinggi dalam mendukung kegiatan usaha tani, silvopasture, dan lingkungan.
Kata kunci: Mamar, Rehabilitasi lahan, Konservasi tanah, Konservasi air
Njurumana, Gerson ND PELUANG DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN SEKTOR KEHUTANAN DI
TI MOR BARAT Gerson ND Njurumana. - - Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari
Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 103- 117 , 2006
Kerusakan sumberdaya lahan dan hutan di Timor Barat mengalami peningkatan akibat tekanan penduduk, perambahan, kebakaran, konversi lahan, dan
pemanfaatan hutan, tanah dan air yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi dan kelestarian ekosistem. Tekanan penduduk yang tinggi
mengindikasikan terbatasnya alternatif sumberdaya yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mendukung pemenuhan kebutuhan hidupnya. Karena itu,
pembangunan sektor kehutanan di Timor Barat harus dilakukan dengan memperhatikan kondisi masyarakat secara obyektif melalui pendekatan site
spesifik. Pendekatan site spesifik dilakukan dengan berbagai pendekatan, salah satunya pemanfaatan jenis tanaman yang memberikan manfaat ganda untuk
jangka pendek, menengah, dan panjang. Dari aspek kebijakan, pemerintah perlu memberikan perhatian terhadap keragaman model kearifan lokal yang
berkembang dalam masyarakat.Pengakuan terhadap kearifan lokal yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan, tanah, dan air diharapkan dapat
mengapresiasi dan mendorong masyarakat untuk terlibat secara proaktif melalui kemitraan yang terbangun dalam pengelolaan sumberdaya hutan di
Timor Barat. Pendekatan kearifan lokal memungkinkan prakarsa pembangunan dapat dilakukan dengan memanfaatkan dan memberdayakan potensi dan
kekuatan yang sudah ada dalam masyarakat, sekaligus mampu menjembatani konflik kepentingan terhadap sumberdaya lahan dan air.
Kata kunci: Degradasi lahan dan hutan, Kearifan lokal, Kebijakan
Njurumana, Gerson ND NI LAI PENTI NG HUTAN KOTA DALAM PEMBANGUNAN PERKOTAAN
Gerson ND Njurumana. - - Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat
Sejahtera, 2006 ; Halaman 183- 197 , 2006
Hutan kota diidentifikasikan sebagai status lahan yang dengan pohon-pohonan dalam satuan kawasan tertentu baik pada tanah negara maupun tanah milik
yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan perkotaan dalam pengaturan tata air, polusi udara, habitat flora dan fauna. Kehadiran hutan kota diharapkan
dapat mengendalikan peningkatan suhu udara perkotaan, penurunan air tanah, banjir genangan, intrusi air laut, abrasi pantai, pencemaran air berupa air
minum berbau,mengandung logam berat, pencemaran udara seperti meningkatnya kadar CO,ozon, karbon-dioksida, oksida nitrogen dan belerang,
debu, suasana yang gersang, monoton, bising dan kotor. Dengan demikian, kehadiran hutan kota diharapkan dapat memberikan kontribusi besar dalam
meningkatkan kualitas lingkungan dan ekologi perkotaan yang dapat dilakukan dengan mempertahankan kelestarian dan fungsi kawasan-kawasan ruang
terbuka hijau di wilayah perkotaan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun kerjasama dengan komponen masyarakat,LSM dan swasta untuk
mendukung tujuan pembangunan hutan kota Kata kunci: Hutan kota, Ekologi, Nilai penting, Lingkungan
Noorhidayah KONSERVASI ULI N
Eusideroxylon zw ageri Teijsm Binn DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI TUMBUHAN OBAT
The I ronw ood Eusideroxylon zw ageri Teijsm Binn. Conservation and its Utilization
as Medicinal Plant Noorhidayah; Kade Sidiyasa. -- I nfo Hutan : Vol.I I I , No.2 ; Halaman 123 - 130 , 2006
Eksploitasi ulin Eusideroxylon zwageri Teijsm Binn. secara besar-besaran
akan mengakibatkan terancam kelestariannya. Selain memiliki kayu yang kuat dan awet, ternyata ulin juga memiliki manfaat non kayu sebagai bahan obat.
Masyarakat telah memanfaatkan daun, batang, dan buah biji ulin untuk obat rambut, ginjal, muntah darah, dan mengatasi bengkak. Upaya konservasi ulin
dapat dilakukan secara
in-situ maupun ex-situ dan mencakup tindakan menjaga, memanfaatkan, dan mempelajarinya.
35
Kata kunci : Ulin, Eusideroxylon zwageri Teijsm Binn.,
obat, konservasi in-
situ, konservasi ex-situ
Nugroho, Agung Wahyu PEMANFAATAN SERASAH PI NUS SEBAGAI MEDI A SEMAI Agung
Wahyu Nugroho. - - Prosiding Seminar Hasil- Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran I ptek dalam Mendukung Peningkatan
Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 129- 136 , 2006
Media Semai dengan menggunakan media topsoil mempunyai banyak kelemahan diantaranya: media lekas padat, aerasi kurang baik, dan berat per
satuan bibit tinggi. Oleh karena itu upaya penggunaan bahan lain sebagai media pertumbuhan dengan tujuan memperkecil pemakaian topsoil perlu
segera dilakukan. Serasah daun pinus yang merupakan bahan organik yang bersifat lambat terdekomposisi dapat dijadikan media dengan cara
dikomposkan dahulu. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa serasah daun pinus yang lambat terdekomposisi dapat dimanfaatkan sebagai
media semai dan mengetahui komposisi media pinus yang sesuai untuk pertumbuhan semai. Penelitian diaksanakan di kebun Karangmalang dan
Laboratorium Tanah Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Campuran media terdiri dari daun pinus, pupuk kandang, dan tanah
bermikoriza. Digunakan 3 ukuran daun dan 4 variasi aras campuran media. Jumlah keseluruhan perlakuan ada 12 unit dan tiap unit ada 12 semai dan
diulang secara acak pada 3 blok.Parameter yang diamati adalah tinggi dan diameter. Data rerata tinggi dan diameter dianalisis dengan uji F dan bila
berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata metode Duncan. Hasil penelitian menunjukan bahwa serasah daun pinus dapat dimanfaatkan sebagai
media semai yang baik. Perlakuan yang menggunakan ukuran daun kasar segar menghasilkan rerata pertumbuhan tinggi semai yang paling baik yaitu sebesar
10,38 cm. Variasi aras campuran media 30 persen daun, 35 persen pupuk kandang, dan 35 persen tanah bermikoriza menghasilkan pertumbuhan tinggi
yang paling baik yaitu sebesar 11,20 cm. Untuk pertumbuhan diameter semai, perlakuan yang berpengaruh nyata adalah ukuran daun dan interaksi antara
ukuran daun dan variasi aras campuran media. Ukuran dan kasar segar menghasilkan rerata pertumbuhan diameter yang paling baik yaitu sebesar 1,23
mm dan interaksi antara ukuran daun dan variasi aras campuran media 30 persen daun kasar segar, 35 persen pupuk kandang, 35 persen tanah
bermikoriza menghasilkan rerata pertumbuhan diameter yang paling baik sebesar 1,30 mm.
Kata Kunci: Serasah pinus, Media semai
Nurhaedah M PENGARUH MURBEI
Morus spp. DAN ULAT SUTERA PERSI LANGAN Bombyx mori Linn TERHADAP KUALI TAS ULAT, KOKON, DAN SERAT
SUTERA Effect of Mulberry Morus spp and Silkw orm Hybrid
Bombyx mori Linn. on Silkw orm, Cocoon, and Silk Quality Nurhaedah; Harry Budisantoso; Wahyudi I snan. - - Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.1 ; Halaman 65 - 73 , 2006
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh murbei Morus spp. dan ulat sutera persilangan Bombyx mori Linn. terhadap kualitas
ulat, kokon, dan serat sutera. Parameter yang diamati meliputi kualitas ulat, kokon, dan serat sutera. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap pola faktorial dengan dua faktor yaitu: M murbei persilangan dan U ulat sutera persilangan dan setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Analisis
statistik menunjukkan bahwa murbei persilangan memberikan pengaruh nyata terhadap kualitas ulat, kokon, dan serat sutera. Jenis NI , B2A, dan
Morus cathayana A. cenderung memberikan hasil yang baik. Sedangkan ulat sutera
persilangan memberikan pengaruh nyata terhadap kualitas ulat, tetapi tidak memberi pengaruh nyata terhadap kualitas kokon dan serat sutera dan belum
ada jenis yang memberikan hasil yang baik. Kombinasi antara murbei persilangan dan ulat sutera persilangan memberi pengaruh nyata pada
rendemen pemeliharaan dan bobot kokon. Kombinasi M1U3 murbei NI dan ulat sutera HG 8 cenderung memberikan hasil yang baik.
Kata kunci : Murbei persilangan,
Morus spp., ulat sutera persilangan, Bombyx mori Linn., kualitas ulat, kualitas kokon, kualitas serat
36
Nurhaedah M. KUALI TAS BI BI T ULAT SUTERA BOMBYX MORI L. PADA BEBERAPA
WAKTU PENGUPASAN KOKON
Quality of Silkw orm Eggs w ith Several Cocoon Peeling Period Nurhaedah M. . -- Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.2 ; Halaman 177 - 184 , 2006
Bibit ulat sutera yang berkualitas akan diperoleh jika pemeliharaan ulat induk menghasilkan kokon yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan
penanganan khusus seperti pemberian pakan, penanganan ulat dan kokon serta pencegahan penyakit. Penelitian ini dilakukan di Balai Persuteraan Alam
Bili-Bili, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui waktu pengupasan kokon yang tepat sebagai bahan pembibitan ulat sutera. Penelitian dilakukan di laboratorium dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap yang terdiri 3 perlakuan waktu pengupasan kokon yaitu 8 hari setelah mengokon, 7 hari setelah mengokon dan 6 hari setelah
mengokon serta kontrol 0 hari. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan waktu pengupasan kokon yang baik untuk penetasan dan rendemen ulat kecil
adalah 8 hari sedangkan untuk keperidian dan jumlah pupa jadi ngengat adalah 7 hari, disamping itu waktu pengupasan kokon yang terlalu cepat dan tidak
terseleksi kontrol menyebabkan waktu keluarnya ngengat lebih beragam. Kata kunci : Ulat sutera, pengupasan, kokon
Omon, R. Mulyana PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYI MPANAN TABLET MI KORI ZA
TERHADAP PERTUMBUHAN STEK
Shorea johorensis Foxw . DI RUMAH KACA
Effects of Temperature and Storage Duration of Mycorrhizae Tablet to Grow th of Shorea johorensis Foxw . Cuttings in Greenhouse
R. Mulyana Omon. - - Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.1 ; Halaman 83 - 93 , 2006
Penelitian pengaruh suhu dan lama penyimpanan tablet mikoriza terhadap pertumbuhan stek
Shorea johorensis Foxw. telah dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Loka Litbang Satwa Primata, Samboja Kalimantan Timur.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendapatkan informasi suhu dan lama penyimpanan optimal tablet mikoriza untuk produksi penyediaan tanaman stek
yang berkualitas di persemaian. Perlakuan dalam percobaan ini terdiri dari dua tingkat suhu dan tujuh periode lama penyimpanan. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah faktorial dalam pola acak lengkap dengan ulangan sebanyak tiga kali. Tiap unit perlakuan terdiri dari 10 bibit. Hasil memperlihatkan bahwa
penyimpanan tablet selama tiga bulan di kedua suhu yang berbeda 4
o
C dan 20
o
C telah memberikan pengaruh yang nyata lebih baik terhadap persen hidup 86,67 , pertumbuhan tinggi 4,32 cm, jumlah daun 4 helai, dan
persentase kolonisasi akar 81,84 dibandingkan dengan lama penyimpanan
lainnya setelah 6 bulan pengamatan. Sedangkan suhu dan interaksi antara suhu dan lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
persentase hidup, pertumbuhan tinggi, jumlah daun, dan persentase kolonisasi akar. Dengan demikian untuk rencana dan strategi penyediaan stek
Shorea johorensis Foxw. yang berkualitas di persemaian direkomendasikan tablet
mikoriza dapat disimpan optimal selama 3 bulan pada suhu 4
o
C atau 20
o
C untuk diinokulasikan pada stek
Shorea johorensis Foxw. Kata kunci :
Shorea johorensis Foxw., stek, waktu penyimpanan, tablet mikoriza
Omon, R. Mulyana PENGARUH PEMBERSI HAN ALANG- ALANG
I mperata cylindrica L. Beauv. DENGAN HERBI SI DA PADA TANAMAN JATI
Tectona grandis L.f.
DI KAWASAN REHABI LI TASI SAMBOJA Effect of Alang-alang I mperata cylindrica L. Beauv. Clearing w ith Herbicide on Teak
Tectona grandis L.f. Plantation in Samboja Rehabilitation Area R. Mulyana Omon; I shak Yasir. - - Jurnal Penelitian Hutan Dan
Konservasi Alam : Vol.I I I , No.4 ; Halaman 421 - 428 , 2006
Pengaruh pembersihan alang-alang dengan penyemprotan herbisida pada tanaman jati
Tectona grandis L.f. umur 2,5 tahun, telah dilaksanakan di kawasan rehabilitasi Samboja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
informasi tentang teknik pemeliharaan tanaman jati pada lahan alang-alang. Pembuatan plot percobaan dilakukan secara
purposive dengan
mempertimbangkan keadaan topografi. Dua plot terletak di bukit berukuran 20 m x 25 m dengan ketinggian 87 m dpl di atas permukaan laut dan satu plot
terletak di lembah dengan ukuran yang sama dengan ketinggian 47 m dpl. Di kedua plot tanaman jati tersebut alang-alangnya disemprot dengan herbisida,
dengan dosis sebanyak 8 liter herbisida 800 liter air dan satu plot tanaman jati yang terletak di bukit tidak dilakukan penyemprotan sebagai kontrol. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa perlakuan penyemprotan alang-alang dengan
37
herbisida pada tanaman jati telah memberikan pengaruh efektif terhadap pertumbuhan, yaitu sebesar 3,5 kali untuk diameter dan tinggi sebesar 5 kali
dibandingkan dengan tidak disemprot herbisida kontrol. Sedangkan riap diameter dan tinggi tanaman jati yang di lembah lebih tinggi dibandingkan
dengan di bukit. masing-masing sebesar 2,43 cm dan 185,7 cm. Perbedaan pertumbuhan tersebut, dikarenakan kesuburan tanah di lembah lebih baik
dibandingkan dengan di bukit. Dengan demikian penyemprotan alang-alang dengan herbisida pada tanaman jati dengan dosis 8 liter herbisida 800 liter air
per ha dapat direkomendasikan untuk pembersihan alang-alang pada tanaman jati.
Kata kunci : Tanaman jati, Tectona grandis L.f., herbisida, lahan alang-alang,
I mperata cylindrica L. Beauv.
Omon, R. Mulyana TEKNI K PEMBI AKAN VEGETATI F MELALUI STEK PUCUK
DI PTEROCARPACEAE PADA MEDI A PADAT DAN AI R R. Mulyana Omon. - - Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 19- 27 ,
2006
Perbanyakan stek pucuk dari famili Dipterocarpaceae merupakan salah satu alternatif dalam pengadaan bibit di persemaian. Hal ini terkendala dengan masa
berbuah massal yang tidak teratur dan bijinya bersifat recalcitrant yang tidak dapat disimpan lama yaitu hanya beberapa minggu saja. Keberhasilan
perbanyakan dengan stek pucuk dipterokarpa dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan antara lain kelembaban, temperatur, intensitas cahaya, media,
teknik, pengambilan bahan, dan hormon tumbuh yang digunakan. Untuk media padat pasir, gambut, dan vermikulit keuntungannya bahannya mudah
diperoleh, tetapi kelemahan tidak dapat dikontrol setiap saat apakah sudah berakar atau belum dan perlu penyiraman. Sedangkan media cair air
keuntungannya mudah dikontrol dan apabila belum berakar dapat dikembalikan ke tempat semula tanpa mengganggu proses perakaran dan tidak perlu
penyiraman. Kelemahannya untuk yang pertama adalah diperlukan biaya yang besar yaitu harus tersedia kompresor atau aerator sebagai penghasil oksigen
dan listrik. Teknik pembiakan vegetatif melalui stek pucuk dengan media padat pasir, gambut, dan vermikulit dan air water rooting system diperoleh dari
hasil kerja sama antara Departemen Kehutanan cq. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Samarinda di Stasiun Penelitian Wanariset Samboja
dengan Yayasan Tropenbos Belanda dengan nama MOF-Tropenbos Kalimantan Project yang dimulai pada tahun 1985 sampai tahun 2000. Selain itu pula telah
dikembangkan teknik pembuatan kebun pangkas sebagai sumber bahan stek dan teknik inokulasi mikoriza sebagai pemacu pertumbuhan. Sejak Juli 2002
Stasiun Penelitian Wanariset Samboja telah berubah menjadi I nstitusi Loka Litbang Satwa Primata. Teknik tersebut telah diaplikasikan oleh HPH Hak
Pengusahaan Hutan di I ndonesia dan bahkan lebih dari 1.000 orang yang telah mengikuti training Alih Teknologi Stek Pucuk dan Kebun Pangkas di Wanariset
Samboja. Selain itu banyak tamu-tamu yang datang, baik dari dalam dan luar negeri seperti Jepang, I ndia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan lain-lain, turut
mempelajari metoda tersebut. Dari hasil pembiakan vegetatif melalui stek ada beberapa jenis yang mudah tumbuh di media padat dan cair seperti Shorea
leprosula dan Shorea selanica. Selain itu ada juga beberapa jenis yang mudah tumbuh di media air antara lain Anisoptera marginata, Dipterocarpus hasseetii,
Dryobalanops lanceolata, Hopea odorata, S. assamica, S. laevis, S. paucifloria, S. parvifolia, S. smithiana, S. johorensis, dan Parashorea sp.
Kata Kunci: Pembiakan vegetatif, Stek pucuk, Dipterocarpaceae, Media padat,
Media air
Panjaitan, Sudin SI STEM CABUTAN ANAKAN ALAM SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATI F
PENYEDI AAN BI BI T JENI S DI PTEROCARPACEAE Sudin Panjaitan, Rusmana dan Marinus Kristiadi Harun. - - Prosiding Seminar Bersama
Hasil- Hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman I ndonesia Bagian Timur dan Loka Litbang
Satw a Primata : Samarinda 12 April 2006 ; Halaman 335- 345 , 2006
Pengadaan bibit Dipterocarpaceae dengan sistem cabutan anakan alam merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi kelemahan pengadaan bibit
secara generatif asal buah biji. Tulisan ini dimaksudkan sebagai bahan informasi bagi para pelaksana di lapangan, sehingga kendala pembuatan bibit
dalam skala luas dan tepat waktu dapat diatasi untuk mendukung program pembangunan hutan tanaman. Teknik pembuatan bibit sistem cabutan anakan
alam harus memenuhi syarat, yaitu waktu pencabutan yang tepat, teknik pencabutan yang baik, ukuran anakan ideal, tidak terdapat deformasi batang
dan akar anakan, teknik pengepakan dikondisikan lembab, penggunaan media tepat, teknik penyapihan dan pemeliharaan bibit di persemaian sesuai standar
38
Kata kunci: Cabutan anakan, Alternatif, Penyediaan bibit, Dipterocarpaceae
Panjaitan, Sudin RESPON PERTUMBUHAN ANAKAN PULAI
Alstonia scholaris L R.Br TERHADAP PEMBERI AN PUPUK PI NUFERT DAN NPK DI PERSEMAI AN
BP2HTI BT, BANJARBARU Sudin Panjaitan, Mahliani dan Acep Akbar. - - Prosiding Seminar Bersama Hasil- Hasil Penelitian Balai Litbang
Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman I ndonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satw a Primata : Samarinda 12 April
2006 ; Halaman 355- 373 , 2006
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan anakan pulai akibat pemberian pupuk pinufert dan NPK. Percobaan disusun dengan Rancangan
Acak Lengkap dari perlakuan pupuk pada anakan pulai umur 16 minggu yang diulang sebanyak 7 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hidup
anakan adalah 10 persen. Pemberian pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi dan diameter batang. Sedangkan antara anakan pulai yang diberi pupuk NPK 8
gr, 6 gr, 4 gr per anakan dengan pemberian pupuk pinufert 5 gr dan 10 gr per anakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Jumlah daun anakan juga
dipengaruhi oleh pemberian pupuk dimana anakan yang diberi pupuk menghasilkan nilai tertinggi pada jumlah daun dibanding tanpa pupuk. Dalam
rangka pengembangan budidaya pulai di persemaian disarankan menggunakan pupuk pinufert 5 gr atau NPK gr per batang.
Kata kunci: Pulai,
Alstonia scholaris L R.Br, Pertumbuhan, Anakan pulai, Pupuk pinufert, NPK
Parthama, I .B Putera PEMANFAATAN PRANATA SOSI AL LOKAL DALAM REHABI LI TASI
LAHAN: SEBUAH PENGALAMAN DI NUSA PENI DA BALI I .B PUTERA PARTHAMA DAN HADI S PASARI BU. - - Prosiding Diskusi Hasil
Penelitian Kehutanan : Melalui I PTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya Pelestarian Hutan dan
Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 85- 92 , 2006
Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mewujudkan masyarakat yang sadar dan peduli lingkungan serta berkomitmen dalam merehabilitasi
lahan ialah dengan mengaitkan dan memanfaatkan pranata sosial masyarakat lokal setempat. Dalam hal ini masyarakat diingatkan dan diarahkan untuk
menerapkan konsepsi, fisolofi, serta aturan yang mereka miliki sendiri untuk melaksanakan rehabilitasi lahan, bukan diminta mengadopsi rehabilitasi lahan
model baru. Pendekatan pranata sosial masyarakat setempat yang telah diaktualisasi didaerah ini antara lain: Tri Hita karana, Tri Mandala, Tri Fungsi
Hutan, Lembaga Pelaksana Pura, Banjar Pakraman, dan Awig-awig. Pendekatan tersebut telah dicoba dilaksanakan di Nusa Penida, Pulau Kecil dan kering yang
berada di Tenggara pulau Bali. Penerapan model ini menunjukkan hasil yang positip yaitu dengan tingkat keberhasilan tanaman 80 persen. masyarakat
menunjukkan antusias yang tinggi untuk terlibat dalam rehabilitasi lahan sejak awal perencanaan hingga pelaksanaan dan pemeliharaan serta berminat untuk
meningkatkan kemampuan teknisnya. Pendekatan serupa bisa diterapkan di daerah lain yang memiliki kondisi sama.
Kata kunci: Rehabilitasi lahan, Pranata sosial lokal, Tri hita karana, Pranata
sosial lokal
Pudja M.U KONSERVASI EMPAT JENI S ENDEMI K PAPUA DI PERTANAMAN BPPK
PM MANOKWARI Pudja M.U, Herman R. dan Daud Leppe. - - Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 77- 86 , 2006
Kondisi sumbardaya hutan I ndonesia pada saat ini mengalami kemunduran dan dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Angka degradasi hutan tropis
I ndonesia selama 10 tahun terakhir, menurut data Departemen Kehutanan tahun 2000 mencapai 1.6 juta ha tahun. Hal ini merupakan hasil dari proses
panjang kegiatan pengusahaan hutan alam tropis sejak dekade 70-an sampai
39
sekarang. Oleh karena itu perlu segera dilakukan program konservasi dan rehabilitasi. Program ini merupakan salah satu dari lima program pokok
Departemen Kehutanan. Konservasi secara umum dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu in-situ dan ex-situ. I n-situ berarti melestarikan sumberdaya
genetik pada habitat aslinya. Sedangkan ex-situ di luar habitat aslinya. Sejak tahun 1986, Balai Litbang Kehutanan Papua dan Maluku telah melakukan
penanaman beberapa jenis endemik jenis asli potensial yang mulai terancam keberadaannya di hutan alam, seperti Agathis labillardieri, Araucaria
cuninninghamii, I nstia sp., Pometia sp., dan lain-lain. dalam bentuk arboretum kebun percobaan, dan kebun koleksi. Secara umum kondisi tanaman di kebun
koleksi dan arboretum I namberi dan Anggresi masih tergolong cukup baik, walaupun tempat tumbuh di tiga lokasi kurang subur, tingkat persentase hidup
tegakan tergolong baik yaitu lebih dari 70 persen dengan kesehatan tegakan termasuk baik. Riap diameter rata-rata tahunan dan pertumbuhan diameter
pada umur di bawah lima tahun umumnya lebih kecil dibandingkan tanaman setelah berumur di atas 10 tahun, kecuali pada jenis Pometia pinnata ada
kecenderungan menurun setelah umur lebih dari 15 tahun. Sebagai ilustrasi, pertumbuhan diameter rata-rata P. Pinnata umur 5 tahun 5,62 cm memberikan
riap 1,12 cm thn, umur 11 tahun dengan diameter rata-rata 15,20 cm memberikan riap 1,38 cm dan umur 16 dengan diameter rata-rata 16,80 cm
memberikan riap 1,05 cm thn. Ternyata keadaan masih berlanjut pada tahun berikutnya di mana diameter rata-rata mencapai 19,38 cm dan MAI mencapai
1,14 cm tahun. Hal ini juga berlaku pada ketiga jenis lainnya. Awal pertumbuhan yang umumnya sulit selain disebabkan pemeliharaan yang kurang
intensif, diduga juga disebabkan tanah di Manokwari umumnya bercampur karang, sehingga tanaman harus melakukan penetrasi akar terhadap karang.
Oleh karena itu setelah umur tanaman di atas 10 tahun biasanya pertumbuhan mulai membaik. Dibandingkan dengan asumsi riap di hutan alam sebesar 1
cm thn, riap di kebun koleksi dan arboretum ini dianggap masih kecil. Namun secara individual ada beberapa pohon mempunyai MAI yang cukup tinggi pada
masing-masing jenis. seperti I ntsia sp. dapat mencapai 2,00 cm tahun. Pometia sp. memberikan 3 cm tahun, Agathis sp. memberikan 2,3 cm tahun, dan
Araucaria sp. dapat mencapai 2,8 cm tahun. Kondisi ini menunjukan bahwa pemilihan dan penanganan bibit yang tepat serta tempat tumbuh yang cocok
bagi jenis-jenis tersebut diharapkan mempunyai pertumbuhan yang baik. Melihat kenyataan tersebut, jenis-jenis ini relatif mudah untuk dikonservasi dan
sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan tanaman dalam hutan tanaman untuk mendukung gerakan rehabilitasi lahan di Papua.
Kata Kunci: Konservasi, Endemik, Papua, Manukwari
Pramono, Joko MANFAAT SERTI FI KASI SUMBER BENI H, MUTU BENI H, DAN MUTU
BI BI T DALAM MENDUKUNG GERHAN Joko Pramono dan Hendi Suhaendi. -- Prosiding Seminar Hasil- Hasil Penelitian Tahun 2005 :
Optimalisasi Peran I ptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 49- 61 , 2006
Pembangunan tanaman hutan yang berkualitas memerlukan benih dan bibit bermutu. Faktor dominan yang berpengaruh terhadap mutu benih bibit adalah
genetik dan lingkungan. Mutu genetik dipengaruhi oleh asal-usul benih. Faktor lingkungan yang ditentukan mutu non genetik dibedakan manjadi mutu fisik
dan mutu fisiologi dan dipengaruhi oleh teknik penanganan benih bibit. Belum adanya sertifikasi sumber benih, mutu benih, dan mutu bibit menyebabkan
konsumen tidak memperoleh jaminan terhadap asal-usul benih, mutu benih maupun mutu bibit. Perbenihan tanaman hutan yang mengandung arti segala
sesuatu yang berkaitan dengan pengelolaan benih tanaman hutan menunjukan perlu adanya sertifikasi sumber benih, sertifikasi mutu benih, dan sertifikasi
mutu bibit dalam mendukung GERHAN. Kata Kunci: Sertivikasi, Sumber benih, Mutu benih, Mutu Bibit, GERHAN
Pratiw i REHABI LI TASI LAHAN KRI TI S DI WI LAYAH NUSA TENGGARA TI MUR
Pratiw i. - - Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ;
Halaman 55- 68 , 2006
Di daerah Nusa Tenggara Timur NTT, lahan kritis terjadi akibat sistem pengelolaan lahan yang tidak memadai dengan lingkungan iklim kering. Hal ini
menyebabkan terjadinya kerusakan tanah baik kimia maupun fisik, sehingga produktivitasnya menurun. Oleh karena itu upaya rehabilitasi perlu dilakukan
agar kerusakan lingkungan dapat dikurangi dan produktivitas lahan dapat ditingkatkan. Agar rehabilitasi lahan kritis di daerah Nusa Tenggara Timur dapat
berhasil, diperlukan informasi mengenai aspek-aspek karakteristik faktor lingkungan daerah NTT dan permasalahannya serta alternatif pengelolaannya.
40
Dengan kondisi iklim kering dan solum tanah yang tipis dan berbatu-batu, curah hujan yang rendah dan topografi sebagian besar curam sampai sangat
curam mengakibatkan kesuburan daerah ini sangat rendah. Oleh karena itu diperlukan pemilihan jenis yang akan dikembangkan yang sesuai dengan
kondisi daerah tersebut, teknologi yang memadai dan kelembagaan yang mendukung keberhasilan program yang akan diterapkan.
Kata kunci: Rehabilitasi, Lahan kritis, Nusa Tenggara Timur
Prayudyaningsih, Retno HAMA DAN PENYAKI T JENI S MURBEY EKSOT DAN TI NGKAT
KEHI LANGAN DAUNNYA PADA AKHI R MUSI M KEMARAU
Pest and Disease of Exotic Mulberry and level of it’s Leaves Lost I the End of
Dry Season Retno Prayudyaningsih; Hermin Tikupadang; Budi Santoso. - - Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I ,
No.4 ; Halaman 429 - 435 , 2006
Serangan hama dan penyakit pada tanaman murbei akan mengakibatkan produksi daun menurun, baik kualitas maupun kuantitasnya. Apabila masalah
ini dibiarkan berlanjut, maka ada kemungkinan ketersediaan daun murbei akan berkurang dan pemeliharaan ulat sutera oleh petani akan terhambat. Penelitian
ini dilakukan di Kabupaten Wajo, Sidrap, dan Enrekang pada bulan November 2003. Jenis tanaman murbei yang diamati adalah jenis murbei eksot
Morus indica S-54 dan Morus multicaulis dan Morus nigra. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mendapatkan informasi jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman murbei eksot pada akhir musim kemarau serta tingkat kehilangan
daun akibat serangan hama dan penyakit tersebut. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan percobaan faktorial 3 x 3.
Faktor pertama adalah jenis murbei dan faktor kedua adalah lokasi. Hasil penelitian menunjukkan ada delapan jenis hama dan empat jenis penyakit yang
menyerang tanaman murbei eksot selama akhir musim kemarau. Jenis hama yang paling banyak menyebabkan kerusakan adalah kutu daun
Maconellicoccus hirsutus Green dan belalang Valanga sp., sedang jenis penyakit yang banyak menyebabkan kerusakan adalah bercak daun
Septogleum mori Briosi et Cavapa dan karat Aecidium mori Barclay. Lokasi yang tingkat kehilangan daunnya tinggi adalah Kabupaten Wajo 20,05
sedangkan jenis murbei yang mempunyai tingkat kehilangan daun paling tinggi adalah
M. indica S-54 15,32 . Kata kunci : Hama dan penyakit murbei, murbei eksot, tingkat kehilangan daun
Prayudyaningsih, Retno PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN BI TTI
Vitex cofasus Reinw . Flow ering and Fruiting of Bitti Vitex cofasus Reinw . Retno
Prayudyaningsih; Edi Kurniaw an. - - I nfo Hutan : Vol.I I I , No.2 ; Halaman 131 - 138 , 2006
Penelitian mengenai pembungaan dan pembuahan bitti Vitex cofassus Reinw.
telah dilakukan di Arboretum dan Laboratorium Silvikultur Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sulawesi selama 6 bulan Januari-Juni 2003.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik bunga, produksi bunga, keberhasilan bunga membentuk buah, serangga pengunjung,
produksi buah, dan produksi biji tanaman bitti. I nformasi ini diharapkan dapat mendukung keberhasilan proses penyerbukan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa karakterisitk bunga bitti adalah hermaprodit dengan malai berjumlah 549,33-2.768,67 kuntum bunga, panjang bunga 0,78-0,89 cm, diameter bunga
0,78-1,13 cm, panjang stamen 0,53-0,60 cm dan 0,45-0,59 cm, dan panjang putik 0,84-1,00 cm. Jenis serangga yang selalu mengunjungi bunga bitti adalah
kupu-kupu, lebah madu, dan lebah tukang kayu. Produksi bunga per cabang adalah 10.805,32-167.544,86 kuntum bunga. Pada penyerbukan secara alami
2,13 -11,95 bunganya akan membentuk buah. Produksi buah per pohon adalah 7.215-45.210 buah dengan produksi biji sekitar 0,59-3,77 kg.
Kata kunci : Karakteristik bunga, serangga pengunjung, bitti,
Vitex cofassus Reinw., penyerbukan alami
41
Putri, I ndra A.S.L.P. PREFERENSI DAN KONSUMSI PAKAN BERPROTEI N TI NGGI PADA
BURUNG PERKI CI DORA
Trichoglossus ornatus Linne 1758 Diet in Capacity DALAM PENANGKARAN Preferences and Consumption of
High Protein Contain of The Ornate Lorikeet Trichoglossus ornatus Linne 1758
Diet in Capacity I ndra A.S.L.P. Putri. -- Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.3 ; Halaman 259 -
270 , 2006
Pakan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan upaya penangkaran burung. Pakan utama burung perkici dora
Trichoglossus ornatus Linne 1758 di habitatnya adalah pollen dan nektar yang mengandung
protein tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui preferensi dan konsumsi pakan berprotein yang dibuat dari pakan alami yaitu pepaya dan
pisang ambon dengan penambahan protein, serta dampak pemberian pakan terhadap berat badan burung Perkici dora. Jenis pakan berprotein yang
ditambahkan pada pakan alami adalah telur dengan kadar 10 , 15 , dan 20 dari total pakan yang disajikan. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan uji chi-square, t-paired sample test, anova satu arah, dan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa burung perkici dora yang dipelihara
dalam kandang penangkaran memiliki preferensi dan konsumsi terhadap pakan berprotein tinggi dengan urutan preferensi dan konsumsi pakan adalah pakan
alami pakan berkadar telur 20 pakan berkadar telur 10 pakan berkadar telur 15 . Selain itu pemberian pakan berkadar protein tinggi secara
signifikan berpengaruh pada kenaikan berat badan burung perkici dora. Kata kunci : Preferensi, konsumsi, protein, pakan, perkici dora,
Trichoglossus ornatus Linne 1758
Rahmat, Mamat PELUANG PERBAI KAN POLA AGROFORESTRY DALAM MENJAGA
KELESTARI AN TAMAN NASI ONAL : KASUS DAERAH PENYANGGA TAMAN NASI ONAL KERI NCI SEBLAT WI LAYAH SUMATERA SELATAN
Mamat Rahmat dan Manifas Zubay. - - Prosiding Seminar Hasil- Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran I ptek dalam Mendukung
Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 85- 93 , 2006
Program pemberdayaan masyarakat sudah seringkali dilakukan pada desa penyangga TNKS. Namun kegiatan yang bersifat destruktif masih terus
berlangsung. Makalah ini mengulas pola mata pencaharian masyarakat dan interaksinya dengan kawasan TNKS, pola agroforestry yang sudah berlangsung
selama ini, serta peluang perbaikan pola agroforestry tersebut dalam rangka menjaga kelestarian kawasan TNKS. Terdapat dua peluang yang keduanya bisa
dilaksanakan secara bersamaan. Peluang pertama adalah melalui diversifikasi kebun karet dengan tanaman sela musiman dan tanaman pelapis dari jenis
pulai. Kedua adalah dengan cara mengimplementasi model kebun campuran tersebut pada zona pemanfaatan khusus.
Kata Kunci: Agroforestry, Taman Nasional, Daerah penyangga, Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera Selatan
Rachmaw ati, I da PENGEMBANGAN TANAMAN JARAK PAGAR
Jatropha curcas LI NN SEBAGAI ALTERNATI F PENDUKUNG ENERGI BI ODI SEL I da
Rachmaw ati. - - Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ;
Halaman 13- 19 , 2006
Ketergantungan I ndonesia terhadap minyak bumi cukup tinggi menyebabkan kurangnya upaya eksploitasi sumberdaya alam untuk bahan bakar alternatif.
Perlu diupayakan segera cara mengatasinya melalui aplikasi kebijakan energi nasional yang mencakup intensifikasi, konservasi, dan diversifikasi energi.
Pemanfaatan biodisel merupakan alternatif yang cukup menjanjikan sebagai pengganti minyak disel asal fosil. Penggunaan biodisel mendesak untuk
direalisasikan karena selain sebagai solusi menghadapi bahan energi asal fosil pada masa mendatang, juga bersifat ramah lingkungan dan terbarukan. Jarak
pagar Jatropha curcas Linn sangat prospektif untuk dimanfaatkan sebagai
42
bahan baku biodisel. Jarak pagar adalah tanaman yang cepat tumbuh, sangat toleran terhadap iklim tropis, dan jenis tanah sehingga sesuai untuk
dikembangkan sebagai tanaman konservasi. Tanaman ini juga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisionil, pupuk, kosmetik, pestisida, dan industri
rumah tangga. Pengembangan jarak pagar untuk mendukung biodisel bertujuan untuk mengganti bahan bakar fosil dan memperbaiki polusi udara
yang disebabkan oleh emisi dari pembakaran biodisel. Namun perlu dicermati pengembangan penanaman jarak pagar secara monokultur mungkin
menimbulkan permasalahan lingkungan seperti keseimbangan daya dukung lahan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial budaya. Perlu dilakukan penelitian
berbagai model penanaman secara benar dan terencana secara berkesinambungan. Teknologi ini juga harus diikuti dengan teknologi
pengolahan hasil yang dapat dikelola sendiri oleh masyarakat. Kata kunci: Jarak pagar,
Jatropha curcas Linn, Biodisel, Konservasi, Energi
Rahmayanti, Syofia APLI KASI PUPUK DAUN DAN ZAT PENGATUR TUMBUH PADA ANAKAN
JABON
Anthocephalus chinensis lamk. A.Rich. ex Walp.s Leaf Fertilizer and Grow th Regulator Application to Anthocephalus
chinensis
lamk. A.Rich. ex Walp.s Seedling Syofia Rahmayanti; Eka Novriyanti. - - Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam :
Vol.I I I , No.1 ; Halaman 95 - 102 , 2006
Pupuk daun dan zat pengatur tumbuh sebagai perlakuan yang diaplikasikan pada anakan jabon
Anthocephalus chinensis Lamk. A.Rich. ex Walp.. Pengujian statistik, menunjukkan perlakuan tersebut berpengaruh nyata hanya
sampai dua bulan pertama sejak perlakuan terakhir. Saat itu, perlakuan pupuk daun 2 g l + zat pengatur tumbuh 2 ml l menghasilkan pertumbuhan tinggi dan
diameter yang terbesar, masing-masing dengan nilai 17,87 cm dan 3,16 cm. Perlakuan tersebut berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan
tinggi anakan jabon tapi tidak berbeda dengan perlakuan zat pengatur tumbuh 3 ml l dalam meningkatkan pertumbuhan diameternya, yang nilainya 3,06 cm.
Kata kunci: Anakan jabon,
Anthocephalus chinensis Lamk. A.Rich. ex Walp., pupuk daun, zat pengatur tumbuh
Rayan PERLAKUAN MEDI A KECAMBAH TERHADAP BENI H TUMBUHAN
PENGHASI L GAHARU
Aquilaria microcarpa DI PERSEMAI AN BP2KK SAMARI NDA. - - Prosiding Seminar Bersama Hasil- Hasil Penelitian
Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman I ndonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satw a Primata : Samarinda
12 April 2006 ; Halaman 240- 245 , 2006
Tumbuhan penghasil Gaharu Aquilaria microcarpa termasuk suku Thymelaceae bernilai ekonomis tinggi yang selalu diburu dan ditebang orang
jika ditemukan pencari gaharu di hutan karena banyak kegunaannya seperti untuk pembuatan parfum, kosmetik dan obat-obatan dan lain-lain. Penelitian
dilaksanakan di Persemaian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan dan bertujuan untuk mengetahui media perkecambahan benih tumbuhan penghasil gaharu
Aquilaria microcarpa yang baik. Parameter yang diamati adalah kecepatan berkecambah dan daya kecambah benih. Metoda yang digunakan adalah
Rancangan Percobaan Acak Kelompok dengan perlakuan-perlakuan media perkecambahan yaitu : P1 Media Perkecambahan Pasir dan P2 Media
Perkecambahan Pasir Campur Kompos 1:1 Hasil penelitian menunjukan bahwa proses perkecambahan benih tumbuhan penghasil gaharu jenis Aquilaria
microcarpa, mulai berkecambah pada hari ke 7 dan terakhir hari ke 22 dengan rata-rata kecepatan berkecabah selama 14 hari. Sedangkan daya kecambahnya
rata-rata 77,67 persen, perkecambahan benih tumbuhan penghasil gaharu dengan pemberian kompos pada media pasir disamping dapat meningkatkan
daya perkecambahan juga dapat mempercepat perkecambahannya yaitu penaburan benih pada media pasir rata-rata daya kecambah dan kecepatan
berkecambah masing-masing 76.67 persen dan 14.46 hari, sedangkan penaburan di media pasir campur kompos 1:1 masing-masing berturut-turut
78.67 persen dan 13,54 hari. Hal ini disebabkan karena media pasir campur kompos lebih basah lembab dibandingkan dengan media pasir tanpa kompos
dan salah satu syarat perkecambahan diantaranya harus kelembabannya stabil atau tetap terjaga dan setelah diuji secara statistik tidak menunjukan
perbedaan yang nyata. Kata kunci: Gaharu,
Aquilaria microcarpa, Media kecambah, Daya kecambah, Kecepatan berkecambah
43
Rayan PENGARUH MEDI A TERHADAP PERTUMBUHAN CABUTAN ANAKAN
ALAM JENI S TUMBUHAN PENGHASI L GAHARU
Aquilaria microcarpa Rayan. - - Prosiding Seminar Bersama Hasil- Hasil Penelitian Balai
Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman I ndonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satw a Primata : Samarinda
12 April 2006 ; Halaman 326- 333 , 2006
Gaharu adalah gumpalan resin berbentuk padat berwarna coklat kehitaman sampai hitam dan berbau harum, yang terdapat pada bagian kayu atau akar
dari jenis tumbuhan penghasil gaharu yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika diduga akibat terinfeksi oleh sejenis jamur, serta merupakan
komoditi elit dalam kelompok hasil hutan bukan kayu yang bernilai ekonomis tinggi dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan parfum, kosmetik,
dan obat-obatan. Penelitian dilaksanakan di persemaian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap dengan perlakuan berbagai media sapih, antara lain: M1 media topsoil, M2 media topsoil campur tanah gambut 3:1, M3 media
topsoil campur tanah gambut 2:1, M4 media subsoil campur tanah gambut 3:1, M8 media topsoil campur bokasi 2:1, M9 media subsoil campur bokasi
3:1, M10 media subsoil campur bokasi 2:1, penelitian ini diulang dengan 3 kali ulangan yang tiap-tiap ulangan terdiri dari 30 benih. Hasil penelitian
penunjukan bahwa Rata-rata pertumbuhan tinggi mencapai 29,75 cm dengan diameter 0,28 cm dan persentase hidup mencapai 82,53 persen asal cabutan
anakan alam selama 6 bulan di persemaian, pemberian Gambut pada media sapih pada umumnya cenderung meningkat tetapi pemberian pada media
subsoil belum dapat menyamakan kesuburan topsoilnya. Berbeda halnya dengan pemberian Bokasi pada media sapih disamping meningkatkan
kesuburan tanah dan juga pemberian pada media subsoil dapat melebihi kesuburan topsoilnya. Yaitu pertumbuhan tinggi cabutan yang disapih pada
media subsoil campur bokasi M9, 32,7 cm lebih tinggi dari pada media topsoil M1, 29,74 cmbegitu juga dengan pertumbuhan diameternya yaitu cabutan
anakan alam yang di sapih pada M9, 0,34 cm dan yang disapih pada M1 adalah 0,28 cm tetapi sebaliknya dengan persentase hidup yaitu persentase lebih
rendah dengan pertumbuhan yang lebih tinggi. Kata kunci: Gaharu,
Aquilaria microcarpa, Media sapih, Gambut, Bakasi
Renden, Ruben KOMBI NASI PERMUDAAN ALAM
Agathis dammara Lambert L.C. Rich.
DENGAN TANAMAN Theobroma cacao Linn. PADA LAHAN KURANG PRODUKTI F DI MALI LI , SULAWESI SELATAN
Combining Natural Regeneration of Agathis dammara Lambert L.C. Rich. With
Planted Theobroma cacao Linn. at Lessproduction Land of Malili, South Sulaw esi Ruben Renden; Merryana Kiding Allo; Suhartati. --
Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.3 ;
Halaman 215 - 223 , 2006
Hutan dijadikan sebagai sumber pemuas kebutuhan dan penghasilan, karena itu mereka memperlakuan hutan secara tidak bijak tanpa mempertimbangkan
kemampuan alam yang ada. Selain itu pula teknik pembukaan lahan dilakukan secara tebas habis lalu dibakar
slash and burn sehingga kerusakan lapisan topsoil tanah sulit dihindarkan. Penyediaan paket teknologi sangat penting
untuk meningkatkan pertumbuhan jenis andalan setempat melalui penerapan teknik konservasi tanah berupa pemupukan dalam rangka rehabilitasi lahan
kurang produktif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang pertumbuhan permudaan alam
Agathis dammara Lambert L.C. Rich. yang dikombinasikan dengan tanaman
Theobroma cacao Linn. pada lahan kurang produktif di Malili. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan
Rancangan Petak Terpisah atau Split Plot, dengan perlakuan utama adalah
dosis pupuk NPK, dan sub perlakuan adalah kombinasi antara pupuk kandang dengan kapur dolomit. Menurunnya kandungan bahan organik tanah pada
bagian hutan yang telah berubah menjadi lahan HKM yaitu pada lapisan atas 5,93 dan pada lapisan bawah 5,43. Sedangkan untuk meningkatkan
pertumbuhan permudaan alam
agatis sebaiknya menggunakan cara penanaman campuran dengan tanaman coklat karena pemupukan akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman pokok pada penambahan bahan organik pupuk NPK 100 gram + pupuk kandang 2 kilogam + kapur dolomit 300 gram.
Kata kunci :
Agathis dammara Lambert L.C. Rich., Theobroma cacao Linn., coklat, bahan organik, NPK, pupuk kandang, dolomit
44
Retnow ati, Eulis PENANGANAN JENI S I NVASI F EKSOTI K
Eichhorniae crassipes Solms ECENG GONDOK PADA BEBERAPA DAS DI PROPI NSI PAPUA,
I NDONESI A Eulis Retnow ati. - - Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 155- 161 , 2006
Eichhorniae crassipes SOLMS eceng gondok adalah tumbuhan air mengambang yang berasal dari Brazil, Amerika Selatan. Tanaman ini dikenal
sebagai Water hyacinth di Eropa dan Amerika blue devil di Bengal, dan German weed di Bangladesh. E. crassipes SOLMS pertama kali didatangkan
ke I ndonesia oleh penjajah Belanda pada tahun 1894. Pada saat ini, jenis tumbuhan ini sudah menyebar di seluruh I ndonesia. Di beberapa daerah Aliran
Sungai DAS di Propinsi Papua I ndonesia, E. crassipes SOLMS sudah menjadi gulma jenis invasif eksotik. Tumbuhan jenis ini menutupi beberapa perairan.
Saluran-saluran irigasi, dan mencemari beberapa smber air. Penanganan E. crassipes SOLMS pada DAS-DAS di propinsi Papua I ndonesia ini, dapat
dilakukan dengan cara: 1 memanfaatkan E. crassipes SOLMS untuk makanan ternak, pupuk biogas, membuat kertas, dan pulp, dan 2 memusnahkan
E.crassipes SOLMS secara mekanis. Pemusnahan E. crassipes SOLMS tidak boleh dilakukan secara biologis atau secara kimiawi. Di Propinsi Papua
I ndonesia, penanganan E.crassipes SOLMS harus terpadu dan terkoordinir. Seluruh komponen masyarakat harus terlibat dalam penanganan jenis
tumbuhan ini. Kata Kunci: Enceng gondok, I nvasif eksotik, DAS, Papua
Ruby, Kamindar MASALAH PEMBALAKAN LI AR DAN PENYELUNDUPAN KAYU DI
PROVI NSI RI AU
The I ssue of I llegal Logging and Log Smugglings in Riau Province Kamindar Ruby. -- I nfo Hutan : Vol.I I I , No.2 ;
Halaman 117 - 122 , 2006
Pembalakan liar dan penyelundupan kayu mempunyai hubungan erat. Hasil pembalakan liar untuk memasok kebutuhan industri kecil, menengah dan tidak
menutup kemungkinan untuk bahan baku industri besar. Pembalakan liar telah dimulai sejalan dengan pembukaan wilayah hutan oleh HPH, di mana
perusahaan yang memegang ijin tersebut menebang di luar blok tebangan. Pembalakan liar tidak saja pada hutan produksi, bahkan sudah merambah
kepada hutan lindung. maupun hutan konservasi. Pembalakan liar dan penyelundupan kayu merupakan kejahatan yang terorganisir termasuk
pelanggaran hukum pidana. Dampak dari kejahatan tersebut dapat mengganggu aspek kehidupan, baik dalam sektor ekonomi, sosial, maupun
budaya. Untuk itu, pemberantasan dan penyidikan harus terus menerus secara serius dilaksanakan dan berkas perkara kasus tersebut segera diajukan ke
pengadilan dalam waktu relatif singkat, sehingga hasil tangkapan dapat dilelang secara cepat dan disetor ke kas negara.
Kata kunci : Pembalakan liar, penyelundupan kayu, pelanggaran hukum
Salim, Andi Gustiani KUANTI FI KASI NI LAI EKONOMI EROSI DI SUB DAS JENEBERANG,
SULAWESI SELATAN
Quantification of Erosion Economics Value on Jeneberang Sub Watershed, South Sulaw esi Andi Gustiani Salim;
Laode Asir Tira; Muhammad Sulaiman. - - Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.4 ; Halaman 343 - 356 , 2006
Pada penelitian ini, unsur hara yang terbawa erosi diasumsikan sebagai nilai ekonomi erosi atau nilai kerugian lingkungan. Nilai erosi ini dihitung dengan
pendekatan biaya ganti replacement cost, yaitu nilai erosi didekati dengan
biaya ganti tanah dan unsur hara yang hilang terbawa erosi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kerugian ekonomi lingkungan akibat erosi
secara kuantitatif. Penelitian dilakukan melalui pendekatan volume sedimen yang tertampung dalam Sabo Dam Sabo Dam diasumsikan sebagai
penampung sedimen. Sedimen yang terdapat pada Sabo Dam diukur volumenya, kemudian diambil sampelnya untuk dianalisis kandungan unsur
haranya. Demikian pula air yang ada pada Sabo Dam dianalisis kandungan unsur haranya. Untuk mengetahui sumber-sumber erosi, diketahui melalui
pemodelan AGNPS
Agriculture Non Point Source Pollution Model sehingga bisa diketahui besarnya kontribusi erosi masing-masing penggunaan lahan.
Pendekatan biaya ganti yang digunakan dimaksudkan untuk memberikan gambaran nilai kerugian secara kuantitatif yang dialami oleh suatu wilayah
akibat erosi. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa luas catchment Sabo
Dam 6 adalah 74.250.000 m
2
dan volume Sabo Dam 102.193,75 m
3
dan pada Sabo Dam 8 volumenya sebesar 21.362,5 m
3
dengan luas catchment
47.075.000 m
2
. Tegalan merupakan penggunaan lahan yang paling besar
45
menyumbangkan erosi pada Sabo Dam 6 dan Sabo Dam 8. Kerugian akibat erosi yang dihitung dengan pendekatan biaya ganti angkut sebesar Rp
3.678.430.307,- thn untuk Sabo Dam 6 dan Rp 274.083.333,- thn untuk Sabo Dam 8, dan biaya ganti unsur hara sebesar Rp 7.191.576,- thn untuk Sabo
Dam 6 dan Rp 1.545.202,- thn Sabo Dam 8. Kata kunci : Kuantifikasi, ekonomi, erosi, tanah, unsur hara
Salim, Andi Gustiani KARAKTERI STI K BI OFI SI K, SOSI AL- EKONOMI , BUDAYA, DAN
KELEMBAGAAN DAS LI MBOTO, GORONTALO
Characteristic of Biophysics, Socio-Economics, Culture, and I nstitution of the Limboto
Watershed, Gorontalo Andi Gustiani Salim, Enik Eko Wati, dan Hunggul Yudono SHN. - - I nfo Hutan : Vol.I I I , No.3 ; Halaman 159-
171, 2006
Daerah Aliran Sungai DAS Limboto merupakan salah satu DAS kritis prioritas I berdasarkan SK Menhut No. 248 Kpts-I I 1999. Kekritisan ini didasarkan pada
luasnya lahan kritis, tingginya tekanan penduduk, tingginya laju sedimentasi dan pendangkalan Danau Limboto, yaitu 40,6 cm thn. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut diperlukan teknik rehabilitasi lahan yang tepat untuk mengurangi laju degradasi lahan di DAS Limboto. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik biofisik, sosial-ekonomi, budaya dan kelembagaan DAS Limboto serta menentukan alternatif teknik rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah RLKT DAS Limboto. Hasil yang diperoleh yaitu karakteristik DAS Limboto meliputi bentuk DAS bulat dengan RC rasio mendekati 10,96,
pola aliran sungai dendritik dan luas DAS 86.368,80 ha. Struktur geologi utama adalah sesar normal dan sesar jurus mendatar. Topografi beragam dari landai
sampai curam. Jenis tanah bervariasi dan didominasi jenis alfisol. Penggunaan lahan terluas adalah tegalan. Jumlah penduduk 575.790 jiwa dengan laju
pertumbuhan rata-rata 1 thn dan lebih dari 52 bekerja sebagai petani. Penyebab utama luasnya lahan kritis adalah perambahan hutan, konversi hutan
menjadi lahan budidaya dan perladangan berpindah. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan pengelolaan DAS Limboto diarahkan pada : Pelestarian fungsi
kawasan, mencegah banjir dan kekeringan, meningkatkan produktivitas, peningkatan pendapatan dan konservasi danau. Untuk mencapai tujuan
tersebut disusun alternatif arahan teknik RLKT yaitu : a RLKT
on site yaitu : reboisasi, penghijauan, hutan kemasyarakatan, hutan rakyat,
agroforestry, aplikasi teknik konservasi tanah dan air; b RLKT
off site : normalisasi sungai, peningkatan daerah resapan, konservasi sempadan sungai danau; c
Pengembangan sosial-ekonomi dan kelembagaan : pemberdayaan masyarakat, penguatan kelembagaan, pengintegrasian program, penegakan hukum dan
perundangan.
Kata kunci : Biofisik, sosial-ekonomi, budaya, kelembagaan, rehabilitasi
Samsoedin, I smayadi DI NAMI KA LUAS BI DANG DASAR PADA HUTAN BEKAS TEBANGAN DI
KALI MANTAN TI MUR
The Dynamic of Basal Area in Logged-Over Forest in East Kalimantan I smayadi Samsoedin. -- Jurnal Penelitian
Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.3 ; Halaman 271 - 280 , 2006
Kegiatan eksploitasi hutan produksi di I ndonesia telah dilakukan selama lebih dari 30 tahun. I nformasi tentang kondisi hutan terkini terutama luas bidang
dasar sangat diperlukan untuk mengetahui produktivitas hutan setelah kegiatan penebangan. Penelitian dilakukan pada kawasan hutan bekas tebangan milik
PT. I nhutani I dan I I di Kalimantan Timur. Data dikumpulkan dari 16 petak ukur permanen berukuran masing-masing satu hektar, terdiri dari masing-masing
empat petak di LOA-5, 10, dan 30 tahun serta empat petak di lokasi hutan primer yang belum ditebang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30 tahun
setelah eksploitasi, produktivitas hutan kembali tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya jumlah pohon 577 pohon ha dan luas bidang dasar 46,9 m
2
ha, sehingga tidak berbeda nyata dengan hutan primer 605 pohon ha, 45,8
m
2
ha, sedangkan produktivitas LOA-5 501 pohon ha, 28,5 m
2
ha dan 10 tahun 501 pohon ha, 32,6 m
2
ha masih lebih rendah dibandingkan hutan primer. Dalam penelitian ini, tidak dijumpai adanya indikasi perubahan struktur
tegakan yang diukur dari sebaran kelas diameter Kata kunci : Hutan hujan tropik, areal bekas tebangan, eksploitasi hutan, luas
bidang dasar
46
Samsoedin, I smayadi PERMUDAAN ALAM HUTAN PRODUKSI BEKAS TEBANGAN DI
KABUPATEN MALI NAU, KALI MANTAN TI MUR
Natural Regeneration in Logged-over Production Forest in Malinau District, East Kalimantan
I smayadi Samsoedin. - - Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.3 ; Halaman 327 - 341 , 2006
Penelitian yang dilakukan di hutan hujan tropik di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi
permudaan alam anakan dan pancang pada hutan bekas tebangan.
Penelitian dilaksanakan dengan menghitung jenis, jumlah, dan dominasi permudaan pada hutan bekas tebangan LOA-5, LOA-10, dan LOA-30 dan
membandingkannya dengan hutan primer. Dari hasil penelitian ditemukan anakan sebanyak 1.022 jenis, yang terdiri dari 408 genus dan 111 suku,
dengan Dipterocarpaceae paling dominan dibandingkan dengan suku lain. Tidak terjadi perbedaan yang nyata dalam jumlah jenis dan individu anakan
antara lokasi bekas tebangan dan hutan primer. Untuk pancang, ditemukan 802 jenis, 241 genus, dan 65 suku dengan 67 jenis dari suku Dipterocarpaceae.
Tidak terjadi perbedaan nyata dalam jumlah individu pancang, sedangkan untuk jumlah jenis, LOA-5 memiliki jumlah yang terbesar yang tidak berbeda
nyata dengan LOA-10 dan LOA-30. Kata kunci : Hutan hujan tropik, areal bekas tebangan, regenerasi alam
Samsoedin, I smayadi KONDI SI STRATA TAJUK PADA HUTAN PRODUKSI BEKAS TEBANGAN
DI AREAL KERJA PT. I NHUTANI I DAN I I DI KABUPATEN MALI NAU, KALI MANTAN TI MUR
The Condition of Canopy Strata in Logged-Over Production Forest of PT. I nhutani I and I I in Malinau District, East
Kalimantan I smayadi Samsoedin. -- Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.4 ; Halaman 379 - 388 , 2006
Kegiatan eksploitasi hutan telah diketahui sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan hujan tropik di I ndonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi terkini mengenai kondisi hutan khususnya strata tajuk yang sangat diperlukan untuk mengetahui kerusakan hutan akibat kegiatan
penebangan. Penelitian ini dilakukan pada lokasi hutan produksi bekas tebangan milik PT. I nhutani I dan I I di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur.
Data dikumpulkan dari 16 petak ukur permanen berukuran masing-masing 1 hektar, terdiri dari 4 petak di LOA-5, LOA-10, dan LOA-30, serta 4 petak pada
hutan primer yang belum ditebang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum tidak dijumpai adanya pohon menjulang
emergent pada hutan primer dan LOA-30. Areal ini memiliki strata tajuk yang lebih rendah dibandingkan
LOA-5 dan LOA-10. Pada hutan primer, strata tajuk atas dan tengah didominasi oleh jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae, sedangkan
Koompassia malaccensis Maing. ex. Benth. dominan di strata tajuk paling atas
emergent pada LOA-5, LOA-10, dan LOA-30. Pohon-pohon menjulang
emergent pada LOA-10 didominasi oleh
Koompassia excelsa Becc. Taub. sedangkan pada LOA-5 didominasi oleh
Shorea parvifolia Dyer. Kata kunci : Hutan hujan tropik, areal bekas tebangan, strata tajuk
Samsoedin, I smayadi KESUBURAN TANAH HUTAN HUJAN TROPI K DAN KESESUAI ANNYA
UNTUK BEBERAPA JENI S TANAMAN PERTANI AN PADA HUTAN PRODUKSI BEKAS TEBANGAN DI KALI MANTAN TI MUR
Fertility of Tropical Rain Forest Soil and I ts Suitability for Some Crops in Logged-
Over Production Forest of East Kalimantan I smayadi Samsoedin dan I Wayan Susi Dharmaw an. - - Jurnal Penelitian Hutan Dan
Konservasi Alam : Vol.I I I , No.5 ; Halaman 505 - 512, 2006
Pengetahuan tingkat kesuburan lahan hutan hujan tropik sangat diperlukan dalam mengembangkan tanaman pertanian untuk mendukung kehidupan
masyarakat sekitar kawasan hutan, guna mengurangi tekanan atau intervensi masyarakat terhadap hutan. Penelitian dilakukan di lokasi hutan hujan tropik
Hutan Penelitian Bulungan, Kalimantan Timur pada hutan bekas tebangan berumur 5, 10, dan 30 tahun dengan pembanding hutan primer pada
ketinggian 100-300 m dpl. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kesuburan tanah hutan pada hutan bekas tebangan berumur 5, 10,
dan 30 tahun, guna mengetahui kelayakan lahan sekitar hutan untuk kemungkinan pengembangan tanaman pertanian. Penelitian dilakukan dengan
mengambil contoh tanah pada lokasi hutan bekas tebangan berumur 5, 10, 30 tahun serta hutan primer untuk keperluan analisis dan penilaian. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian adalah Oxisols. Kesuburan tanahnya rendah sampai dengan sangat rendah untuk produksi
tanaman pertanian, dengan tingkat kesesuaian lahan yang umumnya
marginal
47
S3 atau tidak layak N. Hasil ini menunjukkan bahwa lahan hutan produksi dengan ekosistem hutan hujan tropik dataran rendah hanya cocok untuk
mendukung kegiatan kehutanan. Kata kunci :
Hutan hujan tropik, kesesuaian lahan, tanaman pertanian
Samsoedin, I smayadi POTENSI SI SA KAYU PADA HUTAN PRODUKSI BEKAS TEBANGAN DI
KALI MANTAN TI MUR Coarse Woody Debris Potential in Logged- Over Production Forest of East Kalimantan I smayadi Samsoedin dan and
I Wayan Susi Dharmaw an. - - Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.5 ; Halaman 564 - 574, 2006
Adanya sisa kayu besar pada hutan alam bekas tebangan adalah hal yang tidak bisa dihindari karena sisa kayu dihasilkan secara alami oleh adanya pohon yang
mati dan sisa kayu penebangan yang tidak termanfaatkan. Sisa kayu besar memiliki peran penting sebagai bahan nutrisi dan hara dalam mempertahankan
keanekaragaman hayati, tetapi hal ini juga menunjukkan kurang efektifnya pemanfaatan kayu dalam pemanenan hutan. Tujuan penelitian ini untuk
mendapatkan informasi mengenai sisa kayu besar di hutan bekas tebangan dan hutan alam dalam rangka memperbaiki pengelolaan hutan dan menjaga
keragaman jenis. Penelitian ini dilakukan pada hutan produksi bekas tebangan di hutan hujan tropik dataran rendah, Kalimantan Timur. Data dikumpulkan
dari 16 petak berukuran masing-masing 1 ha, terdiri dari empat petak untuk tiap perlakuan yaitu petak bekas tebangan berumur 5, 10, dan 30 tahun serta 4
petak pada hutan primer sebagai petak kontrol. Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa tidak terjadi perubahan yang nyata dalam hal jumlah batang untuk sisa
kayu berdiri dan rebah, luas bidang dasar, dan volume kayu antara hutan primer dengan hutan bekas tebangan 5, 10, dan 30 tahun. Meskipun tidak
berbeda nyata, sisa kayu pada hutan primer di lokasi penelitian sebesar 67,3 m
3
ha atau 2 kali lebih besar daripada hutan primer di Costa Rica. Kata kunci :
Hutan hujan tropik, areal bekas tebangan, sisa kayu besar
Santoso, Budi EFEKTI VI TAS PEMUPUKAN UREA TERHADAP PERTUMBUHAN,
PRODUKSI DAUN, DAN KANDUNGAN PROTEI N DAUN MURBEI
Morus sp. Var. NI and Morus sp. Var. AsI Effectivity of Urea Fertilizer for
Grow th, Leaf Production, and Protein Content for Varieties Mulberry Morus sp. Var. NI and Morus sp. Var. AsI Budi Santoso; Bintarto
Wahyu Wardani; Retno Prayudyaningsih. - - Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.1 ; Halaman 1 - 8 , 2006
Penelitian ini dilakukan di Stasiun Penelitian dan Uji Coba Malili, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan rancangan
Acak Lengkap Berblok secara faktorial. Faktor pertama adalah jenis murbei Morus sp. var. NI dan Morus sp. Var. AsI , sedang faktor kedua adalah dosis
pupuk urea yaitu 10 g, 20 g, 30 g, dan 40 g tanaman. Untuk parameter kandungan protein rancangan penelitian menggunakan rancangan Acak
Lengkap secara faktorial dengan faktor pertama adalah jenis murbei Morus sp.
var. NI dan Morus sp. Var. AsI dan faktor kedua dosis pupuk urea. Pemberian
pupuk urea pada NI dengan dosis sebesar 30 g tanaman dapat meningkatkan panjang cabang sebesar 6,14 , sedang pada varietas AsI dosis pupuk terbaik
adalah 40 g tanaman dapat meningkatkan panjang cabang 14,46 . Sedang untuk parameter jumlah cabang dosis pupuk terbaik untuk kedua varietas
murbei adalah 30 g tanaman. Penambahan dosis pupuk urea dapat meningkatkan produksi daun murbei
Morus sp. var. NI dan Morus sp. Var. AsI , namun pengaruh perbedaan dosis pupuk terhadap peningkatan produksi
daun tidak signifikan. Pemberian pupuk urea dengan berbagai dosis dapat meningkatkan kandungan protein daun murbei
Morus sp. var. NI dan Morus sp.
Var. AsI , namun pengaruh peningkatan dosis pupuk urea terhadap peningkatan kandungan protein daun tidak berbeda nyata. Pada NI dosis pupuk
urea sebesar 30 g tanaman dapat meningkatkan kandungan protein 3,32 , sedang apabila ditingkatkan dosis pupuknya 40 g tanaman kandungan protein
menurun menjadi 3,22 . Kata kunci:
Morus sp. var. NI , Morus sp. Var. AsI , panjang cabang, produksi daun, kandungan protein daun murbei, pupuk urea
48
Santoso, Budi TI NGKAT KERONTOKAN DAN PRODUKSI DAUN BEBERAPA JENI S
MURBEI
Morus multicaulis Perr., Morus nigra Linn., and Morus indica S- 54 DI DAERAH BERLAHAN KERI NG
Percentage of Mulberry Leaf Fall and Leaf Production of Some Mulberry Species Morus multicaulis
Perr., Morus nigra Linn., and Morus indica S-54 in a Dry Area Budi Santoso; Retno Prayudyaningsih. - - Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam : Vol.I I I , No.2 ; Halaman 119 - 126 , 2006
Penelitian tingkat kerontokan dan produksi daun beberapa jenis murbei di daerah kering ini dilakukan di empat kabupaten yang menjadi sentra utama
persuteraan alam di Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan terhadap tiga jenis tanaman murbei berumur lima tahun dalam plot percobaan di lapangan yang
ditetapkan secara
purposive sampling. Setiap jenis tanaman murbei di setiap tempat diteliti dalam tiga plot dengan ukuran plot 10 m x 10 m masing-masing
dengan 50 tanaman. Tanaman yang masuk dalam plot kemudian dilakukan pemangkasan setinggi 40 cm dari tanah, pendangiran, perbaikan guludan,
pemupukan urea 20 g tanaman, dan pelabelan. Perlakuan ini seragam di setiap lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap tingkat
kerontokan daun dan produksi daun. Tingkat kerontokan daun dipengaruhi jenis murbei, lokasi tempat tumbuh, dan interaksi antara jenis murbei dengan
lokasi tempat tumbuh. Jenis murbei yang mempuyai tingkat kerontokan daun terbesar adalah
Morus indica S-54 43,49 , sedang lokasi yang tanaman murbeinya mempunyai tingkat kerontokan terbesar adalah Kabupaten Sidrap
48,41 . Produksi daun dipengaruhi jenis murbei dan interaksi antara jenis murbei dengan lokasi tempat tumbuh. Jenis murbei yang produksi daunnya
tertinggi adalah Morus multicaulis Perr.232,36 g tanaman, sedang lokasi yang
tanaman murbeinya mempunyai produksi daun tertinggi adalah Enrekang 229,35 g tanaman.
Kata kunci : Tingkat kerontokan daun, produksi daun, Morus indica S-54
Santoso, Budi MULTI PLI KASI TANAMAN MURBEI
Morus sp. VARI ETAS KI 14 SECARA I NVI TRO
I nvitro Multiplication of Mulberry KI 14 Variety Budi Santoso; Retno Prayudyaningsih; Andi Rismaw ati. - - Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.2 ; Halaman 157 - 164 , 2006
Penelitian multiplikasi tanaman murbei varietas KI 14 bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang konsentrasi NAA dan BAP yang optimal pada
perbanyakan tanaman murbei varietas KI 14 secara invitro. Kegiatan ini
dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sulawesi. Pelaksanaan penelitian selama tiga bulan
antara bulan Maret sampai Mei 2004, dengan rancangan acak lengkap secara faktorial. Faktor pertama adalah konsentrasi NAA 0,05 ppm; 0,10 ppm; dan
0,15 ppm dan faktor kedua adalah konsentrasi BAP 0,5 ppm; 1,0 ppm; dan 1,5 ppm setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Hasil penelitian ini
menunjukkan : 1 konsentrasi NAA 0,10 ppm yang terbaik untuk mempercepat terbentuknya tunas yaitu 5,8 hari; 2 jumlah tunas terbanyak 3 tunas dicapai
pada perlakuan NAA 0,05 ppm; dan 3 kombinasi perlakuan NAA 0,05 dan BAP 0,5 ppm memberi respon paling tinggi 5,492 cm pada tinggi tunas dalam
media kultur varietas murbei KI 14. Kata kunci : NAA, BAP, varietas murbei KI 14, multiplikasi, kultur jaringan,
Morus sp.
Santoso, Budi KESESUAI AN JENI S MURBEI DAN BI OFI SI K DAERAH KERI NG
Compatibility of Mulberry w ith I ts Soils’s Biophysics at Dry Area of South Sulaw esi Budi Santoso, Bintarto Wahyu Wardani, dan Retno
Prayudyaningsih. - - Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.5 ; Halaman 533 - 539, 2006
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kesesuaian jenis murbei, curah hujan, dan fisik serta kimia tanah daerah pengembangan
persuteraan alam di Sulawesi Selatan pada musim kemarau. Penelitian dilaksanakan di dua lokasi yaitu Lawowoi Kabupaten Sidrap dan Sabangparu
Kabupaten Wajo. Pada setiap lokasi dibagi menjadi tiga blok dan setiap blok
49
terdiri atas sembilan jenis varietas murbei. Parameter yang diamati adalah produktivitas daun, curah hujan, sifat fisik dan kimia tanah. Produksi daun
tertinggi di Wajo dan Sidrap dihasilkan oleh Morus khunpa K. yaitu 193,67
g tanaman di Wajo dan 194,00 g tanaman di Sidrap. Curah hujan di Lawowoi Sidrap dan Sabbangparu Wajo rendah, sehingga kurang mendukung untuk
pertumbuhan tanaman murbei. Tanah di Lawowoi layak digunakan untuk budidaya tanaman murbei, namun harus ditambahkan pupuk nitrogen, kalsium,
dan posfor. Sedang tanah di Sabbangparu harus dipupuk dengan nitrogen, kalsium, dan posfor serta diperbaiki tekstur tanahnya.
Kata kunci : Murbei, kesesuaian jenis, daerah kering
Saw itri, Reny KUALI TAS PERAI RAN LAHAN BASAH DI SUNGAI COMAL, PEMALANG
DAN SUNGAI KEDUNG COET, I NDRAMAYU
Riverine Quality of Wetlands in Comal River, Pemalang and Kedung Coet River,
I ndramayu Reny Saw itri; Endang Karlina. -- Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.2 ; Halaman 185 - 193 , 2006
Pemanfaatan kawasan untuk jaringan pembuangan industri, sampah rumah tangga, eksploitasi sumberdaya alam, konversi lahan, pertanian, dan pertambakan
berdampak negatif pada kualitas perairan lahan basah. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang berapa besar pengaruh dari berbagai pemanfaatan
kawasan terhadap kualitas air secara fisik maupun kimia dan pengaruhnya terhadap keragaman jenis benthos dan plankton sebagai indikator kualitas lingkungan
perairan. Metode yang digunakan adalah
purposive random sampling pada badan Sungai S Comal, Pemalang dan S. Kedung Coet, Resor Pemangkuan Hutan RPH
Cemara, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH Indramayu. Dari hasil penelitian disebutkan bahwa, kualitas air secara fisik maupun kimia di kedua sungai
tersebut menurun sebagai akibat dari eksploitasi vegetasi mangrove dan intrusi air laut dilihat dari residu terlarut 10,373 mgl dan 33,357 mgl, salinitas 20 mgl dan
25 mgl, BOD 19,88 mgl dan 77,12 mgl, COD 48,20 mgl dan 188,76 mgl, NP rasio 77,5 dan 436,33
, klorida Cl 3,349 mgl dan 12,996 mgl, sulfat 179,34 mgl dan 6,05 mgl, besi 0,387 mgl dan 0,847 mgl, dan tembaga 0,02
mgl dan 0,117 mgl. Jenis benthos yang mendominasi kawasan perairan adalah Gammarus spp. merupakan jenis yang bertoleransi terhadap pencemaran
lingkungan. Sedangkan dari jenis plankton, kawasan di S. Comal, Pemalang digolongkan ke dalam perairan
eutrophic dan S. Kedung Coet, RPH Cemara, BKPH Indramayu termasuk perairan antara
eutrophic dan oligotrophic. Kata kunci: Lahan basah, kualitas fisik dan kimia air, jenis benthos dan
plankton
Saw itri, Reny KAJI AN STATUS POPULASI BURUNG MERANDAI DI PANTAI UTARA
PULAU JAWA
The Study Population Status of Shorebirds in North Beach of Java I sland Reny Saw itri; Endang Karlina. -- I nfo Hutan :
Vol.I I I , No.2 ; Halaman 147 - 157 , 2006
Burung merandai terbagi dua, burung penetap dan burung migran di pantai utara Pulau P. Jawa mengalami kecenderungan penurunan jumlah jenis
maupun populasi sebagai akibat konversi lahan basah, pencemaran, dan kurangnya persediaan sumber pakan burung. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui status populasi burung merandai di pesisir utara P. Jawa, pencemaran habitat sebagai dampak negatif konversi lahan basah menjadi
tambak dan populasi ikan yang merupakan persediaan pakan burung serta arahan pengelolaan kawasan lahan basah habitat burung merandai menjadi
kawasan ekosistem esensial. Metode yang dipergunakan adalah
transect line dengan menyusuri sungai menuju muara sungai, yaitu Sungai Comal dan
Sungai Kedung Coet. Burung merandai terutama yang termasuk burung migran mengalami penurunan dari tahun 1987-2004 sebesar 5 per tahun. Di
Pemalang, Jawa Tengah, ditemukan 17 jenis burung merandai yang termasuk ke dalam empat famili, enam jenis diantaranya dilindungi. Sedangkan di Kedung
Coet, RPH Cemara, BKPH I ndramayu ditemukan 13 jenis burung merandai yang termasuk ke dalam 6 famili, 6 jenis diantaranya dilindungi. Habitat
burung merandai di Pemalang telah mengindikasikan adanya pencemaran berdasarkan temuan kandungan pestisida di air tambak dan cangkang telur
berupa endosulfan dengan konsentrasi di bawah 0,0002 ppm dan 0,0226 ppm, kondisi ini masih di bawah ambang batas 0,100 ppm. Di S. Comal, Pemalang,
ikan yang ditemukan 32 jenis, 22 famili; dan di Kedung Coet, RPH Cemara, BKPH I ndramayu, ikan yang ditemukan 10 jenis, 10 famili yang dibagi ke dalam
Bagridae 18 , Cyprinidae 14 , Gobidae 9 , Terraponidae 9 , dan Chanidae 9 . Habitat burung merandai sebagai kawasan ekosistem esensial
memerlukan pengayaan tanaman mangrove untuk menarik datangnya burung merandai dan memperkaya nutrisi perairan dengan serasah guna peningkatan
50
populasi dan keragaman jenis ikan sebagai sumber pakan burung merandai di alam.
Kata kunci : Burung merandai, ikan, ekosistem esensial lahan basah
Setiaw an, Ogi KUANTI FI KASI JASA HUTAN LI NDUNG SEBAGAI PENGATUR TATA AI R
DI DAERAH ALI RAN SUNGAI DAS PALU
Quantification of Protected Forest as A Stream Regulator at Palu Watershed Ogi Setiaw an;
Ryke Nandini. - - Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.3 ; Halaman 309 - 326 , 2006
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang potensi dan nilai ekonomi jasa hutan lindung khususnya sebagai pengatur tata air. Penelitian ini
dilaksanakan di DAS Palu yang mempunyai hutan lindung seluas 86.294 ha atau 25,4 dari luas total DAS Palu BAPLAN Kehutanan, 2002. Dalam analisis
data untuk mengetahui hasil air sebagai dampak ada atau tidaknya hutan lindung terhadap jasa yang diberikan digunakan pendekatan bilangan kurva
curve number. Sedangkan untuk kuantifikasi jasa lingkungan yang diberikan hutan lindung dilakukan dua pendekatan yaitu nilai manfaat dan dampak.
Kedua pendekatan ini menggunakan beberapa metode perhitungan antara lain travel cost, biaya pengganti, harga pasar, dan kontingensi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat beberapa jasa hutan lindung DAS Palu sebagai pengatur tata air yaitu jasa pengatur tata air untuk pertanian, Perusahaan
Daerah Air Minum PDAM, jasa air untuk konsumsi rumah tangga, jasa air untuk perikanan, dan jasa proteksi terhadap banjir. Hasil kuantifikasi jasa hutan
lindung tersebut dalam satu tahun adalah Rp 116.526.335.765,- atau setara dengan Rp 1.350.294,- hektar tahun. Banyaknya manfaat yang diberikan hutan
lindung sebagai pengatur tata air menunjukkan bahwa terdapat banyak stakeholder yang terlibat. Partisipasi aktif dan persamaan persepsi antar
stakeholder, adanya dukungan kelembagaan termasuk di dalamnya lembaga, aturan, dan mekanisme pembiayaan insentif sangat diperlukan untuk menuju
pengelolaan hutan lindung yang lestari. Kata kunci : Hutan lindung, nilai ekonomi, pengatur tata air
Setiaw an, Ogi KUALI TAS ALI RAN SUB DAS WUNO DAN MI U DAS PALU
Discharge Quality of Wuno and Miu Sub Watershed, Palu Watershed Ogi
Setiaw an; Hunggul Yudono SHN. - - Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.4 ; Halaman 389 - 400 , 2006
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang kualitas aliran sub DAS Wuno dan sub DAS Miu, DAS Palu sebagai dampak pengelolaan
lahan serta informasi untuk menentukan arahan pengelolaan lahan di DAS tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan pendekatan model, dalam
hal ini model AGNPS. Model AGNPS merupakan model kejadian hujan yang berbasis sel segi empat dengan tiga komponen utama yaitu hidrologi, erosi, dan
unsur hara. Model ini juga mampu menentukan sumber erosi dan pencemar. Hasil penelitian di sub DAS Wuno pada kejadian hujan 53 mm, erosi yang
dihasilkan adaalah 0,71 ton ha dengan hasil sedimen 13.451 ton atau setara dengan 15,53 ton ha tahun untuk curah hujan tahunan 978,8 mm. Sumber
erosi di sub DAS Wuno adalah ladang. Konsentrasi unsur hara adalah 29,49 mg liter untuk N; 0,09 mg liter untuk P; dan 124 mg liter untuk COD.
Konsentrasi N dan COD melebihi batas maksimum yang diperbolehkan untuk air minum, perikanan, pertanian, dan peternakan. Sedangkan konsentrasi P
masih berada di bawah ambang batas maksimum. Adapun sumber pencemar unsur hara adalah ladang dan kebun campuran. Pada kejadian hujan 65 mm,
tingkat erosi di sub DAS Miu adalah 0,41 ton ha dengan hasil sedimen 7.965 ton. Bila curah hujan tahunan 1.118,5 mm maka erosi yang terjadi setara
dengan 6,93 ton ha tahun. Ladang, kebun campuran, dan coklat merupakan sumber erosi terbesar. Konsentrasi N 1,25 mg liter, P 0,13 mg liter, dan
COD 19 mg liter masih ada di bawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan untuk semua pemanfaatan air. Arahan pengelolaan lahan untuk
kedua sub DAS secara umum adalah penerapan teknik konservasi tanah dan air, penerapan sistem
agroforestry, pengembalian kawasan fungsi lindung, dan pengurangan pemakaian pupuk non organik dan diganti dengan pupuk organik.
Kata kunci : Kualitas aliran, model AGNPS
51
Setiaw an, Ogi STUDI BI OFI SI K DAN SOSI AL EKONOMI MASYARAKAT DALAM
RANGKA MEMANTAPKAN PENGELOLAAN DAS RONGKONG
Study of Biophisic and Social Economy of Community for Supporting Rongkong
Watershed Management Ogi Setiaw an; Ryke Nandini. -- Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.4 ; Halaman 401 -
419 , 2006
Penelitian ini dilaksanakan di DAS Rongkong, Kabupaten Luwu Utara. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan data dan informasi biofisik, sosial dan
ekonomi masyarakat, dan informasi tentang arahan penggunaan lahan di DAS Rongkong. Pengumpulan data dilakukan dengan tiga tahap kegiatan, yaitu
interpretasi peta, pengamatan lapangan serta wawancara dan studi literatur. DAS Rongkong mempunyai luas 182.011,3 ha, penggunaan lahan DAS
Rongkong didominasi hutan campuran 110.839,5 ha 61,4 dan kebun campuran 44.098,5 ha 23,9 . Tipe iklim DAS Rongkong adalah A sangat
basah, jenis tanah dominan podsolik merah kuning 45,5 , dan kelas lereng didominasi lereng sangat curam 40 . Nilai KRS mempunyai
kecenderungan semakin meningkat dari tahun ke tahun dengan tingkat erosi 2,01 ton ha tahun dan laju sedimentasi 1,35 mm tahun. Berdasarkan hasil
analisis aliran permukaan, penyumbang aliran permukaan terbesar adalah kebun campuran dan kebun sejenis. Kelas KPL yang mendominasi DAS
Rongkong adalah KPL I V. Jumlah penduduk DAS Rongkong 122.468 jiwa, dengan tingkat pendapatan Rp 225.000,- bulan - Rp 275.000,- bulan. DAS
Rongkong mempunyai kelembagaan formal dan informal yang berpotensi untuk dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengelolaan DAS. Berdasarkan kriteria dan
indikator hidrologi, lahan, sosial, ekonomi dan budaya DAS Rongkong mempunyai skor nilai 1,96 yang berarti bahwa kondisi DAS Rongkong termasuk
sedang. Arahan pemantapan pengelolaan DAS Rongkong adalah perbaikan kualitas penggunaan lahan, penerapan teknik konservasi tanah dan air serta
adanya dukungan institusional. Kata kunci: Biofisik, sosial dan ekonomi, pengelolaan DAS, arahan penggunaan
lahan
Siahaan, Hengki TEKNI K SI LVI KULTUR ULI N
Eusideroxylon zw ageri T.et B. Hengki Siahaan... et.al . - - Prosiding Seminar Hasil- Hasil Penelitian Tahun
2005 : Optimalisasi Peran I ptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 181- 185 , 2006
Ulin Eusideroxylon zwager T.et B merupakan salah satu jenis andalan di
Sumatera bagian selatan dan Kalimantan. Kualitas kayunya tinggi karena termasuk dalam kelas kuat I dan kelas awet I sehingga dapat digunakan untuk
berbagai keperluan seperti konstruksi bangunan, konstruksi dalam air, Jembatan, dan bantalan rel kereta api. Saat ini akibat eksploitasi ulin yang
dilakukan secara terus menerus tanpa diimbangi kegiatan penanaman telah menjadikan potensi jenis ini semakin berkurang dan jika tidak segera
diantisipasi dapat berdampak lebih buruk berupa kelangkaan dan kepunahan. Tulisan ini menyajikan teknik silvikultur ulin yang meliputi aspek perbenihan,
pembibitan, pemeliharaan bibit, hingga penanaman di lapangan yang dirangkum dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan. Tulisan ini
diharapkan dapat menjadi pedoman dan informasi awal untuk melakukan budidaya dan konservasi jenis ulin.
Kata Kunci: Silvikultur, Ulin,
Eusideroxylon zwager T.et B
Setyow ati, Retno PERTUMBUHAN JENI S ANDALAN SETEMPAT UNTUK REHABI LI TASI
LAHAN TERDEGRADASI Retno Setyow ati. - - Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan
Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 137- 146 , 2006
Daerah Nusa Tenggara Timur NTT secara klimatologis dimasukkan ke dalam daerah semi arid karena curah hujan yang relatif rendah sebagian besar tipe
iklim E dan F dan didominasi oleh keadaan vegetasi seperti savana dan stepa, curah hujan rata-rata setahun berkisar antara 710-1.500 mm dengan hari hujan
50-100 hari. Dengan kondisi seperti itu, banyak dijumpai lahan terdegradasi di NTT. Untuk mencegah dan mengurangi kerusakan lahan yang lebih parah maka
perlu dilakukan upaya pengendalian yaitu melalui kegiatan rehabilitasi lahan terdegradasi. Kegiatan rehabilitasi lahan dalam bentuk penghijauan reboisasi
bertujuan untuk memperbaiki lahan yang rusak dan tidak produktif serta mengurangi erosi permukaan dan meningkatkan kondisi hutan ke arah yang
52
lebih produktif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang pertumbuhan jenis-jenis andalan NTT sebagai bahan pertimbangan
dalam rehabilitasi lahan dengan menggunakan berbagai perlakuan media tumbuh di persemaian. Dengan adanya teknologi tepat guna rehabilitasi lahan
terdegradasi ini diharapkan mampu mempercepat keberhasilan upaya rehabilitasi lahan terdegradasi di NTT.
Kata kunci : Rehabilitasi lahan, Jenis andalan setempat, NTT
Siran, Sulistyo A. GAHARU, KOMODI TI HHBK ANDALAN KALI MANTAN TI MUR Sulistyo
A. Siran, Ngatiman, dan Yusliansyah. - - Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 29- 48 , 2006
Gaharu merupakan hasil hutan bukan kayu HHBK yang mempunyai peranan penting untuk meningkatkan devisa negara dan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat di sekitar hutan. Dalam makalah ini diuraikan antara lain gambaran umum tumbuhan penghasil gaharu di Kalimantan Timur, jenis
penghasil gaharu,pemungutan dan pengolahan gaharu, kandungan dan manfaat gaharu, tata niaga dan klasifikasi mutu gaharu, tata niaga gaharu,
status penelitian gaharu dan program penelitian dan pengembangan gaharu. Status penelitian gaharu di Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
kalimantan antara lain budidaya meliputi teknik produksi bibit gaharu melalui biji, cabutan , dan stek pucuk, pembentukan gaharu dengan menginokulasikan
Fusarium sp. Pada pohon penghasil gaharu menggunakan inokulasi padat dan cair, teknik penyulingan dengan menggunakan gaharu mutu rendah untuk
menghasilkan minyak gaharu, habitat tempat tumbuh gaharu yang mempelajari mengenai penyebaran jenis gaharu secara alami dan ekologinya.Konservasi in-
situ dan ex-situ pada jenis-jenis gaharu yang ada di kalimantan Timur, mempelajari beberapa kajian yang menyangkut manfaat gaharu, tata niaga
gaharu, serta standarisasi produksi gaharu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar hutan, promosi, dan alih teknologi pengembangan gaharu
yang dilakukan pada beberapa kabupaten seperti Berau, Kutai barat, Malinau, Pasir, dan Nunukan, penerbitan publikasi khusus mengenai gaharu, monitoring
pengembangan gaharu serta sosialisasi dan diseminasi pengembangan gaharu dengan cara penyebaran informasi melalui media cetak dan media elektronik
RRI dan TVRI dan penyebaran informasi dengan ekspose hasil-hasil penelitian.Program penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan
mengenai pohon penghasil gaharu meliputi: litbang budidaya gaharu, teknik pemanenan, pengelolaan dan standarisasi mutu, pembentukan gaharu, habitat
tempat tumbuh gaharu, kajian sosial ekonomi masyarakat pencari gaharu dan pemasaran gaharu serta kajian pemanfaatan pohon penghasil gaharu untuk
bahan baku MDF dan pensil. Kata Kunci: Gaharu, HHBK, Kalimantan Timur
Siregar, Mustaid TI NJAUAN JENI S- JENI S POHON LOKAL BALI YANG BERPOTENSI
DI KEMBANGKAN SEBAGAI KAYU KOMERSI L MUSTAI D SI REGAR, NI KADEK EROSI UNDAHARTA DAN HARTUTI NI NGSI H M SI REGAR. - -
Prosiding Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan : Melalui I PTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya
Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 93- 100 , 2006
Pengembangan jenis-jenis lokal yang sudah sesuai dengan kondisi biofisik wlayah Bali seperti kondisi tanah, iklim, dan faktor fisik lainnya akan lebih
mudah dikembangkan daripada mengembangkan jenis eksotik lainnya. Akan tetapi perlu pertimbangan jenis-jenis yang mendapat prioritas mengingat status
konservasinya telah mulai mengalami kelangkaan di alam yaitu Manikara kauki L. Dub., Dalbergia latifolia Roxb., Lagerstroemia speciosa Pers., Santalum
album Linn., Cordia subcordata Lamk., Dysoxylum caulostachyum Miq., Heritiera littoralis Dryand, Mimusops elengi L., dan Murraya paniculata Jack.
Kata kunci: Pohon lokal, Kayu komersial, Konservasi, Kelangkaan jenis
53
Siringoringo, Harris Herman PERUBAHAN KANDUNGAN KARBON TANAH PADA TEGAKAN
Paraserianthes falcataria L Nielsen DI SUKABUMI , JAWA BARAT Soil Carbon Changes Affected ByThe Establishment of
Paraserianthes falcataria L Nielsen Plantation I n Sukabumi, West
Java Harris Herman Siringoringo dan and Chairil Anw ar Siregar. -- Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.5 ;
Halaman 477 - 489, 2006
Karbon tanah dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Oleh karena itu, mempelajari perubahan kandungan karbon tanah
di bawah tegakan hutan tanaman adalah sangat penting. Tujuan utama penelitian ini untuk mendapatkan informasi tentang perubahan kandungan
karbon dengan cara membandingkan kandungan karbon tanah, kerapatan tanah, dan simpanan karbon tanah kumulatif pada tegakan hutan tanaman
Paraserinthes falcataria L Nielsen dan vegetasi awalnya hutan sekunder. Penelitian dilaksanakan pada jenis tanah Latosol Coklat Kemerahan
Ferralsols Oxisols dengan kondisi iklim B curah hujan tahunan 2.929 mm di Desa Buniwangi, Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kandungan karbon tanah lebih tinggi pada lapisan permukaan tanah dan menurun pada lapisan tanah yang lebih bawah. Karbon
tanah pada kedalaman 0-30 cm di bawah tegakan
P. falcataria dan vegetasi baseline tidak menunjukkan perbedaan, yaitu berturut-turut 1,52-3,16 dan
1,24-3,21 . Sedangkan kerapatan tanah BD pada tegakan P. falcataria lebih
tinggi daripada kerapatan tanah pada vegetasi baseline pada kedalaman 0-30
cm, yaitu berturut-turut 0,83-0,86 g cc dan 0,73-0,76 g cc. Sementara simpanan karbon tanah kumulatif pada kedalaman 0-30 cm di bawah tegakan
P. falcataria sedikit lebih tinggi daripada vegetasi baseline walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan,
yaitu sebesar 59,43 ton ha dan 51,16 ton ha secara berurutan. Sistem tegakan hutan tanaman rakyat jenis
P. falcataria belum memberikan pengaruh yang berarti terhadap peningkatan
kandungan karbon tanah dan simpanan karbon tanah kumulatif pada saat tegakan berumur 6-7 tahun.
Kata kunci : Karbon tanah, kerapatan tanah, simpanan karbon tanah kumulatif
Siringoringo, Harris Herman MODEL PERSAMAAN ALLOMETRI BI OMASA TOTAL UNTUK ESTI MASI
AKUMULASI KARBON PADA TANAMAN PARASERI ANTHES FALCATARI A L NI ELSEN
Total Biomass Allomeric Equation Model For Assessing Accumulated Carbon I n Paraserianthes falcataria L Nielsen Harris
Herman Siringoringo dan and Chairil Anw ar Siregar. - - Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.5 ; Halaman 541 -
553, 2006
Pertumbuhan pohon yang ditopang oleh proses fotosintesis dapat mengurangi konsentrasi karbondioksida di atmosfir. Oleh karena itu, pendugaan fiksasi
karbon pada tanaman pohon yang dihubungkan dengan isu pemanasan global menjadi penting sebagai bagian dari upaya untuk mengetahui simpanan karbon
dalam biomasa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang dugaan peningkatan simpanan karbon pada biomasa hutan tanaman
rakyat jenis
Paraserinthes falcataria L Nielsen yang disajikan dalam model matematik. Penelitian dilaksanakan pada tipe tanah Latosol Coklat Kemerahan
Ferralsols Oxisols dengan kondisi iklim tipe B curah hujan tahunan 2.929 mm di desa Buniwangi, Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Biomasa total
Paraserinthes falcataria L Nielsen dan vegetasi baseline-nya diduga dengan menggunakan keeratan hubungan allometri antara DBH dan biomasa total dan
atau DBH
2
H dan biomasa total. Sedangkan biomasa tumbuhan bawah pada tegakan
Paraserinthes falcataria L Nielsen dan baseline diduga dengan menggunakan keeratan hubungan allometri antara persen penutupan tajuk
dikalikan dengan tinggi maksimum tumbuhan bawah UC x UH-max dan biomasa tumbuhan bawah di atas tanah. Peningkatan karbon terfiksasi dihitung
berdasarkan perbedaan produksi karbon biomasa antara tegakan hutan tanaman
Paraserinthes falcataria L Nielsen dan vegetasi baseline. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan allometri yang dibangun untuk
menduga biomasa total tegakan Paraserinthes falcataria L Nielsen adalah
0,1479 DBH
2,2989
, R
2
= 0,9445 berdasarkan persamaan DBH-biomasa total; dan 0,0986 DBH
2
H
0,8144
, R
2
= 0,9458 berdasarkan persamaan DBH
2
H- biomasa total. Simpanan karbon dalam biomasa tegakan
Paraserinthes falcataria L Nielsen hampir 3 kali lebih besar daripada biomasa pada vegetasi
baseline-nya, yaitu sebesar 28,9 ton karbon ha persamaan DBH-biomasa dan 28,05 ton karbon ha persamaan DBH
2
H-biomasa, dan simpanan karbon pada vegetasi
baseline-nya sebesar 10,96 ton C ha persamaan DBH-biomasa dan 9,05 ton C ha persamaan DBH
2
H-biomasa. Sedangkan selisih produksi karbon dalam biomasa tumbuhan bawah tegakan
Paraserinthes falcataria L
54
Nielsen dan tumbuhan bawah vegetasi baseline terbukti sangat kecil dan tidak
berbeda nyata, yakni masing-masing sebesar 2,06 ton C ha dan 1,9 ton C ha, secara berurutan. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa peningkatan karbon
terfiksasi oleh tegakan Paraserinthes falcataria L Nielsen adalah sebesar 18-
19 ton C ha atau setara dengan 66-70 ton CO
2
ha, dengan kerapatan tegakan sebesar 1.300 pohon ha.
Kata kunci : Persamaan allometri, biomasa total, simpanan karbon, peningkatan karbon terfiksasi
Sofyan, Agus PERTUMBUHAN TANAMAN JATI
Tectona grandhis Linn. PADA BEBERAPA DAERAH DI SUMATERA SELATAN Agus Sofyan... et.al . - -
Prosiding Seminar Hasil- Hasil Penelitian Tahun 2005 : Optimalisasi Peran I ptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan
Lahan ; Halaman 77- 83 , 2006
Pertumbuhan tanaman jati pada berbagai lokasi di beberapa kabupaten di Sumatera penting untuk diketahui mengingat animo masyarakat pada tanaman
jati sangat tinggi namun potensi kesesuaian lahannya belum diketahui. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan survey, pengukuran pertumbuhan
tanaman serta identifikasi kualitas tapak melalui pembuatan profil dan pengambilan contoh tanah untuk analisis kimia tanah pada masing-masing plot
yang telah ditentukan, juga dilakukan pengukuran tinggi dan diameter, umur dan pemeliharaan. Beberapa plot tanaman jati di wilayah Kabupaten OKI dan
Banyuasin mengalami kendala pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara di beberapa wilayah Kabupaten OKU tanaman jati tumbuh normal,
hal ini menunjukan bahwa tanaman jati dapat dikembangkan di wilayah tertentu dengan kondisi lahan yang mempunyai persyaratan tempat tumbuh
edafis dan iklim klimatis sesuai dengan kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jati site-species matching. Pengembangan jenis eksot di wilayah
Sumatera Selatan harus diketahui terlebih dahulu data dasar potensi lahan serta kesesuaiannya menyangkut persyaratan tumbuh jenis yang akan
dikembangkan.
Kata Kunci: Tanaman jati, Tectona grandhis Linn, Sumatera Selatan
Subiakto, Atok PENGEMBANGAN TEKNOLOGI STEK PUCUK UNTUK HUTAN TANAMAN
Atok Subiakto dan Chikaya Sakai. - - Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi : Halaman 1- 7 , 2006
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam bekerjasama dengan KOMATSU Ltd. telah berhasil mengembangkan teknik stek untuk propagasi secara massal
jenis-jenis meranti dan pohon indigenous lainnya. Teknik yang telah dikembangkan ini dinamakan KOFFCO system akronim dari Komatsu-FORDA
Fog Cooling System. Teknik ini mengatur kondisi ideal untuk proses perakaran dari jenis-jenis meranti seperti S.leprosula dan S. selanica. Kondisi lingkungan
yang diupayakan optimal adalah 1 cahaya antara 5.000-20.000 lux, 2 kelembaban di atas 95 persen, 3 temperatur di bawah 30 derajat C., dan 4
media yang higienis, poros dan dapat mengikat air. Komponen utama sistem ini adalah pompa air, nozel, dan termostat. Sistem ini bekerja secara otomatis bila
temperatur dalam rumah kaca mencapai 30 derajat C. Ujicoba produksi stek masal dengan KOFFCO system telah dilaksanakan di P3HKA, Bogor, Jabar;
Balitbang Kehutanan Samarinda, Kaltim; Balitbang HTI Banjarbaru, Kalsel; dan Loka Litbang HHBK Kuok, Riau. Sampai saat ini sebanyak 24 jenis-jenis
indigenous telah dicoba dengan KOFFCO system yaitu Anisoptera marginata, D. Grandiflorus, Hopea bancana, H. gragaria, H. odorata, Shorea acuminatissima,
S. balangeran, S. guisso, S. javanica, S. johorensis, S. laevis, S. leprosula, S. macrophylla, S. ovalis, S. palembanica, S. parvifolia, S. pinanga, S. platyclados,
S. Selanica, S. seminis, S. smithiana, S. stenoptera, Vatica sumatrana, Gonistylus bancanus, Dyera costulata, Alstonia scholaris, dan Fragaea fragrans.
Persen beakar bervariasi antara 0 persen sampai 99 persen tergantung jenisnya. Dengan dukungan JI CA, alih teknologi teknik ini sedang dilaksanakan
kepada sektor kehutanan di I ndonesia. Kepada para pihak yang berminat memanfaatkan teknologi ini dapat menghubungi Pusat Litbang Hutan dan
Konservasi Alam di Bogor. Kata Kunci: Stek pucuk, Hutan tanaman
55 Sugiana, Agis Nursyam
KAJI AN POTENSI DAN BI OFI SI K TAMAN NASI ONAL KELI MUTU DI PULAU FLORES Agis Nursyam Sugiana, Mariana Takandjandji, Kayat.
- - Prosiding Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa
Tenggara, 2005 : Halaman 13- 30 , 2006
Kajian potensi dan biofisik Taman Nasional perlu dilakukan agar data yang diperoleh bisa dijadikan dasar untuk menentukan langkah pengelolaan
selanjutnya. Seyogyanya Taman Nasional yang telah ditunjuk sudah harus mengetahui potensi dan biofisik kawasannya, sehingga pengelolaannya bisa
fokus, efektif, dan efisien. Oleh karena itu menjadi urgen untuk mengkaji kondisi potensi dan biofisik kawasan, agar pengelolaan taman nasional lebih
fokus dan tepat guna. Hasil pengamatan data primer dan pengumpulan data sekunder menyatakan bahwa flora yang ditemukan dalam kawasan TN
Kelimutu, tingkat semai sebanyak 42 jenis didominasi oleh kirinyuh Chromolaena odorata, belta 31 jenis didominasi oleh cemara Casuarina
junghuhniana dan lamtoro Leucaena leucacephalla, dan pohon 41 jenis didominasi oleh cemara Casuarina junghuhniana dan ampupu Eucalyptus
urophylla. Sedangkan fauna yang ditemukan terdiri dari jenis aves 20 jenis; jenis mamalia 9 jenis; dan reptilia 5 jenis.
Kata kunci: Danau tiga warna, Flora, Fauna, Taman Nasional Kelimutu, Flores,
Potensi, Biofisik
Suhaendi Hendi STRUKTUR DAN TEKNI K PEMELI HARAAN TEGAKAN TI NGGAL HUTAN
RAWA GAMBUT DI AREAL KERJA HPH PUTRA DUTA I NDAH WOOD Hendi Suhaendi. - - Prosiding Seminar Hasil- Hasil Penelitian Tahun
2005 : Optimalisasi Peran I ptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 31- 43 , 2006
Pengelolaan hutan rawa gambut dilaksanakan dengan system silvikultur Tebang Pilih Tanaman I ndonesia TPTI , penebangan pohon dilakukan pada pohon
berdiameter 40 cm ke atas. Untuk menjamin adanya produksi kayu perdagangan pada rotasi tebang berikutnya, perlu dilakukan pemeliharaan
tegakan tinggal. Pemeliharaan tegakan tinggal ditujukan untuk memelihara dan membina pohon-pohon jenis komersial, dengan cara menunjuk dan menandai
minimal 100 batang per hektar pohon-pohon jenis komersial berdiameter di bawah 40 cm, termasuk di dalamnya pohon inti sebanyak 25 batang per hektar
yang berdiameter atau sama dengan 35 cm. Komposisi jenis dan tingkat pertumbuhan pohon binaan yang terdapat di tegakan tinggal hutan rawa
gambut di kelompok hutan Sungai Kumpeh dan Sungai Air Hitam Laut, Jambi di dalam petak coba seluas 6 hektar terdiri dari 78 batang pohon 13 persen, 98
batang tingkat tiang 16,3 persen, dan 424 batang tingkat pancang 70,67 persen
Kata kunci: Teknik pemeliharaan, Tegakan tinggal, Rawa gambut, Putra Duta
I ndah Wood
Suhartati TEKNI K PEMBI BI TAN BI TTI VI TEX COFASUS REI NW. SECARA
KULTUR JARI NGAN
Seedling Cultivation Technique of Bitti Vitex cofasus Reinw . by Tissue Culture Methode Suhartati. -- Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.2 ; Halaman 165 - 176 , 2006
Teknik pembibitan bitti Vitex cofassus Reinw. dilakukan di Laboratorium Kultur
Jaringan Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sulawesi, Makassar. Penelitian perbanyakan tanaman bitti secara kultur jaringan, bertujuan untuk
mendapatkan informasi tentang kombinasi antara sumber eksplan dan jenis zat pengatur tumbuh yang terbaik untuk perkembangan kalus, serta komposisi
media yang terbaik untuk pertumbuhan planlet tanaman bitti. Perlakuan yang dicobakan adalah kombinasi antara sumber eksplan dan jenis zat pengatur
tumbuh, dan perlakuan berbagai jenis komposisi media kultur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi antara sumber eksplan embrio dan 0,1 ppm
NAA menghasilkan perkembangan kalus yang terbaik yaitu 90 . Komposisi media yang terbaik untuk pertumbuhan tunas planlet adalah 1,0 ppm BAP +
1,0 ppm GA3. Media tersebut juga dapat untuk perbanyakan bibit bitti secara kultur jaringan.
Kata kunci : Bitti,
Vitex cofassus Reinw., kultur jaringan, media kultur, zat pengatur tumbuh, kalus
56 Sukresno
PELUANG KEMI TRAAN MULTI PI HAK DALAM PEMBANGUNAN BERBASI S DAS DI NTT Sukresno. - - Prosiding Sosialisasi Hasil
Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 93- 102 , 2006
Kondisi DAS super prioritas kritis yang harus segera direhabilitasi dikonservasi untuk menyelamatkan sumberdaya hutan, tanah dan air telah meningkat
jumlahnya dari semula 22 DAS pada tahun 1984 menjadi 39 DAS pada tahun 1994, 42 DAS pada tahun 1998, dan 58 DAS pada tahun 2000 dari total 470
DAS. Di propinsi Nusa Tenggara Timur NTT saat ini empat DASnya masuk dalam kategori Prioritas I , yaitu DAS Benain, DAS Noelmina, DAS Aesesa, dan
DAS Kambaniru, dimana secara administrasi DAS Benain terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Balu, DAS Noelmina di Kabupaten
Kupang, DAS Aesesa di Kabupaten Ngada, dan DAS Kambaniru di Kabupaten Sumba Timur. Walaupun propinsi NTT dikenal sebagai daerah beriklim semi arid
kering, namun akhir-akhir ini bencana alam banjir dan tanah longsor intensitasnya meningkat dan terjadi hampir setiap tahun di semua kabupaten.
Dengan pendekatan DAS sebagai unit analisis akan diteliti bagaimana peluang kemitraan multi pihak dalam pembangunan berbasis DAS di NTT khususnya
dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah terkait isu bencana banjir dan tanah longsor pada empat DAS kritis di propinsi Nusa Tenggara Timur NTT.
Hasil yang diperoleh yaitu: 1 I dentifikasi permasalahan DAS atau Sub DAS dapat dilakukan secara langsung data hidrologi yang diperoleh dari SPAS dan
atau pendugaan sidik cepat penilaian degradasi sub DAS; 2 empat DAS kritis di NTT, DAS Benain, DAS Noelmina, dan DAS Kambaniru secara hidrologis
tergolong kritis dengan nilai KRS Qmks Qmin 120;3 Upaya penanggulangan banjir, potensi banjir dan atau daerah rawan banjir sebaiknya didasarkan pada
sumber penyebabnya serta kesesuaian tata ruang wilayahnya sehingga sasaran dan implementasi kegiatan yang dilakukan dapat lebih efektif; 4 Dengan
mengetahui permasalahan yang ada dalam suatu DAS Sub DAS serta rencana penanganan yang sesuai dengan hierarkhinya maka dimungkinkan para pihak
terkait stakeholders berperan aktif untuk menyelesaikan permasalahan tersebut misal kasus banjirsesuai dengan kewenangan dan hierarkhinya; 5
Tindak lanjut analisis permasalahan banjir di DAS Benain, Noelmina dan Kabaniru perlu dilakukan pada tingkat yang lebih detail Sub DAS Sub Sub DAS,
dan atau satuan lahan untuk mengetahui sumber-sumber penyebabnya; dan 6 peran dan kewenangan stakeholders terkait dapat dilakukan analisis lebih
lanjut untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan kegiatan. Kata kunci: DAS, kemitraan, NTT, Banjir
Sumarhani TEKNI K BUDI DAYA PADI GOGO TAHAN NAUNGAN UNTUK
KELANGSUNGAN USAHATANI TUMPANGSARI Sumarhani. - - Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 163- 174 , 2006
Penelitian teknik budidaya padi Gogo di bawah tegakan mangium Acacia mangium, Jati Tectona grandis. dan Khaya Khaya anthotheca0 telah
dilakukan di areal hutan tanaman masing-masing di KPH Bogor, KPH Sukabumi, dan KPH Banyumas Barat. Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk
menyampaikan informasi hasil penelitian padi gogo tahan kekeringan, pH tanah rendah, resisten naungan, dan berumur genjah di berbagai tegakan hutan
tanaman. Selanjutnya informasi ini diharapkan dapat membantu petani sekitar hutan dalam pengadaan tanaman pangan padi gogo tahan naungan secara
berkesinambungan melalui sistem tumpangsari. Hasil uji coba lima varietas galur padi gogo di bawah tegakan hutan tanaman magium umur 5
tahun dengan intensitas cahaya 68 persen menunjukan bahwa produksi gabah tertinggi adalah padi gogo varietas Jatiluhur dengan rata-rata produksi sebesar
1,4 ton ha dan galur TB 177E-TB-28-B-3 rata-rata sebesar 1,2 ton ha. Di bawah tegakan hutan tanaman jati umur 3 tahun dengan intensitas cahaya 64 persen,
produksi gabah tertinggi adalah padi gogo verietas Jatiluhur dengan rata-rata produksi sebesar 1,3 ton ha dan galur Dt 15 I I KU rata-rata sebesar 1,2 ton ha.
Dibawah tegakan hutan tanaman khaya umur 3 tahun dengan intensitas cahaya 70 persen produksi gabah tertinggi adalah padi gogo galur Dt 15 I I KU rata-
rata sebesar 1,85 ton ha sedangkan varietas Jatiluhur merupakan terendah dengan rata-rata produksi sebesar 1,25 ton ha. Dengan demikian padi gogo
varietas Jatiluhur, galur TB 177E-TB-28-B-3, dan galur Dt 15 I I KU mempunyai prospek baik untuk dikembangkan sebagai komoditi tanaman pangan di bawah
tegakan pohon hutan dengan sistem tumpangsari. Kata Kunci: Budidaya, Padi gogo, Tumpangsari
57
Suharti, Sri PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT MELALUI BUDI DAYA VANI LI
Vanilla planifolia Andrew s PADA KAWASAN HUTAN DI PROPI NSI NUSA TENGGARA BARAT Sri Suharti. - - Prosiding Gelar dan Dialog
Teknologi 2005 : Halaman 175- 161 , 2005
Salah satu upaya untuk mengurangi tekanan masyarakat terhadap hutan dan juga untuk mangakomodir perubahan paradigma dalam pengelolaan dan
pembangunan di bidang kehutanan adalah pengembangan usahatani vanili dengan teknik wanatani agroforestry. Tanaman vanili
Vanila planifolia Andrews merupakan salah satu komoditi yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan di propinsi Nusa Tenggara Barat.Beberapa keunggulan tanaman vanili antara lain, tahan terhadap naungan, tidak memerlukan tempat tumbuh
sendiri karena sifatnya yang selalu memerlukan tanaman panjat sebagai inang, harga produk relatif tinggi,serta pasar masih terbuka lebar.Dengan teknik
wanatani agroforestry, lahan hutan yang kondisi biofisiknya masih baik maupun yang sudah kurang terpelihara dapat ditingkatkan produktivitas.
Dengan peningkatan produktivitas hutan, pendapatan masyarakat akan meningkat secara signifikan sehingga selanjutnya akan menurunkan tekanan
masyarakat terhadap hutan.Tulisan ini mencoba menguraikan potensi dan prospek pengembangan budidaya tanaman vanili pada kawasan hutan melalui
teknik wanatani di Propinsi Nusa Tenggara Barat yang merupakan salah satu sentra produksi vanili di wilayah I ndonesia Bagian Tengah.
Kata kunci: Ekonomi rakyat, Vanili,
Vanilla planifolia Andrews
Suhaendi, Hendi PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH I BA DAN MEDI A TUMBUH
TERHADAP PERTUMBUHAN STEK
Eucalyptus deglupta Blume Hendi Suhaendi. - - Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 :
Halaman215- 222 , 2006
Salah satu bahan baku penting dalam industri terpadu pulp dan kertas adalah Blume. Stek merupakan salah satu alternatif pembiakan vegetatif untuk
mengatasi tidak tersedianya bibit yang baik dalam waktu yang diperlukan. Keberhasilan pertumbuhan stek ditentukan oleh kecepatan terbentuknya akar
lateral yang mendorong proses fisiologis berlangsung sempurna.Terciptanya kondisi fisiologis yang optimal serta tepatnya pemilihan bahan tanaman yang
digunakan menentukan presentase keberhasilan yang tinggi. I BA merupakan zat pengatur tumbuh yang sifat kimiawinya stabil dan memiliki rentang
konsentrasi yang lebah untuk merangsang perakaran. Penggunaan media tumbuh yang cocok, pencampuran tanah ikut menentukan perkembangan stek.
Nilai persentase berakar tertinggi dicapai oleh media pasir dengan konsentrasi I BA 200 ppm sedangkan berat kering total tertinggi diperoleh pada media
serabut kelapa dengan konsentrasi I BA 200 ppm dan rasio teras akar tertinggi dicapai oleh media serabutkelapa dengan konsentrasi I BA 400 ppm.
Berdasarkan uji polinomial ortogonal, nilai konsentrasi I BA yang optimal untuk persentase berakar stek adalah 2.776 ppm sedangkan konsentrasi I BA yang
optimal untuk berat kering total adalah 2.990 ppm. Kata kunci: Zat pengatur tumbuh, I BA, Media tumbuh, Stek,
Eucalyptus deglupta Blume
Suhaendi, Hendi POLA PEWARI SAN GENETI K SI FAT- SI FAT MORFOLOGI DAN
PRODUKSI GETAH PI NUS MERKUSI I STRAI N ACEH Hendi Suhaendi. - - Prosiding Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan,
Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara, 2005 : Halaman 123- 131 , 2006
Penelitian ini dilakukan pada hutan tanaman P. merkusii strain Aceh, dalam populasi Saree, Aceh, Pengukuran tinggi total, tinggi bebas cabang, diameter
batang, bentuk batang, tebal kulit batang dan produksi getah kayu di lakukan di lapangan. Tujuan penelitian ialah menduga nilai heritabilitas luas dari setiap
sifat pohon;serta korelasi genetik dan korelasi fenotipa dari semua pasangan sifat pohon yang dibentuk. Dengan diketahuinya pola pewarisan genetik dari
berbagai sifat pohon diharapkan akan diketahui tolok ukur untuk seleksi sifat- sifat pohon, dengan tujuan akhir menentukan sifat-sifat yang perlu
dikembangkan dalam pemuliaan pohon untuk tujuan industri. Semua parameter genetika diduga tanpa melalui uji keturunan. Ragam genetik dan lingkungan
diduga menurut metode Shrikhande 1957. Heritabilitas luas serta korelasi genetik dan fenotipa berikut peragam-peragamnya diduga menurut metode
Sakai dan Hatakeyama 1963. Lima sifat pohon yang dikendalikan secara kuat oleh faktor genetik adalah diameter batang, bentuk batang, tebal kulit batang,
produksi getah, dan tinggi total. Yang dikendalikan secara sedang oleh faktor genetik adalah tinggi bebas cabang. Seleksi simultan dapat dilakukan terhadap
58
pasangan sifat tinggi total dan bentuk batang.Seleksi untuk peningkatan diameter batang diduga akan menyebabkan peningkatan tebal kulitnya. Seleksi
untuk memperbaiki bentuk batang diduga akan memperbaiki pula tinggi bebas cabang dan diameter batang. Diameter batang yang besar diduga dapat
digunakan secara efektif sebagai satu indeks untuk menyeleksi tetua-tetua yang produksi getahnya tinggi.
Kata kunci: Pinus merkusii, Hertabilitas, Korelasi genetik, Korelasi fenotipa,
Aceh, Marfologi
Suhaendi, Hendi UJI COBA PROVENANSI I NTERNASI ONAL
Pinus caribaea Morelet DAN Pinus oocarpa Schiede UMUR 13 TAHUN DI I NDONESI A Hendi
Suhaendi. - - Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ;
Halaman 161- 168 , 2006
Penelitian ini bertujuan untuk menilai performans pertumbuhan umur 13 tahun dari provenansi-provenansi Pinus caribaea dan Pinus oocarpa yang tumbuh di
Kebun Percobaan Sumberjaya, Lampung. Dua belas provenansi P. caribaea dan enam provenansi P. oocarpa dinilai sifat-sifat pertumbuhannya dalam arti tinggi
total, tinggi bebas cabang, diameter batang, dan bentuk batang. Sebagai pembanding, dinilai pula dua provenansi lokal Pinus merkusii. Rancangan acak
lengkap digunakan dalam tiap-tiap Pinus dengan ukuran petak awal adalah 25 pohon dalam bentuk bujur sangkar dengan jarak tanam 2,5 x 2,5. Satuan
percobaan yang digunakan dalam analisis data adalah sembilan pohon. Kata kunci:
Pinus caribaea Morelet, Pinus oocarpa Schiede, Provenansi
Sujatmoko, Sujarw o TEKNI K BUDI DAYA KUTU LAK DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI
NUSA TENGGARA TI MUR Sujarw o Sujatmoko. - - Prosiding Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan, Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara, 2005 : Halaman 77- 85 , 2006
Dewasa ini budidaya kutu lak telah menjadi primadona masyarakat Nusa Tenggara Timur NTT dan kondisinya terus mengalami penurunan produksi
yang signifikan. Pola budidaya kutu lak yang dilakukan oleh masyarakat NTT umumnya masih sederhana dan belum melalui tahapan budidaya yang standar.
Petani melakukan penularan kutu lak sekali pada pohon inang yang sudah diberi tanda kepemilikan, setelah itu ditinggalkan sampai panen. Penularan kutu
lak pada pohon inang berikutnya menguntungkan pada tularan alam melalui angin. Usaha peningkatan produksi dan kualitas usaha budidaya kutu lak dapat
dilakukan melalui perbaikan sistem budidaya dan pemeliharaan tanaman inang, perbaikan sistem penularan, pemeliharaan, dan pemanenan tularan kutu lak.
Kata kunci: Kutu lak, Tanaman inang, Budidaya, Nusa Tenggara Timur
Sumardi PERANAN HUTAN TAMAN NASI ONAL LAI WANGI - WANGGAMETI
DALAM MENYI MPAN KARBON Sumardi, Kayat dan Bernadus Ndolu. -- Prosiding Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan,
Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara, 2005 : Halaman 103- 110 , 2006
Telah dilakukan penelitian peranan hutan Taman Nasional Laiwanggi- Wanggameti TNLW dalam menyimpan karbon. Penelitian dilakukan di Hutan
TNLW. Tulisan ini bertujuan untuk menghitung dan mengevaluasi besarnya kapasitas biomassa tegakan aboveground biomass pada hutan alam TNLW
dalam memfiksasi karbon melalui perhitungan biomasa pohon dan karbon. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi media promosi untuk mempertinggi
kemungkinan investasi dalam memajukan pengelolaan hutan alam di TNLW. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pembuatan plot Metode Forest
Health Forest Monitoring. Data yang didapatkan berupa data tinggi dan diameter digunakan untuk menghitung biomassa karbon dengan menggunakan
model Brown dan metode Vademikum Kehutanan. Dengan menggunakan
59
metode Brown 1997 dan Vademikum Kehutanan 1976, rata-rata jumlah biomasa karbon yang diserap oleh vegetasi yang berada di dalam kawasan
TNLW cukup tinggi yaitu sebesar 197,5 lebih kurang 77,9 ton ha dan 189,9 lebih kurang 74,9 ton ha.
Kata kunci: Karbon, Biomassa, Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti
Sumardi PENGEMBANGAN DAERAH PENYANGGA SEBAGAI ALTERNATI F
PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI BERBASI S MASYARAKAT DI TAMAN NASI ONAL BALI BARAT Sumardi. - - Prosiding Diskusi Hasil
Penelitian Kehutanan : Melalui I PTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya Pelestarian Hutan dan
Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 121- 131 , 2006
Telah dilakukan penelitian pengembangan daerah penyangga sebagai alternatif pengelolaan kawasan konservasi berbasis masyarakat di Taman Nasional Bali
Barat TNBB. Penelitian bertujuan untuk mencari formula strategi yang tepat dalam bentuk kegiatan nyata untuk pengelolaan TNBB berbasis masyarakat.
Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, wawancara, penyebaran kuesioner kepada masyarakat daerah penyangga
Sumberklampok dan Pejarakan dan studi literatur. Data dan informasi yang terkumpul di tabulasi dan dianalisa dengan analisis deskritif dan SWOT
Strengh, Weakness, Opportunities, dan Threat yang ditekankan pada fenomena-fenomena yang diakibatkan oleh kegiatan masyarakat. Dari
penelitian dihasilkan bahwa ketergantungan masyarakat desa Sumberklampok dan Pejarakan terhadap kawasan TNBB masih relatif tinggi dan bentuk
interaksinya meliputi pemungutan hasil hutan non kayu, kayu bakar serta pemanfaatan lahan. Masyarakat sebagian besar setuju dengan keberadaan
TNBB, namun jika tidak disertai dengan pembinaan dan apabila keberadaan TNBB tidak memberikan peningkatan sosial ekonomi maka kerusakan ekosistem
dapat terjadi dengan pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan.Masyarakat sebagian besar menginginkan adanya bentuk
keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi terhadap pengelolaan TNBB. Keterlibatan masyarakat sebenarnya akan
memberikan dampak positif bagi TNBB karena masyarakat akan merasa lebih memiliki dan bertanggung jawab terhadap keberadaan TNBB.
Kata kunci: Konservasi, Daerah penyangga, Taman Nasional, Bali Barat
Sumardi EVALUASI UJI PEROLEHAN GENETI K KAYU PUTI H
Melaleuca cajuputi subsp cajuputi Di Persemaian Sampai Umur 4 Bulan Sumardi. --
Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 33-
40 , 2006
Telah dilakukan penelitian evaluasi uji perolehan genetik kayu putih Meulaleuca cajuputi subsp cajuputi di persemaian sampai umur 4 bulan, di Kabupaten
Timor tengah Utara dan Kabupaten Sumba Timur,Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT. Meulaleuca cajuputi merupakan jenis yang menghasilkan minyak
kayu putih bernilai ekonomi tinggi dan dapat digunakan sebagai obat-obatan. Upaya peningkatan produktivitasnya tidak terlepas dari pemilihan benih unggul
yang menghasilkan tanaman dengan produksi daun dan kandungan minyak yang tinggi. Penelitian dilakukan dengan melakukan evaluasi pertumbuhan
tinggi dan diameter semai kayu putih yang diukur setiap bulan.Penelitian ini bertujuan untuk evaluasi uji perolehan genetik tanaman kayu putih dari benih
unggul, di wilayah NTT. Dari informasi yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengembangan kayu putih pada skala
yang lebih besar. Benih unggul yang digunakan pada penelitian ini berasal dari 3 pohon plus famili pada tegakan kebun benih uji keturunan Paliyan.
Pertumbuhan tanaman M. cajuputi tingkat semai tidak banyak menunjukan keragaman signifikan antar famili . Hal tersebut kemungkinan karena ketiga
famili tersebut merupakan pohon plus sebagai sumber benih yang merupakan hasil seleksi, sehingga keragamannya cenderung kecil. Pertumbuhan M.
cajuputi pada tingkat semai sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan persemaian.
Kata kunci: Genetik, Jenis unggul, Kayu putih, Melaleuca cajuputi subsp cajuputi
60
Sumardi PRODUKTI VI TAS
Gmelina arborea ROXB. KABUPATEN TI MOR TENGAH SELATAN NUSA TENGGARA TI MUR Sumardi dan Martinus Lalus. - -
Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 119-
123 , 2006
Telah dilakukan penelitian produktivitas Gmelina arborea Roxb. di Stasiun Penelitian Buat Kecamatan Soe Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran tinggi dan diameter tegakan G. Arborea umur 6 tahun. Data yang terkumpul di tabulasi
dan dilakukan perhitungan riap rata-rata tahunan terhadap tinggi, diameter dan volumenya. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa riap rata-rata tahunan
MAI diameter= 2.13 cm, MAI -tinggi= 1.20 m dan MAI -volume= 0.0117 m3. Kata kunci:
Gmelina arborea Roxb., Produktivitas, Riap, MAI , Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur
Sumardi STUDI KUALI TAS TAPAK BEBERAPA LOKASI DI HUTAN PRODUKSI
TERBATAS KABUPATEN TI MOR TENGAH UTARA, NUSA TENGGARA TI MUR Sumardi, Muhammad Hidayatullah dan Tigor Butar- Butar. - -
Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 169-
176 , 2006
Telah dilakukan penelitian studi kualitas tapak beberapa lokasi di hutan produksi terbatas Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Lokasi penelitian memiliki kemiringan 25 derajat, dengan bentuk unit lahan berbukit sampai bergunung, persentase batuan relatif tinggi. PH tanah
berkisar antara 7,07-7,38 untuk pH H2O dan 6,92 - 7,15 untuk pH KCI . Kelas tekstur tanah pada lokasi Peutana adalah liat sampai lempung berpasir,
sedangkan Kuafeu adalah liat lempung berpasir. Kandungan bahan organik pada lokasi Peutana yang meliputi lokasi I 1, I 2, I I dan lokasi Kuafeu yang
meliputi lokasi I I I berturut-turut adalah 2,07 persen, 3,82 persen, 11,08 persen dan 4,33 persen, bahan organik terbesar terdapat pada lokasi I I Peutana.
Kandungan N total dari lokasi Peutama yang meliputi lokasi I 1, I 2, I I dan lokasi Kuafeu yang meliputi lokasi I I I berturut-turut adalah 0,16 persen, 0,22
persen, 0,42 persen dan 0,42 persen. Lokasi Kuafeu terdapat 10 jenis tanaman dengan jenis pohon komersial dominan mahoni Swietenia mahagoni
sedangkan lokasi Peutana terdapat jenis tanaman murni kemiri Aluerites molucana yang sudah berbuah dan merupakan salah satu hasil hutan bukan
kayu yang pernah dipanen penduduk sekitar. Kata kunci: Tapak, Bobonaro, Topografi, Tekstur, Timor Tengah Utara, Nusa
Tenggara Timur
Sukresno PELUANG KEMI TRAAN MULTI PI HAK DALAM PEMBANGUNAN
BERBASI S DAS DI NTT Sukresno. - - Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari
Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 93- 102 , 2006
Kondisi DAS super prioritas kritis yang harus segera direhabilitasi dikonservasi untuk menyelamatkan sumberdaya hutan, tanah dan air telah meningkat
jumlahnya dari semula 22 DAS pada tahun 1984 menjadi 39 DAS pada tahun 1994, 42 DAS pada tahun 1998, dan 58 DAS pada tahun 2000 dari total 470
DAS. Di propinsi Nusa Tenggara Timur NTT saat ini empat DASnya masuk dalam kategori Prioritas I , yaitu DAS Benain, DAS Noelmina, DAS Aesesa, dan
DAS Kambaniru, dimana secara administrasi DAS Benain terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Balu, DAS Noelmina di Kabupaten
Kupang, DAS Aesesa di Kabupaten Ngada, dan DAS Kambaniru di Kabupaten Sumba Timur. Walaupun propinsi NTT dikenal sebagai daerah beriklim semi arid
kering, namun akhir-akhir ini bencana alam banjir dan tanah longsor intensitasnya meningkat dan terjadi hampir setiap tahun di semua kabupaten.
Dengan pendekatan DAS sebagai unit analisis akan diteliti bagaimana peluang kemitraan multi pihak dalam pembangunan berbasis DAS di NTT khususnya
dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah terkait isu bencana banjir dan tanah longsor pada empat DAS kritis di propinsi Nusa Tenggara Timur NTT.
Hasil yang diperoleh yaitu: 1 I dentifikasi permasalahan DAS atau Sub DAS dapat dilakukan secara langsung data hidrologi yang diperoleh dari SPAS dan
atau pendugaan sidik cepat penilaian degradasi sub DAS; 2 empat DAS kritis di NTT, DAS Benain, DAS Noelmina, dan DAS Kambaniru secara hidrologis
tergolong kritis dengan nilai KRS Qmks Qmin 120;3 Upaya penanggulangan banjir, potensi banjir dan atau daerah rawan banjir sebaiknya didasarkan pada
sumber penyebabnya serta kesesuaian tata ruang wilayahnya sehingga sasaran
61
dan implementasi kegiatan yang dilakukan dapat lebih efektif; 4 Dengan mengetahui permasalahan yang ada dalam suatu DAS Sub DAS serta rencana
penanganan yang sesuai dengan hierarkinya maka dimungkinkan para pihak terkait stakeholders berperan aktif untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut misal kasus banjir sesuai dengan kewenangan dan hierarkinya; 5 Tindak lanjut analisis permasalahan banjir di DAS Benain, Noelmina dan
Kabaniru perlu dilakukan pada tingkat yang lebih detail Sub DAS Sub Sub DAS, dan atau satuan lahan untuk mengetahui sumber-sumber penyebabnya; dan
6 peran dan kewenangan stakeholders terkait dapat dilakukan analisis lebih lanjut untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan kegiatan.
Kata kunci: DAS, kemitraan, NTT, Banjir
Surata, I Komang DUKUNGAN HASI L LI TBANG DALAM PENGEMBANGAN BUDI DAYA
KLI CUNG
Diospyros malabarica Der Kostel DI PROVI NSI NUSA TENGGARA BARAT I Komang Surata, Nurdini Estikasari, dan
Kurnaidi. - - Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 9- 18 , 2006
Klicung Diospyros malabarica Der Kostel adalah hasil hutan kayu yang
tergolong penting di Provinsi Nusa Tenggara Barat karena merupakan spesies andemik, termasuk jenis kayu mewah fancy wood dan mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Dewasa ini populasinya sudah semakin menurun, oleh sebab itu dalam pemanfaatannya perlu segera diikuti upaya pelestarian dan penanaman.
Untuk mewujudkan upaya keberhasilan penanaman sebagaimana yang diharapkan, dukungan teknologi budidaya sangat diperlukan. Balai Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara telah berupaya untuk menyediakan paket teknologi yang dibutuhkan lewat kegiatan penelitian. Paket
teknologi yang telah dihasilkan terutama teknik budidaya klicung yang meliputi teknik perbenihan, pembibitan, penanaman. Di samping itu dalam tulisan ini
ditampilkan pula hasil plot uji coba pengembangan budidaya klicung di Rarung Pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat serta permasalahannya yang
sedang dihadapi yang sangat menentukan dalam menunjang keberhasilan pengembangan.
Kata kunci: Klicung,
Diospyros malabarica Der Kostel, Budidaya, Nusa Tenggara Barat
Surata, I Komang SEBARAN DAN PERTUMBUHAN PENOTI PE TEGAKAN ALAM SUMBER
BENI H AMPUPU
Eucalyptus urophylla S.T Blake DI FLORES PROVI NSI NUSA TENGGARA TI MUR I Komang Surata. - - Prosiding
Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara,
2005 : Halaman 87- 95 , 2006
Tujuan penelitian adalah untuk mengumpulkan data dan informasi kondisi tempat tumbuh, sebaran alami, dan pertumbuhan penotipe pohon plus tegakan
alam ampupu Eucalyptus urophylla S.T. Blake di Flores. Data yang dihasilkan berguna dalam rangka penunjang kegiatan penunjukan dan pengelolaan
sumber benih serta kegiatan penelitian pemuliaan pohon di masa mendatang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebaran alami ampupu di Flores
terdapat di Kabupaten Sikka Egon, Kaliboluk, Natakolin, Kilawair, Kwangau, dan Hikong. Kabupaten Flores Timur Lewotobi, Palueh, lle Mandiri, Leworok,
I le Boleng, Kawale dan kabupaten Lembata I le Kerbau, I le Ape, Labalekan, dan Lewokukun. Kondisi tempat tumbuhnya terdapat di daerah pegunungan
mulai dari kaki gunung sampai lereng pada ketinggian 150-980 m dpl, pada tipe iklim E menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson. jenis tanah
mediteran haplik, kambisol, dan litosol. Pada ketinggian di bawah 600 m dpl masih bercampur dengan E. alba sehingga benih yang dihasilkan hibrid antara
E. urophylla dan E, alba. Urutan pertumbuhan penotipe pohon plus ampupu dari yang terbaik-terendah adalah: I le Boleng, I le Ape, I le kerbau, Palueh,
Lewotobi,Kwangau, Kilawair, Lewokukun, Hikong, Labalekan, Kaliboluk, Leworok, Natakolin, Egon, I lemandiri, dan Kwale. Musim panen raya buah
terjadi pada bulan Juli-Agustus akan tetapi semua lokasi yang dieksploitasi berbuah banyak dan seragam.
Kata kunci: Eucalyptus urohpylla, Ampupu, Sebaran alami, Penotipe, Sumber
benih, Hibrid
62
Surata, I Komang PROSPEK PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN CENDANA
Santalum album L DI PROPI NSI BALI I Komang Surata. -- Prosiding Diskusi
Hasil Penelitian Kehutanan : Melalui I PTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya Pelestarian
Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 19- 31 , 2006
Cendana Santalum album L. yang dikenal dengan nama melayu sendana dan dalam dunia perdagangan sandalwood memegang peranan yang sangat
penting sebagai penghasil kayu kerajinan dan memiliki nilai ritual keagamaan yang cukup tiggi di Provinsi Bali. Kebutuhan kayu cendana di daerah ini
semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan kemajuan pariwisata. Dewasa ini tidak ada lagi pasokan bahan baku kayu
cendana secara resmi dari Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT mengingat populasi cendana di daerah ini sudah menurun dan di beberapa tempat sudah
hampir punah. Untuk memenuhi kebutuhan kayu cendana di provinsi Bali maka perlu segera dilakukan penanaman. Bedasarkan data biofisik wilayah, sosial
budaya,ekonomi masyarakat, dan kesiapan teknologi maka hampir sepertiga wilayah di Provinsi Bali memenuhi syarat untuk lokasi penanaman cendana.
Penanaman dilakukan di lahan ladang masyarakat hutan rakyat dalam bentuk tanaman jalur atau sisipan, sistem tumpangsari, model sumber benih, dan
kepemilikannya dapat diserahkan ke masyarakat. Model ini sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan lahan penanaman cendana yang terbatas dan
masyarakat dapat berperan secara aktif untuk memelihara dan menjaga keamanan tanaman cendana serta dalam jangka panjang dapat menambah
pendapatan masyarakat. Untuk menciptakan kemandirian masyarakat maka dalam penanaman cendana pemerintah pusat daerah dalam 5 tahun pertama
perlu memberikan bantuan bibit dan penyuluhan teknologi penanaman kepada petani peserta penanaman dan selanjutnya di masa mendatang masyarakat
diharapkan sudah mampu mandiri untuk melaksanakan program pengembangan budidaya cendana.
Kata kunci: Cendana, Nilai ritual, Hutan rakyat, Silvikultur intensif
Surata, I Komang PARTI SI PASI DAN KEI NGI NAN MASYARAKAT LOKAL DALAM
MENANGANI PERMASALAHAN HUTAN MANGROVE DI PRAPAT- BENOA, PROVI NSI BALI I Komang Surata. - - Prosiding Diskusi Hasil
Penelitian Kehutanan : Melalui I PTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya Pelestarian Hutan dan
Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 133- 141 , 2006
Penelitian bertujuan untuk mengkaji data dan informasi partisipasi dan keinginan masyarakat lokal dalam menangani permasalahan kelestarian
mangrove. Metode penelitian dilakukan secara deskriptif survei dari masing- masing desa adat di sekitar mangrove secara purpositive sampling dan juga
instansi yang mengelola mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat lokal dalam kegiatan pengelolaan mangrove di
Prapat-Benoa Bali masih rendah 2,34 persen terutama dalam kegiatan penanaman. Tingkat partisipasi masyarakat untuk manjaga kelestarian
mangrove sudah baik yaitu sebesar 98,66 persen. Tindakan yang tidak partisipasif dalam kelestarian mangrove adalah 1,34 persen. Untuk menjaga
kelestarian mangrove beberapa keinginan masyarakat yang perlu menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengatasi permasalahan adalah menjaga
keberhasilan sampah dari hulu dan masyarakat di sekitarnya, pembentukan regu kebersihan mangrove, pembuatan jalan lingkar setapak yang menjadi
pembatas zonasi mangrove dengan lahan masyarakat yang sekaligus sebagai jalan rekreasi, tidak memberi ijin tukar menukar kawasan dan pinjam pakai
mangrove, melengkapi sarana dan prasarana rekreasi pariwisata dan sosialisasi program pengelolan mangrove yang dilakukan pemerintah.
Kata kunci: Hutan mangrove, Partisipasi, Masyarakat lokal, Pengelolaan, Prapat
Benoa, Bali
63
Surata, I Komang EKSPLORASI TEGAKAN ALAM SUMBER BENI H AMPUPU EUCALYPTUS
UROPHYLLA S.T. BLAKE DI PULAU TI MOR, PROVI NSI NUSA TEMGGARA TI MUR I Komang Surata. - - Prosiding Sosialisasi Hasil
Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 21- 31 , 2006
Ampupu Eucalyptus urophylla S.T. Blake adalah salah satu jenis dari 4 jenis
Eucalyptus yang ada di I ndonesia, yang salah satu penyebaran alaminya terdapat di Pulau Timor. Jenis ini mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting
untuk kayu industri antara lain untuk kontruksi, kayu bakar, arang, dan pulp. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi kondisi
tempat tumbuh, sebaran alami, dan pertumbuhan penotipe pohon plus tegakan alam ampupu di Pulau Timor. Data yang dihasilkan berguna dalam rangka
menunjang kegiatan penunjukan dan pengelolaan sumber benih serta kegiatan penelitian pemuliaan pohon dalam pembangunan hutan tanaman. Hasil
penelitian penunjukan bahwa penyebaran alami ampupu di Pulau Timor Barat terdapat di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten
Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Belu yang berada di Pegunungan Mutis, Timau, dan Lakaan pada ketinggian 500-2.500 m dpl, tipe iklim D menurut
klasifikasi Schmidt dan Ferguson, jenis tanah Ustropept, Haflustalf, Dystropepts menurut Soil Taxonomi. Pada ketinggian 500-600 m dpl provenan Humau,
Obaem, Wedomo masih bercampur dengan E. alba sehingga benih yang dihasilkan hibrid antara E. urophylla dan E. alba. Urutan pertumbuhan penotipe
terbaik-terendah: Nenbena, Bonmuti, Oepopo, Aesrael, Fatuneno, Naususu, Naija Upat, Mollo, Tutem, Lelobatan, Humau, Obaem, Wedomo, Susbian, Tune,
Fatumnasi, Nenas, lakaan, Nuafin, Leloboko. Musim berbunga ampupu terjadi pada bulan Januari-Maret dan panen raya buah terjadi pada bulan Juli-Agustus,
akan tetapi tidak semua lokasi yang dieksplorasi berbuah banyak dan seragam. Hampir semua lokasi ampupu terancam kerusakan akibat perluasan untuk
perladangan, kebakaran, dan illegal logging. Kata kunci: Ampupu,
Eucalyptus urophylla S.T. Blake, Sebaran alami, Pertumbuhan penotipe, Hibrid
Suryanto SOCI AL FORESTRY DI KHDTK SEBULU DAN SAMBOJA: SEBUAH
MODEL PELI BATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PADA KAWASAN HUTAN TERDEGRADASI Suryanto dan Sulistyo A.
Siran. - - Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 87- 99 , 2006
Pada era demokrasi saat ini, pendekatan task-force untuk mengamankan hutan terhadap intervensi masyarakat perambahan untuk memenuhi hajat hidupnya
banyak mengalami kegagalan. Masyarakat harus diajak bersama secara aktif, menjaga, mengelola, dan memanfaatkan hutan. Salah satu pendekatan yang
dapat dilakukan yaitu merubah pendekatan task-force menjadi get the force melaui kemitraan atau partisipasi aktif masyarakat, yang dikenal dengan pola
social forestry, Namun demikian pendekatan kemitraan atau social forestry yang dilakukan masih juga mengalami banyak kegagalan. Pada umumnya
ketidakberhasilan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam program social forestry karena program tersebut bersifat topdown. Masyarakat hanya
ditempatkan sebagai obyek atau pelaksana yang hanya menerima instruksi teknis yang harus dilaksanakan di lapangan, yang terkadang tidak sesuai
dengan keinginan dan kebutuhannya. Selain itu keberlangsungan dan keberlanjutan program social forestry yang diikutinya banyak yang tidak jelas,
yang pada akhirnya masyarakat menjadi kurang serius dalam pelaksanaannya. Salah satu model social forestry yang saat ini sedang dan sudah dilakukan
penelitian untuk menyempurnakan model social forestry sebelumnya adalah menggunakan dua pendekatan sekaligus yaitu kemitraan yang sejajar antara
pemerintah dan masyarakat, dan kedua dengan membuat komitmen bersama dalam menyusun rencana dan program sebagai keinginan dan kebutuhan
bersama yang tentunya tidak terlepas pada prinsip pokoknya yaitu melestarikan hutan dan menyejahterakan masyarakat sekitar hutan.
Kata kunci: Social forestry, KHDTK Sebulu, KHDTK Samboja, Pengelolaan Bersama, Partisipasi masyarakat, Hutan terdegradasi
64
Suryanto PENELI TI AN PENDAHULUAN: HI RARKI PERMASALAHAN DALAM
KEBI JAKAN OTONOMI BI DANG KEHUTANAN. - - Prosiding Seminar Bersama Hasil- Hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan,
Balai Litbang Hutan Tanaman I ndonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satw a Primata : Samarinda 12 April 2006 ; Halaman 247- 269
, 2006
Secara komprehensif, terdapat 3 tahapan kegiatan penelitian yang meliputi identifikasi masalah, analisis prioritas dan perumusan multipihak. Penelitian
pendahuluan ini terdapat pada tahap identifikasi masalah dengan tujuan mengidentifikasikan semua permasalahan berkenaan dengan kebijakan otonomi
bidang kehutanan. Sasaran penelitian pendahuluan ini adalah menganalisa dan mengelompokkan semua permasalahan-permasalahan tersebut kedalam
kerangka masalah yang sederhana, mewakili dan tepat dalam sebuah hirarki. Luaran adalah hirarki permasalahan dalam kebijakan otonomi bidang
kehutanan. Luaran dari hasil penelitian ini akan digunakan sebagai bahan untuk analisis prioritas dan perumusan multistakeholders. Metode pokok penelitian
yang digunakan adalah AHP atau Analytical Hierarchy Process Proses Analisis Hirarki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua fokus permasalahan
kebijakan, yaitu kebijakan pemerintah pusat dan kebijakan pemerintah daerah. Permasalahan yang diidentifikasikan dalam fokus kebijakan pemerintah pusat
terbentuk dalam 4 hirarki, yaitu fokus, pengaruh, faktor dan bentuk. Pilihan masalah yang perlu pemecahan prioritas dalam hirarki pengaruh terdiri dari 5
pilihan, meliputi kemauan, SDM pembuat kebijakan, latar belakang, SDM penerima kebijakan dan infrastruktur. Dan akhirnya, hirarki bentuk terdiri dari 2
pilihan meliputi kebijakan pusat berkaitan dengan kebijakan makro yang diaplikasikan dalam bentuk kebijakan makro dan mikro oleh pemerintah daerah
dan kebijakan pemerintah pusat sudah meliputi kebijakan makro mikro yang diapkilasi oleh pemerintah daerah sebagai pelaksana. Permasalahan yang
terindentifikasi dalam fokus kebijakan pemerintah daerah terbentuk dalam 4 hirarki pengaruh terdiri dari 4 pilihan meliputi peluang kewenangan, sumber
hukum, tuntutan dan dikotomi. Dalam hirarki bentuk terdiri dari 3 pilihan meliputi penjabaran, inisiatif sendiri dan kombinasi antar penjabaran dan
inisiatif. Dan akhirnya hirarki aktor terdiri dari 3 pilihan kewenangan utuh pemerintah daerah, kewenangan pemerintah daerah di bawah koordinasi
koordinator pemerintah propinsi dan kewenangan pemerintah daerah kabupaten dan propinsi dibawah koordinasi langsung pemerintah pusat.
Kata kunci: Kebijakan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, permasalahan, AHP, hirarki.
Susanty, Farida Herry ANALI SI S MODEL PENDUGAAN VOLUME JENI S
Acacia mangium, Gmelina arborea DAN Sw itenia mahagoni DI HUTAN TANAMAN
Farida Herry Susanty [ et.al] . - - Prosiding Seminar Bersama Hasil- Hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang
Hutan Tanaman I ndonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satw a Primata : Samarinda 12 April 2006 ; Halaman 197- 208 , 2006
Plantation inventory for estimation potency of stand needed for quantitative tools as volume prediction models or tree volume table with good validity. Aim
of this research to arrange volume prediction models or tree volume table for plantation species in Timber Estate in Kalimantan to increase accuracy of mass
or volume stand estimation. Measurement of sample trees using stereoscopis technique for standing tree of Acacia mangium, Gmelina arborea and Swietenia
mahagoni of plantation area in Riam Kiwa, Banjarbaru Kalimantan Selatan. Result of height curve indicated that Acacia mangium there was nonsignificant
coorelation between diameter and heigh variable, while Gmelina arborea and Swietenia mahagoni there was significant coorelation R2 70 persen, thus
analysis of volume prediction models could be continued by using two and one variable tariff. Volume prediction models from this research and some
reference show that generally were set up in exponential and logaritmic pattern. Validation of chosen regression equation model base on agregative
deviation and mean deviation shows that the equation could be using for tree volume table assesment.
Kata kunci: Pendugaan volume, Tinggi, Model, Diameter,
Acacia mangium, Gmelina arborea, Switenia mahagoni, Hutan tanaman
65
Susanty, Farida Herry TI POLOGI EKOLOGI DAN ANALI SI S POTENSI TEGAKAN PADA HUTAN
BEKAS TEBANGAN DI KALI MANTAN TI MUR Farida Herry Susanty [ et.al] . - - Prosiding Seminar Bersama Hasil- Hasil Penelitian Balai
Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman I ndonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satw a Primata : Samarinda
12 April 2006 ; Halaman 303- 316 , 2006
Evaluation of degree of standing stock production potency and ecological effect resulting by harvesting technique which applied in Forest Management Unit
FMU, being one of many important aspect in fulfilling prerequisite Criterion and I ndicator for Sustainable Forest Management. This research was aimed to
describe the structure and potency of stand in old logged over forest thus examined to SK Menhut No. 8171 Kpts-I I 2002 which suitable for forest
biophysic condition in East Kalimantan. Data collecting done in PT. Hutan Sanggam Labanan Lestari PT. HLL and PT. Gunung Gajah Abadi PT. GGA
that having different age were 19 and 20 years after logging LOA 19 and LOA 20, covering:species, diameter, height and tree position in plot.Difference of
FMU characteristic base on evaluation of ecological typologi resulting that PT.HLL was sensitive biology-sensitive physic, while PT. GGA was safety
biology-sensitive physic. Base on varians analysis there in class diameter. Dominance of species composition for both area were by Dipterocarpaceae.
Standing stock by total number of trees on LOA 19 and LOA 20 having higher than criterian having lower potency in class diameter 10-19 cm and 50 cm up.
Kata kunci: Struktur, Potensi, Tegakan, Hutan bekas tebangan
Susila, I Wayan Widhana UJI COBA JENI S-JENI S I NTRODUKSI PADA LAHAN KRI TI S DI DALAM
KAWASAN HUTAN BATUR DAN BEDEGUL I Wayan Widhana Susila, Gerson ND Njurumana Felipus Banani. - - Prosiding Diskusi Hasil
Penelitian Kehutanan : Melalui I PTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya Pelestarian Hutan dan
Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 33- 40 , 2006
Lahan kritis diartikan sebagai lahan yang tanahnya secara potensial tidak mampu berperan dalam salah satu atau beberapa fungsi seperti: 1 unsur
produksi, 2 media pengaturan tata air fungsi hidrologi, dan 3 media perlindungan alam lingkungan fungsi orologi atau lahan yang telah mengalami
kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan. Luas lahan kritis Provinsi Bali adalah 307.035
ha, terdiri dari 127.706 ha tersebar di dalam kawasan hutan dan 179.329 ha tersebar di luar kawasan hutan. Jenis-jenis yang diujicobakan pada lahan kritis
di Kawasan Batur dan Bedugul adalah ampupuEucalyptus urophylla, pulai Alstonia scholaris, cendana Santalum album, Acacia mangium, majegau
Dysoksilum sp., gmelina Gmelina arborea, mahoni Sweitenia macrophylla, kayu putih Meulaleuca leucadendron, gaharu Aquilaria malaccensis,
duabanga Duabanga maluccana, mindi jeminis Melia azedarah, dan sengon buto Enterolobium cyclocarpum. Jenis-jenis tersebut diujicoba melalui uji jenis
dan uji produksi ampupu, kayu putih, kamadulensis, dan duabanga. Hasil evaluasi tanaman umur enam bulan di lapangan dapat diinformasikan sebagai
berikut: 1 Sengon buto merupakan jenis introduksi yang cocok pada kondisi lahan kritis di kawasan Batur yang ditunjukan oleh perkembangan pertumbuhan
dan persen tumbuh yang tinggi, yaitu riap diameter 1,37 cm, riap tinggi 61,53 cm, persen tumbuh 96,15 persen, dan sampai umur 10 bulan di lapangan
persen tumbuhnya 90,16 persen; 2 Jenis kayu putih dan ampupu merupakan jenis yang cukup sesuai untuk dikembangkan di kawasan kritis Batur dan
Bedugul; dan 3 Pemberian kompos di Bedugul dan campuran tanah + kompos di Batur pada media tanam belum memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan dan persen tumbuh tanaman. Kata kunci: Lahan kritis, Ujicoba jenis, Ujicoba jenis, Kesesuaian tempat
tumbuh, Uji produksi
Suw andi PERLAKUAN MI KORI ZA DAN NPKN PADA PERTUMBUHAN STUMP JATI
Tectona grandis L.f. Treatment of Mycorrhizae And NPK on the Grow th of Tectona grandis L.f. Stump Suw andi; Surtinah; Kamindar
Rubby. - - I nfo Hutan : Vol.I I I , No.2 ; Halaman 139 - 145 , 2006
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian mikoriza dan NPK terhadap pertumbuhan stump jati
Tectona grandis L.f.. Metode penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dalam pola faktorial, yaitu faktor
mikoriza dengan perlakuan 0 g tanaman M , 1,5 g tanaman M
1
, 3 g tanaman M
2
, dan 4,5 g tanaman M
3
; kemudian faktor NPK N dengan perlakuan 0 g tanaman N
, 1 g tanaman N
1
, 2 g tanaman N
2
, 3 g tanaman
66
N
3
, dan 4 g tanaman N
4
, dengan dua ulangan, setiap ulangan terdiri dari empat tanaman. Jumlah 160 tanaman. Parameter yang diukur tinggi tunas,
diameter, jumlah daun, lebar daun, dan panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap
seluruh parameter pertumbuhan stump jati. Pemberian NPK berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tunas, diameter, lebar daun, dan panjang akar;
sedangkan interaksi mikoriza dan NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas, diameter, dan panjang akar.
Kata kunci :
NPK , mikoriza, Tectona grandis L.f.
Takandjandji, Mariana PENANGKARAN RUSA TI MOR OLEH MASYARAKAT Mariana
Takandjandji, Kayat. - - Prosiding Gelar Teknologi dan Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Bali dan Nusa Tenggara, 2005 : Halaman 55- 76 , 2006
Nusa Tenggara Timur NTT memiliki 2 sub spesies rusa timor yang potensial untuk ditangkarkan. Potensi ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi pemanfaatan rusa di alam. Namun masyarakat belum memanfaatkan secara
optimal dan bijaksana. Oleh karena itu aset yang cukup besar potensinya ini perlu untuk dikembangkan dan dilestarikan sebagai suatu usaha sekaligus
konservasi. Sampai saat ini sudah ada 3 KK yang telah berhasil menangkarkan rusa, hal ini ditandai dengan rusa yang mereka pelihara telah beranak. Usaha
penangkaran rusa cukup menjanjikan sehingga layak untuk dilaksanakan.Kegiatan penangkaran rusa cukup menguntungkan walaupun
pada awalnya memerlukan biaya dan investasi yang lebih besar. Usaha ini memerlukan luas lahan yang lebih kecil, akan tetapi dapat memberikan
keuntungan yang jauh lebih besar dari ternak-ternak yang sudah dikenal. Kata kunci: Penangkaran, Rusa timor, Aset, Potensi
Takandjandji, Mariana KAJI AN TEKNI K PENANGKARAN PENYU DI BALI Mariana
Takandjandji dan Edy Sutrisno. - - Prosiding Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan : Melalui I PTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi
Lokal, Kita Tingkatkan Upaya Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 111- 120 , 2006
Penyu merupakan reptil laut yang menarik karena mampu beradaptasi dengan baik untuk hidup di perairan laut. Di samping itu, penyu bersifat amphibious, di
mana dapat menempuh hidup pada dua habitat yang berbeda. Biasanya penyu hidup di perairan laut dangkal kecuali lahir dan bertelur. Untuk mengkaji teknik
penangkaran penyu di Bali, perlu diketahui potensi, penyebaran, bio-ekologi penyu dan statusnya serta kebijakan pemerintah terhadap upaya yang telah
dilakukan. Namun permasalahan yang muncul dalam kajian tersebut adalah adanya penangkapan penyu yang dilakukan secara besar-besaran sehingga
populasi menurun, baik kualitas maupun kuantitas. Pembinaan yang telah dilakukan antara lain melalui upaya perlindungan penyu dari kepunahan. Upaya
tersebut ditempuh dengan cara melindungi panyu dari gangguan manusia dengan cara membuat peraturan yang melindungi penyu, dan upaya
penambahan populasi penyu melalui penangkaran budidaya. Kata kunci: Penangkaran, Penyu, Reptil, Amphibious, Bio-ekologi
Tira, La Ode Asir KARAKTERI STI K LAHAN BEKAS TAMBANG BATU KAPUR DI
KABUPATEN PANGKEP, SULAWESI SELATAN Land Characteristic of Abandoned Lime Stone Mined in Pangkep Regency, South Sulaw esi
Province La Ode Asir Tira dan Eka Multikaningsih. - - I nfo Hutan : Vol.I I I , No.3 ; Halaman 219- 228 , 2006
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik lahan bekas penambangan batu kapur di Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa areal bekas penambangan berupa hamparan terbuka dan bergelombang dengan kemiringan 0-8 . Penutupan
vegetasi sangat sedikit, kurang dari 10 dengan jenis vegetasi dominan adalah kersen
Muntingia colabura Linn., akasia Acacia auriculiformis A.Cunn, krinyu
Eupatorium pallescens DC, rumput jarum Andropogon aciculatus
67
Retz., rumput teki Cyperus sp. dan alang-alang I mperata cylindrica Beauv..
Kemampuan lahan digolongkan ke dalam kelas VI I I dengan faktor pembatas utama untuk penggunaan adalah prosentase batuan permukaan 60-80 ,
faktor batuan singkapan 60-80 , dan kedalaman tanah 10 cm. Karakteristik kimia tanahnya adalah sebagai berikut pH H
2
O 8,3; KTK 8,66 me 100 g; N-total 0,05 ; C-organik 0,28 ; P-tersedia 85 ppm; K-tersedia 3
ppm; kation Ca 90,06 me 100 g; kation Mg 0,25 me 100 g; dan kation Na 0,09 me 100 g. Curah hujan rata-rata tahunan 3.186 mm.
Kata kunci : Karakteristik, lahan bekas tambang batu kapur
Ulfa, Maliyana PROSPEK APLI KASI MI KORI ZA UNTUK PEMBANGUNAN HUTAN
TANAMAN DI LAHAN RAWA GAMBUT Maliyana Ulfa dan Efendi Agus Waluyo. - - Prosiding Seminar Hasil- Hasil Penelitian Tahun 2005 :
Optimalisasi Peran I ptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan ; Halaman 151- 155 , 2006
Sebagian besar lahan rawa gambut di I ndonesia telah mengalami kerusakan, sehingga perlu adanya usaha rehabilitasi yang sesuai. Pembangunan hutan
tanaman menjadi bentuk rehabilitasi yang wajib dilakukan. Salah satu penunjang keberhasilan hutan tanaman adalah penyediaan bibit berkualitas.
Bibit yang berkualitas dapat diperoleh secara manipulasi genetik maupun lingkungan.Aplikasi mikoriza merupakan salah satu alternatif teknologi untuk
mendapatkan bibit yang berkualitas. Kata kunci: Mikoriza, Hutan tanaman, Rawa gambut
Wardani, Marfuah I DENTI FI KASI JENI S MERANTI SUMATERA MELALUI SI FAT
MORFOLOGI DAUN
I dentification of Meranti Sumatera by Using its Leaves Morphology Marfuah Wardani. -- Jurnal Penelitian Hutan
Dan Konservasi Alam : Vol.I I I , No.3 ; Halaman 281 - 296 , 2006
Pengetahuan pengenalan jenis meranti seperti Shorea acuminata Dyer, S.
assamica Dyer, S. atrinervosa Sym. berdasarkan sifat vegetatif masih terbatas pada pengalaman lapangan. Oleh karena itu diperlukan sarana pengenalan
jenis yang mudah dipelajari dan dipraktekkan melalui sifat morfologi daun dan alat vegetatif lainnya. Daun adalah bagian utama dari pohon meranti yang
selalu tersedia, sehingga dengan melalui pengetahuan sifat morfologi daun diharapkan dapat membantu mengenal jenis meranti dengan mudah, cepat,
dan tepat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan spesimen herbarium jenis meranti yang tersimpan di herbarium Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan dan Konservasi Alam Bogor. Tujuan penelitian untuk menguji keefisienan teknik identifikasi berdasarkan sifat morfologi daun dari 51 jenis meranti
Shorea spp. berasal dari Sumatera, sehingga dalam mengidentifikasi tidak memerlukan pengamatan sifat morfologi bunga dan buah.
Kata kunci : Meranti, daun, karakter morfologi, nama jenis
Wardi, I Nyoman POTENSI KELEMBAGAAN DAN NI LAI SOSI AL BUDAYA LOKAL UNTUK
MENDUKUNG PARTI SI PASI MASYARAKAT DALAM MELAKSANAKAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI DAERAH BALI I Nyoman Wardi. --
Prosiding Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan : Melalui I PTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan Upaya
Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 1- 18 , 2006
Daerah Bali dengan budidaya yang bercorak Hindu dikenal memiliki diversifikasi budaya yang tinggi dengan segala keunikannya. Salah satunya berupa kearifan
lokal ekologi lingkungan yang merupakan bagian dari kearifan budaya. Kearifan ekologi tercermin dalam berbagai bentuk sistem kepercayaan religi,
cerita mitos, nilai teknologi aturan dan norma hukum adat awig-awig. Berbagai bentuk nilai budaya yang diwarisi dan kemudian menjadi landasan
etika lingkungan masyarakat Bali untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adalah: kalpataru, tumpek uduh, wanakerti, analog hutan dengan brahman, nilai filosofi
figur banaspati dan bhoma, kearifan dalam bentuk hukum adat awig-awig, dan nilai budaya tri mandala. Lembaga adat yang terkait dengan pengelolaan
hutan di Bali adalah: lembaga adat subak, desa adat pakraman,lembaga formal, lembaga swasta. Sedangkan kendala pengelolaan sumberdaya hutan di
Bali adalah: kemiskinan, konflik kepentingan, pencurian kayu, kebakaran hutan, lemahnya koordinasi lintas sektoral. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat
yang sinergi dengan kearifan lokal adalah social forestry.
68
Kata kunci: Kelembagaan, Nilai sosial budaya lokal, Partisipasi masyarakat, Kearifan lokal, Ekologi
Wiati, Catur Budi I DENTI FI KASI KEBERADAAN HUKUM ADAT DAN PERANANNYA DALAM
PENCEGAHAN I LLEGAL LOGGI NG DI HUTAN LI NDUNG GUNUNG LUMUT Catur Budi Wiati. - - Prosiding Seminar Bersama Hasil- Hasil
Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman I ndonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satw a Primata :
Samarinda 12 April 2006 ; Halaman 173- 190 , 2006
Ketergantungan masyarakat tradisional terhadap keberadaan hutan untuk mendukung kehidupan menyebabkan mereka harus menjaga dan mengatur
pemanfaatannya agar tetap lestari. Untuk itu biasanya masyarakat tradisional yang masih menerapkan hukum adat memasukkan aturan-aturan pemanfaatan
hutan dalam hukum-hukum adat. Meski pengakuan keberadaan hukum adat masih menemui sejumlah kendala dalam implementasinya di lapangan, tetapi
keberadaan hukum adat berpeluang untuk menjadi salah satu instrument dalam rangka pemberantasan illegal logging. Terkait dengan permasalahan tersebut
kegiatan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan hukum adat dan peranannya dalam pencegahan illegal logging dirasakan sangat perlu
untuk dilakukan. Berdasarkan kedekatan dengan hutan lindung, keberadaan hukum adat dan adanya kegiatan illegal logging, dua desa yang dipilih sebagai
lokasi penelitian adalah Kampung Mului, Kecamatan Muara Komam dan Desa Perkuwin, Kecamatan Long Kali, di Kabupaten Pasir, Propinsi Kalimantan Timur.
Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan cara pengaturan masalah pengusahaan dan pemanfaatan tanah dan hutan serta penghormatan mereka
terhadap roh-roh penunggu melalui upacara-upacara adat yang masih dijalankan membuktikan bahwa hukum-hukum adat masih ada dan diterapkan
oleh Masyarakat Mului. Dengan cara yang sama, hasil penelitian menunjukan bahwa hukum adat hampir tidak ada dan tidak dijalankan lagi pada Masyarakat
Perkuwin. Selain itu berdasarkan tidak adanya sama sekali kegiatan penebangan liar illeagl logging di wilayah adat Masyarakat Mului dan cara
mereka dalam menghadapi aksi tersebut mengindikasikan bahwa hukum adat terbukti dapat menjadi salah satu instrument untuk mencegah illegal logging.
Sebaliknya maraknya penebangan liar yang terjadi di Desa Perkuwin semakin memperkuat bukti bahwa hukum adat dapat berperan dalam pencegahan illegal
logging. Kata kunci: Hukum adat, I llegal logging, Hutan lindung, Gunung Lumut
Wiati, Catur Budi KONDI SI HUTAN RAKYAT DI SEKI TAR KHDTK SAMBOJA DAN SEBULU
TAHUN 2005 DALAM KONSTEKS SOSI AL FORESTRY Catur Budi Wiati, Karmilasanti dan Supartini. - - Prosiding Seminar Bersama Hasil- Hasil
Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman I ndonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satw a Primata :
Samarinda 12 April 2006 ; Halaman 287- 302 , 2006
Pengembangan model hutan rakyat merupakan salah satu dari kebijakan pengembangan social forestry yang ditetapkan Direktorat Rehabilitasi Lahan
dan Perhutanan Sosial Dirjen RLPS. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan
pemanfaatan hutan. Model social forestry bersifat spesifik lokal yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, sehingga kebutuhan masyarakat dan
kondisi pedo-klimat wilayah merupakan dua aspek yang penting. Penelitian dilakukan di Desa Semoi Dua, Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser
Utara dan Desa Sumber sari, Kecamatan Sebulu Kabupaten Kutai Kertanegara dengan tujuan untuk mengetahui kondisi hutan rakyat di sekitar KHDTK
Samboja dan Sebulu tahun 2005 dalam konteks social forestry. Berkaitan dengan hal tersebut, saat ini Balai Litbang Kehutanan telah membangun plot
model hutan rakyat masing-masing seluas 3 hektar dan 3,6 hektar di Desa Semoi Dua, Kabupaten Penajam Paser Utara dan Desa Sumber Sari, Kabupaten
Kutai Kertanegara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun baru dilaksanakan dalam 2 dua tahun terakhir yaitu tahun 2004 sampai 2005,
kondisi hutan rakyat di sekitar KHDTK Samboja dan Sebulu ditinjau dari status kawasan merupakan lahan yang tidak memiliki bukti kepemilikan tanah. Untuk
kegiatan plot hutan rakyat bekerjasama dengan Kelompok Tani sebagai mitra dari Balai Litbang Kehutanan Kalimantan. Di Desa Semoi Dua plot
pembangunan hutan rakyat dilakukan secara monokultur, sedangkan di Desa Sumber Sari dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman palawija.
Pemasaran hasil kegiatan pembangunan plot hutan rakyat di Desa Semoi Dua belum memberikan hasil dibanding dengan Desa Sumber Sari.
Kata kunci: Hutan rakyat, KHDTK Samboja, Sosial forestry
69
Wibow o, Ari PADANG ALANG- ALANG DI I NDONESI A : KERAWANANNYA TERHADAP
KEBAKARAN DAN UPAYA PENGENDALI ANNYA
I mperata Grassland in I ndonesia : I ts Susceptibility to Fire and its Control Efforts Ari
Wibow o. - - I nfo Hutan : Vol.I I I , No.2 ; Halaman 49 - 59 , 2006
Luas padang alang-alang I mperata cylindrica L. Raeuschel di I ndonesia
mencapai 8,5 juta ha, dan sampai saat ini masih dianggap sebagai jenis gulma yang mengganggu. Areal yang didominasi oleh jenis ini dianggap sebagai lahan
kritis yang tidak produktif, sehingga perlu direhabilitasi agar menjadi kawasan hutan yang lebih produktif. Secara teknis, upaya rehabilitasi areal alang-alang
telah dapat dikuasai, akan tetapi kegagalan reboisasi umumnya disebabkan oleh kebakaran yang sering terjadi pada kawasan yang didominasi oleh alang-
alang. Terjadi hubungan erat yang saling terkait antara masalah kebakaran dan timbulnya alang-alang. Dalam rangka pengendalian kebakaran pada padang
alang-alang, diperlukan pengetahuan mengenai daerah-daerah yang beresiko tinggi untuk terbakar daerah penyebab, kondisi iklim musim kering yang
terjadi, serta daerah prioritas untuk dilindungi. Kegiatan pengendalian lebih ditekankan kepada upaya pencegahan kebakaran, perlakuan untuk
meminimkan bahan bakar dan kegiatan pemadaman. Selain itu, kegiatan pengendalian kebakaran harus melibatkan masyarakat agar lebih efektif.
Kata kunci : Alang-alang,
I mperata cylindrica L. Raeuschel, pengendalian kebakaran
Wibow o, Ari PEMBANGUNAN HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN SI STEM
KONTRAK Ari Wibow o. - - Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 207- 214 , 2006
Dalam rangka mencegah makin memburuknya kondisi hutan dan masyarakat yang hidup di dalam dan di sekitar hutan, pemerintah telah mengeluarkan
kebijaksanaan pengelolaan hutan yang berorientasi pada kelestarian hutan dan peningkatan partisipasi dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan yang
dituangkan dalam SK Menteri Kehutanan Nomor 31 Kpts-I I 2001, tentang penyelengaraan hutan kemasyarakatan sebagai bentuk tindak lanjut dari
kebijaksanaan tersebut, pada tahun anggaran 1998 1999, 10 provinsi di I ndonesia yaitu Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Jambi, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku menerima bantuan dari Pemerintah Jepang melalui JBI C OECF
untuk melaksanakan pilot proyek pembangunan hutan kemasyarakatan. Pelaksanaan proyek ini dilakukan dengan sistem kontrak, yaitu pelaksana
pekerjaan diserahkan kepada pihak swasta konsultan dan kontraktor, perguruan tinggi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Pelaksanaan
proyek pengembangan Hutan Kemasyarakatan dengan sistem kontrak telah memberikan pengalaman baru dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar hutan dan meningkatkan fungsi hutan. Meskipun kegiatan ini mengalami banyak hambatan dalam pelaksanaannya, akan tetapi telah
memberikan manfaat bagi masyarakat dan kelestarian hutan. Kata kunci: Hutan kemasyarakatan, sistem kontrak
Widiarti, Asmanah PEMBAGI AN PERAN JENDER DAN DAMPAK KEGI ATAN REHABI LI TASI
HUTAN DI SUKABUMI
Gender Roles Distribution and I mpact of Forest Rehabilitation in Sukabumi Asmanah Widiarti; Chiharu Hiyama;
I ndartik. - - I nfo Hutan : Vol.I I I , No.1 ; Halaman 1 - 30 , 2006
Dari hasil penelitian aspek jender dan tipologi masyarakat pada kegiatan rehabilitasi hutan menunjukkan bahwa, baik laki-laki maupun perempuan
terlibat dalam hampir semua kegiatan, tidak terkecuali pekerjaan itu sifatnya berat atau ringan. Contohnya dalam kegiatan yang paling berat seperti
pembersihan lahan ternyata dikerjakan oleh laki-laki dengan dibantu perempuan. Perempuan memiliki peran khusus dalam kegiatan rehabilitasi.
Curahan waktu kerja perempuan dalam kegiatan rehabilitasi adalah sekitar 40 . Persepsi laki-laki dan perempuan terhadap pembagian kerja pada kegiatan
rehabilitasi dinilai sudah cukup fair. Dalam pengambilan keputusan, laki-laki memang mempunyai peran lebih besar dibandingkan perempuan, namun
keputusan tersebut umumnya diambil setelah melalui proses diskusi antara suami dan istri. I ni menunjukkan perempuan juga mempunyai kekuatan dan
pengaruh dalam proses pengambilan keputusan di dalam keluarga. Namun demikian perempuan memiliki kesempatan yang terbatas di masyarakat, karena
itu perempuan kurang memperoleh kesempatan untuk menghadiri pertemuan- pertemuan, penyuluhan dan pelatihan. Dalam hal dampak kegiatan rehabilitasi
hutan, terdapat perbedaan yang lebih nyata di antara berbagai golongan masyarakat daripada antara laki-laki dan perempuan. Kelompok petani yang
70
tidak memiliki lahan dan tidak ikut program PHBM adalah kaum marjinal yang tidak mendapatkan manfaat dari kegiatan rehabilitasi hutan dan cenderung
mendapat dampak negatifnya. Keterbatasan utama kaum marjinal ikut berpartisipasi adalah keterbatasan sumber modal dan akses informasi. Untuk
menghindari dampak negatif pada kelompok marjinal, diperlukan mekanisme yang memungkinkan kelompok ini dapat berpartisipasi dalam kegiatan
rehabilitasi. I nformasi PHBM harus didistribusikan secara merata kepada seluruh anggota masyarakat terlebih dahulu sebelum dimulainya program. Kegiatan
penyuluhan dan pelatihan di bidang kehutanan tidak hanya untuk laki-laki tetapi juga perempuan.
Kata kunci : Kegiatan rehabilitasi hutan, jender, kaum marjinal, dampak
rehabilitasi
Widiarti, Asmanah APAKAH KEGI ATAN REHABI LI TASI HUTAN BERSAMA MASYARAKAT
MEMBERI KAN MANFAAT KEPADA KAUM MI SKI N? : STUDI KASUS DI BKPH PELABUHAN RATU KPH SUKABUMI
Do Forest Rehabilitation Activities Benefit to the Rural Poor? Asmanah Widiarti; Chiharu
Hiyama; Handoyo. - - I nfo Hutan : Vol.I I I , No.1 ; Halaman 31 - 48 , 2006
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pengelolaan hutan bersama masyarakat PHBM bermanfaat bagi kaum miskin. Lokasi penelitian di
BKPH Pelabuhan Ratu KPH Sukabumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PHBM memiliki kontribusi kecil pada penghasilan keluarga pesertanya. Peserta
menganggap PHBM bermanfaat dari segi sosial dan lingkungan. Kegiatan PHBM memerlukan biaya cukup besar. Biaya tahun pertama merupakan faktor
pembatas kelompok masyarakat sangat miskin untuk berpartisipasi. Bagi kelompok rata-rata miskin biaya tersebut ditunjang oleh berbagai sumber
penghasilan. Distribusi informasi PHBM kurang merata menyebabkan kesempatan masyarakat menjadi peserta tidak sama sehingga terjadi ketidak-
adilan distribusi lahan garapan. Ganti rugi hak lahan garapan dilakukan oleh sekitar 20 anggota kelompok tani hutan yang umumnya sangat miskin
kepada penduduk desa yang lebih mampu. Hal ini menyebabkan lahan terlantar, bahkan ada yang belum ditanami dengan pohon kayu-kayuan dan
terjadi kesenjangan ekonomi di antara peserta PHBM. Agar PHBM bisa berkontribusi pada ekonomi rumah tangga peserta secara berkelanjutan, pola
tanam perlu dikombinasikan dengan tanaman bernilai komersial dan berproduksi secara rutin. Proporsi bagi hasil kayu seharusnya
mempertimbangkan beban peserta dalam upaya rehabilitasi. Kata kunci: Rehabilitasi hutan, kaum miskin, manfaat, informasi, ganti rugi
lahan garapan
Windyarini, Eritrina KAJI AN PENGELOLAAN TAMAN NASI ONAL BALI BARAT Eritrina
Windyarini. - - Prosiding Diskusi Hasil Penelitian Kehutanan : Melalui I PTEK Kehutanan dan Pemberdayaan Potensi Lokal, Kita Tingkatkan
Upaya Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat ; Halaman 101-110 , 2006
Berdasarkan Undang-Undang No. 51 1990 Taman nasional diartikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan
sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Pengelolaan Taman
Nasional Bali Barat TNBB sangat membutuhkan dukungan dan peran serta berbagai pihak guna mengoptimalkan kawasan sesuai dengan fungsinya, yaitu
perlindungan, pengawetan, dan memanfaatan secara lestari. Hal ini mengharuskan TNBB memperhatikan faktor lain di luar batas kawasannya.
Kegiatan yang berlangsung pada bulan Juli-September 2004 ini dimaksudkan untuk mengkaji pengelolaan kawasan TNBB.Metode yang digunakan adalah
studi pustaka, wawancara, dan observasi. TNBB memiliki enam kegiatan pokok pengelolaan, yaitu pengamanan potensi kawasan, koordinasi dan integrasi,
serta pembangunan sarana dan prasarana yang dalam pelaksanaannya menemui beberapa hambatan dan kekuatan. Secara keseluruhan kegiatan
pengelolaan ini sangatlah kompleks karena melibatkan banyak pihak dengan berbagai peran dan kepentingan yang berbeda. Untuk itu pengembangan TNBB
ke depannya diharapkan mampu meningkatkan apresiasi masyarakat serta efisiensi pengelolaan menjamin keberlanjutan sumberdaya alam melalui
pengelolaan bersama. Pengelolaan bersama ini mengacu pada suatu bentuk kerjasama, di mana pihak yang berkepentingan setuju untuk saling berbagi
peran dalam manajemen, hak, dan tanggungjawab atas suatu kawasan. Dengan pengelolaan bersama ini diharapkan kawasan dapat menjadi lebih
efisien dan efektif dan berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
71
Kata kunci: Pengelolaan, Bali Barat, Kajian pengelolaan
Windyarini, Eritrina I DENTI FI KASI DAN PENGENDALI AN AWAL HAMA PENYAKI T PADA
AMPUPU
Eucalyptus urophylla di NTT. -- Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna : Melalui Riset dan I ptek, Hutan Lestari
Masyarakat Sejahtera, 2006 ; Halaman 177- 182 , 2006
Laporan Dinas Kehutanan Kabupaten Belu tanggal 17 Februari 2005 menyebutkan terjadinya kerusakan pada Kawasan Hutan Lakaan Mandeu RTK
187 yang merupakan tegakan alam Eucalyptus urophylla ampupu dan Eucalyptus alba. Tanaman Ampupu yang sudah mati seluas lebih kurang 16 ha
dan lebih kurang 15 ha sisanya sedang diserang menunjukan gejala kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan penyebab kerusakan
yang terjadi pada tegakan alam Ampupu di Kabupaten Belu serta usaha pengendalian awalnya. Penelitian meliputi identifikasi jenis dan penyebab
kerusakan, pengukuran intensitas serangan, serta uji pengendalian awal pada Ampupu. Hasil pengamatan dan identifikasi menunjukan kerusakan yang
penyebab bersifat kompleks. Namun yang paling dominan adalah penyakit bercak daun yang disebabkan oleh jamur Curvularia sp dan serangan-serangan
pemakan daun dari Famili Coccinelidae, sub famili Epilachninae. I ntensitas serangan pada plot pengamatan mencapai 83,3 persen. Tindakan uji
pengendalian awal injeksi pestisida fungisida bahan aktif mankozeb dan insektisida bahan aktif monokrotofos dengan dosis 5-10 ml pohon belum
memberikan pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol. Meski demikian, secara keseluruhan individu dalam plot mengalami peningkatan
kesehatan. I nformasi mengenai jenis hama dan penyakit di atas diharapkan mampu menjadi dasar bagi tindak lanjut upaya pengendalian yang lebih
spesifik, serta menjadi bahan masukan bagi pengelolaan ke depannya. Kata kunci: Hama penyakit, Pengendalian, Ampupu, Eucalyptus urophylla, NTT
Yafid, Bugris PENANAMAN JENI S POHON HUTAN DI SUMATERA DAN KAI TANNYA
DENGAN PELESTARI AN PLASMA NUTFAH
Forest Tree Plantations in Sumatera and Their Relation to the Conservation of Plant Genetic
Resources Bugris Yafid. -- I nfo Hutan : Vol.I I I , No.2 ; Halaman 61 - 66 , 2006
Konservasi sumber plasma nutfah sangat diperlukan untuk mengatasi cepatnya perubahan ekosistem yang disebabkan oleh pengrusakan hutan. Hal ini dapat
dicapai melalui konservasi in-situ maupun melalui penanaman ex-situ.
Penanaman dalam skala luas hendaknya dilaksanakan sehubungan dengan bahaya eksploitasi berlebihan jenis-jenis di dalam habitat aslinya. Jenis-jenis
pohon hutan yang dapat ditanam dan direkomendasikan untuk penghutanan kembali atau untuk penanaman antara lain adalah
Fagraea fragrans Roxb tembesu,
Styrax benzoin Dryand kemenyan, Cratoxylon geronggang dan Toona spp. surian. Jenis-jenis dipterocarpa yang berhasil ditanam sejak dulu
dalam skala kecil adalah Shorea javanica K. et V. dan Hopea dryobalanoides
Miq. yang ditanam untuk keperluan resin damarnya dan Shorea platyclados V.Sl
banio jenis dipterokarpa yang berhasil ditanam di daerah tinggi di Simalungun, Sumatera Utara. Penanaman jenis pohon hutan di Sumatera yang
telah sejak lama dilaksanakan dan berhasil dengan baik antara lain adalan rasamala
Altingia excelsa Noronha dan antuang Manglietia glauca Blume di Merek dan Tongkoh Kabanjahe, tanaman meranti di Purbatongah
Purba Simalungun, dan tanaman surian di Sikabu-kabu Payakumbuh. Kata kunci: Konservasi
in-situ, konservasi ex-situ, jenis pohon hutan, hutan tanaman
Yafid, Bugris BEBERAPA JENI S POHON TAHAN API DAN PENANGKAL ALANG- ALANG
Some resistant Tree Species Suppressing the “Alang-alang” Bugris Yafid. - - I nfo Hutan : Vol.I I I , No.3 ; Halaman 181- 185, 2006
Jenis pohon tahan api dan dapat tumbuh di padang alang-alang antara lain adalah tembesu
Fagraea fragrans Roxb
.
kemenyan Styrax benzoin Dryand,
blangiran Shorea balangeran Burck, Toona spp., dan geronggang Cratoxylum
spp.. Rehabilitasi lahan alang-alang dataran tinggi seperti di daerah Tapanuli Tanah Karo disarankan menggunakan jenis
Styrax benzoin Dryand, dan di
72
dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl dapat digunakan tembesu Fagraea fragrans Roxb
.
. Jenis-jenis lain yang dapat tumbuh dan menekan alang-alang, antara lain adalah puspa
Schima wallichii Korth., mahoni Swietenia macrophylla King, dan sengon jeunjing Paraserianthes falcataria
Bakh. Fagraea fragrans Roxb
.
tembesu merupakan tanaman asli Sumatera Selatan, seringkali ditanam sepanjang pinggir jalan dan sebagai pohon
peneduh, juga ditanam dalam rangka penghutanan kembali karena kayunya termasuk jenis bernilai ekonomi tinggi, kayunya termasuk kelas awet I dan
kelas kuat I I -I dengan Berat Jenis 0,81. Jenis ini termasuk pionir tahan api dan tumbuh di tempat terbuka.
Fagraea fragrans Roxb
.
tembesu dahulu ditanam di sepanjang jalan di daerah Sumatera Selatan. Hasil yang baik adalah berupa
tanaman campuran antara Fagraea fagrans Roxb
.
dan Schima wallichii Korth.
puspa dengan Cassia multijuga L.C. Rich. sebagai cover crop. Tembesu
Fagraea fagrans Roxb
.
tumbuh jauh lebih baik apabila cabang-cabang sampingnya dibebaskan.
Styrax benzoin Dryand baik ditumbuhkan di tempat tinggi dengan tanah berpasir. Secara tradisional benzoin ditanam bersama-
sama dengan padi. Kata kunci: Pohon tahan api, alang-alang, tanaman
Yeny, I rma JENI S- JENI S TUMBUHAN BERKAYU BERMANFAAT BAGI SUKU HATAM
DI HUTAN DI KLAT TUWANWOUWI , MANOKWARI
Wood Plants Which is Exploited By Hatam Tribe at Diklat Traning and Education
Tuw anw ouw i Forest, Manokw ari I rma Yeny ... [ et al] . -- I nfo Hutan : Vol.I I I , No.2 ; Halaman 95 - 116 , 2006
Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis-jenis tumbuhan berkayu yang dimanfaatkan oleh Suku Hatam, macam penggunaannya, bagian yang
digunakan serta cara penggunaannya . Pengumpulan data jenis tumbuhan
berkayu yang dimanfaatkan masyarakat Suku Hatam dan berada pada kawasan hutan diklat Tuwanwouwi 6.000 ha dilakukan dengan mewawancara tokoh
adat dan melakukan survey keberadaan jenis dengan melakukan peninjauan lapangan. Dari hasil wawancara dan survey keberadaan jenis diketahui pada
kawasan hutan diklat Tuwanwouwi didata 41 jenis tumbuhan berkayu yang dimanfaatkan oleh Suku Hatam sebagai bahan pangan 6 jenis, perkakas 9
jenis, alat berburu 5 jenis, sarana seni budaya 8 jenis, konstruksi 25 jenis dan obat-obatan 4 jenis. Jumlah jenis tertinggi terlihat pada bentuk
pemanfaatan bahan bangunan 25 jenis atau 60,97 yang masih diperoleh dari kawasan hutan. Selain untuk kebutuhan bangunan pemanfaatan jenis
tumbuhan berkayu pada hutan diklat Tuwanwouwi sudah relatif berkurang. Hal ini disebabkan kebutuhan tersebut dapat diperoleh dari kebun maupun pasar
terdekat.
Kata kunci : I dentifikasi, tumbuhan berkayu, pemanfaatan, Tuwanwouwi
Yuliansyah MENGENAL JARAK PAGAR
Jatropha curcas L PENGHASI L BAHAN BAKAR ALTERNATI F YANG TERBARUKAN. - - Prosiding Seminar
Bersama Hasil- Hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman I ndonesia Bagian Timur dan Loka
Litbang Satw a Primata : Samarinda 12 April 2006 ; Halaman 191- 195 , 2006
Jarak pagar Jatropha curcas L. adalah tanaman perdu yang telah lama dikenal
masyarakat sebagai tanaman pagar dan tanaman obat. Minyak yang dihasilkan dari biji tanaman tersebut telah pula digunakan masyarakat sebagai minyak
lampu, minyak bakar kompor dan bahan pewarna pada bahan katun dan benang. Bahan Bakar Minyak BBM yang menjadi sumber energi utama dunia
saat ini cadangannya terus berkurang dan diperkirakan tidak lama lagi akan habis. Di lain pihak harga BBM naik berlipat ganda. Keadaan ini menyadarkan
pemerintah dan berbagai pihak untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih murah dan terbarukan. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatan minyak
nabati yang berasal dari biji jarak pagar.Pusat Penelitian dan Pengembangan hasil Hutan, Bogor telah berhasil mengolah biji jarak menjadi minyak jarak
mentah Crude Jatropha Oil yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kompor, kemudian minyak kurkas untuk mesin diesel berputaran rendah dan
Biodisel.Tanaman jarak pagar memungkinkan dikembangkan di Kalimantan Timur, khususnya pada daerah-daerah dengan curah hujan 2000, namun
untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan kerusakan lingkungan, pada tahap awal perlu dilakukan penanaman uji coba pada lahan yang sesuai dengan
tanaman tersebut. Kata kunci: Jarak pagar,
Jatropha curcas L, Bahan bakar, Biodisel
73
Abdurrohim, Sasa SI FAT KEAWETAN KAYU DAN PENYEMPURNAANNYA Sasa
Abdurrohim, Ginuk Sumarni dan Jasni. - - Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2005: Halaman 29- 41 , 2006
Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap organisme perusak kayu OPK, berupa serangga, jamur, dan binatang laut penggerek
kayu. Setiap jenis kayu mempunyai keawetan yang berbeda terhadap OPK dan bergantung pada kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam
pohon, kecepatan tumbuh dan di mana kayu tersebut digunakan. Keawetan kayu I ndonesia dibagi menjadi 5 kelas yatu kelas awet I ,I I ,I I I ,I V dan V. Kayu
kelas awet I dan I I , yang hanya 14,3 tidak perlu disempurnakan melalui pengawetan, sedangkan 85,7 kayu tidak awet ditambah kayu gubal kelas
awet I dan I I sebelum digunakan harus diawetkan terlebih dahulu. Berdasarkan umur pakai kayu perumahan dan gedung 5 tahun dan 15 tahun masing-masing
pada kayu tidak awet yang tidak diawetkan dan diawetkan terlebih dahulu dapat dihitung kayu dan uang yang dapat dihemat serta kesempatan kerja yang
dapat tersedia. Kayu yang dapat dihemat sebesar 7,35 juta m3 tahun atau setara 147.000 ha hutan alam yang dapat menekan illegal logging sebesar
20,5 . Uang yang dapat dihemat pada 15 tahun pertama sebesar Rp. 3,9 trilyun tahun. Lapangan kerja yang tersedia sekitar 24.900 orang.
Kata kunci: Keawetan, penyempurnaan melalui pengawetan, penghematan.
Abdurrohim, Sasa BAGAN PENGAWETAN TI GA JENI S KAYU DENGAN BAHAN PENGAWET
CCB SECARA RENDAMAN PANAS DI NGI N DI SEL PENUH Sasa Abdurrohim. - - Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2005:
Halaman 55- 62 , 2006
Bagan pengawetan setiap jenis bagi kelengkapan spesifikasi pengawetan kayu perumahan dan gedung masih belum lengkap. Penelitian bagan pengawetan
secara rendaman panas dingin dan sel penuh perlu dilakukan. Tiga jenis kayu ukuran kaso 4x6 cm sepanjang 30 cm sebanyak 180 contoh uji diawetkan
secara rendaman panas dingin dan sel penuh. Rendaman panas dengan suhu 65 derajat C selama 1,2 dan 3 jam diikuti rendaman dingin 1 hari. Vakum awal
dan akhir 65-70 cm Hg masing-masing 30 dan 15 menit, serta tekanan 10 atm selama 1,2 dan 3 jam. Konsentrasi bahan pengawet tembaga-khrom-boron
CCB pada kedua proses 5 dan 10 persen . Hasil penelitian menunjukan bahwa dua jenis kayu dan ketiga jenis dapat diawetkan masing-masing secara
rendaman panas dingin dan sel penuh dengan bagan yang digunakan dalam penelitian ini. Bagan pengawetan ketiga jenis kayu telah disusun.
Kata kunci: Pengawetan, CCB, Rendaman panas dingin, Sel penuh
Andianto RANCANG BANGUN ALAT UNTUK PREPARASI CUPLI KAN KAYU KERAS
DALAM STUDI ANATOMI Andianto ...[ et.al.] . - - I nfo Hasil Hutan : Vol.12 No.1 ; Halaman 15- 23 , 2006
Pemahaman mikroteknik botani merupakan suatu dasar untuk penyediaan preparat guna pengamatan struktur mikro organ tumbuhan, termasuk kayu.
Kesulitan sering dijumpai apabila cuplikan kayu yang akan disayat sangat lunak atau sebaliknya sangat keras. Tanpa perlakuan khusus, hasil sayatan mikrotom
biasanya sobek atau bahkan hancur. Tulisan ini mengetengahkan teknik pembuatan preparat sayat untuk cuplikan kayu yang keras. Bahan cuplikan
dilunakkan dalam panci bertekanan selama beberapa jam dengan media campuran gliserin dan air 1:1. Setelah itu bahan dijepit dengan pemegang
cuplikan pada mikrotom kemudian dilakukan pelunakkan kembali dengan uap panas selama kurang lebih 15 menit sebelum disayat. Uap panas ini dihasilkan
dari belanga presto yang dimodifikasi, disalurkan melalui pipa ke permukaan cuplikan. Teknik ini dapat menghasilkan sayatan bidang lintang dengan baik
pada cuplikan kayu dengan berat jenis 0,93 atau bahkan mungkin lebih. Kata kunci: Mikroteknik botani, Anatomi kayu
74
Basri, Efrida SI FAT KEMBANG SUSUT DAN KADAR AI R KESEI MBANGAN BAMBU
TALI
Gigantochloa apus Kurtz PADA BERBAGAI UMUR DAN TI NGKAT KEKERI NGAN
Shringkage-Sw elling Properties and Equilibrium Moisture content of Bambu tali Gigantochloa apus Kurtz at Various
age and Drying Level Efrida Basri; Saefudin. -- Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Vol.24 No.3 ; Halaman 241- 250 , 2006
Proses kembang susut berlangsung selama kadar air bambu belum mencapai kadar air keseimbangan KAK dengan lingkungannya. Oleh karena itu
pengetahuan tentang sifat kembang susut dan KAK penting diketahui untuk menjaga mutu produk. Penelitian dilakukan pada bambu tali
{ Gigantochloa apus Kurts umut 3, 4 dan 5 tahun yang diambil dari bagian pangkal, tengah
dan ujung batang. Pengeringan menggunakan metode oven pada suhu 60
o
C. Perlakuan kadar air untuk pengujian sifat kembang susut dan KAK adalah 0 ,
6 dan 12 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa bambu tali umur 4 tahun
secara fisik sudah masak tebang dan dimensinya relatif stabil. Pengeringan bambu tali sampai ke kadar air 6 menghasilkan KAK pada level sekitar 9 .
Kata kunci: Kembang-susut, KAK, umur, tingkat kekeringan, bambu
Basri, Efrida UJI COBA MESI N PENGERI NG KAYU KOMBI NASI TENAGA SURYA DAN
PANAS DARI TUNGKU TI PE I
Trial on Wood-drying Machine Pow ered by the Combined Solar Energy and Type-1 Heating-Stove Efrida
Basri Achmad Supriadi. - - Jurnal Penelitian Hasil Hutan : Vol.24, No.5 ; Halaman 437 - 448, 2006
Telah dilakukan uji coba teknis dan finansial terhadap mesin pengeringan kayu kombinasi tenaga surya dan panas dari tungku tipe SC+ TI untuk kapasitas
±
19 m
3
di salah satu industri pengrajin kayu di Ngaringan, Grobogan, Jawa Tengah. Uji coba dilakukan terhadap kayu jati
Tectona grandis L.f.. Kebutuhan panas pengeringan di siang hari diperoleh dari tenaga surya dan di
malam hari atau tergantung kebutuhan diperoleh dari tungku pembakaran dengan bahan bakar biomas limbah kayu dari penggergajian sendiri. Tujuan
uji coba adalah untuk mengetahui kelayakan teknis dan finansial dari pemanfaatan mesin pengering tersebut. Hasil uji coba menunjukan suhu rata-
rata harian dari panas surya yang diterima ruang pengering berkisar antara 40° C - 50° C, sementara suhu untuk pengeringan kayu jati berkisar antara
45° C - 70° C. Untuk mengeringkan sortimen kayu dengan kadar air 50 sampai mencapai kadar air 10 memerlukan waktu rata-rata 13 hari dan
menghasilkan rendemen kayu kering sekitar 80 . Konsumsi limbah kayu untuk bahan bakar tungku pada setiap periode pengeringan 8 m
3
. Kata kunci: Mesin pengering, tenaga surya, tungku tipe I , limbah kayu, jati,
kelayakan teknis dan finansial
D. Martono POLA SERANGAN DAN CARA PENCEGAHAN JAMUR BI RU D.