latihan pernafasan Salah satu upaya menurunkan tingkat kecemasan pada klien asma adalah
dengan latihan relaksasi pernafasan. Teknik relaksasi ini telah diketahui efektif menurunkan kecemasan untuk perawatan dan pencegahan gangguan pernafasan,
hiperventilasi, nafas pendek Martha Davis, 1995 : 28. Karena menurunkan ketegangan dan perubahan kesadaran Stuart dan Sundeen : 347. Latihan
relaksasi yang terprogram setiap hari memberi efek pada respon psikologis terhadap stress dan juga akan tertolong jika kecemasan muncul kembali Barbara
C. Long, 1996 : 144. Dari uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian guna mengetahui
seberapa jauh mana efektifitas relaksasi pernafasan terhadap penurunan tingkat kecemasan pada klien asma sehingga hasil penelitian ini dapat memberi masukan
kepada sejawat perawat khususnya dalam memberi asuhan keperawatan pada klien asma yang rentan sekali terhadap stress.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1 Apakah relaksasi pernafasan dapat menurunkan tingkat kecemasan pada klien asma ?
2 Apakah relaksasi pernafasan dapat memperpendek masa serangan asma? 3 Apakah relaksasi pernafasan dapat memperkecil frekwensi kekambuhan
asma ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian meliputi : 1 Tujuan Umum
Mempelajari pengaruh relaksasi pernafasan terhadap penurunan tingkatkecemasan pada klien asma.
2 Tujuan Khusus 1 Mempelajari efektifitas relaksasi pernafasan terhadap lamanya masa
3
serangan. 2 Mempelajari efektifitas relaksasi pernafasan terhadap penurunan
frekwensi kekambuhan.
1.4 Manfaat
1 Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang efektifitas relaksasi pernafasan terhadap penurunan kecemasan pada klien asma.
2 Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya mengurangi kecemasan pada klien asma.
3 Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut.
4 Memberi masukan kepada sejawat perawat tentang pentingnya menangani cemas pada klien asma sehingga klien bisa mendapatkan perawatan yang
komprehensip.
1.5 Relevansi
Perawatan psikologis klien asma merupakan hal yang sangat penting, baik pada saat serangan ataupun tidak dalam serangan. Perawat dan klien harus
berusaha bersama-sama mempertahankan kondisi psikologis klien dalam keadaan stabil sehingga klien tidak jatuh dalam keadaan distress cemas, karena hal ini
akan memperburuk kondisi klien. Pada saat serangan asma terjadi dan masa-masa kritis setelah serangan klien akan berada dalam kondisi kecemasan yang berat.
Kondisi demikian harus segera mendapatkan perawatan yang baik untuk meminimalkan kecemasan. Salah satu upaya untuk menurunkan tingkat
kecemasan pada klien asthma adalah dengan relaksasi pernafasan. Manfaat relaksasi pernafasan diantaranya adalah menurunkan ketegangan, mencegah
gangguan pernafasan, klien akan merasa lebih nyaman sehingga akan mempercepat kesembuhan klien. Pentingnya pengelolaan cemas dengan relaksasi
pernafasan ini akan menggugah dunia keperawatan untuk lebih memperhatikan betapa pentingnya kondisi psikologis klien yang sangnat besar pengaruhnya
terhadap proses kesembuhan dan frekwensi kekambuhan. Dengan demikian dapat lebih meningkatkan pelayanan keperawatan secara komprehensif khususnya pada
4
klien asma.
5
BAB 2 TINJAUAN TEORI
.Pada bab ini akan disajikan tentang konsep dasar asma, cemas dan relaksasi pernafasan. Konsep dasar asma meliputi pengertian asma, tipe asma,
faktor -faktor pencetus serangan asma serta dampak-dampak yang ditimbulkan oleh asma.
Kedua tentang konsep dasar cemas meliputi pengertian cemas, tingkatan cemas, faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan dan mekanisme timbulnya
asma yang diakibatkan oleh kecemasan. konsep dasar relaksasi pernafasan meliputi pengertian relaksasi pernafasan,
alasan, Ketiga tentang manfaat, metode cara relaksasi pernafasan dan kerugian bila tidak melakukan relaksasi pernafasan pada klien asma.
2.1 Konsep Dasar Asma 2.1.1 Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan Soeparman, 1990 dikutip dari The American Thoracic
Society, 1962. Menurut Sylvia Anderson 1995 : 149 asma adalah keadaan klinis yang
ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang.
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan
wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan Cris Sinclair, 1990 : 94
Samsuridjal dan Bharata Widjaja 1994 menjelaskan asma adalah suatu penyakit peradangan inflamasi saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper
reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil.
6
Asma merupakan suatu keadaan gangguan kerusakan bronkus yang ditandai dengan spasme bronkus yang reversibel spasme dan kontriksi yang lama
pada jalan nafas Joyce M. Black, 1996 : 504. Menurut Crocket 1997 asthma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit
dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dengan gejala bronkospasme yang reversibel.
2.1.2 Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi 1 Asma Bronkiale Tipe Atopik Ekstrinsik
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit,
saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells APC. Setelah alergen diproses
dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I II-1 mengaktifkan sel
Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 II-2 oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma
dan membentuk IgE. IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada
dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya
memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang
yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah
dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih
dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut
akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
7
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul preformed di
dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A ECF-A, Neutrophil Chemotactic
Factor NCF, trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut konstriksi bila terpapar dengan bahan faktor dengan kadar
yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa- apa, misalnya alergen inhalan, kontaktan, polusi, asap rokok dapur,
bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus
disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas
bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik
adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel,
secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang
menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula
pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus
. Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus
8
serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi
wheezing dan batuk yang produktif. Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan
suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon ACTH dan
kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A IgA. Penurunan IgA menyebabkan
kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan
asma bronkiale. 2 Asma Bronkiale Tipe Non Atopik Intrinsik
Asma non alergenik asma intrinsik terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti
infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat
gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan
normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat
yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan
disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel
menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit
basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan
akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini
9
dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. baratawidjaja, 1990. 3 Asma Bronkiale Campuran Mixed
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
2.1.3 Faktor Pencetus Serangan Asthma Bronkiale Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asthma bronkiale atau sering
disebut sebagai faktor pencetus adalah : 1
Alergen Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan
serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah Dermatophagoides pteronissynus spora jamur, serpih kulit kucing, bulu
binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya. 2 Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale.
Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas Sundaru, 1991.
3Tekanan jiwa Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai pencetus asthma,
karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asthma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asthma
terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak Yunus, 1994.
4Olah raga kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila
melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma
karena kegiatan jasmani Exercise induced asthma EIA terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa
jam setelah olah raga.
10
5Obat-obatan Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya. 6Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal,
serta bau yang tajam. 7Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 – 15 pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja Sundaru, 1991.
2.1.4 Dampak yang Ditimbulkan Oleh Asthma Bronkiale Dampak yang ditimbulkan oleh asma Bronkhiale adalah :
1 Fisik
2 Sistem Pernafasan Sistem pernafasan berupa :
a. Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode inspirasi, pemanjangan ekspirasi
b. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan retraksi sternum, pengangkatan bahu waktu bernafas.
c. Pernafasan cuping hidung. d. Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.
e. Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif. f. Faal paru terdapat penurunan FEV1.
3 Sistem Kardiovaskuler
a.Takikardia b.
Tensi meningkat c.Pulsus paradoksus penurunan tekanan darah 10 mmHg pada waktu
inspirasi. d.
Sianosis e.Diaforesis
f. Dehidrasi
11
4Psikologis a. Peningkatan ansietas kecemasan : takut mati, takut menderita, panik,
gelisah. b. Ekspresi marah, sedih, tidak percaya dengan orang lain, tidak perhatian.
c. Ekspresi tidak punya harapan, helplessness. 5 Sosial
a. Ketakutan berinteraksi dengan orang lain.
b. Gangguan berkomunikasi
c. Inappropiate dress
d. Hostility toward others
6Hematologi a.
Eosinofil meningkat 250 mm
3
b. Penurunan limfosit dan komponen sel darah putih yang
lain. c. Penurunan Immunoglobulin A IgA
c 2.2 Konsep Dasar Cemas
2.2.1 Pengertian Cemas adalah keadaan di mana seseorang mengalami perasaan gelisah atau
cemas dan aktivitas saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman tak jelas, tak spesifik carpenito, 2000 : 132
Cemas didefinisikan sebagai suatu energi yang tidak dapat diukur, namun dapat dilihat secara tidak langsung melalui tindakan individu tersebut Stuart dan
Sundeen, 1995 : 328. Menurut Barbara C. Long 91996 cemas merupakan suatu respon
psikologis dan fisiologis, perasaan takut tidak tenang yang sumbernya tidak diketahui.
Cemas adalah ketidakjelasan perasaan sulit yang sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu Carpenito, 2000 dikutip dari
NANDA 1994.
12
Cemas merupakan dasar reaksi terhadap stress dan keadaan mental yang sulit, ketakutan, firasat perasaan tidak ada bantuan Kozier, et.al, 1997 : 833.
2.1.2 Tingkatan Cemas dan Karakteristiknya Menurut Stuart dan Sundeen cemas terdiri dari empat tingkatan yaitu :
1 Kecemasan ringan ditandai dengan Waspada, ketajaman pendengaran bertambah, kesadaran meningkat,
terangsang untuk melakukan tindakan, termotivasi secara positif, sedikit mengalami peningkatan tanda-tanda vital, mampu menghadapi situasi yang
bermasalah, dapat menvalidasi secara konsensual, ingin tahu, mengulang pertanyaan, kurang tidur.
2 Kecemasan sedang ditandai dengan Individu berfokus pada dirinya penyakitnya, menurunnya perhatian
terhadap lingkungan, persepsi menyempit, cukup kesulitan berkonsentrasi, membutuhkan usaha yang lebih, kesulitan beradaptasi dan menganalisa
perubahan suara nada, pernafasan dan denyut nadi meningkat, tremor, bergetar.
3 Kecemasan berat ditandai dengan : Perubahan pola pikir, ketidakselarasan pikiran, tindakan dan perasaan,
lapangan persepsi sangat menurun, fokus pada masalah detil, tidak memperhatikan instruksi, sangat kebingungan, tidak mampu berkonsentrasi,
tidak mampu mengerti terhadap situasi yang dihadapi saat ini, penurunan fungsi, kesulitan untuk mengertu dalam berkomunikasi, hiperventilasi,
takikardi, mual, pusing. 4 Panik ditandai dengan :
Persepsi terhadap lingkunngan mengalami distoris, ketidakmampuan memahami situasi, respon tidak dapat diduga dan aktivitas motorik yang tidak
menentu, tidak mampu belajar, penyimpangan persepsi, tidak mampu belajar, tidak mampu mengintegrasikan pengalaman, tidak dapat berfokus pada saat
ini, tidak mampu melihat dan mengerti situasi, kehilangan untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan, tidak dapat berfungsi, peningkatan
13
motorik dan respon terhadap stimulus minor, komunikasi tidak dapat dipahami, dispnea, gemetar, palpitasi, parestesia, tersedak, berkeringat.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Menurut Carpenito 2000 : 128 fktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan adalah : 1 Situasi personal, lingkungan
Berhubungan dengan nyata merasa terganggu pada integritas biologis sekunder terhadap serangan, prosedur invasif dan penyakit. Adanya perubahan
nyata merasakan adanya perubahan lingkungan sekunder terhadap perawatan di rumah sakit.
2 Maturasional Tingkat maturasi individu akan mempengaruhi tingkat kecemasan. Pada
bayi kecemasan lebih disebabkan karena perpisahan, lingkungan atau orang yang tidak di kenal dan perubahan hubungan dalam kelompok sebaya.
Kecemasan pada remaja mayoritas disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada dewasa berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada
lansia kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi. 3 Tingkat pendidikan
Individu yang berpendidikan tinggi akan mempunyai koping yang lebih baik dari pada yang berpendidikan rendah sehingga dapat mengeliminir
kecemasan yang terjadi. 4 Karakteristik stimulus
a. Intensitas stressor. b. Lama stressor.
c. Jumlah stressor 5 Karakteristik individu
a. Makna stressor bagi individu b. Sumber yang dapat dimanfaatkan dan respon koping
c. Status kesehatan individu 2.1.3 Timbulnya Cemas pada Asthma
1 Sesak nafas kesulitan bernafas mengakibatkan klien takut akan ancaman
14
kematian, ketakutan ini akan menimbulkan keadaan cemas yang berat Barbara C. Long, 1996 : 613.
2 Penurunan oksigen dalam darah akan menurunkan supply oksigen ke otak. Penurunan oksigen ke otak menyebabkan perubahan kesadaran dan
memperbesar kemungkinan terjadinya cemas yang sering membuat situasi stress lebih sulit diatasi Martha Davis, 1995 : 28
2.1.4 Dampak yang Ditimbulkan oleh Kecemasan Dampak yang ditimbulkan oleh kecemasan adalah sebagai berikut :
1 Fisiologis a. Cardiovaskuler
Palpitasi, peningkatan tekanan darah, penurunan tekanan darah dan penurunan denyut nadi, denyut jantung cepat, pingsan.
b. Respirasi Nafas cepat dan pernafasan berat, dada tertekan, kesulitan bernafas,
hiperventilasi, pernafasan dangkal, kerongkongan bengkok. c. Gastro intestinal
Mual, muntah, diare, perut terasa tidak enak dan nyeri, kehilangan nafsu makan, panas.
d. Neuro muskular Peningkatan reflek, insomnia, tremor, reaksi terkejut, kejang, gelisah,
muka tampak tegang, kelemahan seluruh tubuh, pergerakan yang kaku. e. Kulit
Pucat, panas, dingin f.
Traktus urinarius Rasa tertekan pada kandung kemih.
2 Behavior Ketegangan fisik, gangguan istirahat, tremor, berbicara cepat, kurang
koordinasi, hiper reaktif, perilaku menghindar 3 Kognitif
Tidak perhatian, kurang konsentrasi, penurunan kreatifitas, pelupa,
15
kurang objektif, kehilangan kontrol, takut cedera atau mati. 4 Afektif
Tegang, takut, nervous.
2.3 Konsep Dasar Latihan Relaksasi Pernafasan