Analisis Respon Toleransi Padi Nipponbare Transgenik Terhadap Salinitas Tinggi

ANALISIS RESPON TOLERANSI PADI NIPPONBARE
TRANSGENIK TERHADAP SALINITAS TINGGI

GANTI SWARA PRATAMA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

ABSTRAK
GANTI SWARA PRATAMA. Analisis Respon Toleransi Padi Nipponbare
Transgenik terhadap Salinitas Tinggi. Dibimbing oleh EMAN KUSTAMAN dan
TRI JOKO SANTOSO.
Perubahan iklim global menimbulkan kekhawatiran dan tantangan ke
depan dalam peningkatan produktivitas padi. Peningkatan suhu bumi
menyebabkan peningkatan salinitas pada lahan-lahan di sekitar pantai akibat
naiknya permukaan air laut. Langkah antisipatif dan strategis untuk menghadapi
perubahan tersebut adalah memperbaiki sifat toleran padi terhadap salinitas tinggi
melalui pendekatan rekayasa genetik. OsDREB1A dan OsERF1 merupakan gen

faktor transkripsi spesifik tanaman yang berperan dalam menginduksi gen-gen
lain yang bertanggungjawab mengatur respon terhadap cekaman salinitas.
Penelitian ini bertujuan menganalisis respon toleransi padi transgenik
Nipponbare-OsDREB1A dan Nipponbare-OsERF1 terhadap salinitas tinggi.
Analisis dilakukan dengan memberikan cekaman NaCl konsentrasi 25 mM dan
150 mM. Pengujian molekuler dilakukan dengan polymerase chain reaction
(PCR) menggunakan primer HPT. Hasil perlakuan cekaman 25 mM NaCl
diperoleh 38 tanaman transgenik yang positif mengandung gen faktor transkripsi
OsDREB1A dan OsERF1 dari 48 tanaman toleran salinitas yang diduga transgenik
dengan ciri pertumbuhan tinggi tanaman dan panjang akar lebih baik daripada tipe
liar. Hasil seleksi cekaman 150 mM NaCl diperoleh 23 tanaman transgenik dari
29 tanaman toleran salinitas tinggi yang diduga transgenik dengan ciri mampu
hidup normal sedangkan semua padi tipe liar mati.

ABSTRACT
GANTI SWARA PRATAMA. Response Tolerance Analysis to High Salinity of
Nipponbare Transgenic Rice. Under the direction of EMAN KUSTAMAN and
TRI JOKO SANTOSO.
The global climate change causing concerns and challenges ahead in
improving the productivity of rice continuously. Increasing the temperature of the

earth causes increased salinity on land around the beach due to rising sea levels.
Anticipatory measures and strategically to deal with these changes is improve the
nature of rice tolerant to high salinity through genetic engineering approaches.
OsDREB1A and OsERF1 is a specific transcription factor genes of plants that a
role in inducing other genes that responsible regulate response to stress salinity.
This study aims to analyze response tolerance transgenic rice NipponbareOsDREB1A and Nipponbare-OsERF1 to high salinity. Analysis carried out by
polymerase chain techniques reaction (PCR) using primers HPT and for selection
used NaCl concentration 25 mM and 150 mM. Results treatment of 25 mM NaCl
stress obtained 38 plants positive transgenic gene contains factors OsDREB1A and
OsERF1 transcription of 48 plants putative transgenic with high growth
characteristics of plants and root length was better than the wild type. Results
selection of 150 mM NaCl stress obtained 23 plants positive transgenic of 29
plants putative transgenic with characteristics can lead a normal life when all
types of wild rice dead.

ANALISIS RESPON TOLERANSI PADI NIPPONBARE
TRANSGENIK TERHADAP SALINITAS TINGGI

GANTI SWARA PRATAMA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Judul Skripsi : Analisis Respon Toleransi Padi Nipponbare Transgenik Terhadap
Salinitas Tinggi
Nama
: Ganti Swara Pratama
NIM
: G84051862

Disetujui
Komisi Pembimbing


Dr. Tri Joko Santoso, M.Si.
Anggota

Ir. Eman Kustaman
Ketua

Diketahui

Dr.Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Untaian rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas
segala nikmat dan karunia Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler,
Kelompok Peneliti Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) dari bulan

November 2009 sampai Pebruari 2010 dengan judul Analisis Respon Toleransi
Padi Nipponbare Transgenik terhadap Salinitas Tinggi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Eman Kustaman dan atas
bimbingan dan saran-saran yang diberikan. Terima kasih juga kepada lembaga
Riset dan Teknologi yang memberikan dana penelitian atas nama Dr. Tri Joko
Santoso, M.Si. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen-dosen
biokimia, staf biokimia dan peneliti BB Biogen atas semua bantuannya. Ucapan
terima kasih kepada Dewi Praptiwi, Aditya Rizko Nugroho, dan Isty Khomawatie
sebagai rekan kerja yang banyak membantu dalam kegiatan penelitian.
Penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang
tua tercinta atas perhatian, kasih sayang dan doanya. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang
biokimia.

Bogor, Juli 2010
Ganti Swara Pratama

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 25 Maret 1987
dari bapak Endang Koswara dan ibu Elis Liswara. Penulis merupakan anak ke dua

dari tiga bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ciawi
Tasikmalaya dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik
Lapangan di Laboratorium Biologi Molekuler Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen)
Bogor selama periode Juli sampai dengan Agustus 2008 dengan judul Pengujian
Ekspresi Gen CsNitrl-L Tanaman Padi Hasil Persilangan Padi Transgenik
Varietas Nipponbare dengan Varietas Ciherang. Penulis juga terlibat aktif dalam
Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) yang berjudul Isolasi dan
Identifikasi Senyawa Anti-Kanker dari Fungi Endofit Asal Mengkudu. Disamping
itu penulis aktif menjadi pengurus himpunan profesi (HIMPRO) Biokimia,
Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs), pada Dewan
Kerohanian Islam (DKI) periode 2006/2007 dan Departemen Informasi,
Komunikasi dan Kesekretariatan (Infokomtari) periode 2007/2008. Penulis juga
pernah menjadi asisten praktikum Keteknikan Asam Nukleat untuk Mahasiswa S1
Biokimia tahun ajaran 2008/2009.


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... .. ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. .. ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... .. ix
PENDAHULUAN ............................................................................................ ....1
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi tanaman padi ...........................................................................
Faktor transkripsi DREB dan ERF ...........................................................
Cekaman Salinitas pada Tanaman .............................................................
Polymerase Chain Reaction (PCR) ..........................................................

1
2
3
5

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat .........................................................................................

Metode Penelitian ....................................................................................

7
7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon Padi Transgenik dengan 25 mM NaCl ....................................... 9
Respon Padi Transgenik dengan 150 mM NaCl ....................................... 12
Hasil Analisis PCR Tanaman-Tanaman yang Diduga Transgenik ......... 13
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. ..16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ ..16
LAMPIRAN ...................................................................................................... ..19

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Mekanisme faktor transkripsi dalam mengatur ekspresi gen ........................... 3
2 Tahapan amplifikasi DNA pada PCR .............................................................. 6
3 Konstruksi plasmid pCAMBIA ....................................................................... 9
4 Grafik pertumbuhan panjang akar tanaman selama 15 hari perlakuan
25 mM NaCl ................................................................................................... 10

5 Akar tanaman padi setelah 15 hari cekaman 25 mM NaCl............................ 10
6 Grafik pertumbuhan tinggi tanaman selama 15 hari perlakuan 25 mM
NaCl ............................................................................................................... 12
7 Tanaman padi setelah 15 hari cekaman 25 mM NaCl ..................................... 12
8 Penampakan gejala padi yang timbul akibat perlakuan 150 mM NaCl .......... 13

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Pengelompokan berdasarkan indeks pertumbuhan panjang akar tanaman
padi Nipponbare-OsDREB1A ........................................................................... 9
2 Pengelompokan berdasarkan indeks pertumbuhan panjang akar tanaman
padi Nipponbare-OsERF1 .............................................................................. 10
3 Pengelompokan berdasarkan indeks pertumbuhan tinggi tanaman padi
Nipponbare-OsDREB1A................................................................................. 11
4 Pengelompokan berdasarkan indeks pertumbuhan tinggi tanaman padi
Nipponbare-OsERF1 ...................................................................................... 11
5 Hasil skoring berdasarkan tingkat gejala padi Nipponbare-OsDREB1A ......... 13
6 Hasil skoring berdasarkan tingkat gejala padi Nipponbare-OsERF1 .............. 13
7 Hasil analisis PCR menggunakan primer HPT ................................................ 14


DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Tahapan alur penelitian ................................................................................. 20
2 Hasil pengukuran panjang akar padi Nipponbare-OsDREB1A untuk
perlakuan 25 mM NaCl ................................................................................. 21
3 Hasil pengukuran tinggi tanaman padi Nipponbare-OsDREB1A untuk
perlakuan 25 mM NaCl ................................................................................. 23
4 Hasil pengukuran panjang akar padi Nipponbare-OsERF1 untuk
perlakuan 25 mM NaCl ............................................................................... 26
5 Hasil pengukuran tinggi tanaman padi Nipponbare-OsERF1 untuk
perlakuan 25 mM NaCl ................................................................................... 28
6 Hasil skoring padi Nipponbare-OsDREB1A perlakuan 150 mM NaCl .......... 30
7 Hasil skoring padi Nipponbare-OsERF1 perlakuan 150 mM NaCl ................31
8 Hasil pengukuran konsentrasi DNA tanaman putatif transgenik
Nipponbare-OsDREB1A dan Nipponbare-OsERF1 perlakuan 25 mM
NaCl .................................................................................................................32
9 Hasil pengukuran konsentrasi DNA tanaman putatif transgenik
Nipponbare-OsDREB1A dan Nipponbare-OsERF1 perlakuan 150 mM
NaCl .................................................................................................................33
10 Elektroforegram produk PCR tanaman padi Nipponbare-OsDREB1A dan

Nipponbare-OsERF1 putatif transgenik hasil seleksi dengan 25 mM
NaCl dengan primer spesifik HPT ...................................................................34
11 Elektroforegram produk PCR tanaman padi Nipponbare-OsDREB1A dan
Nipponbare-OsERF1 putatif transgenik hasil seleksi dengan 150 mM
NaCl dengan primer spesifik HPT .....................................................................3

PENDAHULUAN
Padi merupakan salah satu makanan pokok
lebih dari setengah penduduk di belahan dunia
termasuk Indonesia (Kibria et al. 2008)
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk
dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan
beras maka produksi padi secara nasional
perlu ditingkatkan dan distabilkan untuk
menjamin
ketahanan
pangan.
Namun
demikian, usaha untuk meningkatkan produksi
padi nasional masih menghadapi banyak
kendala diantaranya adalah kendala biotik
maupun abiotik. Adanya perubahan iklim
global menambah kekhawatiran dan tantangan
ke depan di dalam peningkatan produktivitas
padi secara berkelanjutan. Hal ini dikarenakan
perubahan iklim global tersebut mempunyai
implikasi yang cukup serius diantaranya
adalah peningkatan suhu bumi, semakin
meluasnya area atau lahan yang mengalami
kekeringan sementara di sisi lain beberapa
area terjadi genangan (terendam banjir) dan
peningkatan salinitas pada lahan-lahan di
sekitar pantai akibat meluapnya (intrusi) air
laut ke daratan dan naiknya permukaan air
laut. Oleh karena itu, diperlukan langkahlangkah antisipatif dan strategis untuk
menghadapi perubahan tersebut.
Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa
salinitas lahan pertanian telah menjadi
masalah serius dalam produksi tanaman padi
di Indonesia. Daerah produksi padi yang
terletak di wilayah pesisir pantai seperti Pulau
Jawa, Sulawesi Selatan, Aceh dan daerah
lainnya menghadapi masalah salinitas ini.
Salinitas tinggi yang ditandai dengan
kandungan garam yang tinggi pada tanah akan
bersifat racun bagi tanaman sehingga
mengganggu proses fisiologis dan fisik pada
tanaman (Haque 1999).
Beberapa tahun terakhir ini, gen-gen yang
diinduksi oleh cekaman abiotik seperti
kekeringan dan salinitas telah ditemukan
terutama
pada
tanaman
arabidopsis.
Penemuan ini memberi kesempatan yang
sangat luas dan penting untuk memperbaiki
sifat toleran terhadap salinitas tinggi melalui
pendekatan rekayasa genetika.
Penelitian lebih lanjut diketahui bahwa
gen ethylene responsive factor (ERF) dan gen
dehydration responsive element binding
(DREB) merupakan faktor transkripsi spesifik
tanaman yang sangat penting peranannya
dalam pengaturan respon tanaman dan
menginduksi gen-gen lain yang berhubungan
dengan cekaman abiotik termasuk salinitas,
(Xiong & Fei 2006; Zhang et al. 2004).

Peranan gen-gen faktor transkripsi ERF
dan DREB dalam hubungannya dengan
toleransi terhadap salinitas tinggi sangat
penting. Oleh karena itu isolasi gen-gen
tersebut dan introduksi kembali (overekspresi) ke genom tanaman padi dilakukan
melalui vektor bakteri Agrobacterium
tumefaciens menggunakan padi kultivar
Nipponbare (Trijatmiko et al. 2006). Kultivar
Nipponbare digunakan untuk introduksi gen
karena
kemampuan
regenerasi
dan
transformasinya
yang
sangat
tinggi
(Rahmawati 2006).
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis
respon toleransi padi transgenik NipponbareOsDREB1A
dan
Nipponbare-OsERF1
terhadap salinitas tinggi dan menguji
keberadaan gen-gen faktor transkripsi yang
bertanggung jawab terhadap toleransi salinitas
tinggi (OsDREB1A dan OsERF1) dengan
menggunakan
teknik
PCR.
Hipotesis
penelitian ini adalah ekspresi tinggi dari faktor
transkripsi
OsDREB1A
dan
OsERF1
meningkatkan
ekspresi
gen-gen
yang
berhubungan dengan cekaman abiotik
sehingga tanaman padi mampu bertahan
dalam kondisi salinitas yang tinggi serta gengen tersebut yang telah disisipkan ke dalam
genom tanaman padi dapat dideteksi
keberadaannya dengan menggunakan PCR.
Manfaat penelitian ini untuk menghasilkan
tetua padi Nipponbare transgenik yang toleran
salinitas tinggi untuk didonorkan ke padi
varietas unggul.

TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Tanaman Padi
Padi adalah salah satu tanaman budidaya
terpenting
dalam
peradaban
manusia.
Meskipun terutama mengacu pada jenis
tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk
mengacu pada beberapa jenis dari marga
(genus) yang sama, yaitu padi liar. Produksi
padi dunia menempati urutan ketiga dari
semua serealia setelah jagung dan gandum.
Selain itu, padi merupakan sumber
karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk
dunia (Rahmawati 2006).
Padi termasuk dalam famili padi-padian
atau Poaceae (sinonim Graminae atau
Glumiflorae). Sejumlah ciri familia ini juga
menjadi ciri padi, misalnya berakar serabut,
daun berbentuk lanset (sempit memanjang),
urat daun sejajar, memiliki pelepah daun,
bunga tersusun sebagai bunga majemuk
dengan satuan bunga berupa floret, floret

2

tersusun dalam spikelet, khusus untuk padi
satu spikelet hanya memiliki satu floret, buah
dan biji sulit dibedakan karena merupakan
bulir (grain) atau kariopsis (Hattori 1999).
Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan
manusia yaitu Oryza sativa yang berasal dari
daerah hulu sungai di kaki Pegunungan
Himalaya (India dan Tibet) dan O. glaberrima
yang berasal dari Afrika Barat (hulu Sungai
Niger). O.sativa terdiri atas dua varietas yaitu
Indica dan Japonica (Rahmawati 2006).
Padi kultivar Nipponbare merupakan jenis
padi yang termasuk dalam varietas Japonica
dengan karakteristik umumnya berumur
panjang, postur tanaman tinggi mencapai 110
sampai 120 cm, namun mudah rebah, anakan
produktif 10 sampai 14 batang, warna kaki
hijau, warna batang hijau, daun tebal, warna
daun telinga putih, warna daun hijau, muka
daun kasar pada sebelah bawah, posisi daun
tegak, warna gabah kuning bersih, paleanya
memiliki bulu (awn), bijinya cenderung bulat
dan bentuk tanaman tegak (Siregar 2001).
Faktor Transkripsi DREB dan ERF
Faktor transkripsi adalah protein regulator
yang menempel pada DNA dan protein
regulator lainnya yang mengakibatkan
terjadinya ekpresi gen. Faktor transkripsi ini
mempunyai bagian-bagian yang spesifik atau
biasa disebut dengan domain. Faktor
transkripsi ini terdiri atas 2 domain, yaitu
DNA binding domain dan cis-acting domain
(Haake 2002).
Gen dehydration responsive element
binding (DREB) merupakan faktor transkripsi
dari gen famili EREBP yang mengatur
ekspresi dari sejumlah gen yang bertanggung
jawab terhadap sifat ketahanan terhadap
cekaman lingkungan. Gen ethylene responsive
factor (ERF) merupakan faktor transkripsi
spesifik tanaman yang penting peranannya
dalam pengaturan respon tanaman terhadap
cekaman biotik dan abiotik (Xiong & Fei
2006).
Gen-gen faktor transkripsi DREB dan ERF
telah berhasil diisolasi dan diekspresikan
secara berlebih pada tanaman (Xiong & Fei
2006). Faktor transkripsi DREB ketika
diekspresikan berlebih pada Arabidopsis
mampu meningkatkan ekspresi ratusan gen
yang terkait cekaman sehingga menimbulkan
ketahanan
terhadap
salinitas
tinggi,
kekeringan, dan suhu dingin (Kasuga et al.
1999). Begitu pula dengan ortolog dari DREB
pada padi, yaitu OsDREB1A ketika
ekspresikan berlebih pada Arabidopsis
meningkatkan toleransi terhadap salinitas

tinggi, kekeringan dan suhu dingin (Dubouzet
et al. 2003). Bukti-bukti ini mengindikasikan
adanya konservasi mekanisme molekuler dan
fungsi dari famili faktor transkripsi DREB ini
pada monokotil dan dikotil. Demikian juga
dengan faktor transkripsi ERF telah dipelajari
untuk
mengatur
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman serta untuk toleransi
terhadap salinitas (Zhang et al. 2004).
Ekspresi berlebih gen ERF dari tomat pada
tanaman padi telah terbukti meregulasi gengen yang responsif terhadap cekaman dan
meningkatkan toleransi terhadap salinitas
tinggi (Gao et al. 2004).
Sejumlah gen yang diinduksi oleh
cekaman abiotik seperti salinitas tinggi,
kekeringan dan suhu dingin telah ditemukan.
Gen-gen target tersebut meliputi gen-gen yang
menyandikan enzim-enzim yang diperlukan
untuk biosintesis berbagai osmoprotektan,
enzim-enzim yang mengelimasi spesies
oksigen aktif, protein-protein embriogenesis,
enzim-enzim untuk detoksifikasi dan faktor
transkripsi. Berdasarkan Zhu (2001) gen-gen
yang terlibat dan yang terinduksi dalam
ketahanan terhadap cekaman abiotik dapat
dikelompokkan yaitu rd (responsive to
dehydration), erd (early responsive to
dehydration), cor (cold-regulated), lti (lowtemperature induced) dan kin (coldinducible).
Mekanisme responsif tanaman terhadap
cekaman lingkungan telah dipelajari secara
mendalam pada tanaman model Arabidopsis.
Respon-respon tanaman yang terinduksi oleh
cekaman lingkungan melibatkan jejaring
transduksi sinyal dan aktivasi cepat ekspresi
gen (Desveaux et al. 2003). Cekaman
lingkungan seperti salinitas tinggi, temperatur
rendah dan kekeringan menginduksi sejumlah
sinyal seluler yang diintergrasikan di dalam
inti sel oleh sekelompok faktor transkripsi
yang menginduksi pemrograman kembali
transkripsi secara masif (Nimchuk et al.
2003).
Faktor transkripsi merupakan alat yang
sangat ampuh dalam rekayasa genetik,
mengingat kemampuannya untuk menempel
pada bagian promoter dari gen-gen target dan
mengatur
transkripsinya
(Gambar
1).
Kemampuan penempelan faktor transkripsi
DREB atau ERF pada gen-gen yang
berhubungan dengan cekaman abiotik akan
meningkat ketika diinduksi oleh cekaman
salinitas tinggi, kekeringan dan suhu rendah.
Gen-gen tersebut menyandikan proteinprotein hidrofilik yang dapat melindungi
tanaman terhadap cekaman salinitas tinggi

3

dengan menurunkan potensial air intraseluler,
pengikatan ion-ion logam dan mencari
spesies-spesies aktif (Cong et al. 2008).
Pendekatan untuk merakit sifat toleran
terhadap cekaman lingkungan adalah dengan
memodifikasi tingkat faktor transkripsi yang
mempunyai keuntungan dan kompetensi
dalam meningkatkan level atau tingkatan
protein dalam individu tersebut dengan
konsep fungsi protein yang protektif (Roosens
et al. 2001). Berdasarkan Shi et al. (2003)
tujuan dari strategi ekspresi tinggi adalah
membuat ekspresi gen yang telah diketahui
fungsinya agar terekspresi secara berlebihan
atau
bisa
juga
digunakan
untuk
mengekspresikan gen yang berasal dari jenis
tanaman yang berbeda bahkan dari mikrob
sekalipun. Aplikasi teknik ini sering
digunakan pada tanaman pangan komersial
atau tanaman untuk bahan dasar dari suatu
produk tertentu.
Strategi ekspresi tinggi ini biasanya
dibantu oleh promoter-promoter tertentu.
Ekspresi tinggi cDNA DREB dengan
promoter 35S CaMV (Cauliflower Mozaic
Virus) atau promoter pemacu cekaman rd29A
menghasilkan ekspresi yang kuat pada gen
target pemacu cekaman dan tanaman
transgenik ini memiliki toleransi lebih tinggi
terhadap kekeringan, kadar garam tinggi dan
cekaman suhu rendah (Slamet & Loedin
2000). Menurut Kasuga et al. (1999)
penggunaan
promoter
pemacu
rd29A
termasuk promoter konstitutif pada ekspresi
tinggi DREB atau ERF dapat meminimalkan
efek negatif terhadap pertumbuhan tanaman.

Gambar 1 Mekanisme faktor transkripsi dalam
mengatur ekspresi gen.
Cekaman Salinitas pada Tanaman
Cekaman biasanya didefinisikan sebagai
faktor luar yang tidak menguntungkan yang
berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan,
reproduksi, dan kelangsungan hidup tanaman
(Gardener 2001). Menurut Fallah (2006),

pada umumnya cekaman lingkungan pada
tanaman dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
(1) cekaman biotik yang terdiri atas kompetisi
intra spesies dan antar spesies, infeksi oleh
hama dan penyakit, dan (2) cekaman abiotik
berupa suhu (tinggi dan rendah), air
(kelebihan
dan
kekurangan),
radiasi
(ultraviolet, infra merah, dan radiasi
mengionisasi), kimiawi (garam, gas, dan
pestisida), angin, dan suara.
Tanaman yang tumbuh di tanah bergaram
akan mengalami dua tekanan fisiologis yang
berbeda. Pertama, pengaruh racun dari
beberapa ion tertentu seperti natrium dan
klorida, yang lazim terdapat dalam tanah
bergaram, yang akan menghancurkan struktur
enzim dan makromolekul lainnya, merusak
organel sel, mengganggu fotosintesis dan
respirasi, akan menghambat sintesis protein
dan mendorong kekurangan ion (Marschner
2005). Kedua, tanaman yang dihadapkan pada
potensial osmotik yang rendah dari larutan
tanah bergaram akan terkena resiko
physiological drought karena tanamantanaman tersebut harus mempertahankan
potensial internal osmotik yang lebih rendah
dalam rangka untuk mencegah pergerakan air
akibat osmosis dari akar ke tanah. Tanaman
mungkin akan menyerap ion untuk
mempertahankan potensial osmotik internal
yang rendah, namun hal ini akan
menyebabkan kelebihan ion yang pada
akhirnya mengakibatkan terjadinya penurunan
pertumbuhan
pada
beberapa
tanaman
(Greenway & Munns 2001). Sebagai
tambahan, tingginya konsentrasi garam akan
menyebabkan penurunan permeabilitas akar
terhadap air dan mengakibatkan penurunan
laju masuknya air ke dalam tanaman
(Marschner 2005).
Pengaruh salinitas terhadap fotosintesis
berbeda antar jenis tanaman dan juga berbeda
dalam satu tanaman pada tahap perkembangan
yang berbeda. Umumnya fotosintesis glikofit
akan menurun dengan peningkatan salinitas,
mungkin karena terjadi perubahan konsentrasi
osmotik dari cairan daun, potensial air dan
pembukaan stomata (Gale et al. 1999). Pada
kebanyakan nonhalofit, tahap permulaan dari
cekaman
garam
berhubungan
dengan
peningkatan konsentrasi sukrosa atau pati
dalam tajuk dan akar, karena gangguan yang
diinduksi oleh NaCl terhadap metabolisme
sukrosa (Greenway & Munns 2001). Pada
tahap-tahap cekaman garam berikutnya,
konsentrasi karbohidrat akan cenderung
menjadi lebih rendah (Greenway & Munns
2001), mungkin karena gangguan terhadap

4

proses fotosintesis oleh mekanisme yang
dijelaskan oleh Gale et al. (1999) di atas.
Kadar garam yang tinggi dalam larutan
tanah di daerah perakaran tanaman,
menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi
dan berkurangnya ketersediaan unsur kalium
bagi tanaman (Berstein 2003). Salinitas tanah
akan menghambat pembentukan akar-akar
baru dan akar tanaman mengalami kesukaran
dalam menyerap air karena tingginya tekanan
osmotik larutan tanah. Keadaan ini
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
kekeringan pada tanaman (Sipayung & Rosita
2006).
Tanaman sampai batas-batas tertentu
masih dapat mengatasi tekanan osmotik yang
tinggi karena tingginya kandungan garam
dalam tanah. Fallah (2006) menyatakan
bahwa titik kritis kandungan garam bagi
tanaman di lapangan adalah jika permukaan
air tanah sedalam 3 meter mempunyai
kandungan garam lebih dari 1000 ppm.
Menurut Dorrenbos & Kassam (2001)
kemampuan tanaman menyerap air pada
lingkungan bergaram akan berkurang
sehingga gejala yang ditimbulkan mirip
dengan gejala kekeringan. Gejala-gejala yang
tampak seperti daun cepat menjadi layu,
terbakar, berwarna biru kehijau-hijauan,
pertumbuhan daun yang kecil, dan pada
akhirnya tanaman akan mati kekeringan.
Selain itu terjadi pula penurunan jumlah daun
dan stomata per satuan luas daun,
meningkatnya daun sukulen serta terjadinya
penebalan lapisan kutikula dan lilin di
permukaan daun (Bintoro MH 1999).
Perubahan struktur ini disebabkan karena
berkurangnya jumlah air yang dapat diserap
oleh tanaman. Di samping itu transpirasi per
unit luas daun pada kebanyakan tanaman
menurun dengan meningkatnya salinitas tanah
(Sipayung & Rosita 2006).
Salinitas tanah dapat menekan laju
fotosintesis per satuan luas daun pada
beberapa jenis tanaman, seperti bawang,
kacang-kacangan, kapas, tomat, barley,
gandum, dan jagung. Secara umum
fotosintesis berkurang sebanding dengan
peningkatan salinitas tanah. Mekanisme utama
penakanan laju fotosintesisi terjadi karena
menutupnya stomata sebagai akibat tidak
seimbangnya air. Sebaliknya peningkatan
salinitas tanah akan meningkatkan laju
respirasi akar dan jaringan tanaman lainnya
(Poljakoff-Mayber & Gale 2002).
Apabila salinitas tanah meningkat secara
tiba-tiba maka kemampuan akar tanaman
untuk menyerap air akan berkurang karena

tingginya tekanan osmotik larutan tanah.
Dalam keadaan ini tanaman akan berusaha
menyesuaikan tekanan osmotik selnya dengan
maksud untuk mencegah dehidrasi dan
kematian. Proses ini disebut penyesuaian
osmotik (Sipayung & Rosita 2006).
Tanaman yang tumbuh pada tanah salin
atau mendapat perlakuan NaCl akan
mengakumulasikan prolin, suatu asam amino
yang dapat larut. Akumulasi prolin tersebut
merupakan
usaha
tanaman
untuk
menyesuaikan tekanan osmotik. Penyesuaian
tekanan osmotik ini membutuhkan energi
sehingga akan mengurangi pertumbuhan
tanaman (Bernstein 2003).
Selain adanya masalah tekanan osmotik
yang merugikan pertumbuhan tanaman, pada
tanah-tanah salin seringkali juga terjadi
ketidakseimbangan
ketersediaan
hara
tanaman. Hal ini disebabkan karena kadar
hara tertentu tersedia dalam jumlah yang
tinggi dan dapat menekan ketersediaan unsur
hara lainnya. Di samping itu adanya bahaya
keracunan dari natrium (Na), klorida (Cl) dan
ion-ion lainnya (Bernstein 2003 ; Gardener et
al. 2001).
Toleransi tanaman terhadap salinitas dapat
dinyatakan dalam berbagai cara, yaitu: (1)
Kemampuan tanaman untuk hidup pada tanah
salin; (2) Produksi yang dihasilkan pada tanah
salin; (3) Hasil relatif pada tanah salin
dibandingkan dengan hasil pada tanah normal;
(4) Salinitas maksimum yang dapat dialami
tanaman tanpa terjadi penurunan hasil; dan (5)
Persentase penurunan hasil setiap unit
peningkatan salinitas tanah (Maas & Hoffman
1998).
Levitt
(2003)
menyatakan
bahwa
mekanisme ketahanan tanaman terhadap
salinitas dapat dibagi dua, yaitu: kemampuan
untuk menghindar dan toleransi. Untuk
menghindari terjadinya dehidrasi karena
tekanan osmotik yang tinggi, tanaman dapat
mengakumulasikan garam atau ion-ion dan
senyawa organik yang dapat larut. IRRI
(1998) melaporkan bahwa tanaman padi yang
toleran dapat mempertahankan keseimbangan
antara tekanan osmotik dalam tajuk dan akar
dengan media melalui akumulasi ion-ion
dalam akar dan prolin dalan tajuk.
Tanaman dapat menghindari terjadinya
ketidakseimbangan hara atau keracunan
dengan empat cara, yaitu: eksklusi, eksresi,
sekresi, dan dilusi (Levitt 2003). Eksklusi
terjadi secara pasif dengan adanya dinding sel
yang tidak permeabel terhadap garam atau
ion-ion dari garam tersebut. Eksresi dan
sekresi merupakan pemompaan ion secara

5

aktif masing-masing ke luar tanaman dan ke
dalam vakuola. Sedangkan dilusi dapat terjadi
dengan adanya pertumbuhan yang cepat. Hal
ini disimpulkan dari hasil analisis bahwa
bagian yang tumbuh cepat mengandung Na
dan Cl lebih rendah dari bagian yang tumbuh
lambat.
Tanaman dapat toleran terhadap NaCl
karena mempunyai kemampuan menahan
pengaruh
racun
dari
NaCl
dan
ketidakseimbangan hara. Toleransi terhadap
defisiensi K dapat dimiliki tanaman yang
mampu
memanfaatkan
Na
untuk
menggantikan sebagian K yang dibutuhkan
(Levitt 2003). Menurut Harjadi & Yahya
(2001) mekanisme ketahanan tanaman
terhadap cekaman lingkungan, seperti
salinitas, dapat dibedakan menjadi mekanisme
morfologi dan mekanisme fisiologi.
Perubahan bentuk morfologi dan anatomi
yang khas untuk memperbaiki status air
tanaman, seperti ukuran daun lebih kecil,
jumlah stomata lebih sedikit, penebalan
kutikula,
berkurangnya
diferensiasi,
perkembangan jaringan pembuluh, dan
lignifikasi akar lebih awal, merupakan
mekanisme morfologi terhadap ketahanan
salinitas. Sedangkan bentuk mekanisme
fisiologi
adalah
kemampuan
tanaman
menyesuaikan diri terhadap tekanan osmotik
yang
mencakup:
penyerapan
maupun
akumulasi ion-ion dan sintesis senyawa
organik, mengatur konsentrasi garam dalam
sitoplasma melalui transport membran, dan
ketahanan relatif membran dalam mengatur
transfer ion dan solut lainnya dari sitoplasma
dan vakuola serta organel lainnya (Maas &
Hoffman 1998).
Menurut Zhou et al. (2007) gejala
keracunan garam pada tanaman padi berupa
terhambatnya pertumbuhan, berkurangnya
anakan, ujung-ujung daun bewarna keputihan
dan sering terlihat bagian-bagian yang
khlorosis pada daun, dan penurunan hasil
gabah mencapai 50%. Lebih jauh, Rahmawati
(2006) menyimpulkan bahwa padi relatif lebih
toleran terhadap salinitas saat perkecambahan,
akan tetapi tanaman bisa jadi rentan saat
pindah tanam, bibit masih muda, dan
pembungaan. Pengaruh lebih jauh terhadap
tanaman padi adalah: 1) berkurangnya
kecepatan perkecambahan karena pengaruh
turgor; 2) berkurangnya tinggi tanaman dan
jumlah anakan; 3) pertumbuhan akar
terhambat; 4) sterilitas biji meningkat; 5)
kurangnya bobot 1000 gabah dan kandungan
protein total dalam biji karena penyerapan Na
yang berlebihan; 6) berkurangnya bobot

kering tanaman; dan 7) berkurangnya
penambatan N2 secara biologi dan lambatnya
mineralisasi tanah.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik Polymerase Chain Reaction
dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983.
Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang
biokimia dan biologi molekular. PCR
merupakan metode untuk amplifikasi primer
oligonukleotida yang dikendalikan secara
enzimatis untuk sekuen DNA yang diinginkan
tanpa menggunakan organisme. Teknik
tersebut mampu mengamplifikasi sekuen
hingga berlipat pada tingkatan 105 - 106 dari
sejumlah kecil (nanogram) cetakan DNA,
dengan latar sekuen yang tidak relevan yaitu
DNA genom total (Mikkelsen & Corton
2004). Prasyarat untuk mengamplifikasi
sekuen dengan teknik PCR adalah mengetahui
sekuen tertentu yang mengapit sekuen DNA
yang diamplifikasi sehingga oligonukleotida
spesifik dapat diperoleh (David 2005).
Menurut Clark & Christopher (2008),
komponen-komponen untuk melakukan PCR
terdiri atas sejumlah kecil molekul DNA,
termasuk segmen
DNA
yang akan
diamplifikasi; primer PCR, Primer merupakan
oligonukelotida utas tunggal yang sekuennya
dirancang komplementer dengan ujung
fragmen DNA yang ingin disalin. Primer
menentukan awal dan akhir daerah yang akan
disalin; enzim DNA polimerase (Taq
polimerase) yang stabil terhadap panas, dan
diperoleh dari Thermus aquaticus; nukleotida
yang dibutuhkan untuk membuat DNA baru;
dan mesin PCR yang menggunakan cycler
termal otomatis untuk mengatur temperatur.
Desain primer merupakan prasyarat
sebelum melakukan proses pengkopian gen
dengan PCR. Primer biasanya berukuran
panjang 20-30 pasang basa (bp). Primer yang
ideal memiliki kandungan basa guanin (G)
sitosin (C) dan adenin (A) timin (T) yang
seimbang (45-55% GC). Dua primer dari
pasangan primer tidak mengandung struktur
komplemen lebih dari 2 kb. Jarak amplifikasi
atau sekuen target yang diamplifikasi
mempunyai ukuran sekitar 200-400 bp. Suhu
didih (Tm) berkisar antara 55-800C, tiga atau
lebih sekuen C atau G pada ujung 3' primer
dapat
memicu
terjadinya
kesalahan
penempelan pada sekuen yang kaya akan G
dan C (karena stabilitas penempelan),
sehingga harus dihindari, ujung 3' primer
bukan merupakan komplementer (pasangan
basa) karena akan mengakibatkan terjadinya
dimer primer, primer reverse dan primer

6

forward harus dihindari saling berkomplemen,
sehingga tidak dapat saling membentuk ikatan
atau menyatu satu sama lainnya (Kidd &
Ruano 2002).
Reaksi PCR secara umum dilakukan
dalam tiga tahap. Tahap denaturasi (melting)
merupakan tahap awal reaksi
yang
berlangsung pada suhu tinggi, yaitu 94–96°C
sehingga ikatan hidrogen DNA terdenaturasi
dan DNA menjadi berutas tunggal. Biasanya
pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak
lama (sampai 5 menit) untuk memastikan
semua utas DNA terpisah. Pemisahan ini
menyebabkan DNA tidak stabil dan siap
menjadi cetakan bagi primer (Innis
&
Gelfand 1999).
Tahap
kedua
adalah
penempelan
(annealing)
atau
hibridisasi
antara
oligonukleotida primer dengan utas tunggal
cetakan DNA. Primer menempel secara
spesifik pada bagian cetakan DNA yang
komplementer urutan basanya. Hal ini
dilakukan pada suhu antara 45–60°C. Suhu
yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya
penempelan atau primer menempel di
sembarang tempat pada cetakan DNA.
Tahap terakhir adalah ekstensi. Suhu
untuk proses ini tergantung dari jenis DNA
polimerase yang dipakai. Proses ini biasanya
menggunakan Taq polimerase dan dilakukan
pada suhu 76°C.. Setelah tahap ini selesai,
siklus diulang kembali mulai dari tahap satu,
sehingga menunjukkan perkembangan yang
terjadi pada siklus-siklus selanjutnya. Akibat
denaturasi dan renaturasi, beberapa utas baru
menjadi cetakan bagi primer lain dan akhirnya
terdapat utas DNA yang panjangnya dibatasi
oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang
dihasilkan berlimpah karena penambahan
terjadi secara eksponensial (Gambar 2) (Innis
& Gelfand 1999).
Fragmen DNA hasil amplifikasi PCR
biasanya ditampakkan melalui elektroforesis.
Elektroforesis merupakan teknik yang
digunakan
untuk
memisahkan
dan
memurnikan fragmen-fragmen DNA. Prinsip
elektroforesis adalah memisahkan molekul
berdasarkan
muatannya.
DNA
yang
bermuatan negatif karena adanya fosfat akan
bergerak ke arah kutub positif. Fragmen DNA
mempunyai muatan negatif yang sama untuk
tiap-tiap ukuran panjang, sehingga pergerakan
DNA ini akan memiliki kecepatan yang sama
untuk mencapai kutub positif. Media yang
digunakan dalam elektroforesis antara lain:
membran
selulosa,
gel
pati,
gel
poliakrilamida, dan gel agarosa (Clark &
Christopher 2008).

Denaturasi

Penempelan primer

Ekstensi menggunakan
DNA polimerase

Siklus Berulang
Gambar 2 Tahapan amplifikasi DNA pada
PCR (Reece 2004).
Pergerakan yang sama antar molekul DNA
ini tidak akan dapat digunakan untuk
memisahkan DNA berdasarkan ukurannya.
Hal inilah yang menyebabkan digunakannya
gel untuk memperlambat pergerakan DNA.
Gel ini merupakan polimer sehingga akan
membentuk semacam jaring-jaring untuk
memerangkap DNA. DNA dengan ukuran
yang lebih besar akan lebih sulit melewati
lubang atau pori dari gel, sehingga DNA
dengan sendirinya akan terpisah berdasarkan
besarnya ukuran karena kemampuan dari
DNA yang berbeda-beda dalam melewati
lubang atau pori dalam gel (Mikkelsen &
Corton 2004).
Elektroforesis gel biasanya dilakukan
untuk tujuan analisis, namun dapat pula
digunakan sebagai teknik preparatif untuk
memurnikan molekul sebelum digunakan
dalam metode-metode sekuensing DNA, atau
immuno blotting yang merupakan metodemetode karakterisasi lebih lanjut. Gel yang
digunakan adalah agarosa yang berasal dari
ekstrak rumput laut yang telah dimurnikan.
Marka atau penanda (marker) yang digunakan

7

pada proses elektroforesis merupakan
campuran molekul dengan ukuran berbedabeda yang dapat digunakan untuk menentukan
ukuran molekul dalam pita sampel. Setelah
elektroforesis selesai, dilakukan metode
pewarnaan (staining) dan pencucian atau
penghilangan warna (destaining). Pewarnaan
gel agarosa dilakukan dengan menggunakan
larutan etidium bromida (ETBr) selama 15
menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar
molekul sampel berpendar dalam sinar
ultraviolet. Penghilangan warna dilakukan
dengan cara gel dimasukkan ke dalam air
(akuades) selama 5 hingga 7 menit (Clark &
Christopher 2008).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam tahap
pengujian cekaman salinitas tinggi adalah
benih padi transgenik Nipponbare yang
membawa gen OsDREB1A, benih padi
transgenik Nipponbare yang membawa gen
OsERF1, benih padi Nipponbare tipe liar,
benih padi Nonabokra, NaCl, larutan Yoshida
sebagai media tumbuh padi dengan komposisi
40 ppm NH4NO3, 10 ppm NaH2PO4.2H2O, 40
ppm K2SO4, 40 ppm CaCl2, 40 ppm
MgSO4.7H2O,
0,5 ppm MnCl2.4H2O,
0,05ppm (NH4)6.Mo7O24.4H2O, 0,2 ppm
H3BO3, 0,01 ppm ZnSO4.7H2O, 0,01 ppm
CuSO4.5H2O, 2ppm FeCl3.6H2O dan air.
Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi
DNA tanaman padi transgenik adalah daun
padi, 2% polivinil pirolidon, 700 µl buffer
ekstraksi (20 mM EDTA, 100 mM Tris-HCl
pH 8.0, 1.4 M NaCl, 2% CTAB, 2% PVP, dan
0.2%
merkaptoetanol),
larutan
fenolkloroform-isoamilalalkohol (25:24:1) (v/v/v)
sebanyak 700 µl, Natrium asetat 3 M,
isopropanol, etanol 70%, dan buffer TE 1x.
Bahan-bahan yang digunakan untuk menguji
hasil isolasi DNA dengan PCR adalah 50 ng
DNA hasil isolasi, larutan buffer 1x (20 mM
Tris-HCl pH 8.0, 100 mM KCl, 0.1 mM
EDTA, 1 mM DTT, 50% glycerol, 0.5%
Tween 20, dan 0.5% nonidet P40), akuades
steril, 200 uM masing-masing dNTP (dATP,
dCTP, dGTP, dTTP), 50 ng masing-masing
primer Forward dan Reverse, 1.5 mM MgCl2,
0.15 unit enzim Taq DNA polymerase. Bahanbahan yang digunakan untuk elektroforesis
yaitu loading dye, bufer TAE 1x, agarosa,
DNA hasil isolasi atau hasil PCR, marker,
etidium bromida, dan akuades.
Alat-alat yang digunakan ialah akuarium
kaca volume 40 liter, aerator, gunting,

microfuge, autopipet, neraca analitik, autoklaf,
ruang asam, laminar, vorteks, gelas piala,
tabung
reaksi
magnetic
stirrer,
spektrofotometer, pH meter, UV illuminator
Chemidoc EQ Biorad, elektroforesis, tip,
Erlenmeyer,
tabung
mikro,
inkubator
bergoyang,
kuvet,
kertas
aluminium,
stopwatch, waterbath, microwave, stirrer
plate, cawan petri, cool box, dan gelas ukur.
Metode Penelitian
Pengujian Cekaman Salinitas 25 mM NaCl
(Chen & Guo 2008)
Benih-benih dari masing-masing tanaman
yang terdiri atas tanaman padi Nipponbare
transgenik, tanaman padi Nipponbare nontransgenik, dan tanaman padi Nonabokra
sebagai kontrol positif disterilkan dan di oven
selama
tiga
hari
dan
kemudian
dikecambahkan secara in vitro pada cawan
petri. Tanaman padi setelah berumur dua
minggu kemudian ditumbuhkan pada larutan
Yoshida yang mengandung unsur hara yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan
dibiarkan tumbuh normal selama dua hari di
rumah kaca. Sebelum diberi perlakuan
cekaman,
dilakukan
terlebih
dahulu
pengukuran parameter-parameter tanaman
yang terdiri dari tinggi tanaman dan panjang
akarnya. Tanaman padi kemudian diberi
perlakuan
cekaman
salinitas
dengan
penambahan NaCl sehingga konsentrasi akhir
larutan adalah 25 mM. Larutan Yoshida yang
telah ditambahkan NaCl diatur sehingga
memiliki pH 5, dan dipertahankan selama
perlakuan cekaman. Perlakuan cekaman
dilakukan selama 15 hari, setiap lima hari
dilakukan pengamatan respon tanaman
dengan mengukur kembali tinggi tanaman dan
panjang akarnya, dan setiap dua hari sekali
dilakukan pengukuran pH larutan Yoshida
untuk mempertahankan pH 5 untuk menjaga
keseimbangan unsur hara dalam larutan.
Pengujian
kemampuan pemulihan,
tanaman yang telah ditumbuhkan pada media
larutan Yoshida dengan 25 mM NaCl selama
15 hari dipindahkan ke media larutan Yoshida
baru tanpa diberi NaCl selama seminggu.
Pengamatan respon tanaman padi terhadap
cekaman salinitas tinggi dilakukan dengan
mengukur pertumbuhan tanaman yang terdiri
atas pertambahan tinggi dan panjang akar
yang terlihat antara sebelum dan sesudah
perlakuan cekaman NaCl. Berdasarkan respon
tanaman dilakukan pengelompokan dengan
kategori: (1) tanaman sangat rentan, (2)
tanaman rentan, (3) tanaman agak toleran, (4)

8

tanaman toleran, dan (5) tanaman sangat
toleran. Masing-masing pengamatan respon
dibandingkan dengan tanaman kontrol yang
terdiri atas tanaman padi tipe liar dan padi
Nonabokra.
Pengujian Cekaman Salinitas 150 mM
NaCl (Gregorio 1997)
Prosedur awal pengujian pada umumnya
sama seperti metode Chen & Guo (2008).
Tanaman padi dari masing-masing varietas
yang sudah berumur dua minggu dipindahkan
ke larutan media tumbuh Yoshida dan
tanaman dibiarkan beradaptasi selama dua
hari.
Tanaman padi kemudian diberi
perlakuan dengan penambahan NaCl sehingga
konsentrasi akhir NaCl dalam larutan Yoshida
adalah 150 mM. Larutan Yoshida yang telah
ditambahkan NaCl diatur sehingga memiliki
pH 5, dan dipertahankan selama perlakuan
cekaman. Perlakuan cekaman NaCl ini
dilakukan selama 65 jam. Pengamatan respon
tanaman padi terhadap cekaman salinitas
tinggi dilakukan dengan pemberian skoring
berdasarkan gejala yang ditunjukkan, antara
lain: (1) sangat toleran, (2) toleran, (3) sedikit
toleran, (4) rentan, dan (5) sangat rentan.
Isolasi DNA Genom Total (Doyle & Doyle
1987)
Isolasi DNA dengan metode CTAB
dilakukan melalui tiga tahap yaitu preparasi
ekstrak sel, pemurnian DNA, dan pemekatan
DNA. Preparasi ekstrak sel dimulai dengan
penggerusan daun padi sebanyak lebih kurang
0.5 gram dalam mortar steril yang diberi
bufer ekstraksi sebanyak 1000 µL (2 x
500µL). Hasil gerusan dimasukkan ke dalam
tabung mikro 2 mL, kemudian diinkubasi di
dalam penangas air pada suhu 65 ˚C selama
15 menit.
Pemurnian DNA dilakukan melalui
penambahan natrium asetat 3M sebanyak 100
µL dan kloroform isoamilalkohol sebanyak
900 µL ke dalam tabung, kemudian dikocok
hingga
merata.
Suspensi
selanjutnya
disentrifugasi dengan kecepatan 19336 g
selama 5 menit. Pemekatan DNA dilakukan
dengan penambahan natrium asetat 3M
sebanyak 70 µL dan isopropanol sebanyak
500 µ L ke dalam supernatan dan dicampur
perlahan.
Sampel
disentrifugasi
pada
kecepatan 19336 g selama 5 menit. Pelet yang
diperoleh dicuci dengan 500 µL etanol 70%.
Campuran disentrifugasi kembali selama 2
menit pada kecepatan 19336 g. Pelet
selanjutnya dikeringkan pada dalam oven
selama 10 menit. Pelet yang telah kering

dilarutkan dalam bufer TE yang mengandung
ribonuklease sebanyak 50 µL dan diinkubasi
pada suhu 37 ˚C selama 30 menit.
Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian
DNA
DNA hasil isolasi selanjutnya dilakukan
kuantifikasi untuk melihat konsentrasi dan
kemurniannya
dengan
menggunakan
spektrofotometer.
Total
volume
yang
digunakan untuk pengukuran sebanyak 400
µL dengan faktor pengenceran sebesar 200
kali. Larutan blanko yang digunakan adalah
ddH2O. Sebanyak 2 µ L DNA ditambahkan
dengan 398 µ L akuades dalam kuvet.
Pengukuran konsentrasi DNA dilakukan
pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan
protein diukur pada panjang gelombang 280.
Jumlah radiasi UV yang diserap oleh larutan
DNA sebanding dengan jumlah DNA dalam
sampel yang diukur. Kemurnian larutan DNA
dapat dihitung melalui perbandingan A260 nm
dengan A280 nm. Batas kemurnian yang biasa
dipakai dalam analisis molekuler pada rasio
A260/A280 adalah 1.8-2.0 (Sambrook et al.
1989).
DNA
yang
sudah
diukur
konsentrasinya
diencerkan
sehingga
mendapatkan konsentrasi yang seragam untuk
digunakan dalam análisis PCR.
Analisis Molekuler Tanaman Padi Putatif
Transgenik Menggunakan Teknik PCR
Amplifikasi gen OsDREB1 pada genom
tanaman padi transgenik dilakukan dengan
menggunakan primer spesifik yaitu HPT
(hygromycin phospho transferase)
yang
mengamplifikasi bagian gen higromisin yang
merupakan marka seleksi pada plasmid
pCAMBIA yang disisipkan (Gambar 3).
Primer ini memiliki sekuen forward 5’ GAT
GCC TCC GCT CGA AGT AGC G 3’ dan
sekuen reverse . 5’ GCA TCT GCC GTG
CAC ATG 3’. Ukuran produk amplifikasi
PCR yang dihasilkan adalah 500 bp.
Amplifikasi PCR dilakukan pada volume total
reaksi 20 µl yang mengandung 2-5 µl DNA
genomik cetakan, dNTPs dengan konsentrasi
25 µM, sepasang primer spesifik masingmasing dengan konsentrasi 0.2 µM, MgCl2
dengan konsentrasi 1.5 mM, enzim Taq DNA
polymerase 0.15 unit dalam larutan buffer 1x
(20 mM Tris-HCl pH 8.0, 100 mM KCl, 0.1
mM EDTA, 1 mM DTT, 50% glycerol, 0.5%
Tween 20, dan 0.5% nonidet P40). Setiap
reaksi dilakukan pada tabung mikro 200 µl.
Reaksi amplifikasi dilakukan dengan program
sebagai berikut: denaturasi awal pada suhu
94ºC selama 3 menit sebanyak 1 siklus,

9

dilanjutkan dengan 35 siklus yang terdiri atas :
denaturasi pada suhu 94ºC selama 30 detik,
penempelan primer pada suhu 60ºC selama 30
detik, pemanjangan primer pada suhu 720C
selama 45 detik. Pemanjangan primer terakhir
selama 7 menit pada suhu 720C. Selain DNA
sampel juga digunakan DNA plasmid
pCAMBIA sebagai kontrol positif (+) dan
DNA padi non transgenik serta air (tanpa
DNA cetakan) masing-masing sebagai kontrol
negatif (-). Produk PCR (amplikon) kemudian
dielektroforesis dengan menggunakan gel
agarosa.

Gambar 3 Konstruksi plasmid pCAMBIA.

Elektroforesis
Produk
Hasil
PCR
Menggunakan Gel Agarosa
Terlebih dahulu disiapkan 1% gel agarosa
dengan 1x buffer TBE (Tris Boric Acid
EDTA). Agarosa dipanaskan sampai mendidih
lalu diamkan pada suhu ruang beberapa detik.
Setelah suhu agarosa cukup dingin lalu
dituangkan pada cetakan. Setelah gel agarosa
memadat kemudian dimasukkan ke dalam
tangki elektroforesis yang berisi 0.5x buffer
TBE. Sebanyak 10 µl produk PCR dari
masing-masing sampel ditambahkan dengan 2
µl loading dye dan dicampur sempurna,
kemudian dimasukkan ke dalam sumur di
dalam gel. Untuk menentukan ukuran dari
produk PCR disertakan juga DNA standar
(100 bp ladder) sebagai pembanding. Sampel
dielektroforesis dengan tegangan 90 volt
selama kurang lebih 1.5 jam. Setelah itu, gel
agarose diwarnai dengan larutan etidium
bromida (10 mg/l) selama 10 menit dan dicuci
dengan air selama 20-30 menit. Gel agarose
kemudian ditampakkan dengan Chemidoc gel
system (Biorad).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon Padi Transgenik dengan Cekaman
25 mM NaCl
Pengujian respon salinitas dilakukan
terhadap 96 tanaman dari dua galur padi
Nipponbare
transgenik
yang
telah
diintroduksikan konstruksi ekspresi tinggi gen
OsDREB1A dan 49 tanaman dari enam galur
Nipponbare
transgenik
yang
telah
diintroduksikan konstruksi ekspresi tinggi gen
OsERF1. Sebagai Kontrol positif digunakan
padi varietas Nonabokra yang secara alami
telah teruji sebagai varietas yang sangat
toleran terhadap cekaman salinitas tinggi dan
padi Nipponbare tipe liar (wild type)
digunakan sebagai kontrol negatif dalam
pengujian.
Berbagai variasi respon yang berbeda
dihasilkan dari tanaman padi yang telah
ditumbuhkan pada media larutan Yoshida
yang mengandung 25 mM NaCl. Pengukuran
terhadap parameter panjang akar setiap lima
hari memperlihatkan pertumbuhan akar yang
bervariasi dari setiap tanaman yang diuji.
Hasil Pengelompokan tanaman berdasarkan
indeks pertambahan panjang akar selama 15
hari perlakuan (panjang akar hari ke 15
dikurangi hari ke 0) dapat dibedakan menjadi
lima kelompok. Kelompok 1 adalah tanaman
yang menunjukkan pertambahan panjang akar
dibawah 3,0 cm dikategorikan sebagai
tanaman yang sangat rentan, kelompok 2
adalah tanaman yang pertambahan panjang
akarnya antara 3,0 – 6,0 cm dikategorikan
sebagai tanaman yang rentan, kelompok 3
adalah tanaman yang pertambahan panjang
akarnya antara 6,1 – 9,0 cm dikategorikan
sebagai tanaman yang agak toleran, kelompok
4 adalah tanaman yang pertambahan panjang
akarnya antara 9,1 – 12,0 cm dikategorikan
sebagai tanaman yang toleran, dan kelompok
5 adalah tanaman yang pertambahan panjang
akarnya lebih dari 12,0 cm dikategorikan
sebagai tanaman yang sangat toleran (Tabel 1
& Tabel 2).
Tabel 1 Pengelompokan berdasarkan indeks
pertumbuhan panjang akar tanaman
padi Nipponbare-OsDREB1A
kelompok
1
2
3
4
5

Indeks pertambahan
panjang akar (cm)
< 3,0
3,0 – 6,0
6,1 – 9,0
9,1 – 12,0
> 12,0
Jumlah

Jumlah
tanaman
4
15
36
24
17
96

10

kelompok
1
2
3
4
5

Indeks pertambahan
panjang akar (cm)
< 3,0
3,0 – 6,0
6,1 – 9,0
9,1 – 12,0
> 12,0
Jumlah

Jumlah
tanaman
11
10
9
6
13
49

Berdasarkan pengamatan profil tanaman
serta dibandingkan dengan tanaman kontrol
tipe liar dan padi Nonabokra, maka dari