Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB yang Diberi Suplementasi Multivitamin Mineral

PENGARUH PENDIDIKAN GIZI TERHADAP KADAR
HEMOGLOBIN MAHASISWA PUTRI TPB IPB YANG
DIBERI SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL

MIFTACHUL JANNAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pendidikan
Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB yang Diberi
Suplementasi Multivitamin Mineral adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Miftachul Jannah
NIM I14080125

RINGKASAN
MIFTACHUL JANNAH. Pengaruh Suplementasi Multivitamin Mineral Dan
Pendidikan Gizi Terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB. Di bawah
bimbingan RIMBAWAN & SITI MADANIJAH
Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (2004) menunjukkan bahwa prevalensi
anemia pada remaja sebesar 26.7% (Depkes 2005). Remaja putri adalah kelompok
populasi yang rawan terhadap defisiensi gizi besi. Pada saat remaja putri sedang dalam
masa pertumbuhan puncak (peak growth) dibutuhkan zat besi yang lebih tinggi untuk
kebutuhan basal tubuh dan pertumbuhan. Peningkatan kebutuhan zat besi bersamaan
dengan kurangnya asupan besi dapat berakibat remaja putri rawan terhadap rendahnya
kadar hemoglobin akibat defisiensi besi (Sediaoetama 2002). Terdapat beberapa upaya
yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia, diantaranya

pendidikan gizi dan suplementasi (Depkes 1996). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh suplementasi MVM dan pendidikan gizi terhadap
pengetahuan, sikap dan praktek gizi, serta pengaruhnya terhadap kadar hemoglobin
mahasiswa putri TPB IPB.
Penelitian ini adalah bagian dari penelitian besar yang dilakukan pada mahasiswa
putri TPB IPB untuk mengetahui manfaat dari suplementasi multivitamin mineral
terhadap kadar hemoglobin, antioksidan, dan kebugaran tubuh. Desain penelitian adalah
Quasy Eperimental Design dengan rancangan pretest postest group. Penelitian dilakukan
pada bulan April-September 2012 di asrama putri TPB IPB. Contoh dibagi dalam dua
kelompok yaitu kelompok suplementasi tanpa pendidikan gizi (S) dan kelompok
suplementasi dengan pendidikan gizi (SPG). Jenis suplemen yang sama diberikan pada
contoh. Sampel minimum yang dibutuhkan adalah 11 orang pada setiap kelompok (Li et
al 2004) dengan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel pada penelitian
ini adalah 27 orang, dengan distribusi 15 orang pada kelompok S dan 12 orang pada
kelompok SPG.
Contoh dalam penelitian adalah mahasiswa putri yang berusia 19 sampai 20
tahun dengan distribusi 22% anemia ringan, 11.1% anemia sedang, dan 66.7% normal.
Rata-rata pengeluaran pangan per bulan kelompok S dan SPG berturut-turut adalah
Rp478 000 ± 105 437.9 dan Rp482 500 ± 126 284.3. Rata-rata proporsi pengeluaran
pangan terhadap uang saku contoh pada kelompok S adalah 70.2% dan pada kelompok

SPG adalah 75%. Tidak terdapat perbedaan nyata pada usia dan pengeluaran pangan
kedua kelompok (p>0.05). Dengan uji beda T, perbedaan siklus menstruasi, lama
menstruasi, dan siklus menstuasi dalam setahun antara kedua kelompok tidak berbeda
nyata (p>0.05). Terdapat perbedaan nyata dalam keteraturan menstruasi antara kedua
kelompok (p0.05).
Tingkat pengetahuan gizi awal contoh tentang anemia pada kedua kelompok
tergolong kurang. Setelah intervensi, terlihat adanya peningkatan tingkat pengetahuan

gizi pada kelompok SPG (p0.05). Kebiasaan makan sebelum dan setelah
perlakuan tidak mengalami perbedaan yang nyata pada kedua kelompok (p>0.05).
Asupan energi dan zat gizi contoh diperoleh dengan cara food record pada hari kuliah
(Senin) dan pada hari libur (Sabtu). Tidak terdapat perbedaan nyata intake protein,
vitamin dan mineral (p>0.05) tetapi berbeda nyata pada intake energi (p0.05). Hal ini menunjukkan
suplementasi MVM belum dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh. Suplementasi
MVM dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh anemia pada kedua kelompok,
namun hanya signifikan pada contoh anemia dari kelompok SPG (p0.05).
Kata kunci: anemia, mahasiswa, pendidikan gizi, suplementasi

ABSTRACT
MIFTACHUL JANNAH. The Effect of Nutrition Education on Haemoglobin of

Bogor Agricultural University’s Girls Student With Multivitamin Mineral
Supplementation. Supervised by RIMBAWAN and SITI MADANIJAH.
Anaemia is still prevalence in Indonesia especially in adolescent girls
because deficiency of iron and folic acid. The purpose of this study was to analyze
the effect of multivitamin minerals supplementation and nutrition education on
haemoglobin. The study was conducted on First Common Year Studentsof Bogor
Agricultural University. Design of the study was Quasy Experimental with pretest
post test group. The number of subjects was 27 and allocated into two groups.
First group received multivitamin minerals supplementation without nutrition
education (S group); second group received multivitamin and minerals
supplementation with nutrition education (SPG group). The method of nutition
education was speech and allocated into four session with duration 30-45 minutes
for each meeting. The result of the study showed that nutrition education affected
nutritional knowledge but could not improve nutritional attitudes and nutritional
practice. There was no significant correlation between nutrition knowledge,
attitude, and practice. Multivitamin minerals supplementation could not improve
haemoglobin, but could increased haemoglobin of anaemia subject although the
increase was not significant (p>0.05).
Keywords:anaemia, nutrition education, students, supplementation


iii

PENGARUH PENDIDIKAN GIZI TERHADAP KADAR
HEMOGLOBIN MAHASISWA PUTRI TPB IPB YANG
DIBERI SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL

MIFTACHUL JANNAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari
Program Studi Ilmu Gizi

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


iv

Judul Slaipsi: Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa
Putri TPB IPB yang Diberi Suplementasi Multivitamin Mineral
: Miftachul Jannah
Nama
: 114080125
NIM

Disetujui oleh

セキ@

Drs Rimbawan, PhD
Pembimbing I

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


セ。ョゥェィG

Prof Dr Ir
Pembimbing II

2 0 AUG 20B

MS

v

Judul Skripsi : Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa
Putri TPB IPB yang Diberi Suplementasi Multivitamin Mineral
Nama
: Miftachul Jannah
NIM
: I14080125

Disetujui oleh


Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS
Pembimbing II

Drs Rimbawan, PhD
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Budi Setiawan, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini adalah Pengaruh
Suplementasi Multivitamin Mineral dan Pendidikan Gizi terhadap Kadar

Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Rimbawan, PhD dan Ibu
Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS selaku pembimbing dan Dr Ir Cesilia Meti
Dwiriani, MSc selaku penguji yang telah banyak memberi saran. Penghargaan
juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan penelitian Gian Nubekti, Angga
Hardiansyah, Nazhif Gifari, dan Laboratorium Kesehatan Prodia Kota Bogor atas
kerjasamanya selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, kakak dan adik, juga semua sahabat atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Miftachul Jannah

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii


DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Tujuan Penelitian




Hipotesis



Manfaat Penelitian



METODE PENELITIAN



Desain, Waktu dan Tempat Penelitian



Populasi dan Sampel



Pelaksananaan Suplementasi



Intervensi Pendidikan Gizi



Jenis dan Cara Pengumpulan Data



Pengolahan dan Analisis Data



HASIL DAN PEMBAHASAN



Status Anemia Contoh Sebelum Perlakuan



Karakteristik Contoh



Pengetahuan Gizi

11 

Sikap Gizi

13 

Praktek Gizi

14 

Kepatuhan Mengonsumsi Suplemen MVM

15 

Manfaat dan Efek Samping yang Dirasakan

16 

Status Anemia Contoh Setelah Perlakuan

17 

Hubungan Antar Variabel Setelah Intervensi Pendidikan Gizi

18 

Pengaruh Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi

20 

SIMPULAN DAN SARAN

20 

Simpulan

20 

Saran

20 

DAFTAR PUSTAKA

21 

LAMPIRAN

24 

viii

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.

Kandungan multivitamin mineral dalam suplemen dan persentase
terhadap AKG
Jadwal dan materi pendidikan gizi
Jenis dan cara pengumpulan data
Pengolahan dan analisis data
Sebaran contoh berdasarkan status anemia
Uang saku dan rata-rata pengeluaran pangan contoh
Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh menurut kelompok
perlakuan
Karakteristik contoh menurut keadaan menstruasi
Rata-rata berat badan, tinggi badan, dan indeks masa tubuh (IMT)
contoh menurut kelompok sebelum dan sesudah perlakuan
Persentase jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan
setelah perlakuan
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi contoh
sebelum dan setelah perlakuan
Sebaran contoh berdasarkan tingkat sikap gizi contoh sebelum dan
setelah perlakuan
Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebiasaan makan contoh
sebelum dan setelah perlakuan
Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein
setelah perlakuan
Nilai minimum, maksimum dan rata-rata konsumsi dan persentase
konsumsi suplemen contoh
Nilai minimum, maksimum dan rata-rata frekuensi dan persentase
frekuensi mengonsumsi suplemen contoh
Rata-rata kadar hemoglobin dan status anemia contoh sebelum dan
setelah perlakuan
Sebaran contoh berdasarkan status anemia setelah perlakuan
Rata-rata kadar hemoglobin dan status anemia pada contoh anemia
sebelum dan setelah perlakuan
Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi
Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan praktek gizi
Sebaran contoh berdasarkan sikap dan praktek gizi









10 
11 
12 
13 
14 
15 
15 
16 
17 
18 
18 
19 
19 
20 

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Alur pengambilan sampel penelitian
Sebaran contoh menurut usia
Sebaran contoh berdasarkan uang saku/bulan
Sebaran sampel yang mengalami keluhan menjelang dan saat
menstruasi




10 

ix

5.
6.
7.

Sebaran jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan
setelah perlakuan pada kedua kelompok
Sebaran persepsi kesehatan contoh
Efek samping yang dirasakan setelah mengonsumsi suplemen

12 
16 
17 

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kuesioner penelitian
Handout materi pendidikan gizi
Kadar hemoglobin contoh sebelum dan sesudah perlakuan
Usia, uang saku, dan pengeluaran pangan contoh per bulan
Berat badan, tinggi badan, dan status gizi contoh sebelum dan
setelah intervensi
Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar setiap pertanyaan
sebelum dan setelah perlakuan
Sebaran contoh berdasarkan jawaban setuju pernyataan sikap gizi
tentang anemia sebelum dan setelah perlakuan
Sebaran contoh berdasarkan jawaban kebiasaan makan sebelum dan
setelah perlakuan

24 
36 
42 
43 
44 
45 
46 
47

x

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anemia merupakan masalah gizi utama pada remaja, terutama remaja di
negara berkembang. Perkiraan prevelensi anemia remaja pada negara berkembang
adalah 27% dan pada negara indutri sebersar 6% (WHO 2005). Penelitian yang
dilakukan di Jawa Timur menunjukkan prevalensi anemia tertinggi terdapat pada
kelompok remaja putri yaitu sebesar 25.8% (Soekarjo et al 2001), sedangkan
penelitian yang dilakukan di India menunjukkan prevalensi yang sangat tinggi
pada remaja putri yaitu 90.1% (Toteja dan Singh 2003 dalam SCN News 2005).
Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004 menunjukkan bahwa
prevalensi anemia pada remaja sebesar 26.7% (Depkes 2005).
Remaja putri adalah kelompok populasi yang rawan terhadap defisiensi gizi
besi. Pada saat remaja putri sedang dalam masa pertumbuhan puncak (peak
growth) dibutuhkan zat besi yang lebih tinggi untuk kebutuhan basal tubuh dan
pertumbuhan. Satu tahun setelah peak growth, remaja putri biasanya akan
mengalami haid pertama (menarche) (Sediaoetama 2002). Pertumbuhan yang
cepat (growth spurt) berlangsung selama dua tahun setelah menstruasi (Travis
2003 dalam SCN News 2005). Kebutuhan zat besi yang tinggi pada saat peak
growth akan menetap karena selanjutnya diperlukan untuk menggantikan besi
yang hilang pada saat menstruasi atau haid (Sediaoetama 2002). Banyaknya
kehilangan darah saat menstruasi bervariasi antara seorang wanita dengan lainnya.
Diantara wanita muda yang nampak sehat, sekitar 35 sampai 58% menderita
pengurangan zat besi atau iron depletion (Piliang dan Djojosoebagia 2006).
Tingginya kebutuhan zat besi pada remaja putri seharusnya diimbangi
dengan zat besi yang cukup dari makanan. Apabila kebutuhan zat besi tidak
terpenuhi maka kadar hemoglobin akan rendah sehingga terjadi anemia gizi
(Dewa 2004). Anemia kekurangan zat besi ini terjadi karena pola konsumsi yang
kurang baik. Komposisi makanan yang tidak mencerminkan komponen dengan
nilai gizi cukup akan menghambat atau mengurangi ketersediaan biologis zat besi
dalam tubuh (Piliang dan Djojosoebagia 2006).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi besi bukan merupakan
penyebab utama terjadinya anemia. Defisiensi zat gizi lain seperti asam folat,
seng, vitamin A juga dapat menjadi penyebab anemia. Menurut penelitian yang
dilakukan pada kelompok usia tua di Amerika, rendahnya kadar serum vitamin
B12 dalam darah berhubungan dengan kejadian anemia dan gangguan kognitif
(Morris et al. 2007). Penelitian Zarianis (2006) menunjukkan bahwa pada anak
sekolah dasar defisiensi besi bukan merupakan satu-satunya faktor utama
penyebab anemia. Defisiensi vitamin C juga turut berperan dalam menimbulkan
anemia.
Kecenderungan program perbaikan gizi mikro saat ini adalah melakukan
fortifikasi dan suplementasi dengan banyak zat gizi (multigizi). Beberepa
penelitian menunjukkan bahwa selain dapat memperbaiki indikator fungsional,
pemberian multigizi juga dapat meningkatkan indikator cadangan gizi (storage)
dalam tubuh (Hardinsyah 2007). Suplementasi multivitamin mineral merupakan

2

salah satu cara untuk menanggulangi defisiensi besi dan menurunkan prevalensi
anemia.
Berdasarkan pendekatan KAP (Knowledge-Attitude-Practice), peningkatan
derajat kesehatan dapat dilakukan dengan berfokus pada mekanisme kognitif yang
ada dalam diri seseorang. Model KAP meyakini bahwa pengatahuan baru yang
didapatkan seseorang akan merubah sikap yang selanjutnya akan diikuti dengan
perubahan perilaku (Espnes dan Smedslund 2001 dalam Henningsen 2011). Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk menambah atau merubah aspek kognitif
adalah dengan melakukan pendidikan gizi. Menurut Winkleby et al. (1992) diacu
dalam Ball et al. (2009), pendidikan adalah faktor terkuat dan paling konsisten
dalam memprediksi perilaku kesehatan.
Pendidikan gizi pada mahasiswa putri TPB IPB diberikan dengan harapan
agar pengetahuan gizi mahasiswa akan berubah, sehingga merubah sikap dan
praktek gizi. Perbaikan praktek gizi diharapkan dapat memperbaiki status anemia
seseorang.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mempelajari pengaruh suplementasi dan pendidikan gizi terhadap kadar
hemoglobin pada mahasiswa putri TPB IPB.
Tujuan Khusus
1. Mempelajari karakteristik mahasiswa TPB IPB.
2. Mempelajari perbedaan pengetahuan, sikap, dan praktek gizi pada
mahasiswa putri TPB IPB sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok
yang diberi pendidikan gizi dan kelompok yang tidak diberi pendidikan
gizi.
3. Menganalisis pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap
peningkatan kadar hemoglobin mahasiswa putri TPB IPB.
4. Menganalisis pengaruh pendidikan gizi terhadap peningkatan kadar
hemoglobin mahasiswa putri TPB.

Hipotesis
1. Pendidikan gizi dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek gizi.
2. Terdapat perbedaan pengetahuan, sikap, dan praktek gizi pada kelompok
yang diberi pendidikan gizi dan kelompok yang tidak diberi pendidikan
gizi.
3. Suplementasi multivitamin mineral dan pendidikan gizi yang diberikan
dapat meningkatkan kadar hemoglobin darah.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang metode intervensi yang
efektif untuk mengatasi masalah anemia yang terjadi di kelompok remaja

3

putri.Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
untuk merumuskan metode intervensi untuk permasalahan anemia secara umum.

METODE PENELITIAN
Desain, Waktu dan Tempat Penelitian
Desain penelitian ini adalah Quasy Eperimental dengan pre test post test
group. Pemilihan desain tersebut karena dalam penelitian tidak ada randomisasi
sampel, artinya tidak semua sampel memiliki peluang yang sama untuk
mendapatkan pendidikan gizi. Dalam penelitian ini digunakan dua kelompok yaitu
kelompok yang tidak memperoleh pendidikan gizi (S) dan kelompok yang
memperoleh pendidikan gizi (SPG). Jenis suplemen yang sama diberikan pada
kedua kelompok. Penelitian ini dilakukan di asrama Tingkat Persiapan Bersama
(TPB) IPB selama 6 bulan, mulai bulan April – September 2012. Analisis
laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Prodia Kota Bogor.

Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa putri TPB IPB yang tinggal
di Asrama Putri. Gambar 1 menunjukkan alur pengambilan sampel penelitian.
Screening Hb 150 mahasiswa putri dengan Nesco Finger Pick (metode Hemocue)

Pengumpulan mahasiswa putri yang anemia berdasarkan screening dan
seleksi sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi

Pemeriksaan Hb metode cyanmethemoglobin

Penjelasan penelitian dan penandatangan inform consent

Diperoleh sampel sebanyak 29 orang
Kelompok S 15 orang

Kelompok SPG 14 orang

Gambar 1 Alur pengambilan sampel penelitian
Sampel adalah mahasiswa putri TPB IPB yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria Inklusi yaitu : usia 18 – 21 tahun, memiliki kadar Hb < 12.6 g/dL,
memiliki IMT 0.5
p < 0.05
p < 0.05
dan r > 0.5
p < 0.05
-

Independent T-Test

p < 0.05

Independent T-Test

p < 0.05

-

Korelasi Pearson

-

Korelasi Pearson

p < 0.05
dan r > 0.5
p < 0.05
dan r > 0.5

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Staatus Anemia Contoh Sebelum Perlakuan
Rata-rata kadarr hemoglobin pada kelompok S adalah 11.93 ± 1.19 g/dL dan
pada kelompok SPG
G adalah 11.94 ± 1.24 g/dL. Uji beda t menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang nyata kadar hemoglobin kedua keloompok sebelum
perlakuan (p>0.05). Kadar
K
hemoglobin contoh disajikan pada Lam
mpiran 3.
Tabel 5 mengggambarkan bahwa sebagian besar contoh menngalami anemia.
Prevalensi anemia pada
p
penelitian ini lebih rendah jika dibanndingkan dengan
penelitian Briawan (2008)
(
yang melaporkan bahwa prevalensi anemia sebesar
51% dan penelitian Anggraeni (2004) sebesar 48.1%. Prevalennsi anemia pada
penelitian ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan
WHO (2001).
Tabell 5 Sebaran contoh berdasarkan status anemiaa
Kadar
hemoglobin
(g/dL)

Status anemia
Anemia sedang
Anemia ringan
Normal
Total

7.0-10.0
10.1-11.9
≥ 12.0

Kelompok
S

Total

SPG

n

%

n

%

n

%

4
1
10
15

26.6
6.7
66.7
100.0

2
2
8
12

16..7
16..7
66..7
100..0

6
3
18
27

22.2
11.1
66.7
100.0

Karakteristik Contoh
Usia

Persentase (%)

c
pada kelompok S dan kelompok SP
PG hampir sama,
Rata-rata usia contoh
yaitu berturut-turut 19.0
1
± 0.4 dan 18.9 ± 0.5 tahun. Berdasarrkan Gambar 2,
contoh pada kelompook S didominasi oleh kelompok remaja meneengah sedangkan
SPG lebih didominaasi oleh kelompok usia remaja akhir (Gunaarsa & Gunarsa
1995). Tidak terdapatt perbedaan nyata usia contoh kedua kelompook (p>0.05).

1000

83.3
60
40

5
50

16.7

S
SPG

0
18-19
19-20
Rentang usia contoh (tahun)
Gambar 2 Sebaran contoh menurut usia

8

Persentase (%)

Uang Saku
Rata-rata uang saku pada kelompok S adalah Rp763 333.3 ± 251 045.4
sedangkan SPG adalah Rp783 333.3 ± 423 906.8. Uji beda t menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang nyata pada uang saku kedua kelompok (p>0.05). Sumber
uang saku contoh pada kelompok S berasal dari orangtua (40%), beasiswa
(26.7%), dan gabungan dari orangtua dan beasiswa (33.3%). Pada kelompok SPG
sumber uang saku berasal dari orangtua (41.7%), beasiswa (33.3%), dan gabungan
dari orangtua dan beasiswa (25%). Secara umum, sumber uang saku sebagian
besar contoh berasal dari orang tua. Sebaran uang saku contoh dapat dilihat pada
Gambar 3.
80
60
40
20
0

53.4

58.4
13.3

500-700

25

33.3
8.3

700-1 000 1 000-1 500

0 8.3
≥1 500

S
SPG

Jumlah uang saku/bulan (dalam ratusan ribu rupiah)
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan uang saku/bulan
Pengeluaran Pangan
Rata-rata pengeluaran pangan per bulan sebelum perlakuan pada kelompok
S adalah Rp478 000 ± 105 437.9 dan pada kelompok SPG adalah Rp482 500 ±
126 284.3. Uji beda t menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pengeluaran pangan
pada kedua kelompok perlakuan (p>0.05). Pengeluaran pangan contoh kedua
kelompok setelah perlakuan tidak mengalami perubahan. Pengeluaran pangan
disajikan pada Lampiran 4.
Rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap uang saku contoh pada
kelompok S adalah 70.2% dan pada kelompok SPG adalah 75%. Hal tersebut
menunjukkan pangan mendapatkan proporsi terbesar dalam pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari contoh pada kedua kelompok. Menurut Soemardi dan
Evens (1985) diacu dalam Puri (2007), kelompok masyarakat berpendapatan
rendah umumnya memiliki proporsi pengeluaran terbesar yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan makanan. Tabel 6 menunjukkan terdapat kecenderungan
semakin tinggi uang saku yang diperoleh contoh maka pengeluaran pangan per
bulan semakin besarpada kedua kelompok.
Tabel 6 Uang saku dan rata-rata pengeluaran pangan contoh
Pengelompokan uang
saku (Rupiah)
500 000
5000 000 – 1 000 000
1 000 000 – 1 500 000
>1 500 000

Rata-rata pengeluaran pangan (Rupiah)
S
SPG
Total
470 000 ± 121 244 450 000 ± 150 000 460 000 ± 122 474
483 000 ± 83 006 535 714 ± 118 019 504 706 ± 99 065
645 000 ± 360 624 450 000
580 000 ± 278 747
600 000
600 000

9

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
Latar belakang pekerjaan orangtua contoh pada kedua kelompok cukup
beragam (Tabel 8). Pekerjaan orangtua pada kedua kelompok perlakuan
didominasi oleh wiraswasta (37.5%), swasta (25%) dan PNS (25%). Sebagian
besar pendapatan orangtua contoh pada kedua kelompok berada dalan rentang 1-2
juta/bulan (44.4%) dan 2-3 juta.bulan (29.6%). Rata-rata penghasilan orangtua
kelompok S adalah Rp2 240 000 dan pada kelompok SPG adalah Rp3 065 192
(p>0.05).
Tabel 7 Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh menurut kelompok
perlakuan
Kelompok
Sosial-ekonomi keluarga

SPG

%

n

%

n

%

2
6
3
0
3
1

13.3
40.0
20.0
0.0
20.0
6.7

4
1
3
1
0
3

33.4
8.3
25.0
8.3
0.0
25.0

10
4
5
1
3
4

37.0
14.8
18.5
3.7
11.1
14.8

1
2
1
11

6.7
13.3
6.7
73.3

1
2
2
7

8.3
16.7
16.7
58.3

2
4
3
18

7.4
14.8
11.1
66.7

1
7
6
0
1

6.6
46.8
40.0
0.0
6.6

0
5
2
3
2

0.0
41.6
16.7
25.0
16.7

1
12
8
3
3

3.7
44.4
29.6
11.1
11.1

n
Pekerjaan Ayah
Wiraswasta
Swasta
PNS
Petani
Pensiunan PNS
Lainnya (alm)
Pekerjaan Ibu
Wiraswasta
Swasta
PNS
IRT
Pendapatan Orangtua
< 1 juta
1-2 juta
2-3 juta
3-4 juta
> 4 juta

Total

S

Keadaan Menstruasi
Umur pertama kali menstruasi contoh pada kedua kelompok berkisar antara
11-16 tahun. Keadaan menatruasi contoh dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 8 Karakteristik contoh menurut keadaan menstruasi
Keadaan menstruasi
Umur menstruasi (tahun)
Keteraturan (%)
Teratur
Tidak teratur
Lama siklus (hari)
Lama menstruasi (hari)
Siklus dalam setahun (kali)

Kelompok
S
12.9 ± 1.5
100.0
0.0
28.0
6.6
11.7

±
±
±
±
±

0.0
0.0
2.3
0.9
0.7

p

SPG
12.4 ± 1.0

0.307

58.3
41.7
28.0
7.0
10.3

0.004

±
±
±
±
±

0.0
0.0
1.4
1.8
2.60

1.000
0.573
0.056

10

Persentase (%)

Sebagian besar contoh pada kedua kelompok menyatakan mengalami
keluhan menjelang dan pada saat menstruasi dengan jenis keluhan diantaranya
keram di bawah perut, sakit pinggang, pusing, timbulnya jerawat, badan lesu,
lebih emosional, dan merasa nyeri pada payudara. Persentase skor keluhan dapat
dilihat pada Gambar 3. Pada kedua kelompok, tampak keluhan saat menstruasi
lebih banyak dirasakan daripada keluhan menjelang menstruasi.
100

86.7
93.3

91.7 100

50
Menjelang
0
S

Saat

SPG
Kelompok

Gambar 4 Sebaran sampel yang mengalami keluhan menjelang dan saat
menstruasi
Status Gizi Antropometri
Rata-rata berat badan pada kelompok S lebih besar daripada kelompok SPG,
namun tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05). Presentase contoh yang
memiliki berat badan di bawah 50 kg (WNPG 2004) masih tergolong besar, yaitu
40% pada kelompok S dan 42% pada kelompok SPG (p>0.05).
Tabel 9 Rata-rata berat badan, tinggi badan, dan indeks masa tubuh (IMT)
contoh menurut kelompok sebelum dan sesudah perlakuan
Antropometri

BB (kg)
TB (cm)
IMT (kg/m2)
Kategori IMT (%)
Kurus
Normal
Gemuk sehat
Obes I
BB (kg)
TB (cm)
IMT (kg/m2)
Kategori IMT (%)
Kurus
Normal
Gemuk sehat
Obes I

Kelompok
S
53.8 ±
154.3 ±
22.5 ±
6.7
73.3
6.3
13.3

Total

SPG
Sebelum
7.9
49.7 ±
5.7 154.0 ±
2.7
20.9 ±

53.7 ±
154.3 ±
22.5 ±

16.7
75.0
8.3
0.0
Setelah
7.6
49.5 ±
5.7 154.0 ±
2.7
20.8 ±

6.7
73.3
13.3
6.7

16.7
66.7
16.7
0.0

7.5
4.2
2.7

52.0 ±
154.1 ±
21.8 ±

p

7.8
5.0
2.8

0.181
0.876
0.134

7.6
5.0
2.8

0.158
0.876
0.128

11.1
74.1
7.4
7.4
7.2
4.2
2.7

51.8 ±
154.1 ±
21.8 ±
11.1
70.4
14.8
3.7

11

Proporsi contoh yang mempunyai tinggi badan di bawah 154 cm (WNPG
2004) yaitu 33% pada kelompok S dan 50% pada SPG. Kekurangan zat besi pada
masa remaja dapat menyebabkan tidak tercapainya tinggi badan optimal (Depkes
1998), sehingga diduga sebagian besar contoh mengalami defisiensi zat besi.
Batasan 50 kg untuk berat badan dan 154 cm untuk tinggi badan adalah batasan
usia remaja yaitu kurang dari 20 tahun (WNPG 2004).
Setelah intervensi, rata-rata berat badan contoh pada kedua kelompok
cenderung menurun namun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
(p>0.05). Sebagian besar status gizi contoh pada kedua kelompok adalah normal.
Uji beda t (Paired Sample T-Test) menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata
nilai IMT kedua kelompok sebelum dan setelah perlakuan (p>0.05).
Status gizi merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan diagnosis
anemia (Soemantri 1978 dalam Adriyani 2008). Uji Spearman menunjukkan
semakin baik status gizi awal semakin besar peningkatan kadar hemoglobin
contoh, namun hubungan tersebut tidak signifikan (p = 0.364 dan r = 1.000). Hal
ini sejalan dengan penelitian Andriyani (2008) dan Briawan (2008) yang
menyatakan tidak terdapat hubungan antara status gizi antropometri dengan
peningkatan kadar hemoglobin. Berat badan, tinggi badan dan IMT contoh dapat
dilihat pada Lampiran 5.

Pengetahuan Gizi
Jenis pertanyaan yang paling banyak dijawab salah oleh contoh pada kedua
kelompok sebelum perlakuan adalah pertanyaan tentang zat-zat gizi dan kelompok
rawan anemia (Gambar 5). Hal ini bisa dimengerti karena tidak semua contoh
memperoleh informasi atau pengetahuan tentang interaksi zat gizi. Pertanyaan lain
yang banyak dijawab salah adalah definisi anemia. Tabel 10 menunjukkan
presentase jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan setelah
perlakuan pada kedua kelompok.
Tingkat pengetahuan gizi awal kedua kelompok tergolong kurang
Tabel 10 Persentase jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan
setelah perlakuan
Kelompok
Jenis pertanyaan

S
Pre

Definisi anemia dan kelompok rawan
Interaksi zat-zat gizi
Tanda dan akibat anemia
Pencegahan dan penanggulangan anemia

63.3
20.2
52.1
50.0

SPG
Post

53.3
17.9
52.1
45.8

Pre

43.3
8.3
47.9
39.6

Post

68.3
88.1
64.6
79.2

dikarenakan contoh pada kedua kelompok tidak mengetahui dan tidak
mendapatkan informasi terkait anemia (Tabel 11). Contoh kelompok S tidak
menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan gizi dan terlihat adanya
peningkatan pada kelompok SPG. Peningkatan pengetahuan gizi pada kelompok
SPG dikarenakan intervensi pendidikan gizi yang diberikan. Menurut Khomsan et

12

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

88.1
79.2

68.3

53.3

64.6

52.1
45.8

63.3

17.9
52
2.1

50

43.3

47.9

8.3

20.2

39.6

Po
ost
Pree

Pre
Post
* adalah SPG

m dan setelah
Gambar 5 Sebaran jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum
perlakuan pada keedua kelompok
al. (2007) penyuluhan gizi merupakan upaya untuk meningkatkan peengetahuan
gizi.
Meskipun begitu, masih
m
terdapat contoh kelompok SPG denggan tingkat
pengetahuan gizi kurang sebanyak 8.4%. Hal ini kemungkinan terjaadi karena
contoh susah mengingat materi pendidikan gizi yang telah dibeerikan dan
kurangnya motivasi contohh dalam mengikuti pertemuan pendidikan gizi.
g
Tabel
sebaran contoh berdasarkann jawaban benar dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 11 Sebaran contohh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi contohh
sebelum dan seetelah perlakuan
Tingkat Penngetahuan

Baik
Sedang
Kurang
Baik
Sedang
Kurang

Kelompok (%)
S

Sebelum perlakuan
0.0
0.0
100.0
Setelah perlakuan
0.0
0.0
100.0

SPG
0.0
0.0
100.0
33.3
58.3
8.4

Penelitian ini menunnjukkan pendidikan gizi yang diberikan efeektif untuk
meningkatkan pengetahuaan gizi (p0.05).
Setelah intervensi, terlihat adanya penurunan pada sikap kebiasaan minum
teh setelah makan pada kedua kelompok. Pada kelompok S, sikap preferensi
konsumsi lauk nabati meningkat sedangkan kelompok SPG mengalami
penurunan. Uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata sikap gizi
akhir kedua kelompok (p0.05).
Pada kedua kelompok, kebiasaan makan sebelum dan setelah perlakuan
tidak mengalami perbedaan yang nyata (p>0.05). Hal tersebut memberikan
gambaran bahwa pendidikan gizi yang diberikan belum efektif untuk mengubah
kebiasaan makan. Meskipun secara keseluruhan tidak terdapat perubahan
kebiasaan makan, namun beberapa kebiasaan makan seperti mengonsumsi teh dan
kopi menurun signifikan pada kelompok SPG. Baranowski et al. (1999) dalam
Ball et al. (2009) mengungkapkan bukti bahwa faktor kognitif (pengetahuan gizi)
mempengaruhi intik makanan. Selain itu, sikap dan kepercayaan tentang gaya
hidup sehat terbukti mempengaruhi intik makanan (Hearty et al. 2007 dalam Ball
et al. 2009). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebiasaan makan contoh sebelum
dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebiasaan makan contoh sebelum
dan setelah perlakuan
Variabel (%)

Baik
Sedang
Kurang
Baik
Sedang
Kurang

Kelompok
S

SPG

Sebelum perlakuan
0.0
8.3
53.3
41.7
46.7
50.0
Setelah perlakuan
0.0
8.3
53.3
41.7
46.7
50.0

Total

3.8
48.1
48.1
3.8
48.1
48.1

Sebagian besar contoh pada kedua kelompok mengalami defisit energi
tingkat berat tetapi memiliki tingkat kecukupan protein (TKP) yang baik
padarentang 80-119.9% kebutuhan (Tabel 14). Hal ini disebabkan konsumsi
harian contoh pada kedua kelompok cenderung berasal dari pangan sumber
protein.
Tidak terdapat perbedaan tingkat kecukupan protein, vitamin, dan mineral
pada kedua kelompok perlakuan (p>0.05) dan hanya terdapat perbedaan nyata
pada TKE (p= 120
Protein [n (%)]
< 70
70-79.9
80-89.9
90-119.9
>= 120

S

Total

SPG

9 (60.0 %)
4 (26.7 %)
1 (6.7 %)
1 (6.7 %)
0 (0.0 %)

11 (91.7 %) 20 (74.0 %)
1 (8.3 %) 5 (18.6 %)
0 (0.0 %)
1 (3.7 %)
0 (0.0 %)
1 (3.7 %)
0 (0.0 %)
0 (0.0 %)

1 (6.7 %)
3 (20 %)
4 (26.7 %)
6 (40.0 %)
1 (6.7 %)

1 (8.3 %)
2 (7.4 %)
1 (8.3 %) 4 (14.8 %)
4 (33.3 %) 8 (29.6 %)
4 (33.3 %) 10 (37.0 %)
2 (16.7) 3 (11.1 %)

Kepatuhan Mengonsumsi Suplemen MVM
Secara umum, rata-rata kepatuhan contoh pada kedua kelompok tergolong
kurang (0.05).
Tabel 15 Nilai minimum, maksimum dan rata-rata konsumsi dan persentase
konsumsi suplemen contoh
Kelompok
S

Variabel
Nilai Minimum
Nilai Maksimum
Rata-rata

SPG

Konsumsi (mL)

%

Konsumsi (mL)

%

350.0
748.0
506.6

42.0
89.0
60.0

242.0
620.0
496.0

29.0
74.0
59.0

Sebagai perbandingan, kepatuhan contoh juga dilihat dari frekuensi contoh
mengonsumsi suplemen. Rata-rata contoh pada kedua kelompok tergolong rutin
mengonsumsi suplemen yaitu sebanyak 51 kali (91.9%) dari total suplemen
seharusnya yaitu 56 kali (Tabel 16).
Kepatuhan konsumsi suplemen yang rendah diakibatkan bentuk sendok
takaran yang memungkinkan suplemen tidak habis dikonsumsi sehingga konsumsi
harian suplemen contoh kurang dari 15 ml. Rata-rata contoh pada kedua

16

kelompok mengonsumsi 9 mL suplemen per hari. Rendahnya kepatuhan memang
menjadi salah satu masalah program suplementasi (Fahmida et al 1998 diacu
dalam Fikawati et al. 2004), sehingga akan lebih baik jika variabel kepatuhan
merupakan variabel yang dikontrol.
Tabel 16 Nilai minimum, maksimum dan rata-rata frekuensi dan persentase
frekuensi mengonsumsi suplemen contoh
Kelompok
Variabel

S

Nilai Minimum
Nilai Maksimum
Rata-rata

SPG

Frekuensi (kali)

%

Frekuensi (kali)

47
56
53

84
100
94

41
56
50

%
73
100
89

Manfaat dan Efek Samping yang Dirasakan
Sebagian besar contoh merasa lebih bugar jika mengonsumsi suplemen.
Kebugaran yang dimaksud adalah contoh merasa tidak mudah lelah dalam
melaksanakan aktivitas hariannya dan merasa tidak mudah sakit (Gambar 6).
Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2009) menunjukkan bahwa
suplementasi MVM dapat memperbaiki jumlah sel Natural Killer (NK) secara
signifikan.Sel NK adalah salah satu komponen yang berperan dalam sistem imun
non spesifik.
Contoh mengaku gejala pusing yang dialami menjadi semakin berkurang.
Hanya sebagian kecil contoh yang masih merasakan pusing jika berubah posisi
(misalnya: dari duduk ke berdiri). Suplementasi yang diberikan juga berdampak
pada peningkatan nafsu makan.Angeles-Agdeppa et al. (1997) menyebutkan
bahwa efek samping yang ditimbulkan suplementasi besi adalah peningkatan
nafsu makan dan mudah mengantuk.
Persentase (%)

100
80
60

73.3

83.3

86.7

75
66.7

66.7

73.3 75

40
S

20

SPG

0
Lebih bugar Tidak mudah
sakit

Pusing
berkurang

Nafsu makan
meningkat

Persepsi kesehatan contoh
Gambar 6 Sebaran persepsi kesehatan contoh
Efek samping yang dirasakan contoh setelah mengonsumsi suplemen adalah
mual dan muntah (Gambar 7). Mual dan muntah yang dirasakan contoh

17

Persentase (%)

merupakan efek samping yang ditimbulkan suplementasi besi pada saluran
pencernaan bagian atas (INACG 1977 diacu dalam Briawan 2008). Contoh juga
mengalami diare dan konstipasi saat pertama kali mengonsumsi suplemen.
40

33.3

30
20
10

6.7 8.4
Mual

S

0

0

0

8.3

6.7

6.7
Muntah

Konstipasi

SPG
Diare

Jenis keluhan
Gambar 7 Efek samping yang dirasakan setelah mengonsumsi suplemen

Status Anemia Contoh Setelah Perlakuan
Berdasarkan uji beda T, tidak terdapat perbedaan nyata antara kadar
hemoglobin sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok (p>0.05) (Tabel
17). Rata-rata status anemia contoh pada kedua kelompok juga tidak mengalami
perubahan.
Tabel 17 Rata-rata kadar hemoglobin dan status anemia contoh sebelum dan
setelah perlakuan
Indikator
Rata-rata kadar Hb
Status anemia
Nilai p

S
Sebelum

SPG
Setelah

11.93
12.04
Ringan
Ringan
0.440

Sebelum
11.94
Ringan

Setelah
11.85
Ringan
0.714

Hal tersebut menunjukkan suplementasi MVM belum dapat meningkatkan
kadar hemoglobin contoh. Kandungan besi dalam suplemen MVM rendah dan
berada di bawah batas AKG besi untuk remaja putri sebesar 26 mg. Zat besi
dalam suplemen MVM berada dalam bentuk ferro gloconate dengan jumlah 20
mg setiap takaran (15 ml), sedangkan jumlah zat besi dalam suplemen MVM
dapat dipastikan lebih rendah dari 20 mg karena belum dikonversi dari bentuk
ferro gloconate ke bentuk zat besi. Pada studi yang dilakukan oleh Dwiriani
(2012), konversi 30 mg fero sulfat hanya menghasilkan zat besi sebesar 12.9 mg.
Selain itu, intik zat besi dan mineral lain yang membantu penyerapan zat
besi contoh tergolong rendah. Hanya tingkat kecukupan vitamin A yang
memenuhi AKG contoh. Tabel 18 menunjukkan bahwa prevalensi anemia contoh
pada kedua kelompok meningkat jika dibandingkan dengan status anemia awal.
Prevalensi anemia dari kedua kelompok perlakuan setelah perlakuan sebesar
44.