Efektivitas Berbagai Suplemen Antioksidan terhadap Penurunan Status Oksidatif (Malondialdehid (MDA) Plasma) pada Mahasiswi Alih Jenis IPB

ABSTRACT
RAMATINA. Effectiveness of Various Antioxidant Supplements on
Reducing Oxidative Status (Level of Plasma Malondialdehid (MDA)) among
Extension Students of Bogor Agriculture University. Supervised by LEILY
AMALIA and IKEU EKAYANTI.
The objective of this study was to analyze the effectiveness of vitamin C,
vitamin E and multivitamin-mineral supplements on level of plasma
malondialdehyde (MDA) among extension students of Bogor Agricultural
University. The samples were 24 students and divided into 4 groups, namely 1)
control group, 2) vitamin C group (given supplement of vitamin C 500 mg), 3)
vitamin E group (given supplement of vitamin E 200 IU), 4) multivitamin-mineral
group (given supplement consist of vitamin C 500 mg, vitamin E 30 mg, zinc 15
mg and copper 1,5 mg). The interventions of supplements were given for 7 days.
In term of intake an adequate level of energy, protein, vitamin and mineral
samples. From food, they were no significantly differences among groups. Before
the intervention, blood samples were taken for the analysis of early plasma level
of MDA. Examination was repeated at the end of treatment. From the results of
statistical analysis known that there are significant differences (p 0.05) between the average reduction in level of MDA plasma in
group of vitamin C, vitamin E and multivitamins, but there are significant
differences (p = 19 tahun menurut food and nutrition


Board-institute of Medicine (FNB-IOM) (2004) adalah 2000 mg/hari, pada asupan
normal dapat diabsorpsi sebesar 90-95%, asupan lebih dari 60 mg akan
meningkatkan ekskresi bentuk vitamin C secara proporsional (WNPG 2004).
Tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila konsumsi mencapai 100
mg sehari (Almatsier 2004).
Vitamin C sebagai Antioksidan
Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam
air (aqueous antioxidant). Senyawa ini, menurut Zakaria et al (1996), merupakan
bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen rektif dalam
plasma dan sel.
Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan
cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Tembaga. Selain itu, vitamin
C juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan
ekstraseluler. Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di
dalam sel netrofil, monosit, protein lensa dan retina. Vitamin ini juga dapat
bereaksi dengan Fe-ferritin. Di luar sel, vitamin C mampu menghilangkan
senyawa oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer
elektron ke dalam tokoferol teroksidasi, dan mengabsorpsi logam dalam saluran
pencernaan (Levine et al 1995).
Vitamin C mampu mereduksi radikal superoksida, hidroksil, asam

hipoklorida, dan oksigen reaktif yang berasal dari netrofil dan monosit yang
teraktivasi. Antioksidan vitamin C mampu bereaksi dengan radikal bebas,
kemudian mengubahnya menjadi radikal askorbil. Senyawa radikal terakhir ini
akan segera berubah menjadi askorbat dan dehidroaskorbat. Asam askorbat
dapat bereaksi dengan oksigen teraktivasi, seperti anion superoksida dan radikal
hidroksil. Pada konsentrasi rendah, vitamin C bereaksi dengan radikal hidroksil
menjadi askorbil yang sedikit reaktif, sementara pada kadar tinggi, asam ini tidak
akan bereaksi (Zakaria et al 1996).
Askorbat berperan sebagai reduktor untuk berbagai radikal bebas. Selain
itu juga meminimalkan terjadinya kerusakan yang disebabkan oleh stress
oksidatif. Gambar 2 menunjukkan beberapa bentuk struktur asam askorbat dan
metabolitnya. Askorbat dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik
dengan atau tanpa katalisator enzim. Secara tidak langsung, askorbat dapat
meredam aktivitasnya dengan cara mengubah tokoferol menjadi tereduksi.
Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat dibandingkan dengan

komponen cair lainnya. Askorbat juga melindungi makromolekul penting dari
kerusakan oksidatif. Reaksinya terhadap radikal hidroksil terbatas hanya melalui
proses difusi (winarsi 2011).
CH2OH

C

O

OH
HO

C

OH

H
C

OH

C

O


C
C

C

O

C
H2C

C

C

OH
O

HO

O


D-glukosa
Monodehidro askorbat
CH2OH
HO
HC

H

O

OH
C

C

C

O


O
H2C
C

C

O O OH

O
O

H

C

C

HO
OH
Asam askorbat


HO OH
Dehidro askorbat

Gambar 2 Struktur asam askorbat dan metabolitnya
Sebagai antioksidan, askorbat akan bereaksi dengan radikal superoksida,
hidrogen peroksida, maupun radikal tokoferol membentuk asam monodehidro
askorbat dan atau asam dehidroaskorbat reduktase, yang ekuivalen dengan
NADPH atau glutation tereduksi. Dehidroaskorbat selanjutnya dipecah menjadi
tartarat dan oksalat.
Asam askorbat dapat meregenerasi radikal askorbil dengan bantuan
enzim semi dehidroaskorbil reduktase, dan NADPH sebagai sumber energi.
Regenerasi vitamin C dari dehidroaskorbat melalui reaksi kimia dengan bantuan
GSH atau asam lipoat juga dengan bantuan katalisa reduksi oleh GSH-dependen
asam dehidroaskorbat reduktase. Keberadaan aktifitas asam dehidroaskorbat
reduktase bisa merangsang redoks asam askorbat potensial, secara tidak
langsung berperan pada antioksidan yang lain. Hal tersebut penting dalam
memperluas fungsi proteksi antioksidan pada sel-sel yang hidrofobi, dimana
asam askorbat dapat mengurangi radikal kromanoksil semistabil, yang dapat


meregenerasi bentuk aktif metabolik dari antioksidan lipid vitamin E (α-tocopherol
recycling) (Combs dalam Sareharto 2010).
Asam askorbat dapat mendonorkan satu atom hidrogen pada radikal
tokoferoksil dengan kecepatan 2x105/M/s. Karena adanya perbedaan potensial
reduksi 1 –elektron standar antara asam askorbat (282 mV) dan tokoferol (480
mV) (Muchtadi 2009).
Vitamin E
Vitamin E adalah salah satu fitonutrien penting dalam minyak makan.
Vitamin ini secara alami memiliki 8 isomer yang dikelompokkan dalam 4 tokoferol
α, , ,

dan δ tokotrienol α, , ,

homolog. Suplemen vitamin E yang ada di

pasaran umumnya tersusun atas tokoferol dan tokotrienol yang diyakini
merupakan atioksidan potensial (Winarsi 2011).
Berdasarkan jumlah gugus metil pada inti aromatik tokotrienol, dikenal 6
jenis tokoferol, yaitu α,


,

,

, , dan , di antara keenam bentuk tokoferol

tersebut, yang paling aktif adalah α tokoferol. Oleh sebab itu, aktivitas vitamin E
diukur sebagai α tokoferol.
Menurut Almatsier (2004) ada empat jenis tokoferol yang penting dalam
makanan α,

,

,

tokoferol dan tokotreinol. Karakteristik

kimia utamanya

adalah bertindak sebagai antioksidan. Tokoferol terdiri atas struktur cincin 6kromanol dengan rantai samping jenuh panjang enam belas karbon fitol.

Perbedaan antarjenis tokoferol terletak pada jumlah dan posisi gugus metal
struktur cincin.
Tokotrienol mempunyai tiga ikatan rangkap pada rantai samping.
Perbedaan struktur ini mempengaruhi tingkat aktivitas enzim vitamin E secara
biologik. Tokotrienol tidak banyak terdapat di alam dan kurang aktif secara
biologik. Alfa-tokoferol adalah bentuk vitamin E paling aktif, yang digunakan pula
sebagai standar pengukuran vitamin E dalam makanan. Jumlah vitamin E dalam
bentuk lain disignifikankan dalam bentuk tokoferol ekivalen (TE). Bentuk sintetik
vitamin E mempunyai aktivitas biologik 50% daripada alfa-tokoferol yang terdapat
di alam (Almatsier 2004).
Takaran yang dianjurkan untuk konsumsi vitamin E adalah; anak-anak: 47 mg/hari, wanita dewasa: 15 mg/hari, pria dewasa : 15 mg/hari. Tolerable Upper
Intake Levels (ULs) atau angka tertinggi dari nilai zat gizi yang bila dikonsumsi
tiap hari tidak membahayakan kesehatan untuk dewasa>= 19 tahun menurut

food and nutrition Board and Institute of medicine (IOM) (2000) adalah 1000
mg/hari, yang di dapatkan dari suplemen.
Vitamin E sebagai Antioksidan
Vitamin E adalah vitamin larut lemak yang sangat berguna selain sebagai
antioksidan. Yang terpenting dan paling diakui peran dari vitamin E yaitu
melindungi polyunsaturated fatty acids PUFAs) seperti linoleat, linolenic dan

arachidonic acids (Pryor dalam B. A. Bowman & R. M. Russell 2001). Selain itu,
vitamin E di dalam tubuh sebagai antioksidan alami yang membuang radikal
bebas dan molekul oksigen, yang penting dalam mencegah peroksidasi
membran asam lemak tak jenuh (Burke 2007).
Sebagai antioksidan, α tokoferol memiliki potensi lebih tinggi daripada
tokoferol yang dikenal sebagai vitamin E. Tokoferol, terutama α tokoferol
merupakan antioksidan yang mampu mempertahakan integritas membran.
Senyawa tersebut dilaporkan bekerja sebagai scavenger radikal bebas oksigen,
peroksida lipid, dan oksigen singlet (Winarsi 2011). Menurut Archerio et al (1992)
α tokoferol merupakan bentuk suplemen vitamin E yang paling banyak.
Vitamin E atau α tokoferol merupakan antioksidan yang larut dalam
lemak. Sebagai antioksidan vitamin E berfungsi sebagai donor ion hidrogen yang
mampu merubah radikal peroksil (hasil peroksida lipid), menjadi radikal tokoferol
yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak (Winarsi
2011). Di samping itu menurut Salonen et al (1997), vitamin E dan vitamin C dan
karoten atau kombinasinya dapat menghambat peroksida lipid secara in vivo.
Sebagai antioksidan vitamin E mampu bereaksi dengan radikal bebas
lipid membran membentuk radikal vitamin E yang sedikit reaktif. Menurut Halliwel
et al (1992) radikal vitamin E dapat mengalami regenerasi oleh adanya glutation
atau asam askorbat.
Tokotrienol telah dibuktikan mempunyai aktivitas anti-kanker, dan
mempunyai kemampuan menurunkan kadar kolesterol. Beberapa penelitian in
vitro memperlihatkan bahwa tokotrienol dapat menghambat oksidasi terhadap
LDL, lebih baik dibandingkan tokoferol.
Mekanisme antioksidan tokoferol, termasuk transfer satu atom hidrogen
dari grup 6-hidroksil pada cincin kroman, serta inaktivasi singlet oxygen dan
spesies reaktif lainnya. Tokoferol dapat diregenerasi kalau terdapat asam
askorbat. Rantai fitil tokoferol terikat pada bilayer membran sel, sedangkan cincin

kroman yang aktif terletak pada permukaan sel. Struktur yang unik tersebut
menyebabkan tokoferol dapat bekerja secara efektif sebagai antioksidan, dan
dapat diregenerasi melalui reaksi dengan antioksidan lain seperti asam askorbat.
α-tokoferol mempunyai aktivitas vitamin E dan kemampuan inaktivasi
singlet oxygen lebih tinggi dibandingka beta-, gamma-, dan delta-tokoferol,
sedangkan gamma tokoferol mempunyai kemampuan menangkap nitrogen
dioksidan

dan radikal

peroksinitrit

dibandingkan alfa-tokoferol.

Efesiensi

penangkapan radikal-radikal hidroksil, akoksil dan peroksil oleh alfa-tokoferol
berturut-turutadalah sekitar 1010, 108 dan 106/M/s.
Seseorang tidak akan memperoleh cukup vitamin E hanya dari makanan
yang dikonsumsi. Agar dapat bertindak sebagai antioksidan, seseorang harus
mengonsumsi vitamin E lebih dari AKG, umunya sekitar 100 mg/hari (Muchtadi
2009).
Multivitamin
Suplemen multivitamin adalah multivitamin tambahan pada orang dewasa
sebagai pelengkap multivitamin pokok yang berasal dari makanan utama untuk
menjaga vitalitas dan kesehatan seseorang. Menurut Ransley et al (2001),
Multivitamin merupakan kombinasi dari berbagai vitamin, atau berbagai vitamin
dan mineral.
Menurut Ahira (2007), mesignifikankan bahwa suplemen multivitamin
adalah vitamin yang diolah sedemikian rupa dan sudah berbentuk pil atau kapsul,
yang dapat mengandung berbagai vitamin dan mineral seperti vitamin C, seng
(Zn), tembaga (Cu), selenium (Se) dan lain-lain.
Superoksida dismutase (SOD) yang merupakan salah satu antioksidan
endogen yang mengandung logam-logam esensial tembaga (Cu) dan seng (Zn)
untuk melakukan fungsi katalisasi beberapa reaksi kimia dalam sel. Dalam
keadaan bebas, besi dan tembaga adalah promotor berkemampuan sangat
besar dalam melakukan reaksi oksidasi yang merusak. Logam-logam ini juga
dibutuhkan dalam pertahanan antioksidan. Logam-logam ini berikatan dengan
SOD dan mengkatalis reaksi dua molekul superoksida dengan ion H+ untuk
membentuk hidrogen peroksida (H2O2) dan O2. SOD yang berikatan dengan
logam dapat mempercepat SOD dilepaskan di darah, sehingga sel darah
manusia dapat dilindungi dari serangan radikal bebas.
Mineral selenium (Se) sebagai komponen enzim glutathione peroksidase
mengkatalis reaksi perubahan hidrogen peroksida menjadi glutathion (GSH) dan

air. Se berfungsi sebagai bagian integral dari sistem enzim glutation peroxidase,
merubah bentuk reaksi glutathin (GSH) menjadi bentuk oksidasi glutation
(GSSH) dan GSSH harus dikonversi kembali menjadi GSH. Reaksi konversi ini
membutuhkan NADPH sebagai sumber energi reduksi. GSH dibutuhkan untuk
menetralkan radikal bebas yang dihasilkan oleh berbagai reaksi di dalam sel.
pada waktu bersamaan merusak peroksida dengan cara mengonversi peroksida
menjadi bentuk alkohol yang tidak berbahaya. Reaksi sangat penting untuk
mencegah terjadinya peroksida terhadap asam-asam lemak tak jenuh (kolesterol
jahat).
Peroksida Lipid
Peroksida lipid terbentuk sebagai hasil reaksi antara radikal bebas
dengan asam lemak tidak jenuh (PUFA = Poly Unsaturated Fatty Acid) yang
merupakan unsur utama dari membran sel. Proses peroksida lipid umumnya
dimulai dengan penarikan atom hidrogen yang mengandung satu elektron dari
ikatan rangkap PUFA membentuk radikal lipid. Penambahan oksigen akan
menyebabkan terbentuknya radikal peroksil lipid yang selanjutnya akan menarik
lagi atom hidrogen dari ikatan rangkap PUFA yang lain, sehingga terbentuk
radikal lipid berikutnya. Sedangkan radikal peroksil lipid tersebut akan
mengalamai dekomposisi menjadi peroksida lipid. Peroksida lipid bersifat tidak
stabil dan akan terurai menghasilkan sejumlah senyawa, antara lain MDA (Pendit
1996).
Oksidasi lipid terjadi melalui tiga tahapan, yaitu inisiasi, propagasi dan
terminasi. Reaksi inisiasi terjadi di antara asam lemak tidak jenuh dengan radikal
hidroksil membentuk radikal karbon. Selanjutnya radikal karbon yang terbentuk
akan beresonansi dengan elektron yang tidak berpasangan membentuk biradikal
yang memiliki 2 elektron yang tidak berpasangan. Reaksi ini terus berlanjut
hingga senyawa radikal siap bereaksi dengan senyawa lainnya, sehingga
terbentuk radikal peroksil yang memiliki 1 atom H yang berasal dari asam lemak
yang terbentuk dari lipid hidroperoksida, dengan melepaskan radikal bebas
lainnya untuk berpartisipasi dalam atom H berikutnya. Radikal hidroksil akan
menginisiasi reaksi peroksidasi atom H tunggal, kemudian berubah menjadi
produk radikal karbon (R) yang dapat bereaksi dengan atom oksigen. Radikal
hidroksil juga mengawali reaktivitasnya dalam senyawa lipid (Winarsi 2011).

Kadar peroksida lipid dapat digunakan sebagai indikator terjadinya stress
oksidatif pada jaringan. Hasil peroksida lipid dapat diperiksa dengan berbagai
cara, antara lain dengan pembentukan konjugat MDA dengan asam tiobarbiturat.
Malondialdehid (MDA)
Menurut Pryor et al dalam Winarsi, MDA adalah senyawa aldehida yang
merupakan produk akhir peroksida lipid di dalam tubuh. Senyawa ini memiliki tiga
rantai karbon, dengan rumus molekul C3H4O2. MDA juga merupakan produk
dekomposisi dari asam amino, karbohidrat kompleks, pentose dan heksosa.
Selain itu, MDA juga merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas
melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan produk sampah biosintesis prostaglandin
yang merupakan produk akhir oksidasi lipid membran.
Menurut Helliwell dan Gutteridge (1999), MDA merupakan produk
oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh radikal bebas. Di samping itu, MDA juga
merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh radikal bebas.
Konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam
membran sel. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh penurunan
kadar MDA.
Pengukuran MDA mudah dilakukan baik secara spektrofotometrik atau
flurometrik. Karena MDA tidak stabil maka cara penyimpanan sampel harus
terlindung dari cahaya, dan bila tidak segera diperiksa harus disimpan pada suhu
-700C. Penyimpanan -200C tidak memadai (Mates 2000).
Uji TBARs (thiobarbituric acid reactive substances), merupakan salah
satu uji yang paling lama dan paling sering digunakan untuk mengukur proses
peroksidasi lipid asam lemak tidak jenuh. Uji TBARs dapat menilai stress
oksidatif berdasarkan reaksi asam tiobarbiturat dengan malondialdehid (MDA).
Supernatan plasma (setelah protein diendapkan) direaksikan dengan asam
tiobarbiturat menghasilkan kromofor berwarna merah muda yang dibaca pada
panjang gelombang 530nm (Gambar 3). Hasilnya dibandingkan dengan kurva
standar memakai tetraetoksipropan (Jusman 2001).

HS

N

OH

2

CHO
+

CH2

N
CHO
OH
Asam Tiobarbiturat
S

N
N

Malondialdehid

OH
CH

HO
CH

N

CH

OH

SH
N

+ 2H2O

OH
Produk berwarna merah muda

Gambar 3 Reaksi malondialdehid dengan asam tiobarbiturat
Sumber : Helliwell dan Gutteridge 1994

Mahasiswa Alih Jenis Institut Pertanian Bogor
Mahasiswa merupakan orang yang belajar di perguruan tinggi (Kamus
Besar Bahasa Indonesia 1988). Menurut Perty yang diacu dalam Deutsch (1993),
mahasiswa pada umumnya berusia 17-22 tahun, dan termasuk ke dalam
kategori remaja akhir. Jika dilihat dari segi kesehatan, masa remaja merupakan
masa yang paling sehat selama kehidupan.
Mahasiswa Alih Jenis Institut Pertanian Bogor berasal dari Program Studi
Gizi Masyarakat, Agribisnis, Manajemen dan Kimia. Sebagaian besar mahasiswa
alih jenis di IPB sudah bekerja dan berusia antara 21-30 tahun. Jadwal kuliah
mahasiswa alih jenis dimulai dari sore hingga malam hari.
Mahasiswa alih jenis merupakan salah satu kelompok yang rentan
terkena berbagai radikal bebas yang berasal dari aktivitas metabolik regular,
aktivitas fisik, gaya hidup maupun diet. Perkuliahan yang dimulai pada sore hari
sampai malam, tidur yang terlalu larut menuntut tubuh untuk lebih banyak
beraktivitas (stress), Selain itu, polutan yang berasal dari asap kendaran
bermotor, rokok (pasif) dan lainnya. Tidak hanya itu, makanan juga dapat
menjadi penyebab meningkatnya radikal bebas dalam tubuh. Mahasiswi alih jenis
sangat gemar mengonsumsi makanan gorengan seperti tempe, bakwan, molen,
pisang, tahu, combro, ubi dan kentang karena harganya yang murah, ataupun

pecel ayam dan pecel lele. Baik gorengan maupun pecel ayam ataupun lele yang
dijual, digoreng menggunakan minyak yang berwarna keruh hampir berwarna
hitam menandakan minyak telah digunakan berulang-ulang oleh penjual. Minyak
tersebut memiliki peroksida lipid yang tinggi dan mungkin dapat menjadi
penyebab meningkatnya radikal bebas dalam tubuh.
Menurut Papalia dan Olds (1988), kondisi kejiwaan dan gaya hidup
adalah penyebab paling umum dari terjadinya masalah-masalah fisik. Ruang
lingkup masalah tersebut adalah kebiasaan makan yang salah (eating disorders).

KERANGKA PEMIKIRAN
Radikal bebas dalam tubuh dapat berasal dari dalam (endogen) atau dari
luar tubuh (eksogen). Secara endogen, radikal bebas dapat berasal dari
makanan sumber lipid yang dapat membentuk peroksidasi lipid di dalam tubuh,
selain itu, radikal radikal endogen juga bisa disebabkan oleh kondisi stress, sakit
dan olah raga yang berlebihan. Secara eksogen, radikal bebas bersumber dari
polutan, sinar X, asap rokok, radiasi dan lain-lain.
Secara alami tubuh dapat menghasilkan antioksidan, yang disebut
sebagai antioksidan endogen seperti superoksida dismutase (SOD), katalase
(CAT), glutation peroksidase (GPx), glutation reduktase (GR) dan seruloplasmin.
Apabila jumlah radikal bebas lebih tinggi dibandingkan antioksidan
endogen dapat menimbulkan stress oksidatif dalam tubuh. Stress oksidatif dalam
tubuh menimbulkan kerusakan pada sel. Stress oksidatif dalam tubuh dapat
diukur dengan menggunakan salah satu parameternya yaitu kadar MDA plasma.
Semakin tinggi stress oksidatif yang terjadi dalam tubuh maka semakin tinggi
kadar MDA plasma.
Stress oksidatif dalam tubuh dapat diredam oleh antioksidan eksogen
baik yang alami berasal dari bahan pangan ataupun yang berasal dari suplemen
seperti suplemen vitamin C, vitamin E dan multivitamin-mineral, sehingga dapat
menurunkan kadar MDA plasma.
Mahasiswi Alih Jenis merupakan salah satu kelompok yang rentan
mengalami stress oksidatif. Perkuliahan yang dimulai pada sore hingga malam
hari, menuntut mahasiswi untuk tidur lebih larut dibandingkan kebiasaan tidur
orang pada umumnya, dan juga pola belajar yang berbeda jika dibandingkan
dengan kebiasaan belajar di D3. Di samping itu, Mahasiswi alih jenis sangat
gemar mengonsumsi makanan gorengan karena banyk dijual di sekitar tempat
tinggal, harganya terjangkau dan menimbulkan rasa kenyang, seperti tempe,
bakwan, molen, pisang, tahu, combro, ubi dan kentang karena harganya yang
murah, ataupun pecel ayam dan pecel lele. Baik gorengan maupun pecel ayam
ataupun lele yang dijual, digoreng menggunakan minyak yang berwarna keruh
hampir berwarna hitam menandakan minyak telah digunakan berulang-ulang
oleh penjual. Minyak tersebut memiliki peroksida lipid yang tinggi dan mungkin
dapat menjadi penyebab meningkatnya radikal bebas dalam tubuh.

-

Polutan
Sinar x
sinar ultraviolet
asap rokok
dll

- Stress
- Sakit
- olah raga berlebihan
- dll

Makanan sumber lipid

Radikal eksogen

Peroksida lipid

Radikal endogen

Antioksidan
endogen

Radikal Bebas dalam tubuh

Jika ROS > Antioksidan
endogen

Stress Oksidatif

Kerusakan oksidatif sel

MDA >>>

Antioksidan eksogen
- suplemen Vitamin C
- suplemen Vitamin E
- suplemen Multivitaminmineral

Pangan Sumber antioksidan
- pangan sumber vit C
- pangan sumber vit E
- pangan sumber
multivitamin-mineral

MDA