Hubungan Obesitas Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013
KADAR
MALONDIALDEHID
(MDA) PLASMA
PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Rico Irawan
NIM: 110103000055
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
IIIDAYATTILLAH JAKARTA 2013
.
\..'
Laporan PenelitianDiajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan llmu
Kesehatan untuk Memenuhi Fersyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh:
Rics Irawan NM: I10103000055
Pembimbing I Pembimbing 2
*n,r
>ffifrc-
V.
dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D
PROGRAM STIJDI PtrNDIDIKAN DOKTER TAKUI,TAS IGDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAI\
TTNTYERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434W20t3 M
(3)
Laporan Penelitian berjudul HIIBITNGAN OBESITAS TERIIADAP KADAR MALONDALDEITTD (MDA) PLASMA PADA MAHASTSWA PROGRAM STUDI PEIIDIDII(AN DOKTER T]IN SYARIF IIIDAYATULLAH JAKARTA 2013 yang diajukan oleh Rico Irawan (NIM: 110103000055), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran\dan llmu Kesehatan pada hari senin, 09 September
2013. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 09 Septemb er 2013
Ketua Sidang
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
I
Pembimbing 2dr.
h
iV
V.
Penguji
I
dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD-KGEH
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK t rN sH
Jakarta
Kaprodi PSPD FKIK urN srr JakartaK. Tadjudin, SpAnd
vl"
dr. Siti Nur Aisyah J,
Ph.D
dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D dr. Siti Nur Aisyah J, Ph.Drdini, M.Gizi, SpGK
(4)
ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 09 September 2013
(5)
iii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh:
Rico Irawan
NIM: 110103000055
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1434 H/2013 M
(6)
iv
Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN OBESITAS TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) PLASMA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013 yang diajukan oleh Rico Irawan (NIM: 110103000055), telah diujikan dalam
sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada hari Senin, 09 September 2013. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 09 September 2013
DEWAN PENGUJI Ketua Sidang
dr. Siti Nur Aisyah J, Ph.D
Pembimbing 1
dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D
Pembimbing 2
dr. Siti Nur Aisyah J, Ph.D
Penguji 1
dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK
Penguji 2
dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD-KGEH
PIMPINAN FAKULTAS Dekan FKIK UIN SH Jakarta
Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd
Kaprodi PSPD FKIK UIN SH Jakarta
(7)
v
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT, yang Maha Penolong setiap makhluk atas ilmu dan ketaqwaannya. Sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian ini. Sholawat teriring salam semoga tercurahkan pada Nabi Muhammd SAW, sebagai tauladan yang baik, yang mampu membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu dan hikmah seperti saat ini.
Syukur Walhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan Laporan Penelitian ini yang berjudul “Hubungan Obesitas Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2013”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK Selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D dan dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D sebagai dosen pembimbing riset penulis, yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan riset ini.
4. drg. Laifa Annisa Herdarmin, Ph.D, selaku penanggung jawab modul riset Program Studi Pendidikan Dokter 2010
5. dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD-KGEH dan dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku penguji 1 dan penguji 2, yang telah memberikan koreksi serta masukan pada penelitian ini.
(8)
vi laboratorium.
7. Ibunda Yuniarti dan Ayahanda Siswanto, kedua orang tua penulis yang tercinta, yang memberikan motivasi dan kasih sayang kepada penulis. Serta adik penulis Riza Utami yang senantiasa memberikan doa untuk penyelesaian penelitian ini. 8. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, serta Tim pengelola Beasiswa Kemitraan
Daerah Santri Jadi Dokter yang telah memberikan penulis kesempatan untuk menyelesaiakan studi di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. KH. Affandi, BA, dan segenap asatidz Ponpes Nurul Huda Sukaraja OKU Timur, serta Ust. Muslih, S.Pd.I yang telah memberikan pendidikan ilmu agama, dukungan moril, dan doa restu.
10. Teman-teman perjuangan riset kelompok enam, Fifin Fitriani, Nurliya Khanifa, Meliansari, dan Tomi Wibowo.
11. Saudara Tri Bayu Purnama, rekan penulis yang telah memberikan bantuan mengenai ilmu statistik.
12. Seluruh Teman-teman PSPD angkatan 2010 dan terkhusus RDM (Rumah dokter Muslim) and Friends, yang selalu ada saat suka dan duka, serta seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian laporan penelitian ini
Semoga dengan terselesaikannya Laporan Penelitian ini dapat menambah pengetahuan kita semua. ”Tiada gading yang tak retak” demikian pepatah mengatakan. Karena itu tiada menutup kemungkinan jika dalam penulisan Laporan Penelitian ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan penelitian ini dan akan penulis terima dengan senang hati.
Waallaahu al-muwaafiq ilaa aqwaami ath-thaariiq
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 09 September 2013
(9)
vii
Rico Irawan. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan Obesitas Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013
Obesitas meningkatkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) yang menyebabkan Stres Oksidatif. Stres Oksidatif dalam tubuh dapat diukur dengan menggunakan salah satu parameternya yaitu Malondialdehid (MDA) plasma. MDA merupakan satu dari beberapa substansi dengan berat molekul ringan sebagai produk akhir peroksida lipid di dalam tubuh akibat reaksi ROS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan obesitas terhadap kadar Malondialdehid (MDA) plasma, dengan cara membandingkan kadar MDA pada mahasiswa dengan status IMT normal dan obesitas. Subyek berjumlah 38 orang, terdiri dari laki-laki 23 orang (60.5%) dan perempun 15 orang (39.5%) yang berusia 18-22 tahun. Pemeriksaan kadar MDA plasma menggunakan metode TBARs (Thiobarbituric Acid and Reactive Substances) dengan teknik spektrofotometri, selanjutnya data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney. Penelitian ini melaporkan bahwa rerata kadar MDA plasma pada mahasiswa dengan status IMT normal adalah 1,03.10-6±0,43.10-6, sedangkan pada mahasiswa obesitas adalah 1,97.10-6±1,20.10-6. Hal ini menunjukkan pada mahasiswa dengan status obesitas memiliki kadar MDA plasma lebih tinggi dibandingkan mahasiswa dengan status IMT normal, dan diperoleh nilai p value= 0,000 (p<0,01). Perbedaan kadar MDA plasma ini signifikan secara statistik.
Kata Kunci: Obesitas, MDA plasma
ABSTRACT
Rico Irawan. Medical Study Program. Relationship of Obesity Against Malondialdehyde (MDA) Plasma Levels among Students of Medical Education Study Program Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2013
Obesity increase Reactive Oxygen Species (ROS) production, that caused of Oxidative Stress. Oxidative stress in the body can be measured by using one of the parameters which Malondialdehyde (MDA) plasma. MDA is one of the few substances with a low molecul weight as the end product of lipid peroxidation caused by reaction of ROS in the body. The objective of this study was to know relationship of obesity against Malondialdehyde (MDA) plasma level by comparing the MDA plasma level among students with normal BMI’s status and obesity. Thirty eight students were participated in this study, which are 23 men (60,5%) and 15 women (39,5%), age 18-22 years old were subjected to MDA plasma test using TBARs (thiobarbituric Acid Reactive and Substances) methodes with spectrophotometry technique. The data were analyzed by Mann-Whitney test. This study reported that the mean of MDA plasma levels among students with normal BMI’s status is 1,03.10-6±0,43.10-6, while the mean of MDA plasma levels among student with obesity is 1,97.10-6±1,20.10-6. The students with obesity had higher MDA plasma levels than students with normal BMI’s status, and obtained p value= 0,000 (p<0,01). There was statistically significance different between obesitay and normal BMI’s status in MDA plasma levels.
(10)
viii
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR DIAGRAM ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.3.1 Tujuan Umum ... 2
1.3.2 Tujuan Khusus ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Landasan Teori ... 4
2.1.1 Obesitas ... 4
2.1.1.1 Pengertian Obesitas ... 4
(11)
ix
2.1.1.4 Patofisiologi Obesitas ... 8
2.1.1.5 Tatalaksana Obesitas ... 12
2.1.1.6 Komplikasi Obesitas ... 14
2.1.2 Radikal Bebas ... 16
2.1.2.1. Dampak Radikal Bebas Bagi Tubuh ... 18
2.1.2.2 Obesitas Memicu Stres Oksidatif ... 19
2.1.3 Peroksida Lipid ... 20
2.1.3 Malondialdehid (MDA) Produk Peroksida Lipid ... 23
2.1.5 Pemeriksaan MDA Plasma ... 24
2.2 Kerangka Teori ... 27
2.2 Kerangka Konsep ... 28
2.3 Definisi Operasional ... 29
Bab 3. METODE PENELITIAN ... 30
3.1 Desain Penelitian ... 30
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 30
3.3 Cara Pengambilan Sampel ... 31
3.4 Populasi dan Sampel ... 31
a. Populasi Target ... 31
b. Populasi Terjangkau ... 31
3.5 Kriteria Inklusi dan Eklusi ... 31
3.6 Besar Sampel ... 32
3.7 Alur Penelitian ... 32
3.8 Rencana Analisis ... 34
3.9 Izin dan Etika Penelitian ... 34
(12)
x
4.1.1 Analisi Univariat ... 37
4.1.2 Analisis Bivariat ... 48
4.2 Pembahasan... 49
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ... 53
5.1 Simpulan ... 53
5.2 Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
(13)
xi
Tabel 2.1. Klasifikasi IMT pada orang dewasa menurut WHO ... 5
Tabel 2.2. Klasifikasi IMT pada orang dewasa menurut Asia Pasifik ... 5
Tabel 2.2. Jenis-jenis Reactive Oxygen Species (ROS) ... 17
Tabel 3.1. Rincian waktu penelitian ... 30
Tabel 4.1. Karakteristik Subyek penelitian ... 36
Tabel 4.2. Distribusi status obesitas menurut Karakteristik Subyek ... 37
Tabel 4.3. Distribusi kadar MDA menurut karakteristik subyek ... 43
(14)
xii
Gambar 2.1. Pusat pengaturan nafsu makan ... 11
Gambar 2.2. Radikal bebas memediasi kerusakan jaringan ... 21
Gambar 2.3. Peroksida Lipid ... 22
(15)
xiii
Diagram 4.1. Hubungan Jenis kelamin terhadap kadar MDA plasma ... 44
Diagram 4.3. Kelompok umur dan MDA plasma ... 45
Diagram 4.3. kebiasaan makan per hari dan MDA plasma ... 46
Diagram 4.4. Konsumsi buah dan sayur dengan MDA plasma ... 47
(16)
xiv
Lampiran 1 Surat Izin... 59
Lampiran 2 Kuesioner ... 60
Lampiran 3 Inform Consent ... 62
Lampiran 4 Data Hasil Uji Statistik ... 63
Lampiran 5 Alat dan bahan penelitian ... 71
(17)
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Obesitas dan overweight telah menjadi proporsi epidemi di banyak negara Asia, terutama negara padat penduduk. Obesitas merupakan masalah global yang tidak hanya terjadi di negara maju tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia. Obesitas juga banyak ditemukan di daerah perkotaan, hal ini disebabkan oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berdampak terhadap perubahan gaya hidup, yaitu aktifitas rendah sedangkan diet tinggi lemak dan karbohidrat.1
Telah diketahui bahwa obesitas sesungguhnya merupakan salah satu penyakit degeneratif yang cukup serius, sebab obesitas ini merupakan pintu masuk atau faktor risiko bagi timbulnya penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, dan penyakit metabolik lainnya.33
Obesitas berhubungan dengan reaksi inflamasi pada jaringan adiposa dan inflamasi tersebut berhubungan dengan resiko gangguan metabolik serta kardiovaskular.2 Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya metabolisme lemak akan menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat, baik di sirkulasi maupun di sel adiposa. Peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) di dalam sel adiposa dapat menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi terganggu, sehingga terjadi penurunan enzim antioksidan di dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut dengan stres oksidatif. Indikator utama yang digunakan untuk melihat adanya peroksida lipid dan parameter terjadinya suatu stres oksidatif ialah malondialdehid (MDA). MDA merupakan satu dari substansi dengan berat molekul ringan yang dihasilkan sebagai produk akhir peroksida lipid di dalam tubuh akibat adanya reaksi radikal bebas.4
Penelitian yang dilakukan oleh Yesilbursa et al, menyebutkan bahwa pada seorang yang obesitas dapat terjadi peningkatan peroksida lipid endogen,
(18)
dengan ditemukan kadar MDA plasma yang lebih tinggi dibandingkan pada orang yang Indeks Massa Tubuh (IMT)-nya normal, dengan diperoleh rerata pada obesitas sebesar 2,00±0,77 dan non obesitas sebesar 1,63±0,14.3
Penelitian sebelumnya oleh Farshad Amirkizhi et al. menjelaskan bahwa kadar MDA plasma pada subyek dengan obesitas lebih tinggi daripada subyek tidak obesitas. Hal ini menunjukkan adanya hubungan erat antara tingkat kerusakan metabolik bersamaan dengan gangguan stres oksidatif.9
Obesitas terjadi karena interaksi yang sangat kompleks antara riwayat orang tua obesitas (parental fatness), pola makan, dan gaya hidup. Prevalensi obesitas pada remaja di Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, sangat penting di lakukan penelitian tentang hubungan obesitas terhadap kadar MDA plasma pada mahasiswa, mengingat resiko obesitas pada remaja kemungkinan besar terbawa hingga masa dewasa, sehingga resiko timbulnya komplikasi cukup besar.7
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana Hubungan obesitas terhadap kadar malondialdehid (MDA) plasma pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan obesitas terhadap kadar malondialdehid (MDA) plasma pada mahasiswa Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui karakteristik subyek penelitian
Mengetahui hubungan karakteristik subyek dengan kejadian obesitas
Mengetahui hubungan karakteristik subyek dengan kadar malondialdehid (MDA) plasma
Mengetahui perbedaan kadar MDA pada mahasiswa dengan obesitas dan mahasiswa dengan IMT normal.
(19)
1.4 . Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama menjalani perkuliahan.
Menambah pengetahuan tentang hubungan obesitas dengan kadar malondialdehid (MDA) plasma
b. Bagi Institusi
Memajukan UIN Syarif Hidayatullah dan FKIK UIN Syarif Hidayatullah dengan mempublikasikan penelitian ini.
c. Bagi Keilmuan
Dapat memberikan informasi mengenai hubungan obesitas terhadap kadar MDA plasma.
Sebagai data dan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan obesitas terhadap kadar MDA plasma.
(20)
4 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori
2.1.1. Obesitas
2.1.1.1. Pengertian Obesitas
Obesitas dapat didefinisikan sebagai kondisi abnormal atau akumulasi lemak berlebihan pada jaringan adiposa yang meluas hingga dapat mengganggu tingkat kesehatan.6 Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian bertambah banyak.13
World Health Organization (WHO) mendefinisikan obesitas sebagai keadaan abnormal atau akumulasi lemak yang berlebihan yang menyajikan risiko untuk kesehatan.1 Masalah obesitas dapat terjadi pada usia anak-anak, remaja hingga dewasa. Obesitas didefinisikan dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) >30 dan dikatakan overweight jika IMT >25.5,7
2.1.1.2.Klasifikasi Obesitas
Body Mass Index (BMI) atau indeks masa tubuh (IMT) digunakan untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Saat ini IMT menjadi indikator paling bermanfaat untuk menentukan barat badan lebih atau obesitas.10,12
(21)
Tabel 2.1 Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut WHO
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang <18,5
Kisaran normal 18,5 – 24,9
Berat badan lebih > 25
Pra-obes 25,0 – 29,9
Obesitas tingkat I 30,0 – 34,9
Obesitas tingkat II 35,0 – 39,9
Obesitas tingkat III > 40
(sumber: Aru W Sudoyo, 2006)
Tabel 2.2 Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut menurut kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT
(kg/m2)
Resiko Ko-Morbiditas Lingkar perut
< 90 cm (laki-laki) ≥ 90 cm (laki-laki) <80 cm (perempuan) ≥ 80 cm (perempuan) Berat badan kurang < 18,5 Rendah Sedang
Kisaran normal 18,5-22,9 Sedang Meningkat
Berat badan lebih ≥ 23,0
Beresiko 23,0 – 24,9 Meningkat Moderat Obes I 25,0 – 29,9 Moderat Berat
Obes II ≥ 30,0 Berat Sangat berat
(sumber: Aru W Sudoyo, 2006)
2.1.1.3.Etiologi Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan kandungan lemak di jaringan adiposa. Penyebab obesitas banyak, dan sebagian belum jelas.
(22)
a) Gangguan Jalur sinyal leptin
Sebagian kasus obesitas dilaporkan berkaitan dengan resistensi leptin. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pada orang dengan obesitas, pusat-pusat hipotalamus yang berperan dalam homeostatis energi disetel lebih tinggi. Setelah obesitas tercapai, yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi adalah bahwa energi yang masuk setara dengan yang keluar.
Defek reseptor leptin di otak tidak berespon terhadap tingginya kadar leptin darah yang berasal dari jaringan lemak yang banyak. Karena itu otak tidak mendeteksi leptin sebagai sinyal untuk menurunkan nafsu makan sampai titik patokan yang lebih tinggi (simpanan lemak lebih banyak). Selain itu, gangguan transpor leptin menembus sawar darah otak atau defisiensi salah satu pembawa pesan kimiawi di jalur leptin bisa menjadi penyebab.
b) Kurang Olahraga
Banyak penelitian memperlihatkan bahwa, secara rerata, orang gemuk tidak makan lebih banyak dibandingkan dengan orang kurus. Orang dengan kelebihan berat tidak makan berlebihan tetapi kurang gerak. Hal ini disebut sindrom couch potato (menonton sambil makan cemilan). Karena itu, teknologi modern juga berperan ikut disalahkan atas epidemi obesitas saat ini.
c) Kemiskinan/ Kemakmuran
Semakin tinggi status ekonomi dari seseorang semakin mudah seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga, barang yang diinginkannya akan dimilikinya. Hal ini akan menimbulkan penurunan pemakaian kalori sehingga glukosa tidak terpakai dan akan diubah oleh hati menjadi glikogen atau disimpan di bawah kulit berupa lemak, lama kelamaan akan timbul obesitas. Di Amerika Serikat, sudah terbukti bahwa obesitas berkaitan dengan status sosial-ekonomi.34
(23)
d) Non-exercise activity thermogenesis, NEAT
NEAT merujuk pada energi yang dikeluarkan oleh aktifitas fisik di luar olahraga yang direncanakan. Mereka yang sering mengetuk-ngetukkan kaki atau jenis aktivitas fisik spontan berulang menghabiskan kilokalori yang cukup besar sepanjang hari tanpa disadari.
Menurut Zainun Mutadin (2002), tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor :
tingkat aktivitas dan olah raga secara umum
angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh.
Dari kedua faktor tersebut, metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan, aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting.35
e) Perbedaan dalam mengekstraksi energi dari makanan
Studi-studi memperlihatkan bahwa orang langsing mengubah lebih banyak energi makanan menjadi panas dari pada menjadi energi untuk digunakan atau disimpan. Sedangkan orang dengan obesitas mungkin memiliki sistem metabolik yang lebih efisien dalam mengekstraksi energi dari makanan. Suatu sifat yang bermanfaat dalam situasi kekurangan makanan tetapi menjadi beban dalam mempertahankan berat ketika makanan berlimpah.
f) Kecenderungan herediter
Perbedaan dari jalur-jalur regulatorik untuk keseimbangan energi, baik jalur untuk mengatur asupan makanan maupun yang mempengaruhi pengeluaran energi, sering berasal dari variasi genetik.
Berat badan seseorang 40 – 70% ditentukan secara genetik (Aru W S, 2006). Faktor resiko terkuat terjadinya obesitas pada anak dan remaja adalah mempunyai orang tua yang juga penderita obesitas. Baik obesitas terjadi pada ibu atau ayah, hal ini tidak membawa banyak perbedaan.
(24)
Diduga, mempunyai orang tua yang keduanya penderita obesitas akan membawa faktor risiko yang lebih besar daripada hanya salah satu saja yang menderita obesitas.13
g) Pembentukan sel lemak dalam jumlah berlebihan akibat makan berlebihan
Sekali terbentuk maka sel lemak tidak lenyap dengan pembatasan makan dan penurunan berat. Bahkan ketika seseorang berdiet telah kehilangan banyak lemak trigliserida yang tersimpan di sel-sel ini, sel-sel tersebut tetap ada dan siap diisi kembali.
2.1.1.4.Patofisiologi Obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik.6
2.1.1.4.1. Pemasukan dan pengeluaran energi
Masukan energi berasal dari makanan yang masuk. Sedangkan pengeluaran energi digolongkan ke dalam 2 kategori, yaitu kerja eksternal dan kerja internal. Kerja eksternal adalah energi yang dikeluarkan ketika otot rangka berkontraksi untuk memindahkan benda eksternal atau menggerakkan tubuh. Kerja Internal adalah semua pengeluaran energi biologis lain yang tidak melakukan kerja mekanis di luar tubuh. Kerja internal mencakup dua jenis aktivitas yang dependen energi: 1) aktivitas otot rangka yang digunakan untuk tujuan internal. 2) semua aktivitas yang mengeluarkan energi yang harus berlangsung untuk mempertahankan hidup, seperti pompa jantung, sintesis, dan kegiatan seluler lainnya.12 2.1.1.4.2. Masukan energi harus sama dengan pengeluaran energi
Karena energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, maka masukan energi harus sama dengan pengeluaran energi. Terdapat tiga kemungkinan status keseimbangan energi, yaitu: keseimbangan energi netral, keseimbangan energi positif, dan keseimbangan energi negatif.
(25)
2.1.1.4.3. Asupan makanan terutama dikendalikan oleh hipotalamus12 2.1.1.4.3.1. Peran Nukleus Arkuatus: NPY dan Melanokortin
Nukleus arkuatus hipotalamus berperan sentral dalam kontrol jangka panjang keseimbangan energi dan berat tubuh serta kontrol pendek asupan makanan sehari-hari. Nukleus arkuatus adalah kumpulan neuron berbentuk busur yang terletak dekat dengan dasar ventrikel ketiga.
Nukleus arkuatus memiliki dua subset neuron yang berfungsi berlawanan. Satu subset mengeluarkan neuropeptida Y (NPY) dan yang lain mengeluarkan melanokortin. Neuropeptida Y (NPY) perangsang nafsu makan paling kuat yang pernah ditemukan, menyebabkan peningkatan asupan makanan sehingga mendorong pertambahan berat. Sedangkan melanokortin sekelompok hormon yang secara mengejutkan berperan dalam keseimbangan energi. Melanokortin, terutama α melanocyte stimulating hormone (α-MSH), menekan nafsu makan sehingga terjadi penurunan asupan makanan dan penurunan berat, sebagai respon terhadap peningkatan simpanan lemak.12
2.1.1.4.3.2. Leptin dan Insulin (jangka panjang)
Sel lemak (adiposit) diketahui berperan aktif dalam keseimbangan energi. Adiposit mengeluarkan hormon, secara kolektif disebut adipokin. Salah satu adipokin yang terpenting adalah leptin, suatu hormon yang esensial bagi regulasi berat tubuh normal. Jumlah leptin dalam darah adalah indikator yang baik jumlah total lemak trigliserida yang disimpan di jaringan lemak. Semakin besar simpanan lemak, semakin banyak leptin dibebaskan ke dalam darah.12
Leptin menekan nafsu makan sehingga menurunkan nafsu makan dan mendorong penurunan berat badan, dengan menghambat sinyal NPY dan merangsang malanokortin dari hipotalamus. Sebaliknya, penurunan simpanan lemak dan penurunan sekresi leptin akan menyebabkan peningkatan nafsu makan dan penambahan berat badan.
(26)
Insulin adalah suatu hormon yang disekresi oleh pankreas sebagai respon terhadap peningkatan konsentrasi glukosa dan nutrien lain di darah setelah makan, merangsang penyerapan, pemakaian, dan penyimpanan nutrien-nutrien ini oleh sel. Sehingga penimgkatan sekresi insulin dapat menghambat sel penghasil NPY, serta menekan asupan makan.
2.1.1.4.3.3. Pengaruh Psikososial dan Lingkungan
Stres, rasa cemas, depresi, dan kebosanan juga terbukti mengubah perilaku makan melalui cara yang tidak berkaitan dengan kebutuhan. Orang sering makan untuk memuaskan kebutuhan psikologis bukan menghilangkan lapar.
Telah dilaporkan adanya dua hormon peptida yang diproduksi di saluran pencernaan yang diketahui mempengaruhi perilaku makan jangka pendek, sedangkan leptin dan insulin mengatur berat badan dalam jangka waktu hitungan bulan atau tahun. Terdapat area di otak pada hipotalamus yaitu Nukleus Arkuatus yang berperan menggabungkan aktivitas hormon-hormon tersebut di atas, memberikan sinyal kepada tubuh untuk mengatur kesimbangan asupan makanan dan penggunaan energi (Gambar 2.1).
Nukleus arkuatus memiliki dua neuron utama dengan aksi yang berlawanan. Neuron tipe pertama memproduksi neurotransmitter peptida yaitu neuropeptide Y (NPY) dan agoutirelated peptide (AgRP), aktivasi neuron ini akan menstimulasi selera makan sambil mereduksi metabolisme. Terdapat neuron lainnya yaitu neuron proopiomelanocortin (POMC) / cocaineand amphetamine regulated transcript (CART) yang akan melepaskan α melanocyte stimulating hormone (α MSH) yang dapat menghambat keinginan untuk makan. Ketika cadangan lemak dan konsentrasi leptin menurun, neuron NPY dan AgRP diaktivasi dan neuron POMC diinhibisi sehingga terjadi kenaikan berat badan. Hormon lain yang juga berperan dalam pengaturan berat badan adalah hormon insulin. Reseptor insulin terdapat di seluruh bagian otak.
(27)
Penelitian lain mengatakan bahwa aksi hormon ini untuk menekan selera makan terjadi secara langsung pada nukleus arkuatus. Pemberian insulin ke dalam otak dekat nukleus arkuatus dapat menghambat produksi NPY, yang bekerja menstimulasi selera makan.
(sumber: Kelner K, 2003)
Gambar 2.1 pusat pengaturan nafsu makan
Konsep fisiologis dari obesitas ialah terjadi ketidak seimbangan antara asupan makanan (food intake) dan penggunaan energi (energy expenditure),di mana terjadi peningkatan asupan makanan dan terjadi penurunan penggunaan energi.14
2.1.1.4.3.4. Jaringan Lemak sebagai depot penyimpanan energi
Jaringan lemak sebagai depot penyimpanan energi paling besar. Tugas utamanya untuk menyimpan energi dalam bentuk trigliserida dan melepaskannya sebagai asam lemak bebas dan gliserol yang merupakan sumber energi yang berasal dari lemak.
Jaringan lemak merupakan simpanan energi dalam bentuk trigliserida melalui proses lipogenesis sebagai repon terhadap kelebihan energi dan memobilisasi energi melalui proses lipolisis sebagai repon terhadap kekurangan energi. Lipogenesis dirangsang oleh diet tinggi karbohidrat, namun juga dapat dihambat oleh adanya asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) dan puasa.
(28)
Distribusi Lemak: akumulasi lemak ditentukan oleh keseimbangan antara sintetis lemak (lipogenesis) dan pemecahan lemak (lipolisis-oksidasi asam lemak).12
2.1.1.5.Tatalaksana Obesitas12
Penurunan berat badan mempunyai efek yang menguntungkan terhadap penderita obesitas. Penurunan berat badan sebesar 5 – 10% dari berat awal mengakibatkan perbaikan kesehatan secara signifikan. Walaupun belum ada penelitian yang menunjukkan perubahan pada angka kematian dengan penurunan berat badan pada pasien obesitas, dengan penurunan berat badan, pengurangan pada faktor resiko ini dianggap akan menurunkan perkembangan diabetes tipe 2 serta kardiovaskular.9
Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu diet rendah kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/ bedah.
a) Terapi diet
Pada program manajemen berat badan, terapi diet perencanaan berdasarkan individu. Terapi diet ini harus dimasukkan ke dalam status pasien overweight. Hal ini bertujuan untuk membuat defisit 500 hingga 1000 Kcal/hari menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program penurunan berat badan apapun.
Disamping pengurangan lemak jenuh, total lemak seharusnya kurang dan sama dengan 30% dari total kalori. Penggunaan prosentase lemak dalam menu sehari-hari saja tidak dapat menyebabkan penurunan berat badan kecuali total kalori juga berkurang. Ketika asupan lemak dikurangi, prioritas harus diberikan untuk mengurangi lemak jenuh. Hal tersebut bermaksud untuk menurunkan kadar kolesterol-LDL.
a) Aktivitas fisik
Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari penurunan berat badan, walaupun aktivitas fisik tidak dapat menyebabkan penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan. Kebanyakan penurunan berat badan terjadi karena penurunan asupan
(29)
kalori. Aktivitas fisik yang lama sangat membantu pada pencegahan peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah terjadi pengurangan resiko kardiovaskular dan diabetes mellitus lebih banyak dibandingkan dengan pengurangan berat badan tanpa aktivitas.
Aktivitas fisik yang berdasarkan gaya hidup cenderung lebih berhasil menurunkan berat badan dalam jangka panjang dibandingkan dengan program latihan yang terstruktur. Untuk pasien obesitas, terapi harus dimulai secara perlahan dan intensitasnya sebaiknya ditingkatkan secara bertahap. Latihan dapat dilakukan seluruhnya pada satu saat atau secara bertahap sepanjang hari.
Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu. Dengan regimen ini, pengeluaran energi tambahan sebanyak 100 hingga 200 kalori per hari dapat dicapai.
Regimen ini dapat diadaptasi ke dalam berbagai bentuk aktivitas fisik lain, tetapi jalan kaki lebih menarik karena keamanan dan kemudahannya. Pasien harus dimotivasi untuk meningkatkan aktivitas sehari-hari seperti naik tangga daripada naik lift. Seiring waktu, pasien dapat melakukan aktivitas yang lebih berat. Strategi lain untuk meningkatkan aktifitas fisik adalah mengurangi waktu santai (sedentary) dengan cara melakukan aktivitas fisik rutin lain dengan resiko cedera rendah.
b) Terapi perilaku
Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya, diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan aktivitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stres, stimulus control, pemecahan masalah dan dukungan sosial.
(30)
c) Farmakoterapi
Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program manajemen berat badan. Sibutramine dan Orlistat merupakan obat-obat penurun berat badan untuk penggunaan jangka panjang. Pada pasien dengan indikasi obesitas, sibutramine dan orlistat sangat berguna. Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif menurunkan berat badan dan mempertahankannya.
Dengan pemberian sibutramine dapat muncul peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Sibutramine sebaiknya tidak diberikan pada pasien gagal jantung, jantung koroner, aritmia dan riwayat stroke.
Orlistat menghambat absorbsi lemak sebanyak 30%. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi mal-absorbsi parsial. Semua pasien harus dipantau efek samping yang timbul. Pengawasan secara berkelanjutan oleh dokter dibutuhkan untuk mengawasi tingkat efisiensi dan keamanan.
d) Pembedahan
Terapi bedah merupakan salah satu pilihan untuk menurunkan berat badan. Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI ≥40 atau ≥35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini harus dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk pasien yang gagal farmakoterapi dan menderita komplikasi obesitas yang ekstrim.
Bedah gastrointestinal (retriksi gastrik atau bypass gastric) adalah suatu intervensi penurunan berat badan pada subyek yang termotivasi dengan resiko operasi rendah. Suatu program yang terintegrasi harus dilakukan baik sebelum maupun sesudah untuk memberikan panduan diet, aktivitas fisik dan perubahan perilaku serta dukungan.
2.1.1.6.Komplikasi Obesitas
Dampak dari obesitas merupakan penyakit-penyakit yang banyak memakan korban meninggal dunia. Termasuk jantung koroner dan diabetes mellitus yang saat ini telah banyak dibicarakan oleh dunia kesehatan tentang penanganannya.10
(31)
a) Penyakit jantung dan stroke
Seorang dengan IMT paling sedikit 30 mempunyai 50-100% peningkatan risiko kematian dibandingkan mereka dengan IMT 20-25. Obesitas tipe buah apel mempunyai resiko hampir 3 kali untuk menderita penyakit jantung dibandingkan dengan berat badan normal. Meningkatnya lemak pada daerah perut secara spesifik dihubungkan dengan kekakuan pembuluh darah aorta, yaitu pembuluh darah arteri utama yang memberikan darah ke organ-organ tubuh.
b) Tekanan darah tinggi
Hubungan antara obesitas dan hipertensi adalah kompleks dan mungkin menggambarkan interaksi faktor genetik, demografi dan biologik. Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa penurunan berat badan bermanfaat untuk mengurangi tekanan darah.
c) Gagal jantung
Suatu penelitian tahun 2002 melaporkan bahwa obesitas mungkin bertanggung jawab terhadap 11% gagal jantung pada pria dan 14 % pada wanita. Tetapi mekanismenya masih belum jelas.
d) Gangguan lemak darah (Dislipidemia)
Efek obesitas pada kadar kolesterol adalah kompleks. Walaupun obesitas tidak mempunyai hubungan yang kuat dengan kadar kolesterol, tetapi kadar Trigliserida (TG) biasanya tinggi sedang Kolesterol baik (HDL) cenderung menurun yang keduanya menyebabkan penyakit jantung.
e) Resistensi insulin dan DM tipe2
Kebanyakan penderita DM tipe 2 adalah obesitas dan pada kenyataannya memberikan kesan yang kuat bahwa penurunan BB dapat menjadi kunci di dalam mengontrol terhadap DM tipe 2, yang mempunyai kelainan berupa ketidakmampuan menggunakan insulin di dalam metabolisme glukosa.
Keadaan ini sering disebut dengan resistensi insulin dan juga dihubungkan dengan hipertensi dan kelainan pembekuan darah. Walaupun mekanisme yang tepat hubungan antara obesitas dan DM tipe 2 sama
(32)
sekali belum jelas, tetapi sel-sel lemak dapat melepaskan zat kimia tertentu yang menghambat kepekaan tubuh terhadap insulin.
f) Sindroma metabolik
Terdiri dari obesitas yang ditandai dengan penumpukan lemak pada daerah perut, gangguan kolesterol, hipertensi, dan resistensi insulin. Tampaknya faktor genetik berperan, walaupun obesitas dan makan yang cepat memegang peranan penting di dalam perkembangan sindroma ini. Sindroma metabolik secara signifikan dihubungkan dengan penyakit jantung dan angka kematian yang lebih tinggi.
2.1.2. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu atom yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada bagian orbit luarnya, sehingga membuat radikal bebas bersifat labil karena memiliki medan magnet yang tidak seimbang yang dapat mempengaruhi struktur molekular dan reaksi-reaksi biokimia di dalam tubuh. Sifat radikal bebas sangat reaktif sehingga dapat menyerang molekul di sekitarnya.34
Sumber radikal bebas dapat di peroleh dari dua sumber, yaitu endogen dan eksogen. Beberapa sumber eksogen antara lain: radiasi sinar X dan sinar ultraviolet, polusi udara akibat asap kendaraan bermotor, gas buangan dari pabrik dan asap rokok. Beberapa kondisi juga bisa memicu terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh, misalnya stress, sakit, olah raga berlebihan dan lain-lain.34
Secara endogen, radikal bebas terbentuk sebagai respon normal dari serangkaian proses biokimia dalam tubuh. Secara alamiah radikal bebas dibentuk dalam tubuh makhluk hidup termasuk manusia, binatang dan tumbuhan. Dalam kondisi normal jumlah radikal tersebut berada dalam keseimbangan atau terkendali. Sumber radikal bebas endogen tersebut berasal dari proses oto-oksidasi, oksidasi enzimatik, respiratory burst, reaksi yang dikatalisis ion logam transisi, dan ischemia reperfusion injury.34
(33)
Radikal bebas dalam tubuh dapat berasal dari dalam (endogen) atau dari luar tubuh (eksogen). Secara endogen, radikal bebas dapat berasal dari makanan sumber lemak yang dapat membentuk peroksidasi lipid di dalam tubuh. Selain itu, radikal bebas endogen juga bisa disebabkan oleh kondisi stress, sakit dan olah raga yang berlebihan.
Bentuk senyawa dari radikal bebas di antaranya radikal superoksida (O2-) dan radikal hidroksida (OH+). Senyawa tersebut merupakan jenis radikal bebas yang sebenarnya. Dua senyawa lain yang berhubungan merujuk pada jenis lainya, yaitu spesies oksigen non radikal di antaranya hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen singlet (O2-). Senyawa – senyawa tersebut dikenal sebagai Reactive Oxygen Species (ROS). Walaupun proses oksidasi esensial untuk kehidupan, beberapa proses oksidasi dapat menyebabkan kerusakan sel.34
Tabel 2.3 Jenis-jenis Reactive Oxygen Species (ROS)
ROS KETERANGAN
Anion superoksida O2- Tidak terlalu merusak, tetapi dapat membentuk hidrogen peroksida, yang merupakan reduktan logam transisi dalam pembentukan radikal hidroksil.
Radikal hidroksil OH- Radikal pengoksidasi yang sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan hampir seluruh biomolekul.
Radikal peroksil LO2- Dihasilkan antara lain pada proses peroksidasi lipid.
Hydrogen peroksida H2O2 Hidrogen peroksida bukan radikal bebas tetapi dikategorikan sebagai ROS. Molekul ini merupakan sumber radikal hidroksil dalam kondisi jenuh ion logam transisi, juga terlibat dalam pembentukan HOCl
Oksigen singlet O2 Meskipun bukan radikal bebas, tetapi merupakan pengoksidasi yang kuat.
(34)
Peroksinitrit ONOO- Terbentuk dari reaksi NO- dengan O2-
Asam hipoklor HOCl Dihasilkan oleh netrofil pada proses inflamasi terbentuk dari H2O2 dan Cl -yang dikatalisis oleh mieloperoksidase.
Reactive oxygen species (ROS) secara endogen dapat diproduksi oleh tubuh melalui proses produksi energi, sintesis senyawa biologis, dan fagositosis yang terjadi pada aktivitas sistem imun. Walaupun radikal bebas dapat di hasilkan secara endogen dari dalam tubuh, secara fisiologis sel-sel tubuh juga dapat menghasilkan sejumlah enzim dan senyawa antioksidan yang berperan untuk melawan stres oksidatif yang terjadi di dalam tubuh.34
Secara alami tubuh dapat menghasilkan antioksidan, yang disebut sebagai antioksidan endogen seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), glutation peroksidase (GPx), glutation reduktase (GR) dan seruloplasmin.
Apabila jumlah radikal bebas lebih tinggi dibandingkan antioksidan endogen dapat menimbulkan stres oksidatif dalam tubuh. Stres oksidatif dalam tubuh menimbulkan kerusakan pada sel. Stres oksidatif dalam tubuh dapat diukur dengan menggunakan salah satu parameternya yaitu kadar MDA plasma. Semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam tubuh maka semakin tinggi kadar MDA plasma.
2.1.2.1. Dampak Radikal Bebas Terhadap Tubuh
Radikal bebas bersifat destruktif, sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan makromolekul sel, seperti protein, lipid, karbohidrat, atau DNA. Reaksi antara radikal bebas dan molekul itu berujung pada timbulnya suatu penyakit, yaitu antara lain:33
a. Kerusakan DNA pada inti sel
Senyawa radikal bebas merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan DNA dengan mengoksidasi DNA. Sel yang mengandung DNA
(35)
rusak (damaged DNA) tersebut bila membelah sebelum DNA tersebut diperbaiki, akan mengakibatkan perubahan genetik secara permanen, hal tersebut merupakan langkah pertama dalam karsinogenesis. Oksidasi DNA oleh senyawa radikal bebas dapat menginisiasi terjadinya kanker.
b. Kerusakan protein
Perubahan LDL (Low Density Lipoprotein) menjadi bentuk LDL teroksidasi yang diperantarai oleh radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan dinding arteri dan kerusakan bagian arteri lainnya. Meningkatnya kadar LDL oleh oksigen reaktif dapat merusak dinding arteri yang menyebabkan aterosklerosis.
c. Kerusakan lipid peroksida
Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada ikatan lemak tak jenuh dalam fosfolipid membran biologi (lipid peroksidasi). Peroksidasi lipid pada membran merusak struktur membran dan menyebabkan hilangnya fungsi dari organel sel.
2.1.2.2.Obesitas Memicu Stres Oksidatif
Obesitas adalah suatau penyakit kronik yang berasal multifaktorial dan dapat didefinisikan dengan peningkatan akumulasi lemak tubuh. Obesitas juga berkaitan dengan interaksi sosial, behavioral, psikologikal, metabolik, seluler, dan faktor molekuler.19
Jaringan adiposa tidak hanya sebagai cadangan trigliserida organ, namun pada suatu studi menjelaskan bahwa jaringan adiposa putih berperan juga pada produksi subtansi bioaktif yang disebut adipokin. Selain adipokin, dapat ditemukan komponen inflamasi, seperti Interleukin-6 (IL-Interleukin-6); oleh karena itu mempengaruhi efek langsung pada kontrol berat badan. Hal ini merupakan peran leptin, yang bertindak pada sistem limbik dengan menstimulasi pengeluaran dopamin, yang dapat membuat merasa penuh. Sehingga adipokin tersebut menginduksi Reactive Oxygen Species (ROS), selanjutnya dapat menimbulkan suatu proses yang disebut Stres Oksidatif (OS).5 Telah diketahui bahwa peningkatan produksi ROS dapat berhubungan dengan kerusakan sel, termasuk oksidasi sel membran dan
(36)
protein yang berkonjugasi dengan gangguan homeostasis redoks selular. Reaksi demikian dapat menyebabkan peroksida lipid dan akhirnya terjadi stres oksidatif.9
Obesitas merupakan kondisi kelebihan lemak yang tersimpan dalam jaringan adiposa. Asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam sel akan menyebabkan terbentuknya peroksida lipid. Faktor yang menyebabkannya adalah pola makan dan mengkonsumsinya secara berlebihan, sehingga terjadi hiperlipidemia.
Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan tingginya konsentrasi lipid yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi trigliserida, LDL (Low Density Lipoprotein), dan kolesterol darah melebihi batas normal (pada manusia > 200 mg/dl).10 Faktor-faktor yang menyebabkan hiperlipidemia adalah obesitas, usia, kurang olahraga, stres, gangguan metabolisme, gangguan genetik, dan pola konsumsi makanan sehari-hari yang dapat meningkatkan konsentrasi lipid.10
Keadaan ini dapat ditimbulkan karena meningkatnya peroksidasi lipid yang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh, seperti organ hati. Yagi et al. (1994) menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi lipid peroksida di hati dapat merusak sel hati sehingga peroksida akan keluar dari hati menuju pembuluh darah dan dapat merusak organ atau jaringan lain.
2.1.3. Peroksidasi Lipid
Peroksidasi (auto-oksidasi) lipid merupakan salah satu molekul yang paling sensitif terhadap serangan radikal bebas sehingga terbentuk lipid peroksida. Peroksidasi lipid adalah reaksi yang terjadi antara radikal bebas dengan asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated fatty acid, PUFA) yang sedikitnya memiliki tiga ikatan rangkap.35
Peroksidasi (auto-oksidasi) lipid yang terpajan oleh oksigen bertanggung jawab tidak saja terhadap pembusukan makanan, tetapi juga
(37)
kerusakan jaringan in vivo. Efek merugikan diperkirakan disebabkan oleh radikal bebas (ROO•, RO•, OH•) yang dihasilkan sewaktu terbentuknya peroksidasi dari asam lemak yang mengandung ikatan rangkap yang diselilingi metilen, radikal asam lemak yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh ganda alami.8
(sumber: Marks, 2010)
Gambar 2.2 Radikal bebas memediasi kerusakan jaringan
Peroksidasi lipid adalah suatu reaksi berantai yang menghasilkan radikal bebas secara terus menerus dan lebih lanjut. Umumnya peroksidasi lipid dapat melalui tiga tahap reaksi, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Proses peroksidasi lipid dalam reaksi berantai secara keseluruhan sebagai berikut :
Inisiasi :
ROOH + Logam (n) + ROO* + Logam ( n-1 ) + H+ X* + RH R* + XH
Propagasi : R* + O2 ROO*
ROO* + RH ROOH + R* dst
Terminasi :
ROO* + ROO* ROOR + O2 ROO* + R* ROOR
(38)
Karena prekusor molekular untuk proses inisiasi umumnya adalah produk hidroperoksida ROOH, peroksidasi lipid adalah reaksi berantai yang berpotensi merugikan. Untuk mengendalikan dan mengurangi peroksida lipid, baik manusia dalam aktivitasnya maupun alam menggunakan antioksidan. Antioksidan alami antara lain vitamin E (tokoferol) yang larut lemak, dan urat serta vitamin C yang larut air. Betakarotin adalah suatu antioksidan pada PO2 darah.8
Antioksidan terbagi menjadi dua kelas: (1) antioksidan preventif yang mengurangi laju inisiasi reaksi berantai; dan (2) antioksidan pemutus rantai yang mengganggu propagasi reaksi berantai di atas. Antioksidan preventif mencakup katalase dan peroksidase lain misalnya glutation peroksidase yang bereaksi dengan ROOH. Peroksidase juga dikatalis in vivo oleh senyawa heme dan lipoksigenase yang terdapat di trombosit dan leukosit. Produk auto-oksidasi atau oksidasi enzimatik yang penting secara fisiologis adalah oksisterol dan isoprostan.8
(Sumber: Harper, 2010)
Gambar 2.3 peroksidasi lipid
Reaksi peroksidasi lipid diawali dengan pemisahan sebuah atom hidrogen oleh radikal bebas dari suatu grup metilena (-CH2-) PUFA. Radikal tersebut menghasilkan pembentukan suatu radikal karbon (-•CH-) pada PUFA. Radikal karbon ini dapat distabilkan melalui suatu pengaturan ulang ikatan rangkap yang menghasilkan pembentukan diena terkonjugasi.
(39)
Bila diena terkonjugasi bereaksi dengan O2 akan terbentuk radikal peroksida lipid (ROO•).
Selanjutnya radikal peroksida lipid dapat juga menghilangkan sebuah atom hidrogen dari molekul lipid lainnya yang berdekatan untuk membentuk hidroperoksida lipid dan juga membentuk radikal karbon lainnya. Jika radikal karbon lain tersebut bereaksi lagi dengan oksigen maka reaksi peroksidasi lipid akan terus berlanjut. Pembentukan endoperoksida lipid pada PUFA yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap akan mendorong pembentukan malondialdehid (MDA) sebagai produk dari reaksi peroksidasi tersebut. 8,11
2.1.4. Malondialdehid (MDA) Sebagai Produk Peroksida Lipid
Lipid peroksida atau lipid hidroperoksida merupakan suatu molekul yang stabil pada suhu fisiologis atau suhu tubuh. Kadar lipid peroksida dapat diukur dengan metode asam tiobarbiturat (TBA) yang mengukur adanya MDA. TBA akan bereaksi dengan gugus karbonil dari MDA, yaitu satu molekul MDA akan berikatan dengan dua molekul TBA sehingga membentuk senyawa kompleks berwarna merah. Terbentuknya warna merah tersebut akan diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm yang sebanding dengan tingkat oksidasi lipid. Pada reaksi ini ada sejumlah senyawa lain yang juga bereaksi dengan TBA, namun karena jumlahnya kecil maka bisa diabaikan. Senyawa-senyawa itu diantaranya adalah glukosa <0.4 mg (2.2 μmol) dan sukrosa <8.56 mg (25.0 μmol) (Ohkawa et al. 1979). Uji TBA ini merupakan uji yang spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tak jenuh dan baik diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan yang mengandung asam lemak tak jenuh.35,19
Menurut Pryor et al dalam Winarsi, Malondialdehid (MDA) adalah senyawa aldehida yang merupakan produk akhir peroksida lipid di dalam tubuh. Senyawa ini memiliki tiga rantai karbon, dengan rumus molekul C3H4O2, MDA juga merupakan produk dekomposisi dari asam amino,
(40)
karbohidrat kompleks, pentose dan heksosa. Selain itu, MDA juga merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan produk sampah biosintesis prostaglandin yang merupakan produk akhir oksidasi lipid membran.
Menurut Helliwell dan Gutteridge , MDA merupakan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh radikal bebas. Di samping itu, MDA juga merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh radikal bebas. Konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh penurunan kadar MDA.
Pengukuran MDA mudah dilakukan baik secara spektrofotometrik atau fluorometrik. Karena MDA tidak stabil, maka cara penyimpanan sampel harus terlindung dari cahaya dan bila tidak segera diperiksa harus disimpan pada suhu -700 C, penyimpanan -200 C tidak memadai.35
Uji TBARs (thiobarbituric acid reactive substances), merupakan salah satu uji yang paling lama dan paling sering digunakan untuk mengukur proses peroksidasi lipid asam lemak tidak jenuh. Uji TBARs dapat menilai stress oksidatif berdasarkan reaksi asam tiobarbiturat dengan malondialdehid (MDA). Supernatan plasma direaksikan dengan asam tiobarbiturat menghasilkan kromofor berwarna merah muda yang dibaca pada panjang gelombang 532 nm.19
2.1.5. Pemeriksaan Malondialdehid (MDA) plasma
MDA merupakan satu dari beberapa substansi dengan berat molekul ringan yang dihasilkan pada proses peroksidasi lipid. Banyak peneliti menemui kegagalan pengukuran MDA bebas. Hal ini diakibatkan kadarnya sangat rendah dan secara cepat bereaksi dengan grup amine dan thiol, serta dalam jaringan dimetabolisir oleh enzim aldehid dehidrogenase dan terbentuk asetil CoA, MDA juga dengan mudah diekskresi lewat urin.17
(41)
Conjugated atau polymerazed MDA dapat terhidrolisa dalam medium asam dan labil dalam pemanasan. Metode TBARS menggunakan teknik kolorimetri dengan melihat perubahan warna, tetapi mempunyai hasil yang tidak spesifik ,oleh karena juga terukur aldehid yang lain. Hasil TBA–MDA mempunyai hasil yang lebih baik dengan menggunakan teknik fluorometri. Pemeriksaan yang lebih spesifik menggunakan metode high performance liquid chromatography (HPLC)/ spektrofotometri, dan memenuhi kriteria akurasi, spesifisitas dan sensitivitas dan metode ini sebagai pilihan untuk evaluasi status stres oksidatif
(Sumber: Helliwell dan Gutteridge 1994)
Gambar 2.4 reaksi malondialdehid dengan TBA
Pengukuran MDA mudah dilakukan baik secara spektrofotometrik atau fluorometrik. Uji TBARs (thiobarbituric acid reactive substances), merupakan salah satu uji yang paling lama dan paling sering digunakan untuk mengukur proses peroksidasi lipid asam lemak tidak jenuh. Uji TBARs dapat menilai stres oksidatif berdasarkan reaksi asam tiobarbiturat dengan malondialdehid (MDA). Supernatan plasma direaksikan dengan asam tiobarbiturat menghasilkan kromofor berwarna merah muda yang dibaca pada panjang gelombang 532nm.
Nilai normal MDA tergantung metode yang digunakan , lebih dari 4 μmol/l dengan mengukur TBAR dengan metode kolorimetri, kadar normal hingga 2,5 μmol/l dengan metode fluorometri, dan kadar 0,60 - 1μmol/l dengan metode HPLC (highperformance liquid chromatography)
(42)
dan metode ini yang saat ini menjadi pilihan sebagai petanda biologis stres oksidatif.19
Dengan metode spektrofotometri dapat ditentukan kadar MDA plasma yang menunjukkan secara spesifik kadar MDA total dan memberikan hasil yang serupa dengan kadar MDA yang didapat menggunakan metode HPLC, dengan koofisien variasi 1,2 – 3,4 %. Kadar MDA dengan metode spektotrofotometri 1,04 ± 0,43 μmol/l.18
(43)
2.2. Kerangka Teori
Uncoupling mitokondria
Asam lemak bebas (FFA) berkonjugasi dengan ROS Obesitas Protein kinase C Penyimpanan lemak pada jar. Adiposa
berlebih
Pembentukan ROS (CO2-, H2O2) O2
-H2O -OH ↑ ROS (O2-)
Asam lemak bebas (FFA) berlebih
O2
↑ Glukosa darah ↑ ROS (hidroxide)
↑ NADPH Oksidasi ↓ enzim antioksidan ↓ sintesis Glutation
↑ ROS ↓ enzim AOX
Otot skelet endothelium jaringan hati Jar. adiposa Stres Oksidatif Jaringan adiposa berlebih inflamasi Infiltrasi
leukosit IL-6 ↑ TNFα ↑ CRP
Myeloperoksidasi NADPH
↑ aktivitas NADPH
↓ reseptor insulin hiperglikemi Pembentukan ROS
Chloramin, reaktif aldehid, tyrosin peroksida
Pembentukan ROS
(44)
2.3. Kerangka Konsep
Keterangan :
_______ : Variabel yang diteliti --- : Variabel perancu
Sinar UV Merokok
Stres
Penyakit metabolik Olahraga
Konsumsi makanan mengandung Lipid, protein, dan karbohidrat
Berat badan berlebih oleh timbunan lemak
Obesitas/ Overweight
Peningkatan profil lipid
Peroksida lipid meningkat Radikal bebas (ROS)
Stres Oksidatif
Kematian sel
Peningkatan biomarker stres oksidatif
Malondialdehid (MDA) Plasma meningkat Antioksidan < ROS
Sumber antioksidan: Suplemen Vit. C Vit. E
Multivitamin dan mineral Buah dan sayuran hijau
(45)
2.4. Definisi Operasional
No Variabel Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran Skala
Pengukuran
1. Indeks Masa Tubuh (IMT), kriteria Asia Pasifik.
Peneliti Timbangan badan dan meteren merk Seca dengan ketelitian 0,1 kg.
Berat badan (Kg) dibagi dengan tinggi badan (m2). Kriteria: normal (18,5-22,9) dan Obesitas (>25).
Kategorik
2. MDA plasma Peneliti Spektrofotometer Baca pada spektrofotometer dibagi dengan 153.000
(46)
30
METODE PENELITIAN 3.1.Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan desain cross-sectional study. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar Malondialdehid (MDA) plasma, sedangkan variabel independen adalah IMT (Indeks Massa Tubuh), yang dikelompokkan dalam kriteria obesitas dan normal.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta . Waktu penelitian pada bulan Februari – September 2013.
Tabel 3.1 Rincian waktu penelitian
No Bulan Kegiatan Hasil
1 Desember s/d
Februari 2013
Pembuatan Proposal Penelitian dan persetujuan pembimbing
Proposal
2
Maret s/d Juni 2013 - Pengurusan izin laboratorium - Pengisian Kuesioner dan
pemeriksaan data primer berupa status IMT
- Pengambilan darah vena Mediana Cubiti responden dan pemeriksaan MDA plasma
- Surat izin Lab. - Data primer - Data nilai
MDA plasma
3 Juli 2013 Pengumpulan data Data lengkap
4 Agustus s/d
Sepember 2013
- Pengolahan data dan laporan Penelitian
Laporan Hasil Penelitian
(47)
3.3. Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode Consecutive Sampling, yakni metode sampling yang tergantung pada jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi selama jangka waktu pengambilan data. Sampel diambil sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan selama bulan Maret hingga Juni 2013
3.4. Populasi dan Sampel
a. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah semua mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah mahasiswa pre klinik Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2010-2012.
3.5.Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
- Mahasiswa PSPD berusia 18 – 22 tahun yang bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani Informed Consent.
b. Kriteria Eksklusi
- Mempunyai riwayat penyakit metabolik, seperti diabetes melitus atau toleransi glukosa terganggu, dan penyakit kronis lainya.
- Mempunyai kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol - Mengkonsumsi obat-obatan tertentu secara rutin, termasuk suplemen
vitamin, dan sebagainya. Aktif berolahraga atau atlet - Mempunyai gizi kurang (status IMT underweight)
(48)
3.6. Besar Sampel
Besar sampel yang dibutuhkan dapat diohitung dengan rumus:
Dimana kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, sehingga Zα= 1,64. Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10%, maka Zβ= 1,28. Pada penelitian sebelumnya diketahui rerata MDA plasma pada overweight dan obesitas sebesar 1,69±0,39. Selisih minimal yang dianggap bermakna (x1-x2)= 0,25. Standar deviasi (s)= 0,39.
3.7. Alur Penelitian
Identifikasi subyek yang memenuhi syarat sebagai kriteria inklusi dan eksklusi. Didapatkan sebanyak 48 orang.
Informed consent
Tidak bersedia, sebanyak 10
orang Bersedia,
didapatkan sebanyak 38 orang Persiapan penelitian
Analisis data
Pemeriksaan kadar MDA plasma setelah pengambilan sampel
Kuesioner
n= 2
(Zα+Zβ)S
2x1-x2
n = 2((1,64+1,28)0,63))2 (0,37)
(49)
a. Persiapan Penelitian
Peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang di butuhkan pada saat melakukan penelitian, seperti mempersiapkan alat dan bahan yang di gunakan untuk pemeriksaan laboratorium, pembuatan kuesioner, permohonan izin menggunakan laboratorium dan mengajukan proposal untuk melakukan penelitian.
b. Identifikasi Subyek yang Berpotensi Masuk ke dalam Sampel Penelitian Identifikasi subyek di lakukan oleh peneliti dengan pengisian kuesioner, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Apabila subyek masuk ke dalam kriteria inklusi dalam penelitian, di lanjutkan dengan prosedur informed consent jika subyek bersedia menjadi responden dalam penelitian yang akan di lakukan.
c. Informed Consent
Sebelum memutuskan untuk informed consent, peneliti menjelaskan manfaat dan kerugian yang di dapatkan jika menjadi responden dalam penelitian. Kesediaan menjadi responden dalam penelitian, dinyatakan dengan menandatangani formulir informed consent. Subyek yang tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, akan di keluarkan dari alur prosedur penelitian. Kemudian jika subyek bersedia maka di homogenkan data dengan pengelompokan obesitas dan IMT normal.
d. Pemeriksaan Kadar MDA
Subyek yang bersedia menjadi responden dalam penelitian, di lakukan pengambilan darah melalui vena mediana cubiti untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium kadar MDA. Pemeriksaan tersebut di lakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
e. Analisis Data
Setelah semua data penelitian terkumpul, dilakukan analisis kadar MDA pada responden.
(50)
3.8. Rencana Analisis
Analisis data yang akan di lakukan menggunakan software computer berupa SPSS 16.0. Untuk menganalisis variabel yang menjadi subyek penelitian.
3.9. Izin dan Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan melalui proses perizinan dari komisi etik FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah mendapatkan perizinan, peneliti melakukan pengambilan sampel di Laboratorium Biokimia FKIK. Semua perizinan dilakukan di awal penelitian dan diselesaikan dalam jangka waktu 2 bulan.
3.10. Alat, Bahan, dan langkah kerja analisisi MDA
Kuesionar (lampiran) Alat :
- Spektrofotometer
- Sentrifuge
- Mikropipet - Penangas air - Kupet
- Spuit disposable - Kapas
- Tabung EDTA
- Mikrotube/ tabung reaksi Bahan :
- Plasma darah - Larutan TCA 10% - Larutan TBA 0,67%
(51)
Langkah kerja Analisis MDA :
1. Persiapan analisis MDA diperlukan peralatan antara lain; spuit 5 ml, swab alkohol, dan kapas untuk pengambilan darah vena mediana cubiti.
2. Kemudian siapkan tabung EDTA (vacutainer) sesuai jumlah sampel, untuk anti koagulasi.
3. Siapkan tabung reaksi (mikrotube) sesuai jumlah sampel sebanyak 3 kelompok masing-masing untuk plasma, larutan TBA 0,67%, dan larutan TCA 10%.
4. Siapkan mikropipet untuk pengambilan bahan.
5. Setelah alat dan bahan disiapkan, pengambilan sampel darah vena mediana cubiti menggunakan spuit 5 ml yang steril oleh tenaga laboratorium yang terlatih.
6. Masukkan darah spuit ke dalam tabung EDTA, supaya tidak terjadi koagulasi.
7. Kemudian masukkan plasma dalam tabung reaksi menggunakan mikropipet sebanyak 0,5 ml
8. Masukkan larutan TCA 10% dalam tabung reaksi yang ada plasmanya tadi, dan divorteks.
9. Kemudian sentrifuge selama 5 menit dengan 3000 rpm.
10. Plasma akan mengendap, ambil supernatan dengan menggunakan mikropipet.
11. Masukkan supernatan ke dalam tabung reaksi (mikrotube) yang berisi larutan 0,75 ml TBA 0,67%, dan divorteks.
12. Selanjutnya masukkan tabung reaksi ke dalam penangas mendidih (suhu 100oc) selama 10-15 menit, berwarna merah muda.
13. Ambil tabung reaksi dan tunggu hingga dingin.
14. Baca dengan menggunakan Spektrofotometer pada gelombang 532 nm.
(52)
36
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mulai dari angkatan 2012, 2011, dan 2010 atau mahasiswa pre klinik. Usia berkisar antara 18 - 22 tahun. Sampel yang diperoleh selama periode Januari–April 2012 sebanyak 48 orang. Setelah diseleksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi, terdapat subyek penelitian berjumlah 38 orang mahasiswa. Sampel terdiri dari 23 orang mahasiswa laki-laki dan 15 orang mahasiswa perempuan.
Tabel 4.1 Karakteristik Subyek berdasarkan umur, jenis kelamin, dan
status IMT
N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 23 60,50
Perempuan 15 39,50
Umur
18-19 tahun 8 21,0
20 tahun 15 39,5
21-22 tahun 15 39,5
Status IMT
Normal 14 36,80
(53)
4.1.2. Analisis Univariat
4.1.2.1. Hubungan karakteristik subyek penelitian dengan kejadian obesitas
Obesitas merupakan hasil dari perbandingan pemakaian energi yang tersimpan secara berlebihan dengan energi yang terpakai. Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik dan perkembangan. Beberapa faktor penyebab obesitas antara lain asupan makanan berlebih, aktivitas fisik yang kurang, mempunyai riwayat orang tua obesitas, gemar konsumsi makan cepat saji, dan faktor lingkungan disertai kebiasaan yang lain.1
Tabel 4.2 Distribusi Status Obesitas berdasarkan Karakteristik Subyek Penelitian
Status Obesitas
P Value
Non obesitas Obesitas
N % N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 11 47,8 12 52,2
0,082
Perempuan 3 20 12 80
Umur
18-19 tahun 3 37,5 5 62,5
0,520
20 tahun 4 28,6 10 71,4
21-22 tahun 7 43,8 9 56,2
Pola makan
>3 kali/ hari 13 46,4 15 53,6
0,059
(54)
Buah sayur
>3 kali/ minggu 14 43,8 18 56,2
0,067
<3 kali/ minggu 0 0,00 6 100,0
Riwayat Keluarga
Ya 0 0,0 14 100,0
0,000
Tidak 14 58,3 10 41,7
Jenis Kelamin
Dari total 38 responden, distribusi jenis kelamin responden menunjukkan laki-laki dan perempuan yang mengalami status obesitas lebih banyak di banding dengan non obesitas (52,2% vs 47,8% pada laki-laki dan 80% vs 20% pada perempuan). Proporsi obesitas pada perempuan menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu sebesar 80%. Pada uji Chi Square didapatkan nilai p=0,082 (>0.05), sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan angka kejadian obesitas. Hal ini menunjukkan uji statistik tidak memiliki hubungan yang bermakna.
Jumlah subyek dengan status IMT normal menunjukkan angka yang tinggi pada laki-laki, yaitu 11 orang, dibandingkan pada perempuan hanya berjumlah 3 orang. Sedangkan pada kasus obesitas memiliki jumlah responden laki-laki 12 orang (52,2%) dan perempuan 12 orang (80%). Dari analisis berdasarkan jumlah kontrol dan kasus pada perempuan hampir mendominasi jumlah obesitas. Jadi jumlah berat badan berlebih pada perempuan lebih banyak dibandingkan pada laki-laki. Beberapa literatur menjelaskan bahwa laki-laki memiliki porsi aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan, sehingga besar kemungkinan perempuan memiliki peluang untuk memiliki berat badan berlebih karena
(55)
tidak mampu memecah lemak yang tersimpan dalam tubuhnya untuk energi panas (aktivitas).24
Pada dasarnya struktur jaringan adiposa pada perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.Jumlah subyek perempuan yang hanya berjumlah 3 orang dibanding subyek laki-laki 11 orang tidak dapat dikesampingkan, hal ini juga mempengaruhi proporsi obesitas.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ratu Ayu (2011), yang menyebutkan bahwa remaja laki-laki memiliki resiko terjadinya obesitas sebesar 1,4 kali dibandingkan remaja perempuan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh anak perempuan lebih sering membatasi makan untuk alasan penampilan.20
Umur
Distribusi responden berdasarkan umur terdiri atas 18 tahun sampai 22 tahun, dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu umur 18-19 tahun, 20 tahun, dan 21-22 tahun. Usia demikian bukanlah usia pertumbuhan yang pesat seseorang karena telah melewati masa pertumbuhan. Oleh karena itu kemungkinan tidak begitu berpengaruh dengan peningkatan berat badan dan tinggi badan. Obesitas terjadi karena tidak seimbangnya makanan yang dikonsumsi dengan pemakaian energi, sehingga gaya hidup dan kebiasaan, serta lingkungan sangat berpengaruh untuk terjadinya obesitas. Seseorang yang mengalami obesitas pada masa anak-anak, kemungkinan bisa mengalami obesitas juga pada masa remaja hingga dewasa jika pola makan dan aktivitas tidak terjaga.3
Pada penelitian ini subyek yang mengalami obesitas paling banyak terdapat pada kelompok usia 20 dan 21 tahun. Pada uji Chi Square, kelompok umur tersebut didapatkan nilai p sebesar 0,520 (>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna kelompok umur 18-22 tahun dengan angka kejadian obesitas.
(56)
Kesimpulannya diantara kelompok usia tersebut tidak bisa menentukan secara statistik resiko terjadinya obesitas. Hal ini disebabkan pada kelompok tersebut cenderung memiliki kebiasaan yang sama.3
Pola Makan
Kebiasaan makan setiap hari terutama makanan pokok, seperti nasi, daging, dan berbagai makanan dengan kandungan lemak tinggi mungkin dapat mempengaruhi obesitas. Pada penelitian ini subyek dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kebiasaan makan >3 kali per hari dan kurang dari 3 kali per hari.
Berdasarkan tabel 4.2, status obesitas dan non obesitas rata-rata memiliki pola makan lebih dari 3 kali per hari. Sedangkan pola makan kurang dari 3 kali per hari justru didominasi oleh subyek obesitas (90%). Hal ini merupakan masalah yang kompleks, berkaitan dengan gaya hidup dan penampilan, seseorang dengan obesitas berusaha sekeras mungkin untuk menurunkan berat badan, sehingga kelompok obesitas cenderung mempunyai pola makan yang kurang dari 3 kali per hari, begitu juga sebaliknya.25
Pada uji Chi Square didapatkan nilai p=0,059 (>0,05), menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan lebih dari 3 kali per hari dan kurang dari 3 kali per hari, namun proporsi obesitas lebih tinggi (90%) pada kebiasaan makan <3 kali per hari. Menurut JM. Jeffort (2010), Obesitas berkaitan dengan Night Eating Sindrom (NES), yaitu mempunyai kebiasaan makan tidak sering akan tetapi pada malam hari. Hal ini berkaitan dengan metabolisme basal yang meningkat pada malam hari.
Perilaku makan memiliki keterkaitan dengan keseimbangan energi antara yang masuk dan yang dikeluarkan, apabila tidak terjadi keseimbangan antara energi yang masuk dan keluar, maka kelebihan tersebut akan disimpan menjadi lemak, sehingga menjadi obesitas. Kecenderungan perilaku makan yang kaya kalori akan menjadi ketidak seimbangan kalori yang disimpan di jaringan adiposa. Peningkatan
(57)
jaringan adiposa akan meningkatkan leptin, sehingga memiliki pengaruh terhadap pengaturan keseimbangan enegi. Perilaku makan seseorang dipengaruhi oleh hipotalamus, yang dikontrol di beberapa tempat yaitu yang berada di pusat ventrolateral hipotalamus dan di pusat ventromedial hipotalamus,sebagai pusat signal di serebral kortek yang merangsang nafsu makan.
Buah dan sayur
Sayur dan buah merupakan sumber serat yang penting bagi seseorang, khususnya berhubungan dengan obesitas. obesitas membutuhkan makanan tinggi serat seperti sayur dan buah. Konsumsi serat secara linier akan mengurangi asupan lemak dan garam yang selanjutnya akan menurunkan tekanan darah dan mencegah peningkatan berat badan. Berbagai intervensi dalam mencegah obesitas termasuk meningkatkan konsumsi sayur dan buah dapat menggantikan makanan dengan densitas energi tinggi yang sering dikonsumsi anak dan remaja, sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan berat badan. 12,18
Pada penelitian ini mahasiswa sebagai subyeknya tentu memiliki hobi dan kebiasaan yang bervariasi, terutama mengenai kebiasaan konsumsi buah dan sayur. Pada penelitian yang dilakukan Kartika (2010), tentang faktor-faktor yang mempengarui obesitas, menjelaskan bahwa mahasiswa cenderung tidak menyukai sayur-sayuran hijau, tetapi lebih memilih makanan instant atau fast food. Pada tabel 5.2, didapatkan subyek dengan kebiasaan konsumsi buah dan sayur lebih dari tiga kali setiap minggu cenderung hampir sama dengan konsumsi buah sayur <3 kali dalam seminggu. Namun seseorang dengan konsumsi buah dan sayur kurang dari 3 kali dalam seminggu didominasi oleh orang dengan obesitas (100%).
(58)
Pada uji Chi Square didapatkan nilai p=0.067 (p>0,05), karena nilai p lebih dari 0,05 maka tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi buah dan sayur >3 kali per minggu dan <3 kali perminggu dengan status obesitas.
Riwayat Orang tua obesitas
Pada penelitian ini faktor perancu yang didapatkan yaitu jenis kelamin, umur, kebiasaan makan, kebiasaan konsumsi buah dan sayur, dan riwayat obesitas orang tua. Dari semua faktor resiko yang paling berhubungan dengan status obesitas ialah riwayat orang tua.
Hasil uji statistik juga menunjukkan ada perbedaan yang bermakna pada parental fatness dari remaja kelompok obesitas dengan non obesitas. Hasil ini senada dengan penelitian Whitaker et al. dimana jika salah satu orang tua obesitas, maka risiko anak-anak menjadi obesitas pada saat dewasa menjadi tiga kali lipat, tetapi jika kedua orang tua mengalami obesitas, maka risiko anak menjadi obesitas meningkat lebih dari 10 kali.25
Pada penelitian kali ini, dilakukan uji Chi Square dengan nilai p=0,000 (<0,05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat orang tua obesitas dengan kejadian status obesitas seseorang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya dalam sebuah keluarga. Bila kedua orang tua mengalami obesitas, maka kemungkinan anaknya menjadi obesitas adalah 80%. Bila hanya salah satu orang tua yang mengalami obesitas, maka kemungkinan anak menjadi obesitas adalah 40%, dan bila kedua orangtua tidak mengalami obesitas, maka kemungkinan anak mengalami obesitas adalah 14%.25 Obesitas termasuk multifactorial genetic, belum pasti diturunkan, tetapi meningkatkan faktor resiko.
4.1.2.2. Hubungan karakteristik subyek penelitian dengan kadar MDA plasma
Telah diseleksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi dengan cara consecutive sampling sebanyak 38 responden mahasiswa Pendidikan
(59)
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bersedia mengikuti penelitian ini. Data yang dikumpulkan adalah konsumsi buah, sayur, kebiasan makan, konsumsi fast food, aktivitas fisik seperti olahraga, riwayat orang tua obesitas, dan penghitungan IMT (indeks massa tubuh), serta Malondialdehid (MDA) plasma yang dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer.
Tabel 4.3 Distribusi kadar MDA plasma berdasarkan karakteristik subyek penelitian
Kadar MDA plasma
P Value Rerata (SD) Min. Max.
Jenis Kelamin
Laki-laki 1,32.10
-6
(0,63.10-6) 0,47.10
-6
2,78.10-6
0,025* Perempuan 2,09.10
-6
(1,45.10-6) 1,01.10
-6
6,35.10-6
Umur
18-19 tahun 2,46.10
-6
(1,98.10-6) 0,90.10
-6
6,35.10-6
0,517 20 tahun 1,47.10
-6
(0,63.10-6) 0,58.10
-6
2,78.10-6
21-22 tahun 1,33.10
-6
(0,48.10-6) 0,47.10
-6
2,12.10-6
Pola makan
>3 kali/ hari 1,43.10
-6
(0,80.10-6) 0,47.10
-6
4,59.10-6
0,049* <3 kali / hari 2,18.10
-6
(1,56.10-6) 1,01.10
-6
6,35.10-6
Buah sayur
>3 kali/ minggu 1,54.10
-6
(1,04.10-6) 0,47.10
-6
6,35.10-6
0,167 <3 kali/ minggu 2,06.10
-6
(1,28.10-6) 1,18.10
-6
(60)
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar MDA plasma. Faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kadar MDA plasma, dengan nilai p<0,05 (signifikan), terdiri atas jenis kelamin, kelompok umur, kebiasaan makan setiap hari, dan riwayat orang tua obesitas.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa resiko terjadinya berat badan berlebih pada remaja dipengaruhi oleh pola makan setiap hari, kebiasaan konsumsi makanan cepat saji, aktivitas berlebih, dan pajanan asap kendaraan.
Diagram 4.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kadar MDA Plasma
Pada uji Mann-Whitney didapatkan nilai p sebesar 0,025 (<0,05). Uji analisis statistik ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kadar MDA plasma. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel yang telah disebutkan sebelumnya, seperti perempuan lebih banyak proporsi obesitasnya dibandingkan laki-laki. Pada studi sebelumnya, paling banyak dinilai oxidative stress marker (penanda stres oksidatif) adalah jenis kelamin perempuan, karena kegiatan hormonal perempuan lebih kompleks dan lebih tinggi.40
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
>3kali/ hari <3 kali/ hari
Kad ar M DA p las m a (x10 -6) Jenis Kelamin * *: p<0,05
(61)
Diagram 4.2 Hubungan Kelompok Umur dengan Kadar MDA plasma
Pada diagram 4.2 diatas, menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan pada kelompok umur. Pada uji kruskal-wilis diperoleh nilai p= 0,517 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kelompok umur 18-19, 20, dan 21-22 tahun.
Hal ini berseberangan dengan studi sebelumnya, dimana penelitian dilakukan oleh Benchter, et.al. menunjukkan perubahan MDA plasma yang meningkat terkait usia. Semakin tua umur seseorang semakin meningkat pula MDA plasmanya.31 Semakin tua disini mengarah kepada kebiasaan dan gaya hidup yang semakin ekstrim, seperti pekerjaan dan lingkungan. Pekerjaan berat yang kebanyakan dilakukan oleh orang dewasa tentu berbeda dengan mahasiswa.3
Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan faktor usia yang terlalu kecil sehingga tidak spesifik.
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5
18-19 20 21-22
Kad
ar
M
DA p
las
m
a
(x 10
-6)
Kelompok Umur
(1)
Interquartile Range .73
Skewness .894 .481
Kurtosis .302 .935
Perempuan Mean 2.0973 .37531
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.2924 Upper Bound 2.9023
5% Trimmed Mean 1.9215
Median 1.6800
Variance 2.113
Std. Deviation 1.45357
Minimum 1.01
Maximum 6.35
Range 5.34
Interquartile Range .92
Skewness 2.358 .580
Kurtosis 5.334 1.121
Tests of Normality
Jenis_kelamin
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Baru Laki2 .161 23 .127 .926 23 .088
Perempuan .360 15 .000 .660 15 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Man-Whitney
Test Statisticsb
baru Mann-Whitney U 97.500
Wilcoxon W 373.500
Z -2.240
Asymp. Sig. (2-tailed) .025
(2)
b.
Kebiasaan makan per hari
Test Statisticsb
baru Mann-Whitney U 80.500
Wilcoxon W 486.500
Z -1.973
Asymp. Sig. (2-tailed) .049
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .047a a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Makan
c.
Konsumsi buah dan sayur
Test Statisticsb
baru Mann-Whitney U 61.500
Wilcoxon W 589.500
Z -1.381
Asymp. Sig. (2-tailed) .167 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .172a a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: buah_sayur
d.
Kelompok umur
Test Statisticsa,b
Baru Chi-Square 1.320
Df 2
Asymp. Sig. .517 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: umur_
(3)
4.
Status IMT dengan MDA plasma
–
Bivariat
Normalitas
Descriptives
Status_IMT Statistic Std. Error
Baru obesitas Mean 1.9754 .24604
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.4664 Upper Bound 2.4844
5% Trimmed Mean 1.8022
Median 1.6650
Variance 1.453
Std. Deviation 1.20534
Minimum 1.01
Maximum 6.35
Range 5.34
Interquartile Range .90
Skewness 2.642 .472
Kurtosis 7.736 .918
normal Mean 1.0336 .11710
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound .7806 Upper Bound 1.2865
5% Trimmed Mean 1.0056
Median 1.0050
Variance .192
Std. Deviation .43814
Minimum .47
Maximum 2.10
Range 1.63
Interquartile Range .57
Skewness .993 .597
(4)
Tests of Normality
Status_IMT
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
baru obesitas .266 24 .000 .684 24 .000
normal .138 14 .200* .934 14 .343
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Uji Mann-Whitney
Test Statisticsb
baru Mann-Whitney U 43.000
Wilcoxon W 148.000
Z -3.784
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Status_IMT
(5)
LAMPIRAN 5
(Alat dan Bahan Penelitian)
Spuit 5 ml, untuk pengambilan darah
vena mediana cubitu
Tabung EDTA/ vacutainer
Larutan TCA 10%,
Sentrifugator
Larutan TBA 0,67%,
(6)