Performa ayam broiler yang diberi zeolit dalam ransum dan litternya

(1)

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI ZEOLIT

DALAM RANSUM DAN

LITTERNYA

SKRIPSI

CHRISTABEL FITRIANIE SUTAMBA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PETERNAKAN BOGOR 2011


(2)

RINGKASAN

Christabel Fitrianie Sutamba. D14070082. 2011. Performa Ayam Broiler yang Diberi Zeolit dalam Ransum dan Litternya. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S.Pt., MSc. Agr. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS

Tingginya permintaan daging ayam menyebabkan meningkatnya perkembangan peternakan ayam broiler. Hal ini akan menimbulkan masalah seperti harga ransum yang mahal dan juga jumlah limbah peternakan juga meningkat. Zeolit yang bersifat higroskopis dapat membantu dalam penyerapan nutrien dan mengurangi gas NH3 dan H2S yang dapat mengganggu kesehatan ayam broiler sehingga performa ayam broiler dapat ditingkatkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian zeolit (Aclinop) dalam ransum dan zeolit pada litter, serta kemungkinan interaksi kedua

faktor ini terhadap performa ayam broiler. Pemberian Aclinop dalam ransum bertujuan untuk meningkatkan bobot badan, efisiensi penggunaan ransum dan laju pertumbuhan ayam broiler karena sifatnya yang mampu meningkatkan penyerapan nutrien ransum. Pemberian zeolit padalitterbertujuan untuk mengurangi kadar NH3 dan H2S yang dapat mempengaruhi kesehatan ayam broiler.

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Sebanyak 360 ekor DOCstrainCP 707 produksi PT. Charoen Pokphand Jaya Farm

digunakan dalam penelitian ini yang dibagi kedalam 12 taraf perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan dan sepuluh ekor ayam broiler sebagai satu satuan unit percobaan. Ransum yang digunakan adalah jenis CP 511 produksi PT. Charoen Pokphand Jaya Farm. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 4 x 3 (4 taraf pemberian Aclinop dalam ransum, yaitu 0; 1; 2; dan 3 kg/100 kg serta 3 taraf penaburan zeolit dalam litter yaitu 0; 2,5; dan 5 kg

zeolit per m2litter).

Penambahan Aclinop pada taraf 0, 1, 2, dan 3 kg/100 kg ransum dan zeolit pada taraf 0; 2,5; dan 5,0 kg/m2 litter tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi

ransum, pertambahan bobot badan (PBB), dan Feed Conversion Ratio (FCR).

Penggunaan zeolit yang disarankan pada pemeliharaan selama empat dan lima minggu adalah pada taraf R3L1karena selain menghasilkan keuntungan (Rp. 996,83 / ekor dan Rp. 678,44/ekor) juga berperan dalam mengurangi kadar NH3 (48%) dari ekskreta ayam broiler yang berdampak baik bagi kesehatan dan kesejahteraan ayam broiler serta lingkungan sekitar.


(3)

ABSTRACT

Effect of Zeolite Supplemented on Feed and Litter on Broiler Performances

Sutamba, C. F., M. Ulfah and P. H. Siagian

Zeolite is a kind of natural mineral that has high capability to absorb water, catches gases and helps in the absorption process of nutrients in the gut. Based on its capabilities, zeolite can be used in farm of broilers. This study aimed to know the effect of Aclinop in the broiler feed and zeolite on the litter, besides their interaction probability on broiler performance. This research used 360 DOC which kept for five weeks. There were two factors that treated to the chickens, Aclinop on the feed (0,0; 1,0; 2,0 and 3,0 kg/100kg) and zeolites on the litter (0,0; 2,5; dan 5,0 kg/m2) so there were 12 kinds of treatments which repeated three times each. The results show that the interaction of both factors were not significantly different for the daily weight gain, feed consumption and feed conversion ratio. Since the treatment of R3L1 not only resulted profits during four and five weeks maintenance (Rp. 996,83 / broiler and Rp. 678,44 / broiler respectively), but also reduced faecal NH3concentration by 48% (Kamaludin, 2011) and modulated the better broiler health, welfare and environment, therefore R3L1was the most recommended treatment.


(4)

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI ZEOLIT

DALAM RANSUM DAN

LITTERNYA

CHRISTABEL FITRIANIE SUTAMBA D14070082

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

Judul : Performa Ayam Broiler yang Diberi Zeolit dalam Ransum danLitternya

Nama : Christabel Fitrianie Sutamba

NIM : D14070082

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Maria Ulfah, S.Pt., MSc. Agr ) (Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS) NIP: 19761101 199903 2 001 NIP: 19460825 197711 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP. 19591212 198603 1 004


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Christabel Fitrianie Sutamba, dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 7 Mei 1989. Penulis merupakan anak sulung dari lima bersaudara pasangan Bapak Subur dan Ibu Dra. Lidya Fentianie.

Tahun 2001 Penulis lulus dari SD Immanuel Bandar Lampung kemudian melanjutkan ke SMP Immanuel Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan lanjutan atas (SMA) diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 10 Bandar Lampung. Penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah, Penulis aktif mengikuti kegiataan kemahasiswaan, akademik, ekstrakulikuler, dan magang. Penulis menjabat sebagai Koordinator acara Natal Fakultas Peternakan IPB selama dua periode (2009 dan 2010), sebagai anggota Divisi Dana dan Usaha Retreat Mahasiswa Kristen IPB angkatan 46 tahun 2010, dan sebagai Pengarah pada Retreat Mahasiswa Kristen angkatan 47 tahun 2011. Penulis juga menjadi asisten praktikum MK. Metodologi Penelitian dan Rancangan Percobaan pada tahun 2011, di MK. Agama Kristen pada tahun ajaran 2009-2010 dan menjadi Koordinator asisten MK. Agama Kristen pada tahun ajaran 2010-2011. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang mandiri di Koperasi Peternak Babi Indonesia di Cisarua, Jawa Barat (Juli-Agustus 2008), mengikuti program IPB Go Field ”Pilot Project Pengembangan Peternakan Terintegrasi Indramayu” (Juli-Agustus 2009), dan mengikuti Program Sinergi Bersama Masyarakat (SIBERMAS) Pemerintah Provinsi Gorontalo (Juli-Agustus 2010). Penulis juga berkesempataan menjadi penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2008-2011.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Bapa di Surga karena limpahan berkat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Performa Ayam Broiler yang Diberi Zeolit dalam Ransum dan Litternya. Skripsi ini merupakan tugas akhir pada

program Sarjana di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Topik yang diangkat Penulis adalah peningkatan performa ayam broiler melalui penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit pada litternya. Penulis juga

menganalisis biaya pemeliharaan ayam broiler yang dipelihara untuk memberikan gambaran keuntungan yang dapat diperoleh.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa tak ada gading yang tak retak. Kritik dan saran yang membangun sangat Penulis harapkan demi perbaikan diri Penulis pada waktu yang akan datang. Harapan Penulis skripsi ini bukan hanya menjadi salah satu syarat kelulusan dari Fakultas Peternakan IPB namun juga dapat bermanfaat bagi masyarakat yang bergerak di bidang perunggasan.

Bogor, Agustus 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN………. ii

ABSTRACT……… iii

LEMBAR PERNYATAAN……… iv

LEMBAR PENGESAHAN……… v

RIWAYAT HIDUP………. vi

KATA PENGANTAR……… vii

DAFTAR ISI………... viii

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR………... xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. Xii PENDAHULUAN………... 1

Latar Belakang………... 1

Tujuan………. 1

TINJAUAN PUSTAKA………. 2

Ayam Broiler………... 2

Konsumsi Ransum………... 2

Pertambahan Bobot Badan………... 2

Konversi Ransum………... 3

Mortalitas………... 3

Zeolit………... 5

Tinjauan Umum………. 5

Jenis Zeolit………... 5

Struktur Kristal Mineral Zeolit……….. 6

Sifat Kimia Zeolit………... 7

Penggunaan Zeolit dalam Ransum Ternak……… 8

Peran Aclinop dalam Ransum……… 8

Penggunaan dan Peran Zeolit padaLitter………. 9

Zeolit Asal Lampung………... 10

MATERI DAN METODE………... 11

Lokasi dan Waktu Penelitian………... 11

Materi………... 11

Ayam Broiler………... 11

Kandang dan Peralatan………... 11

Ransum………... 12

Litter………... 13


(9)

Rancangan………... 14

Peubah yang Diamati………. 15

Analisis Data………... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN………... 17

Kandungan Nutrien Ransum Ayam Broiler………... 17

Performa Ayam Broiler……….. 17

Efek Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum…………. 18

Efek Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Laju Pertumbuhan………... 20

Efek Perlakuan terhadap Konversi Ransum………….. 24

Mortalitas………... 26

Chronic Respiratory Disease(CRD)………... 27

Sudden Death Syndrome(SDS)………... 28

Koksidiosis………...………... 28

Income Over Feed, Chick, and Zeolite Cost(IOFCZC)……….... 28

Perbandingan Penambahan Zeolit dengan Penelitian Lain dalam UsahaPeningkatan Performa Ayam Broiler……… 30

KESIMPULAN DAN SARAN………... 32

Kesimpulan………... 32

Saran………... 32

UCAPAN TERIMA KASIH………... 33

DAFTARPUSTAKA………... 34


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Karakteristik FisikZeolit Alam……… 6 2. Standar Performa CP 707………... 11 3. Hasil Analisis Proksimat Aclinop ………... 12 4. Perlakuan Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit

padaLitterAyam Broiler.……… 14

5. Kandungan Nutrien Ransum yang Diberikan pada Ayam

Broiler………..………. 17

6. Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Ayam Broiler yang Dipelihara Selama Empat dan

Lima Minggu……… 18

7. Rataan Konsumsi Ransum Harian Ayam Broiler Selama

Lima Minggu Pemeliharaan………... 19 8. Pertambahan Bobot Badan Harian Ayam Broiler Selama

Lima Minggu Pemeliharaan………... 21 9. Rataan PBBH Ayam Broiler (g/e/h) dengan Berbagai Variasi

UmurPemeliharaan………..………... 23 10. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Selama Lima

Minggu Pemeliharaan……….. 24

11. Mortalitas Ayam Broiler Selama Lima Minggu

Pemeliharaan………... 26

12. Perhitungan IOFCZC Selama Empat dan Lima Minggu


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1a. Aclinop yang Digunakan dalam Ransum………. 12 1b. Ransum yang Telah Dicampur Aclinop dalam Berbagai Taraf. 12 2a. Pengaruh Aclinop dalam Ransum terhadap Konsumsi

Ransum Harian Ayam Broiler Selama Lima Minggu

Pemeliharaan……….. 20

2b. Pengaruh Zeolit dalam Litter terhadap Konsumsi Ransum

Harian Ayam Broiler Selama Lima Minggu

Pemeliharaan……….. 20

3a. Pengaruh Aclinop dalam Ransum terhadap PBBH Ayam

Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan………. 22 3b. Pengaruh Zeolit dalam Litter terhadap PBBH Ayam Broiler

Selama Lima Minggu Pemeliharaan……….. 22 4. Laju PBBH Ayam Broiler Selama Lima Minggu

Pemeliharaan………. 23

5. Konversi Ransum Ayam Broiler Selama Lima Minggu

Pemeliharaan……….. 25

6a. Ayam yang Mati AkibatChronic Respiratory Disease…..…... 28 6b. Ayam yang Mati AkibatSudden Death Syndrome……...……. 28 6c. Ayam yang Mati AkibatKoksidiosis……….……… 28


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Konsumsi Ransum Harian Ayam Broiler……….. 38 2. Pertambahan Bobot Badan Harian Ayam Broiler………..…… 39 3. Konversi Ransum Ayam Broiler……… 40

4. Bobot Badan Ayam Broiler…...……… 41

5. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Ayam Broiler……….… 42

6. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Harian (KRH) Ayam

Broiler………. ………….. 43

7. Analisis Ragam Feed Conversion Ratio (FCR) Ayam

Broiler………...………. 44

8. Analisis ragam Mortalitas Ayam Broiler………... 45 9. Income Over Feed, Chick, and Zeolite Cost (IOFCZC) untuk

Pemeliharaan Ayam Broiler Selama Empat Minggu…………. 46 10. Income Over Feed, Chick, and Zeolite Cost (IOFCZC) untuk

Pemeliharaan Ayam Broiler Selama Lima Minggu…………... 47 11. Derajat Kehalusan (MF) Aclinop……….. 48 12. Derajat Kehalusan (MF) Zeolit Lampung…….……… 49 13. Suhu dan Kelembaban Kandang C Selama 35 Hari Penelitian. 50


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tingginya permintaan daging ayam menyebabkan meningkatnya perkembangan peternakan ayam broiler, hal ini menimbulkan masalah seperti harga ransum yang mahal dan juga limbah peternakan yang semakin meningkat. Pemilihan zat aditif dari golongan yang membantu dalam proses pencernaan dan metabolisme diperlukan agar ransum yang dikonsumsi menjadi efisien digunakan oleh tubuh ayam broiler (Wahju, 2004). Selain itu, limbah peternakan ayam broiler yang menghasilkan NH3dan H2S harus dikurangi agar tidak menyebabkan masalah bagi kesehatan ayam dan manusia, dan mencemari lingkungan.

Zeolit merupakan kelompok mineral yang berasal dari logam-logam alkali dan alkali tanah. Berdasarkan sifatnya sebagai penyaring molekul dan penukar ion, zeolit dapat digunakan sebagai sumber mineral untuk meningkatkan efisiensi ransum ayam. Penggunaan zeolit dalam ransum juga dapat mengurangi kadar gas buangan beracun yang terkandung dalam ekskretanya. Zeolit selain dapat membantu proses penyerapan nutrien sehingga penggunaan ransum akan lebih efisien, juga dapat digunakan sebagai campuran dalam litter. Zat toksik yang dikeluarkan bersama

ekskreta dan setelah tercampur dalam litter dapat diikat oleh zeolit sehingga tidak

berbahaya bagi kesehatan ayam broiler dan mempengaruhi performanya.

Sampai saat ini belum ditemukan taraf penggunaan yang tepat antara zeolit dalam ransum danlittersecara bersamaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh interaksi antara kedua faktor tersebut terhadap penampilan ayam broiler. Analisis biaya secara sederhana juga dilakukan antara biaya penambahan zeolit dalam ransum dan litter dengan biaya pemeliharaan tanpa perlakuan zeolit untuk

mengetahui keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya penambahan biaya pembelian zeolit.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian zeolit dalam ransum dan litter, serta kemungkinan interaksi kedua faktor ini terhadap performa


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Karakteristik ayam broiler modern adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan lemak pada bagian dada dan otot-otot daging, serta aktivitasnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis ayam petelur (Pond et al., 1995). Ayam

broiler merupakan ayam muda jantan atau betina yang menghasilkan daging dan umumnya dipanen pada umur lima hingga enam minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor (Kartasudjana, 2005).

Ayam broiler pada umur satu hingga dua minggu memerlukan suhu lingkungan 32-35°C, sedangkan umur tiga hingga enam minggu ayam broiler akan tumbuh dengan optimal pada suhu lingkungan sekitar 20-27°C (Kuczynski, 2002). Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan optimal ayam broiler berkisar antara 50-60% (Applebyet al., 2004).

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah jumlah ransum dan zat makanan lain yang dimakan dalam jumlah dan waktu tertentu dan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup (Wahju, 2004). Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak dan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok serta produksi ternak tersebut (Tillman et al., 1991). Faktor-faktor yang

mempengaruhi konsumsi antara lain adalah besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum.

Rose (1997) menyatakan bahwa konsumsi ransum pada unggas pada dasarnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi metabolis. Ransum juga harus diimbangi dengan protein, vitamin, dan mineral yang cukup agar tidak mengalami kekurangan zat-zat makanan tersebut (Wahju, 2004).

Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan merupakan manifestasi dari perubahan sel yang mengalami pertambahan jumlah sel (hyperplasia) dan perbesaran dari ukuran sel (hypertrophi). Pertumbuhan yang paling cepat terjadi setelah menetas sampai umur 4-6 minggu kemudian mengalami penurunan dan setelah itu berhenti sampai mencapai dewasa


(15)

tubuh. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah galur ayam, jenis kelamin, dan faktor lingkungan yang mendukung (Bell dan Weaver, 2002).

Pengukuran bobot badan dapat menjadi salah satu kriteria untuk mengukur pertumbuhan pada ayam broiler. Pertambahan bobot badan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah zat-zat makanan (nutrien) yang terdapat dalam pakan (Ensminger, 1992). Pertambahan bobot badan merupakan kenaikan bobot badan yang dicapai oleh seekor ternak selama periode tertentu. Pertambahan bobot badan diperoleh dengan pengukuran kenaikan bobot badan dengan melakukan penimbangan berulang dalam waktu tertentu misalnya tiap hari, tiap minggu, tiap bulan, atau tiap tahun (Tillmanet al., 1991).

Konversi Ransum

Konversi ransum menurut Bell dan Weaver (2002) adalah suatu ukuran yang digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan ransum serta kualitas ransum. Konversi merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum antara lain litter, panjang dan intensitas cahaya,

luas lantai per ekor, uap amonia kandang, penyakit, bangsa unggas, kualitas ransum, jenis ransum, penggunaan zat aditif, kualitas air, dan manajemen pemeliharaan (Gillipsie, 1992).

Wahju (2004) menyatakan bahwa nilai konversi ransum dapat digunakan untuk mengukur keefisienan penggunaan ransum. Semakin rendah angka konversi ransum maka semakin baik, hal ini menandakan penggunaan ransum yang semakin efisien. Nilai konversi rendah adalah yang baik dan berbeda dari masa awal ke masa akhir. Pada masa akhir setelah umur empat minggu, pertumbuhan ayam menjadi lambat dan mulai menurun sedangkan penggunaan ransum bertambah terus.

Mortalitas

Mortalitas adalah angka kematian ayam yang terjadi dalam satu kelompok kandang. Angka mortalitas merupakan perbandingan antara jumlah seluruh ayam mati dan jumlah ayam total yang dipelihara (Bell dan Weaver, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas antara lain bobot badan, tipe ayam, iklim, kebersihan, suhu lingkungan, sanitasi peralatan, kandang serta penyakit. Beberapa


(16)

pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pengobatan meliputi umur ayam, jenis, dan dosis antibiotik yang digunakan untuk mengobati ayam. Ayam yang dipelihara dalam kandang dengan kadar amonianya (NH3) yang tinggi juga akan mudah terserang penyakit dan mengalami kematian. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa taraf amonia yang ditoleransi sebagai batas aman bagi ayam broiler adalah dibawah 25 ppm, sedangkan taraf amonia diatas 50 ppm dapat menyebabkan kematian pada ayam broiler.

Wathes (1998) mengamati bahwa konsentrasi amonia yang lebih tinggi dari 25 ppm akan menyebabkan pertumbuhan ayam yang jauh lebih lambat. Konsentrasi amonia pada peternakan unggas juga harus dikurangi dari 20 ppm menjadi 10 ppm dalam rangka meningkatkan kesejahteraan unggas.

Pemeliharaan ayam broiler dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Angka mortalitas dipengaruhi oleh umur, ayam broiler umur lima hingga delapan minggu memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan umur dua hingga empat minggu (Bell dan Weaver, 2002).

Beberapa penyakit yang biasanya menyerang ayam broiler di suatu peternakan antara lain:

1. Chronic Respiratory Disease (CRD). Amer et al. (2009) menyatakan bahwa

pemeliharaan ayam broiler dalam kandang dengan kepadatan yang tinggi dan sirkulasi udara yang kurang baik dapat menyebabkan ayam broiler terinfeksi bakteri Mycoplasma gallisepticum. Mycoplasma gallisepticum menyerang

saluran pernafasan di bagian kantong udara. Kantong udara menjadi dipenuhi mukus. Tahap infeksi yang lebih akut menyebabkan mukus berwarna kuning dan kental (Bell dan Weaver, 2002). Gejala yang terlihat pada ayam muda adalah adanya indikasi kesulitan bernafas seperti bersin dan nafas yang bersuara (ngorok). Jika termasuk dalam kasus yang parah maka mortalitas dapat mencapai 30%. Menurut Bell dan Weaver (2002) gejala CRD pada ayam dewasa adalah ayam terlihat depresi dan tidak aktif, konsumsi ransum menurun namun mortalitasnya rendah.

2. Sudden Death Syndrome(SDS). Sudden Death Syndrome merupakan kematian

yang dikarenakan metabolic disorder. Sudden Death Syndrome biasanya


(17)

cepat. Konfirmasi hasil nekropsi mengenai SDS sulit didapat karena tidak ada tanda khusus, daging dalam keadaan baik dan gizzard dalam keadaan terisi

penuh. Kematian yang mendadak ini sering disebut juga sebagai heart attack

atau flipover(Leeson dan Summers, 2005).

3. Koksidiosis. Koksidiosis adalah salah satu penyakit parasitik yang disebabkan oleh berbagai jenisEimeria.Koksidiosis menyebar dalam bentuk uniselular yang

disebut dengan ookista. Ookista tidak bersifat infektif namun harus mengalami tahap sporulasi terlebih dahulu yaitu pada kondisi udara, temperatur, dan kelembaban yang cocok. Ayam yang terserang penyakit ini akan mengalami anemia, pucat, kehilangan nafsu makan, pertumbuhan lebih rendah, konversi ransum tinggi, dan diare. Penyebab koksidiosis adalah protozoa yang menyebabkan luka pada sel-sel yang melapisi usus. Koksidia dapat ditransmisikan dari unggas satu ke unggas lainnya jika material ekskreta yang mengandung Eimeria ikut tertelan. Ayam broiler yang dipelihara dengan sistem litter lebih tinggi resiko terserang koksidiosis daripada yang dipelihara dengan

sistemcage(Bell dan Weaver, 2002).

Zeolit

Tinjauan Umum

Polatet al. (2004) menyatakan bahwa kata “zeolit” berasal dari kata Yunani zein yang berarti membuih dan lithos yang berarti batu. Nama zeolit menunjukkan

sifat zeolit yang akan mendidih jika dipanaskan dalam tabung terbuka pada suhu 200°C. Warna dari zeolit adalah putih keabu-abuan, putih kehijau-hijauan, atau putih kekuning-kuningan.

Jenis Zeolit

Zeolit yang berasal dari lokasi berbeda pada umumnya jenisnya berbeda pula. Sampai saat ini telah ditemukan sekitar 40 jenis zeolit namun yang terkenal adalah zeolit jenis analsim (kadang disebut analsit), klinoptilolit, erionit, kabasit, mordenit, dan filipsit (Doğan, 2003). Zeolit sintesis kini juga banyak dibuat seperti zeolit A, X, Y dan ZMS-5 yang dibuat dengan rekayasa sedemikian rupa sehingga mendapatkan karakter yang sama dengan zeolit alam dan mempunyai kegunaan yang berbeda-beda


(18)

tiap jenisnya. Banyak mineral lain yang mempunyai stuktur dan bentuk yang hampir sama dengan zeolit karena itu zeolit tanpa pengenalan karakteristik kimia yang benar dapat menyebabkan masalah dalam pengaplikasiannya (Kocakuşak et al., 2001).

Beberapa jenis zeolit yang telah diketahui karakteristiknya ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Fisik Zeolit Alam

Jenis Porositas (%) StabilitasPanas

Kapasitas Tukar Kation (meq/g)

Spesifikasi gravitasi

(g/cm3)

Bulk Densitas

(g/cm3)

Analsim 18 Tinggi 4,54 2,24-2,29 1,85

Kabasit 47 Tinggi 3,84 2,05-2,10 1,45

Klinoptilolit 34 Tinggi 2,16 2,15-2,25 1,15

Erionit 35 Tinggi 3,12 2,02-2,08 1,51

Heulandit 39 Rendah 2,91 2,18-2,20 1,69

Mordenit 28 Tinggi 4,29 2,12-2,15 1,70

Filipsit 31 Sedang 3,31 2,15-2,20 1,58

Sumber : Polatet al.(2004)

Zeolit klinoptilolit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O adalah zeolit alam yang biasa digunakan sebagai pakan dan pangan aditif, serta sebagai penyerap gas dan bau. Kemampuan klinoptilolit ini berasal dari banyaknya pori-pori dan ketahanan yang tinggi terhadap suhu ekstrim. Klinoptilolit juga dapat menyerap amonia dan gas beracun lainnya dari udara dan berperan sebagai filter, baik bagi tujuan kesehatan

dan penghilang bau (Polatet al., 2004).

Struktur Kristal Mineral Zeolit

Zeolit merupakan mineral alumina silika hidrat yang tergolong kedalam kelompok tektosilikat. Unit dasar pembentukan kerangka bangun tiga dimensi zeolit terdiri atas unit-unit tetrahedral alumina (AlO4)-5 dan kelompok persenyawaan silika (SiO4)-4dengan perbandingan tertentu (Kaduk dan Faber, 1995).

Tetrahedron dari AlO4 dan SiO4 satu sama lain dihubungkan oleh ion-ion oksigen. Pertautan rangkaian unit bangun sekunder dengan polihedra-polihedra ini


(19)

menghasilkan rongga-rongga ataupun saluran yang kontinu dalam kerangka zeolit yang berhubungan satu sama lain. Struktur bangun diatas menyebabkan zeolit mempunyai struktur terbuka atau porous dengan banyak rongga-rongga serta saluran yang teratur dengan ukuran tertentu dalam tiga dimensi (Meier dan Olson, 1978). Polat et al. (2004) menyatakan karakteristik fisik zeolit yang termasuk golongan

klinoptilolit adalah mempunyai porositas 34%, stabilitas panas yang tinggi, kapasitas pertukaran ion 2,16 meq/g, gravitasi spesifik 2.152,25 g/cm3, danbulk densitas 1,15 g/cm3.

Sifat Kimia Zeolit

1) Dehidrasi. Sifat dehidrasi zeolit berpengaruh terhadap sifat jerapannya. Keunikan zeolit terletak pada struktur porinya yang spesifik. Zeolit alam didalam pori-porinya terdapat kation-kation atau molekul air. Bila kation-kation atau molekul air tersebut dikeluarkan dari dalam pori dengan suatu perlakuan tertentu maka zeolit akan meninggalkan pori yang kosong (Barrer, 1982).

2) Penjerapan. Zeolit mempunyai kemampuan dalam mengikat sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam larutan maupun gas. Ruang hampa dalam kristal zeolit pada keadaan normal akan terisi oleh molekul air yang berada disekitar kation. Air tersebut akan keluar jika zeolit dipanaskan pada suhu 100-400°C. Zeolit yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai penjerap gas atau cairan yang mempunyai ukuran garis tengah lebih kecil daripada saluran masuknya (Khairinal, 2000).

3) Penukar Ion. Zeolit adalah silikat hidrat dengan struktur sel berpori dan mempunyai sisi aktif yang mengikat kation yang dapat tertukar. Struktur inilah yang membuat zeolit mampu melakukan pertukaran ion (Kosmulski, 2001). Ion-ion yang terdapat pada rongga berguna untuk menjaga kenetralan zeolit. Ion-Ion-ion ini dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya. Sifat sebagai penukar ion dari zeolit antara lain tergantung dari sifat kation, suhu, dan jenis anion (Srihapsari, 2006). 4) Penyaring atau Pemisah. Srihapsari (2006) menyatakan zeolit sebagai penyaring

molekul maupun pemisah didasarkan atas perbedaan bentuk, ukuran, dan polaritas molekul yang disaring. Sifat ini disebabkan zeolit mempunyai ruang hampa yang cukup besar. Molekul yang berukuran lebih kecil daripada ruang


(20)

hampa dapat melintas sedangkan yang berukuran lebih besar daripada ruang hampa akan ditahan.

Penggunaan Zeolit dalam Ransum Ternak

Zeolit merupakan mineral mikro yang dapat digunakan dalam ransum sebagai sumber mineral. Kelompok mineral ini merupakan kelompok mineral yang berasal dari logam-logam alkali dan alkali tanah (sodium, potassium, magnesium, kalsium). Zeolit bersifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion yang dalam penggunaannya dapat meningkatkan efisiensi pakan ternak (Polatet al., 2004).

Hasil penelitian Sibarani (1994) menunjukkan bahwa penambahan zeolit pada taraf 0, 2, 6, dan 8% dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi, dan konversi ransum. Yenita (1993) menyatakan bahwa penambahan zeolit dengan taraf 0, 3, dan 6% dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) memperbaiki pertambahan bobot badan dan konversi ransum, namun tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum.

Peran Aclinop dalam Ransum

Aclinop adalah singkatan dari Aquatic Clinoptilolite yaitu zeolit dari

golongan klinoptilolit (Na4K4Al8Si40O9624.H2O) yang diproduksi oleh CV. Minatama Lampung. Aclinop berwarna abu-abu, berbentuk tepung, berukuran 50 mesh dengan derajar kehalusan (MF) 2,916 yang termasuk dalam kategori halus. Menurut Srihapsari (2006) kandungan Si yang tinggi menyebabkan zeolit menyebakan zeolit bersifat sangat higroskopis.

Mekanisme aksi zeolit dalam pencernaan ternak menurut hasil penelitian Cool dan Willard (1982) adalah dengan mengurangi pembentukan NH4+ dalam saluran pencernaan. Reaksi NH4+ + OH- akan menghasilkan NH3 + H2O. Jika pembentukan NH4+ dapat dihambat maka pembentukan NH3 yang merupakan senyawa beracun juga dapat dikurangi.

Cool dan Willard (1982) yang melakukan penelitian pada ternak babi menunjukkan bahwa senyawa NH4+ terikat pada struktur zeolit mulai dari lambung sampai akhir duodenum, secara bertahap kemudian dilepas di saluran pencernaan bagian bawah karena pengaruh pH lumen usus. Kenyataan ini dibuktikan dengan meningkatnya konsentrasi NH4+ sebesar 10 kali pada jejenum dalam saluran


(21)

pencernaan babi. Zeolit menukar kation Na+ ketika berada di duodenum sehingga aliran digesta mulai dari lambung sampai duodenum diperlambat, hal ini mengakibatkan proses deaminasi protein meningkat.

Handayani dan Widiastuti (2010) menyatakan mekanisme penghilangan amonium menggunakan zeolit termasuk reaksi pertukaran ion dimana zeolit mempunyai muatan negatif akibat adanya perbedaan muatan antara Si4+dengan Al3+. Muatan negatif ini muncul karena atom Al yang bervalensi 3 harus mengikat 4 atom oksigen yang lebih elektronegatif dalam kerangka zeolit. Dengan adanya muatan negatif ini maka zeolit mampu mengikat kation dengan ikatan yang lemah seperti kation Na dan Ca. Karena lemahnya ikatan inilah maka zeolit bersifat sebagai penukar kation yaitu kation Na atau Ca akan tergantikan posisinya dengan ion amonium (NH4+).

Penggunaan dan Peran Zeolit padaLitter

Zeolit alam dapat menyerap CO, CO2, SO2, H2S, NH3, HCHO, Ar, O2, N2, H2O, He, H2, Kr, Xe, CH3OH dan gas lainnya. Zeolit dapat digunakan untuk mengumpulkan gas-gas tersebut dan berfungsi sebagai pengontrol bau. Zeolit dapat digunakan dalam kandang pada peternakan intensif karena secara signifikan dapat menurunkan kandungan amonia dan H2S yang menyebabkan bau yang tidak diinginkan (Polat et al., 2004). Sifat zeolit lainnya yang menyebabkan zeolit cocok

ditambahkan dalamlitteradalah daya serapnya yang tinggi. Zeolit dapat menahan air

hingga 60% dari bobotnya, karena mempunyai struktur kristal yang porositasnya tinggi. Molekul air di pori-pori dapat dengan mudah menguap atau diserap kembali tanpa merusak struktur zeolit (Kocakuşak et al., 2001). Azhari (1995) melaporkan

bahwa penaburan zeolit 15 dan 30% dari total bobot littermenyebabkan konsentrasi

gas amonia yang terbentuk dari manur ayam nyata lebih rendah dibandingkan kontrol.

Palczar dan Chan (1986) menyatakan bahwa produk ekskresi hewan yang terbuang ke tanah akan diuraikan oleh mikroba-mikroba yang menguraikan protein sisa menjadi asam amino. Mikroba pengurai protein dapat hidup dan berkembang dengan pesat dalam keadaan yang lembab. Asam amino selanjutnya akan mengalami deaminasi oleh mikroba dan menghasilkan gas-gas amonia (proses amonification).


(22)

O’Halloran (1993) menambahkan bahwa penguapan gas amonia dari manur hewan merupakan mekanisme utama dari proses kehilangan nitrogen dalam manur hewan. Palczar dan Chan (1986) juga menambahkan asam amino yang memiliki unsur sulfur (seperti sistin dan metionin) kemudian akan dipecah menjadi komponen yang lebih sederhana oleh mikroba sehingga sulfur terlepas sebagai gas hidrogen sulfida. Mikroba yang dapat menghasilkan gas H2S biasanya berupa mikroba yang berasal dari genus Desulfovibrio dan proses pemecahan bahan organik yang mengandung

sulfur ini disebut putrefaction. Gas hidrogen sulfida akan dioksidasi oleh bakteri

sulfur seperti Thiobacillus menjadi bentuk sulfat dan dalam keadaan O2 tinggal sedikit maka bakteri pereduksi sulfat seperti spirillum mereduksi senyawa sulfat

menjadi hidrogen sulfida kembali. Reaksinya adalah sebagai berikut: H2SO4+ 4 H2H2S + 4 H2O

Penambahan zeolit pada litter akan mengurangi kelembaban litter sehingga

menghambat perkembangan dan kerja bakteri pengurai sulfur, hasilnya produksi gas hidrogen sulfida dapat dikurangi.

Zeolit Asal Lampung

Komposisi kimia sangat dipengaruhi oleh tempat asal dan umur mineral, sehingga dari berbagai tempat di Indonesia akan memberikan komposisi kimia zeolit yang berbeda, dengan demikian akan mempunyai kemampuan yang berbeda pula (Sumijanto, 1996). Zeolit Lampung mempunyai komposisi kimia sebagai berikut: Al 4,57 cps; Si 67,28 cps; P 1,86 cps; K 12,16 cps; Ca 13, 49 cps; Ti 2,03 cps; dan Fe 21,71 cps. Luas permukaannya sebesar 10,047754 m2, luas permukaan spesifiknya sebesar 47,084132 m2/g. Jari-jari zeolit Lampung berukuran 16,065319 Å dengan daya absorbsi 24,500 ml/g (pada perbandingan tekanan P/Po = mmHg) dan suhu ruang dalam keadaan isothermal. Berdasarkan karakteristiknya zeolit Lampung mempunyai luas permukaan (m2), jari-jari (Å), dan daya serap atau absorbsi (ml/g) jauh lebih besar dibanding zeolit lain di Indonesia seperti zeolit Tasikmalaya dan Bayah (Gintinget al., 2007). Zeolit asal Lampung yang ditaburkan padalitterdalam

penelitian ini berbentuk grit berwarna abu-abu dengan ukuran 30 mesh dan derajat kehalusan (MF) sebesar 4,146 yang termasuk dalam kategori kasar.


(23)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas (Kandang C), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ayam Broiler

Penelitian ini menggunakan 360 ekor ayam broiler umur satu hari (DOC)

strainCP 707 yang diproduksi PT. Charoen Pokphand Jaya Farm dan telah divaksin

ND I, IBD, dan ND II. Standar performa CP 707 ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Standar Performa CP 707

Minggu Bobot Badan(g /e) PertambahanBobot Badan (g / e/ h)

Konsumsi Ransum

FCR Per hari

(g /e/ h) Kumulatif(g/e)

1 175,00 19,10 - 150,00 0,857

2 486,00 44,40 69,90 512,00 1,052

3 932,00 63,70 11,08 1167,00 1,252

4 1467,00 76,40 15,08 2105,00 1,435

5 2049,00 83,10 17,90 3283,00 1,602

6 2634,00 83,60 19,47 4604,00 1,748

Sumber: PT. Charoen Phokphand Jaya Farm (2006) Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem litter berukuran 36

m2yang disekat menjadi 36 petak kandang masing-masing dengan ukuran 1 x 1 x 0,8 m, dimana setiap petak kandang masing-masing diisi dengan 10 ekor ayam broiler.

Peralatan penelitian yang digunakan diantaranya adalah tempat ransum dan minum yang terbuat dari plastik, alat pemanas (brooder), thermohigrometer yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban dalam kandang, dan timbangan. Peralatan lain yang mendukung kelancaran penelitian ini adalah drum air, ember, garpu pembalik sekam, dan pengangkut ransum.


(24)

Nutrien Persentase (%)

Kadar air 8,51

Protein kasar 0,13

Lemak kasar 0,36

Serat kasar 1,52

Abu 85,92

Ca 0,09


(25)

Litter

Litteryang digunakan adalah sekam dengan ketebalan 5 cm dari dasar lantai

kandang. Alas lantai (sekam) kandang pada hari ke-21 pemeliharaan ditaburi dengan zeolit alam asal Lampung dengan komposisi sebagai berikut:

L0= 0 kg zeolit (tanpa zeolit per m2litter) L1= 2,5 kg zeolit per m2litter

L2= 5 kg zeolit per m2litter

Prosedur

Pemeliharaan ayam broiler diawali dengan pembersihan dan desinfeksi kandang dan peralatan yang digunakan. Kandang yang telah bersih lalu dikapur. Kandang dibagi menjadi 36 sekat. Setiap sekat mempunyai ukuran 1 x 1 x 0,8 m. Sekat dibuat dari bilah bambu yang telah dipotong dan dibersihkan. Lantai kandang lalu ditebarkan alas sekam dengan ketebalan 5 cm dari lantai kandang.

Kandang dan peralatan sudah dalam keadaan siap saat kedatangan DOC. Persiapan kedatangan DOC meliputi brooder yang telah dinyalakan sekitar 6-8 jam sebelumnya. Anak ayam (DOC) ditempatkan masing-masing 10 ekor pada tiap sekat. Sampai umur satu minggu, koran diletakkan diatas sekam untuk menghindarkan luka pada kaki DOC akibat tekstur sekam yang tajam dan menghindari agar tidak dimakan oleh DOC.

Lampu pemanas 60 watt (brooder) dinyalakan, hal ini berguna sebagai induk buatan yang dapat menghangatkan suhu tubuh ayam selain berguna untuk penerangan. Setelah ayam berumur dua minggu jarak lampu ditinggikan dari lantai kandang agar ayam tidak terlalu kepanasan.

Kegiatan-kegiatan umum yang dilakukan setiap hari selama pemeliharaan adalah ransum dan air minum disediakan ad libitum sehingga harus selalu diisi

sebelum habis. Suhu dan kelembaban kandang diamati tiga kali sehari untuk mengetahui kenyamanan ternak yang akan berimplikasi pada performanya. Ayam yang mati dibawa ke Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, IPB untuk mengetahui penyebab kematian ayam tersebut. Setiap akhir minggu pemeliharaan dilakukan penimbangan semua populasi ayam broiler dan penimbangan sisa ransum sehingga bobot badan dan konsumsinya dapat diketahui. Penimbangan ayam


(26)

dilakukan juga bertujuan agar perkembangan pertumbuhan ayam broiler dapat diketahui.

Vaksinasi tidak dilakukan pada penelitian ini karena ayam broiler strainCP

707 sudah dilengkapi vaksin ND I, IBD, dan ND II. Penimbangan ayam broiler dilakukan setiap satu minggu sekali, sementara sisa ransum ditimbang setiap hari.

Rancangan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 4 x 3. Faktor pertama adalah taraf Aclinop yang ditambahkan dalam ransum, yang terdiri dari empat taraf (0; 1; 2; dan 3 kg Aclinop/ 100 kg ransum). Faktor kedua adalah taraf penaburan zeolit pada litter, terdiri dari tiga taraf (0; 2,5

dan 5 kg/m2 litter). Tiap unit percobaan atau petak kandang masing-masing diisi dengan 10 ekor DOC. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 36 unit percobaan, dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perlakuan Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Zeolit pada Litter

Ayam Broiler Taraf Aclinop

dalam Ransum (kg/100 kg)

Taraf Zeolit dalamLitter(kg/m2)

Total 0 (L0) 2,5 (L1) 5 (L2)

0 (R0) R0L0(3) R0L1(3) R0L2(3) 9 1 (R1) R1L0(3) R1L1(3) R1L2(3) 9 2 (R2) R2L0(3) R2L1(3) R2L2(3) 9 3 (R3) R3L0(3) R3L1(3) R3L2(3) 9

Total 12 12 12 36

Keterangan: ( ) adalah ulangan

Model matematika yang digunakan menurut Gasperz (1995) adalah: Yijk= µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan performa ayam broiler pada taraf penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit padalitteryang berbeda

µ = nilai tengah pengaruh kombinasi pemberian taraf Aclinop dalam ransum dan zeolit padalitter


(27)

αi = pengaruh faktor perlakuan penambahan Aclinop dalam ransum pada taraf ke-i ( i = 0 ; 1 ; 2 dan 3 kg Aclinop per 100 kg ransum)

βj = pengaruh faktor perlakuan penambahan zeolit dalamlitterpada taraf ke-j

(j = 0 ; 2,5 dan 5 kg per m2litter)

εijk = pengaruh galat percobaan yang berasal dari faktor perlakuan penambahan Aclinop dalam ransum taraf ke-i dan faktor perlakuan penambahan zeolit dalam littertaraf ke-j pada ulangan ke-k ; k=1,2 dan 3.

Peubah yang Diamati

1. Konsumsi Ransum Harian (KRH). Konsumsi ransum harian merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi ayam broiler selama 24 jam. Konsumsi ransum harian ayam diperoleh dengan cara menghitung selisih antara jumlah pemberian ransum selama tujuh hari dengan sisa pakan pada tempat ransum kemudian dibagi dengan tujuh hari. Rumus yang digunakan yaitu:

KRH (g/e/h) =

(pemberian selama tujuh hari(g) – sisa pakan (g)) 7 hari

10 ekor

Kenaikan Konsumsi Ransum (%)

=

x 100% atau x 100% 2. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) (g/e/h). Perhitungan PBBH dilakukan

dengan cara mengurangkan bobot badan pada saat penimbangan (BBt) dengan bobot badan pada tujuh hari sebelumnya (BBt-7). Rumus yang digunakan adalah:

PBBH (g/e/h)

=

Peningkatan PBBH (%)

=

x 100% atau x 100% 3. Konversi Ransum (Feed Conversion Ratio/ FCR). Konversi ransum adalah nilai

yang menunjukkan banyaknya ransum yang diperlukan (g) untuk menghasilkan satu gram pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu. Konversi ransum dihitung dengan rumus:

FCR = konsumsi ( g) PBB ( g)


(28)

4. Income Over Feed, Chick, and Zeolite Cost (IOFCZC). Nilai IOFCZC dihitung

berdasarkan biaya ransum, harga DOC dan harga zeolit.

IOFCZC = (bb akhir x harga jual/kg)–(biaya ransum + DOC + Aclinop + zeolit) 5. Mortalitas. Mortalitas dihitung dengan cara membandingkan jumlah ayam yang mati dalam suatu populasi dengan jumlah populasi awal. Rumus yang digunakan adalah :

Mortalitas

=

( )

( ) x 100%

Data lain yang dikumpulkan adalah suhu dan kelembaban didalam tiap kandang yang diukur pada pagi hari pukul (06.00 WIB), siang (13.00 WIB), dan sore hari (18.00 WIB) dengan menggunakan thermohigrometer. Rumus yang digunakan untuk menghitung rataan suhu dan kelembaban adalah :

T = ( )

RH =( )

Keterangan : asumsi suhu pada malam dan pagi hari sama sehingga terdapat empat kali pengukuran, T1= suhu pada pk 06.00, T2= suhu pada pk 13.00 can T3= suhu pada pk 18.00, RH1=

kelembaban pada pk 06.00, RH2= kelembaban pada pk 13.00, dan RH3=kelembaban

pada pk 18.00. Analisis Data

Data peubah KRH, PBBH, FCR, dan mortalitas yang diperoleh terlebih dahulu diuji asumsi, jika memenuhi syarat maka dilakukan uji analisis ragam atau

analysis of variance (ANOVA). Jika hasil analisis berpengaruh nyata maka

dilanjutkan dengan uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil. Jika data yang diperoleh tidak memenuhi uji asumsi maka data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji Kruskall-Wallis. Peubah IOFCZC tidak dilakukan uji asumsi, analisis ragam, dan uji perbandingan nilai tengah melainkan dibahas secara deskriptif.


(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nutrien Ransum Ayam Broiler

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran antara CP 707 berbentuk crumble yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand Jaya Farm dengan

Aclinop berbentukmeshyang diproduksi oleh CV. Minatama, Lampung. Kandungan

nutrien ransum yang diberikan pada ayam broiler ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Nutrien Ransum yang Diberikan pada Ayam Broiler

Nutrien R0 R1 R2 R3 Standar

Kadar air (%) 13,41 13,362 13,312 13,272 Maks. 13,003 Protein kasar (%) 20,16 19,962 19,772 19,582 Min. 15,003 Lemak kasar (%) 9,64 9,552 9,462 9,372 Min. 3,003

Abu (%) 4,66 5,462 6,252 7,032 Maks. 8,003

Serat kasar (%) 1,80 1,802 1,792 1,792 Maks. 6,003

Ca (%) 0,93 0,922 0,912 0,912 0,90 - 1,203

P (%) 0,51 0,502 0,502 0,502 0,60-0,803

Energi metabolis

(kkal/kg) 2900-3000

1 - - - 3050-31503

Keterangan: Hasil analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Teknologi, IPB (2011)

1PT. Charoen Pokphand Jaya Farm,2Hasil Perhitungan3BSN (2011)

Penambahan Aclinop dalam ransum mempengaruhi komposisi nutriennya. Kandungan abu meningkat seiring dengan penambahan taraf Aclinop. Semakin banyak Aclinop yang ditambahkan dalam ransum akan semakin menurunkan kandungan kadar air, protein kasar, lemak kasar, abu, serat kasar, Ca dan P.

Performa Ayam Broiler

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara taraf penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit padalitterterhadap konsumsi ransum,

pertambahan bobot badan, dan konversi ransum, hal ini berarti taraf penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit pada litter bertindak bebas satu sama lainnya.

Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum pada minggu keempat dan kelima pengamatan berdasarkan perlakuan diperlihatkan pada Tabel 6.


(30)

Tabel 6. Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Ayam Broiler yang Dipelihara Selama Empat dan Lima Minggu

Perlakuan

Konsumsi

Ransum (g/e) PBB (g/e) KonversiRansum Bobot Akhir(g/e) Minggu

Ke-4 5 4 5 4 5 4 5

R0L0 2067,16 3041,26 1358,15 1778,67 1,52 1,71 1402,92 1823,44 R0L1 2045,37 3010,76 1298,34 1797,24 1,58 1,68 1343,07 1841,97 R0L2 2077,30 2941,70 1355,40 1767,93 1,53 1,66 1400,27 1812,80 R1L0 2101,43 2991,26 1347,53 1689,80 1,56 1,77 1392,30 1734,57 R1L1 2087,23 3003,80 1351,77 1708,47 1,54 1,76 1396,17 1752,87 R1L2 2100,84 3064,19 1322,35 1812,85 1,59 1,69 1367,08 1857,58 R2L0 2047,67 2989,00 1310,66 1729,60 1,56 1,73 1355,13 1774,07 R2L1 2062,90 3033,94 1300,33 1688,21 1,59 1,80 1344,70 1732,58 R2L2 2127,27 3015,96 1389,08 1761,17 1,53 1,71 1433,48 1805,57 R3L0 2037,71 3000,11 1311,60 1748,94 1,55 1,72 1356,43 1793,77 R3L1 2035,86 3017,85 1331,27 1774,61 1,53 1,70 1375,70 1819,04 R3L2 2058,17 3036,20 1340,54 1787,60 1,54 1,70 1384,77 1831,83

Rataan 2070,74 3012,17 1334,75 1753,76 1,55 1,72 1379,34 1798,34

Konsumsi ransum, PBB dan bobot akhir yang tertinggi dicapai oleh R2L2 pada pemeliharaan selama empat minggu dan R1L2 pada pemeliharaan selama lima minggu. Konversi ransum yang terbaik terjadi pada perlakuan R0L0 pada minggu keempat dan R0L2 pada minggu kelima. Konsumsi ransum, PBB, bobot akhir terendah pada minggu keempat masing-masing dicapai oleh R3L1, R0L1, R0L1 dan pada minggu kelima dicapai oleh R0L2, R2L1, R1L0. Nilai konversi ransum tinggi atau yang paling tidak efisien adalah R1L2dan R2L1pada minggu keempat dan R2L1pada minggu kelima.

Efek Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum

Penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit padalitter serta interaksinya

tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum harian (KRH) ayam broiler. Rataan KRH selama penelitian adalah 86,06±0,86 g/e/h. Konsumsi ransum ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan disajikan pada Tabel 7.


(31)

Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum Harian Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan

Aclinop dalam ransum (kg/100 kg)

Zeolit padaLitter(kg/m2)

Rataan

Kenaikan Konsumsi Ransum (%) 0,0 (L0) 2,5 (L1) 5,0 (L2)

---(g/ e/

h)---0,0 (R0) 86,89 86,02 84,04 85,65 0,00

1,0 (R1) 85,46 85,82 87,54 86,27 0,72

2,0 (R2) 85,40 86,68 86,17 86,08 0,50

3,0 (R3) 85,71 86,22 86,74 86,22 0,67

Rataan 85,87 86,19 86,12 86,06±0,86

-Kenaikan Konsumsi

Ransum (%) 0,00 0,37 0,29 -

-Berdasarkan taraf Aclinop dalam ransum, R1 memiliki KRH sedikit lebih tinggi (86,27 g/e/h) daripada taraf lainnya (Tabel 7). Sedangkan berdasarkan taraf penggunaan zeolit dalam litter, L1 (2,5 kg/m2) menghasilkan rataan KRH (86,19 g/e/h) atau 0,37% yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua taraf lainnya L0 (85,87 g/e/h) dan L2(86,12 g/e/h).

Perlakuan tanpa penambahan Aclinop dalam ransum (R0=85.65 g/e/h) maupun pada litter(L0=85,87 g/e/h) memberikan rataan konsumsi ransum terendah diantara yang lain pada pemeliharaan selama lima minggu. Kondisilitteryang lebih

kering dan tidak terlalu berbau menyengat pada litter yang ditaburkan zeolit

menyebabkan ayam menjadi lebih aktif mengkonsumsi ransum (Gambar 2 (b)). Kamaludin (2011) menyatakan kadar amonia dalam ekskreta ayam broiler dengan penambahan Aclinop pada taraf 3kg/100 kg ransum atau R3 (1,03110,7389 ppm) lebih rendah 48% daripada ransum tanpa penambahan Aclinop atau R0 (1,99801,0967 ppm).

Penambahan Aclinop dalam ransum meningkatkan kandungan abu ransum (Tabel 5). Kandungan abu yang tinggi dalam ransum akan menyebabkan aliran digesta di saluran pencernaan menjadi lebih lambat. Cool dan Willard (1982) menyatakan Aclinop seharusnya dapat memperlambat laju pencernaan sehingga makanan tinggal lebih lama dalam usus dan konsumsi ransum juga akan ikut berkurang karena jeda ayam broiler makan menjadi lebih panjang. Hal yang


(32)

0 20 40 60 80 100 120 140 160

1 2 3 4 5

K o n su m si R a n su m ( g / e / h ) Minggu Ke-R0 R1 R2 R3 0 20 40 60 80 100 120 140 160

1 2 3 4 5

K o n su m si R a n su m ( g / e / h ) Minggu Ke-L0 L1 L2


(33)

Tabel 8. Pertambahan Bobot Badan Harian Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan

Aclinop dalam ransum (kg/100 kg)

Zeolit padaLitter(kg/m2)

Rataan PeningkatanPBBH (%) 0,0 (L0) 2,5 (L1) 5,0 (L2)

---(g/ e/

h)---0,0 (R0) 49,93 51,35 50,51 50,60 0

1,0 (R1) 48,28 48,81 50,70 49,26 -2,65

2,0 (R2) 49,41 44,46 50,32 48,06 -5,20

3,0 (R3) 49,97 49,26 51,07 50,10 -0,99

Rataan 49,40 48,47 50,65 49,51±1,75

-Peningkatan

PBBH (%) 0 -1,88 2,53 0,22

-Aclinop merupakan mineral mikro yang dapat digunakan dalam ransum sebagai sumber mineral namun penggunaannya dalam ransum komersial menjadi tidak efektif karena ransum komersial yang ditambahkan Aclinop akan mengalami perubahaan komposisi nutrien sehingga keseimbangannya menjadi berubah. Hal ini diduga dapat mengakibatkan ransum yang ditambah dengan Aclinop tidak sesuai dengan standar kebutuhan nutrien ayam sehingga PBBH ayam yang diberi ransum kontrol lebih tinggi (50,60 g/e/h) dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Menurut Chiang dan Yeo (1983) penambahan zeolit akan semakin berarti atau terlihat perbedaannya pada ransum yang mengandung nilai nutrisi rendah. Ukuran partikel Aclinop yang berbentuk mesh dalam ransum juga turut mempengaruhi pertambahan bobot badan yang dicapai. Willis et al. (1982) menyatakan bahwa zeolit yang

digiling kasar memberikan bobot badan yang lebih tinggi daripada yang halus. Penambahan zeolit pada litterjuga tidak berpengaruh nyata terhadap PBBH

ayam broiler, namun berdasarkan rataan PBBH ayam broiler (Tabel 8) terdapat peningkatan PBBH pada taraf penaburan zeolit 5,0 kg/m2 litter (50,65 g/e/h) yang

2,53% lebih tinggi daripada L0(49,40 g/e/h). Menurut Polatet al.(2004) zeolit dapat ditambahkan dalam litterkarena secara nyata dapat menurunkan kandungan amonia

dan H2S yang menimbulkan bau yang tidak diinginkan dan mempunyai daya serap yang tinggi (Kocakuşak et al., 2001). Sifat zeolit yang dapat menyerap air dan gas


(34)

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1 2 3 4 5

P B B H ( g / e / h ) Minggu Ke-R0 R1 R2 R3 0 10 20 30 40 50 60 70 80

1 2 3 4 5

P B B H ( g / e / h ) Minggu Ke-L0 L1 L2


(35)

Perlakuan MingguRataan 1-3 Rataan Minggu 1-4 Rataan Minggu 1-5 Faktor Perlakuan Rataan Minggu 1-3 Rataan Minggu 1-4 Rataan Minggu 1-5

R0L0 36,655 47,397 49,933 R0 38,729 47,391 50,598 R0L1 39,098 46,369 51,350 R1 39,646 39,646 49,265 R0L2 40,433 48,407 50,512 R2 39,589 39,589 48,064 R1L0 40,638 48,126 48,280 R3 38,643 46,879 50,101 R1L1 39,110 48,277 48,813

R1L2 39,190 47,722 50,703

R2L0 37,506 46,810 49,417 L0 - 47,294 49,400

R2L1 39,754 45,234 44,456 L1 - 46,449 48,469

R2L2 41,508 49,610 50,319 L2 - 48,403 50,652

R3L0 38,806 46,843 49,970 R3L1 38,000 45,919 49,260 R3L2 39,122 47,876 51,074

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

1 2 3 4 5

Laj u P B B H ( g /e /h ) Minggu Ke-R0L0 R0L1 R0L2 R1L0 R1L1 R1L2 R2L0 R2L1 R2L2 R3L0 R3L1


(36)

Pola pertumbuhan yang berbeda terjadi pada ayam broiler yang diberi perlakuan R2L1 dimana PBB ayam broiler sudah mengalami penurunan setelah minggu ketiga atau pada minggu keempat, sedangkan pada perlakuan yang lain, PBB ayam broiler masih meningkat sampai minggu keempat. Khairinal (2000) menyatakan zeolit mempunyai sifat dapat menyerap molekul dan ion yang terdapat dalam larutan maupun gas yang mempunyai ukuran diameter lebih kecil daripada saluran masuknya sehingga penggunaan Aclinop dalam ransum dikhawatirkan akan menyerap nutrien yang ada pada ransum dan pada saat proses pencernaan berlangsung hanya sebagian nutrien yang dapat diserap oleh tubuh.

Efek Perlakuan terhadap Konversi Ransum

Feed Conversion Ratio (FCR) tidak dipengaruhi oleh penambahan Aclinop

dalam ransum dan zeolit padalitterserta interaksi keduanya. Hasil konversi ransum

ayam broiler selama lima minggu penelitian diperlihatkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan

Aclinop dalam ransum (kg/100 kg)

Zeolit padaLitter(kg/m2)

Rataan 0,0 (L0) 2,5 (L1) 5,0 (L2)

0,0 (R0) 1,71 1,68 1,66 1,68

1,0 (R1) 1,77 1,76 1,69 1,74

2,0 (R2) 1,73 1,80 1,71 1,75

3,0 (R3) 1,72 1,70 1,70 1,71

Rataan 1,73 1,74 1,69 1,72±0,04

Berdasarkan perbandingan antara KRH dan PBBH atau konversi ransum yang dihasilkan secara keseluruhan selama lima minggu penelitian maka perlakuan yang paling baik atau lebih efisien adalah R0L2(1,66). Hal ini dikarenakan Aclinop nampaknya bekerja efektif untuk meningkatkan pertumbuhan pada minggu pertama hingga ketiga pemeliharaan sedangkan zeolit yang ditambahkan padalitterberfungsi

untuk menciptakan lingkungan kandang yang lebih sehat sehingga berperan dalam meningkatkan performa ayam broiler secara tidak langsung.


(37)

1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

1 2 3 4 5

K

o

n

ve

rs

i

R

a

n

su

m

Minggu

Ke-R0L0 R0L1 R0L2 R1L0 R1L1 R1L2 R2L0 R2L1 R2L2 R3L0 R3L1 R3L2


(38)

Konversi ransum yang paling tinggi atau paling tidak efisien dihasilkan pada pemeliharaan ayam broiler pada minggu kelima. Konsumsi yang terus meningkat sampai minggu kelima (Gambar 1) sedangkan laju pertumbuhan ayam broiler sudah mencapai puncaknya pada minggu keempat dan mulai menurun pada minggu kelima (Gambar 4) mengindikasikan pemeliharaan sampai minggu kelima sudah tidak lagi efisien. Bell dan Weaver (2002) menyatakan pertambahan bobot badan yang paling cepat terjadi pada saat ayam berumur muda. Akibatnya pada waktu tersebut ayam broiler paling efisien mengkonversi ransum menjadi PBB yang tinggi dan semakin tidak efisien dengan waktu pemeliharaan yang semakin lama.

Hasil pengamatan konsumsi, PBB, dan FCR ayam broiler CP 707 dalam penelitian ini tidak mencapai standar performa yang dikeluarkan oleh PT. Charoen Pokphand Jaya Farm (Tabel 2) tahun 2006. Bobot badan 12,23% lebih rendah dan FCR 7,36% lebih tinggi namun konsumsi ransum 8,25% lebih rendah. Kondisi perkandangan, suhu dan manajemen yang tidak sesuai dengan standar manajemen dari PT. Charoen Pokphand kemungkinan menyebabkan tidak tercapainya standar performa CP 707 yang ideal.

Mortalitas

Mortalitas terjadi pada minggu keempat dan kelima pemeliharaan. Penyebaran kematian ayam menurut perlakuan dan penyebabnya disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Mortalitas Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan

Kematian HariKe- Perlakuan Jumlah(ekor) Diagnosis*

Minggu ke-4 23 R3L1 1 Chronic Respiratory Disease

24 R

2L1 1 Sudden Death Syndrome

27 R

2L2 1 Koksidiosis

Minggu ke-5 28 R3L1 1 Chronic Respiratory Disease

30 R2L1 1 Sudden Death Syndrome

34 R

2L1 1 Sudden Death Syndrome


(39)

Jumlah ayam yang mati selama lima minggu penelitian adalah enam ekor (1,67%) dari total 360 ekor ayam broiler yang dipelihara. Angka ini menunjukkan bahwa manajemen pemeliharaan selama penelitian cukup baik. Pemeliharaan ayam broiler dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang daripada 5%. (Bell dan Weaver, 2002).

Enam ekor ayam broiler dari faktor perlakuan R2 dan R3 mati, yang diduga akibat kelebihan konsentrasi mineral. Menurut Parakkasi (1983) bila konsentrasi mineral menjadi tinggi, fungsi-fungsi biologis akan meningkat sampai mencapai titik optimum. Bila titik optimum sudah terlampaui, akan terjadi keracunan dan fungsi-fungsi biologis akan menurun. Kelebihan mineral magnesium (Mg) dan sodium (Na) dalam tubuh ternak akan meningkatkan konsumsi air minum (Leeson et al., 1995)

dan kelebihan mineral fosfor (P) dalam tubuh ternak dapat mengakibatkan diare (Church dan Pond, 1988).

Ketidakseimbangan mineral akibat penambahan Aclinop dalam ransum pada taraf R2dan R3mengakibatkan ayam broiler meningkatkan konsumsi air minumnya sehingga kandungan air dalamlitterjuga meningkat. Taraf 2,5 kg zeolit/m2litter(L1) diduga tidak mampu lagi menyerap air dan gas dari eksreta yang basah akibat konsumsi air yang meningkat.

Chronic Respiratory Disease(CRD)

Kematian dua ekor ayam broiler pada faktor perlakuan L1 (penambahan 2,5 kg zeolit/m2litter) adalah akibat CRD (Gambar 6 (a)). Hal ini berhubungan dengan banyaknya air dan gas beracun yang terkandung dalam litter. Penambahan zeolit

padalittermampu mengikat gas dan air yang ada dalamlitter sehinggalitterberada

dalam keadaan yang lebih kering dan lebih sehat. Seperti pernyataan Kocakuşak et al. (2001) bahwa zeolit dapat menahan air hingga 60% dari bobotnya karena

mempunyai struktur kristal yang porositasnya tinggi. Azhari (1995) melaporkan bahwa penaburan zeolit 15 dan 30% dari bobot total littermenyebabkan konsentrasi

gas amonia yang terbentuk dari manur ayam nyata lebih rendah dibandingkan kontrol.


(40)

Sudden Death Syndrome(SDS)

Hasil diagnosis kematian tiga ekor ayam broiler pada perlakuan R2L1adalah disebabkan SDS yang mengindikasikan kemungkinan adanya ketidakseimbangan nutrisi yang terjadi akibat penambahan Aclinop dalam ransum. Ransum komersial yang digunakan dalam penelitian ini sudah sesuai dengan kebutuhan nutrien ayam broiler (Tabel 5), dengan penambahan Aclinop (Tabel 3 dan 5) kedalam ransum maka akan mengakibatkan perubahan komposisi nutrien ransum sehingga diduga komposisi nutriennya tidak sesuai lagi dengan kebutuhan nutrien ayam pada penelitian ini. Kematian ayam broiler yang diakibatkan SDS dalam penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 6 (b).

Koksidiosis

Kematian satu ekor ayam broiler adalah akibat koksidiosis yang terjadi pada perlakuan R2L2.Hal ini diduga karena koksidiostat yang terkandung dalam ransum CP 511 ikut terperangkap dalam struktur Aclinop yang berongga sehingga tidak dapat melawan Eimeria yang masuk kedalam saluran pencernaan. Ayam yang mati

akibat koksidiosis dalam penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 6 (c).

(a) (b) (c)

Gambar 6. Ayam yang Mati Akibat (a) Chronic Respiratory Disease, (b) Sudden Death Syndrome, (c) Koksidiosis

Income Over Feed, Chick, and Zeolite Cost(IOFCZC)

Perhitungan IOFCZC adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan setelah dikurangi biaya ransum, DOC, Aclinop dan zeolit yang digunakan. Hasil perbandingan perhitungan Income Over Feed, Chick, and Zeolite Cost (IOFCZC)

pada minggu keempat dan kelima pemeliharaan ayam broiler ditampilkan pada Tabel 12.


(41)

Tabel 12. Perhitungan IOFCZC Selama Empat dan Lima Minggu Pemeliharaan Ayam Broiler

Minggu Ke-4 Minggu Ke-5

Perlakuan Keuntungan

(Rp/ekor) Kerugian(Rp/ekor) Perlakuan Keuntungan(Rp/ekor) (Rp/ekor)Kerugian

R0L0 4.091,21 - R0L0 3.648,51

-R0L1 814,94 - R0L1 1.595,62

-R0L2 - 1.008,13 R0L2 - 923,35

R1L0 3.604,28 - R1L0 2.472,92

-R1L1 1246,64 - R1L1 164,16

-R1L2 - 1.773,05 R1L2 - 1.174,45

R2L0 3.237,88 - R2L0 2.879,69

-R2L1 489,46 - R2L1 - 490,21

R2L2 - 1.054,25 R2L2 - 1.824,52

R3L0 3.194,70 - R3L0 2.919,00

-R3L1 996,83 - R3L1 678,44

-R3L2 - 1.500,74 R3L2 - 1746,75

Perhitungan IOFCZC pemeliharaan pada minggu keempat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi daripada pemeliharaan sampai minggu kelima. Hal ini dikarenakan konsumsi terus meningkat tiap minggunya sedangkan PBB sudah mencapai puncaknya pada minggu keempat dan sudah mulai menurun pada minggu kelima pemeliharaan. Dengan demikian, FCR pada minggu kelima adalah paling tinggi (rataan 2,27) dibandingkan minggu-minggu sebelumnya (rataan 1,75) dan PBB (58,00 g/e/h) lajunya sudah tidak secepat minggu keempat (72,07 g/e/h). Selain itu bobot ayam yang terlalu besar pada minggu kelima dengan rataan 1798,34 g/e (>1,5 kg) menyebabkan harga jual ayam menurun. Keuntungan maksimum pada pemeliharaan selama empat dan lima minggu diperoleh dari penjualan ayam broiler pada perlakuan R0L0 masing-masing Rp. 4.091,20/ekor dan Rp. 3.648,51/ekor. Penggunaan Aclinop dalam ransum dan zeolit pada litter secara ekonomi lebih

menguntungkan digunakan dalam pemeliharaan ayam broiler selama empat minggu karena selain harga jualnya lebih tinggi, mengurangi resiko kematian ayam broiler selama satu minggu berikutnya dan juga mengurangi biaya tenaga kerja serta biaya operasional lainnya. Bobot badan tertinggi pada umur lima minggu dicapai oleh


(42)

ayam yang diberi perlakuan R1L2(1857,58 gram) yaitu 1,87% lebih tinggi dibanding R0L0 (1823,44 gram). Perlakuan yang menghasilkan bobot badan tertinggi dengan pemeliharaan selama empat minggu adalah R2L2(1433,48 gram) yang menghasilkan bobot badan 2,18% lebih tinggi daripada R0L0(1402,92 gram). Penggunaan Aclinop dalam ransum dan zeolit pada litter dengan taraf L2 (5 kg zeolit/ m2 litter) terbukti mampu meningkatkan bobot badan ayam namun tidak efisien jika ditinjau aspek ekonominya karena biaya tambahan berupa Aclinop dalam ransum dan zeolit dalam

litterikut menambah beban produksi sehingga tidak menguntungkan.

Harga jual ayam broiler pada bulan Maret 2011 (1 $ = Rp. 8.763,50) sedang mengalami penurunan. Harga jual yang rendah ini diakibatkan pada bulan tersebut terjadi supply ayam broiler yang melimpah sehingga harga di pasar menjadi turun.

Harga ayam dengan bobot badan 1,3 hingga 1,5 kg dihargai Rp. 15.100,00/kg bobot hidup, sedangkan ayam dengan bobot badan >1,5 kg dihargai Rp. 14.500,00/kg bobot hidup. Keadaan ini diperparah dengan harga ransum yang terus naik sehingga kerugian menjadi semakin besar.

Perbandingan Penggunaan Zeolit dengan Penelitian Lain dalam Usaha Peningkatan Performa Ayam Broiler

Penelitian Eleroğlu dan Yalçın (2005) tentang penggunaan klinoptilolit dan mordenit sebagai tambahan pada litter (serpihan kayu) di Turki menghasilkan

performa broiler yang meningkat signifikan dibanding kontrol. Pada akhir pemeliharaan selama enam minggu, taraf zeolit 0, 25, 50 dan 75% dari total volume

littertidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum masing-masing 3547, 3381, 3472

dan 3421 g/e, namun menghasilkan bobot hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dengan nilai masing-masing 1935, 1970, 1996 dan 1978 g/e. Akibatnya, FCR menurun atau semakin efisien secara signifikan dari 1,83 pada kontrol menjadi 1,71; 1,74 dan 1,73 pada masing-masing taraf perlakuan. Kelembabanlitter menurun dari 36,2% pada kontrol menjadi 25,2; 23,6 dan 21,8%

pada masing-masing perlakuan yang menandakan bahwa zeolit mampu meningkatkan performa ayam broiler, kondisi perkandangan dan kelembaban litter.

Taraf penggunaan zeolit pada litter yang disarankan adalah tingkat pencampuran


(43)

Penelitian Çabuk et al.(2004) terhadap efek suplementasi Yucca schidigera

dan zeolit alam terhadap performa ayam broiler, konsentrasi amonia dalam kandang ayam, kelembaban litter pada taraf pemberian 15 g zeolit alam/kg, 25 g zeolit

alam/kg dan 120 mg Yucca schidigera/kg dilakukan selama tujuh minggu. Bobot

badan berbeda signifikan antar taraf perlakuan, bobot badan ayam yang diberi ransum dengan campuran 120 mg Yucca schidigera/kg menghasilkan bobot badan

terbesar, namun tidak berpengaruh nyata pada konsumsi ransum. PenambahanYucca schidigeradan zeolit alam secara nyata dapat menurunkan konsentrasi amonia.

Penambahan Aclinop pada ransum dan zeolit pada litter walaupun tidak

mencapai target performa seperti yang dikeluarkan oleh PT. Charoen Pokphand Jaya Farm namun masih menunjukkan hasil yang baik jika dibandingkan dengan penelitian yang juga menggunakan zeolit baik dalam ransum maupun padalitternya.

Penelitian Çabuk et al. (2004) di Turki yang menggunakan zeolit alam dan Yucca schidigera sebagai campuran pada ransumnya menghasilkan rataan bobot badan

(1852,38 g) pada pemeliharaan tujuh minggu sedangkan pada penelitian ini Aclinop sudah mampu menghasilkan bobot badan 1798,34 g pada lima minggu pemeliharaan. Penelitian Eleroğlu dan Yalçın (2005) yang dilaksanakan selama enam minggu menggunakan zeolit jenis klinoptilolit dan mordenit padalitterberupa serpihan kayu

menghasilkan rataan bobot badan 1969,75 g pada pemeliharaan selama enam minggu sedangkan pada penelitian ini zeolit sudah mampu menghasilkan rataan bobot badan 1798,34 g pada lima minggu pemeliharaan.


(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan Aclinop pada taraf 0, 1, 2, dan 3 kg/100 kg ransum dan zeolit pada taraf 0; 2,5; dan 5,0 kg/m2 litter tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi

ransum, pertambahan bobot badan, dan Feed Conversion Ratio. Zeolit dapat

mempercepat pertumbuhan ayam broiler pada minggu pertama hingga ketiga sedangkan laju pertumbuhan ayam broiler akan menurun pada minggu selanjutnya. Sehingga untuk pemeliharaan ayam selama empat dan lima minggu penggunaan zeolit yang paling disarankan adalah pada taraf R3L1 karena selain menghasilkan keuntungan (Rp. 996,83/ekor dan Rp. 678,44/ekor) juga berperan dalam mengurangi kadar NH3(48%) dari eksreta ayam broiler yang berdampak baik bagi kesehatan dan kesejahteraan ayam broiler serta lingkungan sekitar.

Saran

Penelitian selanjutnya hendaknya terlebih dahulu mengaktivasi Aclinop dan zeolit alam yang akan digunakan. Penaburan zeolit sebaiknya diberikan secara bertahap dalam beberapa kali periode penaburan. Konsumsi air minum penting dicari datanya. Disarankan untuk memelihara hingga minggu keempat karena bobot badan sudah mencapai bobot potong (1379,34 g/e).


(45)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan syukur Penulis panjatkan kepada Kristus Yesus atas kasih karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Performa Ayam Broiler yang diberi Aclinop dalam Ransum dan Zeolit padaLitternya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS, selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, dan curahan waktu yang telah diberikan. Kepada Ibu Ir. Niken Ulupi, MS dan Ibu Ir. Lidy Herawati, MS selaku dosen penguji serta Ibu Ir. Komariah, M.Si selaku panitia sidang yang banyak memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Ibu Ir. B. N. Polii, SU selaku dosen penguji seminar dan Ibu Tuti Suryati, S.Pt, M.Si selaku pembimbing akademik yang memotivasi Penulis selama masa studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB.

Penulis juga mengucapkan terimakasih dari hati yang terdalam kepada kedua orangtua terkasih, Bapak Subur dan Ibu Dra. Lidya Fentianie yang telah memberikan dukungan baik materi dan terlebih lagi dukungan moril dan kasih sayang sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dengan tepat waktu. Kepada Jojo, Kevin, Joshua, dan Tiara yang telah menjadi semangat Penulis untuk memberikan yang terbaik.

Ucapan terima kasih kepada Nikita, Tsani, Hadasa, Pheni dan Nancy atas suka duka yang telah dibagi bersama. Tim Zeolit (Yuni, Dhani dan Edys) atas kerjasama dan dukungannya selama ini. Teman-teman asistensi Yunus dan Elohim Chaiyim, Kak Mellisa, Kak Rara, dan Dora atas segala doa dan perhatiannya. Pihak lain yang turut membantu dalam kelancaran penulis menyelesaikan tugas akhir, Bu Lanjar, Mas Mul, dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, Penulis ucapkan terima kasih. Akhir kata Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi masyarakat yang bergerak di bidang perunggasan.

Agustus 2011,


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Amer, M. M., K. M. El-Bayomi , M. S. G. Zenab & A. E. A. Hanafei. 2009. Field study on control of Chronic Respiratory Disease in vertically infected broiler chicks. J. BS. Vet. Med.19 (1): 27-33.

Appleby, M. C., J. A. Mench & B. O. Hughes. 2004. Poultry Behaviour and Welfare. CAB International, Wallingford.

Azhari. 1995. Pengaruh penaburan zeolit dan klorin terhadap pengurangan dampak negatif manur ayam. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Barrer, R. M. 1982. Hydrothermal Chemistry of Zeolites. Academic Press Ltd., New York.

Bell, D. D & W. D Weaver Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5thEd. Springer Science Business Media, Inc., New York.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Pakan Bibit Induk (Parent Stock) Ayam Ras Tipe Pedaging-Bagian 3: Grower. SNI 7652.3:2011. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Çabuk, M. , A. Alçiçek, M. Bozkurt & S. Akkan. 2004. Effect of Yucca schidigera

and natural zeolite on broiler performance. Int. J. Poult. Sci. 3(10) : 651-654.

Chiang, Y. H. & Y. S. Yeo. 1983. Effect of nutrition density and zeolite level in diet on body weight gain, nutrient utilization and serum characteristic of broiler. Korean J. Anim. Sci. 25(6) : 591-600.

Church, D. C. & W. G. Pond. 1988. Basic Animal Nutrion and Feeding. 3rd Ed. John Wiley, New York.

Cool, W. M. & J. M. Willard. 1982. Effect of clinoptilolite on swine nutrition. J. Nutr. Rep. Int. 26: 759–766.

Doğan,H. 2003. Doğal ve Sentetik Zeolitler ve Uygulama Alanlan, Bor Teknolojilen ve Mmeraller Grubu. TÜBlTAK Marmara Araştırma Merkezi, Turkey. Eleroğlu, H. & H. Yalçin. 2005. Use of natural zeolite-supplemented litter increased

broiler production. J. South African Anim. Sci. 35 (2) : 90-97.

Ensminger, M. E. 1992. Animal Science (Animal Agriculture Series). 9th Ed. Interstate Publishers, Inc., Illinois.

Gasperz. 1995. Teknik Analisa Dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung. Gillipsie, J. M. 1992. Modern Livestock and Poultry Production. 4th Ed. Delmar

Publisher, Inc., Canada.

Ginting, A., D. Anggraini, S. Indaryati & R. Kriswarini. 2007. Karakterisasi komposisi kimia, luas permukaan pori dan sifat termal dari zeolit Bayah, Tasikmalaya dan Lampung. J. Tek. Bhn. Nukl. 3(1): 1–48.


(47)

Handayani & Widiastuti. 2010. Adsorpsi ammonium (NH4+) pada zeolit berkarbon dan zeolit A yang disintesis dari abu dasar batubara PT. IPMOMI PAITON dengan metodeBATCH.Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil

2009/2010. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Kaduk, J. A. & J. Faber. 1995. Crystal structure of zeolite Y as a function of ion exchange. J. Rigaku. 12 (2):14-34.

Kamaludin, E. 2011. Penggunaan zeolit asal Lampung dalam ransum dan litter

sebagai upaya mitigasi kadar amonia (NH3) dari ekskreta dan pH litter ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kartasudjana, R. 2005. Manajemen Ternak Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran Press, Bandung.

Khairinal, W. 2000. Dealuminasi zeolit alam Wonosari dengan perlakuan asam dan proses hidrotermal. Prosiding Seminar Nasional Kimia VIII. Yogyakarta. Kocakuşak S., Savaşcı Ö.T ve Ay ok T. 2001. Doğal Zeolitler ve Uygulama Alanlan.

TÜBİTAK-MAM,Malzeme ve Kimya Tek. Arş. Enst, Rapor No: KM 362, ProjeNo: 5015202, P.K.21, Gebze.

Kosmulski, M. 2001. Chemical properties of material surfaces, Surfactant Science Series, 102. Marcel Dekker, New York.

Kuczynski, T. 2002. The application of poultry behaviour responses on heat stress to improve heating and ventilation system efficiency. Electr. J. Poult Agric Univ.http://www.ejpau.media.pl/series/volume5/issue1/engineering/art.0 1.html [28November 2010].

Kususiyah. 1992. Pengaruh penggunaan zeolit dalam litter terhadap kualitas

lingkungan kandang dan performans broiler pada kepadatan kandang berbeda. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Leeson, S., Diaz, G. and Summers, J. D. 1995. Poultry Metabolic Disorders and

Mycotoxins. University Books, Canada.

Leeson, S. & J. D. Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rdEd. University Books, Canada.

Maier, W. M. & D. H. Olson. 1978. Atlas of Zeolite Structure Commission of the International Zeolite Association. Academy Press, Pittsburg.

North, M.O. & D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. The Avi Publishing Company Inc., Wesport.

O’Halloran, I. P. 1993. Ammonia votilization from liquid hog manure influence of aeration and trapping systems. J. Soil Sci. Soc. Am.57: 1300-1303. Palczar, Jr. M. J. & E. C. S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi II. Terjemahan:

R. S. Hadioetomo, T. Imas, S.S. Tjitrosomo dan S. L. Angka. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Parakkasi A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit Angkasa. Bandung.


(48)

Polat, E., M. Karaca, H. Demir & N. Onus. 2004. Use of natural zeolite (Clinoptilolite) in agriculture. J. Fruit and Ornamental Plant Research 12:183-189.

Pond, W. G., D. C Church & K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4thEd. John Wiley and Sons, Inc., Canada.

Rose, S. P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB International, London.

Sibarani, M. M. 1994. Pengaruh substitusi ransum komersial dengan zeolit pada kepadatan kandang yang berbeda terhadsap performans broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Srihapsari, D. 2006. Penggunaan zeolit alam yang telah diaktivasi dengan larutan HCl untuk menjerap logam-logam penyebab kesadahan air. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Sumijanto & S. Amini. 1996. Pemanfaatan zeolit untuk pengendalian konsentrasi Litium dalam air pendingin primer PLTN [1] : pengaruh Ca, Mg, dan Asam Borat terhadap daya tukar ammonium zeolit. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah PPNY-BATAN. Yogyakarta.

Tillman A. D., H. Hartadi, H. Reksohadiprodjo & L. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi ke-5. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Wathes, C. M. 1998. Aerial emission from poultry production. J.World’s Poult. Sci. 54 : 241-251.

Willis, W. L., C. Y. Quarles, & D.J. Fagerberg. 1982. Evaluation of zeolites fed to male broiler chickens. J. Poultry Sci. 61: 438-442.

Yenita. 1993. Studi substitusi ransum komersial dengan zeolit dan penaburan zeolit dalam litter terhadap performans ayam broiler. Skripsi. Fakultas


(49)

(50)

Lampiran 1. Konsumsi Ransum Harian Ayam Broiler

No PerlakuanTaraf 1 2 Minggu Ke-3 4 5 4 MingguRataan 5 MingguRataan

1 R0L0 21,314 53,148 94,386 126,461 139,157 73,827 86,893

2 R0L1 21,076 55,419 92,119 123,581 137,914 73,049 86,022

3 R0L2 20,452 55,486 94,414 126,405 123,486 74,189 84,049

4 R1L0 20,481 56,752 95,976 126,995 127,119 75,051 85,465

5 R1L1 21,457 56,700 92,857 127,162 130,938 74,544 85,823

6 R1L2 20,805 54,024 97,524 127,767 137,622 75,030 87,548

7 R2L0 21,310 55,557 89,595 126,062 134,476 73,131 85,400

8 R2L1 20,410 56,010 91,257 127,023 138,720 73,675 86,684

9 R2L2 21,129 57,200 99,652 125,914 126,957 75,974 86,170

10 R3L0 20,481 55,005 93,110 122,505 137,486 72,775 85,717

11 R3L1 19,686 56,771 91,343 123,037 140,285 72,709 86,224

12 R3L2 18,824 57,776 95,148 122,276 139,719 73,506 86,749


(51)

Lampiran 2. Pertambahan Bobot Badan Harian Ayam Broiler

No PerlakuanTaraf 1 2 Minggu Ke-3 4 5 4 MingguRataan 5 MingguRataan

1 R0L0 17,043 37,757 55,165 79,625 60,074 47,397 49,933

2 R0L1 17,400 40,348 59,548 68,181 71,271 46,369 51,350

3 R0L2 15,638 42,148 63,514 72,329 58,933 48,407 50,512

4 R1L0 16,357 43,148 62,410 70,590 48,895 48,126 48,280

5 R1L1 17,390 40,871 59,067 75,781 50,957 48,277 48,813

6 R1L2 16,800 38,886 61,886 73,317 62,625 47,722 50,703

7 R2L0 17,814 38,048 56,657 74,719 59,848 46,810 49,417

8 R2L1 17,043 40,943 61,276 61,674 41,344 45,234 44,456

9 R2L2 17,505 41,024 65,995 73,916 53,156 49,610 50,319

10 R3L0 17,505 38,429 60,486 70,952 62,476 46,843 49,970

11 R3L1 16,762 36,133 61,105 69,678 62,625 45,919 49,260

12 R3L2 15,786 42,438 59,143 74,138 63,867 47,876 51,074


(1)

Lampiran 8. Analisis Ragam Mortalitas Ayam Broiler Hipotesis

1. Pengaruh Faktor Utama

H0 : Aclinop dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas ayam

broiler

H1: Aclinop dalam ransum berpengaruh nyata terhadap mortalitas ayam broiler

2. Pengaruh Faktor Kedua

H0: Zeolit padalittertidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas ayam broiler

H1: Zeolit padalitterberpengaruh nyata terhadap mortalitas ayam broiler

3. Interaksi Aclinop * Zeolit

H0 : Tidak ada interaksi antara penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit

padalitterterhadap mortalitas ayam broiler.

H1 : Ada interaksi antara penambahan Aclinop dalam ransum dan zeolit pada litterterhadap mortalitas ayam broiler.

Source of

Variance SS Df MS F Pvalue Fcrit

Aclinop 3,666667 3 1,222222 1,913043 0,228658 4,757063

Litter 3,5 2 1,75 2,73913 0,142832 5,143253

Error 3,833333 6 0,638889

Total 11 11

Karena P-value kedua faktor utama dan interaksi > alpha ( 0,05 ) maka semua hipotesis Nol-nya diterima, artinya faktor utama tidak berpengaruh nyata terhadap FCR, begitu pula interaksi kedua faktor pun tidak nyata. Karena hasil analisis sidik ragamnya > 0,05 maka uji lanjut tidak perlu dilakukan karena dipastikan hasilnya tidak akan berbeda nyata satu dengan lainnya.


(2)

Lampiran 9. Income Over Feed, Chick and Zeolite Cost(IOFCZC) untuk Pemeliharaan Ayam Broiler Selama Empat Minggu

Keterangan R0L0 R0L1 R0L2 R1L0 R1L1 R1L2 R2L0 R2L1 R2L2 R3L0 R3L1 R3L2

Harga DOC

(Rp/ekor) 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000

Kebutuhan ransum

(kg/ekor) 2,06716 2,04537 2,0773 2,10143 2,08723 2,10084 2,04767 2,0629 2,12727 2,03771 2,03586 2,05817 Harga ransum

(Rp/kg) 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850

Kebutuhan Aclinop

(kg/ekor) 0 0 0 0,021014 0,020872 0,021008 0,040953 0,041258 0,042545 0,061131 0,061076 0,061745 Harga Aclinop

(Rp/kg) 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000

Biaya Aclinop

(Rp/kg) 0 0 0 126,084 125,232 126,048 245,718 247,548 255,27 366,786 366,456 370,47

Biaya ransum

(Rp/kg) 12092,886 11965,415 12152,205 12419,45 12335,528 12415,962 12224,588 12315,513 12699,8 12287,39 12276,237 12410,765 Kebutuhan

zeolit (kg) 0 2,5 5 0 2,5 5 0 2,5 5 0 2,5 5

Harga zeolit

(Rp/kg) 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Biaya zeolit

(Rp) 0 2500 5000 0 2500 5000 0 2500 5000 0 2500 5000

Biaya total produksi

(Rp/ekor) 17092,886 19465,415 22152,205 17419,45 19835,528 22415,962 17224,588 19815,513 22699,8 17287,39 19776,237 22410,765 Bobot badan

akhir (kg/ekor) 1,40292 1,34307 1,40027 1,3923 1,39617 1,36708 1,35513 1,3447 1,43348 1,35643 1,3757 1,38477 Harga jual

(Rp/kg) 15100 15100 15100 15100 15100 15100 15100 15100 15100 15100 15100 15100

Harga broiler

(Rp/ekor) 21184,092 20280,357 21144,077 21023,73 21082,167 20642,908 20462,463 20304,97 21645,548 20482,093 20773,07 20910,027 Keuntungan 4091,206 814,9425 -1008,128 3604,2805 1246,6395 -1773,054 3237,8755 489,457 -1054,2515 3194,7035 996,833 -1500,7375


(3)

Lampiran 10. Income Over Feed, Chick and Zeolite Cost(IOFCZC) untuk Pemeliharaan Ayam Broiler Selama Lima Minggu

Keterangan R0L0 R0L1 R0L2 R1L0 R1L1 R1L2 R2L0 R2L1 R2L2 R3L0 R3L1 R3L2 Harga DOC

(Rp/ekor) 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000

Kebutuhan ransum

(kg/ekor) 3,04126 3,01076 2,9417 2,99126 3,0038 3,06419 2,989 3,03394 3,01596 3,00011 3,01785 3,0362 Harga ransum

(Rp/kg) 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850 5850

Kebutuhan Aclinop

(kg/ekor) 0 0 0 0,029913 0,030038 0,030642 0,05978 0,060679 0,060319 0,090003 0,090536 0,091086 Harga Aclinop

(Rp/kg) 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000

Biaya Aclinop

(Rp/kg) 0 0 0 179,478 180,228 183,852 358,680 364,074 361,914 540,018 543,216 546,516

Biaya ransum

(Rp/ekor) 17791,371 17612,946 17208,945 17678,349 17752,458 18109,364 17844,33 18112,623 18005,28 18090,662 18197,639 18308,286 Kebutuhan

zeolit (kg) 0 2,5 5 0 2,5 5 0 2,5 5 0 2,5 5

Biaya zeolit

(Rp) 0 2500 5000 0 2500 5000 0 2500 5000 0 2500 5000

Biaya total produksi

(Rp/ekor) 22791,371 25112,946 27208,945 22678,349 25252,458 28109,364 22844,33 25612,623 28005,28 23090,662 25697,639 28308,286 Bobot badan

akhir (kg/ekor) 1,82344 1,84197 1,8128 1,73457 1,75287 1,85758 1,77407 1,73258 1,80557 1,79377 1,81904 1,83183 Harga jual

(Rp/kg) 14500 14500 14500 14500 14500 14500 14500 14500 14500 14500 14500 14500

Harga broiler

(Rp) 26439,88 26708,565 26285,6 25151,265 25416,615 26934,91 25724,015 25122,41 26180,765 26009,665 26376,08 26561,535 Keuntungan 3648,509 1595,619 -923,345 2472,916 164,157 -1174,4535 2879,685 -490,213 -1824,515 2919,0035 678,4415 -1746,751


(4)

Lampiran 11. Derajat Kehalusan (MF) Aclinop Bobot awal : 50 gram

Bentuk Pakan

Nomor Perjanjian

German Seive Number

Jumlah Sampel yang Tertinggal (gram)

% sampel = ((Berat sampel pada mesh tertentu/total bahan) x

100%)

Nilai Konversi = (%sampel x nomor Perjanjian) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2

Tepung 7 4 0 0 0 0 0 0

6 8 0 0 0 0 0 0

5 16 0 0 0 0 0 0

4 30 7,5 8,9 15 17,8 60 71,2

3 50 29,8 30,7 59,6 61,4 178,8 184,2

2 100 11,51 9,9 23 19,8 46 39,6

1 400 1,2 0,5 2,4 1 2,4 1

0 Penampung 0 0 0 0 0 0

Total 50 50 100 100 287,2 296

MF = total nilai konversi / 100 = (2,872 + 2,96)/2 = 2,916 = halus

Rataan diameter (inchi) = 0,0041 x 2MF = 0,0041 x 22,916 = 0,309447746 inchi


(5)

Lampiran 12. Derajat Kehalusan (MF) Zeolit Lampung Bobot awal : 50 gram

Bentuk Pakan

Nomor Perjanjian

German Seive Number

Jumlah Sampel yang Tertinggal (gram)

% sampel = ((Berat sampel pada mesh tertentu/total bahan) x

100%)

Nilai Konversi = (%sampel x nomor Perjanjian) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2

Tepung 7 4 0 0 0 0 0 0

6 8 1,3 1,1 2,6 2,2 15,6 13,2

5 16 17,4 15,9 34,8 31,8 174 159

4 30 23 21,8 46 43,6 184 174,4

3 50 6,9 8,9 13,8 17,8 41,4 53,4

2 100 1,2 2,2 2,4 4,4 4,8 8,8

1 400 0,2 0,1 0,4 0,2 0,4 0,2

0 Penampung 0 0 0 0 0 0

Total 50 50 100 100 420,2 409

MF = total nilai konversi / 100 = (4,202 + 4,09)/2 = 4,146 = kasar

Rataan diameter (inchi) = 0,0041 x 2MF = 0,0041 x 24,146 = 0,725862263 inchi


(6)

Lampiran 13. Suhu dan Kelembaban Kandang C Selama 35 Hari Penelitian Minggu

ke- Suhu dalam /intemp(°C) Kelembaban /inhumi(%) Pagi Siang Sore Rataan Pagi Siang Sore Rataan 1 20,50 29,80 26,60 25,15 100 77 84 90,25 22,30 31,70 28,50 27,00 100 68 82 87,50 21,90 33,80 24,80 27,85 100 45 80 81,25

20,30 32,40 26,90 26,35 99 61 90 87,25

21,90 35,10 27,00 28,50 100 47 89 84,00 24,30 33,40 28,40 28,85 100 57 82 84,75

24,80 34,20 28,50 29,50 99 57 82 84,25

2 24,90 29,60 27,30 27,25 100 77 92 92,25 23,60 27,80 27,90 25,70 100 82 82 91,00 22,60 29,30 24,30 25,95 100 78 96 93,50 23,90 29,50 28,10 26,70 100 75 65 85,00 23,90 33,20 28,00 28,55 100 62 82 86,00 25,20 31,40 27,30 28,30 100 69 86 88,75 22,40 32,70 30,30 27,55 100 45 46 72,75 3 23,00 32,00 28,40 27,50 100 60 72 83,00 24,00 29,80 26,30 26,90 100 80 100 95,00

24,50 32,50 28,70 28,50 98 62 66 81,00

22,80 31,90 27,90 27,35 98 57 61 78,50

22,30 28,90 260 25,60 98 60 90 86,50

23,60 30,10 27,10 26,85 100 68 84 88,00 21,10 28,30 25,40 24,70 100 79 99 94,50 4 22,10 23,60 24,10 22,85 100 100 100 100,00 23,40 30,70 27,10 27,05 100 66 76 85,50 22,00 31,70 28,30 26,85 100 67 74 85,25

24,50 32,10 27,40 28,30 97 63 87 86,00

25,60 31,50 28,20 28,55 97 63 71 82,00

24,00 26,30 25,60 25,15 98 90 93 94,75

23,20 29,10 25,60 26,15 100 77 98 93,75

5 25,60 31,50 25,80 28,55 98 68 90 88,50

23,70 32,10 25,80 27,90 100 60 94 88,50 23,40 31,80 25,50 27,60 100 63 100 90,75 22,80 31,50 25,40 27,15 100 68 99 91,75 21,80 29,30 28,30 25,55 100 77 69 86,50 23,70 31,40 28,80 27,55 100 69 81 87,50 23,30 33,40 28,50 28,35 100 57 83 85,00 23,22 30,95 27,09 27,09 99,48 67,26 83,57 87,45