Inisiasi, Proliferasi, dan Pembesaran Protocorm like Bodies Anggrek Dendrobium Klon 22 25

INISIASI, PROLIFERASI, DAN PEMBESARAN
PROTOCORM-LIKE BODIES
ANGGREK DENDROBIUM KLON 22/25

DWI RETNO ARYATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Inisiasi, Proliferasi, dan
Pembesaran Protocorm-like Bodies Anggrek Dendrobium klon 22/25 adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Dwi Retno Aryati
NIM A253110091

RINGKASAN
DWI RETNO ARYATI. Inisiasi, Proliferasi, dan Pembesaran Protocorm-like
Bodies Anggrek Dendrobium klon 22/25. Dibimbing oleh AGUS PURWITO,
DINY DINARTI dan SRI RIANAWATI.
Embrio somatik tanaman anggrek lebih dikenal dengan nama Protocormlike bodies (plb). Produksi plb adalah salah satu metode perbanyakan anggrek
secara cepat. Plb dapat diperbanyak secara langsung (embriogenesis langsung)
dan tidak langsung (embriogenesis tidak langsung). Keberhasilan perbanyakan
melalui plb tergantung dari eksplan, genotipe dan media kultur. Media yang tidak
tepat dapat menyebabkan plb gagal terbentuk atau beregenerasi. Tujuan dari
penelitian ini adalah 1) untuk mendapatkan media yang tepat untuk menginisiasi
kalus dan plb Dendrobium klon 22/25, 2) mendapatkan media dan ukuran eksplan
yang tepat untuk proliferasi plb Dendrobium klon 22/25 dan 3) mendapatkan
media yang tepat untuk perkecambahan dan pembesaran plb Dendrobium klon
22/25.
Penelitian dilakukan pada November 2012 sampai Desember 2013 dan

terdiri atas tiga percobaan. Percobaan 1.a adalah inisiasi kalus yang berasal dari
eksplan daun. Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak lengkap. Faktor
yang digunakan adalah jenis media inisiasi kalus yang terdiri atas media MS
ditambah dengan 10 mg L-1 6-benzil-amino purin (K1), media ½ MS ditambah
dengan 4 mg L-1 thidiazuron (K2), media ½ MS ditambah dengan 1 mg L-1 6benzil-amino purin (K3), dan media VW ditambah dengan 2 mg L-1 thidiazuron
dan 1 mg L-1 2,4-dichlorophenoxy-acetic acid (K4). Setiap perlakuan diulang
sebanyak 10 ulangan (lima eksplan per botol untuk setiap ulangan). Percobaan
1.b adalah inisiasi plb dengan menggunakan kalus hasil dari percobaan pertama
sebagai eksplan. Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak lengkap. Faktor
yang digunakan adalah media asal inisiasi kalus yang terdiri atas media MS
ditambah dengan 10 mg L-1 6-benzil-amino purin, media ½ MS ditambah dengan
4 mg L-1 thidiazuron dan media ½ MS ditambah dengan 1 mg L-1 6-benzil-amino
purin. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 ulangan (satu eksplan per botol untuk
setiap ulangan).
Percobaan kedua adalah proliferasi plb anggrek Dendrobium klon 22/25.
Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak lengkap faktorial dua faktor.
Faktor pertama adalah konsentrasi NAA (0.0, 0.1, 0.3 dan 0.5 mg L-1) sedangkan
faktor kedua adalah ukuran eksplan plb (0.5, 1.0 dan 1.5 cm2). Setiap perlakuan
diulang sebanyak 3 ulangan (satu eksplan per botol untuk setiap ulangan).
Percobaan ketiga adalah perkecambahan dan pembesaran plb anggrek Dendrobium klon 22/25. Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak lengkap faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah jenis dan konsentrasi sitokinin (0.0, 0.5, 1.0

dan 2.0 mg L-1 adenin sulfat serta 0.5, 1.0 dan 2.0 mg L-1 kinetin) sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi sukrosa (10, 20 dan 30 g L-1). Setiap perlakuan diulang sebanyak 10 ulangan (satu eksplan per botol untuk setiap ulangan).
Hasil pada percobaan 1.a menunjukkan bahwa kalus diperoleh dari media
media MS ditambah dengan 10 mg L-1 6-benzil-amino purin (K1), media ½ MS
ditambah dengan 4 mg L-1 thidiazuron (K2), dan media ½ MS ditambah dengan 1
mg L-1 6-benzil-amino purin (K3). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

persentase eksplan berkalus adalah 20-42%, dan inisiasi tertinggi didapatkan dari
media MS ditambah dengan 10 mg L-1 6-benzil-amino purin. Hasil pada
percobaan 1.b menunjukkan bahwa kalus yang berasal dari media ½ MS ditambah
dengan 1 mg L-1 6-benzil-amino purin beregenerasi menghasilkan jumlah plb
tertinggi, yaitu 81 plb dalam dua bulan. Hasil pada percobaan ke-2 menunjukkan
bahwa eksplan dengan ukuran cluster plb 0.5 cm2 menghasilkan rataan pertambahan luas cluster plb tertinggi yaitu 1.95 cm2 pada 12 MST. Ukuran eksplan 1.5
cm2 menghasilkan jumlah plb tertinggi yaitu 148.17 plb pada 12 MST. Hasil
percobaan ke-3 menunjukkan bahwa media tanpa penambahan sitokinin dengan
penambahan 20 g L-1 sukrosa menghasilkan rataan jumlah tunas yang cukup
tinggi pada 12 MST, masing-masing 62 tunas per botol.
Media Murashige dan Skoog yang ditambahkan dengan 10 mg L-1 6-benzilaminopurin merupakan media yang tepat untuk menginisiasi kalus Dendrobium
klon 22/25. Kalus yang dihasilkan oleh media ½ MS yang ditambah dengan 1 mg
L-1 benzilamino purin mampu beregenerasi menjadi plb dengan jumlah plb
tertinggi. Media Vacin dan Went tanpa auksin merupakan media yang paling baik

untuk proliferasi plb Dendrobium klon 22/25 dengan cluster plb berukuran 1 cm2
(10 plb). Media Vacin dan Went tanpa sitokinin dengan penambahan sukrosa 20
g L-1 merupakan media yang paling baik untuk pembesaran plb Dendrobium klon
22/25.
Kata kunci : adenin sulfat, eksplan daun, kinetin, NAA, ukuran plb

SUMMARY
DWI RETNO ARYATI. Initiation, Proliferation, and Maturation Protocorm-like
Bodies of Dendrobium orchid’s Clone 22/25. Supervised by AGUS PURWITO,
DINY DINARTI dan SRI RIANAWATI.
Production of somatic embryo of orchid also known as protocorm-like
bodies (plb), is one of the orchid micropropagation techniques. Plb was produced
through direct formation (direct embryogenesis) and intermediary callus phase
(indirect embryogenesis). The aim of this research was to obtained 1) approppriate medium for callus and plb initiation, 2) approppriate medium and explant
size for plb proliferation and 3) approppriate medium for regeneration of
Dendrobium clone 22/25.
This study was conducted from November 2012 until December 2013, and
consisted of three experiment. The first experiment (1.a) was callus initiation
from leaf explant. This research was arranged in single randomized complete
design. The factor was initiation medium i.e : MS supplemented with 10 mg L-1 6benzil-amino purine (K1), ½ MS supplemented with 4 mg L-1 thidiazuron (K2), ½

MS supplemented with 1 mg L-1 6-benzil-amino purine (K3), and VW
supplemented with 2 mg L-1 thidiazuron dan 1 mg L-1 2,4-dichlorophenoxy-acetic
acid. All treatments were carried out with 10 replications (5 explants for each).
The next experiment (1.b) was plb initiation using the same medium as in the first
experiment. This experiment was arranged in single randomized complete design.
The factor was medium i.e : MS supplemented with 10 mg L-1 6-benzil-amino
purine, ½ MS supplemented with 4 mg L-1 thidiazuron, ½ MS supplemented with 1
mg L-1 6-benzil-amino purine. All treatments were carried out with three
replications (1 explant for each).
Second experiment was plb’s proliferation. This research was arranged in
factorial randomized complete design. The factor was four concentration of NAA
(0.0, 0.1, 0.3, 0.5 mg L-1) and size of plb (0.5, 1.0, 1.5 cm2). All treatments were
carried out with 3 replications (1 explants for each). Third experiment was plb’s
maturation. This research was arranged in factorial randomized complete
design. The factor was concentration of cytokinin (0.0, 0.5, 1.0, 2.0 mg L-1
adenine sulfate, and 0.5, 1.0, 2.0 mg L-1 kinetin) and concentration of sucrose (10,
20 and 30 g L-1). All treatments were carried out with 10 replications (1 explants
for each).
The result from experiment 1.a showed that calli was obtained from medium
MS supplemented with 10 mg L-1 6-benzil-amino purine, ½ MS supplemented with

4 mg L-1 thidiazuron, and ½ MS supplemented with 1 mg L-1 6-benzil-amino
purine. The highest percentage of callused explant was 20-42% and the highest
initiation obtained on medium MS supplemented with 10 mg L-1 6-benzil-amino
purine. The result from experiment 1.b showed that callus obtained from ½ MS
supplemented with 1 mg L-1 6-benzil-amino purine regenerated and produced the
highest number of plbs, 81 plbs in two months.
The result from experiment 2 showed that explant’s size 0.5 cm2 showed the
highest width of plb’s cluster, 1.95 cm2 in 12 weeks. Explant’s size 1.5 cm2
showed the highest average number of plbs, 148.17 plbs in 12 weeks. Explant’s

size 1.0 cm2 showed unsignificantly different number of plb’s with size 1.5 cm2,
112.40 plb. The result from experiment 3 showed medium without sitokinin added
with 20 g L-1 sucrose produce high amount of shoot in 12 weeks, 62 shoot per
bottle.
Murashige dan Skoog medium supplemented with 10 mg L-1 6-benzilaminopurin was the best medium for callus initiation of Dendrobium clone 22/25.
Calli from ½ Murashige dan Skoog medium supplemented with 1 mg L-1 6-benzilaminopurin was regenerated to plbs with the highest average number of plbs.
Vacin and Went medium without NAA was the best medium for plb’s proliferation
of Dendrobium clone 22/25 with size of plb 1 cm2 (approximately 10 plb). Vacin
and Went medium without sitokinin supplemented with 20 g L-1 sucrose was the
best medium for maturation Dendrobium clone 22/25.

Keywords : adenin sulfate, leaf explant, kinetin, NAA, plb’s size

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INISIASI, PROLIFERASI, DAN PEMBESARAN
PROTOCORM-LIKE BODIES
ANGGREK DENDROBIUM KLON 22/25

DWI RETNO ARYATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Dewi Sukma, SP MSi

Judul Tesis
Nama
NIM

: Inisiasi, Proliferasi, dan Pembesaran Protocorm-like Bodies
Anggrek Dendrobium Klon 22/25
: Dwi Retno Aryati
: A253110091


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua

Dr Dra Sri Rianawati, MSi
Anggota

Dr Ir Diny Dinarti, MSi
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS

Tanggal Ujian : 27 April 2015


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Alhamdulillah segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah swt., Tuhan
Yang Maha Esa, atas segala curahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul : Inisiasi, Proliferasi, dan Pembesaran
Protocorm-like Bodies Anggrek Dendrobium Klon 22/25. Tesis ini merupakan
salah satu syarat dalam rangka penyelesaian program Magister pada Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr Ir Agus Purwito, MScAgr sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang
telah memberikan arahan dan bimbingan dalam rangka penyelesaian studi
melalui penyelesaian Tesis ini.
2. Dr Ir Diny Dinarti, MSi sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan

dengan baik.
3. Dr Dra Sri Rianawati, MSi sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang
telah memberikan arahan dan bimbingan, sehingga Tesis ini dapat
diselesaikan dengan baik.
4. Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS, sebagai Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana IPB, yang telah
memberikan arahan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
Tesis ini.
5. Dr Dewi Sukma, SP MSi sebagai Penguji Luar Komisi, yang telah
bersedia untuk menguji dan memberikan arahan serta masukan kepada
penulis.
6. Dr Ir Abdul Qadir, MSi, yang telah memberikan arahan dan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan Tesis ini.
7. Program Diploma IPB yang telah memberikan bantuan dana bantuan
pendidikan.
8. LPDP Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang telah memberikan bantuan dana penelitian.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Tesis ini.
Demikian Tesis ini dibuat dalam rangka penyelesaian program Magister
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Dwi Retno Aryati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Teknik Kultur Jaringan
Inisiasi, Proliferasi, dan Regenerasi Embrio Somatik

5
5
6

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Bahan dan Alat
Pelaksanaan Percobaan

8
8
8
9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Inisiasi Kalus Dendrobium Klon 22/25
Inisiasi Protocorm-like Bodies Dendrobium Klon 22/25
Proliferasi Protocorm-like Bodies Dendrobium Klon 22/25
Pembesaran Protocorm-like Bodies Dendrobium Klon 22/25

12
12
17
21
27

PEMBAHASAN UMUM
Inisiasi, Proliferasi dan Pembesaran Protocorm-like Bodies
Dendrobium Klon 22/25
Pengembangan Teknologi Produksi Dendrobium Klon 22/25 melalui
Protocorm-like Bodies

37

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

41
41
41

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

47

RIWAYAT HIDUP

50

37
39

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Persentase eksplan hidup, eksplan mati dan eksplan berwarna cokelat
Dendrobium klon 22/25 pada empat perlakuan media inisiasi pada 8
MST
Persentase eksplan berkalus pada 8 MST dan waktu munculnya kalus
Dendrobium klon 22/25 pengaruh media inisiasi kalus
Nilai rataan diameter kalus Dendrobium klon 22/25 pengaruh media
inisiasi kalus pada 4, 6 dan 8 MST
Nilai rataan bobot, ukuran dan jumlah plb total pengaruh media asal
inisiasi kalus pada 8 MST
Nilai rataan pertambahan luas cluster plb Dendrobium klon 22/25
pengaruh ukuran eksplan pada 4, 6, 8, 10 dan 12 MST
Persentase tunas Dendrobium klon 22/25 pengaruh ukuran eksplan
pada 4, 6, 8, 10 dan 12 MST
Nilai rataan jumlah dan bobot cluster plb Dendrobium klon 22/25
pengaruh ukuran eksplan dan konsentrasi NAA pada 12 MST
Nilai rataan jumlah daun Dendrobium klon 22/25 pengaruh konsentrasi sitokinin dan sukrosa pada 4, 6, 8, 10 dan 12 MST
Nilai rataan jumlah akar Dendrobium klon 22/25 pengaruh konsentrasi sitokinin dan sukrosa pada 12 MST
Nilai rataan jumlah tunas Dendrobium klon 22/25 pengaruh konsentrasi sitokinin dan sukrosa pada 4-12 MST
Nilai rataan tinggi tunas Dendrobium klon 22/25 pengaruh konsentrasi sitokinin dan sukrosa pada 4 sampai dengan 12 MST

12
13
15
20
21
24
25
28
30
33
36

DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman Dendrobium klon 22/25
2 Diagram alir penelitian
3 Eksplan cluster plb yang digunakan pada percobaan proliferasi plb
Dendrobium klon 22/25
4 Eksplan daun pada umur 3 MST pengaruh empat media inisiasi kalus
5 Kalus yang terbentuk 8 MST pada tiga media inisiasi
6 Proembryogenic mass (PEM) Dendrobium klon 22/25
7 Tahapan regenerasi kalus Dendrobium klon 22/25 menjadi plb
8 Plb Dendrobium klon 22/25 pada umur 12 MST pengaruh perlakuan
ukuran eksplan (cluster plb)
9 Rataan jumlah plb anggrek Dendrobium klon 22/25 pengaruh
perlakuan ukuran cluster
10 Tunas yang muncul pengaruh perlakuan ukuran cluster pada umur 12
MST
11 Tunas Dendrobium klon 22/25 pada media kinetin 0.5 mg L-1 pada
umur 12 MST
12 Tunas Dendrobium klon 22/25 pada media tanpa sitokinin (kontrol)
pada umur 4 MST

1
5
10
14
16
18
19
22
23
25
29
31

13
14
15
16

Tunas Dendrobium klon 22/25 pada umur 12 MST
Planlet Dendrobium klon 22/25 pada umur 12 MST
Planlet Dendrobium pada umur 12 MST pada media aklimatisasi
Teknologi perbanyakan Dendrobium klon 22/25 melalui plb

34
35
37
40

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Deskripsi Dendrobium klon 22/25
Komposisi media dasar Murashige dan Skoog
Komposisi media dasar Vacin dan Went

47
48
49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang banyak diminati masyarakat, sebagai tanaman hias dalam pot dan bunga potong. Indonesia
memiliki tanaman anggrek yang beragam, mencakup anggrek spesies dan anggrek
hasil persilangan (hibrida). Warna dan bentuk bunga menjadi salah satu karakter
yang membuat anggrek menjadi tanaman hias yang diminati masyarakat. Salah
satu jenis yang banyak diminati adalah tanaman anggrek Dendrobium. Dendrobium memiliki kesegaran yang relatif lama, warna dan bentuk bunganya bervariasi
dan produktivitas yang tinggi (Widiastoety et al. 2010). Dendrobium klon 22/25
merupakan salah satu klon harapan hasil seleksi Balai Penelitian Tanaman Hias
yang diharapkan menjadi salah satu tanaman hias unggulan. Klon ini memiliki
beberapa keunggulan yaitu, warna bunga ungu tua yang menarik (Gambar 1),
sepal bunga yang tebal sehingga dapat bertahan dari serangan hama, dan lama
kesegaran bunga selama tiga bulan (Lampiran 1).

b

a
Gambar 1

c

Tanaman anggrek Dendrobium klon 22/25. a) Bibit Dendrobium
klon 22/25; b) Rangkaian bunga Dendrobium klon 22/25; c)
Bunga Dendrobium klon 22/25

2
Indonesia masih mengimpor bunga anggrek untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri, yaitu 7 783 kg (110 442 US$) untuk periode bulan Januari hingga
Desember 2014 (Basisdata Statistik Pertanian 2015). Kendala yang dihadapi
adalah produksi bibit yang belum mampu menyediakan tanaman anggrek secara
massal dan cepat, sehingga diperlukan metode untuk mengatasi hal tersebut.
Teknik mikropropagasi digunakan sebagai metode produksi tanaman
anggrek secara massal dan cepat melalui perbanyakan embrio somatik atau yang
lebih dikenal dengan sebutan protocorm-like bodies atau plb (Martin & Madassery 2006; Kong et al. 2007; Julkiflee et al. 2014). Plb merupakan struktur
seperti corm, yang memiliki karakter pembelahan sel yang cepat dengan kutub
bipolar yang akan terinduksi menjadi tunas dan akar, sehingga akan berkembang
menjadi planlet dalam jumlah yang banyak dan waktu yang cepat (Gunawan
1992). Penggunaan plb juga dimanfaatkan untuk teknologi benih sintetik dalam
rangka konservasi plasma nutfah atau perdagangan (Siew et al. 2013).
Perbanyakan plb mencakup proses inisiasi, proliferasi dan maturasi
(maturation). Faktor utama yang menentukan keberhasilan rangkaian ketiga
proses tersebut adalah media kultur. Kombinasi antara unsur hara, karbon, dan zat
pengatur tumbuh dalam media akan menentukan tingkat keberhasilan proses
perbanyakan. Media kultur sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pertumbuhan dan perbanyakan plb (Ori et al. 2014).
Proses inisiasi memerlukan media kultur yang sesuai untuk pembentukan
plb. Inisiasi plb memerlukan komponen zat pengatur tumbuh dan karbon yang
lebih banyak dibanding proses proliferasi dan regenerasi (Chung et al. 2005).
Ketidaksesuaian media kultur akan mengakibatkan plb tidak terbentuk. Zat
pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk pembentukan plb adalah NAA
(Akter et al. 2008; Niknejad et al. 2011; Julkiflee et al. 2014), thidiazuron
(Ferreira et al. 2006; Chung et al. 2007), 2,4-D (Hoesen et al. 2008; Shroti &
Upadhyay 2014) dan kinetin (Luo et al. 2009). Zat pengatur tumbuh tersebut
digunakan pada beberapa spesies Dendrobium yang berbeda.
Keberhasilan tahapan inisiasi tergantung pada eksplan yang digunakan.
Eksplan yang umum digunakan untuk menginisiasi plb adalah mata tunas
(Rianawati et al. 2009; Sinha et al. 2009), kecambah anggrek (Tao et al. 2011)
dan ujung jaringan meristem (Roy et al. 2007; Chugh et al. 2009). Ketersediaan
tanaman induk sebagai sumber eksplan menjadi kendala tersendiri. Diperlukan
waktu yang lama untuk mendapatkan tanaman induk sebagai sumber eksplan pada
anggrek hasil silangan. Daun yang diambil dari planlet merupakan sumber
eksplan yang dapat dijadikan sebagai alternatif.
Proliferasi plb memerlukan media yang tepat agar mendapatkan tingkat
multiplikasi yang tinggi. Jenis media dan zat pengatur tumbuh menjadi faktor
yang menentukan. Zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan adalah auksin,
sitokinin ataupun kombinasi keduanya. Auksin yang umumnya digunakan adalah
NAA (Shroti & Upadhyay 2014; Julkiflee et al. 2014; Sinha & Jahan 2012;
Chung et al. 2007; Roy et al. 2007) dan 2,4-D (Shroti & Upadhyay 2014;
Niknedjad et al. 2011). Sitokinin yang digunakan antara lain TDZ (Shroti &
Upadhyay 2014; Luo et al. 2009), BAP (Sinha & Jahan 2012; Long et al. 2010;
Luo et al. 2009; Akter et al. 2008; Roy et al. 2007).
Proses pembesaran plb membutuhkan sumber karbon yang lebih sedikit
dibandingkan proses proliferasi. Rianawati (2003) menjelaskan bahwa sukrosa

3
2% menghasilkan jumlah plb bertunas terbanyak dibandingkan dengan sukrosa 0,
1, 3, dan 4%. De-Faria (2014) menjelaskan bahwa konsentrasi sukrosa (1 sampai
dengan 6%) tidak berpengaruh terhadap jumlah plb bertunas dan panjang akar.
Auksin eksogen yang diberikan pada planlet P. amabilis berpengaruh terhadap
kandungan karbohidrat daun, akar dan tunas yang akan mempengaruhi siklus
hidup planlet (Ori et al. 2014). Proses inisiasi, proliferasi dan pembesaran plb
perlu dipelajari melalui penggunaan zat pengatur tumbuh, sumber karbon dan
ukuran plb yang dipakai sebagai eksplan untuk menghasilkan metode yang tepat
dalam perbanyakan anggrek.
Proses inisiasi, proliferasi dan pembesaran plb perlu dipelajari melalui
penggunaan zat pengatur tumbuh, sumber karbon dan ukuran plb yang dipakai
sebagai eksplan untuk menghasilkan metode yang tepat dalam perbanyakan
anggrek secara cepat.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh media yang tepat pada
proses inisiasi kalus, proliferasi dan pembesaran plb melalui pengaturan media
dasar, jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh serta konsentrasi sukrosa yang
digunakan.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini antara lain :
1. Terdapat media yang tepat untuk inisiasi kalus dan plb Dendrobium klon
22/25;
2. Terdapat konsentrasi NAA dan ukuran eksplan kalus yang tepat pada proliferasi plb Dendrobium klon 22/25;
3. Terdapat jenis dan konsentrasi sitokinin serta sukrosa yang tepat pada pembesaran plb Dendrobium klon 22/25.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan ini dapat bermanfaat terutama dalam hal :
1. Pengembangan perbanyakan plantlet anggrek melalui proses embriogenesis
somatik;
2. Produksi tanaman anggrek secara cepat dan massal dengan menggunakan
teknik embriogenesis yang tepat.
Ruang Lingkup Penelitian
Produksi tanaman anggrek melalui kultur jaringan merupakan serangkaian
kegiatan yang cukup kompleks mulai dari perkecambahan benih anggrek, inisiasi
tunas, regenerasi tunas sampai menjadi planlet, perbanyakan planlet, aklimatisasi,
hingga tanaman anggrek muda yang siap dipasarkan. Inisiasi tunas dapat

4
dilakukan melalui proses organogenesis dan embriogenesis. Inisiasi tunas
anggrek Dendrobium yang dilakukan selama ini melalui proses organogenesis.
Produksi tanaman anggrek melalui proses organogenesis menghasilkan jumlah
planlet yang rendah.
Peningkatan jumlah planlet dapat dilakukan melalui proses embriogenesis
dalam inisiasi tunas. Proses embriogenesis akan menghasilkan suatu bentuk kalus
yang umum disebut dengan Protocorm-like bodies (plb). Perbanyakan plb meliputi proses inisiasi, proliferasi dan pembesaran plb menjadi planlet anggrek
dewasa, dan aklimatisasi. Efisiensi dan efektifitas dari masing-masing kegiatan
dalam produksi tanaman anggrek merupakan hal yang sangat penting terutama
dalam pengembangan teknik perbanyakan plantlet anggrek.
Inisiasi plb dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Inisiasi plb
secara langsung adalah proses pembentukan plb melalui jaringan somatik tanpa
melalui fase kalus. Inisiasi plb secara langsung dapat menggunakan eksplan kecambah dan mata tunas. Pada tanaman anggrek hasil persilangan, ketersediaan tanaman induk sebagai sumber eksplan sangat terbatas. Inisiasi plb secara langsung
menjadi sulit dilakukan karena masalah tersebut. Inisiasi secara tidak langsung
merupakan alternatif cara untuk mendapatkan plb.
Inisiasi plb secara tidak langsung adalah proses pembentukan embrio
melalui jaringan somatik melalui fase kalus. Sumber eksplan yang dapat digunakan pada inisiasi tidak langsung antara lain, daun, kecambah, dan ujung tunas.
Inisiasi plb secara tidak langsung memerlukan dua tahap, inisiasi kalus kemudian
inisiasi plb melalui kalus. Keberhasilan inisiasi kalus dan plb sangat tergantung
pada sumber eksplan.
Media sangat berperan penting pada proses inisiasi kalus dan plb.
Penambahan zat pengatur tumbuh mutlak diperlukan pada proses inisiasi.
Kombinasi sitokinin dan auksin umumnya digunakan untuk inisiasi kalus dan plb.
Formulasi media dan zat pengatur tumbuh yang tidak tepat akan mengakibatkan
kalus menjadi browning atau kecoklatan sehingga plb tidak terinisiasi, plb
menjadi nekrosis, atau bahkan eksplan sama sekali tidak membentuk kalus.
Ketepatan formulasi media menjadi faktor penentu keberhasilan inisiasi plb,
selain eksplan.
Plb yang dihasilkan melalui kalus memiliki jumlah yang terbatas. Proses
proliferasi atau perbanyakan plb adalah tahapan selanjutnya pada perbanyakan
anggrek melalui plb. Proliferasi plb tergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah media kultur. Penelitian untuk meningkatkan efisiensi proliferasi plb
masih perlu dilakukan. Penambahan bahan organik pada media dilakukan untuk
mengurangi biaya produksi dalam rangka peningkatan efisiensi. Ukuran plb menjadi salah satu faktor yang masih perlu diteliti dalam rangka peningkatan efisiensi
perbanyakan plb.
Pembesaran plb menjadi planlet dewasa merupakan tahapan setelah
perbanyakan plb. Beberapa penelitian telah dilakukan pada proses pembesaran
plb menjadi planlet dewasa. Pembesaran plb juga tergantung kepada karbohidrat
sebagai sumber energi, di samping zat pengatur yang sesuai dan posisi sumber
eksplan. Proses pembesaran plb memerlukan karbohidrat yang lebih sedikit dibandingkan pada proses inisiasi dan proliferasi plb. Bahan organik juga ditambahkan untuk meningkatkan efisiensi pembesaran plb.

5
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kemampuan eksplan daun pada
proses inisiasi plb melalui kalus. Jenis sitokinin juga dimasukkan sebagai faktor
perlakuan untuk mengetahui jenis dan konsentrasi sitokinin yang tepat untuk
pembesaran plb. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Persiapan bahan
tanam
Inisiasi kalus (Percobaan 1.a)
Inisiasi plb (Percobaan 1.b)
Proliferasi plb
(Percobaan 2)
Pembesaran plb
(Percobaan 3)

Planlet anggrek Dendobium klon 22/25

Aklimatisasi

Tanaman anggrek Dendrobium
klon 22/25
Gambar 2 Diagram alir penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Teknik Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan vegetatif yang dilakukan
pada kondisi aseptik dengan cara mengisolasi bagian tanaman, seperti organ,
jaringan atau bahkan sel dan protoplas (Gunawan 1992). Teknik kultur jaringan
dimanfaatkan untuk perbanyakan tanaman secara cepat dan dalam jumlah banyak.
Teknik ini dikenal juga dengan teknik in vitro. Teknik kultur jaringan pada
awalnya merupakan pembuktian dari teori totipotensi sel, bahwa bagian tanaman
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu atau

6
tanaman yang lengkap. Pada perkembangannya teknik ini digunakan sebagai alternatif perbanyakan tanaman secara vegetatif (Efendi & Khumaida 2011).
Kultur jaringan memiliki keunggulan dibanding dengan teknik perbanyakan vegetatif secara konvensional. Teknik ini dapat memperbanyak tanaman secara massal dalam waktu yang singkat, tidak tergantung pada musim, dan memerlukan bahan tanam dalam jumlah sedikit (Thorpe 1990). Teknik kultur jaringan
selain dimanfaatkan untuk perbanyakan tanaman secara vegetatif, juga dimanfaatkan pada bidang pemuliaan tanaman dan bioteknologi. Tanaman yang mengalami kesulitan dalam pemuliaan tanaman secara konvensional kemudian memanfaatkan teknik kultur jaringan, seperti fusi protoplas dan kultur haploid untuk
menciptakan keragaman (Wattimena 2011).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan antara lain, teknik
sterilisasi, eksplan sebagai bahan tanam dan media kultur. Eksplan adalah bagian
tanaman yang digunakan sebagai bahan perbanyakan dalam kultur jaringan.
Eksplan yang digunakan akan mempengaruhi pertumbuhan atau kecepatan pertumbuhan tanaman (Efendi & Khumaida 2011). Pada anggrek, eksplan yang berbeda digunakan untuk tujuan yang berbeda. Jaringan meristem digunakan sebagai
eksplan untuk mendapatkan planlet yang bebas virus. Protocorm-like bodies (plb)
digunakan untuk perbanyakan cepat (Chugh et al. 2009). Faktor lain yang juga
mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan adalah media.
Media pada kultur jaringan mempengaruhi arah pertumbuhan tanaman.
Tanaman dalam kultur in vitro ini bersifat autotrof, artinya tanaman tidak mampu
membuat makanannya sendiri. Tanaman kultur sangat bergantung pada media
untuk menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Unsur hara yang terdapat dalam media kultur terdiri atas garam-garam anorganik, vitamin, karbohidrat
dan hormon pertumbuhan. Garam anorganik berupa hara makro dan mikro, serta
vitamin akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman. Karbohidrat merupakan sumber energi untuk pertumbuhan tanaman, sementara hormon pertumbuhan akan berpengaruh terhadap arah dan jenis pertumbuhan
tanaman (Efendi & Khumaida 2011).
Auksin adalah salah satu hormon pertumbuhan yang terdapat dalam
tanaman. Wattimena et al. (1992) mendefinisikan auksin sebagai hormon yang
menginduksi pemanjangan dari jaringan koleoptil tanaman. Fungsi lain dari auksin adalah pembesaran sel dan pertumbuhan akar. Auksin sintetik ditambahkan
pada media kultur untuk membantu fungsi-fungsi tersebut apabila auksin endogen
dalam tanaman tidak mencukupi. Hormon pertumbuhan lain yang memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman adalah sitokinin. Hormon ini memiliki fungsi untuk mendorong pembelahan sel dan perkembangan embrio tanaman.
Gamborg dan Phillips (1995) menyatakan bahwa kombinasi auksin bersama sitokinin akan mempengaruhi arah pertumbuhan dan diferensiasi sel tanaman.
Inisiasi, Proliferasi, dan Regenerasi Embrio Somatik
Embriogenesis merupakan proses pembentukan sel tanaman menjadi
embrio. Berdasarkan asal selnya, proses embriogenesis dibagi menjadi embriogenesis zigotik dan embriogenesis somatik (non-zigotik). Embriogenesis zigotik
adalah perkembangan sel zigot yang berasal dari fertilisasi antara serbuk sari
dengan sel telur, menjadi embrio. Perkembangan embrio pada tahap ini dapat

7
dilihat melalui perbedaan strukturnya, mulai dari struktur globular, jantung,
kotiledon, pro-embrio dan embrio dewasa (Businge 2014). Embriogenesis
somatik adalah perkembangan sel somatik atau sel tubuh menjadi embrio. Sel
somatik berkembang melalui pembelahan sel membentuk embrio yang analog
dengan perkembangan embrio zigotik. Embrio somatik akan melalui tahapan
struktur yang sama dengan embrio zigotik. Embrio somatik dapat diinduksi dari
sel somatik secara langsung dan tidak langsung (Lee et al. 2009).
Pembentukan embrio somatik dapat diinduksi secara langsung maupun
tidak langsung. Embrio somatik yang diinduksi secara langsung dapat diartikan
bahwa sel somatik diinduksi membentuk embrio tanpa melalui tahap pengkalusan.
Embrio somatik yang diinduksi secara tidak langsung memiliki arti bahwa sel
somatik berproliferasi membentuk kalus yang kemudian akan berkembang menjadi embrio (Lee et al. 2009).
Media menjadi faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan
pembentukan embrio, baik itu embrio zigotik maupun embrio somatik. Pemilihan
media yang kurang tepat dapat menyebabkan kegagalan pembentukan embrio,
terutama embrio somatik. Karbohidrat menjadi salah satu unsur penting yang
akan mempengaruhi perkembangan embrio secara umum. Karbohidrat akan digunakan sel pada tahap awal pembentukan embrio sebagai sumber energi (Finer
1990). Pembentukan embrio umumnya akan membutuhkan karbohidrat yang
lebih tinggi dari pembentukan organ lain. Ketidaktepatan zat pengatur tumbuh
dalam media kultur embrio dapat menyebabkan embrio tidak berkembang menjadi
dewasa, atau embrio akan berkembang menjadi abnormal. Pemilihan zat pengatur
tumbuh sebaiknya disesuaikan dengan tujuan induksi embrio, perbanyakan atau
maturasi embrio (Monnier 1990).
Induksi embrio somatik secara langsung dan tidak langsung, membutuh-kan
zat pengatur tumbuh yang berbeda. Pembentukan embrio somatik secara tidak
langsung membutuhkan auksin yang lebih tinggi dibanding dengan pembentukan
embrio somatik secara langsung (Haq & Zafar 2004). Hal ini disebabkan karena
sel-sel yang membentuk embrio somatik secara langsung merupakan embriogenically predetermined cells. Sel ini secara alami memiliki kemampuan atau
kompetensi untuk membentuk sel proembriogenik. Sel proembriogenik kemudian
akan berkembang menjadi embrio somatik yang memiliki struktur yang analog
dengan embrio zigotik.
Pembentukan embriogenesis somatik secara tidak langsung akan berkembang melalui fase kalus. Sel yang terbentuk pada fase kalus tersebut merupakan induced embriogenically determined cells. Artinya, sel-sel tersebut tidak memiliki kompetensi alami membentuk sel proembriogenik. Sel proembriogenik
harus diinduksi dengan bantuan zat pengatur tumbuh eksogen (Dodeman et al.
1997).
Arnold et al. (2002) membagi tahapan pada regenerasi tanaman melalui
embriogenesis somatik menjadi lima tahap, antara lain:
1. Inisiasi kultur embriogenik dengan mengkulturkan eksplan pada media yang
ditambahkan dengan zat pengatur tumbuh jenis auksin. Pada beberapa kasus
tanaman, zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah sitokinin. Pada tahapan
ini, terjadi pembelahan sel yang kemudian menginduksi pertumbuhan kalus
yang tidak teratur dan kalus yang terpolarisasi. Kalus yang terpolarisasi ini
berpotensi membentuk sel embriogenik.

8
2. Proliferasi kultur embriogenik pada media padat atau cair yang ditambahkan
dengan zat pengatur tumbuh yang sama dengan tahap inisiasi kultur
embriogenik. Sel-sel embriogenik yang terbentuk pada tahap inisiasi akan
terus berproliferasi membentuk Pro-embryogenic Mass (PEM). Auksin sangat
dibutuhkan pada tahap proliferasi karena mencegah atau menghambat
perkembangan PEM menjadi embrio somatik. Semakin lama waktu kultur
pada tahapan proliferasi akan mengakibatkan auksin dalam media habis,
sehingga akan memacu regenerasi PEM menjadi embrio somatik.
3. Pra-maturasi embrio somatik pada media tanpa zat pengatur tumbuh yang akan
menghambat proses proliferasi. Media ini akan membantu pembentukan
embrio somatik dan perkembangan awal tunas tanaman. Perubahan PEM
menjadi embrio tidak boleh terjadi sebelum sel mencapai tahapan perkembangan yang sesuai. Perubahan pada media proliferasi yang banyak mengandung auksin menjadi media tanpa auksin akan memacu sel embriogenik bentuk
globular berkembang menjadi sel bentuk jantung. Sel embriogenik bentuk
jantung kemudian berkembang menjadi sel dengan bentuk torpedo yang
kemudian membentuk kotiledon.
4. Maturasi embrio somatik dengan mengkulturkan pada media yang ditambahkan dengan zat pengatur tumbuh ABA dan dengan mengurangi tekanan osmotik potensial media. Embrio somatik mengalami berbagai perubahan secara
morfologi dan biokimia selama tahap pematangan. Organ penyimpanan, kotiledon dan calon akar berkembang. Umumnya tahap pematangan ini distimulasi oleh media dengan potensial osmotik yang rendah, yang diikuti oleh tahap
desikasi pada media.
5. Perkembangan tanaman pada media dengan zat pengatur tumbuh konsentrasi
rendah.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilakukan pada November 2012 sampai dengan Desember 2013.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Fisiologi Jaringan, LIPI,
Cibinong.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah planlet anggrek Dendrobium klon 22/25 hasil
seleksi Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung Jawa Barat, media dasar
Murashige and Skoog (MS), media dasar Vacin and Went (VW), sukrosa,
phytagel, air kelapa, bubur pisang ambon, alkohol, akuades. Alat yang digunakan
adalah Laminar Air Flow Cabinet, autoklaf, oven, kompor masak, erlenmeyer,
labu ukur, gelas ukur, kertas pH dan botol kultur. shaker digunakan untuk media
cair.

9
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan 1a. Inisiasi kalus Dendrobium klon 22/25
Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu
faktor. Faktor yang digunakan adalah jenis media inisiasi (K) yang terdiri atas
empat macam media yaitu, media Murashige dan Skoog (Murashige & Skoog
1962; Lampiran 2) ditambah dengan 10 mg L-1 benzilamino purin (Chugh et al.,
2009), media ½ MS ditambah dengan 4 mg L-1 thidiazuron (Chugh et al., 2009),
media ½ MS ditambah dengan 1 mg L-1 benzilamino purin (Chung et al., 2007),
dan media Vacin dan Went (Vacin & Went 1949; Lampiran 3) ditambah dengan 2
mg L-1 thidiazuron dan 1 mg L-1 2,4-dichlorophenoxy-acetic acid. Masing-masing
perlakuan diulang sebanyak 10 kali dengan setiap ulangan terdiri dari satu botol
kultur yang berisi satu eksplan, sehingga terdapat 40 satuan percobaan. Eksplan
berupa daun yang berasal dari planlet berumur satu bulan dengan ukuran sekitar
satu cm. Kultur diinkubasi selama 8 minggu dalam ruang gelap.
Model rancangan yang digunakan untuk percobaan ini adalah :
i = 1, 2, 3, 4
Yij =  + i +  ij;
j = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
untuk :
Yij
= nilai pengamatan pengaruh jenis media ke-i ulangan ke-j

= rataan umum
i
= nilai tambah pengaruh jenis media ke-i
ij
= galat percobaan
Pengamatan terhadap peubah-peubah dilakukan selama delapan minggu.
Peubah ukuran kalus, warna kalus dan bentuk atau struktur kalus diamati setiap
dua minggu sekali. Peubah persentase eksplan hidup dan persentase eksplan
membentuk kalus diamati pada minggu ke-8. Peubah waktu muncul dan posisi
kalus ditentukan pada minggu pertama eksplan berkalus.
Data hasil percobaan dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji
nilai tengah Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Analisis data dilakukan
menggunakan program Statistical Analysis Software (SAS versi 9.1).
Percobaan 1.b Inisiasi Protocorm-like Bodies Dendrobium klon 22/25
Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu
faktor. Faktor yang dicobakan adalah media asal inisiasi kalus (M) yang terdiri
dari empat macam yaitu, media MS ditambah dengan 10 mg L-1 6-benzil-amino
purin (M1), media ½ MS ditambah dengan 4 mg L-1 thidiazuron (M2), media ½
MS ditambah dengan 1 mg L-1 6-benzil-aminopurin (M3), dan media VW
ditambah dengan 2 mg L-1 thidiazuron dan 1 mg L-1 2,4-dichlorophenoxy-acetic
acid (M4). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali dengan setiap
ulangan terdiri dari satu botol kultur yang berisi satu eksplan, sehingga terdapat 12
satuan percobaan. Eksplan berupa kalus hasil percobaan 1.a dengan ukuran kurang lebih satu cm2. Eksplan dikulturkan pada media VW cair dengan penambahan air kelapa 150 ml L-1 dan sukrosa 20 mg L-1. Kultur diinkubasi selama 8
minggu dan digoyang di atas shaker dengan kecepatan 80 rpm di ruang kultur
dengan suhu kurang lebih 20 0C dan intensitas cahaya kurang lebih 1500 lux
selama 24 jam.

10
Model rancangan yang digunakan untuk percobaan ini adalah :
Yij
=  + i +  ij; i = 1, 2, 3
j = 1, 2, 3,
untuk :
Yij
= nilai pengamatan pengaruh media asal inisiasi ke-i ulangan ke-j

= rataan umum
i
= nilai tambah pengaruh faktor media asal inisiasi ke-i
ij
= galat percobaan
Pengamatan terhadap peubah-peubah dilakukan selama delapan minggu.
Peubah ukuran dan bobot kalus diamati pada awal pengamatan. Peubah ukuran,
jumlah dan bobot plb diamati pada 8 MST. Analisis data menggunakan program
SAS versi 9.1.
Plb yang terbentuk diamati secara histologi untuk melihat perkembangan
yang terjadi selama pembentukan plb (Struckmeyer & Berger 1950). Pengamatan
secara histologi dilakukan pada kalus yang membentuk plb. Jaringan didehidrasi
menggunakan alkohol, pra parafinasi dan parafinasi menggunakan alkohol-xylol
dan xylol-parafin. Pewarnaan menggunakan safranin dan alcian blue.
Percobaan 2. Proliferasi Protocorm-like Bodies Dendrobium klon 22/25
Percobaan ini merupakan percobaan faktorial dua faktor, yang disusun
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor pertama adalah
ukuran eksplan (cluster plb) terdiri atas tiga ukuran eksplan, yaitu cluster plb
berukuran 0.5 cm2 (±5 plb), cluster plb berukuran 1 cm2 (±10 plb), dan cluster plb
berukuran 1.5 cm2 (±20 plb). Faktor kedua adalah konsentrasi zat pengatur
tumbuh NAA (N) yang terdiri atas empat konsentrasi yaitu 0.0 mg L-1 (N1), 0.1
mg L-1 (N2), 0.3 mg L-1 (N3), dan 0.5 mg L-1 (N4). Kombinasi dua faktor tersebut
menghasilkan 12 perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 10 kali
dengan setiap ulangan terdiri dari satu erlenmeyer yang berisi satu eksplan
sehingga terdapat 120 satuan percobaan. Media dasar yang digunakan adalah
media VW yang ditambahkan thiamin 0.1 mg L-1, air kelapa 150 ml L-1, dan
sukrosa 20 g L-1. Media yang digunakan adalah media cair (tidak menggunakan
bahan pemadat), sehingga perlu digoyang di atas shaker dengan kecepatan 80 rpm
selama 24 jam. Kultur diinkubasi di ruang kultur dengan suhu sekitar 24 0C,
intensitas penyinaran 1500 lux dan lama penyinaran 24 jam per hari.
Bahan tanaman atau eksplan yang digunakan adalah cluster Dendrobium
klon 22/25 hasil perbanyakan dengan menggunakan media VW tanpa zat pengatur
tumbuh yang ditambahkan air kelapa 150 ml L-1. Eksplan yang digunakan adalah
cluster plb yang dipisahkan dengan ukuran sesuai perlakuan (Gambar 3).

c
a
b
Gambar 3 Eksplan cluster plb yang digunakan pada percobaan proliferasi plb
anggrek Dendrobium klon 22/25. a) eksplan berukuran 0.5 cm2;
b) eksplan berukuran 1.0 cm2; c) eksplan berukuran 1.5 cm2

11
Model rancangan yang digunakan untuk percobaan ini adalah :
i = 1, 2, 3
Yijk =  + i + j + ()ij +  ijk;
j = 1, 2, 3, 4
k = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
untuk :
Yijk
= nilai pengamatan pengaruh faktor ukuran cluster ke-i, faktor konsentrasi
NAA ke-j, dan ulangan ke-k

= rataan umum
i
= nilai tambah pengaruh faktor ukuran cluster ke-i
j
= nilai tambah pengaruh faktor konsentrasi NAA ke-j
()ij = nilai tambah pengaruh interaksi faktor ukuran cluster ke-i dengan faktor
konsentrasi NAA ke-j
ijk
= galat percobaan
Pengamatan terhadap peubah-peubah dilakukan selama 12 minggu. Peubah
pertambahan luas cluster, jumlah plb dan persentase eksplan bertunas diukur
setiap dua minggu. Peubah bobot basah basah cluster dihitung pada akhir
pengamatan.
Data dari percobaan 2 dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji
nilai tengah DMRT. Analisis data dilakukan menggunakan program SAS versi
9.1.
Percobaan 3. Pembesaran Protocorm-like Bodies Dendrobium klon 22/25
Percobaan ini merupakan percobaan faktorial dua faktor, menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor pertama adalah jenis dan konsentrasi
sitokinin (R) yang terdiri atas tujuh taraf yaitu: tanpa sitokinin (R1), 0.5 mg L-1
(R2), 1.0 mg L-1 (R3), dan 2.0 mg L-1adenin sulfat (R4); serta 0.5 mg L-1 (R5), 1.0
mg L-1 (R6), dan 2.0 mg L-1 kinetin (R7). Faktor kedua adalah konsentrasi
sukrosa (G) yang terdiri atas tiga konsentrasi yaitu 10 g L-1 (G1), 20 g L-1 (G2),
dan 30 g L-1 sukrosa (G3). Kombinasi dari dua faktor tersebut diperoleh 21
perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 10 kali dengan setiap
ulangan terdiri atas tiga eksplan, sehingga terdapat 210 satuan percobaan.
Bahan tanam yang digunakan adalah cluster Dendrobium klon 22/25.
Cluster plb yang digunakan dipisahkan menjadi berukuran kurang lebih satu cm2
(kira-kira ±10 plb). Eksplan kemudian ditanam pada botol kultur yang berisi
media dasar yang sudah ditambahkan dengan jenis dan konsentrasi sitokinin serta
sukrosa sesuai perlakuan. Media dasar yang digunakan pada percobaan 3 adalah
media VW yang ditambahkan thiamin 1 mg L-1, air kelapa 100 mL L-1, bubur
pisang ambon lumut 75 g L-1, dan phytagel 2.4 g L-1 sebagai bahan pemadat.
Semua kultur disimpan di rak pada ruang kultur dengan suhu sekitar 240C,
intensitas penyinaran 1500 lux dan lama penyinaran 24 jam/hari.
Model rancangan yang digunakan untuk percobaan ini adalah :
i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
Yijk =  + i + j + ()ij +  ijk;
j = 1, 2, 3
k = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
untuk :
Yijk
= nilai pengamatan pengaruh faktor jenis dan konsentrasi sitokinin ke-i,
faktor konsentrasi sukrosa ke-j, dan ulangan ke-k

12

i
j
()ij

=
=
=
=

rataan umum
nilai tambah pengaruh faktor jenis dan konsentrasi sitokinin ke-i
nilai tambah pengaruh faktor konsentrasi sukrosa ke-j
nilai tambah pengaruh interaksi faktor jenis dan konsentrasi sitokinin
ke-i dengan faktor konsentrasi sukrosa ke-j
ijk
= galat percobaan
Pengamatan terhadap peubah-peubah dilakukan selama 12 minggu. Peubah
jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar dan tinggi tunas dihitung setiap dua
minggu. Waktu munculnya tunas ditentukan pada minggu pertama eksplan bertunas.
Data dari percobaan 3 dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji
nilai tengah DMRT. Analisis data dilakukan menggunakan program SAS versi
9.1.
Aklimatisasi Planlet Anggrek Dendrobium Klon 22/25
Aklimatisasi dilakukan dengan cara memindahkan planlet ke dalam
polibag ukuran 10 cm x 15 cm yang berisi campuran pakis dan arang sekam
dengan perbandingan 1 : 1. Planlet dalam polybag dipelihara di screenhouse aklimatisasi Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Agronomi dan Hortikultura
Institut Pertanian Bogor.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Inisiasi Kalus Dendrobium Klon 22/25
Persentase eksplan hidup terendah diperoleh pada media inisiasi VW
ditambah 2 mg L-1 thidiazuron dan 2 mg L-1 2,4-D, sebesar 48.33%. Media ini
juga menghasilkan persentase eksplan mati dan eksplan berwarna cokelat
tertinggi. Eksplan mati dapat disebabkan oleh jaringan eksplan yang terlalu muda
atau eksplan yang digunakan terlalu kecil. Persentase eksplan hidup, eksplan mati
dan eksplan berwarna cokelat pada 8 MST tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1

Persentase eksplan hidup, eksplan mati dan eksplan berwarna cokelat
Dendrobium klon 22/25 pada empat perlakuan media inisiasi pada 8
MST
Eksplan Eksplan
Eksplan
Jumlah
Media inisiasi kalus
hidup
mati
berwarna
eksplan
(%)
(%)
cokelat (%)
MS dan 10 mg L-1 BAP (K1)
50
95.0
5.0
0.0
½ MS dan 4 mg L-1 Thidiazuron
50
96.6
3.4
0.0
(K2)
½ MS dan 1 mg L-1 BAP (K3)
50
95.0
5.0
0.0
-1
VW, 2 mg L Thidiazuron dan 2
50
48.3
51.7
6.7
mg L-1 2,4-D (K4)

13
Tabel 1 menunjukkan bahwa media ½ MS yang ditambahkan 4 mg L-1
thidiazuron (K2) menghasilkan persentase eksplan hidup tertinggi yaitu 96.6%,
dari total 50 eksplan yang ditanam. Media MS yang ditambahkan 10 mg L-1 BAP
(K1) dan media ½ MS yang ditambahkan 1 mg L-1 BAP (K3) menghasilkan persentase eksplan hidup yang sama yaitu 95.0%. Media VW yang ditambahkan 2
mg L-1 thidiazuron dan 2 mg L-1 2,4-D menghasilkan persentase eksplan hidup terendah yaitu 48.3% dari total 50 eksplan. Sebanyak 6.7% dari total eksplan yang
ditanam pada media VW yang ditambahkan 2 mg L-1 thidiazuron dan 2 mg L-1
2,4-D menghasilkan eksplan berwarna cokelat yang sampai dengan akhir pengamatan tidak menghasilkan kalus, sehingga dikategorikan sebagai eksplan mati.
Empat media inisiasi yang digunakan pada percobaan ini menghasilkan
persentase eksplan berkalus yang berbeda dengan waktu muncul kalus yang
berbeda pula (Tabel 2). Kalus anggrek Dendrobium klon 22/25 muncul mulai dari
3 MST.
Tabel 2

Persentase eksplan berkalus pada 8 MST dan waktu munculnya kalus
Dendrobium klon 22/25 pengaruh media inisiasi kalus
Eksplan
Waktu
Jumlah
Media inisiasi kalus
berkalus
muncul kalus
eksplan
(%)
(MST)
50
MS dan 10 mg L-1 BAP
41.7
3
-1
50
½ MS dan 4 mg L Thidiazuron
20.0
3
50
½ MS dan 1 mg L-1 BAP
36.7
3
-1
50
VW, 2 mg L Thidiazuron dan
3.0
6
2 mg L-1 2,4-D
Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam

Tabel 2 menunjukkan bahwa media MS yang ditambahkan 10 mg L-1 BAP
menghasilkan persentase eksplan berkalus tertinggi yaitu 41.7%. Kalus pada
media ini mulai terbentuk pada 3 MST. Media ½ MS yang ditambahkan 1 mg L-1
BAP menghasilkan persentase eksplan berkalus sebesar 36.7%, sedangkan media
½ MS yang ditambahkan 4 mg L-1 thidiazuron menghasilkan persentase eksplan
berkalus sebesar 20.0%. Kedua media tersebut menghasilkan kalus mulai pada 3
MST. Media VW yang ditambahkan 2 mg L-1 thidiazuron dan 2 mg L-1 2,4-D
menghasilkan persentase eksplan berkalus terendah di antara keempat media,
yaitu sebesar 3.0% dengan waktu muncul kalus pada 6 MST. Kalus pada media
ini kemudian tidak berkembang, menjadi kalus berwarna cokelat dan akhirnya
mati.
Media MS yang ditambah dengan 10 mg L-1 BAP, menghasilkan persentase eksplan berkalus yang tertinggi di antara semua media inisiasi. Kombinasi
auksin dan sitokinin dengan konsentrasi yang sama umumnya digunakan untuk
menginisiasi kalus (Rianawati et al. 2009). Ketiga media inisiasi tidak ditambahkan auksin sintetik pada percobaan ini tetapi mampu menghasilkan kalus. Hal ini
diduga karena auksin endogen yang terdapat pada eksplan masih cukup tinggi
untuk mengimbangi sitokinin eksogen yang ditambahkan pada media. Hasil yang
serupa diperoleh pada percobaan Roy et al. (2007). Persentase kalus tertinggi
dihasilkan pada media yang ditambahkan BAP 2.25 mg L-1.

14
Persentase eksplan berkalus tertinggi dihasilkan pada media inisiasi dengan
kombinasi auksin dan sitokinin. Penambahan sitokinin saja pada media inisiasi
menghasilkan persentase eksplan berkalus yang lebih rendah, akan tetapi menghasilkan persentase eksplan nekrosis yang lebih rendah dibandingkan dengan kombinasi auksin dan sitokinin (Roy et al. 2007).
Percobaan Rianawati et al. (2009) pada anggrek Phalaenopsis menghasilkan eksplan berkalus yang hanya terjadi pada media yang mengandung konsentrasi auksin dan sitokinin yang seimbang. Media dengan kandungan auksin atau
sitokinin saja tid