Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (Plb) Dua Populasi Hasil Persilangan Anggrek Phalaenopsis pada Beberapa Komposisi Media

i

PERTUMBUHAN PROTOCORM LIKE BODIES (PLB) DUA
POPULASI HASIL PERSILANGAN ANGGREK Phalaenopsis
PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA

NUR ANDINI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

v

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan Protocorm
Like Bodies (Plb) Dua Populasi Hasil Persilangan Anggrek Phalaenopsis pada
Beberapa Komposisi Media adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Nur Andini
NIM A24090098

ix

ABSTRAK
NUR ANDINI. Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (Plb) Dua Populasi Hasil
Persilangan Anggrek Phalaenopsis pada Beberapa Komposisi Media. Dibimbing
oleh DEWI SUKMA dan SANDRA ARIFIN AZIZ.
Perbanyakan tanaman anggrek secara in vitro dibutuhkan untuk
mempersingkat waktu dan menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa komposisi media terhadap
pertumbuhan protocorm like bodies (Plb) dua populasi hasil persilangan anggrek

Phalaenopsis. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor
yaitu dua populasi hibrida anggrek Phalaenopsis dan komposisi media. Populasi
hibrida 1 dihasilkan dari persilangan antara aksesi hibrida Phalaenopsis putih
standar dengan pink standar dan populasi hibrida 2 adalah hasil persilangan aksesi
pink standar dengan putih standar. Benih disemai di media MS 1/2 untuk
menghasilkan Plb, selanjutnya Plb dikulturkan dalam empat komposisi media yaitu
MS 1/2, MS 1/2 + air kelapa 150 ml l-1, pupuk lengkap Hyponex (2 g l-1), dan
Hyponex (2 g l-1) + air kelapa 150 ml l-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertambahan Plb dipengaruhi secara nyata oleh populasi, komposisi media, dan
interaksi antara populasi dengan komposisi media. Populasi 1 menunjukkan
pertumbuhan yang lebih baik (rata-rata 5.4 Plb 16 minggu-1) dibandingkan dengan
populasi 2 (rata-rata 2.2 Plb 16 minggu-1). Media yang terbaik untuk pertumbuhan
Plb menjadi planlet pada kedua populasi adalah Hyponex (2 g l-1) atau Hyponex (2
g l-1) + air kelapa 150 ml l-1.
Kata kunci: air kelapa, hibrida, media MS, pupuk lengkap Hyponex

ABSTRACT
NUR ANDINI. Protocorm Like Bodies (Plb) Growth of Two Hybrid Population of
Phalaenopsis on Different Medium Composition. Supervised by DEWI SUKMA
and SANDRA ARIFIN AZIZ.

In vitro propagation of orchids had shortened the time required to produce
plants in large quantities. The objective of this research was to determine the effect
of medium composition on the growth of protocorm like bodies (Plb) of two
populations of Phalaenopsis hybrid. Research laid out in completely randomized
design with two factors, namely the Phalaenopsis hybrid populations and medium
composition. The first hybrid of population was generated from a crossing between
the white standard and the pink standard of Phalaenopsis hybrid accession and the
second hybrid was the reciprocal of the first crossing. Seeds were germinated on
MS 1/2 to produce Plb, then the Plb subsequently cultured in four media
composition, i.e MS 1/2 , MS 1/2 + coconut water 150 ml l-1, complex fertilizer
Hyponex (2 g l-1), and Hyponex (2 g l-1) + coconut water 150 ml l-1. The results
showed that the increase of Plb was significantly influenced by population, medium
composition, and the interaction between the two factors. Population 1 showed

better growth (average 5.4 Plb per 16 weeks) compared with the population 2
(average 2.2 Plb per 16 weeks). The best medium for the growth of Plb into
plantlets in both populations is Hyponex (2 g l-1) or Hyponex (2 g l-1) + coconut
water 150 ml l-1.
Keywords: coconut water, complex fertilizer Hyponex, hibrida, MS medium


xiii

PERTUMBUHAN PROTOCORM LIKE BODIES (PLB) DUA
POPULASI HASIL PERSILANGAN ANGGREK Phalaenopsis
PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA

NUR ANDINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul Skripsi


Nama
NIM

: Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (Plb) Dua Populasi Hasil
Persilangan Anggrek Phalaenopsis pada Beberapa Komposisi
Media
: Nur Andini
: A24090098

Disetujui oleh

Dr Dewi Sukma, SP, MSi
Pembimbing I

Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

'.

Protocorm Like Bodies (Plb)
Phalaenopsis pada

Komposisi

Nama
NIM

Disetujui oleh

t -.

Pembimbing I


""1-7 SEP 2D13

)

xix

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 sampai bulan April
2013 ini ialah Pertumbuhan Protocorm Like Bodies (Plb) Dua Populasi Hasil
Persilangan Anggrek Phalaenopsis pada Beberapa Komposisi Media.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Maya Melati, MS MSc selaku
pembimbing akademik, Ibu Dr Dewi Sukma, SP MSi dan Ibu Prof Dr Ir Sandra
Arifin Aziz, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan untuk kegiatan penelitian ini dan Bapak Prof Dr Ir Bambang
Sapta Purwoko, MSc selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran dalam
perbaikan skripsi. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada kedua orang tua
yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Nur Andini

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN

ix
ix
1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Botani Anggrek Phalaenopsis

3

Morfologi Anggrek Phalaenopsis

3


Pemuliaan Anggrek

4

Media Kultur Jaringan

5

METODE

6

Tempat dan Waktu

6

Bahan

6


Alat

6

Prosedur Analisis Data

6

Pelaksanaan Penelitian

7

Pengamatan Penelitian

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Keadaan Umum

7

Pertambahan Jumlah Plb

8

Pertambahan Jumlah Daun

11

Pertambahan Jumlah Akar

13

Persentase Plb Tumbuh Menjadi Planlet

16

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

RIWAYAT HIDUP

21

x

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi sidik ragam anggrek Phalaenopsis pada beberapa
komposisi media
2 Rata-rata pertambahan jumlah Plb dua populasi anggrek
Phalaenopsis pada beberapa komposisi media
3 Rata-rata pertambahan jumlah daun dua populasi anggrek
Phalaenopsis pada beberapa komposisi media
4 Rata-rata pertambahan jumlah akar dua populasi anggrek
Phalaenopsis pada beberapa komposisi media
5 Persentase Plb tumbuh menjadi planlet dua populasi anggrek
Phalaenopsis pada empat komposisi media (16 MST)

8
9
11
14
16

DAFTAR GAMBAR
1 Keragaan pertambahan jumlah Plb (7 MST)
2 Keragaan pertambahan jumlah daun (12 MST)
3 Keragaan pertambahan jumlah akar (16 MST)
4 Keragaan tumbuh planlet (7 MST)

10
12
14
16

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman anggrek merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang
memiliki nilai estetika dan ekonomi tinggi. Salah satu jenis anggrek yang banyak
diminati masyarakat adalah jenis Phalaenopsis amabilis atau lebih dikenal dengan
nama anggrek bulan. Anggrek bulan merupakan jenis anggrek yang memiliki ciri
khas kelopak yang menyerupai mahkota bunga yang lebar dan berwarna putih.
Anggrek dapat dijadikan tanaman dalam pot atau tanaman bunga potong.
Sebagai salah satu negara yang memiliki sumber genetik anggrek bervariasi,
Indonesia memiliki kesempatan yang cukup tinggi untuk lebih memberdayakan
sumber daya genetik tersebut. Keberhasilan dalam pemberdayaan sumber genetik
akan menjadi salah satu upaya dalam pengembangan anggrek Indonesia
khususnya anggrek Phalaenopsis. Tipe perkembangan anggrek dibedakan
menjadi dua yaitu monopodial dan simpodial. Monopodial merupakan tipe
pertumbuhan yang tumbuh terus ke atas dan tidak akan berhenti. Tipe ini hanya
memiliki satu titik tumbuh, tanaman akan membentuk tunas samping apabila titik
tumbuh tersebut dihilangkan. Tipe simpodial merupakan pertumbuhan yang dapat
berhenti apabila pseudobulb (batang semu) telah mencapai ukuran maksimal dan
kembali membentuk pseudobulb baru. Phalaenopsis termasuk anggrek dengan
tipe perkembangan monopodial (Iswanto 2005).
Dalam pengembangan tanaman anggrek, hal yang tidak kalah pentingnya
adalah pengadaan bibit. Bibit yang dipakai untuk perbanyakan tanaman anggrek
dapat diperoleh secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan secara vegetatif
dinilai kurang efektif, jumlah anakan yang dihasilkan sangat terbatas. Pada
perbanyakan secara generatif, masalah utama yang dihadapi adalah lamanya
waktu yang diperlukan biji untuk berkecambah. Hal ini karena ukuran biji
anggrek yang sangat kecil dan tidak mempunyai endosperm sebagai cadangan
makanan pada awal perkecambahan biji (Darmono 2003).
Salah satu upaya untuk mendapatkan varietas baru atau kultivar baru anggrek
adalah dengan menyilangkan antar tetua yang mempunyai karakter tertentu. Hasil
dari persilangan ini adalah terjadinya proses pembentukan buah dan biji. Dikenal
dua macam persilangan, yaitu perkawinan sendiri (selfing) dan perkawinan silang
(crossing). Crossing akan menghasilkan turunan yang bersifat heterozigot, dengan
sifat genetisnya merupakan gabungan dari kedua sifat induknya (Darmono 2003).
Masa juvenil tanaman anggrek yang memerlukan waktu lama dapat diperpendek
secara signifikan dengan teknik kultur jaringan. Pemuliaan tanaman pada anggrek
meliputi polinasi, pematangan biji, pengecambahan in vitro, perkembangan
protocorm, pertumbuhan planlet secara in vitro (Rojanawong 2006).
Penggunaan teknik kultur jaringan telah banyak dilakukan untuk
menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat.
Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman yang diperbanyak dengan teknik
kultur jaringan. Teknik yang digunakan untuk mempercepat pembungaan anggrek
adalah induksi pembungaan secara in vitro, yaitu teknik yang diawali dengan

2

penanaman eksplan dari jaringan yang bebas hama dan penyakit serta
membungakan pada media pertumbuhan dalam lingkungan yang aseptik (Hew
dan Yong 1996).
Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman yang umum diperbanyak
dengan teknik kultur jaringan. Perkembangbiakan anggrek sudah banyak
dilakukan pada anggrek spesies atau hibrida contohnya Phalaenopsis, Cattelya,
dan Oncidium (Chen et al. 2001). Media yang umum digunakan dalam kultur
jaringan anggrek diantaranya adalah Murashige and Skoog (MS), media yang juga
digunakan untuk media anggrek adalah Knudson C. Seperti hasil penelitian
Mata-Rosas et al. (2009) ditemukan pengaruh media Knudson C dan media MS
sama baiknya terhadap induksi tunas dan protocorm like bodies (Plb) dari tiga
anggrek Meksiko. Penelitian dengan menggunakan pupuk majemuk sebagai
pengganti hara makro media MS telah dilakukan pada tanaman anggrek. Pupuk
majemuk yang umum digunakan sebagai pengganti hara makro tersebut adalah
pupuk dengan merk dagang Hyponex (25-5-20). Penggunaan Hyponex pada
kultur jaringan digunakan pada taraf konsentrasi 2 – 3 g l-1 media. Penelitian pada
tanaman anggrek oleh Rachmatullah (2009) menunjukkan bahwa konsentrasi
optimum Hyponex untuk multiplikasi adalah 2 g l-1 media.
Penggunaan senyawa organik dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman yang
diperbanyak melalui teknik kultur jaringan. Media lainnya dapat menggunakan air
kelapa sebagai pupuk daun dan senyawa organik kompleks yang dapat membantu
pertumbuhan tanaman anggrek (Hendaryono 2000). Media lainnya untuk kultur
jaringan anggrek adalah Vacin and Went (VW), Niknejad et al. (2011) pada
penelitiannya menggunakan media VW dengan campuran air kelapa untuk media
dasar perkecambahan Plb Phalaenopsis gigantea. Kandungan berbagai zat dalam
air kelapa dapat memacu pembelahan sel tanaman. Modifikasi media kultur
dengan penambahan bahan organik dapat meningkatkan produksi anggrek secara
kualitatif dan kuantitatif (Untari dan Puspitaningtyas 2006).
Keberhasilan penggunaan modifikasi media dengan penambahan bahan
organik pada tanaman sefamili telah dilakukan Yusnida et al. (2006) yang
melaporkan bahwa perlakuan tunggal air kelapa 250 ml l-1 menghasilkan
munculnya Plb, daun dan akar paling cepat pada anggrek bulan (Phalaenopsis
amabilis). Penggunaan air kelapa juga dilakukan pada penelitian Widiastoety et
al. (1997) melaporkan bahwa pemberian air kelapa sebanyak 150 ml l-1 dapat
mendorong pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium. Penggunaan air kelapa
pada komposisi media tumbuh diharapkan dapat membantu pertumbuhan Plb
selain kandungan air kelapa sangat bermanfaat pada tanaman juga mudah didapat
dengan harga yang terjangkau.

Tujuan Penelitian
Mempelajari pengaruh beberapa komposisi media terhadap pertumbuhan
protocorm like bodies (Plb) dua populasi hasil persilangan anggrek Phalaenopsis.

3

Hipotesis
Terdapat komposisi media yang sesuai terhadap pertumbuhan protocorm like
bodies (Plb) dua populasi hasil persilangan anggrek Phalaenopsis.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Anggrek Phalaenopsis
Klasifikasi botani Phalaenopsis dapat didasarkan pada bentuk bunga,
khususnya lidah dan alat reproduksi seperti yang dinyatakan Iswanto (2005)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Orchidales
Famili
: Orchidaceae
Genus
: Phalaenopsis
Tipe pertumbuhan anggrek dibedakan menjadi dua yaitu monopodial dan
simpodial. Monopodial merupakan tipe pertumbuhan yang tumbuh terus ke atas
dan tidak akan berhenti. Tipe ini hanya memiliki satu titik tumbuh batang pada
anggrek akan bercabang apabila titik tumbuh tersebut dihilangkan. Tipe simpodial
merupakan pertumbuhan yang dapat berhenti apabila pseudobulb (batang semu)
telah mencapai ukuran maksimal dan kembali membentuk pseudobulb.
Phalaenopsis termasuk anggrek dengan tipe perkembangan monopodial (Iswanto
2005). Nursandi (1997) menyatakan anggrek Phalaenopsis tumbuh monopodial
dan epifit yaitu menumpang pada batang tanaman dan tidak ada yang hidup di
tanah.
Morfologi Anggrek Phalaenopsis
Salah satu jenis anggrek yang banyak diminati masyarakat adalah jenis
Phalaenopsis. Phalaenopsis berasal dari kata „phalaina‟ (lebah atau kupu-kupu)
dan „opsis‟ (penampakan). Secara keseluruhan berarti anggrek yang menyerupai
lebah atau kupu-kupu. Kurang lebih ada 45 jenis Phalaenopsis yang sudah
teridentifikasi dan sebagian besar tersebar di daerah tropik. Daerah penyebarannya
meliputi India, Cina, Vietnam, Burma, Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina,
Papua Nugini sampai ke Australia bagian utara. Di Indonesia terdapat kurang
lebih 21 spesies. Susunan bunga anggrek bermacam-macam ada yang tunggal,
tandan atau malai. Jumlah bunganya berkisar antara satu hingga 30 kuntum.
Pembungaannya dapat terjadi serentak ataupun bergantian. Kelopak tidak
berdekatan. Adakalanya ukuran kelopak dan mahkota hampir sama. Ada juga
yang mahkotanya sedikit lebih besar dan lebar. Pola warna bunga Phalaenopsis

4

bermacam-macam antara lain polos, berbintik-bintik, bercak atau warna pada
sebagian sepal, bergaris atau lingkaran (Puspitaningtyas dan Mursidawati 1999).
Menurut Herlina (1986) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pembungaan tanaman anggrek yaitu :
1. Fotoperioditas
Beberapa jenis anggrek termasuk dalam golongan tanaman berhari panjang,
tanaman berhari pendek dan tanaman netral sedangkan yang lain dipengaruhi oleh
suhu atau fluktuasi suhu. Tanaman tropis lebih peka terhadap sedikit perbedaan
panjang hari dibandingkan dengan tanaman sub tropis.
2. Intensitas Cahaya
Sebagian besar anggrek tropis merupakan tanaman netral tetapi dipengaruhi
oleh intensitas cahaya.
3. Suhu
Pada umumnya suhu yang tinggi merangsang vegetatif sedangkan suhu
rendah merangsang generatif.
4. Pengendalian Hormonal
Pada anggrek Aranda kultivar Deborah, pembungaan diatur oleh pengaruh
dominansi apikal. Hal ini ditunjang fakta bahwa dengan pemberian sitokinin (BA)
mengakibatkan produksi rangkaian bunga menjadi ganda. Anti auksin dan
penghambat efektif untuk merangsang pembungaan. Hal ini menunjukkan bahwa
auksin menghambat pembungaan pada tanaman anggrek monopodial.
Bentuk bunga anggrek Phalaenopsis ada dua, yaitu bulat (round shape) dan
bintang (star). Bunga anggrek terdiri dari kelopak (sepal), mahkota (petal), dan
lidah (labelum). Sepal yang dimiliki anggrek terdiri atas tiga helai dan tiga helai
petal yang salah satu petal berubah menjadi bibir bunga atau labelum. Selain itu,
terdapat bagian lain yang disebut tugu, yaitu perpanjangan gagang bunga (bakal
buah), dibentuk oleh penyatuan putik dan benang sari (Kencana 2007). Warna
bunga anggrek Phalaenopsis beraneka macam, seperti warna dasar putih, ungu,
merah, kuning, hijau, dan cokelat dengan warna lidah bunga yang berbeda. Selain
itu, bunga anggrek Phalaenopsis juga memiliki motif yang beragam diantaranya
motif titik-titik, garis-garis, blok dan sembur (splash). Susunan bunganya sangat
artistik, tersusun rapi, menjuntai ke bawah, dan berselang-seling (Setiawan 2005).
Kelebihan anggrek Phalaenopsis dibandingkan bunga anggrek yang lainnya, yaitu
relatif cepat berbunga, warna dan bentuknya menarik, serta penampilannya
bervariasi ada yang tersusun rapi disepanjang tangkai bunga, berkelompok di
ujung tangkai bunga atau mekar satu-satu (Nursandi 1997).

Pemuliaan Anggrek
Keragaman genetik tanaman anggrek biasanya dilakukan dengan persilangan.
Jenis anggrek yang akan dijadikan induk silangan perlu dilihat penampilan luar
dari tanaman induknya serta dipelajari penampilan anggrek silangan-silangan
anggrek kadangkala sifat yang tidak diinginkan tidak muncul pada turunan
pertama, tetapi muncul pada turunan berikutnya (Irawati 1996).

5

Perbaikan genetik dilakukan untuk menambah keragaman karakteristik
tanaman anggrek dan untuk memenuhi persyaratan tentang kualitas anggrek
tersebut, baik secara konvensional maupun inkonvensional. Secara konvensional
dilakukan dengan cara persilangan atau mengawinkan bunga dengan cara
meletakkan pollen pada stigma. Hasil dari persilangan adalah terjadinya proses
pembentukan buah dan biji. Secara inkonvensional yaitu seleksi mutan, produksi
tanaman homozigot, hibridisasi somatik, transfer gen, atau perbaikan varietas
(Darmono 2003). Penelitian mengenai kualitas dan karakteristik anggrek dengan
perlakuan pemberian kolkisin oleh Sulistianingsih (2004) menunjukkan adanya
interaksi antara perendaman dan konsentrasi kolkisin yang diberikan pada
diameter batang, ukuran bunga, ketebalan sepal dan labelum dan jumlah
kromosom. Kualitas bunga yang diperlakukan dengan kolkisin lebih baik
dibandingkan kontrol.

Media Kultur Jaringan
Perbanyakan dengan menggunakan media kultur jaringan yang umum dipakai
yaitu komposisi MS (Murashige dan Skoog). Media tersebut terdiri dari hara
makro, hara mikro, vitamin, bahan organik dan energi yang berasal dari gula.
Dengan demikian, penggunaan pupuk lengkap diharapkan dapat mengganti
penggunaan media MS. Modifikasi media lainnya dapat pula dengan
menggunakan bahan-bahan organik sebagai pengganti vitamin dan zat pengatur
pertumbuhan sehingga diharapkan lebih murah, contohnya penggunaan air kelapa
yang dikenal sebagai salah satu sumber sitokinin (Letham 1974).
Air kelapa adalah salah satu bahah alami yang digunakan untuk komposisi
media kultur jaringan, didalamnya terkandung hormon seperti sitokinin 5.8 mg l-1,
auksin 0.07 mg l-1 dan giberelin sedikit sekali serta senyawa lain yang dapat
menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan. Senyawa penting bagi kultur
jaringan yang terdapat dalam air kelapa adalah zat pengatur tumbuh. Kandungan
zat pengatur tumbuh dalam air kelapa bermanfaat untuk menginduksi kalus serta
menginduksi proses morfogenesis. George dan Sherrington (1984) menyatakan
bahwa selain asam amino air kelapa juga mengandung asam organik, asam
nukleotida, purin, gula, vitamin, zat pengatur tumbuh dan mineral. Sukrosa
merupakan kandungan gula tertinggi yang terdapat dalam air kelapa, bila sukrosa
ditambahkan dalam media sudah cukup bagi sumber energi untuk pertumbuhan
dan perkembangan jaringan yang dikulturkan. Penggunaan pupuk majemuk yang
umum digunakan sebagai pengganti hara makro tersebut adalah pupuk dengan
merk dagang Hyponex. Penggunaan Hyponex pada kultur jaringan digunakan
pada taraf konsentrasi 2 – 3 g l-1 media. Pupuk daun Hyponex hijau mengandung
4% nitrat, 4% amonium, 12% nitrogen terlarut, 20% K2O5, dan 20% K2O serta
unsur-unsur lain seperti magnesium, kalsium, mangan, besi, boron, molibdenum,
sulfur, seng, tembaga dan cobalt.

6

METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Nursery Alam Sinar Sari, Dramaga, Nursery
Hegarmanah, Bogor dan Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilakukan dari bulan Desember 2012 sampai April 2013.

Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah hasil persilangan antara aksesi hibrida
anggrek Phalaenopsis dengan kode penyilangan populasi 1 (putih standar x pink
standar) dan populasi 2 (pink standar x putih standar). Komposisi media tumbuh
yang digunakan terdiri atas empat komposisi yaitu Murashige and Skoog dengan
setengah konsentrasi (MS 1/2 ), MS 1/2 + Air Kelapa 15% (150 ml l-1), pupuk
majemuk Hyponex (25-5-20) 2 g l-1, Hyponex (25-5-20) 2 g l-1 + Air Kelapa 15%.

Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan media dan penyemaian benih antara
lain Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), autoclave, gelas ukur, botol kultur
berukuran volume 300 ml, gunting, pinset, skalpel, cawan petri, alat tulis, alat
kultur lainnya dan kamera.

Prosedur Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua
faktor yaitu benih hasil persilangan dua populasi anggrek Phalaenopsis dan
komposisi media tumbuh. Model Rancangan Acak Lengkap Faktorial:

Keterangan :
Yijk
µ
αi
βi
(αβ)ij
εijk

: Respon Perlakuan
: Rataan Umum
: Pengaruh Dua Populasi Anggrek Phalaenopsis
: Pengaruh Perlakuan Kombinasi Media Tumbuh
: Interaksi Populasi dan Kombinasi Media Tumbuh
: Galat Penelitian

7

Perlakuan populasi anggrek terdiri atas populasi 1 dan populasi 2, dan
perlakuan komposisi media terdiri atas media MS ½, MS ½ + air kelapa,
Hyponex, Hyponex + air kelapa. Setiap komposisi media terdiri atas tiga ulangan
dengan jumlah satuan percobaan 24 botol kultur. Setiap satu botol kultur ditanam
5 Plb. Data dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan uji-F pada taraf 5%, pada
hasil uji-F nyata maka uji lanjut yang digunakan terhadap hasil dari rancangan
acak lengkap adalah Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) dengan α 5%.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian diawali dengan penyemaian benih anggrek dalam
media MS 1/2 hingga 16 MST dan terbentuk Plb. Plb yang sudah terbentuk
berwarna hijau muda lalu Plb disubkultur ke empat komposisi media untuk
perlakuan. Pelaksanaan selanjutnya adalah pembuatan komposisi media tumbuh
yaitu media MS ½, media MS ½ + air kelapa 15% (150 ml l-1), media pupuk
majemuk Hyponex (25-5-20), dan media pupuk majemuk Hyponex (25-5-20) +
air kelapa 15% (150 ml l-1). Air kelapa yang digunakan diambil dari buah kelapa
yang masih muda dan telah disaring. Pupuk majemuk Hyponex (25-5-20)
ditimbang kemudian ditambahkan gula pasir dan agar-agar. Derajat kemasaman
media tumbuh diukur menggunakan pH meter, pH yang dikehendaki adalah 5.8.
Bahan media tumbuh kemudian dimasak hingga mendidih dan dituang kedalam
botol kultur yang telah steril sebanyak 20 ml per botol. Botol yang telah terisi
ditutup dengan plastik lalu diikat dan diautoklaf selama 30 menit. Penelitian
dilanjutkan dengan penanaman Plb yang dilakukan didalam Laminar Air Flow
Cabinet (LAFC).

Pengamatan Penelitian
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan Plb dua populasi anggrek
Phalaenopsis pada empat komposisi media yaitu warna pada Plb, jumlah Plb pada
setiap botol kultur, jumlah daun pada setiap Plb yang menjadi planlet, jumlah akar
yang muncul pada setiap Plb yang menjadi planlet di dalam botol kultur, dan
persentase tumbuh planlet.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum
Perbanyakan Phalaenopsis umumnya dilakukan dengan cara perkecambahan
biji secara in vitro (Young et al. 2001), benih anggrek yang disemai akan
membentuk protocorm like bodies (Plb) Plb, kemudian dapat beregenerasi
membentuk planlet atau kemungkinan juga membentuk Plb sekunder.
Pertumbuhan Plb menjadi planlet ataupun pembentukan Plb sekunder dipengaruhi

8

oleh genetik dan komposisi media. Pada penelitian ini perkembangan Plb yang
dikulturkan menunjukkan terjadi multiplikasi pada empat media komposisi yang
diuji. Multiplikasi diawali dengan terbentuknya bulatan disekitar Plb induk
dengan warna putih kekuningan lalu Plb yang terbentuk berwarna hijau hingga
minggu ke-16. Perkembangan selanjutnya adalah terbentuknya daun dan akar
pada Plb saat 4 minggu setelah tanam (MST) untuk populasi 2 dan saat 8 MST
untuk populasi 1 hingga menjadi daun dan akar yang sempurna pada 16 MST
(Tabel 1).
Tabel 1

Rekapitulasi sidik ragam rata-rata pertambahan jumlah Plb, daun,
akar, dan planlet dua populasi anggrek Phalaenopsis pada beberapa
komposisi media

Pertambahan
jumlah
Plb

Daun (helai)

Akar
Planlet (%)

MST

KK (%)

P

M

P*M

4
8
12
16
4
8
12
16
4
8
12
16
16

15.8
18.5
21.1
22.3
0.0
10.2
11.5
14.5
8.0
10.3
27.0
11.5
21.2

tn
*
**
**
**
**
tn
tn
**
**
**
**
tn

tn
tn
tn
tn
**
**
**
*
tn
tn
**
**
tn

tn
tn
tn
tn
**
*
*
tn
tn
*
**
**
tn

a

MST: minggu setelah tanam, KK: koefisien keragaman, P: populasi, M: media, P*M: interaksi populasi dan media,
data menggunakan transformasi (x+1)1/2 , tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5%, *: berbeda nyata pada taraf 5%,
**: sangat berbeda nyata pada taraf 1%.

Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam rata-rata terhadap pertambahan
jumlah Plb, daun, dan akar yang diamati sampai pada minggu ke-16, faktor
populasi memiliki pengaruh sangat nyata pada pertambahan jumlah Plb dimulai
pada 12 MST, akan tetapi populasi hanya memiliki pengaruh sangat nyata pada
pertambahan jumlah daun hingga 8 MST, namun kedua populasi memiliki
pengaruh sangat nyata terhadap pertambahan jumlah akar hingga 16 MST.
Komposisi media yang digunakan tidak berpengaruh nyata pada pertambahan Plb
hingga 16 MST, dalam hal sama ditunjukkan pada interaksi populasi dengan
media. Komposisi media menunjukkan pengaruh sangat nyata pada pertambahan
jumlah daun hingga 12 MST. Pengaruh sangat nyata dari interaksi populasi
dengan media terhadap pertambahan jumlah daun terlihat pada 4 MST. Komposisi
media dan interaksi populasi dengan media memiliki pengaruh sangat nyata pada
8 dan 16 MST terhadap pertambahan jumlah akar.

Pertambahan Jumlah Plb
Pertambahan jumlah Plb dua populasi anggrek Phalaenopsis hibrida yaitu
populasi 1 dan populasi 2 diamati mulai minggu pertama setelah tanam hingga

9

minggu ke-16. Multiplikasi Plb kedua populasi dimulai dari 8 MST, terlihat dari
terbentuknya Plb sekunder. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rata-rata
pertambahan jumlah Plb dua populasi hingga 16 MST tidak berbeda nyata pada
empat komposisi media, sedangkan rata-rata pertambahan jumlah Plb populasi 1
berbeda nyata dengan populasi 2 pada 8 hingga 16 MST (Tabel 2).
Salah satu media yang sering dipakai sebagai media kultur adalah
Murashige-Skoog (MS). Media dasar mineral dari MS dapat digunakan untuk
sejumlah besar spesies tanaman pada perbanyakan secara in vitro (Wetherell
2000). Genotipe diduga sebagai faktor terjadinya multiplikasi Plb. Pertumbuhan
Plb populasi 1 dengan induk bunga putih standar lebih baik dibandingkan
populasi 2 dengan induk bunga pink standar. Penggunaan bahan tanam yang tidak
seragam menyebabkan perlakuan komposisi media tidak berbeda nyata pada dua
populasi. Keragaan jumlah Plb pada populasi 1 dan populasi 2 dalam setiap
komposisi media dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 2 Rata-rata pertambahan jumlah Plb dua populasi anggrek
Phalaenopsis pada beberapa komposisi media
Media
MS 1/2 + AK
MS ½
H
H + AK
Rata-rata
MS ½
MS 1/2 + AK
H
H + AK
Rata-rata
MS ½
MS 1/2 + AK
H
H + AK
Rata-rata
MS ½
MS 1/2+ AK
H
H + AK
Rata-rata
a

Populasi
1
2
Pertambahan jumlah Plb 4 MSTa
1.0
1.0
1.0
1.0
1.2
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
Pertambahan jumlah Plb 8 MSTa
3.6
1.1
2.0
1.0
2.9
1.9
4.0
2.6
3.1a
1.6b
Pertambahan jumlah Plb 12 MSTa
5.6
1.0
3.5
1.0
4.0
2.6
5.3
3.3
4.6a
2.0b
Pertambahan jumlah Plb 16 MSTa
6.4
1.0
3.8
1.0
4.9
3.0
6.4
3.7
5.4a
2.2b

Rata-rata
1.0
1.0
1.1
1.0

2.3
1.5
2.4
3.3

3.3
2.2
3.3
4.3

3.7
2.4
3.9
5.1

Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji α 5% (uji selang berganda Duncan); menggunakan data transformasi (x+1)1/2, MST: minggu setelah tanam,
AK: air kelapa, H: hyponex.

10

Hyponex

Hyponex + air kelapa

MS 1/2

MS 1/2 + air kelapa
(A)

Hyponex

Hyponex + Air Kelapa

MS 1/2

MS 1/2 + Air Kelapa
(B)

Gambar 1 Keragaan jumlah Plb pada 7 MST (A) populasi 1 dan (B)
populasi 2 pada empat komposisi media

11

Kemampuan Plb untuk multiplikasi karena adanya kandungan auksin dan
sitokinin dalam media. Air kelapa mengandung komponen-komponen bahan
kimia yang sangat kompleks antara lain auksin, sitokinin, adenin, guanin dan
asam-asam amino (Hendaryono 2000). Multiplikasi pada Plb juga dibuktikan oleh
penelitian Mata-Rosas (2009) terjadi multiplikasi pada tunas anggrek yang berasal
dari protocorm dengan menggunakan media MS.
Pertambahan Jumlah Daun
Daun mulai tumbuh pada 4 MST untuk populasi 2 dan 6 MST untuk populasi
1. Komposisi empat media tumbuh memiliki pengaruh pada pertumbuhan dan
bertambahnya jumlah daun. Hasil uji statistik menunjukkan rata-rata pertambahan
jumlah daun pada 4 MST sangat berbeda nyata pada empat komposisi media,
sedangkan pada 8 hingga 12 MST berbeda nyata dan tidak berbeda nyata pada 16
MST pada empat komposisi media. Rata-rata jumlah daun pada populasi 1 sangat
berbeda nyata dengan populasi 2 pada 4 hingga 8 MST (Tabel 3).
Tabel 3 Rata-rata pertambahan jumlah daun dua populasi anggrek Phalaenopsis
pada beberapa komposisi media
Media
MS 1/2
MS 1/2 + AK
H
H + AK
Rata-rata
MS 1/2
MS 1/2 + AK
H
H + AK
Rata-rata
MS 1/2
MS 1/2 + AK
H
H + AK
Rata-rata
MS 1/2
MS 1/2 + AK
H
H + AK
Rata-rata

Populasi
1
2
Pertambahan jumlah daun (helai) 4 MSTa
0.0
1.0
0.0
1.0
0.0
1.0
0.0
1.0
0.0b
1.0a
Pertambahan jumlah daun (helai) 8 MSTa
0.6
1.3
0.0
1.8
1.8
0.4
0.7b

2.0
1.6
1.7a

Pertambahan jumlah daun (helai) 12 MSTa
1.6
1.9
1.0
2.6
3.2
2.8
5.3
2.8
2.9
2.5
Pertambahan jumlah daun (helai) 16 MSTa
2.0
2.8
1.0
3.2
3.6
4.8
3.6
4.0
2.6
3.6

Rata-rata

0.5
0.5
0.5
0.5

1.0b
0.9b
1.9a
1.0b

1.8b
1.9b
3.0a
4.0a

2.4a
2.3a
4.0a
3.8ab

a
Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5%
(uji selang berganda Duncan); menggunakan data transformasi (x+1)1/2, MST: minggu setelah tanam, AK: air kelapa, H: hyponex.

12

Pertambahan jumlah daun pada media Hyponex memiliki pengaruh sangat
nyata karena pupuk Hyponex yang digunakan mengandung 20% N. Keragaan
jumlah daun pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.

Hyponex

Hyponex + Air Kelapa

MS 1/2

MS 1/2 + Air Kelapa
(A)

MS 1/2

MS 1/2 + Air Kelapa

Hyponex

Hyponex + Air Kelapa
(B)

Gambar 2 Keragaan jumlah daun pada planlet pada12 MST (A) populasi 1

dan (B) populasi 2 pada empat komposisi media

13

Penggunaan media Hyponex + air kelapa 150 ml l-1 menghasilkan rata-rata
jumlah daun lebih banyak pada 12 MST. Pertumbuhan dan multiplikasi Plb
menggunakan air kelapa yang baik diduga petumbuhan Plb karena anggrek lebih
sesuai dengan sitokinin alami, karena komposisi air kelapa lebih kompleks
dibandingkan dengan sitokinin sintetik seperti BA dan kinetin. Air kelapa
disamping mengandung zeatin juga terdapat diphenyl urea, gula dan beberapa
senyawa organik lainnya (Mederos-Molina 2004). Interaksi populasi dengan
media mempengaruhi pertumbuhan dan pertambahan jumlah daun, hal ini
disebabkan oleh kandungan auksin dan sitokinin dalam air kelapa yang dapat
merangsang pembelahan dan pembesaran pada pucuk tanaman, sedangkan
sitokinin berperan dalam pertumbuhan daun (Wetherell 2000). Sitokinin
mempengaruhi berbagai proses fisiologis didalam tanaman. Aktivitasnya yang
utama adalah mendorong pembelahan sel-sel meristem dan efek-efek ini akan
bergantung dari hadirnya fitohormon lain, terutama auksin (Wattimena 1988).
Penggunaan auksin dan sitokinin pada media kultur jaringan juga digunakan oleh
Rosdiana (2010) yang menunjukkan bahwa perlakuan 5 mg l-1 thidiazuron
menghasilkan jumlah daun pada planlet anggrek Phalaenopsis amboinensis
terbanyak yaitu 3.33 helai.
Gunawan (2005) menyatakan bahwa pupuk majemuk yang dibutuhkan oleh
anggrek mengandung 10% N, 4% P, 6% K, 15% S, dan 7% Ca. Pertumbuhan
anggrek muda lebih baik diberikan pupuk N lebih tinggi misalnya pupuk daun
dengan komposisi unsur hara 30-10-10. Setelah tanaman berbunga pupuk yang
diberikan adalah pupuk yang mengandung N, P, dan K seimbang misalnya pupuk
daun dengan komposisi unsur hara 20-20-20.

Pertambahan Jumlah Akar
Pertambahan jumlah akar pada dua populasi anggrek Phalaenopsis hingga
minggu ke-16 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah akar sangat berbeda nyata
pada empat komposisi media. Pertumbuhan akar pada kedua populasi dimulai
pada 4 MST untuk populasi 2 dan pada 7 MST untuk populasi 1, hal ini
menunjukkan bahwa Plb sudah menjadi planlet. Hal serupa juga terdapat pada
penelitian Prihatmanti dan Mattjik (2004) memperlihatkan inisiasi akar setelah
terbentuknya tunas yang muncul pada tiga kultur tanaman Anthurium
menggunakan air kelapa dengan konsentrasi 10 dan 20% pada 4 MST. Pada
Phalaenopsis akar membutuhkan penggunaan Ca dan N yang lebih banyak
(Arditti 1992).
Jumlah akar terbanyak terdapat pada Plb yang menggunakan media Hyponex
dan Hyponex ditambah dengan air kelapa yaitu 3.4 pada 16 MST. Interaksi
populasi dengan media sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan pertambahan
akar. Hal ini disebabkan oleh kandungan auksin yang dihasilkan tanaman anggrek
dibutuhkan oleh tunas, daun yang baru tumbuh, akar (Arditti 1992) sehingga
komposisi media yang mengandung Hyponex + air kelapa dapat membantu
pertumbuhan akar (Tabel 4). Komposisi media Hyponex + air kelapa juga
memiliki rata-rata pertambahan jumlah akar yang meningkat hingga minggu
ke-16. Keragaan jumlah akar untuk populasi 1 dan populasi 2 dalam setiap
komposisi media dapat dilihat pada Gambar 3.

14

Tabel 4 Rata-rata pertambahan jumlah akar dua populasi anggrek
Phalaenopsis pada beberapa komposisi media
Media
MS 1/2
MS 1/2 + AK
H
H + AK
Rata-rata
MS 1/2
MS 1/2 + AK
H
H + AK
Rata-rata
MS 1/2
MS 1/2 + AK
H
H + AK
Rata-rata
MS 1/2
MS 1/2 + AK
H
H + AK
Rata-rata

Populasi
1
2
Pertambahan jumlah akar 4 MSTa
0.0
1.0
0.0
1.0
0.0
1.0
0.0
1.0
0.0a
1.0b
Pertambahan jumlah akar 8 MSTa
0.0
1.2
0.0
1.4
0.8
1.2
0.0
1.0
0.2b
1.2a
Pertambahan jumlah akar 12 MSTa
1.0
1.9
0.0
2.1
2.2
2.2
1.9
1.6
1.3b
2.0a
Pertambahan jumlah akar 16 MSTa
1.9
2.6
0.0
3.3
3.4
3.4
3.4
3.0
2.2b
3.1a

Rata-rata
0.5
0.5
0.5
0.5

0.6ab
0.7ab
1.0a
0.5a

1.4bc
1.0c
2.2a
1.8ab

2.3b
1.6c
3.4a
3.2ab

Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5%
(uji selang berganda Duncan); menggunakan data transformasi (x+1)1/2, MST: minggu setelah tanam, AK: air kelapa,
H: hyponex.

a

Hyponex

Hyponex + Air Kelapa
(A)

Gambar 3 Keragaan jumlah akar pada planlet pada 16 MST (A) populasi
1 dan (B) populasi 2 pada empat komposisi media

15

MS 1/2

MS 1/2 + Air Kelapa
(A)

MS 1/2

MS 1/2 + Air Kelapa

Hyponex

Hyponex + Air Kelapa
(B)

Gambar 3 Keragaan jumlah akar pada planlet pada 16 MST (A) populasi
1 dan (B) populasi 2 pada empat komposisi media
Pertambahan jumlah akar juga ditunjukkan dalam penelitian Sari et al. (2011)
bahwa penambahan air kelapa pada media mampu menginduksi munculnya akar
pada tanaman Paphiopedilum supardii. Rata-rata pertambahan jumlah akar
terbanyak terdapat pada perlakuan 300 ml l-1 air kelapa. Pada perlakuan 300 ml l-1
air kelapa menghasilkan rata-rata pertambahan panjang akar 3.5 mm
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan perlakuan 150 ml l-1 air kelapa
yaitu 3.4 mm. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut merupakan
konsentrasi air kelapa terbaik untuk membantu proses pemanjangan akar pada
tanaman Paphiopedilum supardii.

16

Persentase Plb Tumbuh Menjadi Planlet

Persentase tumbuh Plb populasi hibrida anggrek Phalaenopsis hingga
menjadi planlet di minggu ke-16 di kedua populasi pada media MS 1/2, Hyponex
dan Hyponex + air kelapa 150 ml l-1 sebesar 100%. Penggunaan media MS 1/2 +
air kelapa 150 ml l-1 pada populasi 1 di minggu ke-16 menghasilkan nilai
persentase tumbuh Plb menjadi planlet sebesar 66.6%. Media MS 1/2 + air kelapa
150 ml l-1 pada populasi 1 mempunyai persentase tumbuh Plb menjadi planlet
yang terendah. Pertumbuhan Plb menjadi planlet pada populasi 2 lebih baik
dibandingkan dengan populasi 1 pada empat perlakuan media (Tabel 5). Keragaan
persentase tumbuh planlet untuk populasi 1 dan populasi 2 dalam setiap
komposisi media dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 5 Persentase Plb tumbuh menjadi planlet dua populasi anggrek
Phalaenopsis pada empat komposisi media (16 MST)
Media
MS 1/2
MS 1/2 + AK
H
H + AK
Rata-rata

Populasi
1
2
Persentase Plb menjadi planlet (%) 16 MSTa
100.0
100.0
66.6
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
91.6
100.0

Rata-rata
100.0
83.3
100.0
100.0

Angka-angka pada kolom atau baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5%
(uji selang berganda Duncan).

a

Hyponex

Hyponex + Air Kelapa

(A)
Gambar 4 Keragaan pertumbuhan planlet pada 16 MST (A) populasi 1 dan
(B) populasi 2 pada empat komposisi media

17

MS 1/2 + Air Kelapa

MS 1/2
(A)

MS 1/2 + Air Kelapa

MS 1/2

Hyponex

Hyponex + Air Kelapa
(B)

Gambar 4 Keragaan pertumbuhan planlet pada 16 MST (A) populasi 1 dan
(B) populasi 2 pada empat komposisi media
Penggunaan media MS 1/2 + air kelapa pada populasi 2 menimbulkan
pencoklatan pada media karena adanya senyawa fenolik, namun planlet pada
populasi 2 memiliki warna daun hijau pekat dan akar yang lebih besar
dibandingkan dengan media lainnya. Hal serupa juga terjadi pada penelitian
Afriani (2006) menggunakan bahan tanam tunas anggrek Dendrobium, pada
media MS yang ditambah dengan air kelapa 100 sampai 200 ml l-1 menunjukkan
pertumbuhan tunas anggrek Dendrobium yang berupa bulatan-bulatan putih.
Beberapa Plb yang ditanam pada media tersebut bahkan ada yang mengalami
pencoklatan sehingga pertumbuhan terhambat. Pencoklatan dapat terjadi karena
adanya senyawa fenolik asam absisik dan gas O2 yang menyebabkan terjadinya
proses oksidasi pada eksplan.

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan pertambahan
Plb dipengaruhi secara nyata oleh populasi, komposisi media, dan interaksi antara
populasi dengan komposisi media. Populasi 1 menunjukkan pertumbuhan yang
lebih baik (rata-rata 5.4 Plb 16 minggu-1) dibandingkan dengan populasi 2
(rata-rata 2.2 Plb 16 minggu-1). Media yang terbaik untuk pertumbuhan Plb
menjadi planlet pada kedua populasi adalah Hyponex (2 g l-1) atau Hyponex (2 g
l-1) + air kelapa 150 ml l-1. Media MS 1/2 + air kelapa pada populasi 2
menunjukkan keragaan perubahan warna yang terlihat pada minggu ke-16, warna
daun menjadi hijau pekat, warna pada akar hijau tua dan memiliki akar yang tebal
dan semakin panjang.
Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan media bahan organik air
kelapa pada taraf konsentrasi yang lebih tinggi dan dilakukan karakter
pengamatan ukuran Plb, panjang daun, panjang akar, dan warna daun.

DAFTAR PUSTAKA
Afriani AT. 2006. Penggunaan gandasil, air kelapa dan ekstrak pisang pada
perbanyakan tunas dan perbesaran planlet anggrek Dendrobium (Dendrobium
anayao) secara In Vitro [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian. IPB.
Arditti J. 1992. Fundamental of Orchid Biology. Department of Developmental
and Cell Biology. California (US): University of California.
Chen JT, Chang WC. 2001. Effects of auxins and cytokinins on direct somatic
embryogenesis on leaf explants of Oncidium ‘Gower Ramsey’. Plant Growth
Regulat. 34:229-232.
Darmono DW. 2003. Menghasilkan Anggrek Silangan. Jakarta (ID): Penerbit
Swadaya. 78 hlm.
Gunawan LW. 2005. Budidaya Anggrek. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
George EF, Sherrington PD. 1984. Handbook of Plant Propagation by Tissue
Culture. England (GB): Eastern Press Ltd.
Hendaryono DPS. 2000. Pembibitan Anggrek Dalam Botol. Yogyakarta (ID):
Penerbit Kanisius. 70 hlm.
Herlina D. 1986. Pengaruh lokasi tumbuh pada pertumbuhan dan pembungaan
anggrek Cymbidium ensifolium [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hew CS, Yong JWH. 1996. Physiologi of Tropical Orchids in Relation To the
Industry. Singapore (SG): World Scientific Pub Co. 331 p.

19

Irawati. 1996. Potensi Anggrek Indonesia dan Pengembangan Kultur Unggul.
Makalah Seminar Anggrek. Jakarta (ID): [penerbit tidak diketahui].
Iswanto H. 2005. Merawat dan Membungakan Anggrek Phalaenopsis. Jakarta
(ID): Agromedia Pustaka. 66 hlm.
Kencana IP. 2007. Cara Cepat Membungakan Anggrek. Jakarta (ID): Gramedia.
64 hlm.
Letham DS. 1974. Regulators of cell division plant tissue XX The Cytokinins
of coconut milk. [tempat tidak diketahui] Physiol Plant. 32:66-70.
Mata-Rosas M, Salazar-Rojas VM. 2009. Propagation and Establisment of Three
Endangered Mexican Orchids from Protocorms. Mexico (MX): HortSci.
44(5):1395-1399.
Mederos-Molina S. 2004. In vitro callus induction and plants from stem and
petiole explants of salvia canariensis L. Plant Tissue Cult. 14(2):167-172.
Niknejad A, Kadir MA, Kadzimin SB. 2011. Full Length Research Paper In vitro
plant regeneration from protocorms-like bodies (PLBs) and callus of
Phalaenopsis gigantea (Epidendroideae: Orchidaceae). Afr. J. Biotech.
10(56):11808-11816.
Nursandi F. 1997. Karakter keturunan hasil persilangan anggrek Phalaenopsis
berdasarkan morfologi dan pola pita isozim [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Prihatmanti D, Mattjik NA. 2004. Penggunaan zat pengatur tumbuh NAA dan
BAP serta air kelapa untuk menginduksi organogenesis tanaman anthurium
(Anthurium andreanum). J. Agron. Indonesia. 32(1):20-25.
Puspitaningtyas DM, Mursidawati. 1999. Koleksi Anggrek Kebun Raya Bogor.
Bogor (ID): UPT Balai Pengembangan Kebun Raya, LIPI.
Rachmatullah. 2009. Pembesaran plantlet anggrek Dendrobium “Kanayao”
secara in vitro dan perlakuan media aklimatisasi [skripsi]. Bogor(ID):
Fakultas Pertanian. IPB.
Rojanawong T. 2006. In vitro flower bud induction of Phalaenopsis Cygnus
‘Silky Moon’from seed-derived plantlets. Thailand (TH): Department of
Biology, Faculty of Science, Silpakorn University.
Rosdiana. 2010. Pertumbuhan anggrek bulan (Phalaenopsis amboinensis)
endemik sulawesi pada beberapa jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh
secara in vitro. J. Agrisistem. 6(2):88-96.
Sari YP, Manurung H, Aspiah. 2011. Pengaruh pemberian air kelapa
terhadap pertumbuhan anggrek kantong semar (Paphiopedilum supardii
Braem & Loeb) pada media knudson secara in vitro. Samarinda (ID):
Mulawarman Scientifie. 10(2):219-231.
Setiawan H. 2005. Usaha Pembesaran Anggrek. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
88 hlm.
Sulistianingsih R. 2004. Peningkatan kualitas anggrek dendrobium hibrida
dengan pemberian kolkisin. Bogor (ID): JIPI. 11:13-21.
Untari R, Puspitaningtyas DM. 2006. Pengaruh bahan organik dan NAA terhadap
pertumbuhan anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) dalam kultur In
Vitro. Biodiversitas. 7(3): 344-348.
Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor (ID): Pusat Antar
Universitas IPB.

20

Wetherell DF. 2000. Pengantar propagasi tanaman secara in vitro.
Koensoemardiyah S, penerjemah. Semarang (ID): IKIP Semarang Press.
Terjemahan dari: Introduction to In Vitro Propagation.
Widiastoety D, Kusumo S, Syafni. 1997. Pengaruh tingkat ketuaan air kelapa dan
jenis kelapa terhadap pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium. Jurnal
Hortikultura. 7(3):768–772.
Yusnida B, Syafii W, Sutrisna. 2006. Pengaruh pemberian giberelin (GA3) dan air
kelapa terhadap perkecambahan bahan biji anggrek bulan (Phalaenopsis
Amabilis Bl) secara in vitro. J. Biogenesis. 2(2):41-46.
Young PS, Murthy HN, and Yeuep PK. 2001. Mass multiplication of
protocorm-like bodies using bioreactor system and subsequent plant
regeneration in Phalaenopsis. Plant Cell Tissue Organ Cult. 63:67-72.

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 September 1990 dari ayah
Achdiyat dan ibu Sri Hartini Prantaria. Penulis adalah putri ketiga dari empat
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian.