Sustainable management of fisheries resources in the Karimunjawa National Park
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
BERKELANJUTAN
DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
MUSSADUN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Mussadun NIM C262070061
(4)
(5)
ABSTRACT
MUSSADUN. Sustainable Management of Fisheries Resources in the Karimunjawa
National Park. Under Supervision of ACHMAD FAHRUDIN, TRIDOYO
KUSUMASTANTO, and MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL.
Fisheries resources is one of the important coastal resource which is essential for sustainable management of the Karimunjawa National Park (KNP), Jepara regency. In order to achieve optimal uses and sustainable benefits, it is needed to protect the resources from various threats without inflicting losses to the welfare of the fishermen. Management of fisheries resources in the KNP has not been able to deliver optimal results as desired. The problems that allegedly emerged in the management of fisheries resources in the KNP include: (1) in fishing activities, fishermen have less attention to ecosystem sustainability of fisheries resources, (2) zoning system regulation in the KNP is improperly enforced, so the fishermen do not comply with the regulation; and (3) awareness of fishermen in management of fisheries resources in the KNP is still lacking. The objectives of the study are (1) to analyze of an optimal fisheries resource use; (2) to study spatial suitability based on ecosystem approach; and (3) to analyze of fishermen perception for fisheries management in KNP. The calculation result bioeconomic analysis shows that the optimal effort (E*) handline gear standart in the Karimunjawa District 2,883 trip and the maximum sustainable of catch production (h*) 205,935 kg and economic
benefits (π*) optimal Rp 3.3464 billion. Spatial analysis with based ecosystem to determine the territorial waters suitability for marine protected areas (MPAs) in the sustainable management of fisheries resources in the KNP. The ecosystems has significant role in management of fisheries resources which are mangrove, seagrass and coral reefs ecosystems. Total areas mangrove, seagrass and coral reefs ecosystems in KNP are 17,185 ha, consist of 498 ha of mangrove ecosystems areas, 319 ha of seagrass ecosystems areas and 16,368 ha of coral reef ecosystems areas. The extent of nucleus zone 2,111.07 ha (1.89%), protection zone 26,836.12 ha (24.04%), buffer zone 12,051.73 ha (10.8%), rehabilitation zone 233.9 ha (0.21%), and utilization zone 70,395.18 ha (63.06%). While the results of modeling analysis of SEM, it was found that the perceptions of fishermen in sustainable management of fishery resources in the KNP expect: (1) law enforcement, (2) monitoring/controlling efforts, and (3) participation of fishing communities. Meanwhile, policies expected were (1) the balance of welfare and sustainability, (2) decentralization involving society control, (3) an integrated approach, (4)
equitable catching results, and (5) market mechanism regulation. However, people’s
understanding on the technical implementation for sustaining the fisheries resources is still lacking. It is needed to give insight understanding to the fishermen about the importance of protecting and preserving the ecosystem of fisheries resources. Fisheries resources in the KNP are common property that must be preserved together through a good institutional system with good management capability set by mutual agreement among the stakeholders.
(6)
(7)
RINGKASAN
MUSSADUN. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional
Karimunjawa. Dibimbing oleh: ACHMAD FAHRUDIN, TRIDOYO KUSUMASTANTO, dan
MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL.
Pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar bagi semua pihak dan memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Pengelolaan sumberdaya perikanan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) harus mampu mengakomodir konsep keberlanjutan yang dirinci menjadi tiga aspek, yaitu (1) keberlanjutan ekonomi (2) keberlanjutan lingkungan dan (3) keberlanjutan sosial budaya yang mampu mengatur kesetaraan dan kesejahteraan. Penelitian pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK berusaha ini bertujuan untuk mengkaji pengelolaan sumberdaya perikanan dari tiga aspek pendekatan: (1) aspek ekologi dan ekonomi dengan pendekatan bioekonomi; (2) aspek keruangan dengan pendekatan sistem zonasi berbasis ekosistem; dan (3) aspek sosial dengan pendekatan persepsi nelayan.
Hasil perhitungan analisis bioekonomi menunjukkan bahwa alat tangkap pancing, bubu dan jaring dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK dengan pendekatan perhitungan bioekonomi, menghasilkan upaya optimal lestari sebesar 2.883 trip, manfaat ekonomi optimal lestari sebesar Rp 3,3464 milyar dan produksi maksimal lestari sebesar 205.935 kg. Dalam rangka menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya perikanan di
TNK, luasan fishing ground alat tangkap pancing, bubu dan jaring 16.972,65 ha dikurangi
40% (6.789,06 ha) untuk kawasan konservasi laut (zona inti dan zona perlindungan). Pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan memakai alat tangkap pancing, bubu dan jaring akan menghasilkan upaya optimal lestari sebesar 2.817 trip, manfaat ekonomi optimal lestari Rp 2,984 milyar dan produksi optimal lestari sebesar 205.296 kg. Alat tangkap pancing lebih mempunyai manfaat ekonomi dan ramah lingkungan dibandingkan dengan alat tangkap jaring dan bubu.
Analisis keruangan berbasis ekosistem untuk menentukan kesesuaian perairan sebagai kawasan konservasi laut (KKL) dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK. Ekosistem yang sangat berperan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK adalah ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Hasil analisis keruangan kesesuaian perairan TNK untuk KKL berdasarkan luasan ekosistem mangrove 498 ha, luasan ekosistem lamun 319 ha dan luasan ekosistem terumbu karang 16.368 ha adalah seluas 17.185 ha. Kesesuaian kawasan konservasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK berbasis pendekatan ekosistem menghasilkan kebutuhan
alokasi manajemen sistem zonasi secara geografis. Luasan ekosistem sumberdaya
perikanan yang seharusnya dikelola BTNK dengan lebih konsentrasi dan fokus adalah Zona inti seluas 2.111,07 ha (1,89%), Zona Perlindungan seluas 26.833,12 ha (24,04%), Zona Penyangga seluas 12.051,73 ha (10,8%), Zona Rehabilitasi seluas 233,90 ha (0,21%) dan Zona Pemanfaatan seluas 70.395,18 ha (63,06%).
Hasil analisis bioekonomi menunjukkan, bahwa jumlah upaya optimal lestari secara biologi sebesar 3.000 trip, sedangkan jumlah upaya
optimal secara ekonomi sebesar 2.883 trip. Hal ini menunjukkan, bahwa telah terjadi
over-fishing di perairan TNK, yaitu berkisar antara 3.681 trip sampai dengan 12.167 trip.
Hasil analisis persepsi nelayan, didapatkan bahwa persepsi nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK mengharapkan skala prioritas utama adalah penegakan hukum, yang diiringi dengan upaya pengawasan dan partisipasi
(8)
masyarakat, serta didukung dengan kebijakan yang memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan, desentralisasi dengan kontrol masyarakat, pendekatan terintegrasi, pemerataan hasil pemanfaatan sumberdaya dan pengembangan mekanisme pasar yang berpihak pada masyarakat. Persepsi nelayan menghendaki, dalam penegakan hukum yang menjadi prioritas utama adalah ketaatan terhadap peraturan, aparat dan kelembagaan hukum dan kemudian penegakan sanksi terhadap pelanggaran hukum. Upaya Pengawasan memprioritaskan pengendalian perusakan lingkungan, kemudian peningkatan kualitas kontrol. Sedangkan dalam partisipasi masyarakat perlu diprioritaskan (1) koordinasi dan kerjasama yang efektif, (2) desiminasi dan informasi, (3) keterlibatan dalam perencanaan, implementasi dan pengawasan, (4) peningkatan kualitas SDM, (5) pengembangan alternatif usaha yang tidak merusak lingkungan, dan (6) dukungan terhadap upaya penegakan hukum. Persepsi nelayan kurang mendukung pengelolaan taman nasional dan pelaksanaan teknis. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan kesadaran nelayan terhadap pentingnya taman nasional dan perlu adanya kesepakatan antara nelayan dengan pengelola taman nasional (Balai Taman Nasional Karimunjawa) untuk mengelola taman nasional secara berkelanjutan, tanpa mengurangi kesejahteraan nelayan.
Pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK sangat membutuhkan sistem kelembagaan yang baik dalam membangun kesiapan kapasitas masyarakat nelayan untuk menerima Kepulauan Karimunjawa sebagai taman nasional dengan segala konsekuensinya, agar tetap berkelanjutan. Sistem kelembagaan di TNK akan berjalan dengan baik dan berkelanjutan, jika didukung oleh kepastian hukum, norma yang berlaku ditengah masyarakat dan kepercayaan masyarakat. Membangun rasa kepercayaan sebagai modal sosial terhadap masyarakat nelayan merupakan tantangan bagi penentu kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan.
(9)
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
(10)
(11)
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
BERKELANJUTAN
DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
MUSSADUN
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(12)
PENGUJI LUAR KOMISI
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.
2. Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc.
Penguji pada ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Dra. Indah Susilowati, M.Sc.
(13)
Judul Disertasi : Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman
Nasional Karimunjawa
Nama : Mussadun
NIM : C262070061
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL)
Disetujui Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si
Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S.
Anggota Dr. Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, M.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
(14)
(15)
PRAKATA
Segala pujian hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas segala limpahan
rahmat dan karuniaNYA. Hingga pada saat ini, telah tersusun disertasi dengan judul
“Pengelalolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa” yang telah mengalami proses penyempurnaan.
Pada kesempatan yang sangat berharga ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku Ketua Komisi; Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S selaku Anggota Komisi; dan Dr. Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, M.Sc selaku Anggota Komisi atas perhatian, bimbingan, saran, kemurahan, kesabaran dan sumbangan pemikirannya dalam proses penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc selaku Penguji Luar Komisi pada ujian tertutup. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Dra. Indah Susilowati, M.Sc dan Dr. Ir. Samedi selaku Penguji Luar Komisi pada ujian terbuka. Penulis juga mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada almarhum Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA yang telah
membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelitian sampai dengan tersusunnya proposal penelitian, dengan iringan doa mudah-mudahan amalan kebaikan beliau diterima oleh Allah SWT dan diampuni kesalahannya.
Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan beserta staf dan Ir. Mardwi Rahdriawan, MT selaku YMT Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota beserta staf yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril.
Terima kasih disampaikan juga kepada Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa beserta staf, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara beserta staf, Camat Karimunjawa beserta staf dan masyarakat nelayan Karimunjawa, atas bantuannya memberikan data dan informasi.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada istri saya yang tersayang Rochayati, putra-putri: Nadiyah, Khansa, Zulfa dan Abdullah serta ibunda Tumini, Bapak Subati dan Ibu Ngatiyah atas curahan kasih sayang, pengertian, dan doanya. Penulis juga sampaikan ucapan terima kasih kepada Anang Wahyu Sejati, ST, MT dan Achmad Solechan, S. Kom, M.Si selaku teman diskusi dan bantuan pemikirannya.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua mahasiswa S3 SPL, khususnya angkatan 2007 sebagai teman diskusi dan pemberi semangat belajar, yaitu Dr. Amiruddin Taher, Dr. Nirmala A. Wijaya, Dr. Imam Bachtiar, Ahmad Bahar, Gladys Peuru, Riyadi Subur, Nurul Istiqomah, dan Abdul Syukur serta kepada semua pihak yang telah banyak membantu baik material maupun spiritual untuk kesempurnaan penyusunan disertasi ini. Mudah-mudahan Allah SWT membalas kebaikan mereka semua dengan balasan yang lebih baik. Amin.
Bogor, Januari 2012
(16)
(17)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang tanggal 27 Juni 1970 dari keluarga Bapak Saman (Alm.) dan Ibu Tumini. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Karang Kumpul tahun 1983, SMPN 13 Semarang tahun 1986, dan SMAN 3 Semarang tahun 1989. Pendidikan tinggi S1 ditempuhnya di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro diselesaikan pada tahun 1996.
Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Pascasarjana S2 di IPB Bogor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) dan diselesaikan pada tahun 2005 dengan beasiswa BPPS dari Kementerian Pendidikan Nasional. Penulis kemudian melanjutkan kuliah Program S3 di Program Studi yang sama Sekolah Pascasarjana IPB Bogor pada tahun 2007 juga dengan beasiswa BPPS dari Kementerian Pendidikan Nasional.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro sejak tahun 1998 hingga sekarang dengan jabatan fungsional adalah Lektor, Golongan IIIc. Selama Kuliah Program S3 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, penulis mengikuti acara Seminar Nasional dan Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN pada tanggal 8 Juni 2011 dengan tema Geospasial dalam Pembangunan Wilayah dan Kota. Pada tanggal 16 Nopember 2011, penulis mengikuti Seminar Nasional yang diadakan oleh Asosiasi Peneliti dan Pemerhati Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Indonesia.
Sebuah artikel yang merupakan bagian dari penelitian disertasi berjudul Analisis Persepsi Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa Berbasis Permodelan, diterbitkan Jurnal Tata Loka, Volume 13, Nomor 2 Tahun 2011. Dua artikel berjudul Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa Berbasis Pendekatan Bioekonomi dan Analisis Kesesuaian Perairan untuk Kawasan Konservasi dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Taman Nasional Karimunjawa dengan Pendekatan Ekosistem sedang dalam proses penyempurnaan untuk diajukan ke jurnal ilmiah.
(18)
(19)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xxi
DAFTAR GAMBAR ... xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 2
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian ... 5
Landasan Teori Penelitian Penelitian ... 5
Kebaruan (Novelty) ... 8
Ruang Lingkup Penelitian ... 9
Kerangka Pendekatan Penelitian ... 9
TINJAUAN PUSTAKA ... 13
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu ... 13
Prinsip-prinsip Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu ... 13
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan ... 17
Latar Belakang Munculnya Paradigma Lingkungan Hidup dan Konservasi ... 21
Upaya Konservasi Sumberdaya Alam di Indonesia ... 21
Prinsip-prinsip Pengelolaan Taman Nasional Laut Terpadu ... 23
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA BERBASIS PENDEKATAN BIOEKONOMI ... 26
Abstrak ... 26
Abstract ... 26
Pendahuluan ... 27
Metode Penelitian ... 28
Hasil dan Pembahasan ... 30
Simpulan dan Saran ... 42
Daftar Pustaka ... 43
ANALISIS KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK KAWASAN KONSERVASI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA DENGAN PENDEKATAN EKOSISTEM ... 46
Abstrak ... 46
Abstract ... 46
Pendahuluan ... 47
Metode Penelitian ... 49
Hasil dan Pembahasan ... 51
Simpulan dan Saran ... 64
Daftar Pustaka ... 65
(20)
Halaman
ANALISIS PERSEPSI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
BERBASIS PERMODELAN ... 68
Abstrak ... 68
Abstract ... 68
Pendahuluan ... 69
Metode Penelitian ... 70
Hasil ... 73
Pembahasan ... 76
Simpulan dan Saran ... 82
Daftar Pustaka ... 83
PEMBAHASAN UMUM ………...……. 86
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di TNK Berbasis Bioekonomi ……….. 86
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di TNK Berbasis Ekosistem ………. 89
Persepsi Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di TNK ………… 92
Keberlanjutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di TNK ……….. 97
SIMPULAN DAN SARAN ………..………. 99
Simpulan ………..……… 99
Saran ………..……….. 100
DAFTAR PUSTAKA ... 103
LAMPIRAN ... 113
(21)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Indikator Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan ... 20
2. Mata Pencaharian Penduduk Karimunjawa ... 31
3. Profil Jenis Alat Tangkap di Perairan Karimunjawa ... 32
4. Luasan Area Penangkapan Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring ... 34
5. Hasil Perhitungan Standarisasi Efektivitas Alat Tangkap ... 36
6. Hasil Simulasi dengan Memasukkan Variabel Luas KKL ... 38
7. Penurunan Manfaat Optimal Lestari ... 39
8. Hasil Perhitungan Upaya Optimal Lestari, Produksi Optimal Lestari dan Manfaat Optimal Lestari dengan Luasan KKL 40% dan Koefisien Pertumbuhan Alami Ikan (r) meningkat 2% per tahun ………. 41
9. Luasan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa ... 52
10 . Luasan Zonasi Kesesuaian Perairan ... 61
11. Perbandingan Luasan Zonasi Kesesuaian dengan Zonasi BTNK 2005 ... 62
12. Variabel Laten dan Indikator Penelitian ... 71
13. Karakteristik Responden ... 73
(22)
(23)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pendekatan Penelitian ... 12
2. Pendekatan Sistem untuk Pengembangan Sumberdaya Perikanan ... 18
3. Peta Area Penangkapan Ikan dengan Alat Tangkap Pancing, Bubu dan
Jaring ... 35
4. Perbandingan CPUE Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring ... 36
5. Perbandingan Upaya Lestari Optimal dengan Total Upaya Standarisasi Alat
Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring ... 37
6. Kurva Hubungan Luasan KKL dengan Manfaat Optimal Lestari ... 38
7. Peningkatan Manfaat Optimal Lestari Efek Spill-over 2% per Tahun ... 41
8. Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa ………... 53
9. Peta Sebaran Ekosistem Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang di Taman
Nasional Karimunjawa ... 57
10. Peta Area Penangkapan Ikan dengan Alat Tangkap Pancing, Panah, Bubu,
Jaring, Bagan Apung, Muro-ami dan Pukat di TNK ... 60 11. Peta Hasil Kesesuaian Perairan Zonasi TNK ... 63 12. Model Path Diagram Hipotesis Hubungan antar Variabel ... 72 13. Struktur Model Persepsi Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa ... 75 14. Hasil Kolaborasi Temuan Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di
TNK dengan Pendekatan Bioekonomi, Zonasi dengan Pendekatan Ekosistem dan Persepsi Nelayan ... 96
(24)
(25)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Perhitungan Standarisasi Alat Tangkap dan Perhitungan Model CYP ... 115
2. Perhitungan Koefisien Pertumbuhan Alami Ikan (r), Koefisien Daya Tangkap
(q), dan Koefisien Daya Dukung (K) ... 116
3. Kurva Manfaat Ekonomi Optimal Lestari – Upaya Optimal Lestari ... 117
4. Perhitungan Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang dan Potensi Optimal
Lestari ………. 118
5. Data Hasil Pengisian Kuisioner Responden Nelayan Karimunjawa ... 119
6. Hasil Pengolahan Data dengan Software Lisrel 8.54 ... 147
(26)
(27)
(28)
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia yang tidak dapat lepas dengan aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam. Sumberdaya perikanan merupakan salah satu sumberdaya alam aset
Negara Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang sangat besar. Berdasarkan pengkajian stok perairan Indonesia yang dilakukan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP) pada tahun 2001, bahwa potensi lestari sumberdaya perikanan Indonesia mencapai 6,4 juta ton pertahun. Dibeberapa lokasi, tingkat pemanfaatannya sudah melebihi atau mendekati potensi lestarinya, seperti Laut Selat Malaka dan Selat Makasar, Laut Jawa, Laut Flores dan Laut Banda (Dahuri 2003).
negara yang dapat memberikan sumbangan sangat berharga bagi kesejahteraan masyarakat. Terdapat beberapa alasan pentingnya sumberdaya perikanan, yaitu: (1) pemenuhan sumber gizi dan protein hewani (Supriharyono 2000; Dahuri 2003; Susilowati 2006; dan Subri 2007); (2) banyak menyerap tenaga kerja di sektor perikanan; (3) memenuhi permintaan pasar dunia di sektor perikanan (Fauzi 2006); (4) memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah; (5) mendukung sektor lain untuk mencapai pembangunan terpadu dan berkelanjutan (Kusumastanto 2006).
Berdasarkan laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pada tahun 2002, bahwa 75% dari perikanan laut dunia telah tereksploitasi penuh, mengalami tangkap lebih atau bahkan stok ikan yang tersisa telah terkuras, hanya 25% dari
sumberdaya perikanan yang masih dalam kondisi tangkap kurang (Wiadnya et al. 2005).
Christie et al. (2007) berpendapat, bahwa dunia telah mengalami kegagalan dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan, karena kurang memperhatikan pendekatan manajemen ekosistem, sehingga stok ikan cenderung menurun. Sedangkan Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2007, menyatakan bahwa sebagian besar wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia telah mengalami tangkap lebih dan dalam kondisi kritis, karena pengelolaan sumberdaya ikan yang tidak ramah lingkungan, sehingga menyebabkan stok sumberdaya ikan tidak berkelanjutan.
Pengembangan kawasan konservasi laut di Indonesia semakin pesat dengan disahkannya UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan serta telah berlakunya UU No. 27 tahun
(29)
2
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dengan adanya penetapan suatu kawasan konservasi laut, diharapkan terjadi peningkatan kualitas habitat (terumbu karang, lamun, dan hutan mangrove), peningkatan populasi, reproduksi dan biomassa sumberdaya ikan, peningkatan kapasitas lokal untuk mengelola sumberdaya ikan, peningkatan kohesif antara lingkungan dan masyarakat, serta peningkatan pendapatan masyarakat.
Namun pembentukan kawasan konservasi laut tersebut belum diiringi dengan pengelolaan yang efektif. Kenyataan yang banyak terjadi di lapangan menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi laut tidaklah cukup hanya memperhatikan kelestarian lingkungan saja, namun seharusnya juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat.
Potensi sumberdaya ikan sangat bergantung dengan kualitas produktivitas primer di lingkungan wilayah pesisir. Tingginya produktivitas primer (seperti: ekosistem lamun, mangrove dan terumbu karang) berbanding lurus dengan tingginya produktivitas sekunder (sumberdaya perikanan) (Supriharyono 2000). Taman Nasional Karimunjawa (TNK) memiliki potensi kekayaan sumberdaya alam yang banyak, seperti ekosistem hutan mangrove, terumbu karang, dan lamun. Jasa lingkungan pesisir yang dapat dimanfaatkan, antara lain panorama alam pulau-pulau kecil, wisata bahari, dan pelabuhan perikanan pantai. Di samping memiliki kekayaan sumberdaya alam, TNK juga menyimpan sumberdaya perikanan, seperti jenis-jenis ikan pelagis (nonkarang), ikan-ikan karang, dan ikan-ikan hias. Tingkat ketergantungan masyarakat nelayannya terhadap sumberdaya perikanan di kawasan TNK sangat tinggi.
Sering terjadi konflik pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di
kawasan konservasi laut (Merino et al. 2008), satu sisi mempunyai tujuan perlindungan
bagi ekosistem sumberdaya perikanan dan proses ekologisnya, namun pada sisi lainnya memiliki tujuan eksploitasi sumberdaya perikanan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian tentang pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK yang tetap dapat mengakomodir kepentingan perlindungan sumberdaya perikanan dan lingkungannya, namun sekaligus juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat.
Perumusan Masalah
Pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah mengancam keberlangsungan dan
(30)
3
keberadaan sumberdaya perikanan di TNK. Oleh karena itu, agar sumberdaya perikanan di TNK dapat berperan optimal dan lestari, maka diperlukan upaya-upaya pengelolaan perlindungan sumberdaya perikanan dari berbagai ancaman yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas pemanfaatan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Permasalahan yang menonjol dalam mengelola Taman Nasional Karimunjawa (TNK) adalah perlindungan terhadap ekosistem sumberdaya perikanan. Hal ini disebabkan, bahwa masyarakat Karimunjawa telah menghuni kawasan kepulauan Karimunjawa sejak lama sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai taman nasional, sedangkan sebagian besar penduduk Karimunjawa 5.658 jiwa (55%) dari 10.230 jiwa adalah bermatapencaharian sebagai nelayan yang menggantungkan kebutuhan hidupnya pada sumberdaya perikanan (Pemkab Jepara 2001). Dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di Karimunjawa, terjadi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh upaya
penangkapan berlebih yang tak terkendali (over-fishing) serta adanya pencemaran dari
darat (Pemkab Jepara, 2001). Terjadi penurunan hasil tangkap diakibatkan oleh pola penangkapan ikan yang tidak lestari, yaitu pengoperasian alat-alat tangkap yang memiliki efektifitas daya tangkap yang tinggi dengan selektifitas yang rendah seperti penggunaan jaring muroami dan sianida (BTNK 2005).
Kawasan Taman Nasional Karimunjawa ditetapkan sebagai Cagar Alam Laut dengan SK Menteri Kehutanan No.123/Kpts-II/1986, dengan luas 111.625 hektar. Kemudian ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1988 dengan terbitnya SK Menhut No. 161/Menhut-II/1988. Selanjutnya pada tahun 1997 menunjuk Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNK) sebagai pengelolanya dengan SK Menhut No. 185/Kpts-II/1997.
Tumpang tindih kepentingan dan peraturan yang berbeda antar stakeholder dapat
mendorong kearah konflik antar stakeholder (Lunn dan Dearden 2006). Model rancangan
kawasan konservasi laut untuk melindungi komponen penting suatu ekosistem telah banyak dilakukan, namun justru berdampak terhadap menurunnya pendapatan masyarakat lokal (Dalton 2004), karena belum adanya alternatif pendapatan lain bagi masyarakat (Dahuri 2003).
Dari data hasil operasi tahun 2002-2009 Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNK) telah melakukan penindakan terhadap kasus pelanggaran. Jenis-jenis pelanggaran yang terjadi antara lain:
• Penangkapan ikan menggunakan potassium/ sianida
(31)
4
• Pengambilan biota laut yang dilindungi
• Pengambilan bagian besi kapal yang tenggelam
• Menangkap, memelihara dan memperdagangkan satwa yang dilindungi
Akibatnya terjadi konflik kepentingan pemanfaatan sumberdaya perikanan, masih banyaknya praktek pemanfaatan sumberdaya perikanan yang merusak dan tidak ramah lingkungan dan akhirnya mengakibatkan kerusakan ekosistem di TNK. Permasalahan
yang dijumpai dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK : (1) Terjadinya
over-fishing dalam penangkapan ikan di perairan TNK; (2) Batas zonasi yang tidak jelas,
sehingga sulit melakukan pengawasan dan nelayan banyak melanggarnya; dan (3) Kurangnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan di TNK.
Dari uraian di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah sebagai pertanyaan penelitian berikut ini:
1. Bagaimanakah model pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK dengan memperhatikan aspek biologi dan ekonominya, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan?
2. Mengapa sistem zonasi yang sedang berjalan di TNK berjalan kurang baik, sehingga nelayan melanggarnya?
3. Bagaimanakah persepsi nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK?
Tujuan Penelitian
Tujuan secara umum dalam penelitian ini adalah merumuskan pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK).
Adapun tujuan secara khusus, dalam penelitian ini yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan umum tersebut diatas adalah:
1. Menganalisis pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK secara optimal dan berkelanjutan.
2. Mengkaji kesesuaian perairan sebagai kawasan konservasi laut (KKL) di TNK dengan berbasis ekosistem sumberdaya perikanan.
3. Menganalisis sistem persepsi nelayan dalam pengelolaan sumberdaya
(32)
5
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan, ditinjau secara teoritis dan praktis adalah:
1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK dalam konteks pengelolaan dengan pendekatan bioekonomi dan model persamaan
berstruktur/ Structural Equation Model (SEM) serta pendekatan sistem zonasi yang
berbasis ekosistem sumberdaya perikanan.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi stakeholders dan
memberikan rekomendasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK bagi penentu kebijakan.
Landasan Teori Penelitian
Penyusunan strategi pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di TNK seharusnya memperhatikan perubahan paradigma pembangunan berbasis pendekatan ekosistem, yang akan mempengaruhi pergeseran prioritas pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK, sehingga akan menemukan paradigma baru dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang lebih seimbang, rasional dan optimal berbasis ekosistem.
Berdasarkan kajian penelitian yang dilakukan oleh Lackey (1998), ada tujuh prinsip pengelolaan sumberdaya alam berbasis ekosistem, yaitu:
1. Harus dilakukan secara berkesinambungan dengan memperhatikan perubahan dan
skala prioritas;
2. Harus memiliki batasan-batasan yang jelas;
3. Memelihara keberadaan ekosistem untuk mencapai manfaat sosial yang diinginkan;
4. Menjaga ekosistem dari aktivitas yang dapat merusak ekosistem dan melebihi daya
dukung ekosistem;
5. Harus menjaga keanekagaraman hayati;
6. Memperhatikan daya dukung ekosistem;
7. Harus didukung dengan informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dalam
pengambilan keputusan
Paradigma pembangunan di negara Indonesia telah mengalami pergeseran, yang tidak hanya disebabkan oleh pengaruh eksternal (era globalisasi), namun juga pengaruh internal, terutama krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi dan sosial politik. Beberapa bentuk pergeseran paradigma yang sangat mendasar adalah (Dahuri 2003):
(33)
6
1. Sentralisasi versus Desentralisasi
Paradigma sentralisasi telah menimbulkan banyaknya dampak negatif berupa program pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan daerah. Disamping itu, juga munculnya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemerintah Indonesia mulai melakukan pergeseran paradigma pembangunan ke arah desentralisasi (Satria dan Matsuda 2004) melalui pemberian otonomi seluas-luasnya kepada setiap daerah untuk mengelola sumberdaya alam daerah masing-masing yang diatur dalam undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan dalam UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dinyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan dengan memperhatikan wewenang antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
2. Orientasi daratan versus orientasi pesisir dan lautan
Orientasi pembangunan di Indonesia pada awalnya bertumpu di daratan dan kurang memperhatikan pembangunan di pesisir dan lautan, sehingga sumberdaya alam di pesisir dan lautan banyak terkuras dan terabaikan serta tidak dikelola dengan baik. Adanya perubahan orientasi pembangunan ke arah pesisir dan lautan diharapkan dapat mengendalikan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan lebih lestari dan optimal untuk kesejahteraan msyarakat.
3. Orientasi pertumbuhan ekonomi versus pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
Paradigma pembangunan di Indonesia sampai akhir tahun 1980-an masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata, sehingga memberikan dampak hanya mementingkan peran industri dan padat modal. Hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pendapatan terabaikan. Pergeseran paradigma pembangunan ke arah pemerataan pendapatan untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, tidak hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi semata, namun juga meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat, sehingga dalam pemanfaatan sumberdaya alam tidak hanya dimonopoli oleh pemegang modal saja, tetapi masyarakat lokal seharusnya juga ikut merasakan hasil pembangunan.
4. Pembangunan konvensional (eksploitasi sumberdaya alam) versus keberlanjutan dan kelestarian lingkungan
Paradigma konvensional dalam pemanfaatan sumberdaya alam kurang memperhatikan prinsip kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, hanya mengejar
(34)
7
keuntungan ekonomi, sehingga dalam pemanfaatan sumberdaya alam cenderung merusak lingkungan.
Berdasarkan analisis Djajadiningrat (2001), bahwa kegagalan pemerintah Indonesia dalam menjalankan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan disebabkan kegagalan pasar, kegagalan kebijakan, dan kegagalan informasi dalam
mewujudkan good governance (pemerintahan yang baik). Pemerintahan yang baik
seharusnya memiliki paradigma terhadap lingkungan hidup didasari 6 persyaratan, yaitu: 1. Desentralisasi (pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah)
2. Memperkuat kontrol masyarakat (social control) melalui partisipasi masyarakat
3. Pendekatan yang terintegrasi
4. Menjaga keseimbangan antara ekonomi sosial dengan konservasi
5. Keadilan dan pemerataan pendapatan bagi kesejahteraan masyarakat dalam pemanfaat sumberdaya alam
6. Pengembangan mekanisme pasar dan kebijakan fiskal dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungannya
Konflik pemanfaatan sumberdaya perikanan di taman nasional laut dapat terjadi, karena adanya perbedaan pendapat dan pandangan dalam pemanfaatan dan pengelolaannya. Perbedaan pandangan tersebut akan semakin meruncing, ketika pihak-pihak yang berkepentingan tidak saling mendukung dan tidak saling memahami. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di kawasan taman nasional laut, selain memperhatikan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya, juga perlu memperhatikan kepentingan masyarakat nelayan yang tinggal disekitar kawasan konservasi yang mata pencaharian mereka sangat tergantung dengan sumberdaya perikanan.
Permasalahan dan konflik kepentingan yang dihadapi stakeholders dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan taman nasional laut, seharusnya memperhatikan paradigma pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan. Charles (2001) menyimpulkan, bahwa kompleksitas perdebatan paradigma tersebut dipicu oleh adanya perbedaan pandangan dunia terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi laut. Masing-masing paradigma menekankan satu dari tiga pilar,
yaitu konservasi, rasionalitas dan kesejahteraan masyarakat (Damanik et al. 2006):
1. Paradigma konservasi: menekankan pemeliharaan stok ikan dan pengelolaan hanya berbasis pada aspek bioekologi. Sedangkan nelayan hanya dipandang sebagai pihak yang menguras sumberdaya perikanan dan merusak lingkungan.
(35)
8
2. Paradigma rasionalitas: menekankan pencapaian efisiensi ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dengan memaksimalkan manfaat ekonomi dan menekan biaya yang dikeluarkan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Apabila efisiensi ekonomi belum berhasil diraih, maka jumlah nelayan harus dikurangi (PHK), karena jumlah nelayan yang berlebihan dipandang sebagai penyebab biaya yang dikeluarkan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan membengkak dan stok ikan berkurang.
3. Paradigma kesejahteraan masyarakat: memfokuskan kesejahteraan masyarakat, pemerataan distribusi dan manfaat sosial budaya sumberdaya perikanan serta berusaha melindungi nelayan kecil yang terpinggirkan dari kekuatan ekonomi yang sedang berkecamuk, sehingga masalah kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya terkadang diabaikan.
Kebaruan (
Novelty
)
Pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar bagi semua pihak dan memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Pengelolaan sumberdaya perikanan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) harus mampu mengakomodir konsep keberlanjutan yang dirinci menjadi tiga aspek, yaitu (1) keberlanjutan ekonomi (2) keberlanjutan lingkungan dan (3) keberlanjutan sosial budaya. Penelitian pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK ini berusaha untuk mengupas pengelolaan dari tiga aspek pendekatan: (1) aspek ekologi dan ekonomi dengan pendekatan bioekonomi; (2) aspek keruangan dengan pendekatan sistem zonasi berbasis ekosistem; dan (3) aspek sosial dengan pendekatan persepsi nelayan.
Kebaruan disertasi ini adalah proses penyusunan pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK dengan memakai 3 pendekatan:
(1) pendekatan bioekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK;
(2) pendekatan ekosistem sumberdaya perikanan (mangrove, lamun dan terumbu karang) dalam penentuan zonasi pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK; dan (3) pendekatan pemodelan terhadap persepsi nelayan dalam pengelolaan sumberdaya
(36)
9
Ruang Lingkup Penelitian
Batasan studi pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) adalah:
1. Alat tangkap yang dianalisa adalah alat tangkap pancing, bubu dan jaring. Hasil
kajian upaya optimal lestari, manfaat ekonomi optimal lestari dan produksi optimal lestari yang dikaitkan dengan peruntukan kawasan perlindungan, namun belum
mempertimbangkan efek spill-over dan biaya sosial.
2. Penentuan zonasi dengan pendekatan ekosistem penting bagi sumberdaya
perikanan di TNK adalah ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove yang
dikaitkan dengan luasan fishing ground (kawasan penangkapan) dan hasil zonasi
dari BTNK (2005).
3. Responden yang dipakai untuk analisis SEM adalah stakeholder dari pihak nelayan
Karimunjawa yang tersebar di tiga Desa (Desa Karimunjawa, Desa Kemujan dan Desa Parang).
Kerangka Pendekatan Penelitian
Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, sering muncul konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan. Definisi sistem yang kompleks menurut Charles (2001) adalah apabila sistem tersebut memiliki sejumlah unsur yang terkait satu sama lain secara dinamik maupun statis. Semakin banyak jumlah unsur dalam struktur sebuah sistem, maka semakin kompleks sistem tersebut (Kusumastanto 2006). Setiap pihak yang berkepentingan mempunyai maksud, tujuan, target dan rencana untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan tersebut. Perbedaan maksud, tujuan, sasaran dan rencana tersebut mendorong terjadinya konflik pemanfaatan sumber daya perikanan. Masyarakat nelayan biasanya cenderung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan yang tidak bertanggung jawab, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan.
Banyak pihak dari pengambil keputusan menyadari bahwa telah terjadi
penangkapan ikan secara illegal, kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang dan
padang lamun, namun belum banyak upaya untuk mengatasi persoalan tersebut. Kenyataannya ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang sebagai suatu kesatuan yang saling berinteraksi dalam meningkatkan produktivitas sumberdaya perikanan justru dikesampingkan keberadaannya. Ikan-ikan yang bermigrasi dari ekosistem yang satu ke
(37)
10
ekosistem yang lain dalam masa-masa perkembangan dan pertumbuhan (Murdiyanto
2004). Beberapa fase juvenil (larva ikan) jenis ikan tertentu hidup pada ekosistem
mangrove, sebelum bermigrasi ke ekosistem terumbu karang atau lamun pada fase dewasanya. Beberapa jenis ikan hidup yang sebelumnya menetap dan tumbuh di ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove, pada fase juvenile-nya terbawa arus dan melayang di perairan.
Kawasan konservasi laut secara umum dirancang untuk menjembatani berbagai tujuan ekonomi-sosial dan lingkungan, mencakup perlindungan berbagai spesies laut-baik yang tidak komersil maupun komersil, pendapatan ekowisata, perlindungan terhadap ekosistem dan proses ekologisnya yang kritis, serta kepentingan di bidang pendidikan dan peluang riset (Lunn dan Dearden 2006). Konflik antara kepentingan ekonomi dan konservasi sumberdaya perikanan dikhawatirkan akan terus meningkat jika sumberdaya ini tidak dikelola secara bijaksana, apalagi tekanan pemanfaatan sumberdaya perikanan saat ini sedang memuncak. Dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya perikanan perlu diperhatikan daya dukung dan kemampuan asimilasi wilayah laut, pesisir dan daratan dalam hubungan ekologis, ekonomis, dan sosial. Kesinambungan ketersediaan stok sumberdaya ini merupakan kunci dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan.
Akar permasalahan konflik ini sering berasosiasi dengan faktor sosial, ekonomi, kelembagaan dan bio-fisik yang mempengaruhi kondisi lingkungan sumberdaya perikanan. Konflik tersebut, baik langsung maupun tidak langsung dapat melibatkan banyak pihak yang bertikai. Hal ini diperparah dengan lemahnya penegakan hukum, sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan sumberdaya perikanan yang sangat mengkhawatirkan, karena tidak ada upaya pengelolaan untuk melestarikannya.
Adanya perbedaan paradigma dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di kawasan konservasi, di satu sisi ada pihak yang mengedepankan segi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, namun pada sisi lainnya lebih mengutamakan kelestarian lingkungan. Sampai saat ini, masih diperdebatkan oleh para pakar yang memiliki perbedaan pandangan, baik yang mendukung maupun yang tidak, mengenai manfaat ekonomi pengelolaan sumberdaya perikanan yang berbasis konservasi. Hal ini telah melahirkan suatu konsep baru dalam pengembangan sumberdaya perikanan yang tetap menekankan kelestarian lingkungan, namun di satu sisi dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
(38)
11
Faktor-faktor keberlanjutan yang meliputi ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi tersebut
nantinya akan diuji di TNK dengan pendekatan bioekonomi, structural equation modeling
(SEM) dan sistem zonasi berbasis ekosistem sumberdaya perikanan. Kebutuhan akan suatu pendekatan yang transparan dan sistematis terhadap perencanaan berbasis sistem zonasi, maka peran Sistem Informasi Geografis (SIG) sangat penting (Bruce dan Eliot 2006). SIG berfungsi untuk menyimpan, membuka kembali dan meneliti berbagai jenis
data dan informasi dengan cepat (Kairo et al. 2002). Stelzenmuller et al. (2004)
menggunakan data SIG dalam penelitiannya terhadap sumberdaya ikan Shad (Alosa
fallax) di kawasan konservasi laut.
Penilaian sumberdaya perikanan di TNK dilakukan dengan pendekatan bioekonomi untuk mengetahui manfaat optimal dari aspek ekonomi sumberdaya perikanan dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian ekosistem sumberdaya perikanan. Tujuan yang sangat mendasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada, sehingga menghasilkan manfaat ekonomi yang optimal, namun tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya. Untuk itu perlu adanya suatu pendekatan yang mengakomodir aspek bioekologi dan aspek ekonomi dengan model bioekonomi (Pezzey et al. 2000).
Setiap aktivitas pengelolaan sumberdaya perikanan, tentunya akan menghasilkan
suatu dampak. Oleh karena itu, dengan mengkaji pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK dengan pendekatan bioekonomi, SEM dan sistem zonasi berbasis ekosistem sumberdaya perikanan, maka diharapkan dapat dirumuskan suatu kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK. Secara diagramatis, kerangka pendekatan penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 1 berikut ini:
(39)
12
Gamabar 1. Kerangka Pendekatan Penelitian
Penduduk yang mendiami Kepulauan Karimunjawa
KEPULAUAN
KARIMUNJAWA
Penetapan sebagai Taman Nasional Karimunjawa Kebutuhan Ekonomi dan Sosial Kelestarian Ekosistem dan Sumberdaya Sistem Kelembagaan Kesadaran dan Partisipasi masyarakat yang kurang Eksploitasi Sumberdaya yang berlebihan melalaikan kelestarian Ekosistem dan Sumberdaya Kerusakan Ekosistem dan Sumberdaya di TNKKONFLIK KEPENTINGAN POTENSI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN ANALISIS PERSEPSI NELAYAN BERBASIS PEMODELAN SEM ANALISIS PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERBASIS BIOEKONOMI ANALISIS SISTEM ZONASI BERBASIS EKOSISTEM SUMBERDAYA
ANALISIS DISKRIPTIF EKSPLORATIF
KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TANAN NASIONAL KARIMUNJAWA
REKOMENDASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
(40)
13
TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah pesisir merupakan tempat bermukim bagi hampir 62% penduduk dunia antara tahun 1980 sampai dengan tahun 2000 (Lakshmi dan Rajagopalan 2000). Hal ini sebagai salah satu sebab timbulnya kerusakan sumberdaya perikanan. Permasalahan kerusakan sumberdaya perikanan dan lingkungannya, merupakan dampak negatif yang pada akhirnya menyebabkan penurunan tingkat kesejahteraan bagi masyarakat pesisir (Adrianto et al. 2005).
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu
Pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu memusatkan perhatiannya untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya perikanan yang didukung kebijakan pemerintah, pemahaman dan pengetahuan tentang arti pentingnya ekosistem sumberdaya perikanan (Daw dan Gray 2005). Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu, yaitu (1) peraturan pemerintah untuk melindungi keanekaragaman sumberdaya hayati pesisir dan mengendalikan eksploitasi dan penggunaan sumber alam tersebut (Heazle dan Butcher 2007); dan (2) penilaian lingkungan yang dapat meprediksi dampak berbagai rencana aktivitas pembangunan di wilayah pesisir (Clark 1997).
Pengelolaan wilayah pesisir terpadu mencakup keterpaduan antar sektor, antar
disiplin ilmu dan antar keterkaitan ekologis wilayah pesisir (Dahuri et al. 2004) merupakan
suatu program efektif untuk memelihara keanekaragaman sumberdaya hayati pesisir, memecahkan problem konflik antar kepentingan (Ginting 1998) dalam penggunaan sumberdaya pesisir, dan untuk menjamin ketahanan pertumbuhan ekonomi jangka panjang sumberdaya pesisir yang berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat (Adrianto
et al. 2005).
Prinsip-prinsip Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu
Pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu merupakan suatu program terintegrasi yang meliputi berbagai sektor yang saling berpengaruh. Keberhasilan program pengelolaan tersebut sangat ditentukan oleh keterlibatan masing-masing sektor dalam mensukseskan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu perlu adanya suatu kerangka koordinasi antar sektor yang saling mendukung untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
(41)
14
Menurut Kay dan Alder (1999) pengelolaan sumberdaya perikanan harus memperhatikan empat aspek, agar dapat berjalan secara efektif. Keempat aspek tersebut adalah (1) proses pengambilan keputusan harus bersifat adaptif; (2) pengenalan terhadap karakter alamiah dan potensi wilayah pesisir; (3) strategi pengelolaan yang komprehensif dan terpadu antar sektor yang terlibat; dan (4) penekanan dan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dengan memperhatikan kaidah pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu adalah (Clark 1997 dan Dahuri et al. 2004):
1. Koordinasi Antar Stakeholders
Tujuan utama pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu adalah mengkoordinir
kebutuhan berbagai stakeholders yang terlibat di kawasan tersebut untuk mencapai
hasil kesejahteraan masyarakat yang optimal dan berkelanjutan (Mascia 2003). Langkah pertama yang perlu diperhatikan adalah menyelesaikan konflik antar
stakeholders dan memberikan jalan terbaik yang saling menguntungkan dalam
pemanfaatan sumberdaya perikanan, karena pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan sistem pengelolaan yang sangat kompleks dalam kaitan dengan banyaknya stakeholders yang terlibat.
2. Strategi Perencanaan yang Matang
Pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu melakukan upaya penilaian dampak potensial bagi aktivitas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkaitan dengan pendapatan dan pekerjaan, sosial, budaya dan kesejahteraan masyarakat, juga melakukan evaluasi biaya dan manfaat berdasarkan kelengkapan data yang ada dan menyusun suatu strategi umum dan rekomendasi untuk penentu kebijakan.
3. Penyusunan dan Perencanaan Zonasi
Pengelolaan sumberdaya perikanan harus memiliki kejelasan pengaturan zonasi
(Douvere et al. 2007). Pengelolaan sumberdaya perikanan memerlukan sistem
administrasi dan manajemen penyediaan informasi sistem zonasi (area-based
management) sumberdaya perikanan yang lebih baik, sehingga akses data dan
informasi mengenai sistem zonasi dapat dimanfaatkan untuk pengambilan
keputusan dengan cepat (Doherty dan Butler 2006, Strain et al. 2006, Bess dan
Rallapudi 2007).
(42)
15
Pengelolaan sumberdaya perikanan harus memperhatikan kualitas dan kuantitas air yang berada di lingkungan sekitar. Melalui pergerakan air sungai, aliran limpasan air hujan, aliran air tanah, dan aliran air tawar dari daratan, semua itu membawa unsur nutrien, bahan pencemar, sedimen ke muara dan dapat mempengaruhi ekosistem sumberdaya perikanan (Taussik 1999).
5. Penetapan Kawasan Perlindungan Sumberdaya Perikanan
Fokus utama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu adalah adanya kebijakan dan peraturan untuk melindungi sumberdaya perikanan dari tekanan yang dapat merusak keberadaaan sumberdaya tersebut (Santo dan Jones 2007).
6. Selalu Melakukan Evaluasi dan Monitoring
Banyaknya aktivitas pembangunan di wilayah pesisir yang berdampak terhadap ekosistem sumberdaya perikanan, maka efek eksternalitas ekonomi dan sosial pada masing-masing aktivitas pembangunan tersebut perlu dilakukan analisis evaluasi dan monitoring (Taussik 2007).
7. Pengelolaan yang Adaptif
Pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu seharusnya memperhatikan karakteristik, sifat dan dinamika sumberdaya dengan pendekatan perubahan yang terjadi pada ekosistemnya. Termasuk juga dalam penentuan sistem zonasi kawasan pemanfaatan sumberdaya perikanan seharusnya memperhatikan terjadinya perubahan ekosistem sumberdaya.
8. Keberlanjutan
Berbagai masalah pengelolaan sumberdaya perikanan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di suatu kawasan. Kecenderungan masyarakat nelayan dalam mengeksploitasi sumberdaya perikanan seringkali berlebihan, tidak ramah lingkungan dan sering terjadi konflik, sehingga menimbulkan kerusakan sumberdaya perikanan. Oleh karena itu sumberdaya perikanan harus dikelola dengan baik dan lestari, sehingga dapat membuahkan hasil yang berkelanjutan bagi generasi mendatang masyarakatnya.
9. Kompleksitas Aktivitas Pembangunan
Pengelolaan sumberdaya perikanan yang belum memperhatikan prinsip keseimbangan antara meraih keuntungan ekonomi dan kepentingan sosial disatu sisi dengan konservasi ekosistem sumberdaya perikanan disisi lainnya, tidak akan berhasil dengan baik. Oleh karena itu, pengelolaan multi guna sangat tepat digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Pemanfaatan multi guna
(43)
16
tersebut merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu.
10. Partisipasi Masyarakat
Pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu sangat membutuhkan dukungan
partisipasi masyarakat sebagai modal sosial (social capital) (Pretty dan Smith 2004).
Proses Pengambilan keputusan bersama, menuntut komunikasi efisien dan dialog yang efektif diantara mereka. Partisipasi masyarakat diharapkan dapat
mempersatukan seluruh stakeholders dalam diskusi bersama dan bersifat terbuka,
sehingga terjadi kesepakatan dan gagasan dalam menyelesaikan konflik dan
mengembangkan perekonomian nelayan (Raco 2000, Pollnac et al. 2001).
11. Komunikasi Antar Stakeholders
Kesadaran stakeholders mempunyai peranan yang sangat penting untuk memenuhi
tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Di beberapa negara, pengelolaan sumberdaya perikanan berjalan sangat efektif,
karena didukung oleh kesadaran konservasi yang tinggi antar stakeholders.
Pengelolaan sumberdaya perikanan menekankan suatu upaya, agar bagaimana
dapat meyakinkan seluruh stakeholders akan arti pentingnya nilai konservasi
terhadap sumberdaya perikanan untuk memperoleh manfaat yang berkelanjutan. 12. Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Pengelolaan sumberdaya perikanan akan berjalan lebih efektif, jika dalam pengelolaannya melibatkan masyarakat lokal untuk memelihara sendiri sumberdaya perikanan tersebut kapan saja mereka mampu dengan kearifan lokal yang mereka miliki (Satria dan Matsuda 2004, Jentoft 2005). Hal ini perlu mendapat dukungan dan pendampingan dari pemerintah, pemimpin masyarakat, penegak hukum, pelaku usaha, LSM dan akademisi.
IUCN–World Conservation Union dalam Resolusinya 142 Tahun 1996 menjelaskan
gagasan dasar pengelolaan kolaboratif (juga disebut ko-management, atau joint
participatory atau multistakeholder management) adalah kemitraan antara lembaga
pemerintah, komunitas lokal dan pengguna sumberdaya, lembaga non-pemerintah dan kelompok kepentingan lainnya dalam bernegosiasi dan menentukan kerangka kerja yang tepat tentang kewenangan dan tanggungjawab untuk mengelola daerah spesifik atau sumberdaya.
(44)
17
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan
Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang mempunyai nilai tinggi dari segi ekonomi, sosial, dan jasa budaya (Masalu 2000). Dampak eksploitasi terhadap sumberdaya perikanan akan mengakibatkan konflik kepentingan (Masalu 2000), selain itu juga menimbulkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan dan kemampuan daya
dukungnya (Clapham et al. 2007), sehingga harus dipandang sebagai bagian suatu
kerangka pengelolaan yang terintegrasi (Shivlani dan Milon 2000) dan berkelanjutan (Charles 2001).
Konsep pengelolaan keberlanjutan mengandung dua dimensi, yaitu (1) dimensi waktu yang menyangkut apa yang terjadi dimasa yang akan datang; dan (2) dimensi interaksi antara sistem ekonomi, sistem sosial budaya, sistem sumberdaya alam dan
lingkungan (Martinet et al. 2007). Konsep keberlanjutan diperinci menjadi tiga aspek, yaitu
(1) keberlanjutan ekonomi yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinyu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral; (2) keberlanjutan lingkungan yang mampu memelihara sumberdaya alam yang stabil, menghindari eksploitasi merusak sumberdaya alam yang melebihi daya dukung dan fungsi penyerapan lingkungan; dan (3) keberlanjutan sosial budaya yang mampu mengatur kesetaraan kesejahteraan, layanan kesehatan, pendidikan dan akuntabilitas politik (Fauzi 2006).
Pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar bagi semua pihak dan memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik (Schrank 2007). Pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan merupakan suatu proses untuk membuahkan
keputusan bersama antar stakeholders (ko-manajemen) dalam pemanfaatan sumberdaya
tersebut, yang didukung dengan investasi dan pengembangan teknologi serta perubahan
kelembagaan (Mulekom 1999; Nielsen et al. 2004; Jentoft 2004) yang selaras dan
seimbang untuk memenuhi kebutuhan hidup antar generasi dengan tetap memperhatikan keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial-budaya, politik dan pertahanan-keamanan. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan meliputi empat hal, yaitu; (1) pemerataan; (2) partisipasi masyarakat; (3) keanekaragaman dan keseimbangan daya dukung; dan (4) keterpaduan dan perspektif jangka panjang (Lakshmi dan Rajagopalan 2000; Djajadiningrat 2001).
Alternatif model pengelolaan sumberdaya perikanan menurut Murdiyanto (2004) meliputi empat pendekatan, yaitu: (1) model pengelolaan oleh pemerintah; (2) model
(45)
18
Kebijakan Tata Ruang: - Zona preservasi - Zona konservasi - Zona pemanfaatan
Subsistem kelembagaan
Analisis Kebutuhan
Subsistem Ekonomi Sosial
Subsistem Sumberdaya dan
Lingkungan
Visi Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
Pendekatan Sistem
Stakeholders
Sistem Pengembangan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan
pengelolaan berbasis komunitas (ko-management); (3) model pengelolaan partisipatif; dan (4) model pengelolaan pencegahan.
Sistem perikanan merupakan sebuah kesatuan dari 3 komponen utama yaitu (1)
sistem alam (natural system) yang mencakup ekosistem, ikan dan lingkungan biofisik; (2)
sistem manusia (human system) yang terdiri dari unsur nelayan atau petani ikan, pelaku
pasar dan konsumen, rumah tangga perikanan dan komunitas pesisir serta lingkungan sosial, ekonomi dan budaya yang terkait dengan sistem ini; (3) sistem pengelolaan
perikanan (fishery management system) yang mencakup unsur-unsur kebijakan dan
perencanaan perikanan, pembangunan perikanan, rejim pengelolaan perikanan, dan riset perikanan (Charles 2001; Kusumastanto 2006).
Menurut FAO (2002), definisi pengelolaan sumberdaya perikanan adalah proses yang terpadu mulai dari pengumpulan data dan informasi, melakukan analisis, pembuatan perencanaan, melakukan konsultasi, pengambilan keputusan, penentuan alokasi sumberdaya serta perumusan dan pelaksanaan, penegakan hukum untuk mengendalikan dan menjamin keberlanjutan kegiatan produksi perikanan (Murdiyanto 2004). Pendekatan sistem dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut:
Gambar 2. Pendekatan Sistem untuk Pengembangan Sumberdaya Perikanan (Nugroho dan Dahuri 2004)
(46)
19
Pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis ko-manajemen mempunyai tujuan
(Agbayani et al. 2000): (1) Mengembangkan masyarakat melalui sistem kelembagaan
yang kuat untuk mengatur sumberdaya perikanan; (2) Menyediakan mata pencarian tambahan bagi masyarakat nelayan; (3) Memperbaharui tempat hidup ikan; dan (4) Menjaga dan meningkatkan stok ikan, agar dapat dianfaatkan secara berkelanjutan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nickerson (2000) dan Liu et al. (2005)
pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan mempunyai prioritas kegiatan meliputi: (1) membangun hubungan yang baik dengan pemerintah; (2) mengkombinasikan pendidikan, penyelenggaraan, dan insentif ekonomi untuk mencapai pemenuhan kebutuhan; (3) melaksanakan keputusan bersama; dan (4) Adanya dukungan pemerintah terhadap hasil keputusan dengan melibatkan masyarakat.
Hasil penelitian Gonzalez (1998) di perairan Karibia menyatakan, bahwa pengelolaan sumber daya perikanan berkelanjutan seharusnya mengenali efek struktural dan fungsional yang diderita oleh ekosistem sumber daya perikanan sebagai dampak eksploitasi manusia. Sedangkan fokus penelitian Gourbesvillea dan Thomassin (2000) adalah pengelolaan sumber daya perikanan berkelanjutan seharusnya dapat mengintegrasikan interaksi antara proses alam dan dinamika sosial-ekonomi berdasarkan ruang dan waktu secara berkelanjutan.
Charles (1993) in (Fauzi dan Anna 2005) berpendapat, bahwa konsep
pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan harus mengandung 4 aspek, yaitu:
1. Keberlanjutan Ekologi: memelihara keberlanjutan biomas/ stok (Kamukuru et al.
2004), sehingga tidak melewati daya dukung serta meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem.
2. Keberlanjutan Sosial-ekonomi: memperhatikan faktor-faktor sosial dan ekonomi untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat (Williams et al. 2006).
3. Keberlanjutan Kesejahteraan Masyarakat: berusaha untuk selalu mempertahankan faktor-faktor tingkat kesejahteraan masyarakat
4. Keberlanjutan Kelembagaan: pemeliharaan aspek finansial, peran serta dan administrasi yang sehat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan.
Menurut Alder et al. (2000) in Fauzi dan Anna (2005), Indikator keberlanjutan
pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi: (1) Ekologi: tingkat eksploitasi, keragaman
rekruitmen, hasil tangkapan ikan sampingan (by catch) dan yang dibuang, dan
(47)
20
bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, sifat kepemilikan, tingkat subsidi, dan alternatif pendapatan sampingan; (3) Sosial: pertumbuhan komunitas, status konflik, tingkat pendidikan, dan pemahaman tentang lingkungan; (4) Teknologi: lama trip, tempat pendaratan, selektivitas alat tangkap, ukuran kapal, dan efek samping alat tangkap; dan (5) Etik: kesetaraan, illegal fishing, mitigasi terhadap habitat, mitigasi terhadap ekosistem
dan sikap terhadap limbah dan hasil tangkapan ikan sampingan.
Menurut FAO (2000) in Dahuri (2003), pengelolaan sumberdaya perikanan
berkelanjutan diindikasikan sebagaimana tersebut dalam Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Indikator Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan
Sumber: Dahuri 2003
Strategi pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan adalah berusaha memadukan pertimbangan-pertimbangan ekologi, ekonomi dan sosial budaya dalam pengambilan keputusan (Supriharyono 2000). Perhitungan ekonomi dan nilai ekologis dan lingkungan perlu diintegrasikan dalam proses pengambilan keputusan, karena yang sering terjadi adalah menghitung harga sumberdaya dan lingkungan ”hanya” pada biaya produksi saja. Seharusnya mempertimbangkan biaya pemanfaatan atau ketersediaan sumberdaya dimasa depan dan biaya eksternalitas.
DIMENSI INDIKATOR
Ekonomi • Volume nilai produksi • Volume nilai ekspor • Kontribusi terhadap PDB • Pendapatan nelayan
• Nilai investasi kapal dan pabrik pengolahan ikan Sosial • Penyerapan tenaga kerja
• Budaya kerja • Tingkat pendidikan • Tingkat kesehatan
• Peran jender dalam proses pengambilan keputusan • Karakteristik kependudukan
Ekologi • Komposisi hasil tangkapan • Hasil tangkapan per satuan upaya • Kelimpahan relatif spesies target
• Dampak langsung alat tangkap terhadap spesies non target (by catch)
• Dampak tidak langsung penangkapan seperti struktur tropik, dampak langsung terhadap habitat
• Perubahan luas area dan kualitas habitat penting perikanan Governance • Hak kepemilikan
• Ketaatan terhadap aturan perundangan • Transparansi dan Partisipasi
(48)
21
Latar Belakang Munculnya Paradigma Lingkungan Hidup dan Konservasi
Munculnya taman nasional tidak dapat lepas dari sejarah perkembangan paradigma lingkungan hidup dan konservasi. Hal ini berawal pada tahun 1970-an, bahwa masyarakat dunia mulai sadar tentang arti pentingnya kelestarian lingkungan hidup bagi keberlangsungan hidup umat manusia di dunia dengan diselenggarakannya Konferensi Manusia dan Lingkungan Sedunia di Stockholm pada tahun 1972.Konsep konservasi pada awalnya merupakan hasil perkembangan pemikiran preservasi yang muncul sebagai respon terhadap upaya eksploitasi sumberdaya alam hayati secara besar-besaran. Rusaknya lingkungan dan berbagai spesies yang hidup dalam suatu ekosistem tersebut mendorong upaya untuk perlindungan, salah satunya
berbentuk cagar alam (Damanik et al. 2006).
Agenda 21 global, yang telah disepakati oleh para pemimpin dunia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi pada tahun 1992 di Rio de Janeiro Brasil, merupakan dokumen komprehensif setebal kurang lebih 700 halaman yang berisikan program aksi pembangunan berkelanjutan menjelang abad 21 (Philips 1998;
Djajadiningrat 2001). Isi Agenda 21 tersebut juga mencakup Convention on Biological
Diversity (CBD) yang menekankan kepada seluruh pemerintah sedunia untuk
menetapkan sistem perlindungan kawasan yang mendukung upaya konservasi, pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan pemerataan pendapatan yang proporsional (Philips 1998).
Perhatian masyarakat dunia terhadap upaya konservasi mulai terlihat setelah diadakan Kongres Taman Nasional dan Kawasan Lindung Sedunia yang ke-3 pada tahun 1982 diadakan di Bali, menindaklanjuti isu internasional tentang lingkungan dan konservasi. Kongres tersebut mengamanatkan perlunya perluasan jaringan taman nasional dan kawasan konservasi, baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional (Damanik et al. 2006).
Upaya Konservasi Sumberdaya Alam di Indonesia
Perkembangan paradigma lingkungan hidup dan konservasi sedunia sangat mempengaruhi kebijakan pembangunan pemerintah negara Indonesia. Hal ini terbukti dengan dimasukkannya konsep pembangunan berwawasan lingkungan hidup pada Ketetapan MPR RI tentang GBHN pada tahun 1973 yang berkembang menjadi kebijakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan terbentuknya
(49)
22
kelembagaan pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup serta diberlakukannya peraturan dan perundangan yang mengatur tentang lingkungan hidup dan konservasi sumberdaya alam (Djajadiningrat 2001).
Pada tahun 1990, pemerintah telah menetapkan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya sebagai upaya ratifikasi
pemerintah Indonesia terhadap strategi pelestarian dunia (World Conservation Strategy)
yang ditetapkan pada tahun 1980. Sedangkan pada tahun 1997 telah disahkan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang didalamnya memuat upaya konservasi sumberdaya alam melalui pengelolaan sumberdaya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
Menurut Wiratno et al. (2004) in Damanik et al. (2006) menyatakan, bahwa di
negara Indonesia, upaya konservasi mulai berkembang dengan terbentuknya lima kawasan taman nasional pada tahun 1980 seluas 1.430.948 ha. Kemudian pada tahun 1982, pemerintah mendeklarasikan 11 taman nasional dengan luas 3.287.063 ha. Selanjutnya pada tahun 1990 dengan disahkannya UU No 5 tahun 1990, pemerintah berwenang menetapkan kawasan konservasi yang meliputi taman nasional, taman hutan, dan taman wisata alam. Pengelolaan kawasan konservasi merupakan wewenang pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Departemen Kehutanan. Dalam melaksanakan wewenangnya tersebut, Departemen Kehutanan membentuk Unit Pelaksana Teknis Balai Taman Nasional dan Balai Konservasi Taman Nasional Sumberdaya Alam (BKSDA). Sampai saat ini ada 7 taman nasional laut (TNL) dengan luas 4.045.049 ha, yaitu: (1) TNL Bunaken seluas 89.065 ha; (2) TNL Taka Bonerate seluas 530.765 ha; (3) TNL Teluk Cendrawasih seluas 1.453.500 ha; (4) TNL Kepulauan Seribu seluas 107.489 ha; (5) TNL Wakatobi seluas 1.390.000 ha; (6) TNL Karimunjawa
seluas 111.625 ha; dan (7) TNL Togian seluas 362.605 ha (Lestari et al. 2007). Menurut
PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, disebutkan bahwa Taman Nasional Laut adalah suatu kawasan konservasi laut yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan yang berkelanjutan, wisata laut dan rekreasi.
Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Pasal 32 dinyatakan, bahwa kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain yang disesuaikan dengan keperluan. Secara umum,
(50)
zona-23
zona di kawasan konservasi dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu (Agardy 1993, Bengen 2002, Dahuri 2003):
1. Zona inti atau perlindungan: Zona ini memiliki nilai konservasi tinggi dan bersifat
sangat rentan terhadap gangguan dan perubahan. Zona (no-take zone) ini dikelola
dengan tingkat perlindungan yang sangat tinggi dan tidak diijinkan adanya aktivitas eksploitasi (Jones 2006).
2. Zona penyangga: Zona ini bersifat lebih terbuka, namun tetap dikontrol dan beberapa
bentuk pemanfaatan masih dapat diijinkan. Zona ini berfungsi untuk menjaga zona inti dari aktivitas yang dapat mengganggu dari pengaruh eksternal
3. Zona pemanfaatan: Zona ini mentolerir berbagai tipe pemanfaatan yang tetap
memperhatikan upaya untuk melindungi habitat penting, keanekaragaman hayati dan koservasi sumberdaya ekonomi.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Taman Nasional Laut Terpadu
Dalam UU No 5 tahun 1990 pasal 29 dinyatakan, bahwa pengelolaan kawasan pelestarian alam terdiri dari: (1) Taman Nasional; (2) Taman Hutan Raya; dan (3) Taman Wisata Alam. Prinsip pengelolaan kawasan konservasi berdasarkan hasil pengamatan Murdiyanto (2004), seharusnya memperhatikan kelembagaan pengelolaan, pengawasan, peran/fungsi kawasan yang efektif, pengendalian kegiatan pemanfaatan, penegakan
hukum, kemitraan antar stakeholders dan dukungan penelitian ilmiah dalam penetapan
zonasi. Sedangkan ditinjau dari segi ilmiah, bioekologi, ekonomi dan sosial kemasyarakatan menurut kajian literatur Agardy (1997), pengelolaan kawasan konservasi terpadu harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Memelihara genetik dan keanekaragaman spesies
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan melalui upaya penelitian 3. Menyediakan zona untuk pelatihan dan pendidikan
4. Melindungi sumberdaya alam dan lingkungannya 5. Menjaga dan selalu mengawasi garis sempadan pantai 6. Melindungi spesies penting
7. Menyediakan lokasi untuk rekreasi dan wisata
8. Mendukung prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan 9. Membatasi area pemanfaatan/ eksploitasi sumberdaya 10. Mempertimbangkan alternatif pengembangan ekonomi 11. Melindungi nilai estetika kawasan konservasi
(51)
24
12. Melindungi situs-situs budaya dan sejarah
13. Dukungan dari pemerintah secara politik atau peraturan perundangan 14. Melindungi area yang memiliki nilai sejarah dan budaya
Kawasan konservasi laut, khususnya kawasan taman nasional laut mempunyai
peran yang sangat penting (Agardy 1997, Bengen 2002, Roberts et al. 2003b, Barber et
al. 2004), yaitu:
a) Melindungi keanekaragaman hayati pada semua tingkat tropik, struktur, fungsi dan integritas ekosistem, sehingga dapat melindungi hubungan jaringan makanan dan proses-proses ekologis dalam suatu ekosistem.
b) Meningkatkan hasil perikanan, karena dapat melindungi daerah pemijahan, pembesaran dan tempat mencari makanan bagi ikan, meningkatkan kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan.
c) Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata yang bernilai ekologis dan estetika. d) Memperluas pemahaman dan kepedulian terhadap ekosistem pesisir dan laut melalui
pendidikan dan penelitian.
e) Memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan yang optimal dan berkelanjutan.
Hasil temuan penelitian Arancibia et al. (1999) di kawasan konservasi laut Teluk
Campeche Mexiko Selatan, dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi berupa kemiskinan ekonomi dan sosial masyarakat nelayan serta kondisi lingkungan yang tidak sehat dan kerusakan sumberdaya perikanannya, maka dirancang instrumen strategi pengelolaannya dengan tetap memperhatikan ekonomi, sosial dan pelestarian lingkungan.
Menurut Murdiyanto (2004), dalam pengelolaan kawasan konservasi laut harus memperhatikan fungsi-fungsi: (1) biogeografi dan biodiversitas; (2) ekologi; (3) ekonomis; (4) sosial; (5) ilmiah; (6) nasional dan internasional; (7) praktis dan kelayakan yang diwujudkan dalam bentuk zonasi kawasan konservasi laut. Dalam penyusunan perencanaan zonasi kawasan konservasi laut melibatkan komponen pemerintah, masyarakat dan para pakar perencanaan, pengelolaan, bioekologi, ekonomi dan sosial
serta kelembagaan (Roberts et al. 2003a dan Tissot 2006).
Fungsi kawasan konservasi laut mencakup manfaat biogeografi (Kelleher 1996), keanekaragaman hayati, perlindungan spesies endemik dan spesies langka, perlindungan terhadap spesies yang rentan, peningkatan produksi perikanan bagi wilayah yang berada disekitarnya, tempat pemijahan dan mencari makanan bagi ikan, manfaat penelitian,
(52)
25
ekowisata, pembatasan hasil sampingan juvenil dan peningkatan produktivitas perairan.
Oleh karena itu Kelleher (1996), Ginting (1998) dan Rozdilsky et al. (2001) dalam hasil
penelitiannya menyarankan adanya pengembangan pengelolaan kawasan konservasi laut dengan pendekatan manajemen ekosistem terpadu didukung oleh kekuatan politik tingkat
(53)
26
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN
DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
BERBASIS PENDEKATAN BIOEKONOMI
The Sustainable Management of Fisheries Resources in Karimunjawa National Park Based on Bioeconomic Approach
ABSTRAK
Munculnya paradigma yang masih diperdebatkan berkenaan dengan potensi keuntungan pemanfaatan penangkapan ikan di suatu kawasan konservasi laut (KKL) merupakan suatu tantangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di kawasan konservasi laut. Metoda untuk menghitung keuntungan ekonomi dengan masih memperhatikan faktor kelestarian dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di KKL terus mengalami perkembangan.
Dalam penelitian pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar upaya
optimal (E*), manfaat lestari optimal (π*) dan produksi tangkapan optimal (h*)
menggunakan metoda analisis kuantitatif dengan pendekatan model bioekonomi. Data time series yang digunakan adalah hasil tangkapan nelayan Kecamatan Karimunjawa dengan menggunakan alat tangkap Pancing, Bubu dan Jaring dari tahun 1993 sampai tahun 2009. Pendugaan parameter biologi menggunakan model CYP (Clark, Yoshimoto dan Pooley), yang menghasilkan besarnya koefisien pertumbuhan alami ikan (r)= 3,142; koefisien daya tangkap (q)= 0,000527 ; dan koefisien daya dukung (K)= 262.189,799.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa upaya optimal (E*) alat tangkap Pancing, Bubu dan Jaring di perairan TNK sebesar 2.883 trip dan manfaat ekonomi optimal lestari
(π*) sebesar Rp 3,3464 milyar serta produksi lestari maksimal (h*) sebesar 205.935 kg.
Simulasi dengan memasukkan variabel luasan kawasan perlindungan menunjukkan
bahwa luasan KKL sebesar 40% memiliki upaya optimal (E*) sebesar
2.817 trip, manfaat lestari maksimal (π*) sebesar Rp 2,984 milyar dan produksi optimal
lestari (h*) sebesar 205.296 kg.
Kata kunci: perikanan, taman nasional, berkelanjutan, pemodelan, bioekonomi
ABSTRACT
The debatable paradigm dealing with the utilization of the potential benefits of fishing in marine protected areas (MPAs) is a challenge in the sustainable of fishery resources management. The method used to calculate the economic profit concerned with the sustainability factor of fishery resources management in MPAs has been delovoping.
In the sustainable of fishery resources management research in the Karimunjawa National Park (KNP) aims to find out how much the optimal effort (E*), the optimum
sustainable benefits (π*) and the sustainable production of optimal catch (h*) using quantitative analysis method with bioeconomic model approach. Time series data used was the catch of Karimunjawa fishermen using fishing gear handline, traps and gill net from 1993 until 2009. Estimation of biological parameters using CYP (Clark, Yoshimoto and Pooley) model, which produces a natural growth of fish size coefficients (r)= 3.142; catch capacity coefficient (q)= 0.000527; and the coefficient of carrying capacity (K)= 262,189.799.
The calculation result shows that the optimal effort (E*) fishing gear handline, trap and gill net in the territorial waters Karimunjawa of 2,883 units, the optimum sustainable
(54)
27
205,935 kg. Simulated by including a variable area of MPAs shows that the extent of MPAs by 40% more effective, namely the optimal effort (E*) of 2,817 units, the optimum
sustainable benefits (π*) of Rp 2.984 billion and the sustainable production of optimal catch (h*) of 205,296
Keywords: fisheries, national park, sustainable, modeling, bioeconomic kg.
PENDAHULUAN
Perkembangan jumlah penduduk di wilayah pesisir yang semakin pesat dan persaingan dalam memenuhi kebutuhan hidup menyebabkan pemanfaatan sumberdaya pesisir semakin tidak terkendali. Aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh manusia tanpa memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian dan berkelanjutan, akan banyak menimbulkan masalah ke depannya (Gjertsen 2005). Hal ini merupakan ancaman bagi keberlangsungan kawasan konservasi, sehingga membutuhkan strategi untuk penanggulan kerusakan ekosistem (Gossling 1999). Kebanyakan nelayan lebih mengutamakan keuntungan sebanyak-banyaknya, dibandingkan memperhatikan
kelestarian sumberdaya perikanan (Merino et al. 2008).
Banyak faktor yang menyebabkan pengelolaan sumberdaya perikanan menuju
ambang kegagalan (Dahuri 2007 dan Wiadya et al. 2005): (1) kesalahpahaman bahwa
sumberdaya ikan dapat pulih (renewable resource), sehingga dieksploitasi besar-besaran;
(2) memaksimalkan hasil produksi tangkapan ikan untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya; dan (3) kesalahan pemahaman bahwa usaha perikanan tangkap sebagai sesuatu yang terpisah (bukan satu kesatuan) antara nelayan, ikan dan ekosistemnya.
Terjadi banyak permasalahan “tragedy of the open access” dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan dibeberapa tempat, akibat pemahaman bolehnya eksploitasi
besar-besaran tanpa batas bagi siapa saja terhadap sumberdaya perikanan (Pezzey et al.
2000). Pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi perlu memperhatikan aspek ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, aspek lingkungan, dan aspek manajemen yang baik, sehingga sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (Laksmi dan Rajagopalan 2000).
Keberadaan kawasan konservasi laut berdampak positif bagi sumberdaya perikanan di kawasan pesisir, yaitu untuk melindungi habitat dan stok ikan agar dapat tumbuh dengan baik tanpa gangguan di kawasan perlindungan (Dalton 2004). Limpahan
ikan-ikan dewasa dan juga ikan-ikan kecil akan berpindah tempat (spill-over effect) keluar
kawasan perlindungan (Kamukuru et al. 2004), sehingga sumberdaya dapat dimanfaatkan
(1)
PERSYARATAN HITUNG TABEL KETERANGAN GOODNESS OF FIT
Chi-square hitung < Chi-square tabel 24.10 26.3 VALID
Significan probability (P) ≥ 0.05 0.08741 0.05 VALID
RMSEA ≤ 0.08 0.052 0.08 VALID
t hitung ≥ 1.96 11.07 1.96 VALID
Biogeofisik dan Biodiversitas (X6)
Fungsi Ekologis
(X
7)
Fungsi Ekonomi
(X
8)
Fungsi Sosbud
(X
9)
Fungsi Estetika danSejarah (X10)
Fungsi Ilmiah (X
11)
Fungsi Kelayakandan Praktis (X12) Fungsi Zonasi Pemanfaatan (X13)
(2)
PM (Partisipasi Masyarakat)
PERSYARATAN HITUNG TABEL KETERANGAN
GOODNESS OF FIT
Chi-square hitung < Chi-square tabel 6.16 11.07 VALID
Significan probability (P) ≥ 0.05 0.29067 0.05 VALID
RMSEA ≤ 0.08 0.035 0.08 VALID
t hitung ≥ 1.96 6.22 1.96 VALID
Koordinasi dan Kerjasama (X14)
Desiminasi dan Informasi (X15)
Kualitas dan Kuantitas SDM (X16)
Keterlibatan Masyarakat (X17)
Dukungan Penegakan Hkm (X18)
Pengembangan Usaha (X19)
(3)
PH DAN UP (Penegakan Hukum dan Pengawasan)
PERSYARATAN HITUNG TABEL KETERANGAN
GOODNESS OF FIT
Chi-square
hitung <
Chi-square
tabel
1.16 3.84 VALIDSignifican probability
(P)
≥ 0.05
0.28211 0.05 VALIDRMSEA
≤ 0.08
0.029 0.08 VALIDt hitung
≥ 1.96
10.78 1.96 VALIDKetaatan thdp Peraturan (X20)
Sanksi Hukum thdp Pelanggar (X21)
Kualitas Kontrol (X22)
Pengendalian Perusakan Lingk
(4)
PK (Pelaksanaan Teknis)
PERSYARATAN HITUNG TABEL KETERANGAN
GOODNESS OF FIT
Chi-square hitung < Chi-square tabel 26.91 18.31 TIDAK VALID
Significan probability (P) ≥ 0.05 0.00269 0.05 TIDAK VALID
RMSEA ≤ 0.08 0.095 0.08 TIDAK VALID
t hitung ≥ 1.96 4.03 1.96 VALID
Pembatasan Jenis Alat Tangkap (X24)
Pembatasan Ukuran Alat (X25)
Pembatsan Areal dan Waktu (X26)
Larangan Pengkpn di Zona Inti (X27)
Perlindungan Jenis Ikan Langka (X28)
Pengaturan Hasil Tangkapan (X29)
Pembatsan Jml Alat Tangkap (X30)
(5)
KKT (Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut)
PERSYARATAN HITUNG TABEL KETERANGAN
GOODNESS OF FIT
Chi-square
hitung <
Chi-square
tabel
12.48 15.51 VALIDSignifican probability
(P)
≥ 0.05
0.13104 0.05 VALIDRMSEA
≤ 0.08
0.055 0.08 VALIDt hitung
≥ 1.96
10.01 1.96 VALIDDesentralisasi (Y1)
Kontrol Masyarakat (Y2)
Pendekatan Terintegrasi (Y3)
Kesejahteraan Kelestarian (Y4)
Pemerataan Hasil Tangkapan (Y5)
Pengembangan Mekanisme Pasar
(6)
FULL MODEL
PERSYARATAN HITUNG TABEL KETERANGAN
GOODNESS OF FIT
Chi-square
hitung <
Chi-square
tabel
244.62 198.9 TIDAK VALIDSignifican probability
(P)
≥ 0.05
0.00007 0.05 TIDAK VALIDRMSEA
≤ 0.08
0.05 0.08 VALIDt hitung
≥ 1.96
2.63 1.96 VALIDKeberlanjutan Bioekologi (X1) Keberlanjutan Ekonomi (X2) Keberlanjutan Sosbud (X3) Keberlanjutan Kelembagaan (X4)
Keberlanjutan Teknologi (X5)
Koordinasi dan Kerjasama (X14) Desiminasi dan Informasi (X15) Kualitas dan Kuantitas
SDM(X16) Keterlibatan Masyarakat (X17) Dukungan Penegakan
Hkm(X18) Pengembangan
Usaha (X19) Ketaatan thdp Peraturan (X20) Sanksi Hukum thdp
Pelanggar (X21) Kualitas Kontrol (X22)
Pengendalian Perusakan Lingk(X23) Fungsi Ekologis (X7)
Desentralisasi (Y1)
Kontrol Masyarakat
(Y2) Pendekatan Terintegrasi
(Y3) Kesejahteraan
Kelestarian (Y4) Pemerataan
Hasil Tangkapan (Y5) Pengembangan Mekanisme