Reef Fisheries Dynamic in Karimunjawa National Park, Central Java

(1)

DINAMIIKA PERI

KAR

IN

IKANAN

RIMUNJA

TASRIF

SEKOLAH NSTITUT P

KARANG

AWA, JAW

F KARTAW

H PASCASA PERTANIA

BOGOR 2012

G DI TAM

WA TENG

WIJAYA

ARJANA AN BOGOR

MAN NAS

GAH

R


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dinamika Perikanan Karang Di Taman Nasional Karimunjawa, Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2012

Tasrif Kartawijaya C452100041


(3)

ABSTRACT

TASRIF KARTAWIJAYA. Reef Fisheries Dynamic in Karimunjawa National Park, Central Java, supervised by EKO SRI WIYONO and BUDY WIRYAWAN

Fisheries crisis has been occurred worldwide and become greater in several decades. There is an indication of declining fish stock in Karimunjawa according to the study conducted by The Wildlife Conservation Society Indonesia Program and Karimunjawa National Park Authority. Therefore, this study aimed to assess reef fisheries dynamic, fishing effort dynamic, fisher’s operation strategies, and fisher’s adaptation strategies in response to declining in catch rate. Data were collected from fish landing survey, underwater visual census, and focus group discussion from May to December 2011. Fish biomass was analyzed to obtain the value of maximum sustainable yield. Catch per unit effort and seasonal index were analyzed to obtain fishing effort dynamic. Mean of trophic level was analyzed to describe impact of fishing gear to fish community structure, diversity index was analyzed to describe fishing gear selectivity and descriptive analysis was used for fisher’s tactic and fisher’s adaptation strategies in respond to declining catch rate. The results showed that maximum sustainable yield (MSY) could be predicted from biomass data through equation MSY = 0,724*Biomass + 10,15 indicating heavy fishing pressure and equation MSY = 0,383*Biomass + 5,375 indicating light fishing pressure. All fishing gears used in Karimunjawa were concluded as gears with high diversity index or low selectivity of the catch. Speargun contributed to make the highest catch and catch per unit effort (CPUE) compared to others fishing gears, however handline catches fishes from the highest trophic level, and muroami catches with highest rate per person per trip. According to most fishers, fishing operations strategies were highly influenced by weather conditions. The proportion of fishers that choose to adapt and exit the fishery in concomitant to the decline in catch was increased. The most common adaptation strategies used were reducing fishing effort, changing gears, and move to other fishing grounds. Assessing natural and human system dynamic is essential factors in managing reef fisheries with high consideration to the balance between ecological and socioeconomic factors.

Key words: Karimunjawa National Park, reef fish biomass, maximum sustainable yield, fishing effort and adaptation strategies.


(4)

RINGKASAN

TASRIF KARTAWIJAYA. Dinamika Perikanan Karang di Taman Nasional Karimunjawa, Jawa Tengah. Dibimbing oleh Eko Sri Wiyono dan Budy Wiryawan.

Indonesia sebagai bagian dari Asia Tenggara, bersama dengan Filipina, Malaysia dan Papua New Guinea termasuk negara yang memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia (Hughes et al. 2002) akan tetapi pengelolaan perikanan yang buruk mengancam keberadaan sumberdaya alam dan keanekaragaman spesies laut di Asia Tenggara (Bryant et al. 1998). Upaya tangkap berlebih diduga menjadi penyebab utama menurunnya stok ikan di daerah-daerah artisanal di wilayah Asia Tenggara hingga dibawah ambang batas tangkapan lestarinya (Tomascik et al. 1997), disisi lain aktifitas perikanan yang merusak juga banyak terjadi di kawaan ini (Pauly et al. 1989; White et al. 2000).

Taman Nasional Karimunjawa merupakan satu dari tujuh taman nasional laut yang ada di Indonesia, secara administratif termasuk kedalam Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah dengan lingkup kecamatan terdiri dari 4 desa yaitu Desa Karimunjawa, Desa Kemujan, Desa Parang, dan Desa Nyamuk. Karimunjawa berjarak 45 mil laut dari Jepara dan 65 mil laut dari Semarang terdapat 27 pulau, 22 pulau di antaranya termasuk dalam kawasan taman nasional.

Taman Nasional Karimunjawa merupakan salah satu daerah perikanan artisanal penting di Laut Jawa, dengan keanekaragaman terumbu karang dan ikan karang yang tinggi yaitu 69 genera karang dan 353 spesies ikan karang (Marnane et al. 2005), dengan luas habitat terumbu karang 713,11 hektar (Nababan et al. 2010) dan jumlah penduduk 8732 jiwa (BPS Jepara 2010) tersebar di 5 pulau besar yaitu Karimunjawa, Kemujan, Parang, Nyamuk dan Genting. Sebagian besar penduduknya adalah nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam perikanan. Ardiwijaya et al. 2008 mengatakan bahwa terjadi penurunan biomasa ikan karang pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2005 dan 2006 masing-masing sebesar 60% dan 57% terutama pada kelompok tropik ikan karnivore (Famili Lutjanidae, Nempteridae, Serranidae, Lethrinidae), herbivore (Famili Scaridae, Siganidae, Pomacanthidae, Kyphosidae, Acanthuridae) dan planktivore (Famili Caesionidae). Oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan perikanan yang baik untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya perikanan di Karimunjawa.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengkaji dinamika sumberdaya ikan, 2) Mengkaji dinamika upaya penangkapan, 3) Mengkaji strategi strategi operasi penangkapan ikan dan strategi adaptasi nelayan.

Metode penelitian yang digunakan adalah sensus visual ikan karang untuk mengumpulkan data berupa jenis ikan, jumlah dan ukuran ikan karang, survei hasil tangkapan nelayan untuk mengumpulkan data berupa jumlah trip dan hasil tangkapan, jenis ikan, jenis alat tangkap, lokasi penangkapan dan harga ikan, wawancara dan diskusi terarah untuk mengumpulkan data sosial ekonomi yang terkait dengan strategi operasi penangkapan dan strategi adaptasi nelayan.


(5)

Analisis data yang digunakan adalah penghitungan biomassa ikan karang, penghitungan Maximum Sustainable Yield (MSY) dan trophic level (jenjang rantai makanan) untuk mengetahui dinamika sumberdaya ikan serta dampak penangkapan terhadap komunitas ikan karang, indeks musim hasil tangkapan, indeks musim alokasi alat tangkap, indeks keanekaragaman Shannon, dan indeks dominansi untuk mengetahui dinamika upaya penangkapan, analisis deskriptif untuk menjelaskan strategi operasi penangkapan ikan dan strategi adaptasi nelayan jika dihadapkan pada skenario penurunan hasil tangkap.

Pada survei sensus visual teridentifikasi sebanyak 385 spesies dari 115 genus dan 40 famili. Survei hasil tangkapan nelayan teridentifikasi sebanyak 137 spesies dari 68 genus dan 32 famili. Berdasarkan survei sensus visual ikan karang dan hasil tangkapan nelayan ditemukan 74 spesies dari 35 genus dan 20 famili. Terdapat 15 spesies dari 74 spesies ikan karang terjadi penurunan biomassa ikan, 2 spesies dari 74 spesies ikan karang terjadi peningkatan biomassa dan 57 spesies lainnya terjadi fluktuasi antar tahun pengamatan. Nilai MSY pada tingkat eksploitasi tinggi berdasarkan data biomassa ikan karang dapat didekati dengan persamaan MSY = 0,724*Biomassa + 10,15 dan pada tingkat eksploitasi rendah berdasarkan data biomassa ikan karang dapat didekati dengan persamaan MSY = 0,383*Biomassa + 5,375, sehingga pada kondisi terbatasnya data hasil tangkapan maka dapat menggunakan data biomassa untuk menghitung MSY dengan menggunakan masing-masing pendekatan pada persamaan tersebut.

Terjadi penurunan hasil tangkapan antar tahun pengamatan berkorelasi dengan penurunan jumlah trip antar tahun pada semua alat tangkap. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada alat tangkap speargun, tingkat hasil tangkapan per orang per trip tertinggi terjadi pada alat tangkap muroami, dan rata-rata trophic level tahunan tertinggi terjadi pada alat tangkap handline. Semua alat tangkap yang digunakan di Taman Nasional Karimunjawa memiliki nilai indek keanekaragaman yang tinggi atau selektivitas yang rendah terhadap hasil tangkapan. Hasil tangkapan muroami dan speargun didominasi oleh spesies tertentu, sedangkan hasil tangkapan handline, gillnet dan trap cenderung tidak didominasi oleh spesies tertentu. Komposisi jenjang rantai makanan hasil tangkapan terdistribusi pada berbagai kelompok jenjang rantai makanan, akan tetapi alat tangkap handline mempunyai potensi untuk mempengaruhi jenjang rantai makanan yang tinggi dan dapat mengakibatkan penurunan jejaring makanan (fishing down the food web).

Strategi operasi penangkapan nelayan dipengaruhi oleh faktor eksternal antara lain kondisi cuaca, stok ikan dan harga ikan. Sebagian besar nelayan dalam melakukan operasi penangkapan menggunakan alat tangkap tunggal dan sebagian kecil nelayan menggunakan alat tangkap kombinasi (alat tangkap utama dan sampingan). Semakin besar penurunan hasil tangkapan maka nelayan akan merespon dengan adaptasi melalui pengurangan frekuensi melaut atau upaya penangkapan, mengganti alat tangkap dan pindah lokasi penangkapan, sedangkan preferensi pilihan jenis pekerjaan adalah bekerja pada sektor budidaya, bangunan, pariwisata dan sektor peternakan.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(7)

DINAMIKA PERIKANAN KARANG DI TAMAN NASIONAL

KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

TASRIF KARTAWIJAYA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(8)

(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Dinamika Perikanan Karang di Taman Nasional Karimunjawa, Jawa Tengah

Nama : Tasrif Kartawijaya

NIM : C452100041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Tanggal Ujian: 1 Mei 2012 Tanggal Lulus:

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Koordinator Mayor Sistem dan

Pemodelan Perikanan Tangkap


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang bertema pengelolaan perikanan dengan judul Dinamika Perikanan Karang di Taman Nasional Karimunjawa, Jawa Tengah.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1) Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga tesis ini dapat diselesaikan;

2) Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si atas kesediannya menjadi dosen penguji luar komisi;

3) Seluruh staff Wildlife Conservation Society-Indonesia Program khususnya Sdr. Ripanto dan Jamaludin yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini;

4) Seluruh staff Balai Taman Nasional Karimunjawa atas bantuan dan kerjasamanya;

5) Rekan-rekan SPT dan TPT 2010 atas kebersamaan dan diskusinya.

Selain bantuan dari berbagai pihak, penulis juga menyadari bahwa penelitian ini dapat diselesaikan atas segala dukungan, kasih sayang, pengertian, dan doa dari orang tua, anak, istri serta seluruh keluarga besar di Lampung dan Tasikmalaya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengelolaan perikanan dan pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Bogor, Mei 2012


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Barat pada tanggal 30 November 1979 dari bapak H. Zamzami Islami dan Ibu Hj. Barma (alm). Penulis merupakan anak kedelapan dari delapan bersaudara. Penulis menikah dengan Elis Masrifah pada tahun 2007 dan dikarunia seorang putra dengan nama Prayata Dylan Islami.

Pendidikan sarjana penulis selesaikan di Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikan Tangkap pada tahun 2010.

Sejak tahun 2004 hingga sekarang penulis bekerja pada lembaga konservasi Wildlife Conservation Society - Indonesia Program dan saat ini menjabat sebagai koordinator program di Karimunjawa, Jawa Tengah.

Berbagai seminar dan workshop skala nasional maupun internasional pernah penulis ikuti sebagai pemakalah seperti Konferensi Nasional Pesisir dan Lautan IV tahun 2004, Coastal Zone Asia Pacific Conference III tahun 2006, Coral Reef Symposium tahun 2007, The 11th International Coral Reef Symposium tahun 2008, International Symposium on Small Island and Coral Reef tahun 2010 dan Seminar Nasional Perikanan Tangkap IV tahun 2011.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR ISTILAH ... xviii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Potensi Ikan Karang di Indonesia ... 5

2.2 Produksi Perikanan Tangkap ... 5

2.3 Dinamika Sistem Perikanan ... 6

2.4 Perubahan Lingkungan... 7

2.5 Strategi Adaptasi Nelayan ... 8

2.6 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Karimunjawa ... 9

2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 10

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 15

3.1 Lokasi Penelitian ... 15

3.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 15

3.3 Alat dan Bahan Penelitian ... 18

3.4 Waktu Penelitian ... 18

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 19

3.5.1 Sensus visual ikan karang ... 19

3.5.2 Monitoring hasil tangkapan ... 19

3.5.3 Wawancara dan diskusi terarah ... 20

3.6 Analisis Data ... 20

3.6.1 Dinamika sumberdaya ikan ... 20


(13)

3.6.3 Strategi operasi penangkapan ikan ... 27

3.6.4 Strategi adaptasi nelayan ... 27

3.6.5 Analisis statistika ... 27

4 HASIL PENELITIAN ... 28

4.1 Dinamika Sumberdaya Ikan Karang ... 28

4.1.1 Biomassa ikan karang ... 28

4.1.2 Alat penangkapan dan hasil tangkapan ikan karang ... 30

4.1.3 Musim penangkapan ikan ... 35

4.2 Dinamika Upaya Penangkapan ... 39

4.2.1 Upaya penangkapan ... 39

4.2.2 Hasil tangkapan per upaya penangkapan ... 41

4.2.3 Tingkat hasil tangkapan ... 42

4.2.4 Musim alokasi alat penangkapan ... 42

4.2.5 Selektivitas alat tangkap ... 43

4.3 Strategi Operasi Penangkapan ... 45

4.4 Strategi Adaptasi Nelayan ... 47

5 PEMBAHASAN ... 50

5.1 Dinamika Sumberdaya Ikan Karang ... 50

5.2 Dinamika Upaya Penangkapan ... 57

5.3 Strategi Operasi Penangkapan ... 61

5.4 Strategi Adaptasi Nelayan ... 62

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

6.1 Kesimpulan ... 65

6.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jenis data, metode, alat dan bahan penelitian ... 18 2 Potensi hasil tangkapan pada kondisi tingkat eksploitasi tinggi dan

tingkat eksploitasi rendah pada tahun 2005, 2006, 2007, dan 2009 ... 29 3 Famili ikan karang yang ditangkap masing-masing alat tangkap ... 31 4 Indek musim penangkapan (IMP) dan consecutive seasonal index

(CSI) beberapa jenis ikan yang tertangkap di Taman Nasional

Karimunjawa. ... 38 5 Total hasil tangkapan (C total), upaya penangkapan standar (E std)

dan CPUE standar sampling pada tahun 2010 dan 2011 ... 41 6 Alat tangkap, total hasil tangkapan, upaya penangkapan standar dan

CPUE standar sampling pada tahun 2010 dan 2011 ... 41 7 Indek musim alokasi alat tangkap dan consecutive seasonal index

(CSI) pada alat tangkap handline, speargun dan trap setiap bulan ... 43 8 Alat tangkap tunggal yang digunakan setiap bulan ... 46 9 Kombinasi alat tangkap (utama dan sampingan) yang digunakan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian. ... 4

2 Konseptual model tentang interaksi antara respon biologis, konsekuensi ekonomi, dan faktor abiotik yang dipengaruhi iklim. Peningkatan dampak dari bawah ke atas (Meynecke et al. 2006). ... 8

3 Peta lokasi penelitian di Taman Nasional Karimunjawa. ... 16

4 Diagram alir tahapan penelitian. ... 17

5 Survei biomasa ikan karang dengan menggunakan transek sabuk (modifikasi dari Marnane et al. 2004). ... 19

6 Rata-rata (±SE) biomassa ikan karang (kg ha-1) pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2009. ... 28

7 Produktivitas ikan karang (kg ha-1) pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2009. ... 29

8 Dendogram pengelompokan alat tangkap berdasarkan hasil tangkapan (kg)... 32

9 Komposisi spesies ikan karang yang dimanfaatkan. ... 33

10 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan famili ikan... 33

11 Hasil tangkapan ikan karang (kg) pada tahun 2010 dan 2011. ... 34

12 Hasil tangkapan ikan karang (kg) setiap alat tangkap pada tahun 2010 dan 2011. ... 34

13 Rata-rata hasil tangkapan (kg) ikan karang pada masing-masing alat tangkap. ... 35

14 Upaya penangkapan (trip) pada tahun 2010 dan 2011. ... 39

15 Upaya penangkapan (trip) pada tahun 2010 dan 2011. ... 40

16 Rata-rata upaya penangkapan (trip) setiap bulan pada masing-masing alat tangkap. ... 40

17 Rata-rata (±SE) hasil tangkapan per orang per trip (kg). ... 42

18 Indeks keanekaragaman masing-masing alat tangkap pada tahun 2010 dan 2011. ... 44

19 Indeks dominansi masing-masing alat tangkap pada tahun 2010 dan 2011. ... 45

20 Faktor yang mempengaruhi keputusan nelayan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. ... 46


(16)

21 Respon nelayan responden terkait skenario penurunan hasil

tangkapan. ... 48 22 Strategi adaptasi nelayan terkait skenario penurunan hasil

tangkapan. ... 49 23 Pilihan jenis pekerjaan terkait skenario penurunan hasil tangkapan. ... 49 24 Sebaran nilai M, F (E=0,5) dan F (E=0,1) sumberdaya ikan karang. ... 53 25 Hubungan linear MSY dan biomassa masing-masing jenis ikan

karang pada kondisi tingkat eksploitasi tinggi (E=0,5). ... 54 26 Hubungan linier MSY dan biomassa masing-masing jenis ikan

karang pada kondisi tingkat eksploitasi rendah (E=0,1). ... 55 27 Hubungan linier antara hasil tangkapan (kg) dan upaya penangkapan

(trip). ... 56 28 Hasil tangkapan dan upaya penangkapan setiap alat tangkap pada

tahun 2010 dan 2011. ... 59 29 Rata-rata (±SE) trophic level ikan hasil tangkapan masing-masing

alat tangkap. ... 61 30 Jumlah pengunjung Taman Nasional Karimunjawa (orang) pada

tahun 2007 – 2010 (BTNKJ 2010). ... 63 31 Adaptasi nelayan terhadap skenario penurunan hasil tangkap


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Biomassa, mortalitas alami, mortalitas penangkapan dan MSY ... 72 2 Koefisien dari analisis ragam satu arah pada biomassa ikan karang

(kg ha-1). Data telah dilakukan transformasi ... 80 3 Hasil analisis regresi antara MSY dan biomassa pada pada kondisi

tingkat eksploitasi tinggi (E=0,5) ... 80 4 Hasil analisis regresi antara MSY dan biomassa pada pada kondisi

tingkat eksploitasi rendah (E=0,1) ... 81 5 Hasil validasi hubungan MSY dan Biomassa pada kondisi tingkat

eksploitasi tinggi (E=0,5) dan tingkat eksploitasi rendah (E=0,1) ... 81 6 Spesifikasi alat tangkap ... 82 7 Jenis ikan dominan yang dimanfaatkan ... 87


(18)

DAFTAR ISTILAH

Biomassa: Jumlah keseluruhan ikan dalam satuan berat dalam suatu luasan perairan.

Fishing mortality: Kematian ikan yang disebabkan oleh aktifitas penangkapan.

Herbivora: Jenis hewan yang memakan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Ikan karang: Jenis ikan yang hidup di ekosistem terumbu karang atau yang berasosiasi dengan terumbu karang.

Karnivora: Jenis hewan yang memakan makanan yang berasal dari daging.

Maximum sustainable yield (MSY): Jumlah maksimal ikan yang dapat dimanfaatkan dalam kondisi lestari.

Natural mortality: Kematian ikan yang disebabkan proses alami seperti umur, pemangsaan, penyakit dan sebagainya.

Overfishing: Suatu keadaan dimana kegiatan penangkapan ikan telah mengakibatkan penurunan stok ikan hingga dibawah tingkat lestarinya.

Perikanan artisanal: biasa disebut sebagai perikanan skala kecil yaitu perikanan tradisional yang melibatkan rumah tangga nelayan dengan menggunakan modal, kapal penangkap dan energi yang relatif kecil sehingga dalam melakukan penangkapan dari sisi waktu pendek, dekat dengan pantai, dan menyediakan untuk konsumsi lokal.

Planktivora: Jenis hewan yang memakan makanan yang berasal dari plankton.

Taman Nasional: Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan system zonasi, yang dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata alam, dan rekreasi.

Trophic level: biasa disebut jenjang rantai makanan; Posisi dalam rantai makanan seperti produsen utama, herbivora, karnivora utama. Tanaman hijau membentuk tingkat tropik pertama (produsen), herbivore membentuk tingkat tropik kedua, karnivora membentuk tingkat tropik ketiga dan keempat.

Sumber:

Herdiana (2012), Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2008), Peraturan Pemerintah No 68 tahun 1998, www.fao.org


(19)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai bagian dari Asia Tenggara, bersama dengan Filipina, Malaysia dan Papua New Guinea termasuk negara yang memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia (Hughes et al. 2002) akan tetapi pengelolaan perikanan yang buruk mengancam keberadaan sumberdaya alam dan keanekaragaman spesies laut di Asia Tenggara (Bryant et al. 1998). Upaya tangkap berlebih diduga menjadi penyebab utama menurunnya stok ikan di daerah-daerah artisanal di wilayah Asia Tenggara hingga dibawah ambang batas tangkapan lestarinya (Tomascik et al. 1997), disisi lain aktifitas perikanan yang merusak juga banyak terjadi di kawaan ini (Pauly et al. 1989; White et al. 2000). Selain itu kepadatan populasi manusia, efisiensi teknologi, tekanan pasar merupakan penyebab terjadinya overfishing (McClanahan 2006; Cinner and McClanahan 2006).

Taman Nasional Karimunjawa merupakan salah satu daerah perikanan artisanal penting di Laut Jawa (Mukminin et al. 2006) dan satu dari tujuh taman nasional laut yang ada di Indonesia. Secara administratif termasuk kedalam Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah dengan lingkup kecamatan terdiri dari 4 desa yaitu Desa Karimunjawa, Desa Kemujan, Desa Parang, dan Desa Nyamuk. Taman Nasional Karimunjawa berjarak 45 mil laut dari Jepara dan 65 mil laut dari Semarang terdapat 27 pulau, 22 pulau di antaranya termasuk dalam kawasan taman nasional yang memiliki keanekaragaman terumbu karang dan ikan karang yang tinggi yaitu 64 genera karang dan 353 spesies ikan karang (Marnane et al. 2005), dengan luas habitat terumbu karang 713,11 hektar (Nababan et al. 2010) dan jumlah penduduk 8732 jiwa (BPS Jepara 2010) tersebar di 5 pulau besar yaitu Karimunjawa, Kemujan, Parang, Nyamuk, dan Genting. Sebagian besar penduduknya adalah nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya perikanan.

Kegiatan perikanan artisanal pada ekosistem terumbu karang merupakan sumber pendapatan dan makanan yang penting bagi ratusan dari ribuan


(20)

masyarakat pesisir di Indonesia (Cesar et al. 1997; Campbell and Pardede 2006) dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka dengan memperhatikan keseimbangan antara kegiatan pemanfaatan dan kelestarian sumberdaya ikan. Menurut Ardiwijaya et al. (2008) terjadi penurunan biomasa ikan karang pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2005 dan 2006 masing-masing sebesar 60% dan 57% terutama pada kelompok tropik ikan karnivora (Famili Lutjanidae, Nempteridae, Serranidae, Lethrinidae), herbivora (Famili Scaridae, Siganidae, Pomacanthidae, Kyphosidae, Acanthuridae) dan planktivora (Famili Caesionidae).

Data dan informasi perikanan dibutuhkan sebagai masukan bagi pengelola taman nasional dalam melakukan kegiatan pengelolaan untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya ikan. Pengambilan keputusan hendaknya didasarkan pada kajian ilmiah sehingga keberhasilan pengelolaan dapat terukur dan dapat menyesuaikan dengan kondisi terkini. Pada penelitian ini akan menggambarkan tentang dinamika sumberdaya ikan karang, dinamika upaya penangkapan ikan karang, strategi operasi penangkapan ikan dan strategi adaptasi nelayan dalam menyikapi penurunan hasil tangkapan.

1.2 Perumusan Masalah

Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya mengamanatkan bahwa taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Nasional Karimunjawa terletak jauh dari daratan utama (Kota Jepara dan Kota Semarang), sehingga menimbulkan biaya transportasi yang tinggi, terbatasnya akses masyarakat terhadap sarana dan prasarana penunjang kehidupan sehari-hari, dan terbatasnya pilihan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan. Menurut Wibowo (2005) sebagian besar (61%) masyarakat Karimunjawa yang berusia produktif berprofesi sebagai nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya perikanan.

Menurut Yulianto et al. 2009 secara umum mayoritas nelayan responden menyebutkan bahwa kondisi hasil tangkapan satu tahun terakhir cukup untuk


(21)

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari walaupun untuk kondisi tertentu terkadang tidak mencukupi, hal ini mengindikasikan adanya kecenderungan perubahan hasil tangkapan nelayan.

Berdasarkan uraian diatas maka beberapa pokok permasalahan yang berkaitan dengan dinamika sumberdaya ikan karang dan upaya penangkapan serta strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan terkait kecenderungan penurunan hasil tangkapan dapat digunakan sebagai masukan dalam melakukan penyesuaian strategi pengelolaan (adaptive management) perikanan berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi di Taman Nasional Karimunjawa pada skala waktu tertentu (Gambar 1), sehingga muncul beberapa pertanyaan sekaligus menjadi batasan dari penelitian ini adalah:

1) Bagaimana dinamika sumberdaya ikan karang?

2) Bagaimana dinamika upaya penangkapan ikan karang?

3) Bagaimana strategi operasi penangkapan ikan dan strategi adaptasi nelayan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Mengkaji dinamika sumberdaya ikan karang di Taman Nasional Karimunjawa.

2) Mengkaji dinamika upaya penangkapan ikan karang di Taman Nasional Karimunjawa.

3) Mengkaji strategi operasi penangkapan ikan dan strategi adaptasi nelayan di Taman Nasional Karimunjawa.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang kondisi sumberdaya ikan, dinamika hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan, strategi operasi penangkapan ikan dan strategi adaptasi nelayan terkait dengan penurunan hasil tangkapan. Penelitian ini dapat dijadikan pedoman awal dalam menentukan indikator-indikator pengelolaan perikanan karang yang berkelanjutan terkait dengan adanya dinamika ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat sehingga Balai Taman Nasional Karimunjawa dapat mengembangkan kebijakan yang sesuai


(22)

dengan prinsip-prinsip pengelolaan taman nasional (perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan).

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. Sumberdaya Ikan Karang di

Taman Nasional

Perikanan Tangkap

Permasalahan :

- Menurunnya hasil tangkapan nelayan

- Terbatasnya pilihan pekerjaan yang dapat dilakukan

Dinamika sistem perikanan

Dinamika sistem alam

Dinamika sistem manusia

Dinamika sumberdaya ikan

Dinamika upaya penangkapan

Strategi operasi penangkapan ikan dan strategi adaptasi nelayan

Dinamika perikanan karang di Taman Nasional Karimunjawa

Masukan untuk pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa


(23)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Ikan Karang di Indonesia

Indonesia yang terletak diantara dua benua yaitu samudera pasifik dan samudera hindia, memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi sekaligus menjadikan Indonesia sebagai pusat keragaman spesies karang dan ikan karang di dunia. Burke et al. (2002) menyatakan bahwa 51% terumbu karang di Asia Tenggara dan 18% terumbu karang di Dunia berada di perairan Indonesia. Sebagian besar terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi (fringing reefs).

Saat ini, 544 jenis karang batu telah didata di wilayah timur Indonesia (Mc Kenna et al. 2002). Menurut Allen and Adrim (2003) di Indonesia terdapat 2057 spesies ikan karang dari 113 famili. Sepuluh spesies utama ikan karang di Indonesia antara lain Gobiidae (272 spesies), Labridae (178), Pomacentridae (152), Apogonidae (114), Blenniidae (107), Serranidae (102), Muraenidae (61), Syngnathidae (61), Chaetodontidae (59), dan Lutjanidae (43). Selanjutnya disebutkan juga bahwa di Indonesia diindikasikan terdapat 97 spesies endemik ikan karang yang ditemukan di empat wilayah yaitu Kepulauan Nusa Tenggara Barat (Bali, Lombok, Sumbawa), Kepulauan Nusa Tenggra Timur (Komodo hingga Alor) Timur Laut Sulawesi (Togean dan Banggai) dan Papua (Kepulauan Raja Ampat). Lebih lanjut Burke et al. (2002) menyatakan bahwa terumbu karang Indonesia sebagai salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia, menyediakan 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan pada tahun 1997. Namun, persediaan karang dan ikan karang Indonesia yang berlimpah tersebut terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak, seperti penangkapan ikan dengan menggunakan racun sianida dan bahan peledak.

2.2 Produksi Perikanan Tangkap

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) produksi perikanan tangkap di dunia pada tahun 2006 mencapai 92 juta ton dengan hasil penjualan diperkirakan sebesar US$ 91,2 milyar, terdiri dari 82 juta ton dari perikanan laut dan 10 juta ton dari perikanan darat namun dibandingkan dengan tahun 2005


(24)

terjadi penurunan produksi sebesar 2,2 juta ton. Produksi perikanan tangkap Indonesia berada pada posisi keempat teratas setelah China, Peru dan Amerika Serikat yaitu sebesar 4,8 juta ton dimana negara-negara di Asia menyumbang 52% terhadap total produksi perikanan dunia (FAO 2009). Menurut FAO (2002) dalam Wiadnya et al. (2005) penangkapan berlebih atau overfishing sudah menjadi kenyataan pada berbagai perikanan tangkap di dunia, diperkirakan 75% dari perikanan laut dunia sudah tereksploitasi penuh, mengalami tangkap lebih atau stok yang tersisa bahkan sudah terkuras, hanya 25% dari sumberdaya masih berada pada kondisi tangkap kurang.

Lebih lanjut Widodo et al. (2003) dalam Wiadnya et al. (2005) status perikanan dari 4 (empat) wilayah pengelolaan perikanan (Samudera Hindia, Perairan Arafura, Laut China Selatan dan Laut Jawa) menunjukkan gejala yang jelas terjadinya penangkapan berlebih. Lubis et al. (2005) menyatakan bahwa potensi penangkapan ikan menurun secara cepat mulai dari perairan pantai menuju laut lepas. Perairan pantai merupakan perairan tangkap lebih, demikian juga dengan perairan Laut Jawa, terletak disisi pulau yang paling padat di Indonesia, perairan ini sudah sejak lama merupakan perairan yang paling tinggi tingkat pengeksploitasiannya dan paling banyak mendaratkan volume hasil tangkapan (hampir 30% dari total hasil tangkap Indonesia).

2.3 Dinamika Sistem Perikanan

Sangat penting untuk mengetahui dinamika sistem perikanan untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Dinamika sistem perikanan minimal ditinjau dari tiga aspek yaitu: (1) Dinamika sistem alam dapat dilihat dari sistem sumberdaya ikan (dinamika populasi single dan multi-species), dinamika ekosistem, dan lingkungan biofisik; (2) Dinamika sistem manusia dipengaruhi oleh input perikanan antara lain dinamika upaya penangkapan, tenaga kerja, modal, teknologi, dan armada penangkapan; (3) Dinamika sistem pengelolaan perikanan dipengaruhi oleh perubahan tujuan pengelolaan, arah kebijakan, strategi dan taktik pengelolaan, operasional, dan struktur institusi pengelola. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kedinamikan tersebut yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berhubungan dengan operasi


(25)

penangkapan meliputi kapasitas alat penangkap ikan, kapasitas kapal, dan biaya operasional. Faktor eksternal meliputi musim ikan dan cuaca (lingkungan) (Charles 2001). Masalah utama dalam analisis dinamika upaya adalah dalam hal menentukan bagaimana nelayan beradaptasi terhadap upaya mereka dalam menyikapi perubahan faktor eksternal (Hilborn and Walters 1992). Hasil penelitian Wiyono et al. 2006 menyatakan bahwa nelayan perikanan skala kecil di Palabuhanratu dalam mengalokasikan alat tangkap dipengaruhi oleh kondisi iklim.

2.4 Perubahan Lingkungan

Perubahan lingkungan dan respon sosial mempunyai dampak yang heterogen. Perikanan tradisional dekat pantai merupakan kegiatan yang pertama kali dirugikan dikarenakan kelangkaan sumberdaya sebagai akses untuk mendapatkan penghasilan dan stok ikan yang semakin menurun. Kapal yang berukuran besar mempunyai daya jelajah yang jauh, dapat menangkap spesies yang berbeda dan memungkinkan mendapatkan hasil tangkap yang banyak ketika stok mengalami penurunan (Hamilton 2007).

Perubahan iklim mempunyai dampak langsung dan tidak langsung terhadap stok ikan. Dampak langsung dapat menyebabkan perubahan fisiologi, tingkah laku, pertumbuhan, kapasitas reproduksi, mortalitas dan distribusi. Dampak tidak langsung dapat menyebabkan perubahan produktivitas, stuktur dan komposisi ekosistem laut. Akan tetapi banyak faktor lain termasuk penangkapan, interaksi biologis dan faktor lingkungan non-iklim dapat juga mempunyai dampak yang sama. (Brander 2009).

Berikut ini pendekatan konseptual model yang telah dikembangkan oleh Meynecke et al. (2006) dimana parameter iklim terkait dengan konsekuensi ekonomi dalam dimensi temporal (Gambar 2). Tiga kategori yang memiliki interaksi yang dipengaruhi oleh iklim adalah faktor abiotik, respon biologis dan konsekuensi ekonomi. Dimulai dengan peningkatan suhu atmosfer seperti curah hujan menyebabkan perubahan yang signifikan yang mengarah pada respon biologis tergantung pada spesies ikan, aktif menghindari muara atau tidak dapat meningkatkan laju kematian juvenile yang menyebabkan kegagalan perekrutan (Loneragan dan Bunn 1999; Robins et al. 2005) atau perubahan pada kumpulan


(26)

ikan (Whitfield 2005). Dalam jangka panjang peningkatan suhu dapat menyebabkan kenaikan permukaan laut, menyebabkan sebuah pergeseran kualitas lingkungan pada habitat penting untuk perkembangbiakan ikan dan mengakibatkan penurunan kualitas habitat ikan. Sebagai akibatnya hasil tangkapan ikan dapat menurun dan peningkatkan tekanan penangkapan ikan (misalnya, peningkatan jumlah hari penangkapan ikan), risiko eksploitasi berlebihan dan kerugian secara ekonomi. Penurunan pendapatan bagi nelayan dapat menimbulkan konflik terhadap zona perlindungan dan strategi pengelolaan.

Gambar 2 Konseptual model tentang interaksi antara respon biologis, konsekuensi ekonomi, dan faktor abiotik yang dipengaruhi iklim. Peningkatan dampak dari bawah ke atas (Meynecke et al. 2006). 2.5 Strategi Adaptasi Nelayan

Minimnya aksesibilitas transportasi laut yang menghubungkan Taman Nasional Karimunjawa dengan daratan utama (Kota Jepara dan Kota Semarang) serta terbatasnya alternatif pekerjaan masyarakat karimunjawa menyebabkan

Economic consequence

Climate influenced abiotic factors

Biological response Food security,

economic loss

Fish exploitation

Fishing pressure Industrial strategies

Sea level

Current

Atmospheric termperature Ocean temperature

Wind speed & direction

Light

Precipitation & runoff

Salinity, oxygen, DOC

CO2

Habitat change

Fish assembleges & abundance

Change in food supply Stress, spawning,

D

irection of

change

D

irection of


(27)

sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya pada sumberdaya perikanan. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang dilakukan secara intensif tanpa didukung oleh pengelolaan yang baik akan menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas hasil tangkapan, ditinjau dari jumlah maupun ukuran ikan sehingga akan berdampak terhadap pendapatan. Tingginya biaya operasional penangkapan akan memaksa nelayan mencari pilihan sumber pendapatan untuk bisa bertahan hidup. Menurut Cinner et al. (2008) menyatakan bahwa ketika nelayan dihadapkan dengan skenario hasil tangkapan yang menurun, hampir setengah dari nelayan akan berhenti menangkap ikan jika hasil tangkapan harian menurun 50% dan hampir 20% nelayan akan mencari altenatif seperti pindah lokasi tangkap atau mengganti alat tangkap dan 10% nelayan akan lebih intensif menangkap ikan. Nelayan akan beradaptasi dengan menambah alat tangkap di lokasi penangkapan mereka daripada menyebar di area yang lebih luas (McClanahan and Mangi 2000).

2.6 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Karimunjawa

Berdasarkan sensus penduduk di Kecamatan Karimunjawa tahun 2010, di sekitar kawasan Taman Nasional Karimunjawa dihuni penduduk sebanyak 8732 jiwa (Laki-laki 4400 jiwa dan Perempuan 4332 jiwa) tersebar di 5 pulau yaitu Pulau Karimunjawa, P. Genting, P. Kemujan, P. parang dan P. Nyamuk. Menurut Wibowo (2005) mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan (61%) yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya pesisir dan laut khususnya sumberdaya perikanan. Mukminin et al. (2006) menyatakan bahwa jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di karimunjawa adalah pancing (hand line), muroami, jaring (net), jaring pocong, bubu (trap), tonda (troll line) dan panah (spear gun), secara umum ikan yang menjadi target utama tangkapan adalah ekor kuning (Caesio cunning), tongkol lurik (Euthynnus affinis) dan tenggiri (Scomberomorus commerson). Menurut Yulianto et al. (2009) rata-rata pendapatan nelayan di karimunjawa sebesar Rp 1.592.024 per bulan.


(28)

2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa penelitian di Taman Nasional Karimunjawa diantaranya dilakukan oleh Irnawati (2011) meneliti tentang “Model pengembangan taman nasional laut: Optimalisasi pengelolaan perikanan tangkap di Taman Nasional Karimunjawa”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kajian perikanan tangkap di TNKJ menghasilkan model PITASI untuk pengelolaan perikanan tangkap di zona pemanfaatan perikanan tradisional TNKJ. Pengelolan perikanan tangkap harus memperhatikan ikan komoditas unggulan di TNKJ, yaitu ikan kuwe, ekor kuning, dan kerapu untuk sumberdaya ikan (SDI) karang, dan teri, tenggiri, cumi-cumi, dan tongkol untuk SDI pelagis. Potensi ikan karang yang dapat diakses masyarakat di Karimunjawa sebesar 149 ton/tahun, sedangkan ikan pelagis sebesar 19.079 ton/tahun. Teknologi untuk memanfaatkan SDI karang adalah pancing ulur dan bubu, serta pancing tonda, gillnet, dan bagan perahu untuk perikanan pelagis. Jumlah unit penangkapan optimal di Karimunjawa adalah pancing ulur dan pancing tonda masing-masing 336 unit, bubu 21 unit, gillnet 168 unit, dan bagan perahu 115 unit; (2) Pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap menghendaki penerapan terpadu tiga peraturan perundangan dalam pengelolaan TNKJ, yaitu UU No. 5/1990, UU No. 45/2009 dan UU No. 32/2004. Pengelolaan juga memerlukan dibentuknya kelembagaan bersama yang berperan melakukan pengelolaan perikanan sesuai akomodasi kebijakan; (3) Model penggunaan perairan di dalam zona PPT TNKJ difokuskan untuk kegiatan perikanan karang dan perikanan pelagis. Pengaturan penggunaan perairan zona PPT meliputi: (i) perairan 0-3 mil dari garis pantai diperuntukkan untuk kegiatan perikanan karang tradisional, yaitu dengan menggunakan alat tangkap bubu dan pancing ulur; (ii) perairan >3-4 mil diperuntukkan untuk alat tangkap perikanan pelagis yang bersifat statis, seperti gillnet dan bagan perahu; dan (3) perairan >4 mil diperuntukkan bagi semua alat tangkap perikanan pelagis yang bersifat dinamis, seperti pancing tonda; (4) Kebijakan strategis pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ meliputi: (i) pemanfaatan potensi dan keanekaragaman SDI secara optimal yang sesuai dengan pangsa pasar dengan tetap memperhatikan prinsip kegiatan perikanan tangkap yang menguntungkan dan berkelanjutan; (ii) peningkatan kapasitas kelembagaan (koordinasi) untuk meningkatkan kualitas


(29)

lembaga perikanan yang ada dan untuk menciptakan sinergisitas antar lembaga terkait; dan (iii) pengawasan dan penegakan hukum untuk mengurangi kegiatan pelanggaran untuk menekan nilai kerugian akibat penangkapan oleh nelayan dari luar Karimunjawa; (5) Strategi implementasi model meliputi lima elemen pengembangan yang meliputi: (i) elemen sektor masyarakat, dengan elemen kunci nelayan; (ii) elemen kendala utama, dengan kunci elemen konflik kepentingan pemanfaatan perairan; (iii) elemen tolok ukur dengan elemen kunci keberlanjutan SDI, berkurangnya konflik, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan; (iv) elemen aktivitas, dengan elemen aktivitas, dengan elemen kunci koordinasi antar sektor, dan pembuatan rencana kerja pengelolaan dan SDI; dan (v) elemen lembaga yang terlibat, dengan elemen kunci DKP Propinsi danDKP kabupaten.

Purwanti (2008) meneliti tentang “Konsep co-management Taman Nasional Karimunjawa”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Potensi keanekaragaman hayati semakin menurun dan tingkat pemanfaatan sumberdaya taman nasional yang kurang terkontrol sehingga dapat mengancam status Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ); (2) Terdapat ketidakharmonisan peraturan dalam hal kewenangan pengelolaan antara Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan dan Pemerintah Daerah sehingga cenderung timbul konflik institusional karena peraturan sulit diterapkan lintas sector; (3) Faktor kunci co-management TNKJ adalah : pemahaman masalah dan persamaan visi; koordinasi lintas sektor; kepemimpinan; mekanisme komunikasi dan negosiasi; dan partisipasi aktif dan komitmen para pihak; dimana koordinasi dipilih sebagai driven factor dari co-management TNKJ; (4) Konsep co-management TNKJ dilakukan dengan membuat kesepakatan kerjasama antara BTNK dan pemda untuk kegiatan perikanan dan pariwisata yang diwadahi dalam suatu forum.

Irnawati (2008) meneliti tentang “Pengembangan perikanan tangkap di Kawasan TNKJ Jawa Tengah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) sistem zonasi yang ada sudah sesuai dan serasi dengan prinsip konservasi dan kebutuhan pemanfaatan berdasarkan fungsi dan luasan masing-masing zona; (2) hubungan antar zona yang ada di TNKJ memiliki keterkaitan yang erat yaitu zona yang satu dengan yang lain memiliki hubungan keterpaduan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain; (3) prioritas pengembangan perikanan tangkap di Karimunjawa


(30)

diarahkan pada: (i) pengembangan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan yang dapat menunjang sektor pariwisata bahari yaitu dengan alat tangkap bubu dan pancing tonda untuk memanfaatkan dan mengembangkan komoditas unggulan yaitu ikan kerapu, tongkol dan cumi-cumi, (ii) pembinaan masyarakat nelayan, (iii) optimalisasi pemanfaatan pelabuhan perikanan dan (iv) peningkatan keterampilan nelayan.

Yanuar (2008) meneliti tentang “Optimasi kegiatan nelayan melalui pengembangan mata pencaharian alternatif sebagai instrumen pendukung keberlanjutan Taman Nasional Karimunjawa”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Jenis ikan yang merupakan komoditi utama nelayan Kepulauan Karimunjawa terdiri dari 4 (empat) komoditas perikanan tangkap yaitu teri (Stolephorus sp), tongkol (Auxis thazard), tenggiri (Scomberomerus sp) dan ekor kuning (Caesio cunning); (2) Musim tangkap ikan teri (Stolephorus sp) terjadi selama 5 (lima) bulan dari bulan Juni hingga Oktober, ikan tongkol (Auxis thazard) selama 5 bulan dari bulan Agustus hingga Desember, tenggiri (Scomberomerus sp) selama 5 bulan dari bulan Desember hingga April dan ekor kuning (Caesio cunning) terjadi selama 6 bulan yaitu bulan Februari hingga Mei, bulan September dan Oktober; (3) Jumlah alat tangkap optimum yang dapat dioperasikan di perairan Kepulauan Karimunjawa adalah sebagai berikut : (i) bagan perahu sebanyak 81 unit dengan target tangkapan ikan teri (ii) pancing tonda sebanyak 101 unit dengan target tangkapan ikan tongkol dan tenggiri (iii) jaring insang sebanyak 71 unit dengan target tangkapan ikan ekor kuning dan (iv) bubu sebanyak 0 unit; (4) Dibutuhkan alokasi area perairan seluas 913 ha untuk budidaya rumput laut sebagai kegiatan alternatif nelayan. Kebutuhan jumlah unit masingmasing nelayan adalah 3 unit untuk nelayan bagan perahu dengan target tangkapan ikan teri, 4 unit untuk nelayan pancing tonda dengan target tangkapan ikan tongkol, 2 unit untuk nelayan pancing tonda dengan target tangkapan ikan tenggiri dan 5 unit untuk nelayan jaring insang dengan target tangkapan ikan ekor kuning.

Yusuf (2007) meneliti tentang “Kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa secara berkelanjutan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Hasil analisis kesesuaian lahan (lingkungan)


(31)

memperlihatkan bahwa perairan di sekitar pulau-pulau besar yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, dan Pulau Nyamuk ternyata sesuai untuk semua peruntukan, meliputi wisata selam, wisata snorkeling, wisata rekreasi, budidaya kerapu, budidaya teripang, budidaya rumput laut dan konservasi hutan mangrove. Pulau-pulau lainnya yang umumnya berukuran kecil dan sebagian berupa gosong hanya sesuai untuk peruntukan wisata selam, wisata snorkeling, dan budidaya rumput laut. Penggunaan lahan untuk budidaya rumput laut ternyata memiliki luasan yang terbesar daripada penggunaan yang lain; (2) Hasil analisis penentuan zonasi menunjukkan bahwa alokasi luasan zonasi antara zona inti, zona perikanan berkelanjutan dan zona pemanfaatan cukup berimbang, sehingga dapat mengakomodasi semua kepentingan stakeholders. Zona rehabilitasi memiliki luasan yang terbesar mencapai 44%, hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya banyak pulau/tempat yang terdapat di kawasan Taman Nasional Karimunjawa perlu direhabilitasi untu pemulihan sumberdaya dan ekosistemnya; (3) Banyaknya pulau/tempat di kawasan Taman Nasional Karimunjawa yang termasuk ke alam zona rehabilitasi meununkukkan bahwa zonasi yang telah ada saat ini perlu ditinjau ulang (revisi); (4) Hasil analisis kebijakan dengan menggunakan metode A’WOT menunjukkan bahwa faktor-faktor yang terdapat didalam komponen S (kekuatan) perlu dijadikan modal utama untuk pengelolaan dan pengembangan Kepulauan Karimunjawa kedepan, sebaliknya faktor-faktor yang terdapat didalam komponen T (ancaman) perlu diwaspadai dan diantisipasi agar tidak menjadi faktor ancaman yang serius bagi keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya karimunjawa kedepan; (5) Hasil penentuan prioritas strategi kebijakan memperlihatkan bahwa untuk kepentingan pengelolaan sumberdaya kawasan Taman Nasional Karimunjawa kedepan, pemerintah daerah perlu memprioritaskan strategi kebijakannya pada: (i) pengelolaan yang dilakukan melalui pendekatan peningkatan kesadaran dan partispasi masyarakat, (ii) pengelolaan karimunjawa yang dilakukan melalui penetapan zonasi, dan (iii) pengelolaan karimunjawa yang dilakukan melalui pengembangan wisata yang ramah lingkungan.

Maksum (2006) meneliti tentang “Analisis manfaat ekonomi sumberdaya perikanan kawasan konservasi laut TNKJ”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:


(32)

(1) Untuk saat ini manfaat ekonomi sumberdaya perikanan kawasan konservasi laut TNKJ belum dirasakan secara nyata, baik bagi komunitas nelayan lokal maupun bagi perekonomian wilayah; (2) Masyarakat nelayan Karimunjawa pada dasarnya mendukung keberadaan Taman Nasional Karimunjawa walaupun saat ini mereka belum merasakan manfaatnya. Sementara itu mereka menilai kinerja aparat dalam menjaga kawasan mereka masih kurang, dan mereka masih merasa kurang dilibatkan dalam pengelolaan kawasan; (3) Taman Nasional Karimunjawa berpotensi untuk memberikan manfaat ekonomi yang besar baik bagi komunitas lokal maupun bagi ekonomi wilayah, khususnya dari pemanfaatan perikanan berkelanjutan dan aktifitas wisata berbasis konservasi; (4) Keterpaduan langkah semua pihak yang berkepentingan di Karimunjawa, sangat penting dalam pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa, sehingga kepentingan ekologis dan ekonomis bisa berjalan selaras, menuju kepada tujuan bersama yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat.


(33)

3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Gambar 3).

3.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian ini adalah (Gambar 4):

1) Pengumpulan data ikan karang di Taman Nasional Karimunjawa dengan menggunakan metode underwater visual sensus untuk menghitung rata-rata biomassa ikan dan menentukan maximum sustainablity yield (MSY);

2) Pengumpulan data hasil tangkapan nelayan untuk perhitungan hasil tangkapan, upaya penangkapan, catch per unit effort (CPUE), analisis indeks musim hasil tangkapan dan alokasi penangkapan, keanekaragaman hasil tangkapan, trophic level tahunan;

3) Pengumpulan data sosial ekonomi melalui wawancara dan diskusi terarah untuk mengetahui strategi operasi penangkapan dan strategi adaptasi nelayan terhadap perubahan hasil tangkapan.


(34)

(35)

Gambar 4 Diagram alir tahapan penelitian. Mulai

Pengumpulan data ikan karang

Pengumpulan data hasil tangkapan nelayan

Wawancara dan diskusi terarah • Penghitungan Biomassa • Penghitungan MSY

Selesai Pembahasan

Kesimpulan

• Strategi operasi penangkapan • Strategi adaptasi

•Dinamika hasil tangkapan dan upaya penangkapan

•Perhitungan CPUE •Indeks musim


(36)

3.3 Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan 3 metode penelitian yaitu metode sensus visual ikan karang untuk mendapatkan data biomasa ikan karang, monitoring hasil tangkapan nelayan untuk mendapatkan data jenis ikan, jumlah trip, jenis alat tangkap, lokasi penangkapan, harga ikan dan hasil tangkapan, dan metode wawancara dan diskusi untuk mendapatkan informasi sosial ekonomi. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data, metode, alat dan bahan penelitian

No. Jenis Data Metode Alat dan Bahan

1 - Jenis, jumlah dan ukuran ikan karang.

Sensus visual ikan karang.

Perahu, alat selam, roll meter, format isian data dan alat tulis.

2 - Jumlah trip, lokasi penangkapan dan hasil tangkapan masing-masing alat tangkap.

- Jenis ikan dan hasil tangkapan.

- Harga ikan.

Monitoring hasil tangkapan nelayan.

Form data monitoring hasil tangkapan dan alat tulis.

3 - Strategi operasi dan

adaptasi: pilihan pekerjaan, jenis alat tangkap, lokasi, jumlah trip, biaya operasi, harga ikan, cuaca.

Wawancara dan diskusi terarah

Kuisioner dan alat tulis.

3.4 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan mulai Bulan Mei hingga Desember 2011. Tahapan yang dilakukan adalah persiapan pengambilan data pada Bulan Mei 2011, pengumpulan data ikan karang pada Juni 2011, wawancara dan diskusi terarah pada Bulan Oktober 2011. Pengumpulan data hasil tangkapan tahun 2010 - 2011 pada Bulan Desember 2011. Beberapa data yang telah dikumpulkan pada penelitian pendahuluan pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2009 untuk data sensus visual ikan karang, sedangkan pada tahun 2008 tidak dilakukan monitoring


(37)

ekologi ikan karang, dikarenakan pada tiga tahun sebelumnya tidak ada perbedaan yang signifikan antar tahun.

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Sensus visual ikan karang

Sensus visual ikan karang merupakan cara untuk mengidentifikasi dan mencatat ikan karang yang diamati pada satuan luas terumbu karang. Struktur kelas ukuran ikan dan estimasi biomassa dihitung dengan mencatat ukuran dan frekuensi ikan dari tiap spesies ikan sepanjang dua transek 50 meter sepanjang terumbu karang di tiap lokasi pada 2 kedalaman yaitu antara 2-3 meter dan 7-8 meter. Transek memiliki lebar 2 meter untuk ikan dengan ukuran kurang dari 10 cm dan 5 meter untuk ikan dengan ukuran lebih besar dari 10 cm. Ukuran kelas yang dicatat menggunakan selang 5 cm untuk semua kelas dari 0-5 cm sampai dengan 35-40 cm dan 40+cm (Gambar 5).

Gambar 5 Survei biomasa ikan karang dengan menggunakan transek sabuk (modifikasi dari Marnane et al. 2004).

3.5.2 Monitoring hasil tangkapan

Data hasil tangkapan nelayan berasal dari daerah pendaratan ikan di Desa Karimunjawa, lokasi ini dipilih karena lokasi ini merupakan tempat pendaratan ikan dengan alat tangkap paling bervariasi dan lebih dari 50% hasil tangkapan ikan di Kepulauan Karimunjawa didaratakan di Desa Karimunjawa (Mukminin et al. 2006). Pengambilan data contoh (sampling) dilakukan selama 15 hari setiap bulan sepanjang tahun 2010 dan 2011. Data yang dikumpulkan berupa jumlah hasil tangkapan (kg), jenis ikan, famili, lokasi penangkapan, jenis alat tangkap, biaya operasional dan harga ikan per kilogram.

50 m

Ukuran ikan >10cm Ukuran ikan <10cm 1 m

2.5 m


(38)

3.5.3 Wawancara dan diskusi terarah

Penentuan responden menggunakan metode purposive sampling yaitu penentuan responden yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan kriteria tertentu. Responden pada penelitian ini dipilih nelayan Kepulauan Karimunjawa yang telah melaut selama 5 tahun atau lebih. Informasi yang diterima dari responden diperoleh melalui wawancara mendalam dan diskusi terarah secara individual disertai pengisian kuisioner.

3.6 Analisis Data

3.6.1 Dinamika sumberdaya ikan 3.6.1.1 Biomassa ikan karang

Persamaan panjang-berat digunakan untuk mengestimasi berat ikan berdasarkan panjang ikan, titik tengah dari tiap kategori panjang (cm) ikan di tiap lokasi di konversi menjadi berat (kg) menggunakan index panjang-berat untuk masing-masing spesies dari famili yang didapat dari FISHBASE 2000 (Froese and Pauly 2000), persamaan yang dipakai dalam perhitungan berat ikan (Pauly 1984) adalah:

b L a

W = ..……….………(1)

Keterangan;

W : Berat ikan per spesies (kg), L : Panjang total per spesies (cm) a, b : Index spesifik spesies

Biomassa per hektar karang (kg ha-1) diperoleh dengan mengkonversi luasan karang dari belt transect (250 m2 untuk ukuran ikan > 10 cm dan 100 m2 untuk ukuran ikan < 10cm) menjadi hektar (1 ha = 10.000 m2) sehingga jumlah individu ikan yang tercatat pada belt transect dikalikan dengan 40 untuk ukuran ikan > 10 cm dan dikalikan 100 untuk ukuran ikan < 10cm dan kelompok trofik ikan bersumber dari FishBase 2000 (Froese and Pauly 2000).

3.6.1.2 Maximum sustainable yield

Penghitungan maximum sustainable yield (MSY) didasarkan pada persamaan sebagai berikut (Garcia et al. 1989):


(39)

F

2M

M

B

MSY

2

=

………...…………..…..……(2)

Keterangan;

B : Biomassa rata-rata

M : Kematian alamiah (natural mortality)

F : Kematian akibat tangkapan (fishing mortality).

Penghitungan potensi hasil tangkapan (potential yield) digunakan persamaan sebagai berikut (Samoilys 1997):

B F

Y = × ...(3) Keterangan;

Y : Hasil tangkapan tahunan F : Kematian akibat penangkapan B : Biomassa rata-rata

Untuk menentukan nilai mortalitas alami (M) digunakan persamaan sebagai berikut (Pauly 1980):

Log (M) = - 0.0066 – 0.279 log (L∞) + 0.6543 log (k) + 0.4634 log (T)..…..(4) Keterangan:

L∞ : Panjang infinity

K : Konstanta pertumbuhan von Bertalanffy T : Suhu rata-rata perairan

Nilai L∞, danK masing-masing ikan diperoleh dari FISHBASE (Froese and Pauly 2000). Nilai T didapatkan dari data yang dipublikasikan oleh NOAA NESDIS COASTWATCH (http://coastwatch.pfeg.noaa.gov/erddap).

Mortalitas penangkapan (F) dapat diperoleh dari persamaan tingkat eksploitasi:

M F

F E

+

= ………..………….………...…(5)

Keterangan;

E : Tingkat eksploitasi

F : Kematian akibat tangkapan (fishing mortality) M : Kematian alamiah (natural mortality).


(40)

Perhitungan mortalitas penangkapan dengan menggunakan nilai tingkat ekploitasi (E) = 0,5 untuk mewakili tingkat eksploitasi tinggi dan E = 0,1 untuk mewakili tingkat eksploitasi rendah (Samoilys 1997). Lebih lanjut Samoilys (1997) menyatakan bahwa E=0,5 terjadi ketika mortalitas alamai sama dengan mortalitas penangkapan dan dipercaya melebihi perkiraan MSY dan pada kenyataannya E optimum terjadi pada E mendekati 0,2.

3.6.1.3 Trophic level

Analisis trophic level atau jenjang rantai makanan digunakan untuk melihat dampak penangkapan terhadap komunitas ikan karang. Data trophic level untuk setiap famili diperoleh dari FISHBASE (Frose and Pauly 2000). Estimasi trophic level untuk setiap famili berdasarkan komposisi makanan, dimana trophic level setiap spesies digunakan untuk menghitung rata-rata trophic level setiap famili. Rata-rata trophic level hasil tangkapan pada setiap alat tangkap dihitung dengan rumus sebagai berikut (McClanahan and Mangi 2004):

= =

ik m

i ik k

Y TL Y

TL 1

………..…(6) Keterangan:

TLk : Trophic level hasil tangkapan pada setiap alat tangkap Yik : Hasil tangkapan spesies ke-i pada alat tangkap ke-k TL : Trophic level spesies ke-i untuk ke-m spesies ikan 3.6.2 Dinamika upaya penangkapan

3.6.2.1 Analisis catch per unit effort

Untuk mengetahui hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (catch per unit effort) menggunakan persamaan Sparre and Venema (1999) yaitu:

Effort Catch

= CPUE

………....………..……..(7) Keterangan:

CPUE : Catch per unit effort (tangkapan per satuan upaya) Catch : Jumlah hasil tangkapan (kg)


(41)

3.6.2.2 Pendugaan fishing power index

Perikanan di daerah tropis seperti di Indonesia dicirikan oleh keberagaman spesies (multi-spesies) dan keberagaman alat tangkap (multi-gear), maka perlu dilakukan standarisasi alat tangkap. Metode standarisasi alat tangkap yang digunakan adalah metode langsung seperti yang diusulkan oleh Robson (1966) dan Gulland (1983) yang dikutip oleh Wiyono (2001). Metode ini bekerja berdasarkan konsep daya tangkap relatif. Jika dua kapal melakukan penangkapan terhadap sumberdaya yang sama dan dalam kondisi yang sama, maka daya tangkap relatif kapal ke-i relatif terhadap kapal standard adalah:

CPUEs CPUEi FPI=

………...……....………..(8) Keterangan:

FPI : Fishing Power Index CPUEi : CPUE alat tangkap ke-i CPUEs : CPUE alat tangkap standar

Untuk membuat model surplus produksi, maka effort dan CPUE perlu distandarisasi. Formula untuk menghitung effort standar:

= = n i

Efforti FPIi

Estd 1

*

………...………..(9) Keterangan:

Estd : Effort standar (gabungan dari berbagai macam alat tangkap) FPIi : Fishing power index dari alat ke-i

Effort i : Upaya tangkap dari alat ke-i

Sedangkan untuk menghitung CPUE standar menggunakan persamaan:

Estd total Catch

CPUEstd = ( )* ...(10) Keterangan:

CPUEstd : CPUE standar

Catch (total) : Hasil tangkapan total pada tahun ke-i Estd : Effort standar


(42)

3.6.2.3 Indeks musim penangkapan

Untuk mengetahui dinamika musiman digunakan indeks musim penangkapan, data yang digunakan adalah data CPUE untuk indek musim alokasi alat tangkap dan data hasil tangkapan (kg) untuk menentukan indek musim jenis ikan. Menurut Dajan (1983) dalam Chodriyah (2009) menyatakan bahwa data deret waktu terdiri dari komponen-komponen trend sekuler, variasi musim, variasi siklik dan random. Fluktuasi yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh variasi musim saja tetapi trend sekuler, variasi siklik dan variasi random juga berpengaruh terhadap data deret waktu. Untuk memperoleh gamabaran yang nyata tentang variasi musim, maka trend sekuler, variasi siklik dan variasi randon hasus diisolasi dari datat deret waktu yang bersangkutan.

Metode yang digunakan untuk mengisolasi fluktuasi yang disebabkan oleh trend sekuler, variasi siklik dan variasi random tersebut adalah metode rata-rata bergerak (moving average). Dasar untuk menyususn indeks musim penangkapan (IMP) adalah dengan menggunakan rata-rata bergerak. Langkah-langkah perhitungan rasio rata-rata bergerak yang dikembangkan oleh Dajan (1983) yang dimodifikasi oleh Wiyono (2001) adalah sebagai berikut :

1) Menyusun deret waktu CPUE Bulan Januari 2010-Desember 2011 yaitu: Yi=CPUEi i : 1, 2, 3,…, n; Yi : CPUE ke-i……...……(11) 2) Menyusun rata-rata bergerak CPUE 6 bulanan (RG)

+ − = = 3 4 6 1 i i i Yi RGi

i : 4, 5, 6,..,n-3………....…….(12) 3) Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGP)

+ − = = 3 4 6 1 i i i RGi RGPi

i: 4, 5, 6,…, n-3………...……(13) 4) Menghitung rasio rata-rata untuk tiap bulan (Rb)

%

100

x

RGPi

Yi

Rb

=

i: bulan 1, 2, 3,…, 12………....……..(14) 5) Menyusun nilai rata-rata dalam satu matrik berukuran j*I yang disusun untuk setiap bulan dimulai Bulan Juli-Juni, kemudian menghitung rata-rata/variasi musim dan selanjutnya menghitung indeks musim


(43)

i. Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RRB)

= = n

j

RBij n i

1

1 RRB

j:1, 2, 3,…, 12………..…..….(15) ii. Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRRB)

=

= 12 1

i

RRBi JRRB

i: 1, 2, 3,…, 12………...…..(16) iii. Indeks Musim Penangkapan

Karena jumlah rasio rata-rata bulanan (JRRB) tidak selalu sama dengan 1200 maka nilai rasio rata-rata bulanan harus dikoreksi dengan satu faktor koreksi (FK)

JRRB FK = 1200

………....…..(17) Selanjutnaya indeks musim penangkapan (IMP) dihitung dengan persamaan:

FK

RRBi

IMP

=

*

i: 1, 2, 3,…, 12………...…….(18) Penentuan pola musim pennagkapan dengan metode rata-rata bergerak mempunyai keuntungan yaitu dapat mengisolasi fluktuasi musiman sehingga dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan penangkapan ikan. Keuntungan lainnya dalah dapat menghilangkan kecenderungan yang bias dijumpai pada deret waktu (time series). Menurut Wiyono et al. (2006) menyatakan bahwa IMP dinyatakan sebagai persentase untuk perbandingan dari musim ikan dan musim penangkapan. Indeks >100% untuk bulan tertentu berarti bahwa bulan tersebut memiliki hasil tangkapan atau jumlah upaya penangkapan yang lebih tinggi dibandingkan bulan rata-rata. Panjang musim setiap jenis ikan dan alat tangkap ditentukan oleh nilai consecutive seasonal index (CSI). Jika jumlah CSI ≥ 100 mendekati 12 menunjukkan penangkapan spesies target atau alokasi alat tangkap memiliki musiman sedikit. Jika nilai dekat dengan 1 menunjukkan musim pada spesies target atau penggunaan alat tangkap.

3.6.2.4 Selektivitas alat tangkap

Analisis selektivitas alat tangkap dijelaskan melalui indek keanekaragaman spesies hasil tangkapan dengan menggunakan indeks Shannon (H’) dan indeks dominansi Simpson (C), menurut Wiyono et al. (2006) menjelaskan bahwa indeks


(44)

Shannon merupakan indeks yang digunakan untuk menjelaskan selektivitas alat tangkap terkait dinamika musim penangkapan untuk target spesies. Nilai indeks keanekaragaman yang tinggi mengindikasikan bahwa alat tangkap memiliki tingkat selektivitas yang rendah. Sebaliknya nilai indeks keanekaragaman yang rendah mengindikasikan bahwa alat tangkap memiliki tingkat selektivitas yang tinggi sehingga hasil tangkapan yang didaratkan didominasi oleh satu atau beberapa spesies.

Indeks Shannon (Maguran 1988) dalam Wiyono et al. (2006) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

=

=

s i

pi

pi

1

ln

H'

N ni Pi= ; ………...………....……(19) Keterangan:

H’ : Indeks keanekaragaman Shannon

Pi : Proporsi spesies yang tertangkap ke-i; i=1,2,3,…,n

ni : Jumlah individu spesies yang tertangkap ke-i; i=1,2,3,…,n N : Total spesies yang tertangkap

S : Jumlah spesies

Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon (Wiyono et al. 2006): H’≈0 : Keanekaragaman rendah; selektivitas alat tangkap tinggi H’>0,1 : Keanekaragaman tinggi; selektivitas alat tangkap rendah

Indeks dominansi Simpson (Odum, 1996 dalam Wiyono, 2009) dihitung dengan rumus:

= ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = s i N ni C 1 2 ...(20) Keterangan:

C : Indeks dominansi

ni : Jumlah individu spesies yang tertangkap N : Jumlah total spesies yang tertangkap Kriteria nilai indeks Dominansi Simpson :

C<0,5 : Dominansi spesies hasil tangkapan rendah C≥0,5 : Dominansi spesies hasil tangkapan tinggi


(45)

3.6.3 Strategi operasi penangkapan ikan

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi strategi operasi penangkapan ikan seperti stok sumberdaya ikan, biaya operasional, harga ikan, dan kondisi cuaca. serta untuk mengetahui pola pengoperasian alat tangkap.

3.6.4 Strategi adaptasi nelayan

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan strategi adaptasi nelayan jika dihadapkan pada skenario penurunan hasil tangkapan sebesar 20% dan 50%. Respon nelayan dibagi kedalam tiga kategori yaitu tetap mencari ikan seperti biasa (continue), melakukan adaptasi cara penangkapan (adapt) dan ganti pekerjaan (exit). Kategori adaptasi terdiri dari respon nelayan seperti lebih sering melaut, mengurangi frekuensi melaut, pindah lokasi penangkapan dan ganti alat tangkap (Cinner et al. 2008).

3.6.5 Analisis statistika

Analisis ragam satu arah digunakan untuk mengetahui perbedaan biomassa ikan antar tahun pengamatan dengan bantuan software SYSTAT 10.2 dan analisis kluster digunakan untuk mengetahui kompetisi antar alat tangkap dengan menggunakan software STATISTICA 8.


(46)

4

HASIL PENELITIAN

4.1 Dinamika Sumberdaya Ikan Karang 4.1.1 Biomassa ikan karang

Berdasarkan hasil survei sensus visual dan hasil tangkapan terdapat 74 spesies dari 35 genus dan 20 famili ikan karang (Lampiran 1). Rata-rata biomassa ikan karang tertinggi terdapat pada tahun 2005 sebesar 248,93 ± 41,55 kg ha-1 dan terendah pada tahun 2009 sebesar 113,32 ± 35,57 kg ha-1. Analisis ragam satu arah menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (F15,259; P=0,001) biomassa ikan karang antar tahun (Lampiran 2). Penurunan biomassa ikan karang dari tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar 10%, dari tahun 2006 ke tahun 2007 sebesar 38,8%, dan dari tahun 2007 ke tahun 2009 sebesar 43,7%. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan biomassa ikan karang secara konsisten dari tahun ke tahun disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Rata-rata (±SE) biomassa ikan karang (kg ha-1) pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2009.

Hasil perhitungan tingkat pemanfaatan lestari atau maximum sustainable yield (MSY) pada kondisi tingkat eksploitasi tinggi dan tingkat eksploitasi rendah. Kedua skenario tersebut menunjukkan pola yang sama. Pada kondisi tingkat eksploitasi tinggi nilai MSY tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 7755,70 kg

0 50 100 150 200 250 300 350

2005 2006 2007 2009

Ra

ta

-r

at

a b

iom

as

sa

ik

an

ka

ran

g

(

kg

h

a

-1)


(47)

ha-1 dan terendah pada tahun 2009 sebesar 4159,16 kg ha-1. Pada kondisi tingkat eksploitasi rendah nilai MSY tertinggi pada tahun 2006 sebesar 4105,96 kg ha-1 dan terendah pada tahun 2009 sebesar 2201,91 kg ha-1 disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Produktivitas ikan karang (kg ha-1) pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2009.

Luas terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa adalah 713,11 ha atau 7,13 km2 maka potensi hasil tangkapan (potential yields) pada tingkat eksploitasi tinggi tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 5530,67 ton tahun-1 dan terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 2965,94 ton tahun-1, sedangkan potensi hasil tangkapan pada tingkat eksploitasi rendah tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 614,52 dan terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 329,55 ton tahun-1 seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Potensi hasil tangkapan pada kondisi tingkat eksploitasi tinggi dan tingkat eksploitasi rendah pada tahun 2005, 2006, 2007, dan 2009

Tahun

Potensi hasil tangkapan (kg km-2 tahun-1)

Potensi hasil tangkapan (kg tahun-1)

Potensi hasil tangkapan (ton tahun-1)

Tingkat eksploitasi tinggi Tingkat eksploitasi rendah Tingkat eksploitasi tinggi Tingkat eksploitasi rendah Tingkat eksploitasi tinggi Tingkat eksploitasi rendah

2005 700319,25 77813,25 4994046,62 554894,07 4994,05 554,89

2006 775569,94 86174,44 5530666,80 614518,53 5530,67 614,52

2007 587380,84 65264,54 4188671,49 465407,94 4188,67 465,41

2009 415915,53 46212,84 2965935,23 329548,36 2965,94 329,55

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

2005 2006 2007 2009

Pr od uk tivita s ika n k ara ng (k g ha -1) Tahun Biomassa ikan

MSY pada tingkat eksploitasi tinggi MSY pada tingkat eksploitasi rendah


(48)

4.1.2 Alat penangkapan dan hasil tangkapan ikan karang

Berdasarkan survei hasil tangkapan nelayan, teridentifikasi 5 jenis alat tangkap yang dipergunakan nelayan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa untuk menangkap ikan karang. Alat tangkap tersebut antara lain: gillnet (jaring insang), handline (pancing), muroami, speargun (panah) dan trap (bubu) seperti terlihat pada Tabel 3.

Alat tangkap gillnet merupakan alat tangkap pasif, tidak memiliki kantong, dioperasikan dari pagi hingga sore hari dengan memanfaatkan pasang surut air laut biasanya dipasang di daerah inlet/outlet laguna hingga ke daerah tubir karang, target tangkapan utamanya adalah ikan baronang (Famili Siganidae), todak (Famili Belonidae), kuwe (Famili Carangidae).

Alat tangkap handline (pancing) merupakan alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan karimunjawa yang menangkap semua jenis ikan yang dimanfaatkan, target tangkapan utamanya adalah ikan kerapu (Famili Serranidae), kakap (Famili Lutjanidae), sulir (Famili Carangidae), dan ekor kuning (Famili Caesionidae).

Alat tangkap muroami merupakan alat tangkap aktif yang memiliki kantong, dioperasikan dengan tiga perahu dan sebuah kompressor dengan jumlah anak buah kapal (ABK) 10-25 orang. Alat tangkap ini dioperasikan pada daerah tubir karang atau taka (karang dalam) dengan kedalaman 7-30 meter, target tangkapan utamanya adalah ikan ekor kuning (Famili Caesionidae).

Alat tangkap speargun (panah) merupakan alat tangkap yang terdiri dari tangkai panah dan anak panah dengan cara melukai target tangkapan, dioperasikan pada malam hari dengan satu perahu dan sebuah kompressor dengan jumlah ABK 4-6 orang. Seperti alat tangkap pancing, alat tangkap ini menangkap semua jenis ikan yang dimanfaatkan.

Perangkap (bubu) merupakan alat tangkap pasif yang dipasang disekitar tubir karang, dioperasikan pada kedalaman 2-7 meter selama 2-3 hari dengan jumlah ABK 1-3 orang. Target tangkapan utamanya adalah ikan kerapu (Famili Serranidae), ekor kuning (Famili Caesionidae) dan baronang (Famili Siganidae).


(49)

Tabel 3 Famili ikan karang yang ditangkap masing-masing alat tangkap

No Famili Alat Tangkap

Gillnet Handline Muroami Speargun Trap

1 Acanthuridae − √ − √ −

2 Balistidae − √ − √ −

3 Belonidae √ √ − − −

4 Caesionidae − √ √ √ √

5 Carangidae √ √ √ √ √

6 Chaetodontidae − − − − √

7 Dasyatidae − √ − √ −

8 Ephippidae − √ √ √ √

9 Haemulidae − − − √ −

10 Kyphosidae − − − √ −

11 Labridae √ √ − √ −

12 Lethrinidae − √ − √ −

13 Lutjanidae − √ − √ √

14 Nemipteridae − √ − √ −

15 Pomacanthidae − √ − √ √

16 Pomacentridae − √ − − −

17 Scaridae √ √ √ √ √

18 Serranidae − √ √ √ √

19 Siganidae √ √ √ √ √

20 Sphyraenidae √ √ √ √ −

Pada analisis kluster (Gambar 8), pengelompokan berdasarkan komposisi hasil tangkapan (kg) bulanan pada setiap alat tangkap, analisis ini menggunakan metode aglomerasi dalam pembentukan kluster adalah pautan tunggal (single linkage) dan mengukur kesamaan antar objek menggunakan ukuran jarak (euclidian distance). Hasil pengelompokkan yang diambil adalah 4 kelompok pada jarak 2.000 kg yaitu kelompok satu alat tangkap gillnet dan trap, kelompok dua alat tangkap handline, kelompok 3 alat tangkap muroami, dan kelompok 4 alat tangkap speargun. Pengambilan 4 kelompok didasarkan pada karakteristik alat tangkap gilnet dan trap pada kelompok satu yang memiliki hasil tangkapan berbeda dengan alat tangkap lainnya.

Dari analisis ini dapat diketahui bahwa alat tangkap gillnet dan trap saling berkompetisi dan juga berkompetisi dengan kelompok yang lain, sedangkan handline, muroami dan speargun saling berkompetisi antara satu dengan lainnya karena berada pada kelompok yang berbeda.


(50)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 Linkage Distance (kg)

SPG MRA HDL TRP GLN

Gambar 8 Dendogram pengelompokan alat tangkap berdasarkan hasil tangkapan (kg).

Keterangan : GLN: Gillnet; TRP: Trap; HDL: Handline; MRA: Muroami; SPG:Speargun

Komposisi jumlah spesies untuk setiap famili ikan karang yang dimanfaatkan didominasi oleh Famili Serranidae (17%), Carangidae (13%), Scaridae (12%), dan Lutjanidae (9%) disajikan pada Gambar 9. Sedangkan komposisi hasil tangkapan didominasi oleh Famili Caesionidae (79%), Serranidae (7%), Carangidae (6%), Scaridae (4%), dan Lutjanidae (1%) yang merupakan ikan target bagi nelayan disajikan pada Gambar 10. Famili Caesionidae merupakan famili ikan yang memiliki jumlah spesies yang dimanfaatkan sedikit akan tetapi memiliki hasil tangkapan tertinggi, disumbang oleh spesies Caesio cuning dan Caesio caerulaurea.


(51)

Gambar 9 Komposisi spesies ikan karang yang dimanfaatkan.

Gambar 10 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan famili ikan.

Hasil tangkapan ikan karang terjadi penurunan antar tahun, dimana hasil tangkapan ikan karang pada tahun 2010 sebesar 48248,63 kg dan pada tahun 2011 sebesar 20874,40 kg atau terjadi penurunan sebesar 131,14% disajikan pada Gambar 11.

Serranidae 17%

Carangidae 13%

Scaridae 12%

Lutjanidae 9% Labridae

4% Lethrinidae

4% Siganidae

4% Caesionidae

4% Haemulidae

3% Nemipteridae

3%

Lainnya 27%

Caesionidae 79% Serranidae

7% Carangidae

6%

Scaridae 4%

Lutjanidae

1% Lainnya


(52)

Gambar 11 Hasil tangkapan ikan karang (kg) pada tahun 2010 dan 2011. Hasil tangkapan setiap alat tangkap memiliki pola yang sama antara tahun dan mengalami penurunan pada semua alat tangkap kecuali alat tangkap gillnet. Hasil tangkapan tertinggi terdapat pada alat tangkap speargun pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing sebesar 25790,8 kg dan 13859,6 kg dan tangkapan terendah terdapat pada alat tangkap gillnet pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing sebesar 21,4 kg dan 40,5 kg disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Hasil tangkapan ikan karang (kg) setiap alat tangkap pada tahun 2010 dan 2011.

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000

2010 2011

Hasil tangkapan

ik

an

ka

ra

ng (K

g)

Tahun

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Gill Net Handline Muroami Speargun Trap

H

as

il ta

ng

ka

pa

n

ik

an

k

ara

n

g

(K

g

)

2010 2011


(53)

Rata-rata hasil tangkapan masing-masing alat tangkap berfluktuasi setiap bulannya, rata-rata hasil tangkapan tertinggi terdapat pada alat tangkap speargun sebesar 1652,1 kg dan terendah pada alat tangkap gillnet sebesar 5,2 kg. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada Bulan November untuk alat tangkap muroami sebesar 3446,9 kg dan terendah terjadi pada Bulan Desember untuk trap sebesar 3,3 kg disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Rata-rata hasil tangkapan (kg) ikan karang pada masing-masing alat tangkap.

4.1.3 Musim penangkapan ikan

Penentuan musim penangkapan ikan berdasarkan pada nilai indeks musim penangkapan (IMP) pada 14 jenis target utama tangkapan nelayan dan tertangkap pada setiap bulan, hasil analisis indeks musim menunjukkan bahwa musim penangkapan mengalami perubahan antar waktu. Rata-rata IMP keseluruhan jenis ikan yang tertangkap menunjukkan bahwa musim penangkapan ikan terjadi pada Bulan November hingga Juli dimana nilai IMP-nya berkisar diatas 100%. IMP tertinggi terjadi pada Bulan November yaitu sebesar 136%. Sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan September yaitu sebesar 58%, meskipun pada Bulan April, Juni, dan Desember indeknya turun dibawah 100%. Nilai IMP tertinggi dan terendah dari keseluruhan jenis ikan terdapat pada jenis ikan Caesio caerulaurea masing-masing terjadi pada Bulan November sebesar 354% dan pada Bulan Februari sebesar 8%.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Rata-r

ata h

asil tan

g

kap

an

(k

g)

Gill Net Handline Muroami


(54)

Musim penangkapan ikan jenis Anyperodon leucogrammicus terjadi pada Bulan Februari, Mei, Oktober, dan November. IMP tertinggi terjadi pada Bulan Mei sebesar 189%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan Desember sebesar 43%. Musim penangkapan ikan jenis Atule mate terjadi pada Bulan Mei, Juni, Oktober, November, dan Desember. IMP tertinggi terjadi pada Bulan Oktober sebesar 166%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan Agustus sebesar 49%.

Musim penangkapan ikan jenis Caesio caerulaurea terjadi pada Bulan Januari, Mei, Juni, Juli, Oktober dan November. IMP tertinggi terjadi pada Bulan November sebesar 354%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan Februari sebesar 8%. Musim penangkapan ikan jenis Caesio cuning terjadi pada Bulan Januari, Mei, Juli, Oktober dan November. IMP tertinggi terjadi pada Bulan Janurari sebesar 166%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan Desember sebesar 47%.

Musim penangkapan ikan jenis Chlorurus bowersi terjadi pada Bulan Februari, Maret dan November. IMP tertinggi terjadi pada Bulan Maret sebesar 255%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan September sebesar 20%. Musim penangkapan ikan jenis Chlorurus microrhinos terjadi pada Bulan Maret, April, Mei, Juli dan Desember. IMP tertinggi terjadi pada Bulan April sebesar 208%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan Juni sebesar 41%.

Musim penangkapan ikan jenis Epinephelus ongus terjadi pada Bulan Januari, Februari, Maret, Mei, Juli dan Desember. IMP tertinggi terjadi pada Bulan Mei sebesar 218%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan April sebesar 47%. Musim penangkapan ikan jenis Plectropomus maculatus terjadi pada Bulan Januari, Februari, Mei, Juli, Agustus, September, Oktober dan November. IMP tertinggi terjadi pada Bulan Januari sebesar 163%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan November sebesar 52%.

Musim penangkapan ikan jenis Plectropomus oligochantus terjadi pada Bulan Maret, Mei Juni, Juli, Agustus, Oktober dan November. IMP tertinggi terjadi pada Bulan November sebesar 165%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan April sebesar 56%. Musim penangkapan ikan jenis Scarus dimidiatus terjadi pada Bulan Januari, Februari, Maret, April, Juni dan Juli. IMP tertinggi


(55)

terjadi pada Bulan Februari sebesar 204%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan Desember sebesar 35%.

Musim penangkapan ikan jenis Scarus ghobban terjadi pada Bulan Februari, Maret, Juni, Juli, November dan Desember. IMP tertinggi terjadi pada Bulan Juli sebesar 206%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan Oktober sebesar 42%. Musim penangkapan ikan jenis Scarus niger terjadi pada Bulan Januari, Maret, April, dan Desember. IMP tertinggi terjadi pada Bulan Desember sebesar 202%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan Oktober sebesar 55%. Musim penangkapan ikan jenis Scarus prasiognathos terjadi pada Bulan Januari, Maret, April, Mei, Juli dan November. IMP tertinggi terjadi pada Bulan November sebesar 174%, sedangkan IMP terendah terjadi pada Bulan Agustus sebesar 10%

Secara keseluruhan jenis ikan memiliki 2 hingga 4 musim ikan. Pada jenis ikan Caesio cuning, Epinephelus ongus dan Scarus prasiognathos memiliki 4 musim ikan. Ikan Caesio cuning (CSI=1 pada Bulan Januari, Mei, Juli dan CSI=2 pada Bulan Oktober-November), ikan Epinephelus ongus (CSI=1 pada Bulan Mei, Juli, Desember dan CSI=3 pada Bulan Januari-Maret) dan ikan Scarus prasiognathos (CSI=1 pada Bulan Januari, Juli, November dan CSI=3 pada Bulan Maret-Mei).

Jenis ikan Anyperodon leucogrammicus, Caesio caerulaurea, Chlorurus microrhinos, Plectropomus leopardus, Plectropomus maculatus, Plectropomus oligochantus,dan Scarus ghobban memiliki 3 musim ikan. Ikan Anyperodon leucogrammicus (CSI=1 pada Bulan Februari, Mei dan CSI=2 pada Bulan Oktober-November), ikan Caesio caerulaurea (CSI=1 pada Bulan Januari, CSI=2 pada Bulan Oktober-November dan CSI=3 pada Bulan Mei-Juli), ikan Chlorurus microrhinos (CSI=1 pada Bulan Juli, Desember dan CSI=3 pada Bulan Maret-Mei), ikan Plectropomus leopardus (CSI=1 pada Bulan Maret, November dan CSI=2 pada Bulan Mei-Juni), ikan Plectropomus maculatus (CSI=1 pada Bulan Mei, CSI=2 pada Bulan Januari-Februari dan CSI=4 pada Bulan Juli-Oktober), ikan Plectropomus oligochantus (CSI=1 pada Bulan Maret, CSI=2 pada Bulan Oktober-November dan CSI=4 pada Bulan Mei-Agustus), dan ikan Scarus ghobban (CSI=2 pada Bulan Februari-Maret, Juni-Juli dan November-Desember).


(56)

Jenis ikan Atule mate, Chlorurus bowersi, Scarus dimidiatus, dan Scarus niger memiliki 2 musim ikan. Ikan Atule mate (CSI=2 pada Bulan Mei-Juli dan SCI=3 pada Bulan Oktober-Desember), ikan Chlorurus bowersi (CSI=1 pada Bulan November dan CSI=2 pada Bulan Februari-Maret), ikan Scarus dimidiatus (CSI=2 pada Bulan Juni-Juli dan CSI=4 pada Bulan Januari-April), dan ikan Scarus niger (CSI=1 pada Bulan Desember dan CSI=2 pada BUlan Maret-April).

Musim penangkapan dengan jumlah spesies ikan tertinggi terjadi pada Bulan Mei sebanyak sepuluh jenis ikan yaitu Anyperodon leucogrammicus, Atule mate, Caesio caerulaurea, Caesio cuning, Chlorurus microrhinos, Epinephelus ongus, Plectropomus leopardus, Plectropomus maculatus, Pletropomus oligochantus, dan Scarus pragsionathos, Sedangkan jumlah spesies ikan terendah terjadi pada Bulan September hanya satu jenis ikan yaitu Plectropomus maculatus, disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Indek musim penangkapan (IMP) dan consecutive seasonal index (CSI) beberapa jenis ikan yang tertangkap di Taman Nasional Karimunjawa.

Spesies Bulan CSI

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

1 81 182 52 96 189 69 67 96 44 136 146 43 3

2 99 78 60 79 134 116 94 49 76 166 128 121 2

3 136 8 9 36 100 151 121 70 40 122 354 53 3

4 166 88 80 61 134 81 124 91 65 113 151 47 4

5 99 181 255 95 84 74 93 48 20 81 138 33 2

6 46 81 133 208 109 41 120 72 64 90 93 142 3

7 112 108 133 47 218 53 102 69 60 93 83 123 4

8 80 79 128 41 125 145 99 92 96 79 174 60 3

9 163 151 93 56 118 94 102 105 107 102 52 56 3

10 57 78 161 56 116 104 106 128 61 106 165 61 3

11 119 204 102 104 80 137 174 58 46 87 54 35 2

12 59 138 116 77 68 101 206 87 42 42 112 152 3

13 69 71 172 148 97 98 84 67 58 55 79 202 2

14 141 98 174 114 111 58 161 10 40 64 174 56 4

Rata-rata 102 110 119 87 120 94 118 75 58 95 136 85

Jumlah


(1)

2) Handline (Pancing)

Sumber : WCS

Sumber : DKP, 2009 Spesifikasi:

Bahan : monofilamen


(2)

3) Muroami

Sumber : WCS

Sumber : DKP, 2009 Spesifikasi :

Bahan Jaring: multifilamen Ukuran mata jaring: 1 - 2 inci Panjang jaring : 200 m


(3)

4) Speargun (Panah)

Sumber : WCS

Sumber : WCS Spesifikasi :

Bahan : Kayu dengan mata panah besi Panjang : 1 – 1,7 m


(4)

5) Trap (Bubu)

Sumber : WCS

Sumber : DKP, 2009 Spesifikasi :


(5)

Lampiran 7 Jenis ikan dominan yang dimanfaatkan

1) Caesio cuning (Bloch, 1791)

Deskripsi dan gambar (www.fishbase.org) Ukuran : Panjang max: 60 cm (betina)

Lingkungan : Perairan laut, berasosiasi dengan karang; kedalaman hingga 60 m Penyebaran : Indo-West Pacific: Sri Lanka hingga Vanuatu; selatan Jepang hingga utara Australia.

2) Caesio caerulaurea (Lacepède, 1801)

Deskripsi dan gambar (www.fishbase.org) Ukuran : Panjang max: 35cm (jantan)

Lingkungan : laut, berasosiasi dengan karang; kisaran kedalaman 5-50 m

Penyebaran : Indo-West Pacific: laut merah dan timur Afrika hingga Samoa, utara hingga selatan Jepang, selatan hingga New Caledonia


(6)

3) Plectropomus oligacanthus (Bleeker, 1855)

Deskripsi dan gambar (www.fishbase.org) Ukuran : Panjang max: 75cm (jantan)

Lingkungan : Perairan laut, terumbu karang; kisaran kedalaman 3 - 30 m Penyebaran : Western Pacific: Filipina, Indonesia, New Guinea, timur laut Australia (Cape York hingga utara Great Barrier Reef) Belau, Truk, Kepulauan Caroline, Kepulauan Marshall, dan Kepulauan Solomon.

4) Epinephelus ongus (Bloch, 1790)

Deskripsi dan gambar (www.fishbase.org) Ukuran : Panjang max: 40cm (jantan)

Lingkungan : Perairan laut, payau, terumbu karang; kisaran kedalaman 5 - 25 m Penyebaran : Indo-West Pacific: timur Afrika hingga Kepulauan Ryukyu, Kepulauan Marshall, Fiji, New Caledonia, dan utara Australia.

5) Atule mate (Cuvier, 1833)

Deskripsi dan gambar (www.fishbase.org) Ukuran : Panjang max: 30cm (jantan)

Lingkungan : laut, payau, berasosiasi dengan karang; kisaran kedalaman 1 - 80 m Penyebaran : Indo-Pacific: Laut merah dan timur Afrika hingga Kepulauan Hawaiian dan Samoa, utara hingga Jepang, selatan laut Arafuru dan utara Australia.