Pengolahan Citra Perancangan Pengenal QR (Quick Response) Code Dengan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Perceptron

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin dalam hal ini komputer. Teknik - teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra image compression. Perubahan kontras citra adalah contoh operasi pengolahan citra. Contoh pengolahan citra lainnya adalah penghilangan derau noise. Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila: 1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra. 2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur. 3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain. [6]

2.1.1 Citra

Citra adalah suatu representasi gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu obyek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan. [11] “Citra image adalah gambar pada bidang dwimatra dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus continue dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, dan pemindai scanner, sehingga bayangan objek yang disebut citra terekam” [6]. Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat : 1. Optik berupa foto. 2. Analog berupa sinyal video, seperti gambar pada monitor televisi. 3. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.

2.1.2 Digitalisasi Citra

Citra ada dua jenis, yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga mampu menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner. Citra diskrit disebut juga citra digital. Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan inilah yang disebut citra digital digital image. Pada umumnya citra digital berbentuk empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar lebar x tinggi. Citra digital yang berukuran M X N lazim dinyatakan dengan matriks yang berukuran M baris dan N kolom sebagai berikut: fx,y ≈ � �0,0 �0,1 �1,0 �1,1 ⋯ �0, � − 1 ⋯ �1, � − 1 ⋮ ⋮ �� − 1,0 �� − 1,0 ⋮ ⋮ ⋯ �� − 1, � − 1 � Indeks baris i dan indeks kolom j menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan fi,j merupakan intensitas derajat keabuan pada titik i,j. Masing- masing elemen pada citra digital berarti elemen matriks disebut image element, picture element atau pixel atau pel. Jadi, citra yang berukuran M X N mempunyai MN buah pixel. [6]

2.1.3 Citra Grayscale

Untuk mendapatkan citra grayscale keabuan digunakan rumus: Ix,y = α.R + β.G + γ.B Dengan Ix,y adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh dengan mengatur komposisi warna R merah, G hijau dan B biru yang ditunjukkan oleh nilai parameter α, β, dan γ. Secara umum, nilai α, β, dan γ adalah 0.33. Nilai yang lain juga dapat diberikan untuk ketiga parameter tersebut asalkan total keseluruhan nilainya adalah 1. [8]

2.1.4 Citra Biner

Citra biner binary image adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan: hitam dan putih. Piksel-piksel objek bernilai 1 dan piksel-piksel latar belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan gambar, 0 adalah putih dan 1 adalah hitam. Meskipun saat ini citra berwarna lebih disukai karena memberi kesan yang lebih kaya daripada citra biner, namun tidak membuat citra biner mati. Pada beberapa aplikasi citra biner masih tetap dibutuhkan, misalnya citra logo instansi yang hanya terdiri atas warna hitam dan putih, citra kode barang bar code yang tertera pada label barang, dan citra hasil pemindaian dokumen teks. [6]

2.1.5 Operasi Pengolahan Citra

Operasi-operasi yang dilakukan pada pengolahan citra secara umum dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu: 1. Perbaikan kualitas citra image enhancement Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat dalam citra lebih ditonjolkan. Beberapa operasi perbaikan citra antara lain: perbaikan kontras gelapterang, perbaikan tepian objek edge enhancement, penajaman sharpening, pemberian warna pseudocoloring, dan penapisan derau noise filtering. 2. Pemugaran citra image restoration Operasi ini bertujuan menghilangkanmeminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra, penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran citra, yaitu penghilangan kesamaran deblurring, atau penghilangan derau noise. 3. Pemampatan citra image compression Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan citra adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh metode pemampatan citra adalah metode JPEG. 4. Segmentasi citra image segmentation Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola. 5. Analisis citra image analysis Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitatif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadang kala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya. Contoh- contoh operasi analisis citra, yaitu: pendeteksian tepi objek edge detection, ekstraksi batas boundary, dan representasi daerah region. 6. Rekonstruksi citra image reconstruction Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis. Misalnya, beberapa foto rontgen dengan sinar-X digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh. [6]

2.1.6 Pengambangan

Proses pengambangan thresholding akan menghasilkan citra biner, yaitu citra yang memiliki dua tingkat keabuan, yaitu hitam dan putih. Secara umum, proses pengambangan citra grayscale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut[6]: gx,y = � 1 �� ��, � ≥ � 1 �� ��, � � � dengan gx,y citra biner dari citra grayscale fx,y, dan T menyatakan nilai ambang. Nilai T memegang peran sangat penting dalam proses pengambangan. Kualitas hasil citra biner sangat bergantung pada nilai T yang digunakan. Dengan operasi pengambangan tersebut, objek dibuat berwarna gelap 1 atau hitam sedangkan latar berwarna terang 0 atau putih. Dua pendekatan yang digunakan dalam operasi pengambangan, yaitu: 1. Pengambangan global Global thresholding Pada pengambangan global, seluruh piksel pada citra dikonversi menjadi hitam atau putih dengan satu nilai ambang T. Cara yang umum menentukan nilai T adalah dengan membuat histogram citra. Jika citra mengandung satu buah objek dan latar belakangnya mempunyai nilai intensitas yang homogen, maka citra tersebut umumnya mempunyai histogram bimodal mempunyai dua puncak atau dua buah maksimum lokal. Nilai T dipilih pada nilai minimum lokal yang terdapat di antara dua puncak. Dengan cara seperti ini, kita tidak hanya mengkonversi citra grayscale ke citra biner, tetapi sekaligus melakukan segmentasi objek dari latar belakangnya. Kemungkinan besar pada pengambangan global akan banyak informasi hilang karena hanya menggunakan satu nilai T untuk keseluruhan piksel. Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan pengambangan secara local adaptive. 2. Pengambangan lokal Locally Adaptive Thresholding Pada pengambangan lokal, suatu citra dibagi menjadi blok-blok kecil dan kemudian dilakukan pengambangan lokal atas setiap blok itu dengan nilai T yang berbeda. Sebagai contoh, pengambangan dilakukan terhadap daerah citra yang berukuran 3x3 atau 5x5 piksel. Nilai ambangnya ditentukan sebagai fungsi rata- rata derajat keabuan di dalam daerah citra tersebut. Intensitas piksel yang berbeda secara signifikan dari nilai rata-rata tersebut dianggap mengandung informasi kontras dan ini harus dipertahankan dalam citra biner. Dengan pengambangan secara lokal adaptif, secara subjektif citra biner yang dihasilkan terlihat lebih menyenangkan dan sedikit informasi yang hilang.

2.2 Pengenalan Pola