Karakteristik Fisik Tanah pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor)

KARAKTERISTIK FISIK TANAH PADA SISTEM
PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI
(Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor)

M. KHAIRI FUAD A. JAMBAK

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisik
Tanah pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan
Cikabayan, Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013

M. Khairi Fuad A. Jambak
NIM A14080030

ABSTRAK
M. KHAIRI FUAD A. JAMBAK. Karakteristik Fisik Tanah pada Sistem
Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan,
Bogor). Dibimbing oleh D. P. TEJO BASKORO dan ENNI DWI WAHJUNIE.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk maka kebutuhan akan pangan dan
air terus meningkat. Hal ini menuntut peningkatan produksi pertanian secara
terus-menerus. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan menerapkan
sistem pengolahan tanah secara intensif. Tanpa disadari, dalam waktu yang
panjang sistem pengolahan ini dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah.
Oleh karena itu, perlu adanya sistem pengolahan tanah yang dapat
mempertahankan produktivitas lahan agar tetap baik, salah satunya dengan
menerapkan sistem pengolahan tanah konservasi. Namun, hingga saat ini masih
terjadi perdebatan terhadap seberapa besar pengaruh sistem pengolahan tanah
konservasi

terhadap produktivitas suatu lahan. Penelitian ini bertujuan
mengetahui dan membandingkan sifat-sifat fisik tanah yang diolah secara
konservasi dengan yang diolah secara intensif terus menerus selama ±15 tahun.
Parameter yang diamati adalah bahan organik, stabilitas agregat, kadar air lapang,
pergerakan air tanah, makrofauna tanah, dan makroporositas tanah. Data yang
diperoleh menunjukkan bahwa lahan yang diolah secara konservasi memiliki
kualitas fisik tanah yang lebih baik dibandingkan dengan lahan yang diolah secara
intensif. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata bahan organik tanah yang lebih tinggi
(3.05%) dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif (2.50%), stabilitas agregat
yang lebih tinggi (24.44%) dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif
(20.24%), jumlah makrofauna yang lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan
intensif, ketersediaan air yang lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah
intensif, serta total sebaran pori makro (pori drainase) yang lebih tinggi (28.56%)
dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif (12.95%).
Kata kunci : Sifat fisik tanah, pengolahan tanah konservasi, methylene blue,
kadar air lapang.

ABSTRACT
M. KHAIRI FUAD A. JAMBAK. Characteristics of Soil Physic on Soil
Conservation Tillage System (A Case Study : Cikabayan Teaching Farm, Bogor).

Supervised by D. P. TEJO BASKORO and ENNI DWI WAHJUNIE.
Continuous growth of population, leads to continuous increase of food and
water need. This situation requires continuous increase of food production is
inevitable. One attempt to increase agricultural production is by doing soil
intensive tillage (IT). However, in the long term, intensive soil tillage willreduce
soil quality. Therefore, a good soil tillage that can maintain land productivity is
neccessary, one of which is soil conservation tillage (CT). Nevertheless, how faris
this tillage system better than intensive soil tillage system still debatable until
now. This research aims to identify and compare the influence of continuous soil
conservation tillage and soil intensive tillage practiced for ± 15 years on soil
physical properties.The parameters observedinclude C-organic, aggregate
stability, field moisture content, soil water movement, soil macroorganisme, and
soil macroporosity.The results show that the soil with conservations tillage (CT)
has better quality of soil physical properties than soil with intensive tillage (IT). It
is shown by higher soil organic matter in CT (3.05%) than that in IT (2.50%),
higher aggregate stability in CT (24.44%) than that in IT (20.24), higher total
macroorganisme in CT than that in IT, higher available water in CT than that in
IT, and higher distributes macroporosity total in CT (28.56%) than that in IT
(12.95%).
Key words : Soil physic characteristic, soil conservation tillage, methylene blue,

field moisture content.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penilisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

KARAKTERISTIK FISIK TANAH PADA SISTEM
PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI
(Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor)

M. KHAIRI FUAD A. JAMBAK

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judu] Skripsi

Nama
NIM

Karakteristik Fisik Tanah pada Sistem Pengolahan Tanah
Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan,
Bogor)
M. Khairi Fuad A. Jambak
A14080030


Disetujui oleh

M.Sc

Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

0 B JUL 2013

Judul Skripsi

: Karakteristik Fisik Tanah pada Sistem Pengolahan Tanah
Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan,
Bogor)
: M. Khairi Fuad A. Jambak
: A14080030


Nama
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir D P Tejo Baskoro, M.Sc
Pembimbing I

Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Syaiful Anwar, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Januari sampai Mei 2013 ini ialah Karakteristik Fisik Tanah Pada Sistem
Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan,
Bogor).
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro, M.Sc selaku pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi utama dan Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku
pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran,
arahan, dan bimbingannya kepada penulis.
2. Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.
3. Keluarga tercinta Papa, Mama, Bang Nazhri, Dek Rizka, Dek Syafiq, dan
Bang Surya atas doa, kasih sayang, motivasi serta dukungan moral dan
spiritual yang tak kunjung berhenti kepada penulis.
4. Manajer kebun percobaan Cikabayan (Pak Milin), Staf kebun percobaan
Cikabayan (Pak Gandi), Pak Saipullah (Laboran Lab. fisika), Bu Yani

(Laboran Lab Genesis), Pak Iwan, dan Mba Hesti yang telah memberikan
informasi dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.
5. Merina Jayantika, saudara-saudara SOIL 45 terutama teman seperjuangan
Bagian Konservasi Tanah dan Air, sahabat Hedon (Ghofran, Arif, Rizky, dan
Bobby), serta sahabat Panjen yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
terima kasih atas segala canda tawa, doa dan dukungan, dan kebersamaannya
selama ini, senang bisa menjadi bagian dari kalian.
6. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk
itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2013

M. Khairi Fuad A. Jambak

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang

1

Tujuan

2


TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Tanah dan Air

3

Pengolahan Tanah

3

Sistem Pengolahan Tanah Intensif

4

Sistem Pengolahan Tanah Konservasi

4

Sifat Fisik Tanah

5

C-Organik Tanah

5

Porositas Tanah

5

Pergerakan Air dalam Tanah

6

Makrofauna Tanah

6

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian

7

Alat dan Bahan

7

Metode Penelitian

7

Pengambilan Contoh Tanah

8

Kemantapan Agregat Tanah

8

Makrofauna Tanah

9

Penetapan Kadar Air Lapang

9

Pengukuran Makroporositas Tanah

9

Analisis Data

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian

11

Lahan Pertanian Konservasi

11

Lahan Pertanian Intensif

13

Sifat Fisik Tanah di Lahan Penelitian

14

Kemantapan Agregat Tanah

14

Makrofauna Tanah

15

Kadar Air Lapang

16

Makroporositas Tanah

18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1

Parameter pengamatan dan metode analisis

2

Tekstur dan bahan organik tanah pada pengolahan tanah intensif dan
konservasi

8
12

3

Indeks kemantapan agregat tanah di lahan olah tanah konservasi dan olah
tanah intensif
19

4

Jumlah dan keragaman makrofauna tanah pada lahan dengan
pengolahan tanah konservasi dan intensif

15

Kadar air lapang pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan
pengolahan tanah intensif

16

5

DAFTAR GAMBAR

1

Diagram alir penelitian

2

Skema pengukuran jumlah pori makro menggunakan metode
pewarnaan methylene blue

10

3

Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi

12

4

Kondisi lahan pengolahan tanah intensif

13

5

Kadar air lapang pada dua jenis pengolahan tanah beberapa hari
setelah hujan saat pagi dan sore

17

Distribusi pori makro pada lahan pengolahan tanah konservasi (a) dan
lahan pengolahan tanah intensif (b)

18

Distribusi pori makro pada dua jenis pengolahan tanah di berbagai
kedalaman tanah

19

6
7

7

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Kadar C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah
intensif di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm

23

Kadar C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah
konservasi di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm

23

Bobot agregat tanah ≥ 2 mm pada lahan pengolahan tanah intensif
setelah ayakan basah

23

4
5

Bobot agregat tanah ≥ 2 mm pada lahan pengolahan tanah konservasi
setelah ayakan basah

24

Distribusi pori makro pada lahan pengolahan tanah konservasi dan
intensif

24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah dan air merupakan sumber daya alam yang sangat penting
peranannya bagi kehidupan di muka bumi. Tanah mudah mengalami kerusakan
atau degradasi jika tidak disertai dengan pengolahan yang tepat. Kerusakan tanah
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung
pertumbuhan tanaman dalam menyediakan unsur hara dan air (Arsyad 2010).
Oleh karena itu, pengolahan tanah yang baik sangat penting dilakukan. Sementara
itu, pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan akan
pangan dan air terus meningkat. Hal ini menuntut peningkatan produksi pertanian
secara terus-menerus. Kebutuhan untuk meningkatkan produksi, mendorong para
petani dan ahli pertanian untuk melakukan pengolahan tanah dengan intensitas
yang tinggi yaitu dengan cara menerapkan sistem pengolahan secara intensif.
Pengolahan tanah intensif adalah sistem pengolahan tanah yang
memanfaatkan lahan dengan intensitas yang tinggi untuk mendapatkan hasil yang
maksimum dengan cara melakukan penggarapan dan penggunaan tanah secara
intensif, menggemburkan tanah dan membolak-balikkan tanah sampai pada
kedalaman 20 cm tanpa menambahkan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai
mulsa yang dapat melindungi tanah dari erosi dan aliran permukaan. Tujuannya
untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Tanpa disadari, dalam waktu yang
panjang sistem pengolahan ini dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah baik
dari segi fisik, kimia maupun biologi. Seperti yang dikatakan Pankhurst and
Lynch (1993), pengolahan tanah yang intensif menyebabkan lahan menjadi
terbuka, sehingga dengan seringnya tanah terbuka terutama antara 2 musim tanam,
maka lebih beresiko terhadap dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi yang
selanjutnya dapat memadatkan tanah. Sementara Bergeret (1977) mengemukakan
bahwa pengelolaan lahan yang intensif serta budidaya monokultur tanpa rotasi
dan pendaur – ulangan bahan organik telah terbukti mengakibatkan kelesuan
lahan, hilangnya bahan organik tanah, degradasi tanah, dan penurunan
produktivitas lahan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan
tanah yang berlebihan menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan struktur
tanah (Larson and Osborne 1982; Suwardjo et al. 1989), dan kekahatan
kandungan bahan organik tanah. Oleh karena itu, penanganan terhadap
pengolahan tanah yang baik untuk meningkatkan produktivitas sangat penting
dilakukan. Salah satu cara yang baik adalah dengan menerapkan sistem
pengolahan tanah secara konservasi seperti yang dikemukakan oleh Sinukaban
(1990), sistem pengolahan tanah yang dapat mempertahankan bahkan
meningkatkan produktivitas suatu lahan adalah dengan menerapkan sistem
pengolahan tanah konservasi.
Pengolahan tanah konservasi adalah sistem pengolahan tanah dengan
menggunakan tanaman atau tumbuhan dan memanipulasi gulma atau sisa tanaman
sebagai mulsa dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi laju erosi
dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan jumlah daya rusak
aliran permukaan. Sistem pengolahan tanah konservasi memiliki beberapa
kelebihan, seperti meningkatkan kandungan bahan organik, meningkatkan

2
ketersediaan air dalam tanah, memperbaiki kegemburan dan porositas tanah,
mengurangi erosi, memperbaiki kualitas air, meningkatkan jumlah fauna tanah,
menghemat tenaga, waktu, dan mengurangi penggunaan alat berat sebagai
pengolah tanah seperti traktor.
Selain cara pengolahan tanah, ketersediaan air di dalam tanah juga
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, mengingat pertanian lahan kering
menggantungkan ketersediaan airnya hanya dari air hujan. Penanganan yang baik
untuk menjaga ketersediaan air di dalam tanah perlu dilakukan agar air hujan yang
jatuh dapat masuk ke dalam tanah dan mengurangi terjadinya aliran permukaan.
Ketersediaan air di dalam tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman.
Hingga saat ini masih terjadi perdebatan terhadap seberapa besar pengaruh
sistem pengolahan tanah konservasi terhadap produktivitas suatu lahan.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengolahan
tanah konservasi dapat mempertahankan produktivitas tanah tetap tinggi (Brown
et al. 1991; Wagger and Denton 1991), mengendalikan erosi dan meningkatkan
hasil tanaman (Sutrisno dan Nurida 1995 ; Hussain et al. 1999). Namun demikian,
terdapat beberapa hasil penelitian yang melaporkan terjadinya penurunan hasil
tanaman akibat olah tanah konservasi (Swan et al. 1991; Ketcheson 1980 dalam
Rachman et al. 2004) atau tidak mempengaruhi hasil tanaman (Rao and Dao
1991 dalam Rachman et al. 2004). Oleh karena itu, perlu adanya pengujian untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh sistem pengolahan tanah konservasi terhadap
produktivitas suatu lahan dengan pengujian terhadap sifat fisik tanah.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui dan membandingkan sifat-sifat fisik
tanah pada lahan yang diolah secara konservasi dan secara intensif terus menerus
selama ±15 tahun.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Tanah dan Air
Tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman yang terdiri dari tiga
komponen utama, yaitu: air, udara, dan padatan. Pengambilan unsur hara,
perkembangan perakaran, dan produksi tanaman ditentukan atau dipengaruhi oleh
komposisi ketiga komponen tersebut. Tanah sebagai media yang baik bagi
pertumbuhan tanaman harus menyimpan dan menyediakan air dan unsur hara,
serta bebas dari bahan beracun. Sistem tanah-air-tanaman lebih rumit lagi
disebabkan adanya kenyataan bahwa akar-akar tanaman harus terus bernafas, dan
kebanyakan tanaman di bumi tidak mampu menyalurkan oksigen dari bagian atas
tanaman ke perakaran dengan kecepatan yang mencukupi seiring pernafasan akar.
Oleh sebab itu, tanah harus mempunyai aerasi yang baik (Hillel 1997).
Menurut Arsyad (2010), tanah merupakan sumber alam utama yang sangat
penting peranannya bagi kehidupan di muka bumi. Sebagai sumberdaya alam
untuk pertanian tanah mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai matriks tempat
akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan, dan sebagai unsur hara bagi
tumbuhan.
Ketersediaan air di dalam tanah sangat penting bagi pertanian karena air
sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung. Air mempunyai
fungsi yang penting dalam tanah yaitu dalam proses pelapukan mineral dan bahan
organik tanah, dan sebagai media gerak hara larut ke akar-akar tanaman. Akan
tetapi, jika air terlalu banyak di dalam tanah dapat menyebabkan hara-hara di
dalam tanah tercuci dari daerah-daerah perakaran. Air yang berlebihan juga dapat
membatasi pergerakan udara dalam tanah sehingga menyebabkan akar tanaman
kesulitan memperoleh O2 dan dapat mengakibatkan tanaman mati kekurangan
oksigen (O2). Pembentukan agregat yang membangun struktur tanah sangat
ditentukan oleh kadar bahan organik, jumlah dan jenis klei, jenis kation yang
mendominasi kompleks jerapan, dan adanya bahan-bahan penyemen.
Pengolahan Tanah
Menurut Utomo dan Soelistyari (1988), pengolahan tanah adalah setiap
usaha manipulasi tanah secara mekanik. Tujuannya adalah untuk menciptakan
keadaan media tanam (tanah) menjadi lebih baik, sehingga akar tanaman dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik. Pengolahan tanah menjadi sangat penting
terkait dengan efek baik dan buruk yang diciptakannya. Pengolahan tanah dapat
diartikan sebagai suatu usaha untuk mengubah kondisi tanah pertanian dengan
menggunakan alat-alat pertanian agar diperoleh kondisi tanah yang sesuai dengan
pertumbuhan tanaman. Beberapa fungsi tambahan dari pengolahan tanah yang
belum banyak dimengerti secara tepat adalah untuk konservasi kelembaban tanah
seperti proses infiltrasi hujan, limpasan, dan evaporasi ( Hillel, 1969).

4
Sistem Pengolahan Tanah Intensif
Sistem pengolahan tanah secara intensif merupakan sistem pengolahan
tanah dengan memanfaatkan lahan secara intensif untuk mendapatkan hasil yang
maksimum dengan melakukan penggarapan dan penggemburan tanah secara
intensif, mencangkul dan membolak-balikkan tanah hingga kedalaman 20 cm
tanpa menambahkan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai mulsa sebelum proses
penanaman dengan tujuan untuk mendapatkan produksi maksimum. Pengolahan
tanah yang intensif menyebabkan lahan menjadi terbuka, sehingga dengan
seringnya tanah terbuka terutama antara 2 musim tanam, maka lebih riskan
terhadap dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat
memadatkan tanah (Pankhurst and Lynch 1993).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan tanah yang
berlebihan menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan struktur tanah (Larson
and Osborne 1982; Suwardjo et al. 1989), dan kekahatan kandungan bahan
organik tanah dan menurut Bergeret (1977), pengelolaan lahan yang intensif serta
budidaya monokultur tanpa rotasi dan pendaur – ulangan bahan organik telah
terbukti mengakibatkan kelesuan lahan, hilangnya bahan organik tanah, degradasi
tanah, dan penurunan produktivitas lahan.
Sistem Pengolahan Tanah Konservasi
Sistem pengolahan tanah secara konservasi merupakan sistem pengolahan
tanah dengan menggunaan tanaman atau tumbuhan dan memanipulasi gulma atau
sisa tanaman sebagai mulsa dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan
jumlah daya rusak aliran permukaan. Mulsa di permukaan tanah melindungi
permukaan tanah dari energi hempasan butir-butir hujan, mengurangi terjadinya
penyumbatan pori, sehingga meningkatkan volume air yang terinfiltrasi, dan
dapat juga mengurangi daya angkut aliran permukaan (Rachman et al. 2004).
Menurut Utomo (1995), pengolahan tanah secara konservasi merupakan
pengolahan tanah yang bertujuan untuk menyiapkan lahan agar tanaman dapat
tumbuh dan berproduksi secara optimum, namun tetap memperhatikan aspek
konservasi tanah dan air. Kelebihan penerapan sistem OTK dalam penyiapan
lahan adalah, menghemat tenaga dan waktu, meningkatkan kandungan bahan
organik tanah, meningkatkan ketersediaan air di dalam tanah, memperbaiki
kegemburan tanah, dan meningkatkan porositas tanah, mengurangi erosi tanah,
memperbaiki kualitas air, meningkatkan kandungan fauna tanah, mengurangi
penggunaan traktor, menghemat penggunaan bahan bakar, dan memperbaiki
kualitas udara dalam tanah. Menurut Utomo (1990), yang termasuk katagori
Pengolahan tanah konservasi adalah : a) pengolahan tanah konvensional bermulsa
(PTKB), b) pengolahan tanah minimum (PTM), c) tanpa olah tanah (TOT).
Efektivitas sistem pengolahan tanah konservasi tergantung pada topografi,
kepekaan tanah terhadap erosi, lingkungan setempat (misalnya iklim), dan
pengaruhnya terhadap kondisi permukaan tanah yang dihasilkan, seperti
kekasaran permukaan tanah dan guludan-guludan kecil yang terbentuk, sisa
tanaman atau gulma yang terbenam serta persentase penutupan permukaan tanah
oleh tanaman dan sisa tanaman (Sinukaban, 1989)

5
Sifat Fisik Tanah
Sifat fisik tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman
terutama terhadap ketersediaan air, penetrasi akar didalam tanah, drainase, aerasi,
dan nutrisi bagi tanaman. Menurut Hardjowigeno (2007), sifat fisik tanah
merupakan sifat yang bertanggung jawab atas peredaran udara, panas, air dan zat
terlarut melalui tanah. Sifat fisik tanah yang penting antara lain adalah tekstur
tanah, struktur, porositas dan stabilitas agregat.
C-Organik Tanah
Salah satu peranan penting dari bahan organik tanah adalah dalam perbaikan
struktur tanah. Penambahan bahan organik kedalam tanah dapat mengakibatkan
penurunan bobot isi tanah, peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat
serta ruang pori drainase lambat (Poerwowidodo 1984).
C-Organik merupakan fraksi organik tanah yang berasal dari tanaman,
hewan dan mikroorganisme yang telah melapuk. Proses pelapukan bahan organik
ini dilakukan oleh mikroorganisme di dalam tanah yang menghasilkan unsur hara
tanaman dan humus serta senyawa-senyawa lainnya yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman.
Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur
tumbuh tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman
seperti vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui
dekomposisi organik.
Porositas Tanah
Porositas dapat diartikan sebagai bagian tanah yang tidak ditempati oleh
padatan tanah, baik mineral maupun bahan organik (Baver 1959). Jumlah relatif
air dan udara tergantung dari ukuran pori dan jumlah pori dan hal ini merupakan
fungsi dari struktur, tekstur dan bentuk partikel. Baik buruknya tanah untuk
tanaman tidak ditentukan oleh jumlah pori, tetapi oleh sebaran ukuran pori. Pori
tanah terbentuk akibat susunan agregat tanah, aktivitas akar, aktivitas cacing, dan
aktivitas organisme tanah lainnya. Aktivitas perakaran sangat berperan dalam
pembentukan saluran untuk pergerakan air dan udara.
Besarnya laju infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran pori,
kemantapan pori, kandungan air tanah awal, dan profil tanah. Tanah-tanah yang
didominasi pori makro akan memungkinkan air keluar atau terinfiltrasi dengan cepat
(Arsyad 2010).
Baver (1959) memberikan rumus pori total tanah sebagai berikut:

Keterangan:

BI
BJP

(

= Bobot Isi
= Bobot Jenis Partikel

)

ruang pori ditekankan dalam persen volume, tetapi tidak menggambarkan
karakteristik dari ukuran pori.

6
Pergerakan Air dalam Tanah
Kemampuan tanah untuk melalukan air merupakan salah satu sifat tanah
yang penting peranannya. Pergerakan air dapat diartikan sebagai aliran air tanah.
Pergerakan air tanah yang secara umum dikenal diantaranya adalah infitrasi, dan
aliran permukaan. Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah, yang
biasanya (tidak selalu) secara vertikal atau masuk merata pada seluruh permukaan
tanah sedangkan aliran permukaan merupakan bagian dari air hujan yang tidak
terinfiltrasi atau masuk ke dalam tanah.
Proses pergerakan air tanah sangat penting untuk mengetahui suatu daerah
tersebut mempunyai kandungan air tanah yang cukup atau tidak. Aliran air tanah
dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga disebut sebagai daerah
imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang
berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami
proses infiltrasi secara gravitasi melalui lubang pori tanah/batuan atau
celah/rekahan pada tanah/batuan.
Menurut Indarto (2010), pada saat terjadi hujan laju infiltrasi akan tinggi,
namun pada suatu periode saat tanah sudah tidak dapat menampung air lagi, maka
terjadilah aliran permukaan. Untuk daerah yang kedap air (impermeable), jumlah
aliran permukaan (run-off) dapat dikatakan sama dengan jumlah hujan yang turun.
Makrofauna Tanah
Makrofauna tanah merupakan salah satu organisme penghuni tanah yang
berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah. Makrofauna juga sangat
berperan dalam proses yang terjadi di dalam tanah seperti dekomposisi, aliran
karbon, siklus hara, dan agregasi tanah. Proses dekomposisi di dalam tanah tidak
akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak didukung oleh aktivitas makrofauna.
Di dalam tanah, berdasarkan fungsinya dalam budidaya pertanian, secara
umum terdapat dua golongan jasad hayati tanah, yaitu yang menguntungkan dan
yang merugikan (Hanafiah, 2005). Fauna makro termasuk ke dalam golongan
jasad hayati tanah yang menguntungkan dan berperan dalam penyediaan hara bagi
tanah dan tanaman.
Menurut Hanafiah (2005) fauna makro terdiri dari herbivora dan karnivora.
Herbivora meliputi cacing (Annelida); bekicot (Mollusca); Arthropoda yaitu
Crustacea seperti kepiting, Chlipoda seperti kelabang, Diplopoda seperti kaki
seribu, Arachnida seperti laba-laba, kutu, dan kalajengking; serangga (Insecta)
seperti belalang, kumbang, rayap, lalat, jangkrik, lebah, dan semut; serta hewan
kecil lain yang bersarang di dalam tanah seperti ular, tikus, kadal, dan lain-lain;
sementara karnivora meliputi serangga, rayap, dan laba-laba.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan University Farm,
Institut Pertanian Bogor, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Pengamatan terhadap beberapa sifat fisik tanah dilakukan di lapang
dan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Sumber Daya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah contoh tanah agregat utuh dan contoh tanah
terganggu, methylene blue untuk pengukuran pori makro dan bahan-bahan kimia
untuk penetapan kadar bahan organik. Alat-alat yang digunakan seperti bor tanah
diameter 2 cm, bingkai logam, dan alat-alat untuk penetapan kadar air, bahan
organik, pori makro, dan alat-alat lain yang digunakan di laboratorium.
Metode Penelitian
Tahapan penelitian ini ditampilkan pada Gambar 1.
Penetapan Lokasi:
 OTK
 OTI

Pengambilan Contoh Tanah:

Contoh Tanah
Agregat Utuh

Pengukuran Lapang:

Makrofauna
Tanah

Contoh Tanah
Terganggu

Analisis Lab.
Kemantapan
Agregat

 C-Organik
 KA Lapang

Pengolahan Data

Hasil

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Makroporositas
Tanah

8
Penelitian terhadap sifat fisik tanah dilaksanakan di kebun percobaan
Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada lahan yang diolah secara konservasi
dan secara intensif dengan penggunaan lahan yang sama yaitu tegalan, lereng
yang sama yaitu sekitar 0-8% dan jenis tanaman yang berbeda, dimana pada lahan
olah tanah konservasi (OTK) ditanami jagung dan kacang tanah sedangkan pada
lahan olah tanah intensif (OTI) ditanami tanaman pangan seperti jagung, kacang
panjang, kedelai, dan tanaman sayuran.
Pada lahan OTK dan OTI masing-masing dipilih 3 titik lokasi pengamatan
sebagai ulangan. Pengamatan/pengukuran dan pengambilan contoh tanah
dilakukan di setiap petak pada kedua lahan tersebut. Sifat tanah yang diamati
adalah sifat fisik tanah meliputi kemantapan agregat, kadar air lapang, C-organik
dan makroporositas tanah. Pengukuran/ pengamatan terhadap makroporositas
tanah dan makrofauna tanah dilakukan langsung di lapang, sedangkan
pengamatan terhadap kemantapan agregat, C-organik, dan kadar air lapang
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan contoh tanah.

Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah terdiri atas contoh tanah agregat utuh dan contoh
tanah terganggu. Contoh tanah agregat utuh untuk penetapan kemantapan agregat
tanah. Sementara contoh tanah terganggu untuk analisis C-organik tanah, kadar air
lapang, dan tekstur. Data tekstur menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
hasil penelitian Sofyan (2011).
Pengambilan contoh tanah baik di lahan olah tanah intensif maupun lahan
olah konservasi dilakukan pada beberapa kedalaman, yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm.
Pengambilan contoh tanah masing-masing dilakukan sebanyak tiga titik
pengamatan di tiap kedalaman lahan yang dijadikan sebagai ulangan. Untuk
pengambilan contoh tanah kadar air lapang dilakukan dengan menggunakan bor
tanah berdiameter 2 cm. Semua contoh tanah yang diperoleh dari lapang dianalisis
di laboratorium dengan menggunakan metode seperti yang ditampilkan pada
Tabel 1. Alat-alat yang digunakan untuk analisis tanah di laboratorium
disesuaikan dengan metode yang digunakan untuk setiap sifat fisik tanah.
Tabel 1 Parameter pengamatan dan metode analisis
Parameter sifat fisik tanah
Tekstur
Bahan organik
Kadar air lapang
Makroporositas

Metode analisis
Pipet
Walkley & Black
Gravimetri
Methylene blue

Kemantapan Agregat Tanah
Pada pengukuran kemantapan agregat, kemantapan agregat tanah dilihat
dari bobot tanah yang tersisa di ayakan 2 mm setelah ayakan basah. Contoh tanah
yang digunakan adalah contoh tanah agregat utuh. Contoh tanah yang sudah

9
kering udara ditumbuk kemudian diayak kering hingga lolos saringan 2.83 mm
dan 2 mm. Tanah yang tertahan di saringan 2 mm di timbang 100 g kemudian
diayak dengan ayakan basah selama 5 menit. Tanah yang tersisa disaringan 2 mm
dioven 5-6 jam dan setelah itu dikering udarakan kembali agar bobot tanah yang
diukur sama dengan ayakan kering. Selanjutnya sisa tanah yang sudah dikering
udarakan ditimbang kembali.

Makrofauna Tanah
Pengukuran makrofauna tanah dilakukan langsung di lapangan dengan
mengambil contoh tanah terganggu pada kedalaman 0-10 cm pada areal seluas
1m2. Pengambilan contoh tanah masing-masing dilakukan 3 titik di tiap lahan.
Contoh tanah digali kemudian dimasukkan karung. Tanah yang sudah diambil
kemudian langsung disebarkan di atas karung dan langsung diidentifikasi jumlah
dan jenis fauna yang terlihat.
Penetapan Kadar Air Lapang
Pada pengukuran kadar air lapang pengambilan contoh tanah dilakukan
dengan melihat variasi kejadian hujan, misalnya satu hari setelah hujan, dua hari
setelah hujan, dan seterusnya. Contoh tanah diambil pada tiga titik di masingmasing penggunaan lahan yang dijadikan sebagai ulangan, dan pada kedalaman
0-20 cm dan 20-40 cm. Contoh tanah diambil dengan menggunakan bor tanah
berdiameter 2 cm. Contoh tanah segera dibungkus dengan kertas aluminium foil,
kemudian dilakukan penetapan kadar air tanahnya di laboratorium. Pengambilan
contoh tanah untuk penetapan kadar air lapang dilakukan pada pagi hari pukul
07.00-09.00 WIB dan sore hari pukul 16.00-18.00 WIB. Pengambilan contoh
tanah dilakukan pada waktu (jam) yang sama agar didapatkan nilai kadar air yang
relatif seragam.

Pengukuran Makroporositas Tanah
Pengukuran makroporositas tanah menggunakan larutan methylen blue.
Jumlah pori ditetapkan berdasarkan pola sebaran warna biru larutan methylen blue
dalam profil tanah. Larutan methylen blue (0.5 g per liter air) dituangkan secara
bertahap ke dalam tanah yang telah dibatasi oleh bingkai logam berukuran 30 cm
x 30 cm x 15 cm yang dibiarkan selama 7-12 jam hingga larutan methylen blue
meresap ke dalam tanah dan melewati pori makro tanah sehingga tanah berwarna
biru. Methylene blue yang melewati pori mikro tanah tidak akan berwarna biru,
hal ini disebabkan karena methylene blue terserap oleh matrik tanah melalui pori
tanah. Setelah permukaan tanah terlihat kering, tanah di bagian depan dari bingkai
logam digali sedalam 40 cm. Sebaran warna biru dari cairan methylen blue
menggambarkan sebaran pori makro pada irisan secara vertikal. Bercak biru yang
terlihat pada setiap kedalaman merupakan sebaran pori makro. Pola sebaran warna
biru difoto kemudian hasil foto dianalisis dengan program Adobe Photoshop CS3.

10
Untuk menghitung persentase pori makro adalah perbandingan antara jumlah grid
pada tiap kedalaman tanah dengan total grid kedalaman tanah keseluruhan dikali
100%. Skema proses pengukuran jumlah pori makro menggunakan pewarnaan
methylene blue ditampilkan pada Gambar 2.

Larutan
methylene blue

Penampang vertikal tanah
Gambar 2 Skema pengukuran jumlah pori makro menggunakan metode
pewarnaan methylene blue

Analisis Data
Data sifat-sifat fisik tanah hasil pengamatan diolah dengan menggunakan
Microsoft Office Excel. Sifat-sifat fisik tanah yang meliputi bahan organik,
stabilitas agregat tanah, pergerakan air tanah, makrofauna tanah, dan
makroporositas tanah, dibandingkan secara deskriptif antara lahan olah tanah
intesif dan lahan olah tanah konservasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kebun percobaan Cikabayan adalah salah satu kebun percobaan yang
dikembangkan oleh Institut Pertanian Bogor sebagai pusat penelitian dan
penanaman berbagai jenis tumbuhan, tanaman holtikultura, serta tanaman pangan.
Kebun percobaan ini memiliki luas 50 ha dari total luas lahan Institut Pertanian
Bogor 250 ha dan terletak di ketinggian 184-234 meter di atas permukaan laut
dengan kemiringan areal 0-30 %, beriklim basah (bulan kering 2-3 bulan sekitar
bulan Maret sampai Mei dan bulan basah 9-10 bulan sekitar bulan Juni sampai
Februari) dengan curah hujan rata-rata per tahun di atas 3000 mm, jumlah hari
hujan rata-rata 187 mm, bersuhu berkisar 21-32 ºC dengan suhu rata-rata 27 ºC,
serta memiliki kelembaban udara 55% - 75%. Kebun ini didominasi oleh tanah
latosol dan memiliki ciri fisik utama, seperti warna coklat kemerahan, tekstur klei,
struktur remah, memiliki solum dalam (> 100 cm), memiliki reaksi tanah dengan
nilai pH berkisar 4,5-6,1 yang tergolong agak masam (Sofyan, 2011).

Lahan Pertanian Konservasi
Lahan pertanian konservasi adalah lahan yang terletak di kebun percobaan
Cikabayan dengan kondisi lahan relatif rimbun dengan pepohonan yang tumbuh
di sekelilingnya. Pada lahan ini pengolahan tanah dilakukan dengan metode
Minimum Tillage (pengolahan tanah minimum) dengan pengolahan strip yaitu
mengolah tanah seperlunya saja hanya pada strip-strip atau alur-alur yang akan
ditanami yang dibuat mengikuti kontur. Bagian lahan di antara dua strip dibiarkan
tidak diolah/terganggu dan sisa-sisa tanaman serta gulma disebar atau diletakkan
di antara dua strip sebagai mulsa dan menyisakan zona sekitar strip tanpa adanya
mulsa.
Lahan ini menerapkan sistem pengolahan tanah konservasi selama 13 tahun
sejak tahun 2000. Lahan pengolahan tanah konservasi ini terletak pada koordinat
6º33’8.1” S dan 106º42’56.4” E dengan ketinggian ± 187 meter di atas permukaan
laut. Lahan ini memiliki luas 500 m² dari total 50 ha kebun percobaan Cikabayan.
Sistem pengolahan tanah pada lahan ini secara umum menerapkan sistem
pengolahan tanah konservasi secara khusus menerapkan pengolahan tanah strip
yang dipadukan dengan pengolahan tanah minimum yang termasuk ke dalam
katagori pengolahan tanah konservasi. Pengolahan tanah pada lahan ini sedikit
sekali, tujuannya untuk tetap menjaga kondisi tanah agar tidak terganggu dan
tetap mempertahankan agregat tanah tetap baik. Jenis tanaman yang ditanam
bervariasi dari tanaman pangan dan tanaman holtikultura. Pada saat ini tanaman
yang di tanam di lahan pengolahan tanah konservasi adalah jagung dan kacang
tanah. Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi pada lokasi penelitian
ditampilkan pada Gambar 3 dimana lahan ditanami tanaman jagung dengan
guludan-guludan dan mulsa terlihat di parit-parit lahan. Kemiringan lereng
tergolong datar (0-8%).

12

Gambar 3 Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi

Karakteristik umum tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi pada
kedalaman 0-20 cm, memiliki tekstur klei dengan kadar klei lebih dari 76%, kadar
bahan organik 3.7% serta kandungan C-Organik 2.1%. Pada kedalaman tanah
0-20 cm kadar kandungan bahan organik lebih tinggi daripada kedalaman tanah
20-40 cm (Tabel 2). Pada kedalaman tanah 20-40 cm memiliki tekstur klei dengan
kadar klei lebih dari 81%, kadar bahan organik 2.4% serta kadar C-Organik 1.4%.

Tabel 2 Tekstur dan bahan organik tanah pada pengolahan tanah intensif dan
konservasi

Sifat Tanah

Pengolahan tanah
Pengolahan tanah
konservasi
intensif
Kedalaman (cm)
0-20
20-40
0-20
20-40

a

Tekstur
Pasir (%)
Debu (%)
Klei (%)
Kelas
%C-Organik
%Bahan Organik
a

Sumber : Sofyan, 2011

6.98
16.94
76.17
Klei
2.1
3.7

6.48
12.37
81.15
Klei
1.4
2.4

4.6
13.28
82.11
Klei
1.8
3.1

5.05
12.79
82.16
Klei
1.1
1.9

13
Lahan Pertanian Intensif
Lahan pertanian intensif juga terletak di Kebun Percobaan Cikabayan.
Lahan ini memiliki luas 600 m² dari total 50 ha kebun percobaan Cikabayan.
Lahan ini sudah digunakan dengan menerapkan sistem pengolahan tanah intensif
selama 18 tahun sejak tahun 1996.
Lahan ini merupakan lahan yang selalu ditanami dengan tanaman pertanian
semusim sepanjang tahun. Pada lahan ini dilakukan budidaya tanaman pangan
seperti jagung, kacang panjang, kedelai, dan tanaman sayuran secara silih berganti.
Untuk pengolahannya, lahan ini diolah secara intensif yaitu dengan melakukan
pengolahan lahan secara menyeluruh dengan melakukan penggarapan dan
penggemburkan tanah serta membolak-balikkan tanah sampai pada kedalaman
20 cm tanpa menambahkan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai mulsa yang
dapat melindungi tanah dari erosi permukaan. Pada saat pengambilan sampel
tanah kondisi lahan sedang diberakan dan sudah ditumbuhi rerumputan.
Kemiringan lereng tergolong datar (0-8%). Kondisi lahan pengolahan tanah
intensif pada lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Kondisi lahan pengolahan tanah intensif

Karakteristik umum tanah pada lahan pengolahan tanah intensif pada
kedalaman 0-20 cm, memiliki tekstur klei dengan kadar klei lebih dari 82%, kadar
bahan organik 3.1% serta kandungan C-Organik 1.8%. Pada kedalaman tanah
0-20 cm kadar bahan organik lebih tinggi daripada kedalaman tanah 20-40 cm
(Tabel 1). Pada kedalaman tanah 20-40 cm memiliki tekstur klei dengan kadar
klei lebih dari 82%, kadar bahan organik 1.9% serta kandungan C-Organik 1.1%.

14
Makrofauna Tanah

Makrofauna merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang memiliki peran
penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah melalui
proses ”imobilisasi” dan ”humifikasi” (Lavelle et al. 1994). Makrofauna tanah ini
memiliki ukuran ≥ 1 cm. Makrofauna tanah merupakan salah satu organisme
penghuni tanah yang berperan dalam dalam perombakan materi tumbuhan dan
hewan yang mati, pengangkutan materi organik dari permukaan ke dalam tanah,
perbaikan struktur tanah sehingga mampu menjaga kesuburan tanah. Makrofauna
juga sangat berperan dalam proses yang terjadi di dalam tanah seperti
dekomposisi, aliran karbon, siklus hara, dan agregasi tanah. Proses dekomposisi di
dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak didukung oleh
aktivitas makrofauna. Makrofauna berkolerasi dengan kandungan bahan organik
dalam tanah yang dimilikinya. Semakin banyak jumlah makrofauna dalam tanah,
maka semakin baik proses dekomposisi, siklus hara, aliran karbon dan agregasi
dalam tanah. Disamping itu, makrofauna tanah juga memiliki peran penting
terhadap kontinuitas pori. Jumlah dan keragaman makrofauna tanah pada
pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif disajikan pada tabel 3.
Tabel 3 Jumlah dan keragaman makrofauna tanah pada lahan dengan pengolahan
tanah konservasi dan intensif
Jenis
Semut
Rayap
Kaki Seribu
Cacing
Kecoa

Pengolahan tanah konservasi
> 15
> 20
3
5
5

Pengolahan tanah Intensif
2
0
0
1
0

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada lahan pengolahan tanah konservasi
memiliki jumlah makrofauna yang lebih tinggi dan beragam dibandingkan dengan
lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah yang
dilakukan pada lahan konservasi hanya mengolah seperlunya saja sehingga tidak
mengganggu aktivitas fauna tanah. Berbeda dengan lahan pertanian intensif yang
sering dilakukan pengolahan tanah yang dapat mengganggu aktivitas fauna tanah.
Pemberian serasah/sisa-sisa tanaman dan gulma yang digunakan sebagai mulsa
pada lahan olah konservasi memberikan sumber makanan yang lebih banyak bagi
makrofauna.

Sifat Fisik Tanah di Lahan Penelitian
Kemantapan Agregat Tanah
Kemantapan agregat tanah pada penelitian ini dilihat dari persentase bobot
tanah yang tersisa di ayakan 2 mm setelah ayakan basah dan sudah kering udara.
Semakin besar nilai persentase tersebut, kemantapan agregat semakin baik.

15
Persentase bobot tanah yang tersisa di ayakan 2 mm setelah ayakan basah pada
kedua lahan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Persentase bobot agregat pada ayakan 2 mm setelah ayakan basah pada
lahan olah tanah konservasi dan lahan olah tanah intensif

Ulangan
1
2
3
Rata-rata

Pengolahan tanah konservasi
Pengolahan tanah intensif
Kedalaman (cm)
0-20
20-40
0-20
20-40
.............................. % ...........................
36.36
7.53
32.57
6.34
41.02
22.04
33.60
21.10
24.91
14.78
21.13
6.71
34.10
14.78
29.10
11.38

Tabel 4 menunjukkan bahwa kemantapan agregat tanah pada pengolahan
tanah konservasi lebih baik dibandingkan dengan pengolahan tanah intensif, yang
ditunjukkan pada hasil pengukuran di kedalaman 0-20 cm lebih tinggi yaitu
sebesar 34.10%, sementara pada pengolahan tanah intensif hanya sebesar 29.10%.
Begitu pula kemantapan agregat tanah pada kedalaman 20-40 cm, pada
pengolahan tanah konservasi lebih besar dari pengolahan tanah intensif yaitu
masing-masing sebesar 14.78% dan 11.38%. Hal ini dikarenakan pada lahan
konservasi dilakukan pengolahan dengan metode Minimum Tillage yaitu
mengolah tanah hanya seperlunya saja sehingga kerusakan struktur tanah menjadi
semakin kecil, kepadatan tanah yang rendah, dan aktivitas mikrob tanah tidak
terganggu sehingga proses perekatan agregat oleh mikrob tanah tidak terganggu
pula. Sesuai dengan hasil pengukuran bahan organik pada Tabel 5, kadar bahan
organik pada lahan konservasi juga lebih tinggi dari lahan intensif. Seperti yang
dikatakan Hillel (1997), kandungan bahan organik yang ada di dalam tanah
mampu merangsang dan meningkatkan kekuatan stabilitas agregat tanah. Jaringan
perakaran yang luas akan menembus tanah dan cenderung untuk merangkum
agregat-agregat tanah. Peranan organisme tanah terhadap agregat adalah dalam
penyediaan bahan humik yang mampu merekat agregat tanah.
Berbeda dengan lahan olah tanah intensif, nilai rata-rata agregat lebih
rendah dari pengolahan tanah konservasi dengan nilai masing-masing 29.10% dan
11.38% tiap kedalaman. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah yang dilakukan
secara menyeluruh, membolak-balikkan tanah hingga kedalaman 20 cm
mengakibatkan rusaknya struktur tanah yang dapat menyumbat pori sehingga
kontinuitas pori terganggu, terganggunya aktivitas mikrob tanah sebagai perekat
agregat tanah, ketersediaan bahan organik yang rendah. Terjadinya kerusakan
struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah akibat adanya
pukulan air hujan dan kekuatan limpasan permukaan. Stabilitas agregat tanah
menurun berkaitan dengan menurunnya kandungan bahan organik tanah, aktivitas
perakaran tanaman dan mikroorganisme tanah. Penurunan ketiga agen pengikat
agregat tanah ini menyebabkan agregat tanah relatif mudah pecah sehingga
menjadi agregat atau partikel yang lebih kecil. Agregat tanah yang membangun

16
struktur tanah sangat ditentukan oleh kadar bahan organik, jumlah dan jenis klei,
jenis kation yang mendominasi kompleks jerapan, dan adanya bahan-bahan
penyemen. Pada tanah dengan kandungan klei yang cukup banyak, partikelpartikel utama pada kondisi yang baik cenderung untuk mengelompok menjadi
satuan-satuan yang dikenal sebagai agregat (Hillel, 1997).
Adapun pengaruh dari sistem budidaya tanaman pada proses agregasi adalah
pada fungsi aktivitas perakaran tanaman seperti kerapatan dan kedalaman
perakaran dan laju perkembangbiakan akar, kerapatan dan kontinuitas penutup
permukaan dan bentuk serta frekuensi pengolahan tanah dan lalu lintas di atas
permukaan tanah (Hillel, 1997).
Kadar Air Lapang
Kadar air lapang adalah kadar air yang menggambarkan kondisi kandungan
air di dalam tanah di lapang pada saat pengukuran langsung. Kandungan kadar air
lapang pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah
intensif sehari setelah hujan hingga beberapa hari tidak hujan pada kedalaman
0-20 cm dan 20-40 cm disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Kadar air lapang pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan
pengolahan tanah intensif

Hari
setelah
hujan
H+1 p
H+1 s
H+2 p
H+2 s
H+3 p
H+3 s
H+4 p
H+4 s
H+5 p
H+5 s

Kadar Air Lapang (% Volume)
Pengolahan Tanah
Pengolahan Tanah
Konservasi
Intensif
Kedalaman (cm)
0-20
20-40
0-20
20-40
42,77
47,05
47,83
52,94
42,53
43,95
44,21
48,82
47,80
55,90
41,07
49,26
44,41
54,63
42,26
50,16
43,93
53,15
39,00
40,59
39,50
46,27
37,65
39,92
42,74
50,92
36,68
38,88
40,67
45,82
35,44
41,27
39,72
48,67
34,49
36,84
41,55
46,25
37,53
40,42

Kondisi
cuaca
Cerah
Cerah
Cerah
Cerah
Cerah
Mendung
Cerah
Mendung
Cerah
Mendung

Keterangan : H+ 1p artinya satu hari setelah hujan saat pagi hari, H+1s artinya satu hari setelah
hujan saat sore hari

Pada tabel 5 terlihat bahwa setelah beberapa hari tidak terjadi hujan, kadar
air pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan
lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan tanah
dalam menahan air pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih baik
dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Kemampuan tanah dalam
menahan air di dalam pori-pori tanah dan melepaskannya dari pori-pori tanah
sangat tergantung pada tekstur, struktur dan pori-pori tanah meliputi pori mikro

17
(pemegang air) dan pori makro (drainase), sehingga untuk mengetahui bagaimana
air dapat tertahan di dalam tanah dapat diketahui melalui hubungan kadar air
tanah dengan suatu daya hisap atau tegangan yaitu dalam bentuk tinggi kolom air
(dala m cm) yang merupakan besarnya energi yang diperlukan tanah atau tanaman
untuk mengabsorbsi air.
Secara umum pada kedua lahan tersebut, kadar air tanah di kedalaman tanah
20-40 cm baik pagi maupun sore lebih tinggi dibandingkan kedalaman tanah
0-20 cm. Hal ini dikarenakan pada lapisan tanah atas (0-20 cm) akan terkena
langsung dengan sinar matahari, udara dan suhu atmosfer, sehingga nilai
evaporasinya menjadi besar dan kadar air tanahnya menjadi lebih rendah
dibandingkan dengan lapisan tanah bawah (20-40 cm). Oleh karena itu, potensi
terjadinya evaporasi pada kedalaman tanah 0-20 cm akan lebih tinggi
dibandingkan pada kedalaman tanah 20-40 cm. Selain itu, terjadi distribusi air
dalam profil tanah sehingga kadar air pada lapisan bawah lebih besar daripada
lapisan atas.

60

KA (%Volume)

55
50

OTK 0-20 cm

45

OTK 20-40 cm

40

OTI 0-20 cm

35

OTI 20-40 cm

30
H+1 p H+1 s H+2 p H+2 s H+3 p H+3 s H+4 p H+4 s H+5 p H+5 s
Waktu, t(hari)

Gambar 5 Kadar air lapang pada dua jenis pengolahan tanah beberapa hari setelah
hujan saat pagi dan sore
Gambar 5 menyajikan grafik penurunan kadar air tanah selama beberapa
hari tidak terjadi hujan berdasarkan jenis pengolahan tanah dan kedalaman tanah.
Pada Gambar 5, terlihat kadar air pada lahan pengolahan tanah intensif di
kedalaman tanah 0-20 cm pada hari ke-5 saat pagi hari berada di bawah batas
kadar air titik layu permanen Kadar air tanah pada lahan pengolahan tanah intensif
pada hari ke-5 saat pagi hari sebesar 34,49% sedangkan berdasarkan hasil
penelitian Sofyan (2011), kadar air titik layu permanen (pF 4,2) pada lahan
intensif sebesar 35,11%. Hal ini dapat mengakibatkan tanaman akan mengalami
kesulitan untuk mencari air di kedalaman 0-20 cm karena air sangat kuat dipegang
oleh tanah sehingga air menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Akar tanaman
terpaksa mencari air ke lapisan tanah yang lebih dalam untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhannya, karena jumlah air yang tersedia di lapisan atas
sebagai zona perakaran tersebut sangat sedikit sekali.
Pada sore hari di hari ke-5 terjadi peningkatan kadar air pada lahan
konservasi di kedalaman tanah 0-20 cm dan lahan intensif di kedalaman 0-20 cm
dan 20-40 cm. Hal ini dikarenakan dilakukannya penyiraman oleh pengelola lahan

18
pada saat sebelum dilakukan pengambilan sampel. Kondisi lahan pada saat
pengambilan sampel lembab.

Makroporositas Tanah
Tanah mempunyai pori-pori yang tidak terisi bahan padat tetapi akan diisi
oleh air dan udara. Pori tanah terdiri atas pori makro, pori meso, dan pori mikro.
Pori makro disebut juga pori drainase yang berisi air gravitasi atau udara. Pori ini
berperan dalam pergerakan air tanah. Pergerakan air tanah akan semakin mudah
jika pori drainase semakin banyak. Ketersediaan bahan organik juga
mempengaruhi porositas tanah karena bahan organik membantu dalam
pembentukan agregat tanah dengan membentuk granul-granul dan memperbesar
volume dan pori-pori tanah yang ada, sehingga porositas tanah menjadi tinggi.
Di bawah ini merupakan gambar pola sebaran pori makro terhadap
pergerakan air tanah pada lahan pengolahan tanah kon