Identifikasi Indikator Standar Pelayanan Minimal Penciri Akreditasi Smp Dan Mts Dengan Metode Chaid Dan Regresi Logistik

IDENTIFIKASI INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL
PENCIRI AKREDITASI SMP DAN MTS DENGAN METODE
CHAID DAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL

FAHMI SALAM AHMAD

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Indikator
Standar Pelayanan Minimal Penciri Akreditasi SMP dan MTs dengan Metode
CHAID dan Regresi Logistik Ordinal adalah benar karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Fahmi Salam Ahmad
NIM G14110038

iv

ABSTRAK
FAHMI SALAM AHMAD. Identifikasi Indikator Standar Pelayanan Minimal
Penciri Akreditasi SMP dan MTs dengan Metode CHAID dan Regresi Logistik
Ordinal. Dibimbing oleh BUDI SUSETYO dan AGUS MOHAMAD SOLEH.
Standar pelayanan minimal pendidikan dasar (SPM Dikdas) adalah tolak ukur
kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang
diselenggarakan daerah kabupaten/kota. SPM Dikdas dirancang sebagai tahapan
awal untuk mencapai standar nasional pendidikan (SNP) yang diukur dengan status

akreditasi. Keterkaitan SPM Dikdas dan SNP dapat dilihat dengan analisis Chisquared Automatic Interaction Detection (CHAID) dan regresi logistik ordinal.
CHAID digunakan untuk mengidentifikasi peubah penjelas (indikator SPM
Dikdas) yang berhubungan dengan peubah respons (peringkat akreditasi) dan
mengklasifikasikan peubah penjelas yang menjadi penciri kategori peubah respons
tertentu. Regresi logistik ordinal digunakan untuk menentukan peubah penjelas
yang berpengaruh terhadap peubah respons serta besar pengaruh dari masingmasing peubah penjelas tersebut. Analisis CHAID menghasilkan 6 peubah penjelas
yang berhubungan terhadap peringkat akreditasi dan 9 segmen atau kelompok
sekolah dengan karakteristik akreditasi tertentu. Analisis regresi logistik ordinal
menghasilkan 12 peubah penjelas yang berpengaruh terhadap peringkat akreditasi.
Ketepatan klasifikasi yang diperoleh untuk analisis CHAID adalah 56.36% dan
untuk analisis regresi logistik ordinal adalah 56.65%.
Kata kunci: akreditasi, CHAID, regresi logistik ordinal, SPM Dikdas

ABSTRACT
FAHMI SALAM AHMAD. Identification of Minimum Service Standards
Indicators Characterize Accreditation of JHS and Islamic JHS using CHAID and
Logistic Ordinal Regression Method. Supervised by BUDI SUSETYO and AGUS
MOHAMAD SOLEH.
Minimum service standards (MSS) basic education is a measure of the
performance of basic education services through formal education organized by the

district/city region. MSS basic education is designed as an initial stage for achieving
national education standards (NES) as measured by accreditation status. A linkage
between MSS basic education and NES can be viewed by Chi-squared Automatic
Interaction Detection (CHAID) and ordinal logistic regression analysis. CHAID is
used for identification of the explanatory variables (MSS basic education
indicators) associated with the response variable (accreditation rank) and classify
the explanatory variables characterize the certain category of response variable.
Ordinal logistic regression is used for determination of the explanatory variables
that influence the response variable as well as the influence of each of the
explanatory variables. CHAID analysis generates 6 explanatory variables related to
accreditation rank and 9 segments or groups of school with certain accreditation
characteristics. Ordinal logistic regression analysis produced 12 explanatory
variables that affect the accreditation rank. Classification accuracy obtained for
CHAID analysis is 56.36% and for ordinal logistic regression analysis is 56.65%.
Key words: accreditation, CHAID, MSS basic education, ordinal logistic regression

v

IDENTIFIKASI INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL
PENCIRI AKREDITASI SMP DAN MTS DENGAN METODE

CHAID DAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL

FAHMI SALAM AHMAD

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vi

viii


PRAKATA
Alhamdullillahi Rabbil ‘Alamin, puji syukur penulis ucapkan atas segala
nikmat, karunia, petunjuk dan ilmu yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul Identifikasi Indikator Standar Pelayanan
Minimal Penciri Akreditasi SMP dan MTs dengan Metode CHAID dan Regresi
Logistik Ordinal.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr Ir Budi Susetyo, MS dan Bapak Agus Mohamad Soleh, SSi MT yang
telah membimbing penulis selama penyusunan karya ilmiah ini.
2. Ibu Pika Silvianti, MSi selaku penguji yang telah memberikan saran untuk
kelengkapan karya ilmiah ini.
3. Ayah dan Ibu tercinta, Santosa dan Muhibah Azhar, terima kasih atas segala doa,
kasih sayang, bimbingan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
4. Seluruh dosen Statistika IPB, terima kasih atas ilmu dan pengajaran yang telah
diberikan kepada penulis.
5. Seluruh staf tata usaha, terima kasih atas segala dukungan dan bantuannya.
6. Mas Jauhar Samudera, terima kasih atas segala doa dan dukungannya.
7. Ditjen Dikdas Kemendikbud dan BAN S/M, terima kasih atas bantuan berupa
data yang digunakan dalam penelitian ini.

8. Keluarga besar Statistika 48 tercinta, terima kasih atas kebersamaan, dukungan,
dan doanya.
9. Seluruh pihak yang telah membantu, terima kasih atas segala bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Fahmi Salam Ahmad

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar


2

Akreditasi

4

METODE

5

Sumber Data

5

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Peubah Respons dan Penjelas

8
8

Analisis CHAID dengan Peubah Respons Akreditasi dan Peubah Penjelas
Indikator SPM Dikdas

10

Analisis Regresi Logistik Ordinal dengan Peubah Respons Akreditasi dan
Peubah Penjelas Indikator SPM Dikdas

15

Ketepatan Klasifikasi Analisis CHAID dan Regresi Logistik Ordinal

18

SIMPULAN


19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

23

vi

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6

Struktur data uji khi-kuadrat
Statistik deskriptif peubah penjelas numerik
Hasil analisis regresi logistik ordinal dengan 12 peubah penjelas
Nilai dugaan rasio odds peubah penjelas
Ketepatan klasifikasi hasil analisis CHAID
Ketepatan klasifikasi hasil analisis regresi logistik ordinal

6
10
15
16
18
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Sebaran sekolah berdasarkan peubah respons peringkat akreditasi
Sebaran sekolah berdasarkan kategori peubah penjelas kategorik
Dendogram hasil analisis CHAID
Dendogram hasil analisis CHAID pemisahan pada node 3
Dendogram hasil analisis CHAID pemisahan pada node 4
Dendogram hasil analisis CHAID pemisahan pada node 5
Dendogram hasil analisis CHAID pemisahan pada node 6

9
9
11
12
12
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar peubah penjelas yang digunakan
2 Analisis regresi logistik ordinal dengan 26 peubah penjelas

21
22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menjelaskan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari definisi tersebut dapat
dilihat tujuan penting dari pendidikan yaitu membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas. Agar tujuan ini dapat dicapai diperlukan pelayanan pendidikan yang
layak dan bermutu dari pemerintah. Berdasarkan hal tersebut pemerintah
menetapkan standar pelayanan minimal pendidikan dasar (SPM Dikdas) yang
dimaksudkan untuk menjamin akses dan mutu bagi masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan dasar dari pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ukuran-ukuran yang
ditetapkan oleh pemerintah. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2013, SPM Dikdas dijabarkan ke dalam indikator
SPM Dikdas tingkat kabupaten/kota dan SPM Dikdas tingkat satuan pendidikan.
SPM Dikdas dirancang sebagai tahapan awal untuk mencapai standar nasional
pendidikan (SNP) yang diukur dengan status akreditasi, sehingga antara SPM
Dikdas dan SNP seharusnya terdapat keterkaitan. Berdasarkan teorinya sekolah
yang terakreditasi seharusnya sudah memenuhi semua indikator SPM Dikdas. Pada
SPM Dikdas dan SNP dapat dilihat apakah sekolah-sekolah yang terakreditasi
sudah memenuhi semua indikator SPM Dikdas dan indikator SPM Dikdas apa yang
menjadi penciri peringkat akreditasi tertentu.
Keterkaitan indikator SPM Dikdas dan peringkat akreditasi dapat dilihat
dengan menggunakan metode Chi-squared Automatic Interaction Detection
(CHAID). CHAID adalah salah satu teknik pohon keputusan (decision tree) dengan
membagi data menjadi kelompok-kelompok yang saling terpisah. Hasil metode
CHAID berupa dendogram yang memetakan pengelompokan peubah respons
berdasarkan peubah penjelas (Kass 1980).
Selain dengan metode CHAID, keterkaitan indikator SPM Dikdas dan
peringkat akreditasi yang berskala ordinal juga dapat dilihat menggunakan metode
regresi logistik ordinal. Regresi logistik ordinal merupakan salah satu teknik
analisis dalam statistika yang dapat digunakan untuk menentukan faktor-faktor
kualitatif maupun kuantitatif (peubah penjelas) yang memengaruhi suatu peubah
respons berskala ordinal beserta besar pengaruhnya, dalam hal ini indikator SPM
Dikdas sebagai peubah penjelas dan peringkat akreditasi sebagai peubah respons.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan peubah penjelas atau indikator SPM Dikdas yang berhubungan
dengan peringkat akreditasi sekolah (SMP dan MTs) menggunakan metode

2

CHAID dan mengklasifikasikan indikator SPM Dikdas yang menjadi penciri
peringkat akreditasi tertentu dengan metode CHAID.
2. Menerapkan regresi logistik ordinal untuk menentukan indikator SPM Dikdas
yang memengaruhi peringkat akreditasi sekolah.

TINJAUAN PUSTAKA
Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan menjelaskan bahwa standar pelayanan minimal
pendidikan adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan standar
nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan. Standar
pelayanan minimal pendidikan dasar (SPM Dikdas) digunakan sebagai tolak ukur
kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang
diselenggarakan daerah kabupaten/kota. SPM Dikdas disusun sebagai alat
pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan
dasar kepada masyarakat secara merata dalam penyelenggaraan pendidikan wajib.
SPM Dikdas dan standar nasional pendidikan (SNP) merupakan acuan dalam
melakukan penjaminan mutu bagi para pemangku kepentingan, utamanya Dinas
Pendidikan dan Kantor Wilayah atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
dan sekolah/madrasah. Dalam pelaksanaannya SPM Dikdas difokuskan sebagai
tahapan awal untuk mencapai SNP.
Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar sesuai SPM pendidikan
merupakan kewenangan kabupaten/kota (Pasal 2 Permendikbud No. 23 Tahun
2013). Penyelenggaraan pelayanan pendidikan yang dimaksud meliputi pelayanan
pendidikan dasar oleh kabupaten/kota sebanyak 14 indikator dan pelayanan
pendidikan dasar oleh satuan pendidikan sebanyak 13 indikator. Indikator
pelayanan pendidikan dasar oleh kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
1) tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki
yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km jalan darat/air untuk SMP/MTs
dari kelompok permukiman permanen di daerah terpencil;
2) jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak
melebihi 32 orang, dan untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap
rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas yang dilengkapi dengan meja
dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis;
3) setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan
meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan minimal satu set
peralatan praktik IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik;
4) setiap SD/MI dan SMP/MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan
meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan
lainnya; dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah
dari ruang guru;
5) setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6
(enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4
(empat) orang guru setiap satuan pendidikan;

3

6) setiap SMP/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan
untuk daerah khusus tersedia satu guru untuk setiap rumpun mata pelajaran;
7) setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik
S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik;
8) di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV
sebanyak 70% dan separuh diantaranya (35% dari keseluruhan guru) telah
memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masing-masing sebanyak
40% dan 20%;
9) setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan
telah memiliki sertifikat pendidik masing-masing satu orang untuk mata
pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Pendidikan
Kewarganegaraan;
10) setiap kabupaten/kota semua kepala SD/MI berkualifikasi akademik S-1 atau
D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
11) setiap kabupaten/kota semua kepala SMP/MTs berkualifikasi akademik S-1
atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
12) setiap kabupaten/kota semua pengawas sekolah dan madrasah memiliki
kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
13) pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan
untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan
proses pembelajaran yang efektif; dan
14) kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan
setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam untuk melakukan supervisi dan
pembinaan.
Indikator pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan adalah sebagai
berikut:
15) setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya
oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika,
IPA, IPS, dan Pendidikan Kewarganegaraan, dengan perbandingan satu set
untuk setiap peserta didik;
16) setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya
oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu
set untuk setiap perserta didik;
17) setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari
model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh
peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA;
18) setiap SD/MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan
setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi;
19) setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk
merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan
tugas tambahan;
20) satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu
per tahun dengan kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
a) Kelas I – II : 18 jam per minggu;
b) Kelas III : 24 jam per minggu;
c) Kelas IV - VI : 27 jam per minggu; atau
d) Kelas VII - IX : 27 jam per minggu;

4

21) satuan pendidikan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
sesuai ketentuan yang berlaku;
22) setiap guru menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang diampunya;
23) setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk
membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik;
24) kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik
kepada guru dua kali dalam setiap semester;
25) setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil
penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir semester dalam
bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik;
26) kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan akhir
semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta ujian akhir
(US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan rekapitulasinya
kepada Dinas Pendidikan kabupaten/kota atau Kantor Kementerian Agama di
kabupaten/kota pada setiap akhir semester; dan
27) setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis
sekolah (MBS).
Indikator pelayanan pendidikan dasar yang terkait dengan satuan pendidikan SMP
dan MTs adalah indikator nomor 2, 3, 4, 6, 8, 9, 11, 14, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23,
24, 25, 26, dan 27. Selanjutnya 19 indikator pelayanan pendidikan dasar ini
dijabarkan menjadi 26 indikator SPM Dikdas yang digunakan sebagai peubah
penjelas dalam penelitian ini (Lampiran 1).
Akreditasi
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 mendefinisikan akreditasi
sebagai kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Penilaian akreditasi SMP dan MTs
merupakan wewenang Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. Akreditasi
SMP dan MTs diukur dengan pengisian instrumen akreditasi oleh kepala SMP atau
MTs. Instrumen terdiri atas 169 pertanyaan yang merupakan penjabaran dari
delapan komponen standar dari SNP, yaitu standar isi (17 pertanyaan), standar
proses (12 pertanyaan), standar kompetensi lulusan (20 pertanyaan), standar
pendidik dan tenaga kependidikan (26 pertanyaan), standar sarana dan prasarana
(28 pertanyaan), standar pengelolaan (20 pertanyaan), standar pembiayaan (25
pertanyaan), dan standar penilaian (21 pertanyaan). Pada setiap pertanyaan terdapat
pilihan jawaban A (skor 4), B (skor 3), C (skor 2), D (skor 1), dan E (skor 0).
Jawaban harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya pada sekolah. Masingmasing komponen standar dan pertanyaan memiliki bobot yang sudah ditentukan.
Hasil akreditasi dipetakan ke dalam peringkat akreditasi A, B, C, dan tidak
terakreditasi. Huruf mutu ini bermakna rentang nilai yang merupakan akumulasi
perhitungan nilai berdasarkan jawaban yang diisi oleh kepala SMP atau MTs.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) nilai akhir akreditasi 86 sampai 100 berarti akreditasi A,
2) nilai akhir akreditasi 71 sampai 85 berarti akreditasi B,
3) nilai akhir akreditasi 56 sampai 70 berarti akreditasi C,
4) nilai akhir akreditasi 55 ke bawah berarti tidak terakreditasi.

5

Rumusan perhitungan nilai akhir akreditasi adalah sebagai berikut:
Nilai akhir akreditasi = ∑ =8
= nilai komponen akreditasi, dengan

nilai komponen akreditasi =

jumlah skor perolehan
 bobot komponen standar
jumlah skor maksimum

Jumlah skor maksimum adalah skor butir pertanyaan maksimum (skor 4) dikali
dengan jumlah bobot butir setiap pertanyaan pada komponen standar tertentu,
sedangkan jumlah skor perolehan adalah jumlah dari skor jawaban pertanyaan
dikali bobot pertanyaan.
Selain rentang nilai akreditasi yang dipetakan ke dalam peringkat akreditasi
di atas, terdapat ketentuan sekolah dinyatakan terakreditasi jika memenuhi seluruh
kriteria berikut:
1. Memeroleh nilai akhir akreditasi sekurang-kurangnya 56.
2. Tidak lebih dari dua nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 56.
3. Tidak ada nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 40.
Sekolah dinyatakan tidak terakreditasi jika tidak memenuhi kriteria di atas.

METODE
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil survei
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2013 tentang
minimum service standards capacity development program dan data akreditasi
sekolah (SMP dan MTs) tahun 2014 dari Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah (BAN S/M). Survei Kemendikbud dilakukan dengan
menggunakan metode penarikan contoh acak berlapis, dengan SMP dan MTs
sebagai lapisan. Survei dilakukan di 110 kabupaten/kota pada 16 provinsi di
Indonesia. Banyaknya SMP/MTs yang terpilih sebagai contoh adalah 5144 sekolah.
Data survei Kemendikbud ini memuat skor setiap indikator SPM Dikdas dari satuan
pendidikan yang menjadi contoh. Pada satuan pendidikan yang menjadi contoh,
peringkat akreditasinya diperoleh dari data akreditasi milik BAN S/M. Dari contoh
5144 sekolah terdapat 2106 sekolah dari data survei Kemendikbud yang memiliki
data akreditasi BAN S/M.
Peubah respons yang digunakan adalah peringkat akreditasi yang berskala
ordinal dengan kategori A, B, C, dan tidak terakreditasi. Peubah penjelas dalam
penelitian ini adalah indikator SPM Dikdas untuk SMP dan MTs sebanyak 26
peubah yang merupakan penjabaran dari indikator SPM Dikdas tingkat
kabupaten/kota dan satuan pendidikan, terdiri atas 20 peubah kategorik dan 6
peubah numerik. Peubah penjelas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Analisis Data
Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Melakukan eksplorasi terhadap peubah respons dan peubah penjelas untuk
melihat karakteristik data.

6

2. Melakukan pengklasifikasian dengan analisis CHAID antara peringkat
akreditasi dengan peubah indikator SPM Dikdas. Salah satu kegunaan metode
klasifikasi berbentuk pohon seperti CHAID adalah untuk segmentasi yang
membagi data menjadi kelompok-kelompok berdasarkan kriteria tertentu.
Kelebihan CHAID antara lain bersifat non parametrik, algoritmenya sederhana
dan mudah dipahami, dan mudah diinterpretasikan (Antipov dan
Pokryshevskaya 2010). Dari hasil analisis CHAID diperoleh informasi
pengelompokan pengamatan dan interaksi antar peubah penjelas (Alamudi
1998). CHAID menggunakan statistik khi-kuadrat dalam analisisnya. Struktur
data uji khi-kuadrat disajikan dalam Tabel 1 sebagai berikut (Agresti 2002):
Tabel 1 Struktur data uji khi-kuadrat
Baris | Kolom
1
2
...
r
Total

1
n11
n21
...
nr1
n1

2
n12
n22
...
nr2
n2

...
...
...
...
...
...

c
n1c
n2c
...
nrc
nc

Total
n1
n2
...
nr
n

Hipotesis pada pengujian khi-kuadrat adalah:
H0 : tidak terdapat hubungan antara baris dan kolom
H1 : terdapat hubungan antara baris dan kolom
Statistik ujinya adalah:





=

=

 = ∑∑

� −�


�  �

Eij = nilai harapan pengamatan pada baris ke-i dan kolom ke-j
nij = banyaknya pengamatan pada baris ke-i dan kolom ke-j
ni• = total banyaknya pengamatan pada baris ke-i
n•j = total banyaknya pengamatan pada kolom ke-j
n = total banyaknya amatan
Keputusan yang diambil dari uji khi-kuadrat ini adalah tolak H0 jika nilai
2hitung > 2tabel.
Tahapan metode CHAID adalah sebagai berikut (Kass 1980):
a. Penggabungan
i) Untuk setiap peubah penjelas, buat semua kemungkinan pasangan
kategori. Lakukan uji khi-kuadrat antara semua kemungkinan pasangan
kategori dari semua peubah penjelas dengan peubah respons yang
disajikan dalam tabel kontingensi berukuran 2d (d adalah kategori
peubah respons) dan hitung nilai-p dari setiap kemungkinan pasangan
kategori tersebut.
ii) Bandingkan nilai-p itu dengan batas nilai-p yang telah ditetapkan, jika
lebih besar atau tidak signifikan maka gabungkan pasangan kategori
tersebut. Jika nilai-p terbesar masih lebih kecil dari batas nilai-p maka
tidak ada kategori yang perlu digabungkan. Jika peubah penjelas hanya
memiliki dua kategori, dan apabila nilai-p yang ada lebih besar dari batas
nilai-p, maka peubah ini dikeluarkan dari model. Lanjutkan proses ini


=

7

sampai tidak ada lagi nilai pasangan kategori yang mempunyai nilai-p
lebih besar dari batas nilai-p.
Apabila terjadi penggabungan kategori di dalam suatu peubah, atau
pengurangan jumlah kategori dari c kategori menjadi r kategori, maka
nilai-p dikoreksi dengan dikalikan pengganda Bonferroni (Kass 1980).
Pengganda Bonferroni ini tergantung pada tipe peubah kategoriknya
yaitu peubah nominal atau ordinal.
Untuk peubah nominal,
�−

�=∑ −

Untuk peubah ordinal, � =

=

c−
r−

�−� �
�! � − � !

b. Pemisahan
Dari semua peubah penjelas dan kategorinya hasil tahap penggabungan, cari
peubah penjelas terbaik, yaitu peubah penjelas yang signifikan dengan nilaip terendah, kemudian lakukan pembagian kelompok dengan kategori peubah
penjelas ini. Untuk setiap kelompok hasil pemisahan, kembali ke tahap i)
penggabungan.
c. Penghentian
Penghentian dilakukan apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
i) Apabila pohon yang terbentuk mencapai kedalaman yang ditentukan.
ii) Apabila ukuran anak simpul kurang dari nilai ukuran anak simpul yang
ditentukan.
iii) Apabila tidak ada lagi peubah penjelas yang signifikan.
3. Melakukan analisis regresi logistik ordinal untuk menentukan indikator SPM
Dikdas yang berpengaruh pada peringkat akreditasi. Analisis regresi logistik
ordinal adalah analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan peubah
respons berskala ordinal dengan peubah penjelas bertipe kategorik atau numerik.
Model dari regresi logistik ordinal adalah (Agresti 2002):
 x + …+  x
Logit [P Y  j | x ] = log
 + x + … + J x
=  +  � + ⋯ +  � , dengan j = 1,....,J-1.
Tahapan analisis regresi logistik ordinal adalah:
a. Melakukan pendugaan parameter dengan metode kemungkinan maksimum.
Jika antar amatan satu dengan yang lain diasumsikan saling bebas, maka
fungsi kemungkinan maksimumnya adalah (Agresti 2002):
n

L  = ∏ x
=

z

 x

Fungsi log kemungkinannya adalah:
n

z

… x

z

l  = ∑ z ln[ x ] + ⋯ + z ln[ x ]
=

Penduga parameter pada model regresi logistik ordinal diperoleh dengan
memaksimumkan fungsi log kemungkinan terhadap parameter (Hosmer dan
Lemeshow 2000).

8

b. Melakukan pengujian signifikansi model dengan uji G. Uji G digunakan
untuk menunjukkan apakah semua peubah penjelas mempunyai pengaruh
secara bersama-sama terhadap peubah respons.
Hipotesis statistik uji G:
H0: β1 = β2 = …… = βk = 0
H1: Minimal ada satu k dengan βk ≠ 0
Statistik uji G (Hosmer dan Lemeshow 2000):
Lo
G = − ln
Lp
Lo adalah nilai kemungkinan tanpa peubah penjelas dan Lp adalah nilai
kemungkinan dengan peubah penjelas. Statistik uji G mengikuti sebaran
khi-kuadrat dengan derajat bebas p.
c. Melakukan pengujian signifikansi parameter dengan uji Wald. Uji Wald
bertujuan menguji parameter secara parsial.
Hipotesis statistik uji Wald:
H0: k= 0 (tidak ada pengaruh antara kategori peubah penjelas terhadap
peubah respons)
H1: k≠ 0 (ada pengaruh antara kategori peubah penjelas terhadap peubah
respons)
Statistik uji Wald:
β̂
W=
SE β̂
dengan β̂ adalah dugaan parameter koefisien regresi logistik. Statistik uji
Wald mengikuti sebaran Z.
d. Melakukan interpretasi koefisien model regresi logistik ordinal dengan nilai
rasio odds. Rasio odds adalah ukuran untuk melihat hubungan antara nilai
peubah penjelas tertentu dengan kecenderungan terjadinya suatu kategori
pada peubah respons. Rasio odds regresi logistik ordinal didefinisikan
sebagai berikut (Hosmer dan Lemeshow 2000):
p y< j|x= /p yj|x=
OR =
p y< j|x= /p yj|x=
4. Menghitung ketepatan klasifikasi untuk masing-masing dendogram CHAID
dan model regresi logistik ordinal yang terbentuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Peubah Respons dan Penjelas
Sebanyak 2106 sekolah digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Peubah
respons adalah peringkat akreditasi sekolah dengan empat kategori, yaitu akreditasi
A sebanyak 566 sekolah (26.88%), akreditasi B sebanyak 1021 sekolah (48.48%),
akreditasi C sebanyak 447 sekolah (21.23%), dan tidak terakreditasi sebanyak 72
sekolah (3.42%).

9

1500

1021
1000

566

447

500

72

0
Akreditasi A Akreditasi B Akreditasi C

Tidak
Terakreditasi

Gambar 1 Sebaran sekolah berdasarkan peubah respons peringkat akreditasi
Peubah penjelas sebanyak 26 peubah indikator SPM Dikdas terdiri atas 20
peubah kategorik dan 6 peubah numerik. Peubah penjelas kategorik memiliki dua
kategori, yaitu memenuhi SPM Dikdas (ya) dan tidak memenuhi SPM Dikdas
(tidak). Gambaran dari 20 peubah penjelas kategorik disajikan pada Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa terdapat 7 peubah indikator SPM Dikdas
yang memiliki persentase pemenuhan SPM Dikdas yang lebih rendah atau di bawah
50%, dengan deskripsi sebagai berikut: 13.63% sekolah memiliki meja kursi lab
IPA cukup (X3), 19.18% sekolah mendapat kunjungan pengawas tiap bulan (X12),
20.8% sekolah memiliki meja kursi kelas cukup (X2), 23.03% sekolah memiliki
200 judul buku pengayaan dan 20 judul buku referensi (X14), 27.68% sekolah
memiliki minimal satu guru setiap mata pelajaran (X7), 28.54% sekolah memiliki
kepala sekolah yang melakukan supervisi kelas dua kali per semester (X20), dan
29.01% sekolah memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk mata pelajaran MIPA
bahasa dan PKn (X10). Sebaliknya, terdapat 3 peubah indikator SPM Dikdas yang
memiliki persentase pemenuhan SPM Dikdas di atas 90%, dengan deskripsi sebagai
berikut: 97.1% sekolah menerapkan kurikulum yang berlaku (X17), 96.01%
sekolah memiliki rencana kerja tahunan (X24), dan 95.96% sekolah memiliki
laporan nilai dari kepala sekolah ke orang tua (X22).
X17
X24
X22
X25
X26
X11
X8
X6
X1
X23
X5
X9
X4
X10
X20
X7
X14
X2
X12
X3
0%

10%

20%

30%

40%

50%
Ya

60%

70%

80%

90%

100%

Tidak

Gambar 2 Sebaran sekolah berdasarkan kategori peubah penjelas kategorik

10

Tabel 2 menyajikan hasil statistik deskriptif enam peubah penjelas berskala
numerik, yaitu persentase siswa mendapat buku pelajaran layak (X13), persentase
guru dengan jam kerja minimal 37.5 jam/minggu (X15), persentase rombongan
belajar 27 jam/minggu selama 34 minggu/tahun (X16), persentase penerapan RPP
(X18), persentase penerapan pengembangan program penilaian (X19), dan
persentase laporan evaluasi guru ke kepala sekolah (X21). Enam peubah tersebut
memiliki rentang nilai 0 sampai 100 dengan nilai dan keragaman yang berbeda.
Tabel 2 Statistik deskriptif peubah penjelas numerik
Peubah

Ratarata

X13
X15
X16
X18
X19
X21

45.59
36.76
60.01
84.55
83.07
89.33

Simpangan
Minimum
baku
29.41
40.92
48.71
26.01
28.99
23.18

0
0
0
0
0
0

Q1

Median

Q3

Modus

21.20
0
0
78.95
78.26
92.31

43.7
16
100
100
100
100

66.60
80.68
100
100
100
100

100
0
100
100
100
100

Amatan
pada
modus
164
911
1249
1176
1226
1369

Analisis CHAID dengan Peubah Respons Akreditasi dan Peubah Penjelas
Indikator SPM Dikdas
Dendogram hasil analisis CHAID
Analisis CHAID menghasilkan dendogram yang memetakan pengelompokan
berdasarkan hubungan terstruktur peubah respons dengan peubah-peubah
penjelasnya yang signifikan pada taraf nyata 5%. Berdasarkan analisis CHAID
terhadap peubah respons dan 26 peubah penjelas pada data 2106 sekolah, diperoleh
enam peubah penjelas yang berhubungan dengan peubah respons, yaitu guru S1/D4
bersertifikat untuk mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn (X10), ruang kepala
sekolah terpisah (X6), persentase guru dengan jam kerja minimal 37.5 jam/minggu
(X15), minimal 35% guru S1/D4 bersertifikat (X9), persentase siswa yang
mendapat buku pelajaran layak (X13), dan meja kursi lab IPA cukup (X3).
Hasil analisis CHAID seperti pada Gambar 3 menunjukkan bahwa peubah
penjelas yang paling berhubungan dengan peringkat akreditasi sekolah adalah
peubah guru S1/D4 bersertifikat untuk mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn
(X10), sehingga amatan dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kategori peubah
X10. Peubah X10 dipilih karena merupakan peubah penjelas dengan nilai uji khikuadrat terbesar, yaitu 400.54, di antara setiap peubah penjelas dengan peubah
respons pada data keseluruhan (2106 sekolah). Pembagian data berdasarkan X10
menghasilkan dua sub kelompok, yaitu sekolah yang tidak memiliki X10 sebanyak
1495 sekolah dan kelompok yang memiliki X10 sebanyak 611 sekolah. Uji khikuadrat yang dilakukan pada sekolah yang tidak memiliki X10 antara peubah
respons dan setiap peubah penjelas menghasilkan peubah ruang kepala sekolah
terpisah (X6) sebagai peubah dengan nilai uji khi-kuadrat terbesar sehingga X6
dijadikan pembagi pada kelompok sekolah yang tidak memiliki X10. Dengan cara
yang sama, peubah persentase guru dengan jam kerja minimal 37.5 jam/minggu
(X15) dijadikan pembagi pada kelompok sekolah yang memiliki X10.

11

Pembagian sekolah yang tidak memiliki X10 berdasarkan X6 menghasilkan
dua kelompok, yaitu sekolah yang tidak memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk
mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn (X10) dan tidak memiliki ruang kepala
sekolah terpisah (X6) sebanyak 495 sekolah, serta sekolah yang tidak memiliki X10
dan memiliki X6 sebanyak 1000 sekolah. Pembagian sekolah yang memiliki X10
berdasarkan pengkategorian X15 menghasilkan dua kelompok, yaitu sekolah yang
memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn
(X10) dan memiliki persentase guru dengan jam kerja minimal 37.5 jam/minggu
(X15) di bawah 64.71% sebanyak 337 sekolah serta sekolah yang memiliki X10
dan persentase X15 di atas 64.71% sebanyak 274 sekolah.

Gambar 3 Dendogram hasil analisis CHAID
Kelompok sekolah yang tidak memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk mata
pelajaran MIPA bahasa dan PKn (X10) dan tidak memiliki ruang kepala sekolah
terpisah (X6) sebanyak 495 sekolah dibagi menjadi dua sub kelompok berdasarkan
kategori peubah minimal 35% guru S1/D4 bersertifikat (X9), seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4. Sub kelompok pertama adalah sekolah yang tidak
memiliki X10, tidak memiliki X6, dan tidak memiliki X9 sebanyak 356 sekolah
yang terdiri atas 13 sekolah terakreditasi A (3.7%), 145 sekolah terakreditasi B
(40.7%), 161 sekolah terakreditasi C (45.2%), dan 37 sekolah tidak terakreditasi
(10.4%). Sub kelompok kedua adalah sekolah yang tidak memiliki X10, tidak
memiliki X6, dan memiliki X9 sebanyak 139 sekolah yang terdiri atas 11 sekolah
terakreditasi A (7.9%), 84 sekolah terakreditasi B (60.4%), 40 sekolah terakreditasi
C (28.8%), dan 4 sekolah tidak terakreditasi (2.9%).

12

Gambar 4 Dendogram hasil analisis CHAID pemisahan pada node 3
Kelompok sekolah yang tidak memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk mata
pelajaran MIPA bahasa dan PKn (X10) dan memiliki ruang kepala sekolah terpisah
(X6) sebanyak 1000 sekolah dibagi menjadi dua sub kelompok juga berdasarkan
kategori peubah minimal 35% guru S1/D4 bersertifikat (X9), seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 5. Sub kelompok pertama adalah sekolah tidak memiliki
X10, memiliki X6, dan tidak memiliki X9 sebanyak 556 sekolah yang terdiri atas
79 sekolah terakreditasi A (14.2%), 301 sekolah terakreditasi B (54.1%), 155
sekolah terakreditasi C (27.9%), dan 21 sekolah tidak terakreditasi (3.8%). Sub
kelompok kedua adalah sekolah yang tidak memiliki X10, memiliki X6, dan
memiliki X9 sebanyak 444 sekolah yang terdiri atas 129 sekolah terakreditasi A
(29.1%), 249 sekolah terakreditasi B (56.1%), 57 sekolah terakreditasi C (12.8%),
dan 9 sekolah tidak terakreditasi (2%).

Gambar 5 Dendogram hasil analisis CHAID pemisahan pada node 4
Kelompok sekolah yang memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk mata
pelajaran MIPA bahasa dan PKn (X10) dan persentase guru dengan jam kerja
minimal 37.5 jam/minggu (X15) di bawah 64.71% sebanyak 337 sekolah dibagi
menjadi tiga sub kelompok berdasarkan pengkategorian peubah persentase siswa
yang mendapat buku pelajaran layak (X13), seperti yang ditunjukkan pada Gambar
6. Sub kelompok pertama adalah sekolah yang memiliki X10, persentase X15 di
bawah 64.71%, dan persentase X13 di bawah 34.88% sebanyak 100 sekolah yang

13

terdiri atas 23 sekolah terakreditasi A (23%), 62 sekolah terakreditasi B (62%), 14
sekolah terakreditasi C (14%), dan 1 sekolah tidak terakreditasi (1%). Sub
kelompok kedua adalah sekolah yang memiliki X10, persentase X15 di bawah
64.71%, dan persentase X13 antara 34.88% dan 61.56% sebanyak 120 sekolah yang
terdiri atas 47 sekolah terakreditasi A (39.2%), 66 sekolah terakreditasi B (55%),
dan 7 sekolah terakreditasi C (5.8%). Sub kelompok ketiga adalah sekolah yang
memiliki X10, persentase X15 di bawah 64.71%, dan persentase X13 di atas
64.71% sebanyak 117 sekolah yang terdiri atas 64 sekolah terakreditasi A (54.7%),
50 sekolah terakreditasi B (42.7%), dan 3 sekolah terakreditasi C (2.6%).

Gambar 6 Dendogram hasil analisis CHAID pemisahan pada node 5
Kelompok sekolah yang memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk mata
pelajaran MIPA bahasa dan PKn (X10) dan persentase guru dengan jam kerja
minimal 37.5 jam/minggu (X15) di atas 64.71% sebanyak 274 sekolah dibagi
menjadi dua sub kelompok berdasarkan kategori peubah meja kursi lab IPA cukup
(X3), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Sub kelompok pertama adalah
sekolah yang memiliki X10, persentase X15 di atas 64.71%, dan tidak memiliki X3
sebanyak 176 sekolah yang terdiri atas 112 sekolah terakreditasi A (63.6%), 54
sekolah terakreditasi B (30.7%), dan 10 sekolah terakreditasi C (5.7%). Sub
kelompok kedua adalah sekolah yang memiliki X10, persentase X15 di atas
64.71%, dan memiliki X3 sebanyak 98 sekolah yang terdiri atas 88 sekolah
terakreditasi A (89.8%) dan 10 sekolah terakreditasi B (10.2%).

Gambar 7 Dendogram hasil analisis CHAID pemisahan pada node 6

14

Pada dendogram CHAID terlihat adanya interaksi antar peubah penjelas.
Peubah ruang kepala sekolah terpisah (X6) dan minimal 35% guru S1/D4
bersertifikat (X9) memiliki hubungan dengan kelompok sekolah yang tidak
memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn
(X10). Peubah persentase guru dengan jam kerja minimal 37.5 jam/minggu (X15)
memiliki hubungan dengan kelompok sekolah yang memiliki guru S1/D4
bersertifikat untuk mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn (X10). Peubah persentase
siswa yang mendapat buku pelajaran layak (X13) berhubungan dengan peubah
persentase guru dengan jam kerja minimal 37.5 jam/minggu (X15) di bawah
64.71%. Peubah meja kursi lab IPA cukup (X3) berhubungan dengan peubah
persentase guru dengan jam kerja minimal 37.5 jam/minggu (X15) di atas 64.71%.
Segmentasi sekolah hasil analisis CHAID
Berdasarkan dendogram CHAID, dihasilkan sembilan segmen atau kelompok
sekolah yang memiliki karakteristik akreditasi tertentu. Dari sembilan segmen
terdapat tiga segmen yang mencirikan peringkat akreditasi A, lima segmen yang
mencirikan peringkat akreditasi B, dan satu segmen yang mencirikan peringkat
akreditasi C. Tidak ada segmen yang mencirikan kategori tidak terakreditasi.
Segmentasi hasil analisis CHAID adalah sebagai berikut:
1) Segmen 1 (node 15) mencirikan akreditasi A dengan ketepatan 89.8%. Segmen
ini ditunjukkan oleh sekolah yang memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk
mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn; persentase guru dengan jam kerja
minimal 37.5 jam/minggu di atas 64.71%; dan memiliki meja kursi lab IPA
cukup.
2) Segmen 2 (node 14) mencirikan akreditasi A dengan ketepatan 63.6%. Segmen
ini ditunjukkan oleh sekolah yang memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk
mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn; persentase guru dengan jam kerja
minimal 37.5 jam/minggu di atas 64.71%; dan tidak memiliki meja kursi lab
IPA cukup.
3) Segmen 3 (node 13) mencirikan akreditasi A dengan ketepatan 54.7%. Segmen
ini ditunjukkan oleh sekolah yang memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk
mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn; persentase guru dengan jam kerja
minimal 37.5 jam/minggu di bawah 64.71%; dan persentase siswa yang
mendapat buku pelajaran layak di atas 61.56%.
4) Segmen 4 (node 12) mencirikan akreditasi B dengan ketepatan 55%. Segmen
ini ditunjukkan oleh sekolah yang memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk
mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn; persentase guru dengan jam kerja
minimal 37.5 jam/minggu di bawah 64.71%; dan persentase siswa yang
mendapat buku pelajaran layak di antara 34.89% dan 61.56%.
5) Segmen 5 (node 11) mencirikan akreditasi B dengan ketepatan 62%. Segmen
ini ditunjukkan oleh sekolah yang memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk
mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn; persentase guru dengan jam kerja
minimal 37.5 jam/minggu di bawah 64.71%; dan persentase siswa yang
mendapat buku pelajaran layak di bawah 34.89%.
6) Segmen 6 (node 10) mencirikan akreditasi B dengan ketepatan 56.1%. Segmen
ini ditunjukkan oleh sekolah yang tidak memiliki guru S1/D4 bersertifikat
untuk mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn; memiliki ruang kepala sekolah
terpisah; dan memiliki minimal 35% guru S1/D4 bersertifikat.

15

7) Segmen 7 (node 9) mencirikan akreditasi B dengan ketepatan 54.1%. Segmen
ini ditunjukkan oleh sekolah yang tidak memiliki guru S1/D4 bersertifikat
untuk mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn; memiliki ruang kepala sekolah
terpisah; dan tidak memiliki minimal 35% guru S1/D4 bersertifikat.
8) Segmen 8 (node 8) mencirikan akreditasi B dengan ketepatan 60.4%. Segmen
ini ditunjukkan oleh sekolah yang tidak memiliki guru S1/D4 bersertifikat
untuk mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn; tidak memiliki ruang kepala
sekolah terpisah; dan memiliki minimal 35% guru S1/D4 bersertifikat.
9) Segmen 9 (node 7) mencirikan akreditasi C dengan ketepatan 45.2%. Segmen
ini ditunjukkan oleh sekolah yang tidak memiliki guru S1/D4 bersertifikat
untuk mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn; tidak memiliki ruang kepala
sekolah terpisah; dan tidak memiliki minimal 35% guru S1/D4 bersertifikat.
Analisis Regresi Logistik Ordinal dengan Peubah Respons Akreditasi dan
Peubah Penjelas Indikator SPM Dikdas
Analisis regresi logistik ordinal dengan 26 peubah penjelas menghasilkan
nilai statistik uji G sebesar 829.31 dan nilai-p = 0.000 (Lampiran 2), sehingga
disimpulkan minimal ada satu peubah penjelas yang memengaruhi peringkat
akreditasi pada taraf nyata 5%. Hasil uji Wald menunjukkan terdapat 12 peubah
penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap peringkat akreditasi pada taraf nyata
5%. Selanjutnya dilakukan pereduksian peubah dengan menggunakan stepwise
logistic regression Pereduksian menggunakan stepwise logistic regression
menghasilkan nilai statistik uji G 812.03 dengan nilai-p 0.000 dan 12 peubah yang
dimasukkan ke dalam model, dengan urutan peubah guru S1/D4 bersertifikat untuk
mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn (X10), ruang kepala sekolah terpisah (X6),
minimal 35% guru S1/D4 bersertifikat (X9), meja kursi lab IPA cukup (X3), ada
200 judul buku pengayaan dan 20 judul buku referensi (X14), rombongan belajar
maksimal 36 siswa (X1), minimal satu guru setiap mata pelajaran (X7), ada komite
yang berfungsi baik (X26), meja kursi ruang guru cukup (X5), ada laporan rekap
nilai dari kepala sekolah ke dinas (X23), persentase guru dengan jam kerja minimal
37.5 jam/minggu (X15), dan minimal 70% guru S1/D4 (X8). Tabel 3 menunjukkan
peubah-peubah penjelas yang berpengaruh secara signifikan terhadap peringkat
akreditasi menggunakan stepwise logistic regression.
Tabel 3 Hasil analisis regresi logistik ordinal dengan 12 peubah penjelas
Peubah
[Y = 0]
[Y = 1]
[Y = 2]
X1
X3
X5
X6
X7
X8
X9

Keterangan

Rombongan belajar maksimal 36 siswa
Meja kursi lab IPA cukup
Meja kursi ruang guru cukup
Ruang kepala sekolah terpisah
Minimal satu guru setiap mata pelajaran
Minimal 70% guru S1/D4
Minimal 35% guru S1/D4 bersertifikat

Koefisien
-1.955
0.534
3.401
-0.399
0.919
0.273
0.773
0.323
0.264
0.909

Wald
101.986
10.097
328.566
17.005
40.374
7.854
47.825
10.084
5.998
78.295

Nilai-p
0.000
0.001
0.000
0.000
0.000
0.005
0.000
0.001
0.014
0.000

16

Peubah
X10
X14
X15
X23
X26

Keterangan
Guru S1/D4 bersertifikat untuk mata pelajaran
MIPA bahasa dan PKn
Ada 200 judul buku pengayaan dan 20 judul
buku referensi
Persentase guru dengan jam kerja minimal
37.5 jam/minggu
Ada laporan rekap nilai dari kepala sekolah ke
dinas
Ada komite yang berfungsi baik

Koefisien

Wald

Nilai-p

0.943

63.683

0.000

0.71

40.175

0.000

0.003

8.363

0.004

-0.29

9.779

0.002

0.394

11.607

0.001

Berdasarkan Tabel 3, model regresi logistik ordinal yang dihasilkan adalah:
Logit [P̂
Y  j | x ] = j – 0.399 X1 + 0.919 X3 + 0.273 X5 + 0.773 X6 + 0.323 X7
+ 0.264 X8 + 0.909 X9 + 0.943 X10 + 0.710 X14 + 0.003 X15 – 0.290 X23
+ 0.394 X26
Koefisien () dari 12 peubah penjelas di atas hampir semuanya positif,
kecuali pada peubah rombongan belajar maksimal 36 siswa (X1) dan ada laporan
rekap nilai dari kepala sekolah ke dinas (X23). Koefisien negatif pada X1 dan X23
berarti sekolah cenderung memiliki peringkat akreditasi yang lebih tinggi ketika
tidak memenuhi indikator SPM Dikdas X1 dan X23. Sementara itu koefisien positif
pada peubah penjelas lainnya yaitu X3, X5, X6, X7, X8, X9, X10, X14, X15, dan
X26 berarti sekolah cenderung memiliki peringkat akreditasi yang lebih tinggi
ketika indikator SPM Dikdas yang dimaksud terpenuhi.
Interpretasi koefisien pada model regresi logistik ordinal dilakukan dengan
menggunakan nilai rasio odds. Rasio odds adalah ukuran untuk melihat seberapa
besar kecenderungan pengaruh peubah-peubah penjelas terhadap peubah
responsnya (Hosmer dan Lemeshow 2000). Nilai dugaan rasio odds dan selang
kepercayaan 95% untuk setiap peubah penjelas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai dugaan rasio odds peubah penjelas
Peubah
X1
X3
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X14
X15
X23
X26

Keterangan
Rombongan belajar maksimal 36 siswa
Meja kursi lab IPA cukup
Meja kursi ruang guru cukup
Ruang kepala sekolah terpisah
Minimal satu guru setiap mata pelajaran
Minimal 70% guru S1/D4
Minimal 35% guru S1/D4 bersertifikat
Guru S1/D4 bersertifikat untuk mata pelajaran
MIPA bahasa dan PKn
Ada 200 judul buku pengayaan dan 20 judul
buku referensi
Persentase guru dengan jam kerja minimal
37.5 jam/minggu
Ada laporan rekap nilai dari kepala sekolah ke
dinas
Ada komite yang berfungsi baik

Rasio
odds
0.671
2.508
1.314
2.167
1.381
1.302
2.482

SK 95% bagi rasio odds
Batas bawah Batas atas
0.555
0.811
1.889
3.330
1.086
1.591
1.740
2.697
1.131
1.685
1.054
1.609
2.029
3.035

2.567

2.036

3.235

2.033

1.633

2.533

1.003

1.001

1.005

0.748

0.624

0.897

1.482

1.182

1.859

17

Interpretasi rasio odds dilakukan pada peubah yang berpengaruh signifikan.
Arti dari rasio odds 12 peubah penjelas adalah sebagai berikut:
1) Rasio odds X1 sebesar 0.671 berarti sekolah yang memiliki rombongan belajar
melebihi 36 siswa cenderung memiliki peringkat akreditasi lebih tinggi 1.49
kali dibandingkan sekolah yang semua rombongan belajarnya tidak melebihi
36 siswa dengan asumsi peubah penjelas lain konstan. Interpretasi ini meskipun
tidak sesuai dengan teori tetapi pada kenyataannya sekolah dengan peringkat
akreditasi yang tinggi biasanya adalah sekolah yang memiliki jumlah siswa
dalam satu rombongan belajar melebihi 36 siswa sehingga sekolah tersebut
tidak memenuhi indikator SPM Dikdas.
2) Rasio odds X3 sebesar 2.508 berarti sekolah yang memiliki meja kursi lab IPA
cukup cenderung memiliki peringkat akreditasi lebih tinggi 2.508 kali
dibandingkan sekolah yang tidak memiliki meja kursi lab IPA cukup dengan
asumsi peubah penjelas lain konstan.
3) Rasio odds X5 sebesar 1.314 berarti sekolah yang memiliki meja kursi ruang
guru cukup cenderung memiliki peringkat akreditasi lebih tinggi 1.314 kali
dibandingkan sekolah yang tidak memiliki meja kursi ruang guru cukup
dengan asumsi peubah penjelas lain konstan.
4) Rasio odds X6 sebesar 2.167 berarti sekolah yang memiliki ruang kepala
sekolah terpisah cenderung memiliki peringkat akreditasi lebih tinggi 2.167
kali dibandingkan sekolah yang tidak memiliki ruang kepala sekolah terpisah
dengan asumsi peubah penjelas lain konstan.
5) Rasio odds X7 sebesar 1.381 berarti sekolah yang memiliki minimal satu guru
setiap mata pelajaran cenderung memiliki peringkat akreditasi lebih tinggi
1.381 kali dibandingkan sekolah yang tidak memiliki minimal satu guru setiap
mata pelajaran dengan asumsi peubah penjelas lain konstan.
6) Rasio odds X8 sebesar 1.302 berarti sekolah yang memiliki minimal 70% guru
S1/D4 cenderung memiliki peringkat akreditasi lebih tinggi 1.302 kali
dibandingkan sekolah yang tidak memiliki minimal 70% guru S1/D4 dengan
asumsi peubah penjelas lain konstan.
7) Rasio odds X9 sebesar 2.482 berarti sekolah yang memiliki minimal 35% guru
S1/D4 bersertifikat cenderung memiliki peringkat akreditasi lebih tinggi 2.482
kali dibandingkan sekolah yang tidak memiliki minimal 35% guru S1/D4
bersertifikat dengan asumsi peubah penjelas konstan.
8) Rasio odds X10 sebesar 2.567 berarti sekolah yang memiliki guru S1/D4
bersertifikat untuk mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn cenderung memiliki
peringkat akreditasi lebih tinggi 2.567 kali dibandingkan sekolah yang tidak
memiliki guru S1/D4 bersertifikat untuk mata pelajaran MIPA bahasa dan PKn
dengan asumsi peubah penjelas lain konstan.
9) Rasio odds X14 sebesar 2.033 berarti sekolah yang memiliki 200 judul buku
pengayaan dan 20 judul buku referensi cenderung memiliki peringkat
akreditasi lebih tinggi 2.033 kali dibandingkan sekolah yang tidak memiliki
200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi dengan asumsi peubah
penjelas lain konstan.
10) Rasio odds X15 sebesar 1.003 berarti sekolah yang memiliki persentase guru
dengan jam kerja minimal 37.5 jam/minggu 1% lebih tinggi cenderung
memiliki peringkat akreditasi lebih tinggi 1.003 kali dengan asumsi peubah
penjelas lain konstan.

18

11) Rasio odds X23 sebesar 0.748 berarti sekolah yang tidak melakukan laporan
rekap nilai ke dinas cenderung memiliki peringkat akreditasi lebih tinggi 1.34
kali dibandingkan sekolah yang melakukan laporan rekap nilai ke dinas dengan
asumsi peubah penjelas lain konstan. Interpretasi ini tidak sesuai dengan
kondisi seharusnya, yaitu sekolah yang baik yang ditunjukkan oleh peringkat
akreditasi yang tinggi adalah sekolah yang melakukan lapo