Konsep Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Di Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang

i

KONSEP PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE
BERBASIS MASYARAKAT DI DESA PASAR BANGGI,
KABUPATEN REMBANG

PRAJANA PARAMITA SARI PUSPITA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konsep Pengembangan

Ekowisata Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Pasar Banggi, Kabupaten
Rembang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Prajana Paramita Sari Puspita
NIM A44110028

ii

ABSTRAK
PRAJANA PARAMITA SARI PUSPITA. Konsep Pengembangan Ekowisata
Berbasis Masyarakat di Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang. Dibimbing oleh
TATI BUDIARTI.
Kabupaten Rembang merupakan salah satu kabupaten yang berada di pesisir
Utara Jawa Tengah yang mempunyai potensi kawasan rekreasi pantai. Salah satu

potensi kawasan rekreasi pantai di Kabupaten Rembang adalah kawasan rehabilitasi
mangrove. Ekosistem mangrove di Kabupaten Rembang dapat ditemui salah
satunya di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang. Pada tahun 2014, kawasan
konservasi hutan mangrove Pasar Banggi mendapat perhatian besar dari pemerintah
sebagai objek wisata mangrove dengan pembangunan beberapa fasilitas wisata.
Namun, aktivitas wisata tersebut saat ini kurang melibatkan partisipasi masyarakat
sehingga menimbulkan kerusakan pada ekosistem mangrove. Oleh karena itu,
dibutuhkan konsep pengembangan ekowisata hutan mangrove berbasis masyarakat
di Desa Pasar Banggi sebagai alternatif pemecahan masalah. Tujuan dari penelitian
ini antara lain: 1) mengevaluasi hutan mangrove Desa Pasar Banggi melalui analisis
kelayakan ekowisata, 2) mengidentifikasi kesiapan masyarakat Desa Pasar Banggi
dalam pengembangan ekowisata hutan mangrove, dan 3) menyusun konsep
pengembangan ekowisata mangrove berbasis masyarakat di kawasan Hutan
Mangrove Pasar Banggi sebagai bahan rekomendasi untuk pemerintah Kabupaten
Rembang. Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai Mei 2015. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kawasan mangrove di Desa Pasar Banggi layak
untuk menjadi kawasan ekowisata, penilaian SBE menunjukkan bahwa kawasan
mangrove Desa Pasar Banggi memiliki banyak lanskap dengan estetika tinggi.
Masyarakat Desa Pasar Banggi memiliki nilai kesiapan yang baik dalam
mendukung pengembangan ekowisata. Diperlukan beberapa pelatihan untuk

masyarakat lokal dalam mendukung program ekowisata mangrove berbasis
masyarakat dalam kaitannya bentuk kerjasama dengan pemangku kebijakan. Selain
itu, program wisata pendidikan dan penerapan kebijakan sangat diperlukan dalam
menjaga keberlangsungan kawasan mangrove.
Kata kunci: Berbasis masyarakat, ekosistem mangrove, ekowisata, konsep
pembangunan.

ABSTRACT
PRAJANA PARAMITA SARI PUSPITA. The Concept of Mangrove Ecotourism
Development Community-based, in Pasar Banggi village of Rembang Region.
Supervised by TATI BUDIARTI.
Rembang Regency is located in the northern coast of the Java island, which
has potential recreational beach. One potential area of coastal recreation in
Rembang is a mangrove rehabilitation where located in village of Pasar Banggi. In
2014, the mangrove forest conservation area of Pasar Banggi received great
attention from the government as a tourist attraction mangrove. Government build
several recreation facilities for visitors at Pasar Banggi. Tourist activities in Pasar

iii


Banggi relatively limited and visitors are too many causes newly constructed
facilities and mangroves were damaged. The development of Community-based
mangrove ecotourism expected to support the sustainability of mangrove
rehabilitation. This study aims to : (1) evaluate the suitability of mangrove forest
through ecotourism feasibility analysis, (2) identify community readiness in
development and management of mangrove ecotourism, and (3) arrange the concept
of mangrove ecotourism development community-based as a recommendation
items for Rembang government. The study was conducted from February to May
2015. The results of this research showed that the mangrove area at Pasar Banggi
feasible for ecotourism, SBE evaluation indicated that area has many potential
good view. The local people of Pasar Banggi support mangrove ecotourism, some
training for people required to support mangrove ecotourism program, cooperation
with stakeholders needs to be done. Mangrove educational programs need to be
developed and regulation must be implimented that the mangrove areas can be
maintained continuity.
Keywords: Community-based, concept of development, ecotourism, mangrove
ecosystem.

iv


KONSEP PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE
BERBASIS MASYARAKAT DI DESA PASAR BANGGI,
KABUPATEN REMBANG

PRAJANA PARAMITA SARI PUSPITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Arsitektur Lanskap
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vii


PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Konsep Pengembangan
Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Pasar Banggi, Kabupaten
Rembang”ini dapat diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan dari bulan Februari 2015.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S. selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan serta saran demi
terwujudnya karya ilmiah ini. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Pak
Sahal selaku ketua kelompok tani mangrove “Sidodadi Maju”, warga Dukuh
Kaliuntu serta pihak pemerintah dinas Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA) serta BLH (Badan Lingkungan Hidup) Kabupaten Rembang.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orangtua, teman-teman Arsitektur
Lanskap 2011, keluarga HKRB 48 serta semua pihak yang membantu dalam proses
pembuatan karya ilmiah ini.
Penulis memahami sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna.
Namun, penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2015
Prajana Paramita Sari Puspita


viii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pikir Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Pesisir secara Berkelanjutan


3

Hutan Mangrove dan Ekosistemnya

4

Wisata dan Ekowisata

5

Konsep Pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut

7

METODE

8

Lokasi dan Waktu


8

Alat dan Bahan

8

Metode Penelitian

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Aspek Fisik

16

Aspek Legal


18

Aspek Biofisik

18

Aspek Sosial Ekonomi

20

Analisis

24

SIMPULAN DAN SARAN

53

Simpulan

53

Saran

54

DAFTAR PUSTAKA

54

LAMPIRAN

56

RIWAYAT HIDUP

71

viii

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Jenis data yang diperlukan
Penilaian indicator kelayakan ekowisata Clark and Salm (2000)
Standar nilai kelayakan ekowisata Clark and Salm (2000)
Penilaian Indeks Kesesuaian Wisata (IKW)
Penilaian aspek kondisi sosial ekonomi
Keadaan faktor penunjang pengembangan ekowisata
Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)
Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata bahari
Tata guna lahan lokasi penelitian Dusun Kaliuntu, Desa Pasar
Banggi
Jenis pohon hutan mangrove Desa Pasar Banggi
Jenis vegetasi-satwa kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi
Jumlah penduduk Desa Pasar Banggi berdasarkan kelompok umur
Penilaian aspek kondisi ekologi berdasarkan IKW
Hasil penilaian aspek penerimaan masyarakat
Hasil penilaian aspek kesehatan masyarakat Desa Pasar Banggi
Hasil penilaian aspek budaya masyarakat di Desa Pasar Banggi
Hasil penilaian aspek pendidikan masyarakat di Desa Pasar Banggi
Hasil penilaian aspek keamanan di Desa Pasar Banggi
Hasil penilaian kriteria sosial ekonomi masyarakat di Desa Pasar
Banggi
Hasil penilaian aspek lapangan pekerjaan di Desa Pasar Banggi
Keadaan faktor penunjang pengembangan ekowisata di Desa Pasar
Banggi
Hasil analisis kelayakan pengembangan ekowisata berbasis
masyarakat di Desa Pasar Banggi
Penilaian faktor strategi internal
Tingkat kepentingan faktor strategis eksternal
Tingkat kepentingan faktor strategis internal
Penilaian faktor strategi eksternal
Matriks Internal Factor Evaluation
Matriks Eksternal Factor Evaluation
Matriks SWOT
Peringkat alternatif strategi pengembangan ekowisata Hutan
Mangrove Desa Pasar Banggi

9
10
11
11
12
13
14
15
17
18
21
22
24
25
26
27
28
29
31
31
32
33
42
42
42
43
44
44
45
46

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kerangka pikir penelitian
Struktur formasi hutan mangrove
Peta lokasi penelitian

3
5
8

7

4
5

Tahapan penelitian
Fasilitas eksisting pendukung kawasan (a) jembatan mangrove, (b)
gazebo, (c) gapura masuk kawasan hutan
6 Mangrove eksisting Desa Pasar Banggi (a) Rhizophora mucronata,
(b) Sonneratia alba, (c) Avicennia marina dan (d) Rhizophora
apiculata
7
Peta persebaran jenis mangrove Desa Pasar Banggi
8
Satwa eksisting kawasan pesisir Desa Pasar Banggi (a) Burung
kuntul putih, (b) Kepiting bakau, (c) Ikan gelodok
9
Vegetasi eksisting kawasan pesisir Desa Pasar Banggi (a) Lantana
camara, (b) Wedelia biflora, (c) Pluchia indica
10
Diagram kualitas usia produktif (18-56) berdasarkan tingkat
pendidikan masyarakat Desa Pasar Banggi, 2011
11
Diagram mata pencaharian masyarakat Desa Pasar Banggi
12
Kegiatan sedekah bumi Kabupaten Rembang
13
Grafik kualitas estetika lanskap kawasan hutan mangrove Desa Pasar
Banggi dengan penilaian SBE
14
Foto lanskap dengan estetika (a) tinggi, (b) rendah, dan (c) sedang
15
Peta persebaran kualitas estetika lanskap kawasan hutan mangrove
Desa Pasar Banggi
16
Diagram domisili pengunjung kawasan hutan mangrove
17
Peta rencana konsep jalur wisata hutan mangrove Desa Pasar
Banggi
18
Diagram perbandingan pengunjung berdasarkan pekerjaan dan
gender
19
Diagram motivasi berkunjung, aktivitas wisata dan spot favorit
pengunjung hutan mangrove Desa Pasar Banggi
20
Diagram pendapat pengunjung mengenai rencana pengembangan
ekowisata, program wisata, serta bentuk dukungan pengunjung
terhadap vandalisme dan konsumen produk lokal
21
Matriks IFE-EFE
22
Peta zonasi kawasan ekowisata hutan mangrove Desa Pasar Banggi
23
Ilustrasi penerapan silvofishery pada Kawasan Ekowisata Hutan
Mangrove Desa Pasar Banggi

10
17

19
19
20
20
22
23
23
34
35
36
37
38
39
40

41
43
50
52

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Media promosi ekowisata berupa leaflet
Lembar kuisioner wisatawan
Lembar kuisioner masyarakat
Lembar kuisioner SBE
Tabel pengelompokan estetika lanskap hutan mangrove Desa Pasar
Banggi

56
57
60
66
67

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pesisir merupakan kawasan alam yang memanjang di wilayah Indonesia.
Menurut Badan Informasi Geospasial (2014), Indonesia terdiri dari 13.466 pulau
dengan garis pantai sepanjang 99.093 km (2013). Indonesia dikenal sebagai negara
dengan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia, karena memiliki ekosistem
pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun yang sangat luas
dan beragam. Kawasan pesisir umumnya mempunyai potensi sumberdaya alam
yang cukup beragam dan melimpah, sehingga bermanfaat dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat lokal. Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir
adalah kegiatan wisata. Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan yang
bertanggung jawab di kawasan alami dan berpetualang yang dapat menciptakan
kawasan industri pariwisata (Yulianda 2007).
Kabupaten Rembang merupakan salah satu kabupaten yang berada di
Pesisir Utara Jawa Tengah yang mempunyai kawasan rehabilitasi mangrove cukup
luas. Ekosistem mangrove di Kabupaten Rembang dapat ditemui salah satunya di
Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang. Kondisi ekosistem mangrove disana
tergolong sebagai salah satu ekosistem mangrove yang terbaik di Pantai Utara Jawa
Tengah. Usaha pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Pasar Banggi dimulai
sejak tahun 1960 dengan melakukan rehabilitasi terutama secara swadaya oleh
masyarakat. Potensi-potensi yang dimiliki hutan mangrove Pasar Banggi membuat
masyarakat berinisiatif membangun suatu kawasan wisata yang mempunyai nilai
ekonomi. Kabupaten Rembang sendiri memiliki beberapa wisata unggulan dengan
bertemakan pantai seperti misalnya Pantai Kartini, Pantai Caruban, Pantai
Karangjahe, dan Pantai Binangun. Lokasi wisata pantai tersebut tersebar di
beberapa kecamatan yang berbatasan langsung dengan pesisir dan terletak di
sepanjang jalan pantura. Namun, keseragaman tema wisata yang diangkat kurang
mendapat antusiasme baik dari warga lokal maupun pengunjung. Wisata pantai
yang ditawarkan di Kabupaten Rembang mempunyai basis yang sama yaitu
rekreasi pantai berpasir tanpa ada spesialisasi di masing-masing lokasi wisata pantai,
sehingga dirasa sangat berpeluang apabila objek wisata pantai dengan tema yang
berbeda dapat dikembangkan di Kabupaten Rembang. Potensi alami hutan
mangrove di Desa Pasar Banggi dapat menjadi wisata alternatif bagi pengunjung
yang menginginkan nuansa lain dalam berwisata pesisir. Saat ini pembangunan
wisata hutan mangrove sedang dirintis oleh pemerintah daerah, namun belum
mempunyai arah tujuan yang jelas karena pembangunan yang setengah-setengah.
Sehingga timbul permasalahan awal yaitu kegiatan yang salah sasaran, yang pada
akhirnya justru menurunkan kualitas ekosistem hutan mangrove Desa Pasar Banggi
akibat kegiatan wisata yang kurang bijak membuat beberapa pohon mangrove rusak
dan mati.
Potensi yang dimiliki hutan mangrove Desa Pasar Banggi seharusnya dapat
dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Ekowisata dapat menjadi
alternatif untuk memaksimalkan potensi dengan tetap memperhatikan
keberlanjutan ekosistem dan keaslian lanskap pesisir serta menciptakan kawasan
yang bernilai ekonomi. Dalam menuju ekowisata, dibutuhkan prinsip berbasis

2

masyarakat agar dilibatkan dalam pengembangan ekowisata, sehingga dapat
meningkatkan kepedulian terhadap aset alam yang dimiliki desa serta mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan. Dari permasalahan tersebut dibutuhkan konsep
pengembangan ekowisata hutan mangrove berbasis masyarakat di Desa Pasar
Banggi. Dalam perkembangannya, diharapkan konsep pengembangan ekowisata
hutan mangrove dapat dijadikan sebagai salah satu tindakan nyata mangrove action
plan untuk mewujudkan lanskap pesisir yang lebih baik.

Tujuan Penelitian
Terdapat beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu :
a. mengevaluasi hutan mangrove Desa Pasar Banggi melalui analisis kelayakan
ekowisata;
b. mengidentifikasi kesiapan masyarakat Desa Pasar Banggi dalam pengelolaan
ekowisata hutan mangrove;
c. menyusun konsep pengembangan ekowisata mangrove berbasis masyarakat di
kawasan hutan mangrove Desa Pasar Banggi secara deskriptif dan spasial berupa
blockplan, sebagai bahan rekomendasi untuk pemerintah Kabupaten Rembang.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan rekomendasi bagi pemegang
kebijakan Kabupaten Rembang serta jajaran SKPD yang terkait, khususnya Badan
Lingkungan Hidup (BLH) dalam pengembangan pariwisata wilayah pesisir
berbasis masyarakat untuk menjaga kualitas hutan mangrove yang berkelanjutan.
Hasil penelitian ini juga dapat menjadi masukan dan saran kepada masyarakat Desa
Pasar Banggi untuk meningkatkan kesejahteraan desa dengan mengembangkan
potensi lanskap pesisir yang bernilai ekonomi.

Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini dilakukan berawal dari kepedulian peneliti terhadap potensi
lanskap pesisir hutan mangrove di Kabupaten Rembang yang dirasa kurang
dioptimalkan oleh pemerintah. Potensi lanskap pesisir di Desa Pasar Banggi,
Kabupaten Rembang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi kawasan ekowisata
dengan melibatkan masyarakat dalam penanganannya. Saat ini, pengembangan
kawasan konservasi hutan mangrove masih dalam tahap perencanaan, sehingga
masih dimungkinkan untuk dilakukan perbaikan serta pematangan konsep
ekowisata. Batas penelitian ini sampai pada tahap rekomendasi secara deskriptif
dan pembagian zonasi ruang wisata dalam bentuk spasial berupa blockplan.
Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

3

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Pesisir secara Berkelanjutan
Pesisir adalah jalur yang sempit dimana terjadi interaksi darat dan laut.
Artinya, kawasan pesisir meliputi kawasan darat yang masih dipengaruhi oleh sifatsifat laut (gelombang, pasang surut) dan kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh
proses alami dan aktivitas manusia di daratan (sedimentasi, pencemaran). Wilayah
pesisir dalam geografi dunia merupakan tempat yang sangat unik, karena di tempat
ini air tawar dan air asin bercampur dan menjadikan wilayah ini sangat produktif
serta kaya akan ekosistem yang memiliki keanekaragaman lingkungan laut. Pesisir
tidak sama dengan pantai, karena pantai merupakan bagian dari pesisir.
Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara garis besar
terdiri dari tiga kelompok :
a. Sumber daya dapat pulih (renewable resources). Hutan mangrove, ekosistem
terumbu karang, rumput laut, sumber daya perikanan laut, merupakan ekosistem

4

utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai
fungsi ekologis sebagai penyedia nutrient bagi biota perairan, tempat pemijahan
dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi, penahan amukan angin taufan
dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya,
Sumber daya pulih yang terdapat di pesisir juga mempunyai fungsi ekonomis
seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat obatan, dan lainlain.
b. Sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources). Sumber daya yang
tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan geologi, antara lain minyak gas,
granit, emas, timah, Bouksit, tanah liat, pasir, dan Kaolin.
c. Jasa-jasa lingkungan (environmental services). Jasa-jasa lingkungan yang
dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan
pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana
pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah,
pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi
fisiologis lainnya.
Secara umum, tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir dan
lautan di Indonesia antara lain:
1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan
kesempatan kerja
2. Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan
pemanfaatan secara optimal dan lestari sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan
3. Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian
lingkungan
4. Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah pesisir dan
lautan.

Hutan Mangrove dan Ekosistemnya
Hutan mangrove adalah hutan pantai yang selalu atau secara teratur tergenang
air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Macnae 1968). Mangrove adalah
sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan varietas komunitas pantai
tropik yang didominasi oleh beberapa jenis pohon dan semak khas yang
berkemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken 1988). Ekosistem
Mangrove didominasi oleh tumbuhan dari jenis Rhizophora, Avicennia,
Bruguiera,dan Sonneratia (Nybakken 1988). Selain itu pada ekosistem mangrove
juga ditemukan tumbuhan jenis Ceriops, Xylocarpus, Acrostichum, Lumnitzera,
Aegiceras, Scyphyphora, dan Nypa (Soerianegara 1993).
Pada ekosistem hutan Mangrove terdapat beragam jenis sumberdaya hayati
yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Manfaat ekonomi yang
diperoleh dari hutan mangrove adalah kayu untuk bahan bangunan, kayu bakar,
bahan arang, dan bahan pulp. Produk lainnya berupa manfaat ekonomi secara tidak
langsung dengan melalui pengolahan lebih lanjut seperti misalnya produk makanan,
obat-obatan, pupuk hingga bahan baku tekstil. Hutan mangrove dapat pula
dijadikan tempat ekowisata. Produk dan hasil ikan dari hutan mangrove dapat
menjadi komoditas yang mendukung kegiatan ekowisata.

5

Secara ekologis, hutan mangrove berperan sebagai pelindung pantai dari
bahaya tsunami, penahan abrasi dan perangkap sedimen, pendaur hara, menjaga
produktivitas perikanan, peredam laju intrusi air laut, penyangga kesehatan,
menjaga keanekaragaman hayati dan menopang ekosistem pesisir lainnya
(Nybakken 1998) terutama dalam keterkaitannya dengan ekosistem lamun dan
terumbu karang. Ekosistem mempunyai fungsi sebagai detritus, sumber nutrien dan
bahan organik yang dapat dibawa oleh arus ke ekosistem padang lamun dan
terumbu karang. Ekosistem lamun berfungsi sebagai perangkap sedimen sehingga
sedimen tersebut tidak terbawa atau bahkan mengganggu kehidupan terumbu
karang. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat atau tempat tinggal,
tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery
ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di
padang lamun atau terumbu karang (Tomascik et al 1997).
Komunitas flora fauna mangrove telah mengalami adaptasi terhadap kondisi
alam ekosistem mangrove. Situasi ini sebagai mekanisme untuk mencari tahu
tingkat harapan hidup flora fauna di lingkungan tersebut. Setiap spesies memiliki
ketahanan yang berbeda terhadap faktor-faktor alam hutan mangrove, misalnya
sifat fisik dan kimia tanah, salinitas air tanah, drainase, pasang surut, serta periode
genangan. Perbedaan tersebut mengakibatkan adanya zonasi dalam hutan mangrove,
seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Struktur formasi hutan mangrove

Wisata dan Ekowisata
Wisata merupakan perjalanan dan tinggal di suatu tempat (bukan tempat
tinggal dan bekerja). Wisata memiliki beberapa jenis, salah satunya adalah wisata
alam. Menurut PP No 18 Tahun 1994, wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau
sebagaian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara suka rela serta bersifat
sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam. Kegiatan dalam
wisata alam berhubungan erat dengan alam itu sendiri. Ekowisata merupakan salah
satu bentuk wisata alam.
Menurut Pendit (1981), ekowisata merupakan kegiatan mengunjungi
kawasan alamiah yang relatif tidak terganggu dengan tujuan melihat, mempelajari,
dan mengagumi wajah keindahan alam, flora, fauna dan aspek budaya baik di masa
lampau maupun sekarang yang terdapat di kawasan tersebut. Secara konseptual
ekowisata menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata,
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dan WWF-Indonesia (2009) dapat
didefinisikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan

6

tujuan menikmati dan mempelajari alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, yang
pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian
alam.
Menurut Weaver (2001), ekowisata telah dipadupadankan dengan beberapa
jenis wisata sejak tahun 1980-an, yaitu sebgai berikut :
a. Nature-based tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada lingkungan
alami. Ekowisata telah menjadi bagian penting dari nature-based tourism.
b. Cultural tourism, merupakan wisata yang menitikberatkan pada budaya dan
sejarah suatu kawasan. Di dalam cultural tourism, ekowisata menjadi alternatif
namun sering terjadi overlap sehingga tidak mudah menentukan wisata mana
yang menjadi tujuan mana.
c. Adventure tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada kegiatan yang
berisiko, menantang fisik sehingga wistawan harus memiliki kemampuan
tertentu.
d. Alternative and mass tourism merupakan model wisata berskala kecil yang
dimaksudkan untuk dapat menyediakan suatu alternatif yang lebih sesuai dengan
wisata massal. Wisata ini didefinisikan sebagai suatu bentuk wisata yang
menekankan tanggung jawab terhadap kelestarian alam, memberi manfaat
secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat
setempat.
Dari keempat wisata ini, bentuk alternatif dan mass tourism merupakan
bentuk yang paling cocok untuk dipadupadankan dengan ekowisata yang
memberikan efek berkelanjutan (sustainable). Sustainable tourism merupakan
wisata yang memiliki prinsip pengembangan yang berkelanjutan dan untuk
menggabungkan kriteria dari lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi (Weaver
2001).
Menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi, Pariwisata
Departemen kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia (2009) ekowisata
memiliki lima prinsip sebagai berikut :
1. Nature-based
Produk dan pasar yang berdasar dari alam. Wisata alam merupakan bagian atau
keseluruhan alam itu sendiri. Konservasi sumberdaya alam merupakan hal
mendasar dalam pengembangan dan pengelolaan wisata alam.
2. Ecologycally sustainable
Kestabilan ekologi merupakan perencanaan dan manajemen kawasan
berkelanjutan ecara ekologi. Semua fungsi lingkungan baik biologi, fisik,
maupun sosial tetap berjalan dengan baik.
3. Environmentally educative
Pendidikan lingkungan ditujukan bagi pengelola dan pengunjung. Pendidikan
adalah inti dari ekowisata yang membedakan dengan wisata alam lainnya.
Pendidikan menciptakan suasana yang menyenangkan, bermakna,
berkepedulian, dan apresiatif terhadap lingkungan. Kelestarian lingkungan
dalam jangka panjang dapat berjalan dengan kegiatan pendidikan.
4. Bermanfaat untuk masyarakat lokal
Manfaat ini dapat secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung
berupa, antara lain masyarakat terlibat dalam kegiatan wisatawan, pelayanan
terhadap wisatawan, dan penjualan barang-barang kebutuhan wisatawan.

7

Manfaat tidak langsung berupa bertambahnya wawasan wisatawan atau
pengelola.
5. Kepuasan bagi wisatawan
Kepuasan merupakan pemenuhan harapan wisatawan terhadap segala sesuatu
yang ditawarkan.

Konsep Pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut
Pengembangan ekowisata pesisir dan laut harus mempertimbangkan dua
aspek, yaitu aspek tujuan wisata dan aspek pasar (Tuwo 2011). Meskipun
pengembangan ekowisata menganut konsep pangarusutamaan produk atau pasar,
namun pengembangan produk wisata tetap menjamin kelestarian sumberdaya alam
dan budaya masyarakat pesisir dan laut. Pengembangan ekowisata pesisir dan laut
lebih dekat kepada aspek pelestarian, karena di dalamnya sudah terkandung aspek
keberlanjutan. Pelestarian sumberdaya alam dan budaya masyarakat akan
menjamin terwujudnya keberlanjutan pembangunan. Dalam pelaksanaannya,
ekowisata pesisir dan laut hampir tidak dilakukan eksploitasi sumberdaya alam,
tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan.
Bahkan dalam berbagai aspek, ekowisata pesisir dan laut merupakan bentuk
wisata yang mengarah ke metatourism. Artinya, ekowisata pesisir dan laut tidak
menjual tujuan atau objek, tetapi menjual filosofi dan rasa. Dari aspek inilah
ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.
Menurut Tuwo (2011) ada beberapa prinsip pengembangan ekowisata yang
harus dipenuhi, yaitu : pertama, mencegah dan menanggulangi dampak dari
aktivitas wiasatawan terhadap bentang alam dan budaya masyarakat lokal.
Pencegahan dan penanggulangan dampak harus dapat disesuaikan dengan karakter
bentang alam dan budaya masyarakat lokal. Kedua, mendidik atau menyadarkan
wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingnya konservasi. Ketiga, mengatur
agar kawasan yang digunakan ekowisata dan manajemen pengelola kawasan
pelestarian dapat menerima langsung penghasilan dan pendapatan. Retribusi dan
pajak konservasi dapat digunakanan secara langsung untuk membina, melestarikan,
dan meningkatkan kualitas kawasan pelesatarian. Keempat, masyarakat dilibatkan
secara aktif dalam perencanaan dan pengembangan ekowisata. Kelima, keuntungan
ekonomi yang diperoleh secara nyata dari kegiatan ekowisata harus dapat
mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian kawasan pesisir dan laut.
Keenam, semua upaya pengembangan fasilitas dan utilitas, harus tetap menjaga
keharmonisan dengan alam. Ketujuh, pembatasan pemenuhan permintaan, karena
umumnya daya dukung ekosistem alamiah lebih rendah daripada daya dukung
ekosistem buatan. Kedelapan, apabila suatu kawasan pelesatrian dikembangkan
untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan dialokasikan secara
proporsional dan adil untuk pemerintah pusat dan daerah.
Ekowisata memiliki tiga kriteria, yaitu : (1) memberi nilai konservasi yang
dapat dihitung; (2) melibatkan masyarakat serta (3) menguntungkan dan dapat
memelihara dirinya sendiri. Ketiga kriteria tersebut dapat dipenuhi apabila pada
setiap ekowisata memadukan empat komponen, yaitu (1) ekosistem, (2) masyarakat,
(3) budaya, dan (4) ekonomi (Tuwo 2011).

8

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini berlokasi di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang,
Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Desa Pasar Banggi terletak di pesisir utara,
dengan jarak mencapai 5 km dari ibukota kabupaten kearah timur. Luas wilayah
desa adalah 411 ha dan panjang pantai ± 3 km. Luas lokasi penelitian yang telah
didelineasi sebesar 39.37 ha. Adapun batas-batas wilayah desa meliputi ; sebelah
utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Padaran, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tritunggal, sebelah barat
berbatasan dengan Desa Tireman (Gambar 3).
Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung selama empat bulan, yaitu dari
bulan Februari 2015 hingga Mei 2015. Jadwal penelitian meliputi kegiatan
persiapan, inventarisasi, analisis dan evaluasi, penyusunan konsep pengembangan,
dan penyusunan tugas akhir.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan terdiri dari kamera digital untuk mengambil gambar
lokasi dan inventarisasi, laptop dan internet untuk input data dan pengolahan data
dari google earth. Digunakan pula lembaran kuisioner untuk masyarakat dan
pengunjung, peta dasar kawasan pesisir Kabupaten Rembang, serta beberapa
software perangkat pengolah data digital.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian
Sumber: BAPPEDA Kab. Rembang

9

Bahan yang digunakan berupa foto lokasi penelitian untuk merepresentasikan
kondisi lingkungan hutan mangrove kawasan pesisir Kabupaten Rembang serta
informasi sekunder seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data yang diperlukan
Jenis Data
Aspek fisik lanskap
Lokasi (letak dan
luas) dan kondisi
geografis
Iklim

Bentuk Data

Sumber Data

Kegunaan Analisis

Deskriptif dan spasial

Bappeda

Posisi wilayah

Deskriptif dan spasial

BMKG

Aspek Biofisik
(Vegetasi, satwa)
Aspek sosial
budaya, ekonomi
dan kelembagaan
Aksesibilitas
Fasilitas Pendukung
Kebijakan
pemerintah
Kualitas view
Kearifan lokal
Karakter dan
preferensi
pengunjung

Tabular

Survei

Deskriptif

Survei dan wawancara

Kualitas lingkungan dan
pendukung ekowisata
Kualitas ekologi
kawasan
Kesiapan masyarakat

Deskriptif
Deskriptif
Deskriptif

Survei dan spasial
Survei dan spasial
Deparbud dan Bappeda

Penunjang ekowisata
Penunjang ekowisata
Penunjang ekowisata

Deskriptif
Deskriptif
Deskriptif

Survei
Survei dan wawancara
Survei dan kuesioner

Atraksi ekowisata
Atraksi ekowisata
Penunjang ekowisata

Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tahapan inventarisasi,
analisis dan evaluasi, dan konsep pengembangan (Gambar 4).
Tahap Inventarisasi
Inventarisasi adalah pengumpulan data primer dan sekunder dari suatu lokasi
pada saat ini. Data primer dan sekunder terdiri dari aspek fisik, biofisik, dan aspek
sosial. Data diperoleh dengan cara berikut:
1) Observasi lapang dilakukan untuk mengetahui kondisi tapak, meliputi kondisi fisik,
kondisi biofisik, karakter lanskap, dan aktivitas masyarakat pengguna dan
sekitarnya;
2) Wawancara yang dilakukan kepada pengunjung, masyarakat, dan pengelola;
3) Studi pustaka yang didapat dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang
serta Peraturan Desa Pasar Banggi.

KONSEP

ANALISIS DAN EVALUASI

INVENTARISASI

10

Lanskap pesisir hutan mangrove
Desa Pasar Banggi

Aspek Legal

1.
2.
3.
4.

Aspek Fisik

Aspek Biofisik

Aspek Sosial

Analisis dan Evaluasi
Kelayakan ekowisata
Kualitas estetika lanskap
Daya Dukung Kawasan
Pendekatan demand
Analisis SWOT
Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove di Desa Pasar
Banggi, Kabupaten Rembang
Konsep Pengembangan Ekowisata Mangrove berbasis
Masyarakat di Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang
Gambar 4 Tahapan penelitian
Tahap Analisis dan Evaluasi

Analisis Kelayakan Ekowisata
Penilaian analisis kondisi dan kelayakan ekowisata dapat ditentukan melalui
kriteria ekowisata yang dikembangkan Clark and Salm (2000), yaitu kriteria
ekologi, kriteria sosial ekonomi dan kriteria penunjang (Tabel 2). Selanjutnya,
dilakukan penentuan kategori untuk penilaian setiap aspek berdasarkan standar
pembagian nilai Clark and Salm (2000) pada Tabel 3.
Tabel 2 Kriteria indikator kelayakan ekowisata Clark and Salm (2000)
No
Uraian
1
Kriteria Ekologi
2
Kriteria Sosial Ekonomi
3
Kriteria Penunjang (Kelembagaan dan sarana wilayah)
Total Penilaian
Kategori

Skor

Bobot
0.53
0.33
0.14

S*B

11

Tabel 3 Standar nilai kelayakan ekowisata Clark and Salm (2000)
Nilai Kelayakan (%)
81.26 – 100.0
62.52 – 81.25
43.76 – 62.50
25.00 – 43.75

Kategori Kelayakan
Sangat sesuai
Sangat baik
Sesuai
Baik
Kurang sesuai
Kurang baik
Tidak sesuai
Tidak baik

1. Analisis kriteria ekologi dengan Indeks Keseuaian Wisata (IKW)
Menurut Yulianda (2007) analisis kesesuaian lahan (suitability analysis)
dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian lahan wisata pantai dengan
menggunakan konsep evaluasi lahan menggunakan bobot dan skoring. Parameter
kesesuaian wisata kategori wisata mangrove terdiri atas: ketebalan mangrove,
kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut dan obyek biota (Tabel 4).
Tabel 4 Penilaian Indeks Kesesuaian Wisata (IKW)
No

Parameter

Bobot

1

Ketebalan
Mangrove
(m)
Kerapatan
Mangrove
(100 m2)
Jenis
mangrove
Pasang surut
(m)
Objek biota

2

3
4
5

Nilai

5

Kategori
S1
>500

Nilai

4

Kategori
S2
>200 – 500

Nilai

3

Kategori
S3
50-200

3

skor

2

Kategori
TS
< 50

> 15 - 20

4

>10 - 15

3

5 – 10

2

5

4

3.0 - 5.0

3

1.0 - 2.0

2

0

1

1

0–1

4

>1–2

3

>2–5

2

>5

1

1

ikan,udang
,reptil,mo
luska,kepi
ting,burung

4

ikan,udang
,kepiting,
moluska

3

ikan,molus
ka

2

salah
satu
biota air

1

1

TOTAL PENILAIAN

Sumber : Yulianda (2007)

IK W

= [∑ Ni/Nmaks] x 100 %

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata
Ni
= Nilai parameter ke-i (bobot x skor)
Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata
Nilai maksimum = 52
S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 80% – 100 %
S2 = Sesuai, dengan nilai 60% - < 80%
S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35% - < 60%
TS = Tidak sesuai, dengan nilai < 35%

Parameter ketebalan mangrove dilakukan pengamatan langsung di lapang
melalui pengukuran secara manual dengan mengambil beberapa titik plot stasiun
secara acak. Pengukuran tingkat kerapatan mangrove diukur dengan pengambilan
sampel plot contoh seluas 10 x 10 m2 di beberapa titik stasiun di hutan mangrove
yang diambil secara acak. Parameter jenis mangrove dan objek biota dilakukan
melalui survey dan inventarisasi secara langsung serta identifikasi dari sumber dan
literatur yang ada. Data pasang surut air laut didapatkan melalui pengamatan
langsung dengan menggunakan tiang ukur yang diletakkan di sisi paling berdekatan

12

dengan laut dan sisi paling berdekatan dengan daratan. Pengamatan ini dilakukan
di beberapa sampel lokasi yang diambil secara acak selama 1 x 24 jam.
2. Kriteria kondisi sosial ekonomi menurut Tuwo et al. (2009)
Kegiatan ekowisata harus dapat meningkatkan kesejahteraan sosial dan
ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengembangan ekowisata
perlu dilakukan analisis terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat agar dapat
dikenali kekuatan dan kelemahan yang ada dalam masyarakat, sehingga dapat
diketahui apa yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan ekowisata.
Kriteria sosial ekonomi terdiri atas : (1) penerimaan masyarakat; (2) kesehatan
masyarakat; (3) budaya; (4) pendidikan; (5) keamanan; dan (6) lapangan pekerjaan.
Setiap aspek yang dinilai memiliki ketentuan uraian sebagai tolak ukur dengan
bobot penilaian masing-masing seperti tertera pada Tabel 5. Hasil penilaian kondisi
sosial ekonomi dapat menentukan tingkat kesiapan masyarakat dalam menanggapi
rencana pengembangan ekowisata.
Tabel 5 Penilaian aspek kondisi sosial ekonomi
No
Tanggapan
Sikap penerimaan masyarakat
Pemahaman ekowisata
1
Persetujuan atas rencana pengembangan
2
Minat terlibat
3
Harapan atas realisasi program
4
Kesehatan masyarakat
Pemahaman kesehatan lingkungan
1
Kondisi kesehatan masyarakat
2
Frekwensi kunjungan berobat ke RS/puskesmas
3
Kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan
4
Perilaku membuang sampah
5
Harapan atas perlindungan kesehatan
6
Budaya
Pemahaman nilai-nilai tradisi
1
Keterlibatan dalam acara ritual
2
Keterlibatan dalam atraksi seni dan budaya
3
Keterlibatan dalam kegiatan perlombaan
4
Minat dan kebutuhan aktualisasi diri dalam pentas seni &
5
budaya
Harapan atas pengakuan adat istiadat dan pelestariannya
6
Pendidikan
Pemahaman atas pentingnya pendidikan
1
Dukungan sarana pendidikan
2
Dukungan latar belakang pendidikan
3
Ketrampilan/kecakapan hidup yang dimiliki
4
Keamanan
Pemahaman atas pentingnya keamanan lingkungan pesisir/laut
1
Pengalaman atas rasa aman di lingkungan sekitar
2
Ancaman lingkungan
3
Gangguan dan abrasi lingkungan
4
Konflik Perebutan Sumberdaya
5
Harapan atas peningkatan perlindungan keamanan
6
Ketersediaan/kebutuhan fasilitas pengamanan lingkungan
7
Lapangan pekerjaan
Kepuasan atas kondisi pekerjaan saat ini
1
Keterampilan/keahlian yang dimiliki
2
Pengalaman
3
Kebutuhan/minat terhadap pekerjaan
4
Harapan atas peningkatan pekerjaan
5
TOTAL PENILAIAN
Kategori penilaian

Sumber : Tuwo et al. (2009)

Skor

Nilai

Bobot
0.12
0.56
0.17
0.15
0.19
0.23
0.13
0.18
0.11
0.16
0.21
0.18
0.18
0.09
0.16
0.18
0.34
0.29
0.17
0.21
0.16
0.11
0.18
0.22
0.15
0.08
0.09
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2

S*B

13

3. Kriteria kelayakan kelembagaan dan sarana wilayah (penunjang) menurut Tuwo
et al. (2009)
Aspek kelembagaan, baik pemerintah maupun masyarakat, juga perlu
dianalisis agar tidak menjadi hambatan dalam pengembangan ekowisata. Begitu
pula dengan sarana wilayah seperti jalan, listrik, air bersih, dan lain-lain harus
tersedia agar kegiatan ekowisata dapat berkembang dengan baik. Untuk itu,
sebelum dilakukan pengembangan ekowisata, perlu dilakukan analisis kondisi
kelembagaan dan sarana wilayah yang terkait dengan pengembangan ekowisata.
Sarana penunjang yang perlu diperhatikan menurut Tuwo et al. (2009) antara lain
seperti empat uraian parameter yang tertera pada Tabel 6.
Tabel 6 Keadaan faktor penunjang pengembangan ekowisata
No
1

Uraian
Kelembagaan masyarakat

Baik

Penilaian Indikator
Sedang Kurang baik

skor

Nilai

Bobot

S*B

Buruk
0,23

2

Aksesibilitas

Baik

Sedang

Kurang baik

Buruk
0,20

3

Sarana air bersih dan
sanitasi lingkungan

Kondisi infrastruktur dan
listrik
TOTAL PENILAIAN
Kategori Penilaian
4

Baik

Sedang

Kurang baik

Buruk

Baik

Sedang

Kurang baik

Buruk

0,40
0,17

Sumber : Tuwo et al. (2009)

Penilaian kualitas estetika lanskap dengan SBE (Scenic Beauty Estimation)
Pendugaan nilai kualitas view dilakukan dengan menggunakan metode
Scenic Beauty Estimation (SBE) yang dikemukakan Daniel dan Boster (1976).
Prosedur yang digunakan antara lain dilakukan pemotretan seluruh kawasan dengan
beberapa titik view yang dianggap mewakili. Hasil foto selanjutnya dipresentasikan
dalam bentuk slide untuk dinilai para responden dengan rentang nilai skor 1 – 10
untuk setiap objek foto. Data kuantitatif responden kemudian diolah dengan
menggunakan rumus SBE sebagai berikut :
Zij = ܴ݆݅−ܴ݆ / ݆ܵ
Keterangan :
Zij
= standar penilaian untuk nilai respon ke ith oleh responden j
Rj
= nilai rata-rata dari semua nilai oleh responden j
Rij
= nilai ith dari responden j
Sj
= standar deviasi dari seluruh nilai oleh responden j
Selanjutnya untuk mendapatkan nilai SBE yaitu indeks kuantitas pendugaan
keindahan suatu lanskap (Daniel dan Boster 1976), formulasi yang digunakan
dalam analisa adalah sebagai berikut.
SBEx = (ZLS-x – ZLS-p) x 100
Keterangan :
SBEX = Nilai pendugaan keindahan pemandangan ke – x
ZLS-x = Rata-rata nilai z untuk gambar atau foto ke – x
ZLS-p = Rata-rata nilai z untuk gambar atau foto pembanding

14

Seluruh nilai SBE yang telah diperoleh selanjutnya dikelompokkan
berdasarkan kualitas estetika rendah SBE < (Y – s), sedang nilai SBE antara (Y –
s) dan (Y + s), dan tinggi SBE > (Y + s).
Analisis Daya Dukung Kawasan
Analisis daya dukung ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan
memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara
lestari. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan
ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan
(DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat
ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan
gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus adalah
sebagai berikut (Yulianda 2007).
DDK = K x Lp x Wt
Lt
Wp
Keterangan:
DDK = Daya Dukung Kawasan
K
= Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area
Lp
= Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
Lt
= Unit area untuk kategori tertentu
Wt
= Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu
hari
Wp
= Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
Menurut Yulianda (2007) Daya Dukung Kawasan disesuaikan karakteristik
sumberdaya dan peruntukan. Misalnya, daya dukung wisata selam ditentukan
sebaran dan kondisi terumbu karang, daya dukung wisata pantai ditentukan
panjang/luas dan kondisi pantai. Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan
dengan keperluan ruang horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa
terganggu oleh pengunjung lainnya (Tabel 7).
Tabel 7 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)
Jenis Kegiatan
Selam

K (Σ
pengunjung)
2

Snorkling

1

Unit Area (Lt)
2

1000 m
2

250 m
2

Wisata Lamun

1

Wisata Mangrove

1

250 m
50 m

1
1

50 m
50 m

Rekreasi Pantai
Wisata Olahraga
Sumber : Yulianda (2007)

Keterangan
Setiap 2 orang dalam 100 m x 10 m
Setiap 1 orang dalam 50 m x 5 m
Setiap 1 orang dalam 50 m x 5 m
Dihitung panjang track, setiap orang
sepanjang 50 m
1 orang setiap 50 m panjang pantai
1 orang setiap 50 m panjang pantai

Yulianda (2007) menuturkan waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung
berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan
kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan
untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu
hari dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (Tabel 8).

15

Analisis Demand
Permintaan terhadap suatu komoditas timbul dari kemauan dan kemampuan
dalam membeli komoditas tersebut. Demand dalam pariwisata didefinisikan
sebagai permintaan konsumen yang ingin melakukan perjalanan menggunakan
fasilitas pariwisata ditempat tujuan wisata. Data yang digunakan adalah data primer,
didapatkan melalui penyebaran kuisioner dan wawancara pada wisatawan untuk
mengetahui :
- Profil wisatawan : umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan asal wisatawan
- Motivasi kunjungan
- Penilaian wisatawan tentang kualitas lingkungan di lokasi
Tabel 8 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata bahari
No.

Kegiatan

1
2
3
4
5
6
7
8.
9
10

Selam
Snorkling
Berenang
Berperahu
Berjemur
Rekreasi pantai
Olahraga Air
Memancing
Wisata mangrove
Wisata lamun dan
ekosistem lainnya
11
Wisata satwa
Sumber : Yulianda (2007)

Waktu yang dibutuhkan (Wp)
(jam)
2
3
2
1
2
3
2
3
2
2

Total waktu 1 hari (Wt)
(jam)
8
6
4
8
4
6
4
6
8
4

2

4

Analisis SWOT
Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi relasi-relasi sumberdaya
ekowisata dengan sumber daya yang lain. Selain itu, analisis SWOT digunakan
untuk merumuskan strategi manajemen program ekowisata. Analisis SWOT
dilakukan dengan membandingkan faktor internal yang terdiri dari kekuatan
(strengths) dan kelemahan (weaknesses) dengan faktor eksternal yang terdiri dari
peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Metode analisis data yang
digunakan adalah analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara
kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor internal dan
eksternal, sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan pembobotan dan
pemberian peringkat.
Langkah kerja dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT menurut
David (2008), antara lain :
a. Penentuan faktor internal dan faktor eksternal
Faktor internal atau Internal Factor Evaluation (IFE) ditentukan dengan cara
mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal atau External
Factor Evaluation (EFE) ditentukan untuk mengetahui sejauh mana ancaman dan
peluang yang dimiliki.
b. Penentuan bobot faktor internal dan faktor eksternal
Pembobotan dilakukan untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh
terhadap kawasan. Penentuan bobot setiap variabel menggunakan skala 1-4.

16

c. Penentuan peringkat (rating)
Penentuan peringkat setiap faktor diukur dengan menggunakan nilai
peringkat berskala 1-4. Setiap faktor memiliki maksud yang berbeda dari setiap
peringkat.
d. Pembuatan matriks faktor internal dan eksternal
Setelah menentukan bobot dan peringkat setiap faktor, langkah selanjutnya
adalah menentukan skor. Skor merupakan hasil perkalian dari bobot dengan
peringkat. Jumlah skor dari faktor internal dan eksternal dapat menentukan langkah
dalam pembuatan strategi
e. Penentuan tindakan strategi
Allen dalam David (2008), mengembangkan cara dalam menentukan
tindakan strategi. Tindakan tersebut ditentukan dengan Matriks IFE dan EFE.
Kuadran I, II, dan IV dipersepsikan sebagai tindakan grow dan build. Strategi yang
intensif dan integratif dapat dijadikan pendekatan yang sesuai. Kuadran III, V, dan
VII menunjukkan tindakan hold dan maintain. Pendekatan yang cocok adalah
pengembangan pasar dan produk. Kondisi yang kurang baik ditunjukkan dalam
kuadran VI, VII, dan IX. Tindakan harvest dan divest menjadi pendekatan yang
baik.
f. Penyusunan alternatif strategi dan penentuan prioritas alternatif strategi
Penyusunan alternatif dilakukan dengan mengkombinasikan antara faktor
internal dengan faktor eksternal. Kombinasi tersebut antara lain SO (kekuatan dan
peluang), ST (kekuatan dan ancaman), WO (kelemahan dan peluang) dan WT
(kelemahan dan ancaman). Penentuan prioritas alternatif strategi dilakukan dengan
cara menjumlah semua skor dari faktor-faktor penyusunnya. Strategi yang memiliki
skor paling tinggi menjadi prioritas utama.
Tahap Penyusunan Konsep
Rekomendasi konsep pengembangan dihasilkan dari penentuan alternatif
strategi melalui analisis SWOT yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil akhir
penelitian ini berupa rekomendasi secara deskriptif dan rekomendasi spasial
meliputi pembagian zona-zona ruang ekowisata berupa blockplan. Konsep yang
telah disusun diuraikan secara terstruktur disertai ilustrasi sebagai bahan
rekomendasi bagi pemerintah Kabupaten Rembang.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Fisik
Kabupaten Rembang merupakan wilayah pesisir utara Pulau Jawa yang
terletak di ujung paling timur Provinsi Jawa Tengah dan memiliki panjang pantai
62.5 km. Berdasarkan informasi tersebut, maka Kabupaten Rembang mempunyai
potensi sumberdaya pesisir yang unggul. Wilayah Kabupaten Rembang
mempunyai ketinggian yang beragam, yaitu antara 0 - 500 mdpl. Secara umum,
kondisi iklim Kabupaten Rembang memiliki suhu rata-rata berkisar antara 23 oC
sampai 33 oC. Menurut data BMKG (2015) provinsi Jawa Tengah, wilayah
Kabupaten Rembang dengan spesifikasi Pelabuhan pesisir utara mempunyai curah

17

hujan rata-rata di tahun 2013 mencapai 2710 mm dengan curah hujan maksimal di
bulan Februari, dan untuk tahun 2014 curah hujan Pelabuhan Rembang berada di
angka 2014 mm dengan curah hujan maksimal berada di bulan Januari.
Desa Pasar Banggi adalah salah satu desa di Kabupaten Rembang yang
berlokasi di daerah pesisir yang berbatasan langsung dengan garis Pantai Utara
Jawa. Desa ini tergolong strategis karena terletak di sisi jalan utama Pantura. Luas
Desa Pasar Banggi mencapai 411 ha, dengan panjang garis pantai 3 km. Ketinggian
desa dari permukaan air laut berada pada batas 2 mdpl, dengan jenis tanah dominan
gromosol berpasir (Profil Data Desa Pasar Banggi 2011). Batas administrasi Desa
Pasar Banggi sebelah utara berbatasan langsung dengan Pantai Utara Jawa, sebelah
timur berbatasan dengan Sungai Sepeking dan Desa Tritunggal, sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Padaran, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa
Tireman. Hutan mangrove Pasar Banggi telah ada sejak tahun 1960 yang diinisiasi
dan ditanam oleh masyarakat desa sendiri, akibat keresahan abrasi air laut yang
menghantam tambak ikan masyarakat.
Desa Pasar Banggi mempunyai peruntukan lahan dengan beberapa
kepentingan antara lain area pemukiman, lahan tambak, hutan mangrove, dan lahan
persawahan. Pembagian tata guna lahan Desa Pasar Banggi dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Tata guna lahan lokasi penelitian Dusun Kaliuntu, Desa Pasar Banggi
No
Guna Lahan
1
Pemukiman
2
Sawah
3
Tambak
4
Mangrove
5
Gudang
Sumber : Laporan Akhir Perencanaan BLH (2014)

Luas (ha)
2.69
4.71
24.42
6.20
1.35

Hutan mangrove Desa Pasar Banggi saat ini telah dibuka menjadi area
rekreasi dengan fasilitas yang sederhana karena masih berada pada konsep
pengembangan perencanaan. Beberapa fasilitas rekreasi eksisting hutan mangrove
antara lain, area lahan parkir sementara karena masih meminjam lahan pribadi milik
warga, area pembibitan, signage konservasi mangrove, jembatan/dek kayu sebagai
sarana sirkulasi pejalan kaki, gazebo, dan gapura pintu masuk kawasan mangrove
(Gambar 5). Sarana pelayanan loket belum ada di kawasan ini, karena pengunjung
yang ingin berekreasi di hutan mangrove tidak dipungut biaya, hanya dikenakan
biaya parkir sebesar Rp 2000,00 untuk sepeda motor dan Rp 4000,00 untuk mobil.
Kondisi jalan menuju lokasi masih menggunakan perkerasan m