Strategi pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di zona wisata Bogor Kabupaten Bogor:

(1)

RINI UNTARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat Kabupaten Bogor “ merupakan gagasan dan karya saya bersama pembimbing yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2009

Rini Untari NRP. P052070041


(3)

MUNANDARand NURHAYATI H.S. ARIFIN.

A concept of Community Based Ecotourism (CBE) was evaluated to be implemented in Bogor Regency. This concept was considered important to develop ecotourism which contributes towards community human resource development and participation, contributes to the welfare of local people and enhances the local culture. The aim of this research was to define spatially the potential villages and to formulate strategies for development of Community Based Ecotourism in West Bogor Tourism Zone, Bogor Regency. This research was conducted in 17 villages (desa) of nine districts (kecamatan). Feasibility analysis was based on tourist destination and attraction, Community Based Ecotourism (CBE) readiness value and the preference of the community in tourism development zone of West Bogor. All information and analysis were presented in spatial information (GIS) using a builder modelling to define spatially the potential villages. Finally the SWOT analysis were conducted to find out the best strategy based on the priority for development of Community Based Ecotourism. The result from spatial analysis using builder modelling showed that there were four villages which very potential to be developed for CBE i.e. Pasir Eurih village, Sukajadi village, Gunung Malang village and Cihideung Udik village. Other nine villages were potential and four villages were medium in their potential. Based on SWOT analysis, there were eight strategies in priority recommended for development of Community Based Ecotourism in very potential villages cluster, seven strategies in priority for potential villages cluster and seven strategies in priority for medium in potential villages cluster. The result from a combination of spatial analysis and SWOT analysis, it was also recommended that the areas of CBE to be developed in priority were Pamijahan district, Tenjolaya district and Tamansari district.

Keywords : West Bogor Tourism Zone, Ecotourism Development, Community Based Ecotourism, Object Evaluation, Builder Modelling


(4)

MUNANDARdanNURHAYATI H.S. ARIFIN

Kabupaten Bogor mempunyai potensi ekowisata berupa potensi sumberdaya alam seperti pemandangan alam yang indah dengan latar Gunung Salak serta potensi budaya seperti kehidupan masyarakat, kesenian, upacara adat serta budaya bertani yang masih tradisional yang sangat potensial dalam pengembangan berbasis masyarakat. Dalam pengembangan wisata, pemerintah Kabupaten Bogor membuat zonasi dalam pengelolaannya. Salah satu bagian dari Kabupaten Bogor yang belum optimal dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakatnya yaitu di Zona Wisata Bogor Barat. Ekowisata Berbasis Masyarakat

atau Community Based Ecotourism (CBE) merupakan konsep pengembangan

ekowisata dengan melibatkan dan menempatkan masyarakat lokal yang mempunyai kendali penuh dalam manajemen dan pengembangannya sehingga memberikan kontribusi terhadap masyarakat berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dan keberlanjutan kebudayaan lokal.

Tujuan penelitian ini yaitu memetakan daerah potensial pengembangan CBE dan menyusun strategi pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat. Selain itu untuk menspasialkan informasi non-spasial dengan mengidentifikasi objek dan daya tarik wisata berupa kondisi biofisik, sosial-budaya, ekonomi, dan permasalahan dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat, menganalisis kesiapan masyarakat serta menganalisis secara spasial maupun deskriptif desa yang potensial untuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat.

Penelitian dilaksanakan di 17 desa (sembilan kecamatan) yang termasuk zona wisata Bogor Barat Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Tamansari, Parung, Ciampea, Cibungbulang, Pamijahan, Tenjolaya, Jasinga, Cigudeg dan Sukajaya. Penentuan lokasi objek dan daya tarik wisata (ODTW) dilakukan secarapurposive sampling. Dalam penelitian ini dilakukan tiga penilaian yaitu penilaian objek dan daya tarik wisata, penilaian kesiapan pengembangan CBE serta penilaian kesiapan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata yang diketahui melalui kuesioner.

Penilaian objek dan daya tarik wisata didasarkan pada lima aspek yaitu daya tarik, aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial ekonomi, akomodasi dan prasarana dan sarana penunjang (radius 10 km dari objek). Sedangkan penilaian kesiapan pengembangan CBE didasarkan empat aspek penilaian yaitu aspek sosial ekonomi, aspek sosial budaya, aspek lingkungan dan aspek pengelolaan dan penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata berdasarkan data karakteristik masyarakat, persepsi masyarakat, partisipasi serta keinginan masyarakat.

Semua informasi tersebut dianalisis dan kemudian disajikan secara spasial dengan metode model builder (Jaya, 2009). Masing-masing penilaian dianalisis dan disusun lima klasifikasi penilaian sangat baik, baik, sedang, buruk dan sangat buruk sehingga diperoleh desa yang potensial dikembangan CBE. Pada tahapan selanjutnya untuk mengetahui strategi yang menjadi prioritas disusun alternatif


(5)

Desa Gunung Malang, Sukajadi, Cihideung Udik dan Desa Pasir Eurih. Sedangkan hasil penilaian kesiapan pengembangan CBE menunjukkan bahwa satu desa dengan klasifikasi sangat baik yaitu Desa Pasir Eurih. Penilaian kesiapan pengembangan CBE yang masuk klasifikasi baik sebanyak delapan desa, selain itu dua desa masuk kategori sedang, lima desa masuk kategori buruk dan satu desa masuk kategori penilaian sangat buruk. Hasil kuesioner yang disebarkan kepada masyarakat untuk masing-masing desa di 17 desa menunjukkan bahwa satu desa masuk dalam klasifikasi sangat baik yaitu Desa Pasir Eurih. Sedangkan sepuluh desa masuk dalam kategori baik dan enam desa masuk klasifikasi sedang. Hasil ground-true-check di lapangan menunjukkan desa-desa yang masuk klasifikasi sangat baik, beberapa desa diantaranya yaitu Desa Pasir Eurih dan Desa Sukajadi telah ditunjuk menjadi desa inisiasi dalam pengembangan desa wisata di Kabupaten Bogor.

Hasil analisis spasial dari tiga penilaian baik ODTW, kesiapan pengembangan CBE dan penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata menunjukkan bahwa empat desa sangat potensial untuk dikembangkan ekowisata berbasis masyarakat yaitu Desa Pasir Eurih dan Desa Sukajadi yang termasuk Kecamatan Tamansari, Desa Gunung Malang yang termasuk Kecamatan Tenjolaya dan Desa Cihideung Udik yang termasuk Kecamatan Ciampea. Sedangkan sembilan desa masuk klasifikasi baik dan empat desa masuk klasifikasi sedang. Desa Pasir Eurih dengan objek utama yaitu Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Sukajadi dengan objek wisata Curug Nangka, Desa Gunung Malang dengan objek Curug Luhur dan Desa Cihideung Udik dengan objek wisata Kampung Wisata Cinangneng. Empat desa yang sangat potensial dalam pengembangan CBE berada dalam tiga kecamatan yang memiliki karakter berdekatan satu sama lain.

Hasil analisis SWOT, diperoleh delapan prioritas yang direkomendasikan dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat pada cluster desa sangat baik. Sedangkan pada cluster desa baik diperoleh tujuh strategi prioritas dan pada cluster desa sedang diperoleh tujuh strategi prioritas. Delapan prioritas dalam pengembangan CBE di cluster desa sangat baik yaitu: (1) Pelibatan masyarakat dalam pengembangan desa wisata mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi; (2) Pengembangan program desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat; (3) Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses; (4) Peningkatan kemampuan SDM masyarakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial; (5) Perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata; (6) Pembentukan wadah bagi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat; (7) Promosi program ekowisata berbasis masyarakat yang ada di Zona wisata Bogor Barat dan (8) Pengembangan desa-desa potensial di kecamatan yang berdekatan dengan desa yang akan dikembangkan desa wisata.


(6)

dapat menjadi prioritas utama dalam pengembangan CBE. Karakteristik yang menyebabkan desa-desa di Kecamatan Pamijahan, Tenjolaya dan Tamansari sangat potensial dikembangkan CBE dikarenakan aksesibilitas yang mendukung serta kedekatan secara administrasi, sehingga mempermudah dalam pengembangan paket wisata ke depannya. Selain itu didukung daya tarik, akomodasi serta sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan karakteristik yang dapat menghambat pengembangan CBE berbasis cluster ini dalam aspek pengelolaan berupa koordinasi pengelolaan di masing-masing desa di tiga kecamatan tersebut. Permasalahan ini ke depan dapat diatasi dengan terbentuknya Forum Desa Wisata Kabupaten Bogor yang menjadi wadah dalam pengembangan desa wisata sehingga masyarakat dari berbagai bentuk partisipasi maupun aspirasi secara umum dapat terakomodasi.


(7)

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

RINI UNTARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(9)

(10)

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Aris Munandar, MS Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono H Sutjahjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S


(11)

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2009 ini adalah ekowisata, dengan judul Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat Kabupaten Bogor.

Tesis merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Dalam penyusunan tesis, penulis banyak menerima masukan dan saran serta bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, M.S, dan Ibu Dr. Ir. Nurhayati HS. Arifin M.Sc. sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan tesis.

2. Bapak Dr. Ir. Bambang Sulistyantara M. Agr dan Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina M.Sc yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada sidang tesis serta memberikan masukan untuk perbaikan tesis.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya M. Agr yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mendiskusikan metode yang berhubungan dengan GIS.

4. Kedua orangtua serta kedua saudara penulis (Setio Ajiwibowo dan Tri Fitriyanti) yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil. Tak lupa suami, Joko Santoso yang terus memberikansupportserta motivasi untuk menyelesaikan tesis serta putraku tersayang Akmal Satrio (15 bulan) yang telah menjadi penyemangat dalam penyelesaian tesis.

5. Keluarga Mukito Yudho Prayitno (Alm) untuk support dan motivasi terutama kepada Ibu Sri Sukartini dan juga Mbak Pur, Bambang dan De’ Wuri.

6. Bapak Adrian Aria Kusuma Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, Bapak Sudiyono Kasi Aneka Wisata, serta seluruh staf Disbudpar Kabupaten Bogor atas bantuan serta informasi yang telah diberikan.

7. Keluarga besar Ekowisata Direktorat Diploma IPB, khususnya Koordinator Program Keahlian Ekowisata Ir. Tutut Sunarminto, M. Si beserta staf dosen dan juga mahasiswa Ekowisata angkatan 44, atas semangat dan bantuan yang telah diberikan.

8. Staf di Laboratorium Remote Sensing, Departemen Manajemen Hutan Fahutan IPB, Edwin Setia P dan Bapak Uus dengan waktu dan kesediaan berbagi aplikasi GIS.

9. Retno Agustarini atas semua bantuan selama ini dan juga teman-teman PSL angkatan 2007 ( Kak Etty, Ibu Sri, Lina, Ibu Retno, Dina, Lia, Ibu Rita, Kak Sarma, Kak Isna, Kak Cristy, Andin, Fandy, Paul, Pak Empersi, Ari, Alam, Muchlis, Yasser, Aan, Zulfikar, Reindi, Sanz) dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan motivasi dalam proses penulisan tesis.


(12)

(13)

dan ibu Hj. Bingah Saparyati. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 1998 penulis menempuh pendidikan sarjana di Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), lulus pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS 2007.

Penulis pada tahun 2004-2006 pernah bekerja sebagai reporter dan asisten redaktur Harian pagi Radar Bogor, Jawa Pos Group. Pada Tahun 2006 penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Keahlian Ekowisata, Direktorat Program Diploma IPB.


(14)

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Kerangka Pemikiran ... 5

1.3. Perumusan Masalah ... 8

1.4. Tujuan Penelitian ... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Pariwisata dan Wisata ... 13

2.2. Ekowisata ... 14

2.3. Pengembangan Ekowisata ... 18

2.4. Penilaian Potensi Wisata ... 20

2.5. Ekowisata Berbasis Masyarakat ... 23

2.6. Partisipasi Masyarakat Lokal ... 25

2.7. Sistem Informasi Geografis ... 31

3 METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 34

3.2. Alat dan Bahan ... 35

3.3. Kerangka Pendekatan ... 36

3.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 38

3.5. Metode Penelitian ... 38

3.5.1. Metode Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata... 38

3.5.2. Metode Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE... 39

3.5.3. Metode Penilaian Kesiapan Masyarakat... 42

3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.7. Metode Analisis Data ... 46

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1. Identifikasi Sumberdaya Wisata di Zona Wisata Bogor Barat ... 52

4.2. Analisis Penilaian... 93

4.2.1. Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata... 93

4.2.2. Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE... 105

4.2.3. Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata ... 113


(15)

Pengembangan Ekowisata... 119

4.3. Analisis SWOT ... 124

4.3.1. Faktor Internal dan Eksternal (IFAS dan EFAS)... 124

4.3.2. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ... 129

4.3.3. Strategi SWOT ... 133

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 149

5.1. Kesimpulan ... 149

5.2. Saran ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 152


(16)

1. Karakteristik Pengelolaan Berbasis Masyarakat... 28

2. Fungsi Dasar SIG dalam melakukan Analisis Ruang ... 33

3. Lokasi Objek Penelitian ... 34

4. Metode Penilaian Objek dan Daya Tarik ... 39

5. Kriteria dan Indikator Aspek Sosek ... 40

6. Kriteria dan Indikator Aspek Sosbud... 41

7. Kriteria dan Indikator Aspek Lingkungan ... 41

8. Kriteria dan Indikator Aspek Pengelolaan ... 42

9. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 45

10. Strategi Hasil Perpaduan Faktor Internal dan Eksternal ... 50

11. Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata ... 94

12. Hasil Penilaian Aspek Daya Tarik ... 96

13. Hasil Penilaian Aspek Aksesibilitas ... 98

14. Hasil Penilaian Aspek Kondisi Lingkungan Sosek ... 98

15. Hasil Penilaian Aspek Akomodasi ... 99

16. Hasil Penilaian Aspek Prasarana dan Sarana ... 99

17. Rekapitulasi Dokumentasi Objek Wisata ... 101

18. Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Berdasarkan Sebaran Spasial ... 103

19. Hasil Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE ... 105

20. Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE Berdasarkan Analisis Spasial ... 107

21. Hasil Penilaian Aspek Sosek ... 108

22. Hasil Penilaian Aspek Sosbud ... 109

23. Hasil Penilaian Aspek Lingkungan ... 110

24. Hasil Penilaian Aspek Pengelolaan ... 111

25. Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata ... 113

26. Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam pengembangan Ekowisata Berdasarkan Analisis Spasial ... 115


(17)

29. Hasil Penilaian Partisipasi dan Keinginan Masyarakat ... 117

30. Kekuatan Cluster Desa Sangat Baik, Baik dan Sedang ... 125

31. Kelemahan Cluster Desa Sangat Baik, Baik dan Sedang ... 126

32. Peluang Cluster Desa Sangat Baik, Baik dan Sedang ... 127

33. Ancaman Cluster Desa Sangat Baik, Baik dan Sedang ... 128

34. Alternatif Strategi dalam Analisis SWOT Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Cluster Desa Sangat Baik ... 134

35. Alternatif Strategi dalam Analisis SWOT Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Cluster Desa Baik ... 136

36. Alternatif Strategi dalam Analisis SWOT Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Cluster Desa sedang ... 138


(18)

2. Peta Lokasi Penelitian ... 35

3. Tahapan Penelitian... 37

4. Tahapan Analisis Spasial Hasil Penilaian ODTW, Kesiapan Pengembangan CBE dan Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata ... 48

5. Curug Bandung (a); Bukit Panyis (b) ... 53

6. Setu Cijantungeun ... 54

7. Keindahan Setu Kadondong ... 56

8. Wana Wisata Taman Bambu ... 57

9. Hutan Penelitian Haurbentes ... 57

10. Curug Luhur ... 59

11. Bumi Perkemahan Gunung Bunder ... 61

12. Kawah Ratu ... 62

13. Curug Ngumpet 1 ... 64

14. Curug Cihurang ... 64

15. Air Panas Ciparai GSE ... 67

16. Curug Cigamea ... 68

17. Curug Ngumpet 2 ... 69

18. Curug Seribu... 69

19. Goa Simasigit ... 72

20. Rumah Tradisional di Kampung Urug (a); Lumbung Padi (b) ... 74

21. Kampung Budaya Sindangbarang (a); Seren Taun (b) ... 76

22. Kampung Wisata Cinangneng (a); Belajar Gamelan (b) ... 79

23. Keindahan Curug Nangka (a);Camping Ground (b) ... 81

24. Pintu Utama Museum (a); Koleksi Bandul Kalung Perunggu (b) ... 84

25. Bukit Kapur (a); Kolam Pemandian air panas (b) ... 86

26. Prasasti Ciaruteun (a); Situs Batu Congklak (b)... 88


(19)

30. Peta Kelas Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE ... 112 31. Peta Kelas Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan

Ekowisata ... 118

32. PetaOverlay Penilaian ODTW, Kesiapan Pengembangan CBE dan


(20)

1. Kriteria dan Bobot Penilaian ODTW ... 158

2. Kriteria dan Bobot Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE ... 161

3. Kriteria dan Bobot Penilaian Kesiapan Masyarakat ... 165

4. Objek wisata di Zona Wisata Bogor Barat ... 168

5. Jenis Kesenian dan Organisasi Seni di Zona Wisata Bogor Barat ... 169

6. Hasil IFAS dan EFAS Cluster Desa Sangat Baik, Baik dan Sedang ... 170

7. Matriks SWOT Cluster Desa Sangat Baik, Baik dan Sedang ... 175

8. Contoh Kuesioner Penelitian ... 178


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik budaya, selain itu Indonesia dikenal sebagai negara mega biodiversity. Dengan segala potensi sumberdaya dan kekayaan alam yang dimiliki tersebut menjadi pendukung dalam pengembangan pariwisata.

Sektor pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan dan menyumbangkan devisa komoditi non migas yang cukup signifikan. Data BPS tahun 2008 menunjukkan wisatawan mancanegara (wisman) di tahun 2007 mencapai 5.51 juta, jumlah wisman yang masuk ke Indonesia naik mencapai 13.02 persen dibandingkan tahun 2006 yang hanya mencapai 4.87 juta orang. Total pengeluaran wisman di Indonesia untuk tahun 2007 mencapai US$ 5.3 miliar atau naik 20.45 persen dibandingkan pemasukan devisa tahun 2006 sebesar US$ 4.4 miliar (Detikfinance 2008). Satria (2008) menyebutkan, Indeks daya saing wisata tahun 2007 secara total, Indonesia ternyata masih menempati urutan ke 60 dan tertinggal dengan negara-negara di Asia lainnya seperti Hongkong yang menempati urutan ke 6, Singapura urutan ke 8, Malaysia ke 31, Korea Selatan ke 42 dan Thailand ke 43. Daya tarik terbesar dalam persaingan wisata Indonesia dengan negara lain yaitu kategori budaya, sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.

Jumlah wisman yang datang ke Indonesia pada Januari-Desember 2008 (termasuk di luar 11 pintu masuk utama) mencapai 6.23 juta orang atau meningkat 13.24 persen dibanding jumlah wisman pada periode yang sama tahun 2007 sebanyak 5.51 juta orang. Berdasarkan data tersebut menunjukkan belum berhasilnya target Tahun Kunjungan Indonesia (Visit Indonesia Year) yang memproyeksikan kunjungan mencapai 7 juta wisman di tahun 2008 (Depbudpar 2009). Proyeksi yang baru terpenuhi ± 91 persen tersebut diharapkan mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi di tahun 2009 dari target Visit Indonesia Yeartahun 2008 sebanyak 7 juta wisman.


(22)

Proyeksi pertumbuhan kepariwisataan tersebut juga diharapkan dapat memberikan dampak yang berkesinambungan terhadap penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan pertumbuhan ekonomi nasional yang mendorong upaya pelestarian lingkungan. Konsep pariwisata pada awalnya hanya mementingkan segi ekonomi saja yaitu pemasukan dan banyaknya jumlah pengunjung. Padahal pemanfaatan kawasan yang hanya mementingkan aspek ekonomi tanpa memperhatikan faktor lingkungan akan merusak kawasan dan pengembangan wisata itu sendiri. Beberapa bukti kesalahan dalam pengelolaan aset kawasan terlihat dengan adanya kerusakan aset-aset lingkungan, hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity), polusi, kemiskinan dan termasuk termarjinalkannya masyarakat lokal. Kondisi tersebut terjadi akibat dari konsepsi pembangunan lingkungan terutama pengelolaan kawasan wisata yang keliru. Kebijakan pembangunan kawasan yang belum secara komprehensif memahami prinsip-prinsip ekowisata. Padahal pengembangan ekowisata tidak hanya memiliki potensi pembangunan ekonomi, tetapi pengembangan ekowisata menjanjikan potensi pembangunan dalam aspek sosial dan lingkungan.

Ekowisata secara konseptual merupakan konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan serta berintikan partisipasi aktif masyarakat dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimum terhadap lingkungan, memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan daerah dan diberlakukan pada kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan binaan serta kawasan budaya (Sekartjakrarini 2004). Dalam konteks pengelolaan, ekowisata merupakan penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami, yang secara ekonomi berkelanjutan dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat setempat, serta mendukung upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya. Ekowisata berbeda dengan wisata massal (mass tourism), tetapi model pengembangan ekowisata diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat lokal serta keberlanjutan kualitas lingkungan.

Model pengembangan ekowisata yang melibatkan masyarakat sebagai subjek pelaksana dikenal dengan istilah Community Based Ecotourism (CBE),


(23)

karena jika dikaitkan dengan tujuan utama ekowisata adalah sebagai sumber pendapatan ekonomi baik bagi pemerintah maupun masyarakat lokal, tanpa mengorbankan lingkungan dan bersifat berkelanjutan. Ekowisata Berbasis Masyarakat atau Community Based Ecotourism (CBE) merupakan konsep pengembangan ekowisata dengan melibatkan dan menempatkan masyarakat lokal yang mempunyai kendali penuh dalam manajemen dan pengembangannya sehingga memberikan kontribusi terhadap masyarakat berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dan keberlanjutan kebudayaan lokal.

Kabupaten Bogor termasuk wilayah yang memiliki banyak objek wisata yang pengembangannya belum optimal. Salah satu upaya pengembangan pariwisata di Kabupaten Bogor dilakukan perwilayahan pariwisata sehingga diharapkan dapat menyebarkan pengembangan pariwisata ke seluruh wilayah Kabupaten Bogor yang terdapat dalam Rencana Strategis Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Kabupaten Bogor tahun 2003-2008. Perwilayahan pariwisata Kabupaten Bogor dibagi menjadi empat zona wisata, yaitu Zona Wisata Puncak, Bogor Barat, Bogor Timur, dan Bogor Utara.

Dalam pengembangan wisata selama ini, wilayah di Kabupaten Bogor yang sudah cukup dikenal adalah objek dan daya tarik wisata (ODTW) di daerah Puncak. Sedangkan ODTW di wilayah lainnya banyak yang belum dikenal dan belum dikembangkan secara optimal, termasuk di zona wisata Bogor Barat. Padahal beberapa ODTW yang berada di wilayah Bogor Barat mempunyai potensi ekowisata dan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Dengan potensi yang cukup besar tersebut, sebenarnya Kabupaten Bogor terutama di zona wisata Bogor Barat memiliki kesempatan untuk mengembangkannya sehingga dapat meningkatkan ekonomi daerah terutama peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal sebagai bagian dari prinsip ekowisata dengan meminimalkan dampak kerusakan terhadap lingkungan. Prinsip pariwisata yang dikembangkan adalah pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) dan pemberdayaan masyarakat, dimana masyarakat akan dapat mengelola aset pariwisata desa, tidak saja sebagai obyek tetapi sekaligus menjadi subyek/pelaku, sehingga nilai-nilai


(24)

konservasi, pemberdayaan masyarakat, ekonomi dan pendidikan akan dapat terwujud dengan sendirinya.

Banyak contoh pengembangan CBE yang dikenal juga dengan sebutan desa wisata di Indonesia yang sebagian besar diaplikasikan di kawasan konservasi diantaranya Taman Nasional Halimun, Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Siberut, Taman Nasional Ujung Kulon, selain itu terdapat juga pengembangan CBE di Desa Candirejo, Magelang dan Desa Tado Waerebo di Flores (Suhandi 2008). Tidaklah berlebihan kiranya, apabila Ekowisata – CBE dijadikan instrumen pembangunan pariwisata daerah, termasuk di Zona Wisata Bogor Barat karena pembangunan wisata memilikimultiplier effect yang sangat luas. Kabupaten Bogor terutama di Zona Wisata Bogor Barat dalam mengimplementasikan pembangunan pariwisata berbasis masyarakat dapat menjadi kebijakan pengembangan pariwisata. Dalam pelaksanaannya, hal ini perlu didukung oleh kondisi wilayah dan sumber daya wisatanya.

Pengembangan ODTW yang berpotensi ekowisata, dalam analisisnya dapat mengaplikasikan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan alat analisis (analytical tool) yang mampu memecahkan masalah spasial hampir di semua bidang ilmu yang bekerja dengan informasi keruangan diantaranya bidang kehutanan, perikanan, pertanian, pariwisata, lingkungan, perkotaan dan transportasi (Jaya 2002). Kemampuan SIG juga dapat membantu pengambilan keputusan untuk penyusunan strategi pengembangan ekowisata. Pemodelan (modelling) juga menjadi alternatif aplikasi bagi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dalam SIG. Salah satunya yaitu aplikasi model builder yang memiliki keunggulan berupa proses analisis yang cepat dan fleksibel, kerangka berfikir/ skema alur pikir jelas serta secara teknis tidak memerlukan operasi fisik yang memerlukan banyak memori (Jaya 2009)

Strategi pengembangan ekowisata, memerlukan penelitian dasar maupun terapan untuk mengeksplorasi data lingkungan dan sosial baik kondisi internal dan eksternal, yang didukung oleh seluruh stakeholder. Stakeholder ekowisata meliputi pemerintah, swasta, LSM, penduduk lokal, perguruan tinggi serta organisasi internasional yang relevan. Stakeholder terutama pemerintah daerah


(25)

Kabupaten Bogor sebagai pengambil kebijakan harus mempunyai persepsi, sikap, perilaku yang sama untuk mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat sehingga menghasilkan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Pengelolaan ekowisata yang berbasis masyarakat dalam pengembangannya memerlukan strategi yang spesifik. Untuk menentukan strategi pengembangan yang akan dilakukan terlebih dahulu dilakukan penilaian objek dan daya tarik wisata, kesiapan pengembangan CBE yang dijabarkan dalam empat aspek yaitu aspek sosial ekonomi, sosial budaya, aspek lingkungan dan aspek pengelolaan. Penilaian juga dilakukan terhadap kesiapan masyarakat baik persepsi, partisipasi masyarakat dan keinginan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat.

1.2. Kerangka Pemikiran

Zona wisata Bogor Barat di Kabupaten Bogor memiliki potensi pariwisata yang beragam, unik dan tersebar di wilayahnya. Dalam pengembangan potensi pariwisata yang ada memerlukan, sekaligus mengatasi permasalahan yang dihadapinya, sehingga pengembangan kepariwisataan yang dilakukan dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

Banyak potensi wisata yang belum dikembangkan di Zona Wisata Bogor Barat baik potensi wisata budaya maupun wisata alam. Potensi objek dan daya tarik di zona wisata Bogor Barat seperti pemandangan yang indah dengan latar Gunung Salak dan aktivitas masyarakat pedesaaan yang masih tradisional. Selain itu kesenian dan permainan tradisional serta peninggalan sejarah yang tersebar di beberapa titik di wilayah zona wisata Bogor Barat menjadi daya tarik tersendiri dibandingkan wilayah lain di Kabupaten Bogor.

Pengembangan ekowisata di zona wisata Bogor Barat ini diharapkan lebih baik dengan adanya kebijakan pemerintah daerah untuk melakukan penyebaran wisatawan di kawasan wisata di Kabupaten Bogor dengan membagi perwilayahan pariwisata Kabupaten Bogor menjadi empat zona wisata, yaitu Zona Wisata Puncak, Bogor Barat, Bogor Timur, dan Bogor Utara. Sehingga ke depan


(26)

wisatawan tidak hanya terpusat di wilayah Puncak tapi mulai memanfaatkan potensi wisata di zona wisata Bogor Barat.

Potensi ekowisata yang cukup besar dan potensial dalam pengembangan berbasis masyarakat juga terdapat di zona wisata Bogor Barat, dimana keberadaan masyarakat sebagai pelaku dan perencana dalam kegiatan wisata. Paradigma lama wisata berupa wisata missal (mass tourism) perlu diubah dengan kebijakan yang komprehensif terutama memperhatikan prinsip ekowisata dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal ini terkait dengan pengelolaan, ekowisata ditinjau sebagai kegiatan wisata yang bertanggungjawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan keindahan alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang berupaya mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam. Kegiatan wisata harus bertanggungjawab terhadap lingkungan, artinya turut serta melestarikan lingkungan, selain itu juga peduli terhadap masyarakat setempat. Sementara kecenderungan pengelolaan wisata saat ini masih identik dengan masyarakat sebagai objek dalam pengembangan wisata dan hanya melibatkan pengelola dan investor serta sebagian masyarakat sekitar objek wisata.

Namun sampai saat ini baru beberapa objek wisata yang dikembangkan dan diketahui wisatawan baik wisman maupun wisatawan nusantara (wisnus) di zona wisata Bogor Barat. Permasalahan lain dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat lainnya yaitu pengelolaan yang belum optimal karena dalam implementasinya, masyarakat masih sebagai objek dalam kegiatan wisata dan pelibatan dalam pengembangan wisata masih kurang. Hal ini juga terjadi karena pengetahuan masyarakat masih rendah terutama dalam pengembangan wisata dan didukung belum adanya kebijakan pemerintah daerah mengenai pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di zona wisata Bogor Barat Kabupaten Bogor.

Berdasarkan potensi ekowisata yang ada di zona wisata Bogor Barat dan permasalahan yang dihadapi perlu dilakukan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang lebih baik ke depannya. Sehingga perlu diketahui baik potensi objek dan daya tarik wisata serta kesadaran akan keberadaan masyarakat sekitar objek wisata sebagai salah satustakeholder penting dalam pengembangan wisata.


(27)

Kajian secara spasial mengenai kesiapan pengembangan Community Based Ecotourism (CBE) perlu dilakukan serta kesiapan masyarakat tidak hanya sebagai objek tapi sebagai subjek dalam pelaksanaan wisata.

Analisis spasial sebagai salah satu alat yang dapat memberikan gambaran baik mengenai kondisi objek dan daya tarik wisata (ODTW) di zona wisata Bogor Barat, kesiapan pengembangan CBE serta kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata. Hasil kombinasi analisis spasial tersebut menjadi dasar dalam analisis SWOT (strength, weakness, opportunity dan threat) untuk menentukan strategi prioritas dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di zona wisata Bogor Barat. Analisis ini akan memberikan panduan kepada pemerintah daerah mengenai kondisi lingkungan eksternal dan internal yang dihadapi dalam menentukan arah kebijakan pengembangan ekowisata di era otonomi yang berupaya meningkatkan perekonomian masyarakat lokal termasuk strategi pengembangan ekowisata berbasis masyarakat secara spasial ke depannya. Diagram alir penelitian disajikan dalam Gambar 1.


(28)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

1.3. Perumusan Masalah

Bogor merupakan salah satu kabupaten yang cukup luas. Secara geografis mempunyai luas sekitar 2.371.21 Km², terletak antara 6.19o - 6.47o lintang selatan dan 106o1'-107o103' bujur timur. Kabupaten Bogor terbagi menjadi 40 kecamatan

Kabupaten Bogor Zona Wisata Bogor Barat

Kendala: 1. Pengelolaan

v Masyarakat sebagai objek

v Pelibatan masih kurang 2. Pengetahuan masyarakat rendah 3. Kebijakan CBE belum ada

Potensi

1. ODTW

· Pemandangan dengan latar Gunung Salak

· Kesenian

· Kehidupan masyarakat yang masih tradisional

· Peninggalan sejarah 2. Sumberdaya masyarakat

Potensi spasial objek dan daya tarik

wisata

Potensi spasial kesiapan pengembangan CBE

Potensi spasial kesiapan masyarakat

Kombinasi potensi spasial Analisis SWOT

Strategi pengembangan ekowisata berbasis masyarakat


(29)

yang termasuk wilayah propinsi Jawa Barat merupakan kabupaten yang strategis karena berbatasan dengan Depok, Jakarta, Bekasi, Banten dan wilayah lainnya.

Kabupaten Bogor memiliki potensi sumberdaya alam yang dapat dikembangkan sebagai objek ekowisata baik berupa pemandangan alam dengan panorama Gunung Salak, potensi budaya seperti kesenian, peninggalan sejarah serta kehidupan masyarakat pedesaan dengan budaya bertani yang masih tradisional. Keberadaan potensi sumberdaya alam maupun potensi budaya tersebut belum dikelola dengan baik sehingga pemanfaatannya belum memberikan kontribusi yang signifikan baik dari aspek ekologi, ekonomi serta sosial budaya.

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bogor pada tahun 2006 berdasarkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berjumlah 1.851.680 orang dengan perincian 1.833.530 wisatawan nusantara dan 18.150 wisatawan mancanegara (Bogorkab 2008). Kunjungan wisatawan ini baru mencapai 44 persen dari jumlah total penduduk Kabupaten Bogor tahun 2006 yang mencapai 4.215.436 orang (BPS Bogor 2007).

Zona wisata Bogor Barat sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Bogor dalam penyebaran wisatawan masih sangat rendah. Untuk persebaran wisatawan nusantara (wisnus) baru mencapai 2,74 persen dan persebaran wisatawan mancanegara (wisman) mencapai 8,54 persen. Angka ini jauh dari persebaran kawasan wisata Puncak yang menunjukkan persebaran wisnus mencapai 85,30 persen dan persebaran Wisman mencapai 89,99 persen (Anonim 2006). Kunjungan wisatawan ke wilayah Zona Bogor Barat juga rendah. Berdasarkan data yang masuk ke Disbudpar Kabupaten Bogor tahun 2007 menunjukkan dari 15 objek wisata di zona wisata Bogor Barat, kunjungan wisman mencapai 4.072 orang dan wisnus mencapai 288.706 orang. Kunjungan ini baru mencapai 7 persen jumlah total penduduk Kabupaten Bogor tahun 2006.

Potensi objek wisata di Zona Wisata Bogor Barat belum banyak diketahui oleh wisatawan, penduduk lokal, sektor swasta serta pemerintah daerah baik ditinjau dari sisi pengembangan ilmu maupun pengembangan wisata minat khusus. Wisatawan masih terpusat di objek wisata yang terletak di Puncak seperti


(30)

Taman Safari, Wisata Agro Gunung Mas dan Telaga Warna. Padahal masih banyak objek wisata lain yang berpotensi tetapi belum dikembangkan dan dipromosikan dengan baik. Selain itu belum adanya pemahaman secara komprehensif beberapa objek wisata di Zona Wisata Bogor Barat dapat dikembangkan secara produktif terutama kekayaaan kondisi alamnya (landscape) sehingga perlu dilakukan identifikasi biofisik, ekonomi dan sosial budaya. Karena masih belum teridentifikasinya fisibilitas ketiga unsur tersebut akibatnya sering terjadi konflik kepentingan baik secara ekologi dan ekonomi yang menyebabkan pengembangan ekowisata di Kabupaten Bogor belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

Beberapa permasalahan lain yang muncul dalam pengembangan ekowisata di Zona Wisata Bogor Barat adalah belum optimal pengembangan objek dan daya tarik wisata, kurangnya partisipasi masyarakat dalam ikut mengembangkan ekowisata dan belum optimal dukungan kelembagaan pemerintah daerah Kabupaten Bogor dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Padahal Zona Wisata Bogor Barat merupakan bagian dari Kabupaten Bogor yang memiliki potensi besar dalam pengembangan ekowisata dengan melibatkan masyarakat lokal, dalam pengelolaannya dikenal dengan Community Based Ecotourism (CBE).

Pada dasarnya diharapkan dengan peranan ekowisata berbasis masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat terbentuk karena adanya keterkaitan (linkage) antara ekonomi penduduk lokal, konservasi sumberdaya alam serta kelestarian sosial budaya lokal yang mencakup sumberdaya lokal, pro tenaga kerja, partisipasi masyarakat lokal dan mampu menjamin pertumbuhan yang berkesinambungan (sustainability). Dampak positif yang diharapkan adalah terjaganya lingkungan alam dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal. Untuk mendapatkan hal tersebut diperlukan suatu komitmen yang kuat terhadap alam dan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, secara umum permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:


(31)

1. Bagaimana kondisi biofisik,ekonomi dan sosial budaya termasuk kelembagaan dalam hubungan untuk pengembangan ekowisata di zona wisata Bogor Barat Kabupaten Bogor ?

2. Bagaimana objek wisata dan daya tarik wisata, kesiapan pengembangan CBE serta partisipasi masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat secara spasial yang mendukung dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat ? 3. Strategi apa yang harus diterapkan di Zona Wisata Bogor Barat agar dapat

berkembang dalam konteks sebagai wilayah wisata yang memperhatikan masyarakat lokal dan berwawasan ekowisata berkelanjutan ?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan akhir dari penelitian ini adalah menyusun strategi pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat, dengan tujuan spesifik, yaitu:

1. Mengidentifikasi objek dan daya tarik wisata di zona wisata Bogor Barat di Kabupaten Bogor berupa kondisi biofisik, sosial-budaya, ekonomi, dan permasalahan dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat.

2. Menganalisis kesiapan masyarakat melalui identifikasi persepsi masyarakat, partisipasi serta keinginan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata di Zona Wisata Bogor Barat Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis secara spasial maupun deskriptif (dengan pendekatan analisis SWOT) pada desa yang potensial untuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat dengan menyusun strategi pengembangan wisata.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian diharapkan memberikan masukan dan manfaat bagi: 1. Pemerintah daerah Kabupaten Bogor khususnya dapat merumuskan

kebijakan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang lebih efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, distribusi kesejahteraan dan pelestarian lingkungan.


(32)

2. Masyarakat umum dan masyarakat lokal dalam memahami peranan partisipasi dalam pengembangan ekowisata di kecamatan masing-masing di Zona Wisata Bogor Barat Kabupaten Bogor dan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

3. Para penyelenggara jasa wisata atau sektor swasta sehingga dapat memperoleh gambaran mengenai peluang dan prospek industri wisata di Kabupaten Bogor khususnya zona Wisata Bogor Barat yang berwawasan ekowisata (sustainable tourism).

4. Pengembangan ilmu pengetahuan dalam penggunaan model spasial (model builder) sebagai salah satu alat untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam kebijakan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pariwisata dan Wisata

Pariwisata diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi, pelancongan dan turisme. Suwantoro (1997) menyatakan pada hakikatnya pariwisata merupakan suatu proses bepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya dengan tujuan mencari sesuatu yang baru yang tidak ada di tempat asalnya.

Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan mendefinisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Sedangkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Fandeli (2002) menyatakan bahwa pariwisata minat khusus dapat terfokus kepada :

· Aspek budaya : Wisata terfokus perhatiannya pada tarian, musik, seni, kerajinan, arsitektur, pola tradisi masyarakat, aktivitas ekonomi yang spesifik, arkeologi dan sejarah.

· Aspek alam : Wisatawan dapat terfokus perhatiannya pada flora, fauna, geologi, taman nasional, hutan, sungai, danau, pantai, laut serta perilaku ekosistem tertentu.

Sedangkan Gunn (1994) mendefinisikan wisata sebagai suatu pergerakan temporal manusia menuju tempat selain dari tempat biasa tinggal dan bekerja, selama tinggal di tempat tujuan tersebut melakukan kegiatan dan diciptakan fasilitas untuk mengakomodasikan kebutuhan. Bentuk-bentuk wisata menurut Gunn (1994) dikembangkan dan direncanakan sebagai berikut:

1. Kepemilikan (ownership) atau pengelola areal wisata tersebut yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga sektor yaitu badan pemerintah, organisasi nirlaba, dan perusahaan komersial.


(34)

2. Sumberdaya (resource) yaitu alam (natural), atau budaya (culture). 3. Perjalanan wisata/lama tinggal.

4. Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan (indoor) atau di luar ruangan (outdoor).

5. Wisata utama/wisata penunjang (primary/secondary).

6. Daya dukung (carrying capacity) tapak dengan tingkat penggunaan pengunjung intensif, semi intensif dan ekstensif.

Gunn (1994) menyatakan suatu kawasan dikembangkan untuk tujuan wisata karena terdapat atraksi yang merupakan komponen dari suplai. Atraksi merupakan alasan terkuat untuk perjalanan wisata, bentuknya dapat berupa ekosistem, tanaman langka, landmark, atau satwa. Atraksi biasanya adalah hasil dari pengembangan dan pengelolaan. Atraksi terdapat di daerah pedesaan dan perkotaan, keadaan kedua tempat tersebut sangat berbeda. Daerah pedesaan menyajikan suatu atraksi yang lebih tenang dan alami, sedangkan perkotaan menyediakan atraksi yang lebih berupa budaya dan hasilnya, seperti sungai kota, museum, dan sebagainya. Kawasan wisata tergantung pada sumberdaya alami dan budaya, dimana distribusi dan kualitas dari sumberdaya ini dengan kuat mendorong pengembangan wisata.

Fennell (1999) sependapat dengan Gunn (1994), bahwa suatu atraksi merupakan alasan terkuat untuk adanya suatu kegiatan wisata dan merupakan elemen dasar yang berkaitan dengan pengalaman (experience) wisatawan. Atraksi selain karena keunikan dari suatu tapak juga karena keberadaannya dalam suatu ruang spasial. Secara umum atraksi suatu wisata berupa kebudayaan dan sumberdaya alam. Atraksi budaya suatu kawasan wisata dapat menjadi atraksi utama ataupun atraksi penunjang.

2.2. Ekowisata

Fandeli (2002) menjelaskan ekowisata sebagai suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pada hakekatnya juga merupakan suatu konsep pengembangan wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian areal, memberi manfaat secara ekonomi


(35)

dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Sementara dalam PP RI No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona TN, Tahura, TWA, ekowisata sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di Taman Nasional, Taman Hutan Rakyat dan Taman Wisata Alam.

Damanik dan Weber (2006) mendefinisikan ekowisata dari tiga perspektif yakni sebagai : (1) produk, merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam. (2) pasar, merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan dan (3) pendekatan pengembangan, merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Kegiatan wisata yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata. Pihak yang berperan penting dalam ekowisata bukan hanya wisatawan tetapi juga pelaku wisata lain (tour operator) yang memfasilitasi wisatawan untuk menunjukkan tanggungjawab tersebut.

Ekowisata adalah hal tentang menciptakan dan memuaskan suatu keinginan akan alam, tentang mengeksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan dan tentang mencegah dampak negatifnya terhadap ekologi, kebudayaan dan keindahan (Linberg dan Hawkins 1995). Beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya ekowisata yaitu:

1) Ramah lingkungan; dampak yang rendah, mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan, perlindungan landscape termasuk pemandangan alam dan ekosistem alami.

2) Community based; membuka peluang kerja dan berusaha serta pembangunan ekonomi masyarakat lokal (local community economic development).

3) Sensitive secara budaya; terintegrasinya budaya lokal akibat aktivitas wisata yang berjalan yang akan memberikan manfaat terhadap wilayah akibat kunjungan.

4) Viable secara ekonomi; memberikan manfaat finansial yang besar bagi pengelola dan masyarakat setempat (lokal).


(36)

Dalam pelaksanaannya, dikenal lima prinsip ekowisata yaitu: 1) Nature based; produk dan program berdasarkan kondisi alami 2) Ecologically sustainable; manajemen dan pelaksanaan berkelanjutan

3) Environmentally educative; pendidikan lingkungan bagi pengelola, masyarakat lokal dan pengunjung

4) Local community based; bermanfaat bagi masyarakat lokal 5) Ecotourist based; kepuasan bagi pengunjung

Gunn (1994) menjelaskan, pengembangan sustainable tourism adalah perubahan yang positif dari sosial ekonomi yang tidak merusak sistem ekologi dan sosial, tempat masyarakat dan kehidupan sosialnya berada. Suatu keberhasilan implementasi membutuhkan integrasi antara proses kebijakan, perencanaan dan sosial, kelangsungan hidup politik bergantung pada dukungan penuh masyarakat yang dipengaruhi oleh pemerintah, institusi sosial dan aktivitas pribadi masyarakat. Tujuan darisustainable tourism adalah:

1. Untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman bahwa wisata dapat memberikan kontribusi terhadap lingkungan dan ekonomi.

2. Untuk mempromosikan pembangunan yang ramah lingkungan. 3. Untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat lokal.

4. Untuk memberikan pengalaman yang berkualitas kepada pengunjung. 5. Untuk mempertahankan kualitas lingkungan.

Damanik dan Weber (2006) menyebutkan beberapa prinsip ekowisata yang dapat diidentifikasikan dari beberapa definisi ekowisata di atas, yaitu:

1) Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan ekowisata.

2) Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisatawan lainnya.

3) Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau konservasi objek dan daya tarik wisata.


(37)

4) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.

5) Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal. 6) Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik daerah

tujuan wisata, dan

7) Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja dalam arti memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak asasi serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.

The Ecotourism Society diacu dalam Fandeli (2002) menyatakan ada delapan prinsip untuk menjamin terlaksananya pembangunan yang bersifat ecological friendly dengan pembangunan berbasis kerakyatan. Delapan prinsip tersebut sebagai berikut :

1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya yang disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

2) Pendidikan konservasi lingkungan, mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi.

3) Pendapatan langsung untuk kawasan, mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan.

4) Partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pengawasan. 5) Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat.

6) Menjaga keharmonisan dengan alam.

7) Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan.


(38)

2.3. Pengembangan Ekowisata

Pengembangan Ekowisata di Indonesia, menurut Usman (1999) perlu mengikutsertakan masyarakat setempat dalam setiap kegiatan kepariwisataan. Konsep pengembangan wisata yang melibatkan atau mendasarkan kepada peran serta masyarakat, pada dasarnya adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang menjadi objek dan daya tarik wisata untuk mengelola jasa-jasa pelayanan bagi wisatawan. Denman (2001) menyebutkan syarat-syarat untuk menetapkan pengembangan bisnis ekowisata sebagai berikut:

1. Kerangka ekonomi dan politik yang mendukung perdagangan yang efektif dan investasi yang aman.

2. Perundang-undangan di tingkat nasional yang tidak menghalangi pendapatan wisata diperoleh dan berada di tingkat komunitas lokal.

3. Tercukupinya hak-hak kepemilikan yang ada dalam komunitas lokal. 4. Keamanan pengunjung terjamin.

5. Resiko kesehatan yang relatif rendah, akses yang cukup mudah terhadap pelayanan medis dan persediaan air bersih yang cukup.

6. Tersedianya fasilitas fisik dan telekomunikasi dari dan ke wilayah tersebut. Suprana (1997) diacu dalam Qomariah (2009) menyebutkan dalam pengembangan wisata memiliki strategi pengembangan dan program pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW), antara lain:

1. Strategi pengembangan ODTW

Pengembangan potensi ODTW untuk menunjang tujuan pembangunan khususnya pengembangan pariwisata mencakup aspek-aspek perencanaan, pembangunan, kelembagaan, sarana dan prasarana dan infrastruktur, pengusahaan pariwisata, promosi dan pemasaran, pengelolaan kawasan, sosial budaya dan sosial ekonomi, penelitian pengembangan dan pendanaan.

2. Program pengembangan ODTW

Pembangunan ODTW khususnya pengembangan ODTW dapat diwujudkan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan: (a) Inventarisasi potensi, pengembangan dan pemetaan ODTW, (b) Evaluasi dan penyempurnaan


(39)

kelembagaan pengelola ODTW, (c) Pengembangan dan pemantapan sistem pengelolaan ODTW, (d) Pengembangan sistem perencanaan, (e) Penelitian dan pengembangan manfaat, (f) Pengembangan sarana prasarana dan infrastruktur, (g) Perencanaan dan penataan, (h) Pengembangan pengusahaan pariwisata dan (i) Pengembangan sumberdaya manusia.

Muntasib et al. (2004) menyebutkan beberapa prinsip dasar pengembangan ekowisata, yaitu:

1) Berhubungan/kontak langsung dengan alam (touch with nature). 2) Pengalaman yang bermanfaat secara pribadi dan sosial.

3) Bukan wisata massal.

4) Program-programnya membuat tantangan fisik dan mental bagi wisatawan. 5) Interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat.

6) Adatif (menyesuaikan) terhadap kondisi akomodasi pedesaan. 7) Pengalaman lebih diutamakan dibanding kenyamanan.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2003) menjelaskan dalam upaya pengembangan ekowisata akan berjalan dengan baik diperlukan perencanaan dan kebijaksanaan dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan ekowisata. Secara konseptual ekowisata menekankan tiga prinsip dasar pengembangan, yaitu:

1. Prinsip konservasi yaitu pengembangan ekowisata atau ekoturisme harus mampu memelihara, melindungi dan atau berkontribusi untuk memperbaiki sumberdaya alam.

2. Prinsip partisipasi masyarakat adalah pengembangan harus didasarkan atas musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat di sekitar kawasan.

3. Prinsip ekonomi yaitu pengembangan ekowisata harus mampu memberikan manfaat untuk masyarakat khususnya setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya untuk memastikan bahwa daerah yang masih alami dapat mengembangkan pembangunan yang berimbang (balanced development) antara kebutuhan pelestaran lingkungan dan kepentingan semua pihak.


(40)

Sedangkan dalam penerapannya, sebaiknya dapat mencerminkan dua prinsip lainnya, yaitu:

1. Prinsip edukasi yaitu pengembangan ekowisata harus mengandung unsur pendidikan untuk mengubah sikap atau perilaku seseorang menjadi memiliki kepedulian tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya.

2. Prinsip wisata adalah pegembangan ekowisata harus dapat memberikan kepuasan dan memberikan pengalaman yang orisinil kepada pengunjung serta memastikan usaha ekowisata berkelanjutan.

Fandeli dan Mukhlison (2000) menjelaskan suatu perencanaan akan menghasilkan pengembangan yang baik, bila dilaksanakan dengan pengenalan secara menyeluruh elemen-elemennya. Upaya menyajikan seluruh elemen ekowisata dapat didekati dengan elemen dan sistem pariwisata. Pada dasarnya setiap bentuk pengembangan pariwisata bertumpu pada dua elemen yaitu produk (destination) dan pasar wisata (market). Untuk dapat mengembangkan kedua aspek ini diperlukan upaya pemasaran dan menganut aspek perjalanan.

Dalam pengembangannya, terutama pada tahapan perencanaan dan programming, perlu dilakukan upaya pembekalan dan pemberdayaan baik pada pihak-pihak yang ingin mengembangkan ekowisata dan masyarakat setempat. Selanjutnya pola pengembangannya berbeda dari satu tempat atau daerah yang lain. Hal ini disebabkan status dan kondisi masing-masing daerah berbeda-beda satu sama lain.

2.4. Penilaian Potensi Wisata

Departemen Kehutanan (2007) menjelaskan pengembangan ekowisata di suatu kawasan erat kaitannya dengan pengembangan objek dan daya tarik wisata (ODTW). Keseluruhan potensi ODTW merupakan sumberdaya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus sebagai media pendidikan dan pelestarian lingkungan. Penilaian potensi ODTW dapat menggunakan kriteria standar yang telah ditetapkan, karena dalam pengembangan wisata perlu diketahui penawaran pariwisata yang berupa produk kepariwisataan.


(41)

Soekadijo (1996) menjelaskan potensi pariwisata dicirikan dengan adanya tiga komponen utama yang merupakan syarat untuk terbentuknya kegiatan pariwisata. Pertama adanya motif wisata, wisatawan akan berkunjung ke suatu tempat jika tempat tersebut terdapat kondisi yang sesuai dengan motif wisata. Kondisi yang sesuai dengan motif wisata tersebut merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi tempat tersebut. Daya tarik bagi wisatawan tersebut disebut atraksi wisata yang dapat berupa fasilitas olahraga, tempat hiburan, museum, peninggalan sejarah, pertunjukan kesenian dan sebagainya. Kedua yaitu adanya jasa wisata karena wisatawan selama dalam perjalanan tetap memerlukan kebutuhan hidup seperti kehidupan biasa di tempat asalnya. Kebutuhan makan, mandi, beristirahat atau tourist needs didapatkan dari jasa wisata. Jasa wisata ini dapat berupa rumah makan, hotel, sarana kesehatan, sarana komunikasi dan sebagainya. Ketiga adalah kemudahan untuk berpindah tempat atau bepergian menuju objek wisata (transferabilitas). Tanpa adanya kemudahan lalu lintas tersebut perjalanan wisata dari suatu tempat ke tempat lain sulit dilaksanakan. Segala sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata disebut sebagai modal atau sumberdaya kepariwisataan. Sumberdaya yang dapat menarik kedatangan wisatawan ada tiga yaitu alam, kebudayaan dan manusia itu sendiri.

Departemen Kehutanan (2007) menjelaskan pariwisata sering juga dipersalahkan sebagai salah satu penyebab kerusakan daerah yang masih alami. Padahal penyebab kerusakan bukan karena pariwisata namun terlebih karena kurang pahamnya banyak orang tentang pariwisata dan bagaimana merencanakan pariwisata tersebut. Orang sering mengabaikan satu tahap penting yaitu melakukan penilaian seluruh potensi yang akan mendukung pengembangan pariwisata. Penilaian juga dilakukan sebagai upaya bagi daerah yang akan mengembangkan menjadi daerah tujuan wisata yang akan diketahui potensi pengembangannya. Pengelola maupun para pengembang pariwisata lainnya dapat memberikan justifikasi kelayakan suatu daerah untuk dikembangkan serta sekaligus menetapkan prioritas pengembangannya.


(42)

Pengembangan objek dan daya tarik wisata dapat berjalan efektif dan efisien, perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan pariwisata dan ditetapkan skala prioritas dalam pelaksanaan pembangunan. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2007) menjelaskan skala prioritas pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata dapat dilakukan dengan menggunakan Pedoman Penilaian Daya Tarik Wisata (PPDTW). PPDTW adalah suatu alat untuk menganalisa suatu objek (lokasi) wisata alam dan budaya dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan untuk mendapatkan gambaran kelayakan pengembangan suatu objek menjadi objek wisata.

Penilaian terhadap objek dan daya tarik wisata sangat diperlukan untuk mempersiapkan kawasan sebagai destinasi pariwisata di masa datang. Suatu proses perencanaan yang terstruktur sangat penting agar perusakan terhadap sumber-sumber daya pariwisata dapat dihindari sedini mungkin. Salah satu tahapan dalam perencanaan yang runut (sistematis) dan selayaknya dilakukan adalah melaksanaan kajian awal pengembangan dengan melakukan penilaian (assesment) terhadap Objek dan Daya Tarik Wisata (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2007).

Pedoman penilaian daya tarik wisata (tourism assesment attraction guideline) dapat menjadi tuntunan bagi para pemangku kepentingan pariwisata melakukan penilaian kuantitatif secara cepat (quantitative rapid assessment) keadaan terkini suatu daya tarik pariwisata dan unsur-unsur lain yang membentuknya sebagai produk pariwisata.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2008) melakukan uji coba PPDTW di tiga lokasi yang berbeda sebagai upaya akhir untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi daya tarik wisata dalam pengembangan suatu produk pariwisata dan melakukan penempatan (positioning) daya tarik pariwisata tersebut dalam skala prioritas pengembangan destinasi. Lokasi yang dipilih adalah Garut di propinsi Jawa Barat, Tana Toraja di Propinsi Sulawesi Selatan dan Palangka Raya di Propinsi Kalimantan Tengah. Beberapa unsur yang dinilai dalam kriteria PPDTW diantaranya daya tarik wisata, fasilitas


(43)

pariwisata, aksesibilitas, aspek masyarakat dan lingkungan, aspek pasar, pengelolaan dan pelayanan dan keterkaitan daya tarik wisata.

2.5. Ekowisata Berbasis Masyarakat

Denman (2001) menjelaskan bahwa ekowisata berbasis masyarakat dapat membantu memelihara penggunaan sumberdaya alam dan penggunaan lahan yang berkelanjutan. Lebih dari itu ekowisata berbasis masyarakat mengambil dimensi sosial ekowisata sebagai suatu langkah lebih lanjut dengan mengembangkan bentuk ekowisata menempatkan masyarakat lokal yang mempunyai kendali penuh dan keterlibatan di dalamnya baik itu manajemen dan pengembangannya dan proporsi yang utama menyangkut sisa manfaat di dalam masyarakat. Beberapa syarat dasar dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat adalah (Denman 2001) :

1. Lanskap atau flora fauna yang dianggap menarik bagi para pengunjung khusus atau bagi pengunjung yang lebih umum.

2. Ekosistem yang masih dapat menerima kedatangan jumlah tertentu tanpa menimbulkan kerusakan.

3. Komunitas lokal yang sadar akan kesempatan-kesempatan potensial, resiko dan perubahan yang akan terjadi serta memiliki ketertarikan untuk menerima kedatangan pengunjung.

4. Adanya struktur yang potensial untuk pengambilan keputusan komunitas yang efektif.

5. Tidak adanya ancaman yang nyata-nyata dan tidak bisa dihindari atau dicegah terhadap budaya dan tradisi lokal.

6. Penaksiran pasar awal menunjukkan adanya permintaan yang potensial untuk ekowisata dan terdapat cara yang efektif untuk mengakses pasar tersebut. Selain itu juga harus diketahui bahwa pasar potensial tersebut tidak terlalu banyak menerima penawaran ekowisata.

Komunitas lokal yang terlibat dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat perlu memenuhi beberapa aspek yaitu:


(44)

b. Keterampilan dasar Bahasa Inggris. c. Keterampilan komputer.

d. Keterampilan pengelolaan keuangan. e. Keterampilan pemasaran.

f. Keterbukaan terhadap pengunjung

Dalam pengembangan ekowisata dengan melibatkan masyarakat lokal relatif mudah dilaksanakan karena memiliki beberapa keunikan, yaitu:

1. Jumlah wisatawan berskala kecil sehingga lebih mudah dikoordinir dan dampak yang akan ditimbulkan terhadap alam relatif kecil dibandingkan pariwisata massal.

2. Ekowisata berbasis masyarakat lokal memiliki peluang dalam mengembangkan atraksi-atraksi wisata yang berskala kecil sehingga dapat dikelola dan lebih mudah diterima oleh masyarakat lokal.

3. Dengan peluang yang dimiliki masyarakat lokal dalam mengembangkan objek-objek wisata yang ada di sekitarnya memberikan peluang lebih besar pula dalam partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.

4. Memberikan pemahaman pentingnya keberlanjutan budaya (cultural sustainability) serta meningkatkan penghargaan wisatawan terhadap kebudayaan lokal.

Definisi Community Based Ecotourism (CBE), menurut Muallisin (2007) adalah pariwisata yang menyadari kelangsungan budaya, sosial, dan lingkungan. Bentuk pariwisata ini dikelola dan dimiliki oleh masyarakat untuk masyarakat, guna membantu para wisatawan untuk meningkatkan kesadaran mereka dan belajar tentang masyarakat dan tata cara hidup masyarakat lokal (local way of life). Dengan demikan, CBE sangat berbeda dengan pariwisata massa (mass tourism). CBE merupakan model pengembangan pariwisata yang berasumsi bahwa pariwisata harus berangkat dari kesadaran nilai-nilai kebutuhan masyarakat sebagai upaya membangun pariwisata yang lebih bermanfaat bagi kebutuhan, inisiatif dan peluang masyarakat lokal. CBE bukanlah bisnis wisata yang bertujuan untuk memaksimalkan profil bagi para investor. CBE lebih terkait dengan dampak pariwisata bagi masyarakat dan sumber daya lingkungan (environmental


(45)

resources). CBE lahir dari strategi pengembangan masyarakat dengan menggunakan pariwisata sebagai alat untuk memperkuat kemampuan organisasi masyarakat rural/lokal.

Konsep CBE mempunyai prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagaitool of community development bagi masyarakat lokal, (Muallisin 2007) yakni:

a. Mengakui, mendukung dan mempromosikan pariwisata yang dimiliki masyarakat,

b. Melibatkan anggota masyarakat sejak awal pada setiap aspek c. Mempromosikan kebanggaan masyarakat

d. Meningkatkan kualitas hidup

e. Menjamin keberlanjutan lingkungan

f. Memelihara karakter dan budaya lokal yang unik g. Membantu mengembangkancross-cultural learning

h. Menghormati perbedaan-perbedaan kultural dan kehormatan manusia i. Mendistribusikan keuntungan secara adil di antara anggota masyarakat j. Menyumbang presentase yang ditentukan bagiincome proyek masyarakat

Dalam pengembangan CBE, WTO (2004) dan INDECON (2008) menjabarkan menjadi beberapa kriteria yang dapat dilakukan pembobotan karena masing-masing kriteria dan subkriteria memiliki dampak dan tingkat kepentingan yang berbeda dan akan berubah berdasarkan waktu. Masing-masing kriteria penilaian dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2001) selanjutnya dilakukan nilai peringkat (skor) dan hasil penilaian dari pengembangan CBE dapat dilakukan analisis spasial.

2.6. Partisipasi Masyarakat Lokal

Masyarakat sebagai salah satu unsur penting dibutuhkan keterlibatannya secara langsung dalam penataan kawasan wisata. Proses keterlibatan masyarakat tergantung dari potensi dan kemampuan yang ada. Suwantoro (1997) menyatakan, masyarakat di sekitar objek dan daya tarik wisata berperan penting tidak hanya dalam proses pelaksanaan wisata secara langsung tetapi juga dalam pengelolaan kawasan wisata tersebut nantinya. Peran masyarakat dibutuhkan dalam


(46)

memberikan layanan yang berkualitas bagi wisatawan dan menjaga kelestarian lingkungan sekitar agar wisata dapat terus berjalan, oleh karena itu penting untuk menjadikan masyarakat sebagai masyarakat yang sadar wisata.

Masyarakat sadar wisata adalah masyarakat yang mengetahui dan menyadari apa yang dikerjakan dan juga masalah-masalah yang dihadapi untuk membangun dunia pariwisata nasional. Dengan adanya kesadaran ini maka akan berkembang pemahaman dan pengertian yang proporsional di antara berbagai pihak yang pada gilirannya akan mendorong masyarakat untuk mau berperan serta dalam pembangunan (Suwantoro 1997).

Ife dan Frank (2008) mengemukakan beberapa keadaan atau kondisi seseorang akan berpartisipasi yaitu:

1) Jika kegiatan tersebut penting bagi orang tersebut.

2) Seseorang merasa bahwa tindakan yang akan dilakukan membuat suatu perubahan.

3) Seseorang merasa diakui dan dihargai. 4) Terdapat kesempatan untuk berpartisipasi.

Partisipasi masyarakat dapat berupa peran serta aktif maupun peran serta pasif. Peran serta aktif dilaksanakan secara langsung, secara sadar ikut membantu program pemerintah dengan inisiatif dan kreasi mau melibatkan diri dalam kegiatan pengusahaan pariwisata alam atau melalui pembinaan rasa ikut memiliki di kalangan masyarakat. Peran pasif adalah timbulnya kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak lingkungan alam. Dalam peran serta pasif tersebut masyarakat cenderung sekedar melaksanakan perintah dan mendukung terpeliharanya konservasi sumberdaya alam. Upaya peningkatan peran serta pasif dapat dilakukan melalui penyuluhan maupun dialog dengan aparat pemerintah, penyebaran informasi mengenai pentingnya upaya pelestarian sumberdaya alam di sekitar kawasan objek wisata alam yang juga mempunyai dampak positif terhadap perekonomian (Suwantoro 1997).


(47)

Beberapa kriteria dalam kegiatan pelibatan masyarakat adalah :

1. Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak terkait lain dalam proses perencanaan dan pengembangan ekowisata.

2. Membuka kesempatan dan mengoptimalkan peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan dan peran aktif dalam kegiatan ekowisata.

3. Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan.

4. Meningkatkan keterampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang menunjang pengembangan wisata.

5. Mengutamakan peningkatan ekonomi lokal dan menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya.

6. Meningkatkan pendapatan masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam pariwisata memacu perkembangan pariwisata ke arah yang lebih baik. Partisipasi tersebut dapat berupa keikutsertaan secara sosial budaya dan ekonomi. Keikutsertaan secara sosial budaya tidak hanya menjadi atraksi wisata, akan tetapi kesediaan masyarakat dalam menerima kegiatan wisata yang akan menyatu dalam kehidupannya. Keikutsertaan secara ekonomi ialah keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan perekonomian, baik yang terkait langsung dengan wisata maupun yang tidak terkait secara langsung dengan wisata. Kegiatan perekonomian wisata menopang perekonomian kawasan wisata dan memiliki posisi penting dalam wisata, sedangkan kegiatan perekomonian non wisata merupakan kegiatan pendukung perekonomian di kawasan wisata.

Suwantoro (1997) menyebutkan, partisipasi masyarakat sekitar kawasan objek wisata dapat berbentuk usaha dagang atau pelayanan jasa, baik di dalam maupun di luar kawasan objek wisata, antara lain:

· Jasa penginapan (homestay)

· Penyediaan/usaha warung makan dan minuman

· Penyediaan/toko souvenir/cinderamata dari daerah tersebut

· Jasa pemandu/penunjuk jalan


(48)

· Menjadi pegawai perusahaan/pengusahaan wisata alam, dan lain-lain

Salah satu sebab terjadinya gangguan terhadap kawasan objek wisata alam adalah kurangnya kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan perekonomian masyarakat sekitar kawasan objek wisata. Oleh karena itu, kegiatan usaha masyarakat diharapkan akan dapat menciptakan suasana rasa ikut memiliki tempat mata pencaharian/tempat usaha yang pada akhirnya akan mendorong masyarakat untuk ikut berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Pengelolaan berbasis masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda dengan ko-manajemen maupun pengelolaan berbasis negara.

Tabel 1 Karakteristik Pengelolaan Berbasis Masyarakat

Karakteristik Berbasis Masyarakat

Penerapan Spasial Lokasi spesifik (kecil)

Pihak otoritas utama Struktur pengambilan keputusan lokal dan penduduk lokal

Pihak bertanggung jawab Komunal; badan pengambilan keputusan lokal Tingkat partisipasi Tinggi pada tataran lokal

Durasi kegiatan Proses awal cepat; proses pengambilan keputusan lambat

Keluwesan pengelolaan Daya penyesuaian tinggi; sensitif dan cepat tanggap terhadap perubahan kondisi lingkungan lokal

Investasi finansial dan sumberdaya manusia Menggunakan sumberdaya manusia lokal; pengeluaran finansial moderat sampai rendah; anggaran fleksibel

Kelangsungan usaha Jangka pendek, bila tanpa dukungan eksternal yang berkelanjutan

Orientasi prosedural Berfokus pada dampak jangka pendek; didisain hanya untuk lokasi-lokasi spesifik; sanksi moral

Orientasi aspek legal Kontrol sumberdaya secara de facto; hak properti komunal atau properti swasta

Orientasi resolusi konflik Salah satu pihak ada yang dikalahkan; akomodatif, kompetisi, kekuatan politik; sanksi hukum lokal

Tujuan akhir Revitalisasi atau mempertahankan status-quo penguasaan sumberdaya lokal; demokratisasi politik pengelolaan sumberdaya tingkat lokal Sumber informasi pengelolaan Pengetahuan lokal


(49)

Karakteristik yang mendasar dari ekowisata berbasis masyarakat adalah bahwa kualitas sumberdaya alam dan kebudayaan setempat terjaga dan jika memungkinkan ditingkatkan oleh pengunjung (Denman 2001).

Sudiyono (2008) menjelaskan pembangunan/pengembangan ekowisata dituntut untuk memberdayakan masyarakat desa, dengan menyeimbangkan nilai-nilai lingkungan dan budaya setempat. Keuntungan dari wisata harus dinikmati oleh masyarakat, dan masyarakat turut berpartisipasi sebagai pelaku, sehingga kemitraan dengan antar pihak perlu dibangun/difasilitasi seperti tour operator, pemandu dan pemasarannya. Model pengembangan pariwisata yang diharapkan adalah Community Based Ecotourism (CBE). Elemen dasar dalam pengelolaan CBE yaitu :

· Aktivitas dan pelayanan dikembangkan melalui proses “Bottom Up” dan anggota masyarakat aktif berpartisipasi.

· Dikelola oleh pengurus terpilih yang mewakili masyarakat desa/kelompok bukan individu.

· Penekanan pada pemanfaatan sumber-sumber daya lokal (alam, budaya, SDM).

· Proyek-proyek ke desa harus mampu mendorong masyarakat, dan bertujuan untuk mengembangkan ekonomi desa, lingkungan sosial dan budaya agar dapat berkelanjutan.

· CBE sebagai pusat untuk berinteraksi antar tamu dengan tuan rumah baik pengetahuan/pengalaman tentang budaya dan lingkungan.

Proses pengembangan CBE yang dikenal dengan istilah desa wisata juga dikaitkan oleh adanya hubungan antara produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat dengan permintaan pasar. Banyak produk-produk yang dihasilkan oleh desa wisata yang apabila dikelola dan difasilitasi managemen terpadu akan memiliki nilai daya tarik dan berdaya saing tinggi, bahkan dapat melahirkan sebuah brand desa. Dalam pengembangan desa wisata terdapat unique selling point yang akan memiliki daya tarik kuat untuk menarik kunjungan wisatawan (Sudiyono 2008). Dalam membangun ekowisata berbasis masyarakat adalah adanya dukungan antar pihak secara sinergi, secara terpadu memandang bahwa


(50)

pariwisata bukan sekedar tujuan tetapi alat untuk meraih tujuan pembangunan mensejahterakan masyarakat. Beberapa keuntungan dari desa wisata antara lain :

· Desa sebagai sumber pendapatan dan peningkatan ekonomi masyarakat.

· Desa sebagai sumber/penyedia tenaga kerja dan lapangan kerja.

· Mencengah urbanisasi.

· Peningkatan peran gender.

· Peningkatan kualitas lingkungan.

Model pendekatan masyarakat (community approach) menjadi standar baku bagi proses pengembangan pariwisata di daerah pinggiran, dimana melibatkan masyarakat di dalamnya adalah faktor yang sangat penting bagi kesuksesan produk wisata. Muallisin (2007) menyebutkan panduan model bagi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, yakni :

a. Mengidentifikasi prioritas pembangunan yang dilakukan penduduk lokal (resident)

b. Mempromosikan dan mendorong penduduk lokal c. Pelibatan penduduk lokal dalam industri

d. Investasi modal lokal atau wirausaha sangat dibutuhkan

e. Partisipasi penduduk dalam event-event dan kegiatan yang luas f. Produk wisata untuk menggambarkan identitas lokal

g. Mengatasi problem-problem yang muncul sebelum pengembangan yang lebih jauh.

Poin-poin di atas merupakan ringkasan dari community approach. Masyarakat lokal harus “dilibatkan”, sehingga masyarakat tidak hanya dapat menikmati keuntungan pariwisata dan selanjunya mendukung pengembangan pariwisata yang mana masyarakat dapat memberikan pelajaran dan menjelaskan secara lebih rinci mengenai sejarah dan keunikan yang dimiliki. Pada Tahun 1990-an, seiring dengan pengembangan interest dalam mengembangkan produk pariwisata yang berkesinambungan, kebutuhan untuk menggunakan bentuk partisipasi masyarakat menjadi sesuatu yang sangat urgen. Bentuk partisipasi masyarakat menjadi esensi bagi pencapaian pariwisata yang berkelanjutan dan bagi realisasi pariwisata yang berkualitas.


(1)

Lampiran 7 Matriks SWOT Cluster Desa Sangat Baik, Baik dan Sedang

Matriks SWOT Cluster Desa Sangat Baik

Faktor Internal

Faktor Eksternal

KEKUATAN (S)

1. Adanya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan ekowisata 2. Persepsi masyarakat positif

mengenai wisata berkelanjutan/lestari

3. Adanya budaya khas dan beberapa peninggalan sejarah

4. Daya tarik objek di desa banyak yang masih alami

5. Keterbukaan masyarakat terhadap pengunjung didukung 50 % masyarakat sekitar merupakan penduduk asli

6. Adanya motivasi ekonomi bagi masyarakat terhadap

pengembangan wisata

7. Partisipasi masyarakat cukup baik 8. Adanya kepatuhan terhadap tokoh

masyarakat tertentu

KELEMAHAN (W)

1. Partisipasi masyarakat desa cenderung bersifat pelaksanaan atau hanya sebagai objek belum pada tataran perencanaan dan evaluasi

2. Kesempatan pengambilan keputusan oleh masyarakat masih rendah seperti terbatas dalam penyampaian ide

3. Latar pendidikan masyarakat desa masih rendah sehingga masyarakat belum siap dalam menerima wisatawan 4. Belum adanya promosi oleh

masyarakat

5. Pengetahuan tentang CBE masih rendah

PELUANG (O)

1. Adanya dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat 2. Sikap positif masyarakat dalam

menerima program desa wisata 3. Pasar masih terbuka luas 4. Adanya rencana pemekaran

Bogor Barat

5. Lokasi desa berdekatan dengan wilayah lain yang mempunyai potensi wisata Barat

6. Berkembangnya berbagai media cetak dan elektronik merupakan peluang memasarkan ekowisata Bogor Barat

7. Infrastruktur yang cukup memadai

Strategi (S-O)

1. Pelibatan masyarakat dalam pengembangan desa wisata mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (S1-S8, O1-O5) 2. Pengembangan program desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat (S3-S6,O1-O5)

3. Pembentukan wadah bagi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat (S7,S8,O1) 4. Promosi program ekowisata

berbasis masyarakat yang ada di Zona wisata Bogor Barat

(

S6-S8,O6,O7

)

Strategi (W-O)

1. Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses (W1-W3,O1-O4)

ANCAMAN (T)

1. Kemungkinan adanya kecemburuan antar desa yang berhubungan dengan pengembangan objek wisata 2. Adanya kompetitor/pesaing desa

di wilayah lain yang memiliki potensi wisata

3. Kurangnya kemampuan pelayanan dalam pemasaran ekowisata para pelaku wisata di tingkat desa

4. Aksesibilitas menuju desa banyak yang masih rusak

Strategi (S-T)

1. Peningkatan kemampuan SDM masyarakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial (S1,S5-S8,T2,T3)

2. Pengembangan desa-desa potensial di kecamatan yang berdekatan dengan desa yang akan dikembangkan CBE (S4,T1)

Strategi (W-T)

1. Perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata (W4,W5,T1-T4)


(2)

Matriks SWOT

(strength, weakness, opportunity dan threat

) Cluster Desa Baik

Faktor Internal

Faktor Eksternal

KEKUATAN (S)

1. Daya tarik objek di desa banyak yang masih alami

2. Persepsi masyarakat positif mengenai wisata

berkelanjutan/lestari 3. Adanya keinginan masyarakat

untuk berpartisipasi

4. Adanya kehidupan masyarakat yang masih tradisional 5. Lebih dari 50 % masyarakat

sekitar merupakan penduduk asli 6. Kepatuhan terhadap tokoh

masyarakat tertentu

KELEMAHAN (W)

1. Partisipasi masyarakat desa cenderung bersifat pelaksanaan atau hanya sebagai objek belum pada tataran perencanaan dan evaluasi

2. Kesempatan pengambilan keputusan oleh masyarakat masih rendah seperti terbatas dalam penyampaian ide 3. Latar pendidikan masyarakat desa

masih rendah sehingga masyarakat belum siap dalam menerima wisatawan 4. Banyak kondisi aksesibilitas tidak

mendukung

5. Keterbatasan dukungan infrastuktur lainnya belum lengkap

6. Pengetahuan tentang CBE masih rendah 7. Belum adanya promosi oleh masyarakat

PELUANG (O)

1. Adanya dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat 2. Sikap positif masyarakat dalam

menerima program desa wisata 3. Pasar masih terbuka luas 4. Adanya rencana pemekaran Bogor

Barat

5. Berkembangnya berbagai media cetak dan elektronik merupakan peluang memasarkan ekowisata Bogor Barat

6. Lokasi desa berdekatan dengan wilayah lain yang mempunyai potensi wisata Barat

Strategi (S-O)

1. Pelibatan masyarakat dalam pengembangan desa wisata mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (S1-S6, O1-O6) 2. Pengembangan program desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat(S1-S4,O3-O6)

3. Pembentukan wadah bagi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat (S5, O2)

4. Promosi program ekowisata berbasis masyarakat yang ada di Zona wisata Bogor Barat (S3,O5)

Strategi (W-O)

Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses (W1,W2,O1-O4

)

ANCAMAN (T)

1. Adanya kompetitor/pesaing desa di wilayah lain yang memiliki potensi wisata

2. Kurangnya kemampuan pelayanan dalam pemasaran ekowisata para pelaku wisata di tingkat desa 3. Aksesibilitas menuju desa banyak

yang masih rusak

4. Kemungkinan adanya kecemburuan antar desa yang berhubungan dengan pengembangan objek wisata

Strategi (S-T)

1. Peningkatan kemampuan SDM masyarakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial (S2,S3,S5,S6,T1,T2)

Strategi (W-T)

1. Perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata (W1,W4-W7,T1-T4)


(3)

Matriks SWOT

(strength, weakness, opportunity dan threat

) Cluster Desa Sedang

Faktor Internal

Faktor Eksternal

KEKUATAN (S)

1. Daya tarik objek di desa banyak yang masih alami

2. Persepsi masyarakat positif mengenai wisata berkelanjutan/lestari 3. Adanya keinginan masyarakat untuk

berpartisipasi

4. Adanya motivasi ekonomi bagi masyarakat terhadap pengembangan wisata

5. Lebih dari 50 % masyarakat sekitar merupakan penduduk asli

KELEMAHAN (W)

1. Partisipasi masyarakat desa cenderung bersifat pelaksanaan atau hanya sebagai objek belum pada tataran perencanaan dan evaluasi 2. Kesempatan pengambilan keputusan

oleh masyarakat masih rendah seperti terbatas dalam penyampaian ide

3. Latar pendidikan masyarakat desa masih rendah sehingga masyarakat belum siap dalam menerima wisatawan

4. Banyak kondisi aksesibilitas tidak mendukung

5. Keterbatasan dukungan infrastuktur lainnya belum lengkap

6. Pengetahuan tentang CBE masih rendah

7. Konsep pelestarian terhadap objek oleh masyarakat masih belum optimal

8. Belum adanya promosi oleh masyarakat

9. Belum terlibatnya semua pemangku kepentingan

10. Belum tersedianya produk-produk kerajinan masyarakat yang ramah lingkungan

11. Beberapa desa tidak mempunyai seni tradisional yang khas

PELUANG (O)

1. Adanya dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat 2. Sikap positif masyarakat dalam

menerima program desa wisata 3. Pasar masih terbuka luas 4. Adanya rencana pemekaran

Bogor Barat

5. Berkembangnya berbagai media cetak dan elektronik merupakan peluang memasarkan ekowisata Bogor Barat

6. Lokasi desa berdekatan dengan wilayah lain yang mempunyai potensi wisata Barat

Strategi (S-O)

1. Pelibatan masyarakat dalam

pengembangan desa wisata mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (S1-S5, O1-O6)

2. Pengembangan program desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat(S1,S4,O6) 3. Pembentukan wadah bagi pengelolaan

ekowisata berbasis masyarakat (S2-S5,O1, O2)

4. Promosi program ekowisata berbasis masyarakat yang ada di Zona wisata Bogor Barat(S3,O5)

Strategi (W-O)

1. Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses (W1-W3,W6-W11,O1-O4)

ANCAMAN (T)

1. Adanya kompetitor/pesaing desa di wilayah lain yang memiliki potensi wisata

2. Kurangnya kemampuan pelayanan dalam pemasaran ekowisata para pelaku wisata di tingkat desa

3. Aksesibilitas menuju desa banyak yang masih rusak 4. Tidak tersedianya dukungan

kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan CBE 5. Minimnya pemahaman tentang

ekowisata di masyarakat

Strategi (S-T)

1. Peningkatan kemampuan SDM masyarakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial (S5,T1,T2,T4,T5)

Strategi (W-T)

1. Perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata (W4,W5,W7,W9-W11,T2-T5)


(4)

Lampiran 8 Contoh Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

Petunjuk Pengisian:

Untuk pertanyaan isian, tulislah jawaban anda di tempat yang disediakan. Untuk

pertanyaan pilihan, berilah tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan

keadaan anda (jawaban boleh lebih dari satu) dan untuk pertanyaan terpandu

jawaban bebas.

A. Karakteristik Responden

1) Umur: ………tahun

2) Jenis kelamin: Laki-laki/perempuan

3) Desa tempat tinggal: ………..

Dusun: ………

4) Tingkat pendidikan:Tidak tamat SD/SD/SLTP/SLTA/lainnya sebutkan....

5) Pekerjaan : Petani pemilik/buruh tani/pedagang/pegawai/tukang/ …….…

6) Pendapatan : Rp………per bulan

7) Status kependudukan : Asli/pendatang

B. Persepsi Mengenai Pengembangan Ekowisata

1. Menurut anda, apa saja yang harus dilestarikan di kawasan objek wisata ini?

a. Keindahan alam

b. Keanekaragaman hayati (flora dan fauna)

c. Peninggalan sejarah

d. Kebudayaan lokal

e. lainnya………..

2. Apakah anda sependapat bahwa pengembangan wisata di objek wisata ini

harus memperhatikan aspek kelestarian/keberlanjutan?

a. Sangat sependapat

b. Sependapat

c. Tidak berpendapat

d. Kurang sependapat

e. Tidak sependapat


(5)

kelestarian kawasan/objek wisata dapat terlaksana dengan baik?

a. Adanya pembatasan jumlah pengunjung

b. Kegiatan wisata yang bersifat merusak dihindarkan

c. Melibatkan masyarkat dalam pengelolaan wisata

d. Adanya dukungan pemerintah sebagai fasilitator

4. Menurut anda bentuk pelayanan dan fasilitas wisata seperti apa yang dapat

mendukung kegiatan wisata yang dapat menjamin kelestarian kawasan/objek

wisata?

a. Bangunan dengan bahan yang alami seperti kayu

b. Bangunan permanen dengan jumlah yang tidak terlalu banyak yang akan

merusak keaslian kawasan objek wisata

c.

Adanya interpreter (pemandu) yang dapat memberikan penjelasan

mengenai kondisi kawasan objek wisata

d. Adanya

homestay

(penginapan) dan makanan tradisional yang dapat

memberikan nuansa alami pada pengunjung

e. lainnya……….

C. Partisipasi dan Keinginan Masyarakat

1. Apakah anda telah berpartisipasi dalam ekowisata di kawasan/objek dan daya

tarik wisata

Jika Ya, dalam bentuk apa dan apa alasannya?

Jika belum, apa alasannya dan apakah ada keinginan untuk berpartisipasi?

2. Apakah anda mendukung pengembangan ekowisata di kawasan ODTW?Apa

alasannya?

3. Apa saja keinginan-keinginan anda terkait dengan pengembangan ekowisata

di kawasan objek wisata?

4. Menurut anda apakah ada dampak dari kegiatan ekowisata di kawasan/objek

dan daya tarik


(6)

A. Karakteristik Pengelola

1.

Nama

:

2.

Usia

:

3.

Jenis

Kelamin :

4.

Pendidikan

:

5.

Jabatan

:

B. Daftar Pertanyaan

1.

Bagaimana kebijakan atau peraturan yang ada mengenai pengelolaan wisata di ODTW?

2.

Apakah keunggulan yang menjadi daya terik wisatawan untuk berkunjung ke obyek wisata ini

dibandingkan ke obyek wisata yang lain ?

3.

Bagaimana teknis pemantauan (monitoring) terhadap daya dukung kawasan yang menjadi

salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan wisata?

4.

Adakah kendala yang ditemukan selama penyelenggaraan wisata tersebut? Langkah strategis

apa yang diambil dalam menyiasati kendala tersebut?

5.

Bagaimana dengan keterlibatan masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

penyelenggaraan wisata?

6.

Bagaimana dengan kegiatan promosi kegiatan wisata yang ada berkaitan dengan persaingan

dengan pada bidang yang sama dengan sumberdaya wisata serupa?

7.

Apakah rencana strategis yang dilakukan di masa mendatang dalam konteks pengembangan

kegiatan Wisata?

8.

Apa saja dampak terhadap obyek yang ditimbulkan dari kegiatan wisata yang dilakukan oleh

para wisatawan ?

9.

Bagaimana upaya antisipasi yang dilakukan dari kemungkinan dampak yang dapat terjadi

pada obyek serta apa saja penanggulangan yang sudah dilakukan terhadap dampak-dampak

yang sudah terjadi ?