Perancangan Teknologi Filter untuk Air Buangan Skala Unit Rumah di Kawasan Lingkar Kampus IPB, Darmaga

ANALISIS SEBARAN GAS SO2 DI WILAYAH
JABODETABEK PERIODE 2005-2013 MENGGUNAKAN
DATA OZONE MONITORING INSTRUMENT (OMI) PADA
SATELIT AURA

ERBI SETIAWAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisi Sebaran Gas
SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode 2005-2013 Menggunakan Data Ozone
Monitoring Instrument (OMI) Pada Satelit Aura adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Erbi Setiawan
NIM F44100025

ABSTRAK
ERBI SETIAWAN. F44100025. Analisis Sebaran Gas SO2 Di Wilayah
Jabodetabek Periode 2005-2013 Mengunakan Data Ozone Monitoring
Instrument (OMI) Pada Satelit Aura Dibimbing Oleh Andik Pribadi, S. TP,
M.Sc. 2014
Perkembangan yang pesat di Indonesia ditandai dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi khususnya sektor industri. Akan tetapi, pertumbuhan
perekonomian ini tidak diimbangi dengan penanggulangan terhadap masalah
lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan sektor industri tersebut dalam
memenuhi permintaan pasar. Salah satu wilayah yang memiliki aktifitas industri
yang tinggi adalah Jabodetabek, dengan dampak dari kegiatan industri ini adalah
pencemaran udara, salah satunya adalah pencemaran oleh gas SO2. Gas SO2

(sulfur dioksida), merupakan gas polutan yang banyak dihasilkan dari pembakaran
bahan bakar fosil yang mengandung unsur belerang seperti minyak, gas, batubara,
maupun kokas. Disamping SO2, pembakaran ini juga menghasilkan gas SO3, yang
secara bersama-sama dengan gas SO2 lebih dikenal sebagai gas Sox. Software
Giovanni merupakan salah satu software penginderaan jauh yang berfungsi untuk
mengetahui bagaimana konsentrasi polutan di suatu wilayah. Dengan
menggunakan data hasil pengolahan software Giovanni dengan Aura sebagai
satelitnya, didapatkan trend konsentrasi SO2 yang mengalami penurunan yang
tidak terlalu signifikan di wilayah Jabodetabek periode 2005-2013 dengan
persamaan y = -5E-06x + 0.0028. Nilai terendah SO2 pada periode 2005-2013 di
wilayah Jabodetabek terjadi pada bulan April 2013 dengan nilai -0.006 μg/m3
sedangkan yang tertinggi terjadi pada bulan Februari 2005 dengan nilai 0.015
μg/m3. Sedangkan untuk konsentrasi SO2 rata-rata pertiga bulan selama periode
2005-2013, nilai tertinggi pada bulan Januari-Maret yaitu senilai 0.005 µg/m3
sedangkan yang terendah adalah pada bulan April-Juni senilai 0.001 µg/m3.
Distribusi sebaran gas SO2 tiap musimnya memiliki titik konsentrasi yang
berbeda-beda dengan dominasi titik konsentrasi berada pada bagian utara wilayah
Jabodetabek.
Kata kunci: SO2 , Jabodetabek, Giovanni, Pencemaran Udara, Penginderaan Jauh


ABSTRACT
ERBI SETIAWAN. F44100025. Analysis of SO2 Distribution in Jabodetabek
Period 2005-2013 Using Data of Ozone Monitoring Instrument (OMI) at
Aura Satellite. Supervised By Andik Pribadi, S. TP, M.Sc. 2014
The rapid growth rate in Indonesia is marked by the development that
characterized by the increment of economic growth in the industrial sector in
particular. However , this increment is not matched with the prevention of the
environmental problems that caused by the activities of the industrial sector to
meet the market demand. One of the area that has a high industrial activity is
Jabodetabek, with the air pollution as the industrial activities impact, one of which
is pollution by SO2 gas . Gas SO2 ( sulfur dioxide ), is a pollutant gas that are

produced from the burning of fossil fuels that contain sulfur elements such as oil,
gas, coal, and coke. In addition to SO2, gas combustion also produces SO3, which
together with SO2 gas more commonly known as a gas SOx. Giovanni software is
one of the remote sensing software that works to find out how the concentration
of pollutants in the region . By using giovanni software with Aura as the satellite
, it is known that the trend of SO2 concentration is decreasing in the period 20052013 in Jabodetabek region, but the decrement is not significant with the equation
y = -5E-06x + 0.0028. The lowest value of SO2 in the period 2005-2013 in
Jabodetabek area occurred in April 2013 at a value of -0.006 μg/m3 while the

highest occurred in February 2005 with a value of 0.015 μg/m3 . As for the three
months average SO2 concentration during the period 2005-2013 , the highest
value is in the month of January-March which is worth 0.005 μg/m3 while the
lowest is in the months of April to June worth 0.001 μg/m3. The distribution of
SO2 gas in every seasons has a different concerntration points area with the
dominance points located on the northern part of Jabodetabek.
Keywords: SO2 , Jabodetabek, Giovanni, Air Pollution, Remote Sensing

ANALISIS SEBARAN GAS SO2 DI WILAYAH
JABODETABEK PERIODE 2005-2013 MENGGUNAKAN
DATA OZONE MONITORING INSTRUMENT (OMI) PADA
SATELIT AURA

ERBI SETIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi

:

Nama
NRP

:
:

Analisis Sebaran Gas SO2 di Wilayah
Jabodetabek Periode 2005-2013 Menggunakan
Data Ozone Monitoring Instrument (OMI) Pada
Satelit Aura

Erbi Setiawan
F44100025

Disetujui oleh:

Andik Pribadi, S.TP, M.Sc.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh:

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
usulan penelitian ini yang berjudul Analisis Sebarang Gas SO2 Wilayah
Jabodetabek Periode 2005-2013 menggunakan data Ozone Monitoring Instrument

pada satelit Aura. Rasa terima kasih disampaikan kepada Bapak Andik Pribadi,
S.Tp, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan
terhadap pembuatan skripsi ini dan juga kepada ayah, Erlan Jaelani S.Sos, ibu, Dr.
Ir. Besweni M.Si, dan adik, Ditta Fadillah Rahmawati. Di samping itu penulis
menyampaikan ucapan kepada pihak-pihak di bawah ini :
1. Ratu Rima Novia Rahma yang terus menjadi sebuah semangat sampai
terselasaikannya skripsi ini.
2. Teman-teman Satuan Siswa Pelajar dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda
Pancasila dan Paguyuban Mojang Jajaka Kota Bogor yang telah
menemani perjalanan dan memberikan pembelajaran pendewasaan diri
dari awal masuk hingga sekarang.
3. Teman satu bimbingan Eranthy Firdaus yang bersama-sama berjuang
demi gelar yang sama.
4. Melynda Zakaria yang selau mau mendengarkan keluh kesah sampai
terselesaikannya skripsi ini.
5. Yoni, Masrun, Eko, Agi, Ajib, Ibung, Pupu dan seluruh teman-teman
SIL 47 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa,
bantuan dan motivasinya.
6. Vilya Anggraeni, Gestra Julio, Arya Winata, Dini Anindita yang selalu
memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis berharap
semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Erbi Setiawan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Mafaat Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Pengertian Pengineraan Jauh

2

Pencemaran Udara

3

Senyawa Sulfur Dioksida (SO2)

7


METODOLOGI

9

Waktu dan Tempat Penelitian

9

Alat dan Bahan

9

Prosedur Analisis Data

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Keadaan Umum Wilayah

11

Kecenderungan (Trend) Pencemaran SO2 di Wilayah Jabodetabek

12

Pola Distribusi Temporal Curah Hujan di Wilayah Jabodetabek

14

Pola Distribusi Spasial dan Temporal Gas SO2 di Wilayah Jabodetabek

15

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5

Sumber dan Standar Emisi Gas Buang
Pengaruh Indeks Standar Pencemaran Udara
Pengaruh Gas SO2 Terhadap Manusia
Pembagian Admisitratif Wilayah Jabodetabek
Rata-rata Konsentrasi SO2 Bulan Januari-Maret Periode 2005-2013

6
6
8
11
15

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8

Bagan Alir Metode Penelitian
Visualisasi Wilayah Kajian pada Google Earth
Trendline Sebaran Polutan SO2 Periode 2005-2013
Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Periode 2005-2013
Peta Pola Sebaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode Januari-Maret 20052013
Peta Pola Sebaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode April-Juni 20052013
Peta Pola Sebaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode Juli-September
2005-2013
Peta Pola Sebaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode Oktober-Desember
2005-2013

10
12
13
14
16
17
18
18

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4

Rata-rata Konsentrasi SO2 Bulan April-Juni Periode 2005-2013
Rata-rata Konsentrasi SO2 Bulan Juli-September Periode 2005-2013
Rata-rata Konsentrasi SO2 Bulan Oktober-Desember Periode 2005-2013
Software Giovanni

23
24
25
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang
cukup pesat. Perkembangan ini ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan
ekonomi khususnya sektor industri. Akan tetapi, pertumbuhan perekonomian ini
tidak diimbangi dengan penanggulangan terhadap masalah lingkungan yang
diakibatkan oleh kegiatan sektor industri tersebut dalam memenuhi permintaan
pasar.
Pencemaran udara merupakan salah satu dampak yang disebabkan oleh
berbagai macam kegiatan yang terkait dengan sektor industri. Agar kualitas udara
tetap terjaga, diperlukan penanganan dampak lingkungan untuk mereduksi
pencemaran udara. Hal tersebut dilakukan agar terciptanya keselarasan antara
pertumbuhan ekonomi dengan kestabilan kualitas udara.
Udara merupakan zat yang paling penting setelah air dalam menyokong
kehidupan di muka bumi ini. Udara merupakan campuran mekanis dari
bermacam-macam gas. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78.09%,
oksigen 20.93%, dan karbondioksida 0.03%, sementara selebihnya berupa gas
argon, neon, kripton, xenon, dan helium. Udara juga mengandung uap air, debu,
bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan (Chandra 2006).
Menurut Batara (2005), Belerang Oksida (SOx), khususnya belerang
dioksida (SO2) dan belerang trioksida (SO3) adalah senyawa gas berbau tidak
sedap, yang banyak dijumpai di kawasan industri yang menggunakan batubara
dan korkas sebagai bahan bakar dan sumber energi utamanya. Belerang oksida
juga merupakan salah satu bentuk gas hasil kegiatan vulkanik, erupsi gunung
merapi, sumber gas belerang alami (sulfatar), sumber air panas dan uap panas
alami (fumarol). Oksida-oksida ini merupakan penyebab utama karat karena
sangat reaktif terhadap berbagai jenis logam (membentuk senyawa logam sulfida).
Senyawa tersebut juga mengganggu kesehatan, khususnya indera penglihatan dan
selaput lendir sekitar saluran pernafasan (hidung, kerongkongan, dan lambung).
Pada kawasan pertanian, senyawa ini dapat merusak hasil panen.
Gas SO2 (sulfur dioksida), merupakan gas polutan yang banyak dihasilkan
dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung unsur belerang seperti
minyak, gas, batubara, maupun kokas. Disamping SO2, pembakaran ini juga
menghasilkan gas SO3, yang secara bersama-sama dengan gas SO2 lebih dikenal
sebagai gas SOx (Wiharja 2002).
Wilayah Jabodetabek merupakan suatu wilayah dengan aktivitas yang
sangat tinggi selain itu jumlah populasi penduduknya juga sangat tinggi. Pada
wilayah ini terdapat banyak sektor industri dan juga tingkat mobilitas
masyarakatnya yang tinggi, sehingga terjadi penurunan kualitas udara termasuk
diantaranya senyawa sulfur dioksida (SO2). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui trend dan sebaran kadar SO2 di wilayah ini serta komparasi
konsentrasi SO2 pada tipe musim yang berbeda. Pembagian musim ini dibuat
berdasarkan pola curah hujan rata-rata selama 2005-2013.

2

Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
bagaimana cara menemukan pola distribusi penyebaran SO2 baik secara spasial
maupun temporal yang terjadi di daerah Jabodetabek, berdasarkan data dari proses
penginderaan jarak jauh yang dilakukan oleh satelit AURA (OMI) dalam rentang
waktu mulai dari tahun 2005 hingga 2013.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kecenderungan (trend) sebaran polutan SO2 di wilayah
Jabodetabek periode 2005-2013.
2. Mengetahui dan Menganalisis pola penyebaran / distribusi spasial dan
temporal gas SO2 di wilayah Jabodetabek.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai tingkat kandungan gas SO2 pada lapisan atmosfer dan analisis pola
penyebaran secara spasial dan temporal SO2 di wilayah Jabodetabek serta
pengendalian dari pencemaran akibat gas SO2 tersebut.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu meliputi analisis pola distribusi
spasial dan temporal polutan SO2 pada atmosfer (dalam penelitian ini pada lapisan
Planetary Boundary Layer atau PBL) di wilayah Jabodetabek. Data yang
digunakan berasal dari web based software Govanni-OMI. Data tersebut didapat
dari hasil pencitraan satelit AURA. Jangka waktu untuk data tersebut adalah mulai
dari Januari 2005 s/d Desember 2013.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Penginderaan Jauh (Remote Sensing)
Menurut Leliesand et al. (2004) mengatakan bahwa penginderaan jauh
adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah,
atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Sedangkan
menurut Campbell (1987), penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu untuk
mendapatkan informasi mengenai permukaan bumi seperti lahan dan air dari citra
yang diperoleh dari jarak jauh.
Penginderaan jauh adalah pengamatan muka bumi yang dilakukan dari
ruang angkasa dengan menggunakan gelombang elektromagnetik tanpa
menyentuh langsung objek yang diamati. Jauh sebelum adanya penginderaan jauh
melalui satelit (remote sensing by satellite), penginderaan jauh telah dilakukan.

3

Penginderaan jauh semula dilakukan secara konvensional dengan memakai sarana
pesawat udara. Penginderaan jauh secara konvensional terdapat banyak
kelemahan, karena jangka waktu penerbangan sangat terbatas, apalagi dengan
ketinggian tertentu data yang diperoleh kurang akurat apabila tertutup awan tebal.
Dengan penemuan teknologi penginderaan jauh melalui satelit kelemahankelemahan penginderaan secara konvensional dapat diatasi Data yang diperoleh
dengan mempergunakan satelit lebih luas jangkauannya dan dapat dipasang
sepanjang masa (Martono 1987).
Melalui lokasi yang tinggi di ruang angkasa, satelit penginderaan jauh
dengan mudah dapat mengamati suatu wilayah di bumi selama 24 jam secara terus
menerus. Sebagai perbandingan daya pandang dari pesawat udara terbang pada
ketinggian 10,000 m hanya 300 km. Daya pandang dari satelit orbit rendah (tinggi
150 km) dapat mengamati sekitar 44% muka bumi sedangkan dari orbit
geosynchronous (tinggi 35,000 km) 70% muka bumi secara sesaat setiap waktu
dapat diamati. Data satelit penginderaan jauh sangat membantu kegiatan
inventarisasi sumber daya alam, exploitasi mineral minyak dan gas bumi,
pemantauan hutan, gunung api dan bencana alam lainnya, pemecahan masalah
lingkungan dan perencanaan pembangunan (Hanafi 2011).
Data mengenai wilayah Indonesia dapat diperoleh dari berbagai sumber,
khususnya dari luar negeri. Berbagai instansi pemerintah, seperti Bakosurtanal,
LAPAN, BPPT, Depatemen Pekerjaan Umum, Departemen kehutanan, LIPPI
juga menghimpun data sumber daya alam Indonesia termasuk citra satelitnya.
Data yang dikumpulkan melalui stasiun bumi yang ada di Indonesia dan sebagian
lagi diperoleh dari stasiun-stasiun bumi yang berada di Thailand, Swedia, Prancis,
Amerika Serikat dan India dengan harga yang cukup berfariasi (Soesilo 1994).
Sistem penginderaan jauh dibedakan atas sistem fotografik dan non
fotografik. Sistem fotografik memiliki keunggulan sederhana, tidak mahal, dan
kualitasnya baik. Sistem elektronik (non fotografik) kelebihannya memiliki
kemampuan yang lebih besar dan lebih pasti dalam membedakan objek dan proses
analisisnya lebih cepat karena menggunakan komputer. Berdasarkan tenaga yang
digunakan sistem penginderaan jauh dibedakan atas tenaga pancaran dan tenaga
pantulan. Berdasarkan wahananya dibedakan atas sistem penginderaan dirgantara
(airborne system) dan anatiksa (spaceborne system), sedangkan berdasarkan cara
analisis dan interpretasi datanya, yaitu interpretasi secara visual dan interpretasi
secara digital (Soemantri 2009).
Pencemaran Udara
Pengertian pencemaran udara berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun
1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik,
kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam
seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan
awan panas. Menurut peraturan pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dari komonen lain ke dalam udara ambien oleh

4

kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002
tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran udara
adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Disamping
itu, pencemaran udara dapat pula diartikan adanya bahan-bahan atau zat asing di
dalam udara yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi udara dari
susunan atau keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing tersebut di
dalam udara dalam jumlah dan jangka waktu tertentu dapat menimbulkan
gangguan pada kehidupan manusia, hewan, maupun tumbuhan (Wardhana 2004).
Menurut Simajuntak (2007), pencemaran udara adalah masuknya atau
tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga menurunkan kualitas
lingkungan. Dengan demikian akan terjadi gangguan pada kesehatan manusia.
Terdapat dua jenis sumber pencemaran udara, pertama adalah pencemaran akibat
sumber alamiah (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan kedua berasal
dari kegiatan manusia (anthropogenic sources) seperti yang berasal dari
transportasi, emisi pabrik, dan lain-lain. Pencemaran udara dapat terjadi dimanamana, seperti di dalam rumah, sekolah, dan kantor. Pencemaran seperti ini sering
disebut dengan pencemaran dalam ruangan (indoor pollution), sedangkan
pencemaran di luar ruangan (outdoor pollution) berasal dari emisi kendaraan
bermotor, industri, perkapalan, dan proses alami oleh makhluk hidup. Sumber
pencemar udara dapat diklasifikasikan menjadi sumber diam dan sumber
bergerak. Sumber diam terdiri dari pembangkit listrik, industri dan rumah tangga.
Sedangkan sumber bergerak adalah aktifitas lalu lintas kendaraan bermotor di
darat dan tranportasi laut.
Peraturan pemerintah mengenai pengelolaan udara di Indonesia pada PP No.
41/1999 mendefinisikan sumber pencemaran udara sebagai setiap usaha dan atau
kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara dengan menyebabkan
udara tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dan kemudian peraturan pemerintah
ini menggolongkan sumber pencemaran udara atas lima, yakni :
 Sumber bergerak
Sumber emisi yang bergerak atau tetap pada suatu tempat yang berasal dari
kendaraan bermotor.
 Sumber bergerak spesifik
Sumber ini serupa dengan sumber bergerak namun berasal dari kereta api,
pesawat terbang, kapal, laut dan kendaraan berat lainnya.
 Sumber tidak bergerak
Sumber emisi yang tetap pada suatu tempat.
 Sumber tidak bergerak spesifik
Sumber ini serupa dengan sumber tidak bergerak namun berasal dari kebakaran
hutan dan pembakaran sampah.
 Sumber gangguan
Sumber pencemar yang menggunakan media udara atau padat untuk
penyebarannya, sumber ini berupa dari kebisingan, getaran, kebauan dan
gangguan lain.

5

Pencemaran udara dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu
pergesekan permukaan, penguapan, dan pembakaran. Pergesekan permukaan
adalah penyebab utama pencemaran partikel padat di udara dan ukurannya dapat
bermacam-macam. Pengeboran, penggergajian, atau pengasahan barang-barang
seperti kayu, minyak, aspal dan baja memberikan banyak partikel ke udara.
Penguapan merupakan perubahan fase cairan menjadi gas. Penyubliman juga
dapat menambah uap di udara. Polusi udara banyak disebabkan zat-zat yang
mudah menguap, seperti pelarut cat dan perekat. Pembakaran merupakan reaksi
kimia yang berjalan cepat dan membebaskan energi, cahaya atau panas. Pada
pembakaran banyak digunakan oksigen dan dihasilkan berbagai oksida
(Sastrawijaya 2009).
Menurut Wardhana (2004), usaha untuk mengurangi dan menanggulangi
pencemaran lingkungan ada 2 macam cara, yaitu penanggulangan secara nonteknis dan secara teknis. Penanggulangan non-teknis merupakan suatu usaha
untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara
menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan
mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sedemikian rupa
sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan. Peraturan perundangan yang
dimaksudkan hendaknya dapat memberikan gambaran secara jelas tentang
kegiatan industri dan teknologi yang akan dilaksanakan di suatu tempat yang
antara lain meliput Penyajian Informasi Lingkungan (PIL), Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), perencanaan kawasan kegiatan industri dan
teknologi, pengaturan dan pengawasan kegiatan, dan menanamkan perilaku
disiplin.
Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) secara umum memuat mengenai
kegiatan yang diusulkan, kondisi lingkungan yang akan dianalisa, dampak yang
mungkin terjadi akibat kegiatan yang diusulkan serta tindakan yang direncanakan
untuk mengendalikannya. Analisis Dampak Mengenai Lingkungan (AMDAL)
merupakan suatu studi tentang beberapa masalah yang berkaitan dengan rencana
kegiatan yang diusulkan. Untuk melengkapi data AMDAL, keterangan yang harus
ditambahkan mengenai letak geografis, keadaan geologis tanah, populasi
penduduk dan keadaan sosial ekonominya, keadaan cuaca sepanjang tahun, kuat
gempa dan ramalan gempa pada lokasi, ketersediaan bahan bakarnya, dan
ketersediaan utilitas dan lainnya.
Penanggulangan secara teknis memiliki kriteria yang digunakan dalam
memilih dan menentukan cara yang akan digunakan. Kriteria tersebut tergantung
pada beberapa faktor, yakni mengutamakan keselamatan lingkungan, teknologi
yang telah dikuasai dengan baik, serta secara teknis dan ekonomis dapat
dipertanggungjawabkan. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh beberapa cara
dalam hal penanggulangan secara teknis, antara lain dengan mengubah proses,
mengganti sumber energi, mengelola limbah, dan menambah alat bantu
(Wardhana 2004).
Pada tabel 1 ditunjukkan sumber dan standar emisi gas buang. Sumber
pencemar terdiri dari karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), partikulat
matter, nitrogen dioksida (NO2), dan Ozon. Karbon dioksida (CO), parikulat
matter, dan nitrogen dioksida (NO2) bersumber dari kendaraan bermotor. Sulfur
dioksida (SO2) berumber dari panas dan fasilitas pembangkit listrik dan ozon (O3)
terbentuk di atmosfer. Pada tabel tersebut juga disajikan standar kesehatan dari

6

masing-masing zat pencemar.
Tabel 1 Sumber dan Standar Emisi Gas Buang
Pencemar
Sumber
Karbon monoksida
Buangan kendaraan bermotor;
(CO)
beberapa proses industri
Sulfur dioksida
Panas dan fasilitas pembangkit
(SO2)
listrik
Buangan kendaraan bermotor;
Partikulat Matter
beberapa proses industri
Nitrogen dioksida
Buangan kendaraan bermotor;
(NO2)
panas dan fasilitas
Ozon
Terbentuk di atmosfir
(O3)
Sumber : Bapedal 2002

Keterangan
Standar kesehatan: 10 mg/m3
(9 ppm)
Standar kesehatan: 80 ug/m3
(0.03 ppm)
Standar kesehatan: 50 ug/m3
selama 1 tahun; 150 ug/m3
Standar kesehatan: 100 pg/m3
(0.05 ppm) selama 1 jam
Standar kesehatan: 235 ug/m3
(0.12 ppm) selama 1 jam

Pada tabel 2 disajikan data dari dampak pencemaran udara bagi makhluk
hidup. Rentang nilai menunjukkan batasan kategori daerah sesuai tingkat
kesehatan untuk dihuni oleh manusia. Karbon monoksida, nitrogen, ozon, sulfur
dioksida dan partikulat matter adalah beberapa parameter polusi udara yang
dominan dihasilkan oleh sumber pencemar. Kategori ini mengacu pada Indeks
Standar Pencemar Udara (ISPU).
Tabel 2 Pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
Karbon
Nitrogen
Monoksida
Dioksida
Kategori Rentang
Ozon (O3)
(CO)
(NO2)

Sulfur
Dioksida
(SO2)

Partikulat

Baik

0 – 50

Tidak ada efek

Sedikit
berbau

Luka pada
beberapa
spesies tumbuhan
akibat
kombinasi
dengan SO2
(selama 4
jam)

Luka pada
beberapa
spesies
tum-buhan
akibat
kombinasi
dengan O3
(selama 4
jam)

Tidak ada
efek

Sedang

51-100

Perubahan
kimia darah
tapi tidak
terdeteksi

Berbau

Luka pada
beberapa
spesies
tumbuhan

Luka pada
beberapa
spesies
tumbuhan

Terjadi
penurunan
pada jarak
pandang

Bau dan
kehilangan
warna.
Peningkatan
reaktivitas
pembuluh
tenggorokan
pada penderita asma

Penurunan
kemampuan
pada atlit
yang
berlatih
keras

Bau,
Meningkatnya
kerusakan
tanaman

Jarak pandang
turun dan
terjadi
pengotoran
debu di manamana

Tidak
Sehat

101–
199

Peningkatan
pada kardiovaskular
pada perokok
yang sakit
jantung

7

Kategori

Rentang

Karbon
Monoksida
(CO)

Nitrogen
Dioksida
(NO2)
Meningkat
nya
sensitivitas
pasien yang
berpenyaklt
asma dan
bronchitis

Ozon (O3)

Sulfur
Dioksida
(SO2)

Partikulat

Meningkatnya
sensitivitas
pada pasien
berpenya-kit
asma dan
bronchitis

Meningkatnya
sensitivitas
pada pasien
berpenyakit
asma dan
bronchitis

Sangat
Tidak
Sehat

200 –
299

Meningkat-nya
kardio-vaskular
pada orang
bukan perokok
yg berpenyakit
Jantung, dan
akan tampak
beberapa
kelemahan yg
terlihat secara
nyata

Berbahaya

300 –
lebih

Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar

Olah raga
ringan
Mengakibatkan pengaruh
parnafasan
pada pasien
yang berpenyaklt
paru-paru
kronis

Sumber : Bapedal 2002

Secara umum dampak negatif pencemaran udara terhadap kesehatan adalah
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) diantaranya asma, bronkitis, dan
gangguan pernafasan lainnya timbul karena masuknya substansi pencemaran
melalui sistem pernafasan. Dampak buruk terhadap tumbuhan adalah gangguan
pada pertumbuhan dan rawan pennyakit seperti klorosis, nekrosis, dan bintik
hitam (Putra 2009).
Menurut Raharjo (2009), pada umumnya dampak negatif dari pencemaran
udara pada lingkungan antara lain hujan asam, fenomena El-Nino dan La-Nina,
dan fenomena efek rumah kaca. Dampak negatif pencemaran udara pada
kesehatan bermacam-macam tergantung pada polutannya, tetapi umumnya yang
terjadi adalah kanker paru-paru, TBC, asma, bronchitis, influenza, dan gangguan
yang terjadi sepanjang sistem pernafasan.
Senyawa Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna berbau tajam. Sulfur
dioksida merupakan senyawa kimia dengan rumus SO2 tersusun dari 1 atom sulfur
dan 2 atom oksigen yang dihasilkan terutama dari letusan gunung berapi dan
beberapa proses industri. Bahan bakar minyak banyak mengandung unsur sulfur,
sehingga pembakarannya menghasilkan SO2 kecuali sulfurnya telah dihilangkan
sebelum dilakukan pembakaran. Oksidasi lain dari sulfur biasanya dikatalisis oleh
NO2 membentuk H2SO4 yang merupakan hujan asam. Emisi sulfur dioksida juga
merupakan komponen partikulat yang ada di atmosfer (Lapan).
Menurut Batara (2005), terdapat dua faktor yang terlibat dalam reaksi
pembentukan SO2 yang menyebabkan jumlahnya sedikit, yaitu :
1. Kecepatan reaksi yang terjadi berlangsung sangat lambat pada suhu yang
realtif rendah (misalnya pada suhu 20oC), tapi meningkat sejalan dengan
peningkatan suhu. Sebaliknya reaksi setimbang akan lebih tinggi apabila
berlangsung pada suhu rendah akan lebih banyak menghasilkan SO3,
dibandingkan pada suhu tinggi.
2. Konsentrasi SO3 di dalam campuran setimbang akan lebih tinggi apabila reaksi

8

setimbang pada suhu rendah dibandingkan dengan konsentrasi SO3 dalam
reaksi setimbang pada suhu yang tinggi.
Akibat utama pencemaran gas sulfur oksida, khususnya SO2 terhadap
manusia adalah terjadinya iritasi pada sistem pernapasan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5
ppm atau lebih. Bahkan pada beberapa individu yang sensitif, iritasi sudah terjadi
pada paparan 1-2 ppm. Bagi penderita yang mempunyai penyakit kronis pada
sistem pernapasan dan kardiovaskular serta lanjut usia, dengan paparan yang
rendah saja (0.2 ppm) sudah dapat menyebabkan iritasi tenggorokan. Lebih
lengkap, pada tabel 3 ditunjukkan pengaruh SO2 dalam berbagai kadar (ppm)
terhadap kesehatan manusia.
Tabel 3 Pengaruh Gas SO2 Terhadap Manusia
Kadar (ppm)
Dampaknya terhadap manusia
3~5
- Jumlah minimum yang dapat dideteksi baunya
8 ~ 12
- jumlah minimum yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan
- Jumlah minimum yang mengakibatkan iritasi pada mata
- Dapat menyebabkan batuk
20
- Jumlah maksimum yang diperbolehkan 
 untuk paparan yang lama
50 ~ 100
- Jumlah maksimum yang dibolehkan untuk paparan yang singkat ( + 30 menit)
400 ~ 500
- Sudah berbahaya walaupun dalam paparan yang singkat
Sumber : Philip Kristanto, Ekologi Industri, Edisi Pertama cetakan pertama, 2002

Disamping dampak terhadap kesehatan manusia tersebut, polutan ini juga
berpengaruh negatif pada benda-benda maupun tanaman melalui pembentukan
hujan asam. Secara umum, proses pembentukan gas sulfur oksida hasil
pembakaran bahan bakar fosil mengikuti mekanisme reaksi sebagai berikut :
S + O2  SO2
2SO2 + O2  2SO3
Berdasarkan hasil pembakaran ini, jumlah SO2 selalu akan lebih besar dari
jumlah SO3, karena pembentukan SO3 sangat dipengaruhi oleh kondisi reaksi
seperti suhu dan jumlah O2, dan biasanya tidak lebih dari 10 % jumlah
pembentukan gas sulfur oksida. Pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia
hanya merupakan salah satu sumber emisi SO2 ke udara, diperkirakan jumlah
emisi ini hanya sepertiga dari total emisi SO2 yang ada. Penyumbang terbesar dari
polutan ini berasal dari aktivitas alam seperti dari letusan gunung berapi yang
menghasilkan gas H2S. Melalui proses oksidasi di udara, selanjutnya gas H2S
berubah menjadi gas SO2.
SO2 banyak dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fossil. Bahan bakar
fossil ini digunakan oleh kendaraan bermotor. Adapun bahan reaksi pembakaran
bahan bakar fossil yang terjadi adalah sebagai berikut (Isgandhi 1999) :
C8H18 + O2 + N2  CO2 + HC + NOx + SO2 + Pb + Partikel lainnya
Pembakaran tersebut merupakan pembakaran tidak sempurna yang biasanya
terjadi di dalam ruang engine kendaraan bermotor. Gas SO2 yang dihasilkan dari
pembakaran pada kendaraan bermotor, pada kendaraan dengan jenis diesel
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kendaraan dengan jenis bensin.
Industri pengolahan hasil tambang, seperti Industri peleburan baja
merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOX selain sumber emisi dari

9

hasil pembakaran bahan bakar fosil di atas. Hal ini disebabkan elemen yang
penting secara alami terdapat dalam bentuk logam sulfida seperti tembaga
(CuFeS2 dan Cu2S), Seng (ZnS), merkuri (HgS), dan timbal (PbS). Disamping itu
sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki dalam logam dan biasanya
lebih mudah menghilangkan sulfur dari permukaan logam yang kasar
dibandingkan menghilangkannya dari produk metal yang lain (Wiharja 2002).

METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama bulan Februari-Maret 2014. Penelitian
dilakukan di kampus IPB Dermaga.
Alat dan Bahan







Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Data OMI SO2 periode 2005-2013 di wilayah Jabodetabek (koordinat 106o32’
– 107o32’ BT dan 5o88’ – 6o79,9’ LS) menggunakan Web based software
Geovanni
Data curah hujan bulanan wilayah Jabodetabek periode 2005-2013 hasil
unduhan dari Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM)
Software pemetaan ArcGis
Microsoft Office
Seperangkat komputer
Alat tulis
Prosedur Analisis Data
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengambilan data curah hujan dan sebaran konsentrasi SO2
Proses pengambilan data curah hujan di wilayah Jabodetabek pada periode
2005-2013 diunduh dari Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM).
Sedangkan data sebaran konsentrasi SO2 diunduh dengan menggunakan
software Giovanni
2. Analisis trendline konsentrasi SO2
Setelah data konsentrasi SO2 selama 9 tahun didapat, dibuat grafik
trendline dengan menganalisis kecenderungan garis rata-rata konsentrasi SO2
yang terjadi.
3. Analisis Pola distribusi SO2
a. Analisis temporal curah hujan
Dalam tahap ini, dengan menggunakan data curah hujan akan dihasilkan
pembagian musim berdasarkan intensitas rataan curah hujan selama 9 tahun.

10

b. Analisis spasial dan temporal konsentrasi SO2
Setelah pembagian musim berdasarkan intensitas curah hujan dilakukan,
nilai konsentrasi SO2 akan dibandingkan di tiap musimnya, sehingga dapat
ditentukan musim dengan besar konsentrasi SO2 tertinggi dan terendah. Lalu
sebaran konsentrasi SO2 di wilayah Jabodetabek akan terlihat dengan titik
koordinat sehingga dapat ditentukan wilayah dengan besar konsentrasi SO2
tertinggi dan terendah.
4. Visualisasi hasil data dengan aplikasi ArcGIS
Petelah pengolahan data sebaran SO2, lalu overlay ke dalam peta
administrasi Jabodetabek dengan menggunakan aplikasi ArcGIS. Sehingga
dapat dilihat sebaran konsentrasi SO2 pada wilayah penelitian.
5. Pemaparan hasil analisis
Hasil dari proses analisis lalu dipaparkan dan ditarik kesimpulan mengenai
pola distribusi konsentrasi SO2 di daerah Jabodetabek.
Mulai

Penentuan Parameter
Penelitian

Penentuan Lokasi
Penelitian
Curah Hujan

Pengambilan data
menggunakan
software Giovanni

Konsentrasi
gas SO2

Analisis curah hujan
Analisis Trendline
konsentrasi SO2

Analisis temporal dan
spasial konsentrasi SO2

Visualisasi menggunakan ArcGIS

Kesimpulan

Pembahasan
Gambar 1 Bagan Alir Metode Penelitian

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah
Jabodetabek adalah sebuah akronim dari Jakarta-Bogor-Depok-TanggerangBekasi, yaitu sebuah kawasan metropolitan Jakarta dan sekitarnya. Wilayah
Jabodetabek saling terintegrasi dengan Kota Jakarta sebagai pusatnya dan kota
lainnya sebagai kota penyangganya. Dengan populasi masyarakatnya yang tinggi,
hal ini menunjukan wilayah Jabodetabek memiliki mobilitas yang sangat tinggi.
Tabel 4 Pembagian Administratif Wilayah Jabodetabek
Pembagian Administratif
DKI Jakarta

Wilayah (km²)

Populasi (2012)

664

9,761,407

Kota Bogor, Jawa Barat

118.50

984,448

Kota Depok, Jawa Barat

200.29

1,835,957

Kota Bekasi, Jawa Barat

210.49

2,448,291

Kota Tangerang, Banten

164.5

1,918,556

210

1,405,170

3,440.71

4,989,939

1,110

3,050,929

Kabupaten Bekasi, Jawa
Barat

1,484.37

2,786,638

Wilayah Metropolitan
Jabodetabek

7,392

29,181,335

Kota Tangerang
selatan, Banten
Kabupaten Bogor, Jawa
Barat
Kabupaten
Tangerang, Banten

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, 2012

Dengan tingginya mobilitas masyarakat di wilayah Jabodetabek menjadi
salah satu faktor tingginya pencemaran udara di wilayah Jabodetabek. Hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya kendaraan bermotor dan pabrik industri di wilayah
Jabodetabek. Penelitian ini mengambil data pada lapisan Planetary Boundary
Layer (PBL) atau Atmospheric Boundary Layer (ABL) di atas wilayah
Jabodetabek. Dari hasil pengambilan data koordinat menggunakan Google Earth
didapatkan wilayah Jabodetak berada pada koordinat 106o32’ – 107o32’ BT dan
5o88’ – 6o79,9’ LS. Dari koordinat yang didapat ini dimasukan ke dalam software
Giovanni sebagai batasan wilayah kajian. Wilayah yang didapatkan adalah
Jabodetabek dengan wilayah Kepulauan Seribu tidak termasuk ke dalam wilayah
kajian.

12

Gambar 2 Visualisasi Wilayah Kajian pada Google Earth

Setelah memasukan koordinat wilayah kajian dan visualisasi pada Google
Earth, masukkan juga koordinat yang sama pada software Giovanni. Koordinat
pada Google Earth berfungsi untuk validasi data koordinat sehingga tidak ada
perbedaan antara visualisasi pada software Giovanni dan Google Earth. Setelah
penentuan daerah kajuan, selanjutnya dilakukan pemilihan jenis data yang akan
diambil.
Pemilihan data yang digunakan adalah memilih data polutan SO2 sebagai
polutan kajian dalam penelitian ini dan data curah hujan untuk menentukan
pembagian musim, data yang pertama kali diambil adalah data curah hujan
bulanan periode 2005-2013 dengan opsi TOVAS. Dari data yang didapatkan
dibuat diagramnya sehingga dapat terlihat curah hujan rata-rata bulanan selama 9
tahun. Dari diagram ini dapat ditentukan bulan apa saja yang dapat
diklasifikasikan sebagai musim hujan, musim peralihan hujan-kemarau, musim
kemarau, dan musim peralihan kemarau-hujan.
Kecenderungan (Trend) Pencemaran SO2 di Wilayah Jabodetabek
Data harian sebaran polutan SO2 yang didapat dari penelitian ini digunakan
untuk membuat trendline dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan sebaran
polutan SO2 dari tahun 2005-2013. Data harian ini dirata-ratakan sehingga
mendapat nilai rata-rata polutan SO2 perbulannya. Nilai rata-rata ini dijadikan
trendline untuk melihat bagaimana perkembangan polutan SO2 selama periode
2005-2013.
Data harian sebaran polutan SO2 ini didapatkan dari software Giovanni
dengan satuan Dobson Unit (DU), untuk itu diperlukan konversi dari satuan DU
menjadi satuan μ g/m3 . Adapun konversi satuan Dobson Unit (DU) menjadi
satuan μ g/m3 adalah sebagai berikut :

13

……………. (1)
Keterangan :

Trendline yang terbentuk dari hasil pengolahan data sebaran polutan SO2
adalah sebagai berikut :
0.02
0.015
y = -5E-06x + 0.0028
0.01
0.005
0
-0.005

Januari
Mei
September
Januari
Mei
September
Januari
Mei
September
Januari
Mei
September
Januari
Mei
September
Januari
Mei
September
Januari
Mei
September
Januari
Mei
September
Januari
Mei
September

-0.01

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

"Trendline SO2 Periode 2005-2013"
Linear ("Trendline SO2 Periode 2005-2013")

Gambar 3 Trendline Sebaran Polutan SO2 Periode 2005-2013

Dapat dilihat konsentrasi gas SO2 di wiayah Jabodetabek periode 2005-2013
paling tinggi terjadi pada bulan Februari 2005 dengan nilai 0.015 μ g/m3
sedangkan yang terendah terjadi pada bulan April 2013 dengan nilai -0.006
μ g/m3. Terjadi penurunan yang tidak terlalu signifikan selama periode 20052013. Penurunan tingkat SO2 selama periode 2005-2013 pada grafik terjadi karena
beberapa faktor meteorologi. Meningkatnya pemanasan oleh matahari dapat
meningkatkan temperatur permukaan sehingga mempengaruhi proses konveksi.

14

Kenaikan temperatur akan menyebabkan ekspansi massa udara. Jika di dalam
udara terdapat sejumlah polutan, maka polutan akan ikut terangkat ke atas
sehingga konsentrasi polutan di permukaan mengalami penurunan.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini dibandingkan baku mutu yang
berlaku sangat jauh berbeda. Untuk baku mutu SO2 memiliki nilai 900 μ g/m3
untuk jangka waktu 1 jam, 365 μ g/m3 untuk jangka waktu 24 jam dan 60 μ g/m3
untuk jangka waktu 1 tahun. Perbedaan yang cukup jauh dapat terlihat dari hasil
penelitian dan nilai baku mutu. Perbedaan ini disebabkan karena terdapat
perbedaan ketinggian pengambilan data pada penetapan baku mutu dengan satelit
yang digunakan pada software Giovanni. Nilai yang sangat kecil yang didapat
pada penelitian ini disebabkan polutan SO2 sudah terlebih dahulu terdispersi
sebelum direkam datanya menggunakan satelit. Pada sateli Aura, pengambilan
data dilakukan pada ketinggian PBL (Planetary Boundary Layer), yaitu sekitar
0,9 km dari permukaan bumi. Sehingga jarak yang cukup jauh menyebabkan
terjadinya dispersi terlebih dahulu pada polutan.
Nilai negatif yang didapatkan dari hasil pengambilan data menggunakan
softwar Giovanni sebenarnya tidak berlaku. Nilai negatif pada penelitian ini
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adanya kesalahan pada pola algoritma
pengolahan data OMI. Nilai negatif ini umumnya terjadi pada daerah yang lebih
berawan sehingga dapat terjadi efek koreksi “Ring” yang tidak sempurna atau
pergeseran panjang gelombang pada cahaya yang terukur pada daerah yang lebih
berawan tersebut. Tekanan medan yang tidak tepat ataupun nilai radiasi tekanan
awan yang tidak tepat juga dapat menghasilkan data input yang salah.
(http://so2.gsfc.nasa.gov/Documentation/OMSO2ReleaseDetails_v111_0303.htm)

Pola Distribusi Temporal Curah Hujan di Wilayah Jabodetabek
Pengambilan data bulanan curah hujan di wilayah Jabodetabek
menggunakan Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) yang terdapat
dalam software Giovanni. Data curah hujan ini sudah dalam satuan mm/jam dan
digunakan untuk membagi rata-rata musiman dalam 1 tahun selama rentan waktu
2005-2013.
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul Agust Sept Okt

Nov

Gambar 4 Grafik Rata-Rata Curah Hujan Bulanan Periode 2005-2013

Des

15

Dari diagram tersebut dapat diklasifikasikan selama periode 2005-2013
untuk rata-rata musim hujan terjadi pada bulan Januari-Maret, rata-rata musim
peralihan hujan-kemarau terjadi pada bulan April-Juni, rata-rata musim kemarau
terjadi pada bulan Juli-September, dan rata-rata musim peralihan kemarau-hujan
terjadi pada bulan Oktober-Desember.
Pola Distribusi Spasial dan Temporal Gas SO2 di Wilayah Jabodetabek
Selanjutnya data polutan SO2 diambil menggunakan software Giovanni
dengan opsi OMI. Data yang diambil merupakan data polutan SO2 harian dan
bulanan selama periode 2005-2013. Untuk data bulanan dibandingkan dengan
musim yang sebelumnya telah diklasifikasikan menggunakan data curah hujan
sedangkan untuk data harian digunakan untuk membuat trendline sebaran polutan
selama periode 2005-2013.
Data polutan SO2 bulanan ditinjau konsentrasinya terhadap klasifikasi
musim berdasarkan curah hujan sehingga data bulanan SO2 dikelompokkan sesuai
dengan musim yang telah diklasifikasikan sebelumnya. Hasil pengelompokkan
data bulanan SO2 kemudian divisualisasikan menggunakan software ArcGIS.
Adapun contoh data yang digunakan untuk visualisasi dapat dilihat sebagai
berikut :
Tabel 5 Rata-rata konsentrasi SO2 bulan Januari-Maret Periode 2005-2013
Latitude
Longitude
Rata - Rata
Konversi
(Degrees)
(Degrees)
Konsentrasi SO2 [DU]
1 DU = 0.03125 μ g/m3
-6.875

106.375

-0.117

-0.004

-6.875

106.625

-0.005

0.000

-6.875

106.875

0.034

0.001

-6.875

107.125

0.217

0.007

-6.875

107.375

0.148

0.005

-6.625

106.375

0.060

0.002

-6.625

106.625

0.137

0.003

-6.625

106.875

0.188

0.006

-6.625

107.125

0.136

0.004

-6.625

107.375

0.102

0.003

-6.375

106.375

0.132

0.004

-6.375

106.625

0.120

0.004

-6.375

106.875

0.218

0.007

-6.375

107.125

0.308

0.010

-6.375

107.375

0.342

0.011

-6.125

106.375

0.246

0.008

-6.125

106.625

0.239

0.008

-6.125

106.875

0.312

0.010

-6.125

107.125

0.290

0.010

-6.125

107.375

0.228

0.007

-5.875

106.375

0.137

0.004

-5.875

106.625

0.088

0.003

16

Latitude
(Degrees)

Longitude
(Degrees)

Rata - Rata
Konsentrasi SO2 [DU]

Konversi
1 DU = 0.03125 μ g/m3

-5.875

106.875

0.113

0.004

-5.875

107.125

0.130

0.004

-5.875

107.375

0.106

0.003

0.156

0.005

Rata - Rata

Dari pengelompokan data tersebut didapatkan rata-rata nilai konsentrasi
polutan SO2 tertinggi adalah pada bulan Januari-Maret periode 2005-2013 dengan
nilai rata-rata senilai 0.005 µg/m3 sedangkan yang terendah adalah pada bulan
April-Juni periode 2005-2013 dengan nilai rata-rata 0.001 µg/m3. Visualisasi yang
didapatkan dengan menggunakan software ArcGis menunjukkan sebaran dari
polutan SO2 di Jabodetabek. Data yang digunakan sebagai visualisasi adalah data
pengelompokkan bulanan sesuai pembagian menurut hasil pengolahan data curah
hujan untuk pembagian musim. Adapun visualisasi yang didapat sebagai berikut :

µg/m3

Gambar 5 Peta Pola Sebaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode Januari-Maret 2005-2013

Dari peta tersebut dapat terlihat bahwa pada periode Januari-Maret 20052013, rata-rata polutan SO2 mengalami konsentrasi tertinggi pada daerah
Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi serta sedikit daerah Jakarta Utara. Tingginya
nilai konsentrasi ini disebabkan karena pada wilayah tersebut terdapat banyak
sekali industri dan juga banyaknya kendaraan bermotor. Untuk nilai konsentrasi
SO2 nilai tertinggi pada periode ini bernilai 0.010 µg/m3 sedangkan yang terendah
bernilai -0.004 µg/m3 yang tersebar di wilayah Kabupaten Bogor. Untuk nilai
rata-rata sebaran SO2 pada periode ini adalah 0.005 µg/m3. Faktor lainnya yang

17

mempengaruhi tingginya pesebaran polutan di daerah tersebut adalah topografi
wilayah tersebut yang cenderung lebih rendah dibandingkan daerah selatan.

Gambar 6 Peta Pola Sebaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode April-Juni 2005-2013

Pada periode bulan April-Juni 2005-2013, visualisasi yang didapatkan
sedikit berbeda dengan periode lainnya, sebaran polutan SO2 terlihat terkotakkotak. Hal ini dikarenakan pada periode ini, rata-rata terjadi anomali pada pola
algoritma yang disebabkan oleh banyak faktor sehingga nilai negatif banyak
terdapat pada periode ini. Sebaran polutan SO2 paling banyak tersebar di daerah
Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan beberapa bagian Kota Jakarta dengan
nilai tertinggi 0.008 µg/m3. Untuk sebaran polutan SO2 yang paling sedikit
terdapat di daerah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor bagian selatan dengan nilai
paling rendah -0.007 µg/m3. Untuk nilai rata-rata sebaran polutan SO2 pada
periode ini adalah 0,001 µg/m3. Terlihat terjadi pergeseran sebaran polutan dari
kelompok periode sebelumnya. Pergeseran ini terlihat bergerak dari arah timur
menuju barat. Mobilitas penduduk di wilayah Kota Jakarta dan Tanggerang
memang sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari tingkat kemacetan yang terjadi di
daerah tersebut sedangkan kemacetan menyumbangkan polusi yang cukup besar
untuk udara. Faktor aktivitas masyarakat yang ada di wilayah Jabodetabek ini
merupakan salah satu sumber pencemaran udara yang cukup besar
menyumbangkan polutan ke udara. Jika dibandingkan dengan periode bulan
Januari-Maret, ada perbedaan letak konsentrasi sebaran polutan SO2, pada periode
sebelumnya polutan SO2 terkonsentrasi di wilayah timur laut wilayah Jabodetabek
sedangkan periode April-Juni terkonsentrasi di wilayah barat laut wilayah
Jabodetabek. Selain itu ada kesamaan pada daerah bagian selatan Jabodetabek,
yaitu kedua periode menunjukkan daerah selatan Jabodetabek memiliki tingkat
konsentrasi sebaran polutan SO2 yang paling rendah.

18

Gambar 7 Peta Pola Sebaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode Juli-September 2005-2013

Pada periode Juli-September 2005-2013 dapat dilihat konsentrasi polutan
SO2 tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, konsentrasi masih berpusat di
wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan sedikit daerah Jakarta Barat
dan Utara. Untuk nilai tertinggi konsentrasi polutan SO2 pada periode ini bernilai
0.006 µg/m3 dan terendahnya bernilai -8.6 x 10-5 µg/m3. Adapun nilai rata-rata
sebaran polutan SO2 pada periode ini adalah 0.002 µg/m3. Terlihat bahwa
konsentrasi polutan mulai bergeser kembali ke arah timur, hal ini ditunjukkan
dengan adanya konsentrasi yang cukup tinggi yang terjadi di daerah Kabupaten
Bekasi.

Gambar 8 Peta Pola Sebaran SO2 di Wilayah Jabodetabek Periode Oktober-Desember 2005-2013

19

Pada periode Oktober-Desember 2005-2013 dapat dilihat konsentrasi
polutan SO2 berpusat tepat di daerah Kota Jakarta. Selain itu, sebagian Kabupaten
Tangerang, Kota Tangerang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi juga memiliki
nilai konsentrasi yang tinggi, tetapi tidak setinggi di Kota Jakarta. Nilai tertinggi
konsentrasi SO2 pada periode ini adalah 0.006 µg/m3 sedangkan yang terendahnya
adalah -0.002 µg/m3. Untuk nilai rata-rata sebaran polutan SO2 pada periode ini
adalah senilai 0.003 µg/m3.
Pengaruh angin sangat berperan dalam pesebaran polutan yang ada di udara.
Umumnya di Indonesia terdapat 1 jenis angin yang memiliki pola tetap dan
berhembus di wilayah Indonesia. Jenis angin tersebut adalah angin muson yang
merupakan angin periode yang terjadi terutama di samudra Hindia dan sebelah
selatan Asia. Angin muson sendiri di Indonesia terdapat 2 macam yaitu angin
muson barat dan angin muson timur. Angin muson barat bergerak dari benua Asia
menuju benua Australia, dengan melewati samudra pasifik yang luas, sehingga di
Indonesia mengalami musim hujan dengan curah hujan cukup tinggi. Angin
muson barat ini biasa bergerak pada bulan Desember-April. Hal ini sesuai dengan
letak titik konsentrasi polutan yang ada di Jabodetabek, yaitu pada periode
Januari-Maret, polutan berkumpul di wilayah timur laut Jabodetabek.
Berkumpulnya polutan di wilayah ini disebabkan oleh banyak faktor salah
satunya adalah pergerakan angin muson barat yang berhembus dari barat ke timur.
Selain angin muson barat, terdapat juga angin muson timur yang bergerak
dari benua Australia menuju benua Asia. Angin muson timur tidak membawa air
yang cukup banyak karena hanya melewati lautan yang kecil sehingga tidak
terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi di Indonesia. Angin muson timur ini
biasanya terjadi pada bulan April-Oktober. Pergerakan angin muson timur ini
sesuai dengan letak titik konsentrasi polutan yang ada di Jabodetabek, yaitu
periode April-Juni, Juli-September, dan Oktober-Desember. Polutan pada ketiga
periode tersebut berkumpul di barat laut wilayah Jabodetabek. Berkumpulnya
polutan tersebut disebabkan oleh banyak faktor dan angin merupakan faktor yang
memiliki peran penting dalam pesebaran p