Analisis dan Pemetaan Partisipatif Sumberdaya Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) yang Didaratkan di PPI Pulau Pramuka

ANALISIS DAN PEMETAAN PARTISIPATIF
SUMBER DAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning)
YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA

TRI YULIANI DECRITIA SIREGAR

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis dan Pemetaan
Partisipatif Sumber Daya Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) yang Didaratkan di
PPI Pulau Pramuka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2014

Tri Yuliani Decritia Siregar
NIM C24100085

ABSTRAK
TRI YULIANI DECRITIA SIREGAR. Analisis dan Pemetaan Partisipatif
Sumber Daya Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) yang Didaratkan di PPI Pulau
Pramuka. Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan M MUKHLIS KAMAL
Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan ikan ekonomis penting dan
tangkapan dominan yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka. Ikan ekor kuning
ditangkap menggunakan alat tangkap seperti jaring payang, jaring insang, bubu,
pancing biasa, pancing tonda, dan jaring muroami. Jaring muroami merupakan
alat tangkap yang tidak selektif dan bersifat destruktif. Tujuan dari penelitian ini
menentukan pola produksi, musim penangkapan, mengidentifikasi daerah
penangkapan Caesio cuning, dan mengidentifikasi pola pengelolaan ikan ekor
kuning. Produksi tangkapan harian ikan ekor kuning di PPI Pulau Pramuka
berfluktuasi setiap hari. Daerah tangkapan dominan harian dan mingguan berada
pada site yang sama. Musim penangkapan ikan ekor kuning dilakukan pada
bulan Mei-Oktober. Ikan ekor kuning di Perairan Kepulauan Seribu mengalami

tangkap lebih secara biologi. Pengelolaan ikan ekor kuning dapat dilakukan
dengan membatasi jumlah hasil tangkapan dan jumlah trip penangkapan ikan ekor
kuning, melakukan penutupan disertai dengan mengintroduksi induk dan juwana,
serta adanya artificial reef.
Kata kunci: Caesio cuning, muroami, musim penangkapan, saran pengelolaan,
skala Beaufort.

ABSTRACT
TRI YULIANI DECRITIA SIREGAR. Analysis and Participatory Mapping
Resource Yellow Tail Fusilier Fish (Caesio cuning) landed on Fish Landing Base
Pramuka Island. Supervised by LUKY ADRIANTO and M MUKHLIS KAMAL.
Yellow tail fusilier fish (Caesio cuning) is an economically important fish
and dominant catches landed on PPI in Pramuka Island. Yellow tail fusilier fishes
were caught using gear gillnet, trap net, hand lines, troling line, and muroamis.
Muroami are not selective and destructive gear. This study was aimed to
determine the patterns of production, fishing season, and to identify fishing areas
of Caesio cuning, as well as identifying yellow tail fusilier fishes management.
Daily production of yellow tail fishes catch at PPI in Pramuka Island is
fluctuating. Daily and weekly dominant fishing ground is at the same site.
Yellow tail fusilier fishing season is in May-October. Yellow tail fusilier fishes in

the Seribu Islands waters was in a biological overfishing condition. The
management of yellow tail fusilier can be done with limiting the catch and the
number of yellow tail fishing trips, closing area can be implemented with the
combination of introducing brooder and juvenile, as well as the artificial reef.
Keywords: Caesio cuning, muroami, fishing season, Beaufort scale, management
advice.

ANALISIS DAN PEMETAAN PARTISIPATIF
SUMBER DAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning)
YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA

TRI YULIANI DECRITIA SIREGAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

: Analisis dan Pemetaan Partisipatif Sumberdaya Ikan Ekor
Kuning (Caesio cuning) yang Didaratkan di PPI Pulau Pramuka
Nama
: Tri Yuliani Decritia Siregar
NIM
: C24100085
Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Luky Adrianto, MSc
Pembimbing I


Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusunan Skripsi yang berjudul
“Analisis dan Pemetaan Partisipatif Sumber Daya Ikan Ekor Kuning (Caesio
cuning) yang Didaratkan di PPI Pulau Pramuka“ ini dapat diselesaikan. Skripsi
ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terimakasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan Skripsi ini, terutama

kepada:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.

9.

11.
12.

Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk studi
Bapak Untung dan Bapak Suwarna, serta seluruh pegawai Balai Taman
Nasional Kepulauan Seribu (TNKPS)

Bapak Wawan dan Bapak Arifin beserta seluruh pegawai Suku Dinas
Kelautan dan Perikanan Kepulauan Seribu.
Seluruh Bapak Nelayan beserta keluarga
Bapak Furqon dan Ibu Willy selaku pegawai Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika Divisi Maritim.
Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing akademik
Dr Ir Luky Adrianto, MSc sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr Ir
Mukhlis Kamal, MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
Ir Gatot Yulianto, MSi selaku penguji tamu dan Dr Ir Niken Tunjung Murti
Pratiwi, MSi selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber
Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.
Ir Friston Siregar, MP (Ayah), Irbawati Saragih, BA (Ibu), Hotchanna De
Grace Siregar (kakak), Fernando Marpaung (abang), Joy Martin Siregar
(abang), Keluarga besar Siregar dan Saragih, serta Herbeth Marpaung atas
atas kasih sayang, doa, dan dukungan baik moril ataupun materil.
Ayu, Susi, Sari, Lisa, serta seluruh anak Manajemen Sumber Daya Perairan
47.
Seluruh civitas Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).


Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi
tersebut.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Tri Yuliani Decritia Siregar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Lokasi dan Waktu
Pengumpulan Data
Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
2

3
5
9
9
20
25
25
26
26
28
32

DAFTAR TABEL
1
2
3

Rangkuman kebutuhan dan analisis data
Analisis Beaufort
Hasil pendekatan model Schaefer dan Fox


4
9
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Lokasi Penelitian di PPI Pulau Pramuka
Ikan ekor kuning (Caesio cuning)
Grafik sebaran frekuensi panjang ikan ekor kuning
Hasil tangkapan dari lima kapal yang mendaratkan ikan ekor kuning
Pemetaan partisipatif daerah penangkapan ikan ekor kuning trip
harian
Pemetaan partisipatif daerah penangkapan ikan ekor kuning trip
mingguan
Pengoperasian alat tangkap muroami
Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan ekor kuning setiap
bulan dari tahun 2005-2012
Hasil tangkapan per upaya tangkap (Catch per Unit Effort)
Hubungan antara Ln CPUE dengan effort
Hubungan antara CPUE dengan effort
Model Fox
Model Schaefer
Grafik analisis CPUE dan RPUE ikan ekor kuning
Nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP) ikan ekor kuning
Grafik tinggi gelombang dan kecepatan arus Kepulauan Seribu tahun
2007-2013

3
10
10
11
12
13
14
14
15
16
16
17
17
18
18
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Alat penangkapan ikan muroami
Kuisioner Inventarisasi Data Wawancara
Sebaran frekuensi panjang ikan ekor kuning
Standarisasi alat tangkap
Aktivitas penangkapan yang berbahaya bagi nelayan muroami
Kondisi terumbu karang di Pulau Tidung
Peta kerja wilayah SPTN III TNKPS
Hasil regresi model Fox
Hasil regresi model Schaefer

28
28
29
30
30
30
31
32
32

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKps) merupakan kawasan
pelestarian alam bahari di Indonesia yang secara geografis terletak pada 5°24’5°45’ LS dan 106°25’-106°40’ BT. Pulau Pramuka merupakan pusat administrasi
dan pemerintahan Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI) Pulau Pramuka memiliki luas 2.000 m2. Ikan yang menjadi target
nelayan di Pulau Pramuka ialah ikan ekor kuning.
Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan sumber daya ikan karang.
Ikan ekor kuning dapat hidup di kedalaman 0-40 m. Sifat dari ikan ekor kuning
seperti bergerombol (schooling), berenang dengan cepat (fast swimming),
memakan zooplankton, dan dapat ditemukan di tubir laut (Padate et al. 2010).
Ikan ekor kuning memiliki nama umum berupa Redbelly Yellow Tail Fusilier Fish
(Reader et al. 1996). Daerah penyebarannya meliputi perairan laut tropis di
perairan karang seluruh Indonesia, Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang Pantai
Laut Cina Selatan, bagian Selatan Ryukyu (Jepang), dan Perairan Tropis Australia
(Subani dan Barus 1989). Ikan ekor kuning biasanya ditangkap menggunakan
jaring payang, jaring pancing, bagan tancap, jaring tonda, bubu, serta muroami.
Hasil tangkapan ikan ekor kuning terbesar di PPI Pulau Pramuka berasal dari
nelayan muroami.
Metode penangkapan ikan menggunakan muroami digolongkan ke dalam
drive-in net (Subani dan Barus 1989). Menurut PERMENKP RI No. 02 Tahun
2011 pada Bab V Pasal 29 (11), muroami dilarang beroperasi di seluruh Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Muroami dilarang karena
selektifitasnya rendah, serta proses pengoperasiannya di karang dengan beberapa
penyelam menyebabkan alat tangkap tersebut juga tidak ramah lingkungan.
Proses penangkapan dilakukan dengan cara menggiring jaring sambil menginjak
terumbu karang, sehingga menyebabkan ekosistem terumbu karang rusak, serta
dapat mengancam kelangsungan hidup dari ikan-ikan karang lainnya. Perubahan
lingkungan atau aktivitas langsung merusak dapat menyebabkan perubahan di
ekosistem terumbu karang (Lapointe 1992 in Faizal et al. 2012). Pengoperasian
alat tangkap muroami juga membahayakan nelayan muroami tersebut,
dikarenakan akan menyebabkan penyakit dekompresi.
Produksi ikan ekor kuning di Kepulauan Seribu cenderung meningkat pada
beberapa tahun terakhir dan masih memegang peranan penting dalam memenuhi
permintaan para konsumen di pasar. Permintaan masyarakat terhadap ikan ekor
kuning menyebabkan peningkatan produksi penangkapan ikan ekor kuning
dengan muroami. Upaya penerapan aturan pemakaian muroami di Kepulauan
Seribu juga tidak diindahkan oleh nelayan dan instansi. Jika hal ini terus terjadi,
maka potensi sumber daya ikan ekor kuning akan mengalami penurunan dan
menyebabkan kematian nelayan muroami semakin meningkat. Oleh karena itu,
diperlukan pengelolaan sumber daya ikan ekor kuning dan penerapan aturan
pemakaian muroami yang tepat khususnya di Pulau Pramuka agar sumber daya
tersebut tetap lestari.

2

Perumusan Masalah
Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan kawasan pelestarian alam
bahari, dimana didalamnya terdapat PPI Pulau Pramuka. Ikan ekor kuning
merupakan ikan yang bernilai ekonomis tinggi di Kepulauan Seribu, khususnya di
Pulau Pramuka. Kondisi yang terjadi di Perairan Kepulauan Seribu berupa
tekanan penangkapan yang tinggi, penggunaan alat tangkap yang merusak
ekosistem terumbu karang dan berbahaya bagi nelayan, serta belum adanya
kegiatan budidaya. Kondisi terumbu karang yang rusak dapat menyebabkan
habitat dan sumber makanan ikan-ikan karang hilang. Hal ini dapat menyebabkan
penurunan potensi sumber daya ikan ekor kuning di perairan Kepulauan Seribu.
Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya pengelolaan agar pemanfaatan ikan ekor
kuning yang berkelanjutan dapat tercapai.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji dinamika hasil
tangkapan ikan ekor kuning, sedangkan tujuan khusus penelitian ini untuk:
1. Menentukan pola produksi ikan ekor kuning
2. Mengidentifikasi daerah tangkapan di sekitar Pulau Pramuka
3. Menentukan pola musim penangkapan ikan ekor kuning
4. Mengidentifikasi pola pengelolaan yang tepat bagi ikan ekor kuning
(Caesio cuning) yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka, Kepulauan
Seribu.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi mengenai pemetaan daerah
penangkapan, pola penangkapan ikan ekor kuning, pola musim penangkapan ikan
ekor kuning, hasil tangkapan ikan ekor kuning harian dan beberapa tahun terakhir,
serta pengelolaan sumber daya ikan ekor kuning di Kepulauan Seribu.

METODE
Lokasi dan Waktu
Pengambilan contoh ikan ekor kuning (Caesio cuning) dilakukan di PPI
Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. (Gambar 1). Pengumpulan data
primer (Tabel 1) yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka dilakukan mulai tanggal
24 Juli 2013 sampai dengan 30 Agustus 2013, sedangkan pengambilan data
sekunder (Tabel 1) diambil pada bulan September-November 2013.

3

Gambar 1 Lokasi Penelitian di PPI Pulau Pramuka
Pengumpulan Data
Data primer
Pengumpulan data untuk pemetaan partisipatif sederhana dilakukan
dengan menggunakan metode purposive sampling secara langsung. Wawancara
dilakukan pada responden utama (nelayan muroami) untuk mengetahui hasil
tangkapan dan daerah penangkapan per trip selama 23 hari (Lampiran 2). Data
panjang ikan ekor kuning diambil secara penarikan contoh acak sederhana
(PCAS) dari setiap nelayan muroami dan diukur menggunakan alat pengukuran.
Kondisi terumbu karang dan proses penangkapan diketahui dengan SCUBA (Self
Containing Underwater Breathing Aparatus) Diving, dan underwater camera.
Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari kantor Suku Dinas Kelautan dan Perikanan
TNKps berupa data hasil tangkapan berkala (time series) dan upaya penangkapan
(effort) ikan ekor kuning. Data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) berupa data kecepatan arus dan tinggi gelombang.
Rangkuman kebutuhan dan analisis data yang diperlukan tertuang dalam Tabel 1.
Data-data tersebut akan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel.

4

Tabel 1 Rangkuman kebutuhan dan analisis data
No
Tujuan
Analisis Data
1 Mengetahui pola produksi ikan Analisis time
ekor kuning yang didaratkan di series
PPI Pulau Pramuka

2

3

4
5

6

Mengetahui daerah tangkapan
ikan ekor kuning yang didaratkan
di PPI Pulau Pramuka
Mengetahui proses penangkapan
ikan ekor kor kuning dan kondisi
terumbu karang
Mengetahui
pola
musim
penangkapan ikan ekor kuning
Mengidentifikasi pengelolaan
yang tepat bagi ikan ekor kuning

Mengetahui kekuatan angin
berdasarkan pengaruh pada
obyek yang dikenainya

Pemetaan
partisipatif
Metode foto
bawah air

Data
1. Produksi ikan
ekor kuning (S)
2. Harga ikan
ekor kuning (S)
3. Biomassa dan
panjang ikan
per trip (P)
Wawancara (P)

Hasil dokumentasi

IMPi = RBBi x FK CPUE (S)
1. Model
Produksi
Surplus
Schaefer
2. Model
Produksi
Surplus Fox
3. CPUE = C/F
4. RPUE = CPUE
xP
Analisis Beaufort

1. Produksi ikan
ekor kuning (S)
2. Usaha
penangkapan
ikan ekor
kuning (S)
3. Harga ikan
ekor kuning (S)

1. Kecepatan arus
(S)
2. Tinggi
gelombang (S)

Keterangan:
P
= Primer
S
= Sekunder
CPUE = Catch per unit of effort (hasil tangkapan per satuan upaya)
C
= Catch (hasil tangkapan)
P
= Price (harga)
F
= Fishing effort (upaya penangkapan)
IMPi = Indeks musim penangkapan bulan ke-i
RBBi = Rasio rata-rata untuk bulan ke-i
FK
= Faktor koreksi
RPUE = Revenue per unit of effort

5

Analisis Data
Analisis Spasial Sederhana
Analisis spasial sederhana merupakan analisis yang digunakan untuk
mengetahui sebaran daerah penangkapan ikan ekor kuning yang didaratkan di PPI
Pulau Pramuka. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan daerah
sebaran penangkapan ikan ekor kuning adalah sebagai berikut.
1. Penentuan banyaknya jumlah responden
2. Pembuatan peta dasar lokasi penelitian
3. Pembuatan lokasi-lokasi penangkapan
4. Formulasi pola daerah penangkapan
Sebaran Frekuensi Panjang
Analisis sebaran frekuensi panjang ikan dilakukan menggunakan data
panjang total ikan yang ditangkap. Analisis data fekuensi panjang ikan:
1. Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan
2. Menentukan lebar selang kelas
3. Menentukan kelas frekuensi dan memasukan frekuensi masing-masing kelas
dengan memasukkan panjang serta masing-masing ikan contoh pada selang
kelas yang telah ditentukan.
Standarisasi Alat Tangkap
Standarisasi terhadap alat tangkap bertujuan untuk menyeragamkan satuansatuan upaya yang berbeda. Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap
standar mempunyai faktor daya tangkap atau fishing power index (FPI) = 1
(Tinungki 2005). Adapun nilai fishing power index (FPI) jenis alat tangkap
lainnya dapat dihitung dengan membagi nilai catch per unit effort (CPUE alat
tangkap lain) dengan CPUE alat tangkap standar. Nilai FPI ini kemudian
digunakan untuk mencari upaya penangkapan standar alat tersebut.
i

(1)

i

CPUEs =
FPIs =
FPIi =

s

(nilai CPUE terbesar)

s
s
s

1

i
i

Upaya standar i
= FPIi x fi
Upaya standar s
= FPIs x fs
Upaya standar total = ∑ ( Ii x fi) + (FPIs x fs)
Keterangan:
CPUEs = Hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap standar
CPUEi = Hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap i

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

6

Cs
Ci
Fs
Fi
FPIs
FPIi

= jumlah tangkapan jenis alat tangkap standar
= jumlah tangkapan jenis alat tangkap i
= jumlah upaya jenis alat tangkap standar
= jumlah upaya jenis alat tangkap i
= faktor daya tangkap jenis alat tangkap standar
= faktor daya tangkap jenis alat tangkap i

Analisis Model Produksi Surplus
Analisis model produksi surplus merupakan analisis produksi maksimum
lestari perikanan atau Maximum Sustainable Yield (MSY) dilakukan dengan
menggunakan metode surplus produksi dari Schaefer yaitu hubungan linier antara
hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dengan upaya penangkapan (Sparre dan
Venema 1999). Penentuan tingkat upaya penangkapan optimum (fMSY) dan hasil
tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan model
Schaefer (1957) dapat diketahui melalui persamaan berikut.
q2 k

qkff2
r
atau dapat disederhanakan menjadi:
Y = a f- f2
foptimum dan MSY diduga dengan rumus:
k

fms

qr

2q

qr

a

2q2 r

2

(8)

(9)

(10)

Keterangan:
k = daya dukung (ton/tahun)
q = koefisien ketertangkapan (ton/trip)
r = laju pertumbuhan intrinsik (%/tahun)
fmsy = upaya pada kondisi MSY
Y = hasil tangkapan (ton)
foptimum = a/2b disubstitusikan kedalam persamaan (8) dapat diperoleh estimasi
dari MSY sebagai berikut.
S

a

a
2

a 2

-

2

(11)

Model Fox merupakan model eksponensial yang menghasilkan garis
lengkung apabila i secara langsung diplot terhadap upaya ft, akan tetapi apabila
i

fi

fi

diplot dalam bentuk logaritma terhadap upaya, maka akan menghasilkan garis

lurus dengan persamaan sebagai berikut.
ln

i
fi

=

1 fi

0

CPUE =

i

fi

= exp (

(12)
0

1 fi)

(13)

7

log

e(a -

f

y=f

f

d (- f

(14)
(15)

MSY dan upaya optimumnya (fMSY) diduga dengan rumus:
fMSY =

-1

MSY =

(16)

-1 (d-1

e

(17)

Model Fox diduga melalui persamaan regresi linear
0
1 , dengan ln CPUE
sebagai absis (x), fi sebagai ordinat (y). a’ dan ’ adalah konstanta dalam regresi
log CPUE pada f dengan menggunakan Ms. Excel.
Analisis Hasil Tangkapan per Upaya Tangkap dan Pendapatan per Upaya
Tangkap
Hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE) mencerminkan perbandingan
antara hasil tangkapan dengan unit penangkapan. Data produksi per tahun dibagi
dengan upaya penangkapan per tahun untuk menghasilkan CPUE. Rumus
perhitungan CPUE berupa:
CPUEti =

ti
ti

(18)

Keterangan:
CPUEti = CPUE pada waktu t untuk jenis ke-i (ton/trip)
Yti
= hasil tangkapan pada waktu t jenis ke-i (ton)
Eti
= upaya penangkapan pada waktu t jenis ke-i (trip)
Analisis pendapatan per upaya tangkap (Revenue per unit of effort, RPUE)
dilakukan untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan upaya penangkapannya
berdasarkan keuntungan yang diperoleh (Mulyono 2000). Perkiraan keuntungan
ekonomi tidak dapat dihitung seca`ra langsung, tetapi dapat diperkirakan dengan
perhitungan RPUE. Rumus RPUE berupa:
RPUEj= CPUEj x P

(19)

Keterangan:
RPUEj = Revenue per unit of effort pada waktu ke- j
CPUEj = Catch per unit effort pada waktu ke- j
P
= Price
Pola Musim Penangkapan
Pola musim penangkapan ikan ekor kuning dapat dihitung menggunakan
analisis deret waktu terhadap data hasil tangkapan (Dajan in Taeran 2007).
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
1.
Menyusun deret CPUE dalam periode kurun waktu tertentu:

8

CPUEi = ni

2.

CPUEi adalah CPUE urutan ke-i, ni adalah CPUE urutan ke-i dan i
adalah 1,2,3,... dst.
Menyusun rata-rata bergerak CPUE selama 12 bulan (RG)
RGi=

3.

1
12

∑ij

1
2

∑ij

1
i

i

(23)

Rbi adalah rasio rata-rata bulan urutan ke-i, CPUEi adalah CPUE urutan
ke-i dan RGPi adalah rata-rata bergerak CPUE terpusat urutan ke-i.
Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matrik berurutan i x j yang disusun
untuk setiap bulan, yang dimulai dari bulan Juli-Juni.
1
n

( ∑nj i

ij

(24)

RBBi adalah rata-raya Rbij untuk bulan ke-i, Rbij adalah rasio rata-rata
bulanan dalam matriks ixj, i adalah 1,2,3,...,12 dan j adalah 1,2,3,...,n.
Menghitung jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBB)
JRBB = ∑12
i 1

7.

(21)

(22)

i

i

RBBi =

6.

i

RGPi adalah rata-rata bergerak CPUE terpusat ke-i, RGi adalah rata-rata
bergerak 12 bulan urutan ke-i dan i adalah 7,8,9,... n-5.
Rasio rata-rata tiap bulan (Rb)
Rbi =

5.

6
i-6

RGi adalah rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i, CPUEi adalah CPUE
urutan ke-i dan i adalah 7,8,9,.... n-5.
Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGPi)
RGPi =

4.

(20)

i

(25)

JRBB adalah jumlah rasio rata-rata bulanan, RBBi adalah rata-rata Rbij
untuk bulan ke-i dan i adalah 1,2,3,...12.
Indeks Musim Penangkapan (IMP)
Idealnya jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBB) sama dengan 1200.
Banyak faktor yang menyebabkan JRBB tidak selalu sama dengan 1200.
Oleh karena itu, nilai rata-rata bulanan harus dikoreksi dengan suatu nilai
koreksi yang disebut dengan nilai faktor koreksi (FK).
FK=

1200

(26)

9

IMP adalah indeks musim penangkapan bulan ke-i, RBBi adalah rasio
rata-rata untuk bulan ke-i, FK adalah nilai faktor koreksi dan i adalah 1,2,3,...,12.
IMPi = RBBi x FK

(27)

Kriteria Indeks Musim Penangkapan (IMP) berupa:
IMP < 50%
= Musim paceklik
50% < IMP < 100% = Bukan Musim Penangkapan
IMP > 100%
= Musim Penangkapan
Analisis Beaufort
Skala numerik Beaufort (Tabel 2) untuk memperkirakan kekuatan angin
berdasarkan pengaruh pada obyek yang dikenainya. Data-data yang dibutuhkan
untuk menentukan skala Beaufort bagi perairan Kepulauan Seribu ialah kecepatan
arus, dan tinggi gelombang.
Tabel 2 Analisis Beaufort
Skala Beaufort
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Sumber : Anton (2011)

Tingkatan
Tenang
Teduh
Sepoi lemah
Sepoi lembut
Sepoi sedang
Sepoi segar
Sepoi kuat
Angin ribut lemah
Angin ribut sedang
Angin ribut kuat
Badai
Badai amuk
Topan

Kecepatan Angin (m/s)
32,8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sumberdaya Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning)
Ikan ekor kuning merupakan ikan ekonomis penting bagi masyarakat
Kepulauan Seribu. Ikan ekor kuning yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka
merupakan ikan ekor kuning dengan spesies Caesio cuning yang berasal dari
famili Caesionidae. Ikan ekor kuning (Gambar 2) tersebut ditangkap dari
kedalaman 15-30 m dengan alat tangkap muroami.

10

Gambar 2 Ikan ekor kuning (Caesio cuning)
Sumber: (dokumentasi pribadi 2013)
Sebaran Frekuesi Panjang
Jumlah ikan ekor kuning yang diukur sebanyak 2.700 ekor dan setiap
harinya diambil 50 ekor per nelayan. Panjang setiap ikan ekor kuning yang
tertangkap berbeda-beda. Panjang minimum dan maksimum ikan ekor kuning
yang tertangkap adalah 90 mm dan 330 mm (Lampiran 3). Sebaran frekuensi
panjang ikan ekor kuning yang tertangkap disajikan pada Gambar 3.
600

Frekuensi

500
400
300
200
100
0

Selang Kelas Panjang (mm)

Gambar 3 Grafik sebaran frekuensi panjang ikan ekor kuning
Berdasarkan gambar diatas, diketahui bahwa frekuensi tertinggi panjang
ikan ekor kuning terdapat pada selang kelas 210-229 mm sebanyak 498 ekor.
Jumlah ikan ekor kuning dengan panjang dibawah selang kelas tersebut sebanyak
1.306 ekor. Frekuensi tertinggi panjang ikan ekor kuning pada penelitian
Harmiyati (2009) terdapat pada selang kelas 125-134 mm, sedangkan pada
Habinun (2011) terdapat pada selang kelas 132-153 mm.

11

Produksi Harian Nelayan Muroami
Penelitian menganalisis hasil tangkapan harian yang dilakukan selama 23
hari terhadap lima kapal yang mendaratkan ikan di PPI Pulau Pramuka. Grafik
produksi harian tiap nelayan disajikan pada Gambar 4.
1200

Produksi harian (kg)

1000
800

Nelayan 1
Nelayan 2

600

Nelayan 3
400

Nelayan 4
Nelayan 5

200
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Hari ke-

Gambar 4 Hasil tangkapan dari lima kapal yang mendaratkan ikan ekor kuning
Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa hasil tangkapan per
nelayan mengalami fluktuasi. Nelayan pertama mendapat hasil tangkapan
terbanyak pada hari ke-17, nelayan kedua pada hari ke-22, nelayan ketiga pada
hari ke- 7, nelayan keempat pada hari ke-21, dan nelayan kelima pada hari ke- 16.
Masing-masing hasil tangkapannya sebanyak 881 kg, 1.014 kg, 982 kg, 683 kg,
dan 397 kg.
Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan
Pemetaan partisipatif berguna untuk mengidentifikasi keterbatasan serta
kesempatan pemanfaatan sumber daya alam bagi pembangunan pesisir.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa alat tangkap
jaring muroami dominan digunakan oleh nelayan di Pulau Pramuka. Kapal
nelayan muroami rata-rata berukuran 5GT dan dioperasikan di perairan
Kepulauan Seribu. Alat tangkap tersebut dioperasikan oleh 15-18 orang yang
dibagi menjadi dua trip, trip mingguan dan trip harian.
Daerah tangkapan nelayan dengan trip harian (Gambar 5) hampir tidak
berubah. Berdasarkan hasil pemetaan partisipatif, dapat diketahui bahwa daerah
tangkapan dominan nelayan harian berada di sekitar perairan Pulau Kelapa, Pulau
Kelapa Dua, Pulau Opak Besar, Pulau Opak Kecil, pulau Kotok Kecil, Pulau
Kotok Besar, dan Pulau Gosong Pandan.
Daerah tangkapan nelayan mingguan (Gambar 6) berubah-ubah hingga
mencapai pulau Lancang. Berdasarkan hasil pemetaan partisipatif, dapat
diketahui daerah tangkapan dominan berada di Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua,
Pulau Opak Besar, Pulau Opak Kecil, pulau Kotok Kecil, Pulau Kotok Besar, dan
Pulau Gosong Pandan. Daerah tangkapan dominan harian dan mingguan
merupakan site yang sama.

Gambar 5 Pemetaan partisipatif daerah penangkapan ikan ekor kuning trip harian
12

12

13

12
Gambar 6 Pemetaan partisipatif daerah penangkapan ikan ekor kuning trip mingguan

13

14

Pengoperasian alat tangkap muroami
Kapal muroami beroperasi dari pukul 07.00-17.00 WIB. Ikan ekor kuning
ditangkap dengan menggunakan jaring insang, jaring payang, jaring tonda, bubu,
jaring muroami, jaring hanyut, dan bagan tancap. Proses penangkapan ikan ekor
kuning disajikan pada Gambar 7.

Persiapan

Penyelaman

Penggiringan

Pemasangan muroami

Pengangkutan

Pendaratan Ikan

Gambar 7 Pengoperasian alat tangkap muroami

70

1800

60

1600
1400

50

1200

40

1000

30

800
600

20

400

10

200

Upaya Tangkapan (trip)

Produksi (ton)

Produksi per Upaya Tangkap
Data hasil tangkapan per satuan upaya yang diperoleh dari instansi
perikanan atapun dari hasil penelitian penarikan contoh di lapang, dapat
digunakan untuk melihat kecenderungan kelimpahan relatif ikan di suatu wilayah
(Widodo dan Suadi 2006). Hubungan antara produksi ikan ekor kuning dengan
upaya penangkapan ikan ekor kuning setiap bulan dari tahun 2005-2012 dapat
dilihat pada Gambar 8.

Produksi
Upaya
tangkapan

0
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober

0

2005 2006 2007 2008

2009 2010 2011 2012

tahunN

Gambar 8 Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan ekor kuning setiap bulan
dari tahun 2005-2012

15

Hasil tangkapan serta upaya penangkapan ikan ekor kuning yang didaratkan
di PPI Pulau Pramuka mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan.
Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Juli tahun 2005 dengan upaya
penangkapan yang rendah. Hasil tangkapan mengalami penurunan dengan upaya
penangkapan yang tinggi terjadi pada tahun 2006-2011. Indikasi pemulihan hasil
tangkapan ikan ekor kuning terjadi pada tahun 2012.
Catch per unit effort (CPUE) merupakan salah satu indikator bagi status
pemanfaatan sumber daya ikan dan indeks kelimpahan stok, serta indikator
kesehatan perairan. Pola sebaran hasil tangkap per upaya tangkap ikan ekor
kuning dari tahun 2005 hingga 2012 disajikan pada Gambar 9.

CPUE (ton/trip)

0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober

0

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011 2012

Gambar 9 Hasil tangkapan per upaya tangkap (Catch per Unit Effort)
Gambar diatas menunjukkan bahwa nilai CPUE berfluktuasi dan cenderung
mengalami penurunan. CPUE tertinggi terdapat pada bulan Maret tahun 2006
yaitu sebesar 0,2437 dengan hasil tangkapan sebesar 24,41 ton dan upaya
penangkapan sebesar 104 trip. Penurunan nilai CPUE terjadi pada tahun 20072012, yang menunjukkan bahwa hasil tangkapan rendah dengan upaya
penangkapan yang tinggi.
Model Produksi Surplus
Hasil regresi dari pendekatan Schaefer dan pendekatan Fox, dapat diketahui
hasil tangkapan lestari atau disebut maximum sustainable yield (MSY) dan upaya
penangkapan optimal (fMSY). Hasil pendekatan model Schaefer dan Fox disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil pendekatan model Schaefer dan Fox
Parameter
a
b
R2
FMSY
MSY
TAC

Schaefer
0,256035
-0,000047
0,7701
2724,7778
348,8191
279,0553

Fox
-1,013721
-0,000483
0,8937
2068,4561
276,1204
220,8963

16

Hubungan effort dengan Ln CPUE (pendekatan model Fox) ditunjukkan
pada Gambar 10. Pendekatan model Schaefer (hubungan effort dengan CPUE)
ditunjukkan pada Gambar 11. Model Fox tepat digunakan karena nilai koefisien
determinasi (R2) model tersebut lebih besar dibanding model Schaefer.
Effort (trip)
0
0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

-0.5

Ln CPUE

-1
-1.5

Ln CPUE = -0,0005effort - 1,0137
R² = 89,37%

-2
-2.5
-3
-3.5
-4

Gambar 10 Hubungan antara Ln CPUE dengan effort

0.3
0.25

CPUE = -5E-05effort + 0,256
R² = 77,01%

CPUE

0.2
0.15
0.1
0.05
0
0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

Effort (trip)
Gambar 11 Hubungan antara CPUE dengan effort
Hasil tangkapan lestari yang didapat sebesar 276,1204 ton dan upaya
tangkapan lestari yang didapat sebesar 2.068,4561 trip, serta Total Allowable
Catch dari ikan ekor kuning sebesar 220,8963 ton. Hasil tangkapan ikan ekor
kuning pada tahun 2012 sudah melebihi MSY yaitu sebesar 286,6380 ton. Grafik
model Fox (Gambar 12) dan grafik Schaefer (Gambar 13) menunjukkan upaya
penangkapan aktual melebihi fMSY, yaitu sebesar 4.294 trip.

17

300
250

Yield

200
150
100
50
0
0

5000

10000

15000

20000

Effort (trip)
Yield

MSY

Aktual

Yield (Ton)

Gambar 12 Model Fox

400
350
300
250
200
150
100
50
0
0

1000

2000

Yield

3000
4000
Upaya (Trip)
MSY

5000

6000

Aktual

Gambar 13 Model Schaefer
Analisis Catch per unit Effort (CPUE) dan Revenue per unit of Effort
(RPUE)
Keuntungan ekonomi dapat diprediksi dengan mengestimasi perhitungan
pendapatan per trip (RPUE). Nilai RPUE didapat dari CPUE dan harga ikan ekor
kuning, yang dapat dilihat pada Gambar 14. Nilai CPUE dan RPUE berbanding
lurus. Keseimbangan CPUE dan RPUE terjadi pada tahun 2009, selanjutnya nilai
RPUE dan CPUE berbanding terbalik.

18

00.140

600000

00.120

500000
400000

00.080
300000
00.060

RPUE

CPUE

00.100

200000

00.040

CPUE
RPUE

100000

00.020
00.000
2005

2006

2007

2008 2009
Tahun

2010

2011

0
2012

Gambar 14 Grafik analisis CPUE dan RPUE ikan ekor kuning
Pola Musim Penangkapan Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning)
Kegiatan perikanan tangkap di Laut Utara Jawa sangat dipengaruhi oleh
pola musim. Indeks musim penangkapan ikan ekor kuning disajikan pada
Gambar 15. Musim penangkapan ikan ekor kuning terjadi pada bulan MeiOktober.

IMP (%)

180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

162,35

162,78

121,88
94,64

106,10

115,30

107,85

96,18
68,45
62,42

52,84

49,17

Bulan

Gambar 15 Nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP) ikan ekor kuning
Analisis Beaufort
Skala Beaufort dapat ditentukan dengan melihat nilai tinggi gelombang dan
kecepatan arus dari suatu perairan. Tinggi gelombang dan kecepatan arus
perairan disajikan pada Gambar 16. Kondisi tinggi gelombang di Perairan
Kepulauan Seribu pada musim timur lebih rendah dibandingkan musim barat.
Keadaan perairan pada saat penelitian ini berlangsung cukup berombak karena
keadaan angin yang berfluktuasi. Menurut skala Beaufort, keadaan Perairan
Kepulauan Seribu pada musim barat tahun 2013 tergolong pada skala 5,
sedangkan pada musim timur tergolong pada skala 4. Tinggi gelombang tertinggi
terjadi pada bulan Februari tahun 2008 dan terendah terjadi pada bulan April
tahun 2007.

juni
agustus
oktober
desember
februari
april
juni
agustus
oktober
desember
februari
april
juni
agustus
oktober
desember
februari
april
juni
agustus
oktober
desember
februari
april
juni
agustus
oktober
desember
februari
april
juni
agustus
oktober
desember
februari
april
juni
agustus
oktober
desember
februari
april

Tinggi gelombang (m)
2
MT

20077

MT

2008

MT

2009

MT

2010

MT
2000

1.8
1800

1.6
1600

1.4
1400

1.2
1200

1
1000

0.8
800

0.6
600

0.4
400

0.2
200

0

2011

Sumber : (BMKG 2013)
2012

Kecepatan arus (m/s)

17

MT

0
tinggi gelombang
musim timur
kecepatan arus

2013

tahun

Gambar 16 Grafik tinggi gelombang dan kecepatan arus Kepulauan Seribu tahun 2007-2013
19

20

Pembahasan
Sumberdaya Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning)
Caesio cuning merupakan ikan target yang sering diburu nelayan di Pulau
Pramuka. Ikan-ikan target hidup secara soliter sehingga mudah dihitung satu
demi satu dan ekor kuning merupakan ikan target dalam jumlah besar
(Marasabessy 2010). Ikan ekor kuning yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka
termasuk kedalam spesies Caesio cuning, dikarenakan mempunyai ciri-ciri tubuh
badan bagian atas berwarna putih kekuningan, sedangkan bagian sisi dan perut
berwarna putih dan merah muda. Ikan ekor kuning dapat ditemukan di kedalaman
15-30 m. Ikan ekor kuning biasanya terdapat di kedalaman tersebut, dikarenakan
banyaknya terumbu karang dan memangsa plankton sebagai makanannya.
Kedalaman tersebut adalah kedalaman toleransi nelayan muroami, dikarenakan masih
menggunakan alat penyelaman sederhana.
Makanan ikan ekor kuning untuk jenis fitoplankton berupa Nitszchia dan
zooplankton berupa Paracymula larva, sehingga dapat dikatakan ikan caesio
cuning bersifat plankton feeder. Life form terumbu karang yang disukai oleh
Caesio cuning ialah Coral Encrusting (CE). CE sesuai dengan sifatnya yang
bergerombol dan banyaknya biota plankton yang tidak tersingkap di ronggarongga karang, sehingga mudah dalam pencarian makanan (Zamani et al. 2011).
Bentuk life form ini berupa permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang
kecil, sehingga mempengaruhi bentuk tubuh ikan ekor kuning yang pipih (adaptasi
morfologi).
Sebaran Frekuesi Panjang
Frekuensi tertinggi ikan ekor kuning yang tertangkap berada pada selang
kelas 210-229 mm, sedangkan Harmiyati (2009) terdapat pada selang kelas 125134 mm dan pada Habinun (2011) terdapat pada selang kelas 132-153 mm.
Perbedaan ukuran panjang ikan yang tertangkap tersebut diduga disebabkan
karena ada faktor dalam antara lain keturunan, jenis kelamin dan umur. Faktor
luar yaitu disebabkan oleh jumlah individu dalam ekosistem terumbu karang yang
tidak sebanding dengan jumlah makanan sehingga terjadi kompetisi dalam
mendapatkan makanan (Funjaya in Nggajo 2009). Panjang ikan ekor kuning yang
tertangkap berukuran 90-330 mm menunjukkan muroami merupakan alat tangkap
yang tidak selektif (Gambar 3). Hasil perhitungan standarisasi alat tangkap
(Lampiran 4) menunjukkan jaring payang merupakan alat tangkap standar di
Perairan Kepulauan Seribu.
Ketidakselektifan muroami dapat menyebabkan growth overfishing
dikarenakan ikan ekor kuning yang tertangkap lebih banyak yang tidak matang
gonad. Menurut Habinun (2011), lenght maturity (ukuran ikan pertama kali
matang gonad) ikan ekor kuning jantan sebesar 195,55-195,60 mm, sedangkan
ukuran ikan ekor kuning betina yaitu sebesar 218,00-219,07 mm. Berdasarkan hal
tersebut, diketahui bahwa ikan ekor kuning yang didaratkan di PPI terbagi atas
dua yaitu, sudah matang gonad dan belum matang gonad. Ukuran ikan pertama
kali matang gonad dipengaruhi oleh kelimpahan dan ketersediaan makanan, suhu,
periode, cahaya dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan yang
berbeda-beda (Nikolsky 1963).

21

Produksi Harian Nelayan Muroami
Nelayan di Kepulauan Seribu yang memiliki modal besar cenderung
menggunakan muroami untuk menangkap ikan karang, tetapi nelayan dengan
skala usaha kecil cenderung menggunakan bubu (Iskandar 2011). Proses
pengoperasian muroami dimulai dengan persiapan dan penyelaman untuk
memperkirakan adanya kelimpahan ikan dan keadaan arus air. Kekuatan arus
skala sedang adalah yang paling baik untuk pemasangan atau penanaman jaring.
Penggiringan segera dilakukan setelah pemasangan kantong, lama waktu
penggiringan bervariasi antara 10-40 menit, pada selang kedalaman 5-35 m.
Nelayan di atas kapal mengangkat jaring kantong ke permukaan secepat mungkin,
setelah ikan digiring kedalam jaring kantong.
Proses penangkapan ikan ekor kuning membutuhkan banyak anak buah
kapal. Trip harian dan mingguan membutuhkan anak buah kapal minimal 17
orang. Alat-alat yang digunakan nelayan untuk menyelam hingga kedalaman 20
m ialah selang yang diisi oksigen dari kompressor, pemberat, masker, dan sepatu
karet. Terlilit selang di bawah laut sangat membahayakan kesehatan dan nyawa
nelayan-nelayan tersebut (Lampiran 5). Nelayan muroami di Pulau Pramuka
bersifat one day fishing dengan hasil tangkapan berkisar 100-200 kg, sedangkan
hasil tangkapan mingguan dapat mencapai 1 ton per minggu.
Nelayan Pulau Pramuka lebih memilih one day fishing, dikarenakan masih
sederhananya perahu yang dimiliki dan belum memiliki tempat pengawetan yang
berguna untuk menjaga mutu hasil tangkapan. Harga bahan bakar mesin (BBM)
berupa solar mempengaruhi produksi harian, dikarenakan harganya mahal dan
belum adanya Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN) di Pulau tersebut.
Produksi tangkapan harian juga sangat dipengaruhi oleh musim dan cuaca di
perairan tersebut. Cuaca di perairan Kepulauan Seribu selama pengambilan data
produksi harian kurang baik. Angin kencang menyebabkan waktu operasi
penangkapan menjadi lebih pendek. Cuaca di perairan tersebut membaik pada
tanggal 29 Agustus 2013. Waktu operasi penangkapan menjadi lebih lama,
sehingga menghasilkan tangkapan yang melimpah.
Hasil tangkapan tidak hanya dipengaruhi oleh kelimpahan ikan, tetapi
bergantung juga pada efisiensi unit alat tangkap, lamanya operasi penangkapan,
dan ketersediaan ikan yang akan ditangkap (Laevastu dan Favorite 1988 in Taeran
2007). Nelayan di Pulau Pramuka masih tidak sejahtera, dibuktikan dengan
sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kesejahteraan nelayan sangat
dipengaruhi oleh lama waktu penangkapan, hasil tangkapan, dan harga solar
(Sugiharto et al. 2013). Resiko usaha yang tinggi menyebabkan masyarakat
nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian
dalam menjalankan usahanya (Wasak 2012).
Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan
Pemetaan partisipatif tersebut dibantu oleh nelayan muroami. Pemetaan
partisipatif sederhana (Gambar 5 dan Gambar 6) menunjukkan kondisi terumbu
karang di site dominan tersebut masih baik, khususnya Pulau Kotok yang akan
dijadikan museum rangka mamalia paus. Kondisi di Utara Pulau Pramuka, Barat
Pulau Panggang, dan Selatan Pulau Panggang hanya dijumpai ikan-ikan kecil. Timur
Pulau Pramuka, Timur Pulau Karang Beras, dan Timur Pulau Karang Kecil

22

ditemui hanya ikan-ikan besar. Semakin beragam jenis terumbu karang, semakin
akan meningkatkan jenis ikan karang (Supriharyono 2000 in Ahmad 2013).
Pulau Tidung merupakan salah satu pulau yang jarang dijadikan fishing
ground, dikarenakan kondisi terumbu karang sudah sangat rusak (Lampiran 6).
Kondisi karang di suatu lokasi dapat dinilai berdasarkan persentase tutupan
karang keras. Tutupan karang keras di lokasi penelitian pada tahun 2011 berupa
18,13%-54,35%. Kategori kondisi terumbu karang buruk terdapat di timur
(18,13%) dan utara Pramuka (23,84%). Pulau Pramuka termasuk ke dalam zona
pemukiman (mengacu pembagian zona oleh TNKPs, Lampiran 7), sehingga
sangat dipengaruhi oleh aktifitas manusia (Zamani et al. 2011). Faktor-faktor
yang mempengaruhi kondisi terumbu karang seperti suhu, kedalaman, cahaya
matahari, kejernihan air, gelombang, dan substrat (Nybakken 1992).
Produksi per Upaya Tangkap
Hasil tangkapan yang tinggi pada bulan Juli dikarenakan bulan tersebut
termasuk dalam musim penangkapan ikan ekor kuning. Kelebihan tangkap secara
biologi (biological overfishing) terhadap ikan ekor kuning terjadi karena upaya
penangkapan yang terus meningkat dan hasil tangkapan yang menurun dari tahun
2005 hingga 2012. Laju produksi sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, interaksi dengan populasi lain, dan pemangsaan (Widodo dan
Suadi 2006).
Manfaat mengetahui produksi per upaya alat tangkap adalah mengetahui
kelimpahan ikan ekor kuning dan melihat trend (kecenderungan) ikan ekor kuning
setiap tahunnya. Hasil tangkapan pada tahun 2006 sangat tinggi, dikarenakan
kondisi terumbu karang pada tahun tersebut masih sangat baik. Tahun 2007
hingga 2012 menunjukan penurunan nilai CPUE. Penurunan CPUE diduga
karena kondisi terumbu karang yang rusak dan kesehatan daripada nelayannelayan tersebut. Menurut Prihartini (2007), penurunan CPUE dapat disebabkan
oleh perubahan kondisi lingkungan yaitu cuaca, angin, salinitas,temperatur,
populasi, serta komunitas.
Pemulihan yang terjadi pada tahun 2012 diduga karena pada tahun-tahun
sebelumnya telah diadakan rehabilitasi terumbu karang. Rehabilitasi terumbu
karang tersebut telah dilakukan oleh berbagai pihak, seperti DKP, TNKps,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kondisi upaya alat tangkap lebih di suatu
perairan dapat diindikasikan dengan melihat waktu melaut menjadi lebih panjang,
lokasi penangkapan semakin jauh, ukuran mata jaring menjadi lebih kecil, ukuran
ikan semakin kecil (Widodo dan Suadi 2006).
Model Produksi Surplus
Perbedaan koefisien determinasi (R2) dari model Fox maupun Schaefer
tidak terlalu jauh. Fhitung lebih besar daripada Ftabel (Lampiran 7) pada model
Fox, sehingga menunjukkan effort mampu menjelaskan Ln CPUE sebesar
89,57%. Upaya penangkapan mampu menjelaskan CPUE sebesar 75,16% pada
model Schaefer (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan model Fox yang paling tepat
digunakan.
Model Fox sangat tepat digunakan karena asumsi dari model Fox yang
mengatakan bahwa setiap sumber daya tidak akan pernah punah (habis). Hasil
tangkapan lestari yang didapat sebesar 276,1204 ton dan upaya tangkapan lestari

23

yang didapat sebesar 2.068,4561 trip, serta Total Allowable Catch dari ikan ekor
kuning sebesar 220,8963 ton. Hasil tangkapan ikan ekor kuning pada tahun 2012
sudah melebihi MSY yaitu sebesar 286,6380 ton dan upaya penangkapan di
tahun tersebut juga sudah melebihi fMSY yaitu sebesar 4.294 trip. Model Schaefer
juga menunjukkan nilai faktual melebihi fMSY.
Jika hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang dilakukan telah melebihi
dari hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang lestari menurut model Fox dan
model Schaefer, maka telah terjadi overfishing secara biologi (biological
overfishing) pada sumber daya ikan ekor kuning. Biological overfishing
merupakan kondisi dimana tingkat penangkapan aktual telah melebihi upaya
penangkapan lestari (Widodo dan Suadi 2006). Tangkap lebih (Overfishing)
secara biologi terdiri dari growth overfishing yaitu kondisi tangkap lebih pada
ukuran pertumbuhan, dan recruitment overfishing yaitu tangkap lebih pada ikan
dewasa atau matang gonad (Dayton et al. 2002 in Prasetya 2010).
Analisis Hasil Tangkapan per Upaya Tangkap dan Pendapatan per Upaya
Tangkap
Nilai CPUE dan RPUE yang terjadi pada ikan ekor kuning berbanding
lurus. Hal ini dikarenakan permintaan pasar yang tinggi terhadap ikan tersebut.
Nilai RPUE yang mengikuti CPUE menandakan bahwa harga ikan ekor kuning
cenderung stabil, artinya pergerakan harga mengikuti hasil tangkapan dan upaya
penangkapan ikan ekor kuning. Nilai CPUE yang rendah mengakibatkan nilai
RPUE yang rendah pula karena harga ikan ekor kuning tidak mengalami fluktuasi
yang terlalu nyata atau kisaran harga tidak terlalu besar setiap tahunnya.
Kestabilan yang terjadi tergolong buruk karena RPUE mengalami penurunan dari
sisi ekonomi. Hal ini dapat menyebabkan kerugian pada nelayan.
Harga ikan ekor kuning pada tahun 2009-2012 di PPI Pulau Pramuka
menunjukkan sinyal kelangkaan. Harga mengikuti hukum ekonomi, dimana pada
saat produksi menurun maka harga akan meningkat. Penetapan harga dari ikan
ekor kuning yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka harus lebih diperbaiki, karena
dengan kisaran harga yang cenderung stabil dan permintaan yang tinggi, akan
menyebabkan tidak seimbangnya biaya operasional dan keuntungan yang
didapatkan oleh nelayan.
Pola Musim Penangkapan Caesio cuning dan Analisis Beaufort
Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2008), di
Pulau Pramuka terjadi empat musim penangkapan setiap tahunnya yaitu Musim
Barat (Desember-Maret), Musim Peralihan I (April-Mei), Musim Timur (JuniSeptember), dan Musim Peralihan II (Oktober-November). Nilai IMP lebih dari
100% menunjukkan bulan tersebut musim perikanan ikan ekor kuning, sedangkan
nilai IMP 50%-100% menunjukkan bulan tersebut bukan musim penangkapan
ikan ekor kuning, dan nilai IMP kurang dari 50% merupakan musim paceklik dari
penangkapan ikan ekor kuning (Dajan 1986 in Taeran 2007).
Musim
penangkapan terjadi pada bulan Mei-Oktober. Bulan Januari-Maret dan bulan
November merupakan bukan musim penangkapan ikan ekor kuning, sedangkan
bulan Desember adalah musim paceklik bagi penangkapan ikan ekor kuning.
Nilai IMP dapat digunakan untuk membantu nelayan dalam mengetahui waktu

24

penangkapan yang tepat sehingga penangkapan bisa dilakukan secara efektif dan
efisien (Harjanti et al. 2012).
Analisis Beaufort mempengaruhi pola musim penangkapan ikan ekor
kuning. Musim penangkapan ikan ekor kuning sangat dipengaruhi oleh tinggi
gelombang laut. Nilai skala Beaufort bergantung pada nilai tinggi gelombang
dalam satuan feet. Besar tinggi gelombang Perairan Kepulauan Seribu pada
musim barat sebesar 4,7879 ft, sehingga tergolong pada skala 5 (fresh breeze)
terhadap tabel analisis Beaufort. Nilai skala Beaufort pada musim timur sebesar 4
(moderate breeze), dikarenakan nilai tinggi gelombang sebesar 3,7233 ft.
Moderate breeze berarti perairan tersebut memiliki gelombang kecil 1-4 ft
menjadi lebih lama dan banyak ombak. Fresh breeze berarti gelombang sedang 48 ft, bentuk yang lebih panjang, banyak ombak, serta beberapa semprotan (Cobb
2008). Moderate breeze berada pada musim timur, dimana hasil tangkapan sangat
melimpah. Musim timur merupakan musim yang paling baik untuk operasi
penangkapan. Musim barat berada pada skala 5 dan membuat nelayan jarang
melaut, sehingga hasil tangkapan pada musim barat sangat minim. Nelayan lebih
sering memilih melaut pada musim peralihan yang terjadi pada bulan April-Mei
dan Oktober-November. Hal ini dikarenakan pada musim tersebut kondisi
perairan tenang, sehingga pengoperasian alat tangkap berlangsung cukup baik.
Musim peralihan dimanfaatkan dengan baik oleh nelayan sebagai persiapan pada
musim barat.
Tinggi gelombang rendah dikarenakan adanya proses peredaman gelombang
oleh gugusan pulau yang berserakan di Kepulauan Seribu. Gelombang di daerah
tubir akan lebih besar dibandingkan di kawasan pantai dikarenakan peredaman
gelombang oleh rataan karang dangkal (Sachoemar 2008). Perubahan tinggi
gelombang sangat bergantung pada waktu, dimana secara umum didapatkan saat
siang tinggi gelombang menjadi meningkat dan waktu malam berubah menjadi
berkurang atau menurun (Hadikusumah 2009).
Alternatif Pengelolaan Caesio cuning yang Didaratkan di PPI Pulau
Pramuka
Hasil tangkapan ikan ekor kuning dan upaya penangkapan ikan ini telah
melebihi hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang lestari. Jika operasi
penangkapan terus berlangsung tanpa adanya pengelolaan dan regulasi, maka
perikanan akan mengalami kepunahan. Pengelolaan sumber daya perikanan
didefinisikan sebagai proses yang terpadu untuk mengatur aktivitas perikanan agar
dapat menjamin keberlanjutan produktivitas sumber daya dan pencapaian tujuan
perikanan lainnya (Cochrane 2002). Pengelolaan yang dilakukan untuk ikan
karang meliputi strategi input dan output (Hoggart et al. 2006).
Strategi input dilakukan melalui pengurangan trip penangkapan.
Pengurangan trip dapat dilakukan pada musim barat dan musim timur, sehingga
memberikan kesempatan pada ikan ekor kuning untuk bertumbuh dan
berkembang biak, serta mengurangi laju mortalitas tangkapan Kondisi tersebut
harus diatasi dengan cara mengurangi jumlah hasil tangkapan dan mengurangi trip
penangkapan terhadap ikan ekor kuning. Penangkapan ikan ekor kuning yang
biasanya dilakukan setiap hari menjadi tiga hari sekali. Strategi pengelolaan
output dilakukan dengan mengikuti nilai TAC sebesar 220 ton dan pengaturan

25

ukuran mata jaring muroami. Pengaturan ukuran mata jaring berguna untuk
meningkatkan selektifitas muroami.
Berdasarkan pemetaan partisipatif, dapat diketahui kondisi daerah
penangkapan.