Efektivitas Asam Dan Enzim Papain Dalam Menghasilkan Kolagen Dari Kulit Ikan Ekor Kuning (Caesio Cuning)

EFEKTIVITAS ASAM DAN ENZIM PAPAIN DALAM
MENGHASILKAN KOLAGEN DARI KULIT
IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning)

IKA ASTIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Efektivitas Asam dan Enzim
Papain dalam Menghasilkan Kolagen dari Kulit Ikan Ekor Kuning (Caesio
cuning)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tingi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Ika Astiana
C351130071

RINGKASAN
IKA ASTIANA. Efektivitas Asam dan Enzim Papain dalam Menghasilkan
Kolagen dari Kulit Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning). Dibimbing oleh
NURJANAH dan TATI NURHAYATI.
Kulit ikan ekor kuning merupakan salah satu komoditi yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku penghasil kolagen. Kolagen dapat diekstraksi
secara kimiawi maupun kombinasi antara proses kimiawi dan enzimatis. Ekstraksi
kolagen secara kimiawi dapat dilakukan dengan proses asam yang menghasilkan
kolagen larut asam (ASC) atau ekstraksi enzimatis dengan penambahan enzim
tertentu dalam proses ekstraksi. Enzim yang umum digunakan dalam ekstraksi
kolagen adalah enzim pepsin. Enzim pepsin komersil memiliki kelemahan yaitu
berasal dari babi sehingga tidak dapat digunakan oleh umat muslim berkaitan
dengan kehalalannya, sedangkan enzim pepsin yang berasal dari sapi sulit dicari
dan mahal. Enzim papain merupakan salah satu jenis enzim proteolitik yang dapat
digunakan untuk mengekstrak kolagen selain pepsin. Enzim papain komersil

harganya murah dan mudah didapatkan di pasaran serta berlabel halal karena
sumber bahan bakunya yang berasal dari buah pepaya. Kolagen yang diekstrak
menggunakan papain disebut kolagen larut papain (PaSC). Penelitian ini bertujuan
untuk menentukan konsentrasi dan waktu optimum ekstraksi dan karakter kolagen
larut asam dan papain dari kulit ikan ekor kuning.
Metode ekstraksi kolagen kulit ikan ekor kuning dibagi menjadi tiga tahap
yaitu preparasi bahan baku, deproteinasi menggunakan NaOH, dan ekstraksi
menggunakan asam asetat (ASC) dan campuran asam dengan enzim papain
(PaSC). Preparasi bahan baku dilakukan dengan membersihkan kulit dari daging
dan sisik kemudian dipotong-potong dengan ukuran 0.5x0.5 cm2. Proses
deproteinasi dengan NaOH dilakukan pada konsentrasi 0.05; 0.1; dan 0.15 M
sampai 10 jam dan setiap 2 jam larutan diganti untuk diuji kelarutan proteinnya
dengan uji biuret. Tahap ketiga yaitu ekstraksi menggunakan asam asetat pada
konsentrasi 0.3; 0.5; dan 0.7 M selama 1, 2, dan 3 hari untuk pembuatan kolagen
ASC dan penambahan enzim papain pada konsentrasi 0-25.000 U/mg/g kulit
untuk pembuatan kolagen larut papain (PaSC). Hasil kolagen ASC dan PaSC kulit
ikan ekor kuning kemudian diuji karakter fisikokimianya yaitu rendemen, asam
amino, berat molekul, stabilitas suhu, dan struktur permukaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan NaOH dengan
konsentrasi 0.05 M dengan waktu perendaman 8 jam mampu melarutkan protein

non kolagen dalam jumlah yang optimal. Kombinasi perlakuan asam asetat
dengan konsentrasi 0.3 M selama 3 hari dan penggunaan enzim papain dengan
konsentrasi 5,000 U/mg/g kulit mampu menghasilkan kelarutan kolagen yang
tertinggi. Rendemen kolagen ASC yang dihasilkan adalah 18.4±1.49% (bk)
sedangkan rendemen kolagen PaSC adalah 33.28±2.74% (bk). Penggunaan enzim
papain mampu meningkatkan rendemen kolagen. Penggunaan konsentrasi enzim
yang tepat akan memutus ikatan silang (cross-linked) pada bagian telopeptida
kolagen sehingga meningkatkan jumlah kolagen yang terlarut. Komposisi asam
amino yang dominan pada kolagen ASC adalah glisina (25.09±0.003%), alanina
(13.71±0.075%), dan prolina (12.15±0.132%) dan pada PaSC adalah glisina
(26.17±0.029%), alanina (13.56±0.025%), dan prolina (12.34±0.048%). Glisina,

prolina, dan alanina merupakan tiga asam amino utama penyusun kolagen.
Kolagen PaSC memiliki kandungan asam amino yang lebih tinggi dibandingkan
ASC. Kolagen ASC dan PaSC dari kulit ikan ekor kuning memiliki struktur
protein α1, αβ, dan . Bobot molekul ASC adalah 133 (α1), 117 (αβ), 194-212
( ), dan 251 ( ) KDa. Bobot molekul PaSC adalah 122 (α1), 112 (αβ), 186-203
( ), dan 251 ( ) KDa. Kolagen PaSC memiliki stabilitas suhu yang lebih tinggi
(77.05oC) dibandingkan kolagen ASC (67.69oC) karena mengandung asam amino
prolin yang lebih tinggi sehingga kestabilannya terhadap suhu semakin tinggi.

Struktur permukaan kolagen ASC berdasarkan analisis SEM memiliki serat-serat
putih pada permukaannya sedangkan pada kolagen PaSC tidak ada. Hal ini
disebabkan karena enzim papain mampu memecah protein dan serat-serat
tersebut.
Penggunaan enzim papain mampu meningkatkan hasil rendemen, asam
amino, dan kestabilan suhu kolagen dibandingkan dengan kolagen ASC, serta
tidak merusak struktur α1, αβ, dan yang menjadi ciri khas kolagen, dan dapat
memecah serat-serat kolagen menjadi lebih kecil.
Kata kunci: alkali, asam asetat, ekstraksi, NaOH

SUMMARY
IKA ASTIANA. Effectiveness of Acid and Papain Enzyme to Produce Collagen
from Fusilier Fish Skin (Caesio cuning). Supervised by NURJANAH and TATI
NURHAYATI.
Fusilier fish skin is one of the commodities that can be used as feed stock
for collagen production. Collagen can be extracted by chemical or the
combination of chemical and enzymatic processes. Extraction of collagen
chemically is acid process producing acid soluble collagen (ASC) and enzymatic
extraction with the addition of enzymes in the extraction process. Pepsin is a
common enzyme to be used in the extraction of collagen. Commercial pepsin

have some disadvantageous that are derived from porcine that can not be used by
Muslims with regard to halal, whereas pepsin that derived from cow's difficult to
find and expensive. The papain enzyme is one types of proteolytic enzymes that
can be used to extract collagen to subtitute pepsin. Commercial papain is cheap
and easily available in the market and labeled as halal because the source of the
raw materials derived from the papaya fruit. Collagen is extracted using papain
known as papain soluble collagen (PaSC). This study aimed to determine the
optimum concentration, extraction time and the character of the acid soluble
collagen and papain soluble collagen from fusilier fish skin.
The steps of extracting fusilier fish skin collagen were divided into three
stages as follows preparation of raw materials, deproteinization using NaOH, and
extraction using acetic acid (ASC) and the acid mixture with the enzyme papain
(PaSC). Preparation of raw materials was carried out by cleaning the skin from the
meat and scales then cut to the size to 0.5x0.5 cm2. NaOH deproteinization
process performed at the concentration of 0.05; 0.1; and 0.15 M to 10 hours and
every 2 hours the solution was replaced for testing the solubility of the protein by
the biuret test. The third stage was extraction using acetic acid at a concentration
of 0.3; 0.5; and 0.7 M for 1, 2, and 3 days to produce collagen ASC and the
addition of papain at concentrations of 0 - 25,000 U/mg/g of skin to make
collagen soluble papain (PaSC). ASC and PaSC fusilier fish collagens were

analyzed the physicochemical character including yield, amino acids, molecular
weight, temperature stability, and surface structure.
The results of this study was using concentration of 0.05 M NaOH and 8
hours soaking time could dissolve non-collagen protein optimally. Treatment
combination of acetic acid at a concentration of 0.3 M for 3 days with the addition
papain at a concentration of 5,000 U/mg/g skin produced the highest solubility.
The yield of the PaSC (33.28±2.74% (db)) was higher than ASC (18.4±1.49%
(db)). The use of the papain increased the yield of collagen. The cross-links
molecules in the telopeptide region of collagen were most likely cleaved, resulting
in the increased collagen extraction by enzyme. The dominant amino acids in the
ASC collagen were glycine (25.09±0.003%), alanine (13.71±0.075%), and proline
(12.15±0.132%) and the PaSC were glycine (26.17±0.029%), alanine
(13.56±0.025%), and proline (12.34±0.048%). Glycine, proline, and alanine were
the three main constituent amino acids of collagen. The amino acid content of
PaSC was higher than ASC. ASC and PaSC of fusilier fish skin had the α1, αβ,
and protein structure with the molecular weight of 133 (α1), 117 (αβ), 194-212

( ), and 251 ( ) KDa for ASC and PaSC were 122 (α1), 112 (αβ), 186-203 ( ),
and 251 ( ) KDa. PaSC had the higher temperature stability (77.05oC) than ASC
(67.69oC). The higher of proline in collagen can increased the temperature

stability. ASC surface structure by SEM analysis had white fibers on the surface
while the collagen PaSC not. That was because the papain enzyme able to
breaking down proteins and fibers.
The use of the papain enzyme was able to improve the results of yield,
amino acids, and temperature stability of collagen compared to collagen ASC, but
did not damage the structure of α1, αβ, and which was character of collagen,
and can break down collagen fibers become smaller.
Keywords: alkali, acetic acid, extraction, NaOH

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindingi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEKTIVITAS ASAM DAN ENZIM PAPAIN DALAM

MENGHASILKAN KOLAGEN DARI KULIT
IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning)

IKA ASTIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Eng Uju, SPi, MSi

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segenap
limpahan karunia dan hidayah-Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan
judul Efektivitas Asam dan Enzim Papain dalam Menghasilkan Kolagen dari
Kulit Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning). Penelitian ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi Teknologi Hasil
Perairan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Nurjanah, MS dan
Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi. sebagai komisi pembimbing, Dr Asadatun Abdullah,
SPi, MSM, MSi selaku GKM, Dr Eng Uju, SPi, MSi selaku dosen penguji dan
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan serta Dr Ir Wini Trilaksani, MSc
selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Departemen Teknologi Hasil Perairan,
atas bimbingan, arahan, dan masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan
baik. Terimakasih penulis ucapkan kepada Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan melalui Ditjen Dikti yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan
Pascasarjana Dalam Negri (BPP-DN) kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Hasil Perairan, IPB. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, adik, staf administrasi,
laboran, sahabat, dan teman-teman atas segala doa dan dukungannya.
Kesempurnaan tesis ini tidak terlepas dari segala kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi civitas IPB

dan masyarakat.
Bogor, September 2016
Ika Astiana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
BahandanAlat
Metode Penelitian
Karakterisasi dan Preparasi Bahan Baku
Deproteinasi Kulit Ikan Ekor Kuning
Ekstraksi Kolagen Larut Asam (ASC) Kulit Ikan Ekor Kuning
Ekstraksi Kolagen Larut Papain (PaSC) Kulit Ikan Ekor Kuning
Karakterisasi Fisik dan Kimia Kolagen Larut Asam dan Larut
Papain Kulit Ikan Ekor Kuning
Pengamatan
Analisis kadar air (AOAC 2005)
Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Analisis kadar protein (AOAC 2005)
Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Analisis logam berat
Uji biuret (Gornall et al. 1949)
Rendemen (Shyni et al. 2014)
Analisis asam amino (AOAC 1995)
Analisis termal (Liu et al. 2015)
Analisis berat molekul (Singh et al. 2011)
Analisis morfologi dengan Scanning Electron Microscopy
(SEM) (modifikasi Siddiqui et al. 2013)
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi Ikan Ekor Kuning
Proporsi Kulit Ikan Ekor Kuning
Komposisi Kimia Kulit Ikan Ekor Kuning
Kandungan Logam Berat Kulit Ikan Ekor Kuning
Konsentrasi Protein pada Larutan NaOH Hasil Perendaman Kulit
Ikan Ekor Kuning
Ekstrak Kolagen Larut Asam Kulit Ikan Ekor Kuning
Ekstrak Kolagen Larut Papain Kulit Ikan Ekor Kuning

1
3
3
3
3
4
5
5
5
5
5
6
6
6
8
8
8
8
9
9
10
10
10
11
12
12
12
14
14
15
16
17
18
20

Karakter Fisikokimia Kolagen Kulit Ikan Ekor Kuning
Rendemen Kolagen Kulit Ikan Ekor Kuning
Asam Amino Kolagen Kulit Ikan Ekor Kuning
Berat Molekul Kolagen Kulit Ikan Ekor Kuning
Stabilitas Termal Kolagen Kulit Ikan Ekor Kuning
Struktur Permukaan Kolagen Kulit Ikan Ekor Kuning

21
21
23
25
27
28

4 SIMPULAN DAN SARAN

30

5 DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Komposisi kimia beberapa jenis kulit ikan
Kandungan logam berat pada kulit ikan ekor kuning
Rendemen kolagen ASC dan PaSC kulit ikan ekor kuning
Kandungan asam amino kolagen ASC dan PaSC kulit ikan ekor
kuning (residu per 1.000 total asam amino)
Berat molekul kolagen dari beberapa jenis ikan
Suhu transisi gelas kolagen dari beberapa jenis ikan

15
17
22
24
26
27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Deproteinasi kulit ikan ekor kuning
Alur pembuatan kolagen ASC
Alur pembuatan kolagen PaSC
Ikan ekor kuning (Caesio cuning)
Proporsi bagian tubuh ikan ekor kuning
Konsentrasi protein dalam larutan NaOH perendaman kulit ikan ekor
Kolagen terlarut hasil perendaman kulit ikan ekor kuning pada asam
asetat
8 Kolagen terlarut hasil perendaman kulit ikan ekor kuning dengan asam
Asetat dan perlakuan konsentrasi enzim papain 0-25.000 U/mg/g kulit
9 Kandungan asam amino kolagen ASC dan PaSC
10 Elektroforesis kolagen kulit ikan ekor kuning
11 Struktur permukaan kolagen ASC dan PaSC
12 Struktur permukaan kolagen komersial

7
7
8
14
15
17
19
20
23
25
29
29

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pembuatan larutan standar Bovine Serum Albumin (BSA) konsentrasi
0-1,5 mg/ml

38

2 Kurva regresi linier standar BSA untuk uji biuret larutan NaOH sisa
perendaman kulit ikan ekor kuning
3 Hasil uji anova konsentrasi protein larutan NaOH sisa perendaman
kulit ikan ekor kuning
4 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pengaruh waktu
terhadap nilai konsentrasi protein larutan NaOH sisa perendaman kulit
ikan ekor kuning
5 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pengaruh konsentrasi
terhadap nilai konsentrasi protein larutan NaOH sisa perendaman kulit
ikan ekor kuning
6 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) untuk pengaruh
interaksi waktu perendaman dan konsentrasi NaOH terhadap nilai
konsentrasi protein larutan NaOH sisa perendaman kulit ikan ekor
kuning
7 Hasil uji anova kolagen terlarut perendaman kulit ikan ekor kuning
pada asam asetat
8 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) untuk pengaruh lama
perendaman pada asam asetat terhadap kolagen terlarut kulit ikan ekor
kuning
9 Hasil uji anova kolagen terlarut perendaman kulit ikan ekor kuning
pada asam asetat dan enzim papain konsentrasi 0 – 25.000 U/mg/g kulit
ikan ekor kuning
10 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) untuk pengaruh
konsentrasi enzim papain 0 –25.000 U/mg/g kulit terhadap kolagen
terlarut kulit ikan ekor kuning
11 Pembuatan separating gel 7,5%
12 Pembuatan stacking gel 3%
13 Nilai Rf marker Pre-stained Protein Markers (Broad Range) for
SDS-PAGE dari Nacalai Tesque
14 Kurva regresi linier antara RF dan log BM marker Pre-stained Protein
Markers (Broad Range) for SDS-PAGE dari Nacalai Tesque
15 Peak analisis DSC kolagen ASC kulit ikan ekor kuning
16 Peak analisis DSC kolagen PaSC kulit ikan ekor kuning

38
38

39

39

39
40

40

40

40
41
41
41
41
42
42

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kolagen memegang peranan penting dalam industri biomedis, farmasi,
makanan, dan kosmetik (Kim dan Mendis 2006). Kolagen memiliki fungsi
biologis dalam pembentukan jaringan dan organ serta terlibat dalam pembelahan,
pertahanan, dan diferensiasi sel. Fungsi biologis tersebut yang menyebabkan
penggunaan kolagen dalam industri, khususnya dalam bidang medis, berkembang
sangat pesat. Aplikasi kolagen pada bidang farmasi banyak digunakan untuk
implantasi, pengobatan kanker, dan penghantar obat (Bareil et al. 2010).
Pemanfaatan kolagen dalam bidang kosmetik digunakan untuk perawatan
antipenuaan dini (Silva et al. 2013), produk perawatan kulit dan make up dalam
bentuk lotion, gel, maupun bubuk (Secchi 2008). Kolagen memiliki kemampuan
untuk memberikan sifat elastis pada kulit dan dapat mengurangi keriput yang
terjadi sebagai efek dari penuaan. Kolagen pada kosmetik jika digunakan pada
kulit wajah akan mampu menahan air sehingga membuat kulit wajah tetap dalam
keadaan lembab (Bareil et al 2010; Kumar et al. 2011; Secchi 2008). Kolagen
memiliki karakter yang mudah diserap dalam tubuh, memiliki sifat tidak beracun,
afinitas dengan air tinggi, biocompatible, biodegradable, relatif stabil, dapat
disiapkan dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan, dan mudah dilarutkan
sehingga pemanfaatannya dalam bidang industri berkembang pesat (Lee et al.
2001).
Kolagen merupakan salah satu protein yang banyak terdapat pada kulit,
tulang, dan gigi makhluk hidup. Kolagen merupakan protein struktural utama dari
jaringan ikat pada tubuh hewan vertebrata dengan kandungan mencapai 30% dari
total protein tubuh (Friess 1998). Kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida besar
dan berulang. Komposisi asam amino dari kolagen didominasi oleh glisina,
prolina, hidroksiprolina, dan alanina. Komposisi asam amino dan karakter
fisikokimia kolagen sangat bervariasi dan tergantung pada jaringan (Hema et al.
2013). Kolagen merupakan komponen struktural utama jaringan ikat putih (white
connective tissue) yang meliputi hampir 30% total protein pada tubuh. Kolagen
yang telah diidentifikasi ada 21 tipe, yaitu tipe I sampai XXI (Gelse et al. 2003).
Tipe kolagen yang teridentifikasi pada ikan hanya tipe I dan V. Kolagen tipe I
terdapat pada kulit, tulang, dan sisik ikan (Nagai dan Suzuki 2000), sementara
kolagen tipe V terdapat pada jaringan ikat dalam kulit, tendon dan otot ikan yang
juga mengandung kolagen tipe I (Sato et al. 1989).
Ikan merupakan salah satu biota yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku penghasil kolagen. Kolagen yang bersumber dari kulit dan tulang ikan
memiliki struktur molekul yang lebih kecil dibandingkan dengan kolagen yang
terbuat dari sapi atau babi sehingga lebih mudah untuk diserap (Kumar et al.
2011). Limbah dari organisme perairan yaitu tulang, jeroan, dan sisik ikan
diketahui banyak mengandung kolagen. Limbah yang dihasilkan pada saat
pengolahan ikan dapat mencapai 20-60% dari bahan baku. Limbah berupa kulit
dan tulang ikan mencapai 30% dari limbah tersebut dengan kandungan kolagen
yang tinggi (Guillen et al. 2002). Pemanfaatan limbah industri perikanan menjadi
suatu produk yang bernilai jual akan meningkatkan pendapatan serta mengurangi

2

limbah industri. Berdasarkan penelitian Wang et al. (2008) limbah perikanan
berupa kulit memiliki kandungan kolagen yang lebih tinggi dibandingkan limbah
lain yaitu tulang dan sisik. Kulit ikan dilaporkan mengandung kolagen dengan
nilai rendemen yang bervariasi antara 5–30% tergantung dari jenis ikan, bahan
pengekstrak, dan teknik ekstraksi kolagen (Friess 1988; Potaros et al. 2009; Singh
et al. 2011). Kolagen dari tulang dan sisik ikan berkisar antara 0,3% sampai 10%
(Matmaroh et al. 2011; Wang et al. 2008; Wang et al. 2013).
Setiap ikan memiliki kandungan kolagen dan sifat fisikokimia yang
berbeda-beda berdasarkan sumber dan cara ekstraksi. Karim dan Bhat (2009)
menyatakan bahwa kolagen dapat diekstrak secara kimiawi maupun kombinasi
antara proses kimiawi dan enzimatis. Ekstraksi kolagen secara kimiawi dapat
dilakukan dengan proses asam. Proses asam cocok digunakan untuk bahan baku
yang memiliki sedikit ikatan silang, misalnya babi dan kulit ikan. Asam organik
yang banyak digunakan dalam ektraksi kolagen adalah asam asetat. Asam asetat
memiliki kemampuan mengekstrak kolagen yang tinggi (Liu et al. 2015). Enzim
yang sering digunakan dalam ekstraksi kolagen adalah enzim pepsin. Enzim
pepsin memiliki kelemahan yaitu enzim pepsin komersial yang beredar di pasaran
berasal dari babi sehingga tidak dapat digunakan oleh umat muslim berkaitan
dengan kehalalannya, sedangkan enzim pepsin yang berasal dari sapi sulit dicari
dan mahal. Enzim papain merupakan salah satu jenis enzim proteolitik yang dapat
digunakan untuk mengekstrak kolagen selain pepsin. Enzim papain komersil
murah dan mudah didapatkan di pasaran serta berlabel halal karena sumber bahan
bakunya yang berasal dari buah pepaya. Berdasarkan penelitian Jamilah et al.
(2013), penggunaan enzim papain dapat mengekstrak kolagen dari kulit ikan
kakap dengan rendemen sebesar 44% (bk) sedangkan menggunakan enzim pepsin
menghasilkan rendemen sebesar 43.6% (bk).
Rendemen kolagen kulit ikan menggunakan asam berbeda-beda jumlahnya
tergantung jenis ikan. Rendemen kolagen larut asam kulit ikan patin
(Pangasianodon hypophthalmus) sebesar 5.1% (bb) (Singh et al. 2011), ikan nila
hitam (Oreochromis niloticus) sebesar 5.96% (bb) (Putra et al. 2013), ikan
rainbow trout (Onchorhynchus mykiss) sebesar 9.48% (bb) (Tabarestani et al.
2012), tuna (Thunnus alalunga) sebesar 13.97% (bb), hiu (Scoliodon sorrakowah)
sebesar 8.96% (bb), dan ikan rohu (Labeo rohita) sebesar 4.13% (bb) (Hema et
al. 2013).
Proses ekstraksi yang berbeda akan menghasilkan kolagen dengan karakter
yang berbeda sesuai dengan kelarutannya. Penelitian dilakukan untuk
mempelajari metode ekstraksi yang sesuai untuk menghasilkan kolagen yang
terbaik serta mengidentifikasi karakter fisikokimia berdasarkan metode ekstraksi
yang berbeda. Karakter fisiko kimia akan menentukan kualitas dari kolagen.
Salah satu bahan kulit ikan yang berpotensi digunakan sebagai sumber
kolagen adalah kulit ikan ekor kuning (Caesio cuning). Penelitian mengenai
kandungan kolagen dari kulit ikan ekor kuning sampai saat ini belum dilaporkan.
Ikan ekor kuning merupakan ikan laut yang hidup di perairan hangat di wilayah
Indo-Pasifik dengan hamparan terumbu karang (Carpenter 1987). Ikan ekor
kuning merupakan salah satu komoditi utama di Indonesia. Berdasarkan KKP
(2014) ikan ekor kuning termasuk kedalam 17 besar hasil tangkapan terbesar pada
tahun 2013. Volume produksi ikan ekor kuning selama kurun waktu tahun 2008
sampai 2013 mengalami peningkatan sebesar 7.41% yaitu dari 56.040 ton pada

3

tahun 2008 menjadi 77.071 ton pada tahun 2013 (KKP 2014). Daging ikan ekor
kuning banyak dipasarkan dalam bentuk fillet maupun sebagai bahan dasar dalam
pembuatan bakso, nugget, maupun makanan olahan lainnya. Limbah kulit ikan
ekor kuning ini biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerupuk atau
penyamakan. Pengolahan kulit ikan ekor kuning untuk menjadi kolagen
merupakan salah satu alternatif dalam pemanfaatan limbah.
Perumusan Masalah
Ekstraksi kolagen biasa dilakukan menggunakan asam asetat, akan tetapi
rendemen hasil ekstraksi lebih kecil dibandingkan menggunakan kombinasi asam
asetat dan enzim. Kandungan dan karakter kolagen berbeda-beda sesuai dengan
jenis ikan, bahan pengekstrak, dan metode ekstraksi. Belum ada penelitian
mengenai optimasi konsentrasi enzim papain dalam pembuatan kolagen dari kulit
ikan ekor kuning. Penggunaan konsentrasi yang tidak tepat dapat menurunkan
kualitas dari kolagen yang dihasilkan. Penelitian mengenai optimasi waktu dan
konsentrasi ekstraksi kolagen menggunakan asam dan kombinasi antara asam dan
enzim papain perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil terbaik.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menentukan waktu dan konsentrasi
pretreatment NaOH, asam asetat, dan konsentrasi enzim papain yang optimal
serta menentukan rendemen, karakter fisikokimia kolagen terbaik dari kulit ikan
ekor kuning.
Hipotesis

1.
2.
3.
4.

Hipotesis dari penelitian ini adalah:
Kulit ikan ekor kuning dapat dimanfaatkan sebagai sumber kolagen.
Perbedaan konsentrasi dan waktu perendaman NaOH berpengaruh
terhadap eliminasi protein non kolagen.
Perbedaan metode ekstraksi berpengaruh terhadap rendemen, sifat fisik
dan kimia kolagen.
Penambahan enzim papain akan meningkatkan rendemen dan mutu
kolagen dari kulit ikan ekor kuning.
Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya:
1. Memberikan solusi bagi permasalahan limbah industri pengolahan.
2. Memberikan nilai tambah limbah industri pengolahan terutama untuk jenis
ikan ekor kuning.
3. Memberikan informasi mengenai rendemen, serta karakter fisikokimia
kolagen larut asam dan larut enzim papain dari ikan ekor kuning.

4

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi empat tahap penelitian, yaitu:
1. Preparasi kulit ikan ekor kuning, proporsi kulit, analisis kualitas bahan
baku berupa uji logam berat dan uji proksimat.
2. Optimasi deproteinase protein non kolagen kulit ikan ekor kuning
dengan NaOH.
3. Optimasi ekstraksi kolagen kulit ikan ekor kuning dengan asam asetat dan
kombinasi asamasetat dan enzim papain.
4. Karakterisasi sifat fisiko kimia dan rendemen kolagen larut asam dan
kolagen larut papain.

5

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai bulan Januari 2016.
Preparasi dan pembuatan kolagen dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan IPB, Laboratorium Terpadu
Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Laboratorium Bidang Botani dan Mikrobiologi
LIPI Cibinong; analisis asam amino di Laboratorium Saraswanti Indo Genetech;
analisis berat molekul dengan SDS-PAGE di Laboratorium Terpadu Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB; analisis termal di Laboratorium Pengolahan
Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB; dan analisis struktur
permukaan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) di Laboratorium Pasca
Panen Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit ikan ekor
kuning yang diperoleh dari Muara Angke Jakarta Utara. Bahan-bahan yang
digunakan untuk ekstraksi kolagen terdiri dari NaOH serbuk (Merck), asam asetat
(CH3COOH) (Merck), enzim papain dengan aktivitas 30,000 USP-U/mg (Merck),
dan akuades. Bahan-bahan lain meliputi bahan untuk analisis karakter kolagen.
Peralatan yang digunakan untuk ekstraksi kolagen yaitu spektrofotometer
UV-VIS (Hitachi U-2800), sentrifuse (Himac CR 21G), stirrer (Mag-Mixer
Yamato Scientific. Co. Ltd Tokyo Japan), dan freeze dryer (Eyela FDU-1200
Japan). Alat-alat yang digunakan untuk analisis yaitu Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) (AA6300 Shimadzu Japan), High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) (Water Coorporation USA), Scanning Electron
Microscopy (SEM) (JEOL JSM-6360-LA), dan Differential Scanning Calorimetry
(DSC) (Shimadzu Japan).
Metode Penelitian
Karakterisasi dan Preparasi Bahan Baku
Kulit ikan ekor kuning yang digunakan dikarakterisasi terlebih dahulu
dengan melakukan pengukuran morfologi untuk mendapatkan bahan baku yang
seragam, perhitungan rendemen, analisis komposisi kimia berupa kadar air, abu,
lemak, protein, dan analisis logam berat. Sampel yang digunakan dalam ekstraksi
kolagen dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang
menempel. Kulit ikan ekor kuning dipotong kecil-kecil dengan dimensi
0.5 x 0.5 cm2.
Deproteinasi Kulit Ikan Ekor Kuning
Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein non kolagen
menggunakan NaOH. Kulit ikan ekor kuning direndam dalam larutan NaOH 0.05;
0.1; 0.15 M dengan perbandingan 1:10 (w/v) pada waktu perendaman sampai 10
jam. Larutan alkali diganti setiap 2 jam pada suhu 10oC (Modifikasi Tabarestani
et al. 2012). Sampel kemudian dicuci dengan air dingin hingga pH netral. NaOH

6

sisa perendaman kulit ikan diuji kandungan protein non kolagennya dengan uji
biuret untuk menentukan konsentrasi dan waktu terbaik untuk perendaman kulit.
Ekstraksi Kolagen Larut Asam (ASC) Kulit Ikan Ekor Kuning
Sampel yang telah dideproteinasi diekstrak menggunakan asam asetat
(CH3COOH). Ekstraksi kolagen larut asam dilakukan dengan merendam sampel
yang telah dideproteinasi dengan asam asetat 1:30 (b/v) dengan konsentrasi 0.3;
0.5; dan 0.7 M selama 24, 48, dan 72 jam (Modifikasi Tabarestani et al. 2012).
Sampel disaring menggunakan saringan kain. Supernatan kemudian diendapkan
menggunakan NaCl 2.6 M.
Hasil presipitasi dengan NaCl 2.6 M dipisahkan dengan sentrifugasi
kecepatan 20,000 g selama 1 jam. Pelet hasil sentifugasi dilarutkan ke dalam asam
asetat 0.3 M 1:2 (w/v) kemudian didialisis menggunakan kantong dialisis 12 KDa
terhadap akuades. Pelet selanjutnya dikeringkan dengan freeze dryer untuk
memperoleh kolagen dalam bentuk serbuk dan dihitung rendemennya.
Ekstraksi Kolagen Larut Papain (PaSC) Kulit Ikan Ekor Kuning
Hasil ekstraksi dari perlakuan asam asetat terbaik digunakan dalam
metode ekstraksi enzim papain. Sampel yang telah dideproteinasi, dihidrolisis
menggunakan asam asetat 1:30 (b/v) dengan konsentrasi dan waktu perendaman
terbaik kemudian ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0; 5,000; 10,000;
15,000; 20,000; dan 25,000 U/mg/g kulit, kemudian dilanjutkan dengan
konsentrasi enzim papain 0; 3,000; 5,000; 7,000; 9,000 U/mg/g kulit (Modifikasi
Jamilah et al. 2013).
Supernatan kemudian diendapkan menggunakan NaCl 2.6 M. Hasil
presipitasi dengan NaCl 2,6 M dipisahkan dengan sentrifugasi kecepatan 20,000 g
selama 1 jam. Pelet dilarutkan kedalam asam asetat 0.3 M 1:2 (w/v), kemudian
didialisis menggunakan kantong dialisis 12 KDa terhadap akuades. Pelet
selanjutnya dikeringkan dengan freeze dryer untuk memperoleh kolagen dalam
bentuk serbuk dan dihitung rendemennya. Alur proses ekstraksi kolagen dari kulit
ikan ekor kuning dapat dilihat pada Gambar 1.
Karakterisasi Fisik dan Kimia Kolagen Larut Asam dan Larut Papain Kulit
Ikan Ekor Kuning
Karakterisasi kolagen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui mutu
fisiko-kimia kolagen yang dihasilkan. Karakter fisik yang diamati antara lain
analisis termal dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC) (Liu et al. 2015)
dan struktur permukaan dengan SEM (modifikasi Siddiqui et al. 2013) sedangkan
karakter kimia yang diamati meliputi asam amino dengan HPLC (AOAC 1995),
dan berat molekul dengan SDS-PAGE (Singh et al. 2011)

7

Morfologi
Rendemen kulit
Proksimat
Logam berat

Kulit ikan ekor kuning
Pemotongan 0.5 x 0.5 cm2
Deproteinasi dalam larutan NaOH dengan rasio 1:10
(w/v), konsentrasi NaOH 0.05; 0.1; 0.15 M sampai
10 jam*, setiap 2 jam larutan diganti

Kulit sisa perendaman

Larutan NaOH sisa
perendaman

Uji biuret

Pencucian sampai dengan pH netral
Kulit hasil deproteinasi

Gambar 1 Deproteinasi kulit ikan ekor kuning (modifikasi Tabarestani et al.
2012*)
Kulit hasil deproteinasi

Ekstraksi dalam larutan CH3COOH dengan rasio 1:30 (w/v), konsentrasi
CH3COOH 0.3; 0.5; dan 0.7 M selama 24, 48, dan 72 jam*

Penyaringan dengan saringan kain

Residu

Presipitasi dengan NaCl 2.6 M

Sentrifugasi 20,000 g selama 1 jam

Supernatan

Pelet dilarutkan dalam 0.3 M asam
asetat 1:2 (b/v), didialisis dengan
kantong dialisis 12 kDa terhadap
akuades

Kolagen larut asam

Rendemen
Asam amino
Berat molekul
Analisis termal
SEM

Gambar 2 Alur pembuatan kolagen ASC (modifikasi dari Tabarestani et al. 2012*)

8

Kulit hasil deproteinasi

Hidrolisis CH3COOH konsentrasi dan waktu terbaik rasio 1:30
(w/v) dan enzim papain dengan konsentrasi 0; 1,000; 3,000;
5,000; 7,000; 9,000; 10,000; 15,000; 20,000; dan 25,000 U/mg/g
kulit**

Penyaringan dengan saringan kain

Residu

Presipitasi dengan NaCl 2.6 M

Sentrifugasi 20,000 g selama 1 jam

Supernatan

Pelet dilarutkan dalam 0.3 M asam
asetat 1:2 (b/v), didialisis dengan
kantong dialisis 12 kDa terhadap
akuades
Kolagen larut papain

Rendemen
Asam amino
Berat molekul
Analisis termal
SEM

Gambar 3 Alur pembuatan kolagen PaSC (modifikasi dari Tabarestani et al. 2012*)

Pengamatan
Rendemen (Shyni et al. 2014)
Rendemen kulit diperoleh dari perbandingan berat kulit (yang telah
dibersihkan dari sisa daging dan sisik) dengan berat total tubuh ikan (Shyni et al.
2014). Rendemen dapat diperoleh dengan rumus:

Analisis kadar air (AOAC 2005)
Cawan porselin yang sudah dioven dengan suhu 105oC selama satu jam
dimasukkan dalam desikator (30 menit) dan ditimbang (A). Sampel sebanyak 5 g
dimasukkan ke dalam cawan A. Cawan berisi sampel dimasukkan dalam oven
dengan suhu 105oC selama 5-6 jam. Cawan dimasukkan dalam desikator (30
menit) kemudian ditimbang (C). Kadar air dihitung dengan rumus:

9

Keterangan:

A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)

Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Cawan porselin yang sudah dioven dengan suhu 105oC selama satu jam
dan dimasukkan dalam desikator (30 menit) ditimbang (A). Sampel sebanyak 5 g
(C) dimasukkan ke dalam cawan A. Cawan berisi sampel dibakar sampai tidak
berasap dan dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 600 oC selama 7 jam. Cawan
hasil pengabuan dimasukkan dalam desikator (30 menit) kemudian ditimbang (B).
Kadar abu dihitung dengan rumus:

Keterangan:

A = Berat cawan abu porselen kosong (g)
B = Berat cawan abu porselen + sampel setelah dikeringkan (g)
C = Berat sampel (g)

Analisis kadar protein (AOAC 2005)
Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, dan ditambah
sebutir kjeltab dan 10 mL H2SO4. Labu yang berisi larutan tersebut dimasukkan
ke dalam alat pemanas dengan suhu 410oC dan ditambahkan air 10 mL. Proses ini
dilakukan sampai larutan menjadi jernih. Larutan yang telah jernih didinginkan,
kemudian ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40% dan didestilasi.
Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer berisi 25 mL asam borat (H3BO3) 2%
yang mengandung indikator campuran dari bromcresol green 0.1% dan methyl
red 0.1% dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50
mL larutan NaOH-Na2S2O3 ke dalam alat destilasi hingga tertampung 40 mL,
destilat di dalam erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau kebiruan.
Destilat yang dihasilkan dititrasi dengan HCl 0.1004 N sampai warna larutan
menjadi merah muda. Volume titran dicatat. Perhitungan kadar protein adalah
sebagai berikut:

% Protein = % Nitrogen x faktor konversi (6.25)
Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC,
dimasukkan dalam desikator (30 menit) dan ditimbang (W1). Sampel sebanyak
5 g (W2), dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi
(sokhlet) yang telah berisi pelarut heksan. Proses reflux dilakukan sampai larutan
dan pelarut yang ada di dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut didestilasi
sampai habis selanjutnya labu lemak hasil ekstraksi dioven pada suhu 105ºC

10

hingga beratnya konstan, dimasukkan dalam desikator dan ditimbang (W3). Kadar
lemak dihitung dengan rumus:

Keterangan:

W1 = Berat labu lemak kosong (g)
W2 = Berat sampel (g)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)

Analisis logam berat
Kandungan logam berat (Hg, Pb, dan As) dianalisis menggunakan Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS). Metode analisis logam berat didasarkan
pada SNI 01-2354.6-2006 untuk Hg (BSN 2006a), SNI 01-2354.7-2006 untuk Pb
(BSN 2006b), dan SNI 01-4866-1998 untuk As (BSN 1998). Penentuan
kandungan logam berat terbagi atas tiga tahap, yaitu destruksi, pembacaan
absorban contoh, dan perhitungan kandungan logam berat.
a. Tahap destruksi
Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL, kemudian
ditambahkan 5 mL HNO3, dan kemudian didiamkan selama 1 jam pada suhu
ruang di ruang asam. Sampel dipanaskan di atas hot plate dengan temperatur
rendah selama 4-6 jam, kemudian dibiarkan 24 jam dengan kondisi tertutup.
Sampel ditambah dengan 0.4 mL H2SO4 dan dipanaskan kembali selama 1 jam
diatas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat). Selama proses pemanasan
berlangsung ditambahkan 2-3 tetes larutan HClO4: HNO3 (2:1) ke dalam sampel
sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua dan menjadi
kuning muda. Pemanasan masih terus dilajutkan sekitar 10-15 menit setelah
terjadi perubahan warna. Sampel diangkat dan didinginkan, kemudian ditambah
2 mL akuades dan 0.6 mL HCl. Sampel dipanaskan kembali selama 15 menit.
Sampel disaring dengan kertas saring untuk memisahkan endapan yang terbentuk.
Sampel siap untuk dianalisis kandungan logam beratnya dengan Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS).
b. Pembacaan absorban
Pembacaan absorbansi logam berat Hg dilakukan dengan spektrofotometer
penyerapan atom pada panjang gelombang 253.7 nm, logam berat Pb ditentukan
dengan spektrofotometer graphite furnace-argon pada panjang gelombang 228.8
nm dan logam berat As ditentukan dengan lampu katode As dengan panjang
gelombang 193.7 nm. Absorbansi larutan blanko dan larutan standar untuk
masing-masing logam berat juga diukur dengan cara yang sama.
c. Perhitungan
Konsentrasi logam berat sampel dihitung berdasarkan kurva regresi linier
dari standar masing-masing logam berat. Selanjutnya kadar logam berat dihitung
dengan rumus:
Keterangan:
D
: kadar contoh μg/L dari hasil pembacaan AAS
E
: kadar blanko contoh μg/L dari hasil pembacaan AAS
W
: berat contoh (g)

11

V
Fp

: volume akhir larutan contoh yang disiapkan (mL)
: faktor pengencer

Uji biuret (Gornall et al. 1949)
Uji biuret dilakukan untuk menentukan konsentrasi protein suatu sampel
dengan Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai standar. Pereaksi biuret yang
digunakan dibuat dengan mencampurkan sebanyak 3 g CuSO4.5H2O, 9 g Na-Ktartat, dan 5 g KI dalam 1,000 mL larutan NaOH 0.2 M. Sampel sebanyak 4 mL
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan pereaksi Biuret
sebanyak 6 mL dan dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit atau diinkubasi
pada suhu 37oC selama 10 menit sampai warna ungu terbentuk sempurna.
Pengukuran absorbansi campuran dilakukan pada panjang gelombang 520 nm.
Prosedur pengukuran absorbansi larutan standar BSA dilakukan dengan cara
yang sama seperti larutan sampel dengan konsentrasi BSA 0-1.5 mg/mL dari
larutan stok BSA 5 mg/mL. Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian
dimasukkan ke dalam kurva standar untuk menentukan konsentrasi protein yang
terkandung dalam sampel uji.
Rendemen (Shyni et al. 2014)
Rendemen kolagen diperoleh dari perbandingan berat kering kolagen yang
dihasilkan dengan berat bahan kulit (yang telah dibersihkan dari sisa daging dan
sisik) (Shyni et al. 2014). Rendemen dapat diperoleh dengan rumus:

Analisis asam amino (AOAC 1995)
Komposisi asam amino ditentukan dengan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Analisis asam amino menggunakan HPLC terdiri atas
4 tahap, yaitu (1) pembuatan hidrolisat protein; (2) pengeringan; (3) derivatisasi;
dan (4) injeksi serta analisis asam amino.
a. Tahap pembuatan hidrolisat protein
Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g dihancurkan. Larutan sampel ditambah
HCl 6 N sebanyak 5-10 mL, dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama 24
jam. Proses pemanasan dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada
pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan dan untuk
mempercepat reaksi hidrolisis.
b. Tahap pengeringan
Hidrolisat protein ditambah dengan γ0 μL larutan pengering. Larutan
pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat, dan trietilamin
dengan perbandingan 2:2:1. Proses pengeringan dibantu menggunakan gas
nitrogen untuk mempercepat pengeringan dan mencegah oksidasi.
c. Tahap derivatisasi
Sebanyak γ0 μL larutan derivatisasi ditambahkan pada hasil pengeringan.
Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antara larutan metanol, pikotiosianat,
dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar
detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel, derivate
diencerkan dengan cara menambahkan 10 mL asetonitril 60% atau buffer fosfat

12

0.1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring kembali
menggunakan milipor berukuran 0.45 mikron.
d. Injeksi ke HPLC
Hasil saringan diambil sebanyak β0 μL untuk diinjeksikan ke dalam HPLC.
Penghitungan konsentrasi asam amino dilakukan dengan cara membandingkan
kromatogram sampel dengan standar. Pembuatan kromatogram standar
menggunakan asam amino yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel.
Kandungan masing-masing asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:
C
: konsentrasi standar asam amino
FP
: faktor pengenceran
BM : bobot molekul dari masing-masing asam amino
Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino:
Merek
: waters coorporation, USA
Kolom
: accqtag column (3.9 x 150 mm)
Temperatur
: 37 oC
Fase gerak
: acetonitril 60% - Accqtag Eluent A, sistem komposisi
gradien
Laju alir
: 1 mL per menit
Detektor
: fluorescense, eksitasi = 250 nm, emisi = 395 nm
Volume penyuntikan : 5 μL
Nama standar
: Amino acid standard produksi Thermo Scientific
Analisis termal (Liu et al. 2015)
Analisis termal menggunakan Differential Scanning Colorimetry (DSC)
yang terlebih dahulu dikalibrasi pada suhu dan entalpi menggunakan indium.
Kolagen dilarutkan dalam asam asetat 0.05 M dengan ratio antara kolagen dan
larutan asam asetat 1:40 (w/v) pada suhu 4oC. Sampel direhidrasi (10±0,5 mg)
dan ditutup rapat dan discan dari suhu 20-200oC pada tingkat pemanasan
10oC/menit. Suhu transisi maksimum (T max) terlihat dari termogram, sedangkan
total denaturasi entalpi (ΔH) ditentukan dengan mengukur daerah DSC
termogram.
Analisis berat molekul (Singh et al. 2011)
Sampel kering sebanyak 2 mg dilarutkan dalam 1 ml Sodium Dodecyl Sulfate
(SDS) 5% dan campuran diinkubasi pada suhu 85oC selama 1 jam dalam water
bath yang suhunya terkontrol. Campuran disentrifugasi pada 4,000 g selama 5
menit pada suhu kamar. Supernatan yang diperoleh dicampur dengan bufer (Tris
HCl 60 mM, pH 6.8 mengandung 2% SDS dan 25% gliserol) dengan rasio 1:1
(v/v) dan mengandung 10% -merkaptoetanol ( -ME). Campuran dipanaskan
dalam air mendidih selama 2 menit. Sebanyak 5 μL sampel dimasukkan ke dalam
gel polyacrylamide yang terdiri dari 7.5% running gel dan 3% stacking gel dan
dielektroforesis pada arus konstan 15 mA/gel selama 3 jam. Setelah elektroforesis
selesai, gel distaining dengan 0.05% (b/v) coomassie blue R-250 dalam 15% (v/v)
metanol dan 5% (v/v) asam asetat selama 3 jam, kemudian sampel destaining
dengan campuran 30% (v/v) metanol dan 10% (v/v) asam asetat selama 2 jam.

13

Berat molekul protein sampel diperkirakan berdasarkan berat molekul marker.
Marker yang digunakan adalah Pre-stained Protein Markers (Broad Range) for
SDS-PAGE dari Nacalai Tesque dengan berat molekul 8.8 KDa sampai 192 KDa.
Analisis morfologi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) (modifikasi
Siddiqui et al. 2013)
Sampel diletakkan pada specimen holder yang dilapisi double sticky tape,
kemudian dibersihkan dengan hand blower untuk menghilangkan debu-debu
pengotor. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam specimen chamber pada
mesin SEM untuk dilakukan pemotretan pada perbesaran 50 kali sampai 1.000
kali dengan jarak kerja 6-10 mm pada 4.0-5.0 kV. Sumber elektron dipancarkan
menuju sampel untuk memindai permukaan sampel, kemudian konduktor akan
memantulkan elektron ke detektor pada mikroskop SEM. Hasil pemindaian akan
diteruskan ke lensa detektor.
Rancangan percobaan dan analisis data
Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap deproteinasi dengan
larutan NaOH dan proses hidrolisis dengan asam asetat (CH3COOH)
menggunakan Rancangan Acak Lengkap in Time (RAL in Time) dan enzim
papain menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Adapun model Rancangan Acak
Lengkap in Time adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + τi + j+ (τ )ij + εijk
Keterangan:
Yijk = respon pengaruh perlakuan konsentrasi asam asetat ke-i dan lama
perendaman ke-j pada ulangan ke-k
μ
= nilai tengah umum
τi
= pengaruh konsentrasi asam asetat ke-i
j
= pengaruh lama waktu perendaman ke-j
(τ )ij = pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi asam asetat ke-i dengan
lama waktu perendaman ke-j
εijk
= faktor galat
Adapun model Rancangan Acak Lengkap adalah sebagai berikut:
Yij = μ + τi + εij
Keterangan:
i = 1,2,3 ; j = 1,2,3
Yij
= respon pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j
μ
= nilai tengah umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Data hasil penelitian yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis ragam
(ANOVA) dan jika terdapat beda nyata antara taraf perlakuan maka dilanjutkan
dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%.

14

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi Ikan Ekor Kuning
Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan ikan laut yang hidup di
perairan hangat di wilayah Indo-Pasifik dengan hamparan terumbu karang. Jenis
ikan ini dikenal sebagai perenang cepat dan termasuk ikan diurnal. Ikan ekor
kuning biasanya membentuk kelompok yang besar dan dapat ditemui di
kedalaman 1-60 m (Carpenter 1987). Ciri morfologi dari ikan ini menurut Saanin
(1984) yaitu memiliki bentuk badan memanjang, melebar, dan gepeng. Memiliki
warna perak pada badannya, warna kuning pada punggung sampai ekor, serta
warna kemerahan di bagian perut. Ikan ini memiliki sisik yang menutupi
tubuhnya. Sirip punggung memiliki 10 jari-jari keras dan 15 jari-jari lemah. Sirip
dubur memiliki 3 jari-jari keras dan 11 jari-jari lemah. Ikan ekor kuning disajikan
pada Gambar 2. Klasifikasi ikan ekor kuning menurut Saanin (1984) yaitu:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Orde
: Perciformes
Famili
: Caesionidae
Genus
: Caesio
Spesies
: Caesio cuning

Gambar 4 Ikan ekor kuning (Caesio cuning)
Ikan ekor kuning yang digunakan pada penelitian ini memiliki size 3-4.
Size 3-4 ini menunjukkan bahwa dalam 1 kg terdapat 3-4 ekor ikan. Berat ratarata ikan yang digunakan yaitu 292.03±16.21 g dengan panjang rata-rata
27.07±0.78 cm dan lebar rata-rata 8.93±0.35 cm.
Proporsi Kulit Ikan Ekor Kuning
Ikan ekor kuning merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Ikan ini banyak dipasarkan dalam bentuk utuh maupun dalam bentuk fillet. Bagian
tubuh yang dapat dimanfaatkan dari ikan ini adalah daging, kulit, jeroan, tulang,
dan sisik. Ikan ekor kuning yang digunakan pada penelitian ini hanya bagian
kulitnya saja. Proporsi bagian tubuh ikan ekor kuning disajikan pada Gambar 3.

15

daging
49 2.05%

lain-lain
48 2.07%

kulit
3 0.13%

Gambar 5 Proporsi bagian tubuh ikan ekor kuning
Proporsi digunakan untuk memperkirakan bagian dari bobot tubuh yang
dapat dimanfaatkan. Proporsi ini merupakan parameter penting untuk mengetahui
nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk sebagai bahan baku. Perhitungan
proporsi didapatkan dengan membandingkan berat masing-masing bagian tubuh
dengan bobot totalnya. Proporsi daging, kulit, dan lain-lain (tulang, sisik, dan
jeroan) dari ikan ekor kuning yang digunakan berturut-turut adalah 49±2.05%;
3±0.13%; dan 48±2.07%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam 1 kg ikan, kulit ikan
yang dapat dimanfaatkan untuk sumber bahan baku kolagen adalah 30 g. Proporsi
kulit ikan dibandingkan dengan daging, jeroan serta tulang dan sisik memiliki
presentase yang paling kecil, akan tetapi memiliki nilai ekonomis yang tinggi
apabila diolah dengan tepat. Proporsi kulit ikan ekor kuning ini lebih rendah dari
kulit ikan nila 5.12% (Eryanto 2006), kulit ikan lele dumbo 6.06% (Erlangga
2009), dan kulit serta sisik ikan kakap 4% (Jacoeb et al. 2015). Proporsi kulit ikan
berbeda-beda sesuai dengan karakternya. Kulit ikan tidak bersisik memiliki
proporsi kulit yang lebih besar dibandingkan kulit ikan bersisik sebagai
perlindungan tubuh dari lingkungan.
Komposisi Kimia Kulit Ikan Ekor Kuning
Bahan baku memiliki komposisi kimia tertentu yang menyusunnya.
Jumlah komposisi kimia pada bahan baku perlu diketahui untuk pemanfaatan dan
pengembangan bahan makanan tersebut serta menentukan metode ekstraksi yang
tepat. Komposisi kimia kulit ikan ekor kuning dapat dilihat pada Tabel 1.
Ikan dikenal sebagai sumber protein yang tinggi. Kolagen merupakan
produk turunan dari protein sehingga kandungan protein di dalam kulit ikan
sangat penting. Kadar protein kulit ikan ekor kuning adalah 17.87± 0.14%.
Nurjanah dan Abdullah (2010) menyatakan bahwa nilai protein yang terkandung
dalam ikan berkisar antara 15-25%. Kandungan protein dari kulit ikan ekor
kuning ini lebih rendah dibandingkan kulit ikan hiu, kulit ikan rohu, kulit ikan
tuna, kulit ikan mata besar, kulit ikan balon, dan kulit ikan nila (Hema et al.
2013; Huang et al. 2011; Kittiphattanabawon et al. 2005; Muyonga et al. 2004).
Kulit ikan ekor kuning memiliki kandungan lemak sebesar 1.17±0.05%.
Kandungan lemak kulit ikan ekor kuning lebih tinggi dibandingkan kulit ikan hiu
dan kulit ikan balon tetapi lebih kecil dibandingkan kulit ikan rohu, kulit ikan
tuna, kulit ikan mata besar, dan kulit ikan nila (Hema et al. 2013; Huang et al.

16

2011; Kittiphattanabawon et al. 2005; Muyonga et al. 2004). Sun (2006)
mengelompokkan ikan berdasarkan kandungan lemaknya yaitu ikan berlemak
rendah dengan kandungan lemak kurang dari 2%, ikan lemak sedang dengan
kandungan lemak antara 2-5%, dan ikan berlemak dengan kandungan lemak
diatas 5%. Berdasarkan pengelompokan ini, kulit ikan ekor kuning termasuk ke
dalam ikan berlemak rendah.
Kandungan air dalam bahan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan
daya tahan bahan itu. Kadar air pada hewan diikat oleh protein otot. Kadar ai