Inklusi Keuangan dan Pertumbuhan Inklusif sebagai Strategi Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
INKLUSI KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN INKLUSIF
SEBAGAI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN DI
INDONESIA
I MADE SANJAYA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Inklusi Keuangan dan
Pertumbuhan Inklusif sebagai Strategi Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
I Made Sanjaya
NIM H151110131
ii
RINGKASAN
I MADE SANJAYA. Inklusi Keuangan dan Pertumbuhan Inklusif sebagai Strategi
Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Dibimbing oleh NUNUNG
NURYARTONO dan M. PARULIAN HUTAGAOL.
Pembangunan yang berkelanjutan menjadi syarat perlu bagi keberhasilan
suatu negara, namun demikian belum cukup apabila tidak diikuti dengan
pembangunan yang inklusif. Pembangunan yang inklusif dimaknai sebagai
pertumbuhan yang tidak hanya menciptakan peluang ekonomi baru, tetapi juga
menjamin aksesibilitas yang sama terhadap peluang yang tercipta untuk semua
segmen masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin.
Perkembangan perekonomian Indonesia selama 12 tahun terakhir menunjukan
hal yang membanggakan, laju pertumbuhan perekonomian terus meningkat dari 4,4
persen pada tahun 2002 menjadi lebih dari 6 persen di tahun 2012. Selain itu, perubahan
angka kemiskinan yang ditunjukan oleh besarnya tingkat penduduk miskin di Indonesia
juga menunjukan hal yang positif. Sepanjang tahun 2002-2012 persentase jumlah
penduduk miskin di Indonesia terus berkurang dari 20,2 persen menjadi 11,8 persen
(BPS, 2014).
Sementara itu pada saat yang sama pertumbuhan ekonomi di Indonesia ternyata
menimbulkan kesenjangan pendapatan yang tinggi. Angka rasio Gini tahun 2012
mencapai 0,400 dan meningkat menjadi 0,413 pada tahun 2013. Fakta diatas
menunjukkan adanya sesuatu yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih terkait
dengan proses dan pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Pengentasan kemiskinan perlu dilakukan dengan segera dan komperhensif.
Salah satu cara mengentaskan kemiskinan adalah dengan inklusi keuangan.
Penyediaan akses terhadap layanan keuangan merupakan hal penting yang perlu
dilakukan karena hal tersebut berdampak pada perubahan pola konsumsi, investasi,
pendidikan, dan menciptakan pendapatan bagi masyarakat miskin sehingga
memperluas peluang pertumbuhan serta menciptakan pertumbuhan inklusif.
Metode pembentukan indeks pertumbuhan inklusif dalam dihitung dengan
menggunakan konsep fungsi peluang sosial (Social Opportunity Function) yang hampir
sama dengan fungsi kesejahteraan sosial (Ali & Son, 2007). Data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2007-2010 dominan digunakan karena
SUSENAS menyediakan data yang sangat luas dan relatif konsisten setiap tahunnya.
Partisipasi seluruh masyarakat dalam proses pertumbuhan menjadi bagian
dari pertumbuhan inklusif yang multidimensi. Pendidikan dan pengetahuan
mengenai aspek keuangan (financial education dan financial literacy) perlu
diberikan kepada masyarakat miskin. Meningkatnya pengetahuan dan pendidikan
keuangan di masyarakat akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin dan
memperkecil ketimpangan. Penyediaan akses layanan dan jasa-jasa sektor
keuangan yang terjangkau bagi masyarakat miskin secara langsung membuat
kelompok masyarakat miskin ikut berpartisipasi dan menjadi agen pertumbuhan
ekonomi sehingga menciptakan pertumbuhan yang inklusif yang dalam jangka
panjang dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia.
Kata kunci: kemiskinan, inklusi keuangan, pertumbuhan inklusif.
SUMMARY
I MADE SANJAYA. Financial Inclusion and Inclusive Growth as Poverty
Alleviation Strategy in Indonesia. Supervised by NUNUNG NURYARTONO and
M. PARULIAN HUTAGAOL.
Sustainable development becomes a necessary condition for developing
country however it is not enough without inclusive growth included. Inclusive
growth is defined as growth that not only creates new economic opportunities, but
also ensures equal access to the opportunities created for all segments of society,
especially for the poor.
The Indonesian economic groeth rate for the last 12 years shows a tremendous
result, it increase from 4,4 percent in 2002 to greater than 6 percent in 2012. In
addition, changes in the poverty figures indicated by the level of the poor population
rate in Indonesia also shows a positive result. Throughout the 2002-2012, the
percentage of the poor population in Indonesia has continued to decrease from
20,2% to 11,8% (BPS, 2014).
Meanwhile, at the same time economic growth in Indonesia apparently cause
high income discrepancies. The Gini ratio 2012 reached 0,400 and increase to 0,413
in 2013. Both facts above indicate that poverty alleviation and inequality are two
main issues need to be resolved immediately in order to achieve sustainable
development in Indonesia.
Poverty alleviation needs to be done immediately and comprehensively. One
of the strategies is through financial inclusion. Providing access to financial services
is a substantial thing to be done because it will have an impact on changes in
patterns of consumption, investment, education, and creating revenue for the poor
and also expanding growth opportunities as well as creating inclusive growth.
The measurement of inclusiveness either of financial sector and growth is
needed in order to analyze the influence of financial inclusion to he inclusive
growth. An index of financial inclusion and inclusive growh then developed by
using the method the concept of social opportunity function which is almost similar
as the social welfare function (Ali & amp; Son, 2007). National Social Economic
Survey Data (SUSENAS) 2007-2010 predominantly used because SUSENAS’ data
are very broad and relatively consistent each year.
The participation of the whole community in the growth process becomes part
of the multidimensional inclusive growth. Education and knowledge regarding
financial aspects (financial education and financial literacy) needs to be given to the
poor. Increasing the financial knowledge and education in the community will
enhance the quality of life of the poor and minimize the inequality gaps. Provision
of access services and financial sector of services that are affordable for the poor
directly make the poor people participate and become an agent of economic growth
thus creating an inclusive growth which in the long run will be able to detract the
level of poverty in Indonesia.
Keywords: financial inclusion, inclusive growth, poverty.
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
INKLUSI KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN INKLUSIF
SEBAGAI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN DI
INDONESIA
I MADE SANJAYA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani M.Si
Judul Tesis
Nama
NIM
: Inklusi Keuangan dan Pertumbuhan Inklusif sebagai Strategi
Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
: I Made Sanjaya
: H151110131
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi
Ketua
Dr Ir M. Parulian Hutagaol, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 18 Juli 2014
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini adalah
pertumbuhan inklusif, inklusi keuangan dan kemiskinan dengan judul Inklusi
Keuangan dan Pertumbuhan Inklusif sebagai Strategi Pengentasan
Kemiskinan di Indonesia.
Terimakasih Penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi
dan Bapak Dr Ir M. Parulian Hutagaol, MSi selaku pembimbing, Bapak Prof Dr Ir
Noer Azam Achsani, MSi dan Ibu Dr Ir Sri Mulatsih, MSi yang telah memberi
banyak saran dan masukan dalam penyempurnaan isi tulisan ini. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada International Center for Applied Finance
and Economics (InterCAFE) yang telah memberikan dukungan baik dalam bentuk
finansial maupun penyediaan data-data yang dibutuhkan penulis. Ungkapan
terimakasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan
dukungan moril dalam penyelesaian penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat berguna dan memberikan kontribusi bagi
semua pihak terutama di bidang pendidikan.
Bogor, Agustus 2014
I Made Sanjaya
x
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pertumbuhan Inklusif
Pendefinisian Inklusi Keuangan
Inklusi Keuangan dalam Pertumbuhan Inklusif – Penelitian Terdahulu
Kerangka Pikir
Hipotesis Penelitian
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data
Indeks Pertumbuhan Inklusif Indonesia
Indeks Inklusi Keuangan Indonesia
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Inklusif: Regresi Panel
DINAMIKA PERTUMBUHAN INKLUSIF DAN INKLUSI KEUANGAN DI
INDONESIA
Dinamika Pertumbuhan Inklusif Indonesia
Akses dan Distribusi Peluang Kesehatan di Indonesia
Akses dan Distribusi Peluang Pendidikan di Indonesia
Dinamika Inklusi Keuangan Indonesia
Peningkatan Akses Masyarakat Miskin Terhadap Sektor Keuangan
Formal
Skala Industri Keuangan Indonesia
Penyesuaian Layanan dan Kebutuhan Masyarakat
STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN DAN PERAN INKLUSI
KEUANGAN DALAM PERTUMBUHAN INKLUSIF
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xi
xii
xii
xii
1
1
4
4
4
5
5
5
6
7
9
9
10
10
10
10
14
17
21
21
23
24
25
33
34
36
37
39
39
40
41
43
56
xii
DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan dan
Ketimpangan di Indonesia (2002-2012)
2 Kerangka Pikir Penelitian
3 Kurva Peluang
4 Ilustrasi Pergeseran Kurva Peluang
5 Ilustrasi Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan
6 Kurva Peluang Layanan Sosial Indonesia (2007-2010)
7 Kurva Peluang Kesehatan Indonesia (2007-2010)
8 Kurva Peluang Pendidikan Indonesia (2007-2010)
9 Perkembangan Nilai IIK Indonesia.
2
9
11
13
16
21
24
25
31
DAFTAR TABEL
1 Ringkasan Tinjauan Pustaka
2 Dimensi-Dimensi Indeks Inklusi Keuangan
3 Dugaan Hubungan Variabel Penjelas Terhadap Indeks Pertumbuhan
Inklusif
4 Indeks Peluang Akses Kesehatan, Pendidikan, dan Akses Sosial
Indonesia (2007 – 2010)
5 Nilai Indeks Dimensi-dimensi penyusun Indeks Inklusi Keuangan
6 Indeks Inklusi Keuangan Indonesia, 2007-2010 (3 Dimensi).
7 Indeks Inklusi Keuangan Indonesia, 2007-2010 (2 Dimensi)
8 Statistik Deskriptif Nilai Indeks Inklusi Keuangan Indonesia
Berdasarkan Kelompok Provinsi
9 Nilai Dimensi Indeks Inklusi Keuangan Indonesia
10 Hasil Regresi Data Panel Inklusi Keuangan dan Pertumbuhan Inklusif di
Indonesia
8
15
18
22
26
29
30
32
35
37
DAFTAR LAMPIRAN
1 Definisi Inklusi Keuangan
2 Nilai Indeks Inklusi Keuangan Indonesia (2007-2010)
3 Nilai Indeks Dimenesi Aksesibilitas, Ketersediaan, Penggunaan, Jarak
Euclidean 1 dan Jarak Euclidean 2 (2007-2010)
4 Profil Layanan Keuangan Mikro Indonesia
5 Ketersediaan dan Indeks Peluang Kesehatan (2007-2010)
6 Ketersediaan dan Indeks Peluang Pendidikan (2007-2010)
7 Ketersediaan dan Indeks Peluang Sosial (2007-2010)
8 Regresi panel Pertumbuhan Inklusif Indonesia (Pooled Least Square)
9 Regresi panel Pertumbuhan Inklusif Indonesia (Random Effect Model)
10 Regresi panel Pertumbuhan Inklusif Indonesia (Fixed Effect Model)
11 Hasil Uji Hausman
12 Hasil Uji Chow
43
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir berada
pada kisaran 5-6 persen. Pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan untuk bisa
mengatasi berbagai persoalan yang masih mengemuka diantaranya pengurangan
jumlah penduduk miskin dan pengangguran. Sebagaimana salah satu tujuan dari
Millenium Development Goal bahwa pada tahun 2015 penduduk miskin di dunia
pada umumnya dan Indonesia berkurang menjadi setengahnya. Namun demikian
fakta yang ada menunjukkan bahwa penurunan jumlah penduduk miskin di
Indonesia sampai dengan tahun 2013 masih belum seperti yang diharapkan
(Gambar 1). Secara lebih rinci keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi,
pengurangan jumlah penduduk miskin dan kesenjangan di Indonesia adalah
sebagai berikut.
Perkembangan perekonomian Indonesia selama 12 tahun terakhir
menunjukan hal yang membanggakan, laju pertumbuhan perekonomian terus
meningkat dari 4,4 persen pada tahun 2002 menjadi lebih dari 6 persen di tahun
2012. Selain pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, perubahan angka
kemiskinan yang ditunjukan oleh besarnya tingkat penduduk miskin di Indonesia
juga menunjukan hal yang positif. Sepanjang tahun 2002 sampai dengan 2012
persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia terus berkurang dari 20,2 persen
menjadi 11,8 persen (BPS, 2014). Namun demikian terlihat bahwa laju
pengurangan angka kemiskinan semakin melambat.
Sementara itu pada saat yang sama pertumbuhan ekonomi di Indonesia
ternyata menimbulkan kesenjangan pendapatan yang tinggi. Angka rasio Gini
tahun 2012 mencapai 0,400 dan meningkat menjadi 0,413 pada tahun 2013, angka
ini merupakan angka yang cukup tinggi dalam sepuluh tahun terakhir. Kedua fakta
diatas menunjukkan adanya sesuatu yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih
terkait dengan proses dan pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Sebagaimana yang disampaikan oleh ADB (2002) bahwa pembangunan yang
berkelanjutan menjadi syarat perlu bagi keberhasilan satu negara, namun demikian
belum cukup apabila tidak diikuti dengan pembangunan yang inklusif.
Pembangunan yang inklusif dimaknai sebagai pertumbuhan yang tidak hanya
menciptakan peluang ekonomi baru, tetapi juga menjamin akses yang sama
terhadap peluang yang diciptakan untuk semua segmen masyarakat, khususnya
bagi masyarakat miskin (Ali dan Son, 2007).
2
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Gambar 1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan dan
Ketimpangan di Indonesia (2002-2012)
Fenomena melambatnya laju pengurangan jumlah penduduk miskin salah
satunya dikarenakan adanya faktor internal berupa kenaikan harga BBM pada
tahun 2005 yang memberikan tekanan cukup tinggi bagi penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan. Demikian juga halnya kelompok masyarakat yang berada
tepat atau sedikit di atas garis kemiskinan. TNP2K (2014) menyatakan bahwa
selama rentang waktu Maret – April 2013, tingkat inflasi berada pada posisi 5,02
persen yang meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2012 pada periode yang
sama (2,95 persen). Inflasi yang tinggi tersebut dikarenakan adanya peningkatan
harga bahan bakar bersubsidi pada bulan Juni (premium dan solar); kenaikan harga
beras pada bulan September 2012 dan kenaikan harga pada beberapa komoditas
lainnya seperti daging ayam, telur, cabe, dan lainnya. Kenaikan harga bahan
pangan tersebut berdampak cukup besar pada masyarakat miskin karena hampir 65
persen pendapatan mereka digunakan untuk konsumsi.
Pada saat yang sama, pengeluaran masyarakat miskin meningkat. Dari data
yang ada, sebanyak 20 persen masyarakat termiskin mengalami peningkatan
pengeluaran untuk konsumsi sebesar 7,7 persen. Peningkatan ini lebih rendah
daripada kenaikan garis kemiskinan sebesar 7,85 persen. Peningkatan pengeluaran
konsumsi masyarakat miskin yang tidak lebih tinggi daripada peningkatan garis
kemiskinan menyebabkan jumlah masyarakat miskin semakin besar.
Berbagai program anti kemiskinan telah digulirkan oleh pemerintah dengan
dana mancapai Rp 402,4 triliun selama periode 2006-2012, diantaranya mencakup
Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Beras Miskin (RASKIN), Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Program
Keluarga Harapan (PKH), dan lainnya. Secara statistik dan dari aspek anggaran
tentu saja hal ini dapat dikatakan bahwa program-program pengentasan kemiskinan
belum secara efektif menurunkan angka kemiskinan yang terjadi di Indonesia.
3
Sementara itu pemerintah memiliki strategi upaya pengurangan jumlah
penduduk miskin melalui 4 klaster utama yaitu:
1. Memperbaiki Program Perlindungan Sosial
Sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk membantu individu dan
masyarakat menghadapi goncangan-goncangan (shocks) dalam hidup, seperti
jatuh sakit, kematian anggota keluarga, kehilangan pekerjaan, ditimpa bencana
atau bencana alam, dan sebagainya. Sistem perlindungan sosial yang efektif
akan mengantisipasi agar seseorang atau masyarakat yang mengalami
goncangan tidak sampai jatuh miskin.
2. Meningkatkan Akses Terhadap Pelayanan Dasar
Akses terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta
pangan dan gizi akan membantu mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh
kelompok masyarakat miskin. Disisi lain peningkatan akses terhadap
pelayanan dasar mendorong peningkatan investasi modal manusia (human
capital).
3. Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Miskin
Upaya penanggulangan kemiskinan sangat penting untuk tidak memperlakukan
penduduk miskin semata-mata sebagai obyek pembangunan. Upaya untuk
memberdayakan penduduk miskin perlu dilakukan agar penduduk miskin dapat
berupaya keluar dari kemiskinan dan tidak jatuh kembali ke dalam kemiskinan.
4. Pembangunan Inklusif
Klaster keempat adalah pembangunan yang inklusif yang diartikan sebagai
pembangunan yang mengikutsertakan dan sekaligus memberi manfaat kepada
seluruh masyarakat. Partisipasi menjadi kata kunci dari seluruh pelaksanaan
pembangunan.
Pengentasan kemiskinan perlu dilakukan dengan segera dan komperhensif.
Strategi pengentasan kemiskinan yang efektif perlu dilakukan dalam memberantas
kemiskinan di Indonesia. Salah satu cara adalah dengan inklusi keuangan.
(Demirgüç-Kunt et al, 2008) menyatakan bahwa sektor keuangan merupakan induk
dari proses pembangunan. Sistem keuangan yang inklusif dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang aman dan
efisien bagi kegiatan dalam sektor keuangan.
Inklusi keuangan dapat dijadikan sebagai suatu strategi yang dapat mengatasi
masalah ketimpangan dan kemiskinan. Penyediaan akses layanan dan jasa-jasa
sektor keuangan yang terjangkau bagi masyarakat miskin secara langsung dapat
membuat kelompok masyarakat miskin berpartisipasi dan menjadi agen
pertumbuhan ekonomi. Pemerataan jangkauan pelayanan jasa keuangan akan
mampu menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru yang lebih cepat dan
menyeluruh. Adanya inklusi keuangan akan mampu menciptakan pertumbuhan
yang lebih merata dan menyebar keseluruh wilayah Indonesia (pertumbuhan
inklusif). Pentingnya inklusi keuangan yang berdasarkan atas prinsip pemerataan
dan pertumbuhan harus menjadi perhatian bagi para pembuat kebijakan, untuk itu
inklusi keuangan sangat dibutuhkan dalam proses pengentasan kemiskinan. Hal ini
penting dilakukan untuk menjawab tantangan pemerintah Indonesia yang saat ini
mempunyai target untuk terus menurunkan angka kemiskinan menjadi 8-10 persen
pada tahun 2014.
4
Perumusan Masalah
Sebagaimana yang telah dijelaskan, laju pertumbuhan yang cukup tinggi
tidak diikuti dengan penurunan jumlah orang miskin di Indonesia dan pemerataan.
Pertumbuhan yang inklusif dengan dukungan inklusi keuangan harus menjadi
komitmen pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Pertumbuhan inklusif adalah
penyetaraan pertumbuhan ekonomi yang salah satu caranya adalah melalui inklusi
keuangan. Inklusi keuangan meningkatkan akses masyarakat untuk terlibat lebih
dalam aktifitas perbankan, meningkatkan kesadaran dan akses perbankan, dan
meningkatkan kapasitas rumah tangga miskin serta Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) untuk dapat berinteraksi dengan perbankan.
Berdasarkan uraian singkat diatas, ada beberapa permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana perkembangan pertumbuhan inklusif di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan inklusi keuangan di Indonesia?
3. Bagaimana keterkaitan inklusi keuangan dan pertumbuhan inklusif?
4. Bagaimana strategi yang dapat diterapkan dalam pengentasan kemiskinan
melalui inklusi keuangan dan pertumbuhan inklusif?
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi inklusi
keuangan dan pertumbuhan inklusif yang terjadi di Indonesia. Namun, secara
khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan, yaitu:
1. Menganalisis pertumbuhan inklusif di Indonesia.
2. Menganalisis inklusi keuangan di Indonesia.
3. Menganalisis peran inklusi keuangan dalam pertumbuhan inklusif di
Indonesia.
4. Merumuskan strategi pengentasan kemiskinan melalui inklusi keuangan dan
pertumbuhan inklusif di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Merujuk pada tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan setidaknya dua manfaat, yaitu:
1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memperkaya konsep atau teori yang
mendorong perkembangan ilmu pengetahuan terkait dengan inklusi
keuangan.
2. Manfaat praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tinjauan bagi
pihak-pihak terkait dalam merumuskan strategi peningkatan kesejahteraan,
pemerataan distribusi pendapatan maupun peluang/kesempatan kepada
seluruh lapisan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
5
Manfaat bagi penulis dengan dilakukannya penelitian ini adalah diharapkan
dapat memperoleh kesempatan untuk lebih mendalami dan memperluas
pengetahuan tentang peran pemerintah dalam mengatasi kemiskinan yang terjadi
di Indonesia melalui inklusi keuangan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis kondisi pertumbuhan inklusif dan inklusi
keuangan Indonesia periode 2007 – 2010 di 33 provinsi. Inklusi keuangan dalam
penelitian ini dibatasi pada kelompok masyarakat dan rumah tangga miskin di
Indonesia. Fokus penelitian ini adalah pada pertumbuhan ekonomi, ketimpangan
dan kemiskinan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang sebagian besar
bersumber dari Badan Pusat Statistik yaitu Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS). Metode yang digunakan dalam penelitian ini disadur dari penelitian
sejenis yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan beberapa penyesuaian.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pertumbuhan Inklusif
Keberlanjutan dan efektivitas pertumbuhan dalam mengurangi tingkat
kemiskinan dapat dilakukan jika pertumbuhan tersebut inklusif. Dalam
pertumbuhan inklusif tidak ada diskriminasi apapun dalam keterlibatan semua
pihak maupun sektor ekonomi yang tercakup di dalamnya. Studi yang dilakukan
oleh (Klasen, 2010) menyatakan bahwa pertumbuhan inklusif sangat erat kaitannya
dengan konsep pertumbuhan yang pro-kemiskinan. Sehingga, hasil capaian dalam
pertumbuhan inklusif adalah menurunnya tingkat atau jumlah kelompok yang tidak
diuntungkan.
Konsep pertumbuhan inklusif dijabarkan secara berbeda-beda oleh beberapa
peneliti. Menurut Bank Dunia melalui The Commission on Growth and
Development (2008) pertumbuhan inklusif merupakan pertumbuhan yang fokus
pada perluasan skala ekonomi, perluasan akses aset perekonomian dan pasar yang
pada akhirnya menciptakan kemerataan peluang bagi generasi selanjutnya. Mereka
juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan inklusif adalah sebuah konsep yang
mencakup ekuitas, kesetaraan peluang dan perlindungan di pasar, dan transisi
tenaga kerja yang sangat dibutuhkan untuk kesuksesan strategi pertumbuhan.
Pertumbuhan inklusif diperlukan untuk mengentaskan kemiskinan secara
cepat dan berkelanjutan yang memberikan manfaat serta mengikutsertakan seluruh
masyarakat untuk berkontribusi dalam proses pertumbuhan. Menurut International
Disability and Development Consortium (IDDC, 2013), pertumbuhan inklusif
merupakan sebuah proses untuk memastikan bahwa semua kelompok yang
6
terpinggirkan (termarginalkan/miskin) dapat terlibat dalam proses pembangunan.
Konsep tersebut mengupayakan pemberian hak bagi kelompok/kaum yang
termarginalkan di dalam proses pembangunan.
Pertumbuhan dianggap sebagai pertumbuhan yang pro-kemiskinan apabila
masyarakat miskin diuntungkan yang tercermin dari beberapa ukuran kemiskinan
yang disepakati secara luas (Ravallion & Chen, 2002). Lebih jauh lagi, (Kraay,
2004) menyatakan bahwa pertumbuhan dikatakan pro-kemiskinan jika dan hanya
jika pendapatan dari masyarakat miskin tumbuh lebih cepat daripada pendapatan
masyarakat secara keseluruhan (penurunan ketimpangan pendapatan). Dengan
fokus pada ketimpangan, pertumbuhan inklusif dapat menciptakan hasil yang
optimal bagi masyarakat miskin maupun masyarakat tidak miskin.
Pendefinisian Inklusi Keuangan
Sampai dengan saat ini tidak ada definisi tertentu yang menggambarkan
inklusi keuangan. Berbagai peneliti mendefinisikan inklusi keuangan dengan
definisinya masing-masing. Dalam beberapa literatur, inklusi keuangan
didefinisikan sebagai isu yang lebih luas dari inklusi sosial. Definisi dari inklusi
keuangan juga sering dianggap sebagai antitesis dari eksklusi keuangan. (Leyshon
& Thrift, 1995) mendefiniskan inklusi keuangan sebagai antitesis dari eksklusi
keuangan, yaitu berbagai proses yang menyediakan kepada sejumlah kelompok
sosial atau individu tertentu untuk mendapatkan akses kepada sistem keuangan
formal. Mereka menjelaskan bahwa eksklusi keuangan memberikan dampak yang
sangat penting bagi pertumbuhan yang tidak imbang karena eksklusi keuangan
menciptakan perbedaan pendapatan dan ketimpangan semakin kuat.
Eksklusi keuangan juga didefiniskan sebagai ketidakmampuan untuk
mendapatkan akses layanan keuangan yang diperlukan dalam bentuk yang tepat.
Hal ini terjadi sebagai akibat adanya permasalahan aksesibilitas, perbedaan
kondisi, harga, dan pengecualian diri untuk merespon sebuah persepsi atau
pengalaman negatif (Sinclair, 2001). Sama halnya dengan Leyshon dan Thrift,
(Carbo et al, 2005) mendefinisikan eksklusi keuangan sebagai ketidakmampuan
beberapa kelompok masyarakat dalam mengakses sistem keuangan.
Dalam perkembangannya pemerintah India melalui Committee on Financial
Inclusion in India, memperkenalkan inklusi keuangan sebagai sebuah proses dalam
penyediaan akses layanan keuangan dan kredit yang memadai yang dibutuhkan
oleh kelompok masyarakat seperti masyarakat berpendapatan rendah dengan biaya
yang terjangkau (Rangarajan Committee, 2008). (Sarma, 2012) kemudian
menterjemahkan inklusi keuangan sebagai sebuah proses yang dapat memastikan
kemudahan untuk mendapatkan akses, ketersediaan dan penggunaan layanan
sistem keuangan formal bagi seluruh masyarakat. Terdapat beberapa definisi lain
terkait inklusi keuangan yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada dasarnya terdapat tiga kata kunci dalam inklusi keuangan yaitu:
penyediaan akses, kelompok masyarakat, dan sistem keuangan. Berdasarkan ketiga
kata kunci tersebut, dalam penelitian ini inklusi keuangan didefinisikan sebagai
penyediaan akses bagi masyarakat termarginalkan (masyarakat miskin) untuk
7
dapat memiliki dan menggunakan layanan sistem keuangan. Seperti definisi
yang dibuat oleh Sarma (2012), terdapat tiga dimensi yang harus diperhatikan
dalam inklusi keuangan yaitu aksesibilitas, ketersediaan, dan penggunaan layanan
sistem keuangan. Perbedaan yang ada terkait dengan definisi inklusi keuangan
pada penelitian ini adalah mengenai kelompok masyarakat. Sarma (2012)
menuliskan bahwa ketiga dimensi yang ada diukur untuk keseluruhan masyarakat,
sedangkan dalam penelitian ini ketiga dimensi tersebut diukur untuk kelompok
masyarakat tertentu yaitu masyarakat miskin. Hal ini dikarenakan masyarakat
miskin lebih mendapatkan dampak dari masalah aksesibilitas terhadap sektor
keuangan dibandingkan dengan masyarakat tidak miskin.
Inklusi Keuangan dalam Pertumbuhan Inklusif – Penelitian Terdahulu
Masyarakat miskin rentan terhadap eksklusi keuangan karena masalah utama
mereka muncul dari kebutuhan finansial. Dengan memanfaatkan skala ekonomi
dan membuat kebijakan penggunaan subsidi layanan keuangan formal yang
ditargetkan, penurunan bahkan penghapusan ketidaksempurnaan pasar dapat
dilakukan dan memfasilitasi inklusi keuangan untuk masyarakat miskin. Hal
tersebut akan berdampak pada meningkatnya pendapatan masyarakat miskin.
Penyediaan akses layanan keuangan memiliki potensi untuk mengangkat
masyarakat miskin keluar dari lingkaran kemiskinan. Inklusi keuangan akan
menciptakan budaya menabung, penghematan, dan memungkinkan untuk
terciptanya mekanisme pembayaran yang efisien dan rendah biaya. Penyediaan
akses terhadap layanan keuangan merupakan hal penting yang perlu dilakukan
karena hal tersebut berdampak pada perubahan pola konsumsi, investasi,
pendidikan, dan menciptakan pendapatan bagi masyarakat miskin sehingga
memperluas peluang pertumbuhan serta menciptakan pertumbuhan inklusif (Dixit
& Ghosh, 2013).
Dalam perkembangannya, belum banyak literatur yang meneliti terkait
dengan inklusi keuangan dan pertumbuhan inklusif secara bersamaan. Untuk itu,
salah satu tujuan penelitian ini adalah menganalisis peran dari inklusi keuangan
terhadap pertumbuhan inklusif. Terdapat empat pustaka yang menjadi acuan utama
penelitian ini (Tabel 1).
8
Tabel 1. Ringkasan Tinjauan Pustaka
Penelitian
Judul:
(Measuring Inclusive
Growth)
Peneliti:
Ifzal Ali dan Hyun
Hwa Son
Tahun:
2007
Judul:
(Financial Inclusion
and Development: A
Cross
Country
Analysis)
Peneliti:
Mandira Sarma dan
Jesim Pais
Tahun:
2008
Judul:
(Inclusive
Growth:
Measurement
and
Determinants)
Peneliti:
Rahul Anand, Saurabh
Mishra, dan Shanaka J.
Peiris pada working
paper IMF
Tahun:
2013
Judul:
(Financial Inclusion
for Inclusive Growth)
Peneliti:
Vijay Kelkar
Tahun:
2010
Keterangan
Tujuan:
Membentuk Indeks Pertumbuhan Inklusif
Pendekatan Metode:
Kurva Peluang Sosial
Fokus penelitian:
Sektor kesehatan dan pendidikan di Filipina
Isu:
Indeks yang terbentuk dapat menunjukan bagaimana pertumbuhan
terdistribusi secara merata bagi seluruh lapisan masyarakat
Hasil Penelitian:
Analisis pergerakan dinamis pertumbuhan inklusif antar dua titik
waktu
Tujuan:
Membandingkan inklusivitas sektor keuangan beberapa negara
Pendekatan Metode:
Financial Inclusion Index(IFI)
Fokus penelitian:
Pembentukan Indeks Inklusi Keuangan beberapa negara
Isu:
Menganalisis indeks inklusi keuangan pada negara Maju dan
Berkembang
Hasil:
Analisis faktor-faktor sektor perbankan yang mempengaruhi inklusi
keuangan
Tujuan:
Membentuk Indeks Pertumbuhan Inklusif terpadu
Pendekatan Metode:
Consumer Choice Literature, fungsi kesejahteraan sosial
Fokus penelitian:
Pembentukan Indeks Pertumbuhan Inklusif dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
Isu Utama:
Dasar-dasar dalam pencapaian pertumbuhan inklusif
Hasil Penelitian:
Analisis stabilitas makroekonomi, modal manusia, dan perubahan
struktural adalah dasar untuk mencapai pertumbuhan inklusif
Tujuan:
Menganalisis bahwa pertumbuhan inklusif membutuhkan inklusi
keuangan
Pendekatan Metode:
Kualitatif
Fokus penelitian:
Inklusi Keuangan dan Pertumbuhan Inklusif
Isu Utama:
Inklusi keuangan merupakan induk dari semua bidang pemasaran.
Semakin inklusif sektor keuangan, semakin menipis kesenjangan dan
ketimpangan untuk pertumbuhan yang inklusif.
Hasil lain:
Menjelaskan tentang bagaimana produk-produk jasa keuangan dapat
dijangkau oleh masyarakat termarginalkan.
9
Kerangka Pikir
Jasa dan layanan yang disediakan oleh sektor keuangan formal belum
sepenuhnya dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh
pernyataan Bank Dunia yang mengatakan bahwa 50 persen masyarakat Indonesia
masih mempunyai akses yang sangat terbatas untuk mendapatkan layanan jasa
keuangan yang terjangkau, terutama masyarakat semi perkotaan dan perdesaan. Di
samping itu, rasio Gini di Indonesia masih besar, hal ini menunjukan bahwa hasil
pertumbuhan yang ada belum dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Sehingga
dibutuhkan strategi inklusi keuangan yang dapat memberikan akses yang
terjangkau kepada masyarakat miskin terhadap layanan sektor keuangan yang akan
menciptakan pertumbuhan inklusif. Hal ini akan menurunkan ketimpangan,
kemiskinan, dan membentuk pertumbuhan yang menyeluruh sehingga dapat
menjadi sebuah strategi dalam penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan di
Indonesia (Gambar 2).
Sektor
Keuangan
Target
Masyarakat Miskin
(Excluded people)
Pertumbuhan
Ekonomi
Ketimpangan tinggi
Kemiskinan
Pertumbuhan tidak
inklusif
Inklusi keuangan
Pertumbuhan Inklusif
1. Akses yang lebih baik
2. Jasa dan layanan keuangan yang
terjangkau
Ketimpangan rendah
Kemiskinan turun
Pertumbuhan menyeluruh
Penanggulangan
Kemiskinan dan
Ketimpangan
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Hipotesis Penelitian
Perumusan hipotesis penelitian ini adalah bahwa secara rata-rata kondisi
inklusi keuangan di Indonesia masih rendah. Inklusi keuangan secara signifikan
10
mempengaruhi indeks pertumbuhan inklusif yang terjadi. Beberapa strategi dalam
pencapaian pertumbuhan yang inklusif melalui inklusi keuangan mutlak
diperlukan dengan tujuan pengentasan kemiskinan. Para pembuat kebijakan
diharapkan dapat meningkatkan inklusivitas keuangan dengan tujuan menjadikan
pertumbuhan ekonomi menjadi pertumbuhan yang inklusif yang akan
meningkatkan laju pengurangan jumlah orang miskin dan menurunkan
ketimpangan yang terjadi selama ini.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data sekunder digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini. Data tersebut
berasal dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Bank
Dunia, dan sumber lain yang terkait. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) dominan digunakan karena SUSENAS menyediakan cakupan data
yang sangat luas dan relatif konsisten setiap tahunnya. Data SUSESNAS yang
digunakan adalah data set pada tahun 2007 – 2010.
Metode Analisis Data
Indeks Pertumbuhan Inklusif Indonesia
Metode pembentukan indeks pertumbuhan inklusif dalam penelitian ini
mengacu pada metode yang digunakan oleh (Ali & Son, 2007) yang mengatakan
bahwa pertumbuhan inklusif dihitung dengan menggunakan konsep fungsi peluang
sosial (Social Opportunity Function) yang hampir sama dengan fungsi
kesejahteraan sosial. Perhitungan pertumbuhan inklusif didasarkan pada
maksimisasi fungsi peluang sosial yang bergantung pada dua faktor yaitu
banyaknya ketersediaan peluang rata-rata di masyarakat, dan bagaimana peluang
tersebut didistribusikan ke seluruh masyarakat. Pertumbuhan inlusif terjadi pada
saat adanya perpindahan rata-rata peluang sosial dari masyarakat tidak miskin
kepada masyarakat miskin.
Sebagai contoh, jika ada sejumlah n orang didalam suatu populasi dengan
pendapatan masing-masing sebesar x1, x2, x3,…, xn, dimana x1 merupakan
pendapatan masyarakat yang paling rendah, dan xn menunjukan pendapatan
masyarakat yang paling tinggi. Fungsi kesejahteraan sosial (S) dapat dituliskan
dengan sistem persamaan sebagai berikut:
S S x1 , x2 , x3 ,....., xn ........................................................................................(1)
11
hampir sama dengan fungsi kesejahteraan sosial, fungsi peluang sosial (P) dapat
didefinisikan sebagai berikut:
P P y1 , y2 , y3 ,..., yn
....................................................................................... (2)
dimana yi merupakan besarnya peluang yang dimiliki oleh orang ke-i dengan
pendapatan sebesar xi dan yn merupakan besarnya peluang yang dimiliki oleh orang
ke-n dengan pendapatan sebesar xn. Peluang disini dapat diartikan dengan berbagai
bentuk pelayanan sosial misalnya; kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, dan
lainnya.
Nilai peluang di dalam fungsi tersebut berupa nilai biner yaitu 0 dan 100,
dimana nilai 0 (nilai terendah) akan diperoleh jika seseorang tidak memiliki
peluang (akses) terhadap jasa/layanan yang tersedia, dan nilai 100 akan dimiliki
oleh mereka yang memperoleh peluang (akses) terhadap layanan yang ada. Dengan
begitu, nilai peluang rata-rata yang dimiliki oleh seluruh masyarakat dapat
dirumuskan sebagai berikut:
y
1 n
yi
n i 1 ......................................................................................................... (3)
dimana nilai peluang rata-rata (�̅) tersebut juga mencerminkan persentase
banyaknya masyarakat (n) yang memiliki peluang (akses) yang tersedia.
Rata-rata akses
peluang (�̅)
C
D
B
A
Persentase populasi (0 < pp < 100)
�̅ ∗
�̅
pp = 100
Mencakup seluruh individu
Keterangan:
AD = kurva peluang sosial dimana masyarakat dengan pendapatan yang lebih
tinggi memiliki peluang yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat
dengan pendapatan yang lebih rendah.
BD = kurva peluang sosial dimana setiap individu dalam masyarakat menikmati
sejumlah peluang yang sama.
CD = kurva peluang sosial dimana masyarakat miskin memiliki peluang yang
lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang tidak miskin.
Sumber: (Ali & Son, 2007) dengan penyesuaian.
Gambar 3. Kurva Peluang
12
Pengukuran besarnya perubahan yang terjadi pada distribusi peluang,
membutuhkan nilai rata-rata peluang diseluruh masyarakat dan sebuah asumsi
terkait dengan fungsi peluang sosial yang digunakan. Salah satu bentuk sederhana
dari fungsi peluang sosial yang dapat digunakan adalah dengan cara membuat
sebuah indeks dari luasan yang terbentuk di bawah kurva peluang. Hal ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
100
y
*
y
0
pp
dp
.....................................................................................................(4)
indeks ini disebut dengan Indeks Peluang Sosial (�̅ ∗ ). Semakin besar nilai dari
indeks ini, maka akan semakin besar peluang yang tersedia di masyarakat. Tujuan
dari pembangunan inklusif adalah dengan memaksimumkan nilai indeks peluang
sosial tersebut.
Jika setiap individu dalam masyarakat menikmati sejumlah peluang yang
sama, maka hal itu akan ditunjukan dengan nilai yang sama antara �̅ ∗ dan �̅ (Kurva
BD pada Gambar 3). Oleh karena itu, perbedaan antara �̅ ∗ dan �̅ akan menunjukan
indikasi bagaimana peluang terdistribusi diantara individu. Jika �̅ ∗ memiliki nilai
yang lebih besar dari �̅, maka dapat dikatakan peluang yang ada terdistribusi secara
merata (pro-kemiskinan), dan sebaliknya, jika �̅ ∗ bernilai lebih rendah dari �̅ maka
peluang yang ada tidak terdistribusi secara merata (anti-kemiskinan).
Dengan ide seperti ini, maka dapat dibuat sebuah indeks yang menyatakan
seberapa meratanya distribusi peluang yang ada, yang dinamakan Indeks Distribusi
Peluang (φ) dengan persamaan:
y*
y .................................................................................................................(5)
yang menunjukan bahwa peluang yang ada terdistribusi secara merata (tidak
merata) jika nilai φ lebih besar (lebih kecil) dari 1. Berdasarkan persamaan tersebut,
dapat diturunkan sebuah persamaan:
y * y ...............................................................................................................(6)
yang menunjukan bahwa Indeks Peluang Sosial (�̅ ∗ ) merupakan produk dari Indeks
Distribusi Peluang dan rata-rata peluang yang tersedia di masyarakat.
Pertumbuhan inklusif dapat dicapai dengan cara meningkatkan indeks
pertumbuhan sosial. Indeks Peluang Sosial dapat ditingkatkan dengan tiga cara,
yaitu; meningkatkan rata-rata peluang yang tersedia (�̅), meningkatkan nilai Indeks
Distribusi Peluang (φ) atau meningkatkan rata-rata peluang yang tersedia sekaligus
Indeks Distribusi Peluang secara bersamaan (φ�̅). Untuk memahami pergerakan
pertumbuhan inklusif, dilakukan diferensiasi pada persamaan sebelumnya di kedua
sisinya:
dy * dy yd ..................................................................................................(7)
13
dimana ��̅ ∗ mengukur derajat perubahan inklusivitas pertumbuhan. Pertumbuhan
akan semakin inklusif jika ��̅ ∗ > 0. Bentuk pertama sisi sebelah kanan pada
persamaan di atas (���̅) merupakan kontribusi dari peningkatan rata-rata peluang
yang ada di masyarakat untuk pertumbuhan inklusif pada saat distribusi peluang
tidak berubah dan bentuk kedua (�̅��) merupakan kontribusi dari perubahan nilai
distribusi peluang pada saat rata-rata peluang yang ada tidak berubah.
Kontribusi dari kedua hal tersebut menyebabkan implikasi kebijakan yang
sangat penting. Keduanya dapat menerangkan bagaimana kebijakan pemerintah
atau strategi pembangunan dapat mempengaruhi inklusivitas pertumbuhan.
Sebagai contoh, jika �̅�� memiliki nilai yang lebih besar dari ���̅ pada persamaan
7, hal ini berarti strategi pembangunan fokus kepada pemerataan peluang dan
memberikan masyarakat miskin peluang yang lebih besar dibandingkan dengan
meningkatkan rata-rata peluang sosial untuk seluruh masyarakat (Gambar 4, kurva
B2C2).
Sumber: (Ali & Son, 2007) dengan penyesuaian.
Gambar 4. Ilustrasi Pergeseran Kurva Peluang
Pembentukan derajat inklusivitas pertumbuhan memungkinkan terjadinya
trade-off antara y dan dimana jika y meningkat, nilai dapat saja berkurang
atau sebaliknya. Sebagai contoh, jika ���̅ bernilai positif dan �̅�� bernilai negatif,
maka peningkatan nilai rata-rata peluang yang ada di seluruh masyarakat terjadi
karena peningkatan ketimpangan akses peluang yang ada di masyarakat. Gambar
4 mengilustrasikan kondisi tersebut dengan pergeseran kurva dari BC menjadi
B4C4. Sebaliknya, jika ���̅ bernilai negatif dan �̅�� bernilai positif, hal ini berarti
penurunan ketimpangan distribusi peluang sosial merupakan hasil dari
berkurangnya rata-rata peluang yang ada di masyarakat (pergeseran dari kurva BC
menjadi B1C1). Pergeseran kurva BC menjadi B2C2 pada Gambar 4 menunjukan
14
bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata peluang yang ada di masyarakat diikuti
dengan penurunan ketimpangan akses peluang di dalamnya. Secara matematis
kondisi ini dituliskan dengan nilai positif dari ���̅ dan juga �̅��. Perubahan
pertumbuhan mengindikasikan hal yang buruk jika terjadi penurunan rata-rata
peluang yang ada di masyarakat yang diakibatkan dari meningkatnya ketimpangan
akses peluang (���̅ bernilai negtif dan �̅�� bernilai negatif), hal ini tergambarkan
dari pergeseran kurva BC menjadi B3C3 pada Gambar 4.
Inklusivitas pertumbuhan akan sangat tergantung bobot dari kontribusi
masing-masing pengaruh. Nilai dari y dan tidak akan selalu berkebalikan, nilai
y dapat saja naik (turun) bersamaan dengan nilai . Jika keduanya bernilai
positif, maka pertumbuhan tersebut adalah pertumbuhan inklusif, tetapi jika
keduanya bernilai negatif, maka pertumbuhan tersebut bukan merupakan
pertumbuhan inklusif.
Indeks Inklusi Keuangan Indonesia
Pengukuran nilai indeks inklusi keuangan dilihat dari tiga dimensi. Dimensidimensi tersebut adalah dimensi aksesibilitas (d1) dimana dalam dimensi
aksesibilitas ini diukur seberapa jauh masyarakat miskin dapat mengakses sektor
keuangan formal di Indonesia. Kedua, adalah dimensi ketersediaan (d2) yang
mengukur seberapa besar layanan sektor keuangan tersebar untuk seluruh
masyarakat di Indonesia. Ketiga, adalah dimensi penggunaan (d3) yang mengukur
kemampuan masyarakat miskin dalam menggunakan layanan sektor keuangan
formal yang tersedia.
Pengukuran indeks inklusi keuangan dilakukan dengan terlebih dahulu
menentukan indeks untuk dimensi-dimensi dalam inklusi keuangan dengan
persamaan sebagai berikut:
di wi
Ai mi
; i 1, 2,3.
M i mi
................................................................................(8)
dimana:
di = dimensi ke-i (d1 = aksesibilitas, d2 = ketersediaan, d3 = penggunaan)
wi = bobot yang diberikan kepada dimensi ke-i
Ai = nilai aktual dimensi ke-i
Mi = nilai maksimum dimensi ke-i
mi = nilai minimum dimensi ke-i
Dimensi aksesibilitas menunjukan seberapa besar aksesibilitas masyarakat
termarjinalkan (masyarakat miskin) terhadap layanan sektor keuangan formal yang
tersedia. Aksesibilitas tersebut diukur berdasarkan kemampuan masyarakat miskin
untuk ikut serta dalam sektor keuangan formal seperti bank dan lembaga keuangan
formal lainnya. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan sebagai pendekatan
untuk mengukur kemampuan masyarakat miskin ikut serta dalam sektor keuangan
formal adalah pendapatan masyarakat miskin yang didekati dengan status
pekerjaan yang dimiliki. Masyarakat miskin dikatakan mampu untuk ikut serta
dalam sektor keuangan formal jika mempunyai pendapatan tetap setiap bulannya.
15
Hal ini dilakukan karena pendapatan yang pasti dari masyarakat merupakan salah
satu syarat institusi atau lembaga keuangan formal –misalnya bank– dalam
menerima seorang nasabah. Semakin banyak masyarakat miskin yang bekerja dan
memiliki pendapatan tetap, berarti semakin banyak masyarakat miskin yang
sebenarnya memiliki akses kepada sektor keuangan formal sehingga hal tersebut
akan meningkatkan nilai indeks inklusi keuangan.
Dimensi ketersediaan menunjukan banyaknya layanan dan jasa lembaga
keuangan formal terhadap keseluruhan masyarakat. Semakin besar nilai dimensi
ini menunjukan bahwa layanan dan jasa keuangan formal mendukung proses
inklusi keuangan. Variabel yang digunakan untuk pendekatan dimensi ketersediaan
adalah rasio antara jumlah kantor bank (baik bank syariah, bank swasta, maupun
bank daerah) terhadap 100.000 masyarakat dewasa. Semakin besar rasio tersebut
menunjukan bahwa sektor keuangan formal cukup baik dalam menyediakan
layanan maupun jasa keuangan bagi masyarakat.
Kedua dimensi diatas tidak cukup untuk dijadikan indikator bahwa sebuah
wilayah (negara maupun daerah) sudah mengalami inklusi keuangan yang lebih
baik. Indikator penggunaan terhadap layanan sektor keuangan formal juga
merupakan faktor penting dalam proses inklusi keuangan. Penggunaan layanan
sektor keuangan formal menjadi dimensi ketiga dalam penelitian ini disebut dengan
dimensi penggunaan. Dimensi penggunaan menunjukan seberapa banyak
masyarakat miskin yang menggunakan layanan dan jasa keuangan yang diberikan
oleh lembaga atau institusi keuangan formal. Semakin besar nilai dimensi
penggunaan merupakan salah satu indikator semakin inklusif sektor keuangan di
sebuah wilayah. Variabel yang digunakan untuk mengukur hal tersebut adalah
jumlah rumah tangga miskin yang mendapatkan kredit perbankan dibandingkan
dengan jumlah keseluruhan masyarakat miskin yang memiliki akses kepada sektor
keuangan formal. Semakin banyak masyarakat miskin yang mendapat kredit dari
perbankan akan meningkatkan nilai rasio tersebut sehingga indeks dimensi
penggunaan akan semakin besar, yang menunjukan bahwa sektor keuangan
semakin inklusif.
Tabel 2. Dimensi-Dimensi Indeks Inklusi Keuangan
Dimensi
Dimensi Aksesibilitas (d1)
Dimensi Ketersediaan (d2)
Dimensi Penggunaan (d3)
Variabel
Rasio jumlah masyarakat dewasa miskin yang memiliki
pendapatan tetap dengan jumlah masyarakat dewasa miskin
Jumlah kantor bank per 100.000 masyarakat dewasa
Rasio jumlah rumah tangga miskin yang memperoleh kredit
perbankan terhadap jumlah keseluruhan rumah tangga miskin.
Nilai di untuk i = 1, 2 atau 3 akan berada pada selang antara 0 dan wi (Gambar
5). Semakin tinggi nilai di mengindikasikan semakin sukses sebuah wilayah atau
negara dalam pencapaian dimensi ke-i. Pencapaian inklusi keuangan sebuah negara
ditunjukan oleh titik X = (d1,d2,d3). Dalam konteks dimensi, titik O = (0,0,0)
merepresentasikan nilai terburuk, sementara titik W = (w1,w2,w3) –dimana w1, w2,
dan w3 merupakan bobot yang diberikan untuk masing-masing dimensi– akan
merepresentasikan situasi pencapaian yang ideal dan tinggi untuk semua dimensi.
16
Dimensi Aksesibilitas (d1)
W (w1,w2,w3)
(w1,0,0)
Dimensi Penggunaan
(d3)
X (d1,d2,d3)
(0,0,w3)
d1
d3
O
---X1
---------- 1-X2
IIK = 0,5 [X1 + X2]
(0,w2,0)
d2
Dimensi Ketersediaan (d2)
Sumber: (Sarma & Pais, 2008) dengan penyesuaian.
Catatan: IIK = Indeks Inklusi Keuangan
Gambar 5. Ilustrasi Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan
Perhitungan indeks inklusi keuangan dihitung berdasarkan jarak antara titik
terburuk dan capaian dimensi (O-X atau X1) juga jarak antara titik pencapaian yang
ideal dan capaian dimensi (W-X atau X2). Hal ini dilakukan dengan rumus:
X1
d12 d 22 d32
w12 w22 w32 dan
w1 d1 w2 d2 w3 d3
2
X 2 1
2
w12 w22 w32
2
...........(9)
Persamaan (X1) menunjukan jarak Euclidcan (Euclidcan distance) X dari titik
terburuk O, dinormalisasi dengan jarak titik terburuk O dan titik ideal W.
Normalisasi ini dilakukan untuk mendapatkan nilai X1 yang ada diantara 0 dan 1.
Semakin tinggi nilai X1 menunjukan semakin tinggi inklusi keuangan.
Persamaan (X2) merupakan jarak Euclidcan terbalik X dari titik ideal W.
Dalam kasus ini jarak Euclidcan ditunjukan dari formula yang berada di sebelah
kanan tanda negatif (-), kemudian di normalisasi dengan memberikan angka 1
didepan tanda negatif. Normalisasi terhadap jarak titik terburuk dan titik
pencapaian ideal juga dilakukan untuk membuat nilai X2 berada diselang 0 dan 1
dan pembalikan dilakukan agar mendapatkan interpretasi dimana semakin tinggi
nilai X2 maka semakin tinggi tingkat capaian inklusi keuangan.
Mengadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Sarma, pada penelitian ini
diasumsikan bahwa semua dimensi yang digunakan dalam pembentukan indeks
inklusi keuangan sama pentingnya, maka dari itu wi = 1 untuk semua nilai i. Dalam
kasus ini maka W = (1,1,1)
SEBAGAI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN DI
INDONESIA
I MADE SANJAYA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Inklusi Keuangan dan
Pertumbuhan Inklusif sebagai Strategi Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
I Made Sanjaya
NIM H151110131
ii
RINGKASAN
I MADE SANJAYA. Inklusi Keuangan dan Pertumbuhan Inklusif sebagai Strategi
Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Dibimbing oleh NUNUNG
NURYARTONO dan M. PARULIAN HUTAGAOL.
Pembangunan yang berkelanjutan menjadi syarat perlu bagi keberhasilan
suatu negara, namun demikian belum cukup apabila tidak diikuti dengan
pembangunan yang inklusif. Pembangunan yang inklusif dimaknai sebagai
pertumbuhan yang tidak hanya menciptakan peluang ekonomi baru, tetapi juga
menjamin aksesibilitas yang sama terhadap peluang yang tercipta untuk semua
segmen masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin.
Perkembangan perekonomian Indonesia selama 12 tahun terakhir menunjukan
hal yang membanggakan, laju pertumbuhan perekonomian terus meningkat dari 4,4
persen pada tahun 2002 menjadi lebih dari 6 persen di tahun 2012. Selain itu, perubahan
angka kemiskinan yang ditunjukan oleh besarnya tingkat penduduk miskin di Indonesia
juga menunjukan hal yang positif. Sepanjang tahun 2002-2012 persentase jumlah
penduduk miskin di Indonesia terus berkurang dari 20,2 persen menjadi 11,8 persen
(BPS, 2014).
Sementara itu pada saat yang sama pertumbuhan ekonomi di Indonesia ternyata
menimbulkan kesenjangan pendapatan yang tinggi. Angka rasio Gini tahun 2012
mencapai 0,400 dan meningkat menjadi 0,413 pada tahun 2013. Fakta diatas
menunjukkan adanya sesuatu yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih terkait
dengan proses dan pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Pengentasan kemiskinan perlu dilakukan dengan segera dan komperhensif.
Salah satu cara mengentaskan kemiskinan adalah dengan inklusi keuangan.
Penyediaan akses terhadap layanan keuangan merupakan hal penting yang perlu
dilakukan karena hal tersebut berdampak pada perubahan pola konsumsi, investasi,
pendidikan, dan menciptakan pendapatan bagi masyarakat miskin sehingga
memperluas peluang pertumbuhan serta menciptakan pertumbuhan inklusif.
Metode pembentukan indeks pertumbuhan inklusif dalam dihitung dengan
menggunakan konsep fungsi peluang sosial (Social Opportunity Function) yang hampir
sama dengan fungsi kesejahteraan sosial (Ali & Son, 2007). Data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2007-2010 dominan digunakan karena
SUSENAS menyediakan data yang sangat luas dan relatif konsisten setiap tahunnya.
Partisipasi seluruh masyarakat dalam proses pertumbuhan menjadi bagian
dari pertumbuhan inklusif yang multidimensi. Pendidikan dan pengetahuan
mengenai aspek keuangan (financial education dan financial literacy) perlu
diberikan kepada masyarakat miskin. Meningkatnya pengetahuan dan pendidikan
keuangan di masyarakat akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin dan
memperkecil ketimpangan. Penyediaan akses layanan dan jasa-jasa sektor
keuangan yang terjangkau bagi masyarakat miskin secara langsung membuat
kelompok masyarakat miskin ikut berpartisipasi dan menjadi agen pertumbuhan
ekonomi sehingga menciptakan pertumbuhan yang inklusif yang dalam jangka
panjang dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia.
Kata kunci: kemiskinan, inklusi keuangan, pertumbuhan inklusif.
SUMMARY
I MADE SANJAYA. Financial Inclusion and Inclusive Growth as Poverty
Alleviation Strategy in Indonesia. Supervised by NUNUNG NURYARTONO and
M. PARULIAN HUTAGAOL.
Sustainable development becomes a necessary condition for developing
country however it is not enough without inclusive growth included. Inclusive
growth is defined as growth that not only creates new economic opportunities, but
also ensures equal access to the opportunities created for all segments of society,
especially for the poor.
The Indonesian economic groeth rate for the last 12 years shows a tremendous
result, it increase from 4,4 percent in 2002 to greater than 6 percent in 2012. In
addition, changes in the poverty figures indicated by the level of the poor population
rate in Indonesia also shows a positive result. Throughout the 2002-2012, the
percentage of the poor population in Indonesia has continued to decrease from
20,2% to 11,8% (BPS, 2014).
Meanwhile, at the same time economic growth in Indonesia apparently cause
high income discrepancies. The Gini ratio 2012 reached 0,400 and increase to 0,413
in 2013. Both facts above indicate that poverty alleviation and inequality are two
main issues need to be resolved immediately in order to achieve sustainable
development in Indonesia.
Poverty alleviation needs to be done immediately and comprehensively. One
of the strategies is through financial inclusion. Providing access to financial services
is a substantial thing to be done because it will have an impact on changes in
patterns of consumption, investment, education, and creating revenue for the poor
and also expanding growth opportunities as well as creating inclusive growth.
The measurement of inclusiveness either of financial sector and growth is
needed in order to analyze the influence of financial inclusion to he inclusive
growth. An index of financial inclusion and inclusive growh then developed by
using the method the concept of social opportunity function which is almost similar
as the social welfare function (Ali & amp; Son, 2007). National Social Economic
Survey Data (SUSENAS) 2007-2010 predominantly used because SUSENAS’ data
are very broad and relatively consistent each year.
The participation of the whole community in the growth process becomes part
of the multidimensional inclusive growth. Education and knowledge regarding
financial aspects (financial education and financial literacy) needs to be given to the
poor. Increasing the financial knowledge and education in the community will
enhance the quality of life of the poor and minimize the inequality gaps. Provision
of access services and financial sector of services that are affordable for the poor
directly make the poor people participate and become an agent of economic growth
thus creating an inclusive growth which in the long run will be able to detract the
level of poverty in Indonesia.
Keywords: financial inclusion, inclusive growth, poverty.
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
INKLUSI KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN INKLUSIF
SEBAGAI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN DI
INDONESIA
I MADE SANJAYA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani M.Si
Judul Tesis
Nama
NIM
: Inklusi Keuangan dan Pertumbuhan Inklusif sebagai Strategi
Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
: I Made Sanjaya
: H151110131
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi
Ketua
Dr Ir M. Parulian Hutagaol, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 18 Juli 2014
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini adalah
pertumbuhan inklusif, inklusi keuangan dan kemiskinan dengan judul Inklusi
Keuangan dan Pertumbuhan Inklusif sebagai Strategi Pengentasan
Kemiskinan di Indonesia.
Terimakasih Penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi
dan Bapak Dr Ir M. Parulian Hutagaol, MSi selaku pembimbing, Bapak Prof Dr Ir
Noer Azam Achsani, MSi dan Ibu Dr Ir Sri Mulatsih, MSi yang telah memberi
banyak saran dan masukan dalam penyempurnaan isi tulisan ini. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada International Center for Applied Finance
and Economics (InterCAFE) yang telah memberikan dukungan baik dalam bentuk
finansial maupun penyediaan data-data yang dibutuhkan penulis. Ungkapan
terimakasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan
dukungan moril dalam penyelesaian penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat berguna dan memberikan kontribusi bagi
semua pihak terutama di bidang pendidikan.
Bogor, Agustus 2014
I Made Sanjaya
x
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pertumbuhan Inklusif
Pendefinisian Inklusi Keuangan
Inklusi Keuangan dalam Pertumbuhan Inklusif – Penelitian Terdahulu
Kerangka Pikir
Hipotesis Penelitian
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data
Indeks Pertumbuhan Inklusif Indonesia
Indeks Inklusi Keuangan Indonesia
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Inklusif: Regresi Panel
DINAMIKA PERTUMBUHAN INKLUSIF DAN INKLUSI KEUANGAN DI
INDONESIA
Dinamika Pertumbuhan Inklusif Indonesia
Akses dan Distribusi Peluang Kesehatan di Indonesia
Akses dan Distribusi Peluang Pendidikan di Indonesia
Dinamika Inklusi Keuangan Indonesia
Peningkatan Akses Masyarakat Miskin Terhadap Sektor Keuangan
Formal
Skala Industri Keuangan Indonesia
Penyesuaian Layanan dan Kebutuhan Masyarakat
STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN DAN PERAN INKLUSI
KEUANGAN DALAM PERTUMBUHAN INKLUSIF
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xi
xii
xii
xii
1
1
4
4
4
5
5
5
6
7
9
9
10
10
10
10
14
17
21
21
23
24
25
33
34
36
37
39
39
40
41
43
56
xii
DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan dan
Ketimpangan di Indonesia (2002-2012)
2 Kerangka Pikir Penelitian
3 Kurva Peluang
4 Ilustrasi Pergeseran Kurva Peluang
5 Ilustrasi Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan
6 Kurva Peluang Layanan Sosial Indonesia (2007-2010)
7 Kurva Peluang Kesehatan Indonesia (2007-2010)
8 Kurva Peluang Pendidikan Indonesia (2007-2010)
9 Perkembangan Nilai IIK Indonesia.
2
9
11
13
16
21
24
25
31
DAFTAR TABEL
1 Ringkasan Tinjauan Pustaka
2 Dimensi-Dimensi Indeks Inklusi Keuangan
3 Dugaan Hubungan Variabel Penjelas Terhadap Indeks Pertumbuhan
Inklusif
4 Indeks Peluang Akses Kesehatan, Pendidikan, dan Akses Sosial
Indonesia (2007 – 2010)
5 Nilai Indeks Dimensi-dimensi penyusun Indeks Inklusi Keuangan
6 Indeks Inklusi Keuangan Indonesia, 2007-2010 (3 Dimensi).
7 Indeks Inklusi Keuangan Indonesia, 2007-2010 (2 Dimensi)
8 Statistik Deskriptif Nilai Indeks Inklusi Keuangan Indonesia
Berdasarkan Kelompok Provinsi
9 Nilai Dimensi Indeks Inklusi Keuangan Indonesia
10 Hasil Regresi Data Panel Inklusi Keuangan dan Pertumbuhan Inklusif di
Indonesia
8
15
18
22
26
29
30
32
35
37
DAFTAR LAMPIRAN
1 Definisi Inklusi Keuangan
2 Nilai Indeks Inklusi Keuangan Indonesia (2007-2010)
3 Nilai Indeks Dimenesi Aksesibilitas, Ketersediaan, Penggunaan, Jarak
Euclidean 1 dan Jarak Euclidean 2 (2007-2010)
4 Profil Layanan Keuangan Mikro Indonesia
5 Ketersediaan dan Indeks Peluang Kesehatan (2007-2010)
6 Ketersediaan dan Indeks Peluang Pendidikan (2007-2010)
7 Ketersediaan dan Indeks Peluang Sosial (2007-2010)
8 Regresi panel Pertumbuhan Inklusif Indonesia (Pooled Least Square)
9 Regresi panel Pertumbuhan Inklusif Indonesia (Random Effect Model)
10 Regresi panel Pertumbuhan Inklusif Indonesia (Fixed Effect Model)
11 Hasil Uji Hausman
12 Hasil Uji Chow
43
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir berada
pada kisaran 5-6 persen. Pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan untuk bisa
mengatasi berbagai persoalan yang masih mengemuka diantaranya pengurangan
jumlah penduduk miskin dan pengangguran. Sebagaimana salah satu tujuan dari
Millenium Development Goal bahwa pada tahun 2015 penduduk miskin di dunia
pada umumnya dan Indonesia berkurang menjadi setengahnya. Namun demikian
fakta yang ada menunjukkan bahwa penurunan jumlah penduduk miskin di
Indonesia sampai dengan tahun 2013 masih belum seperti yang diharapkan
(Gambar 1). Secara lebih rinci keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi,
pengurangan jumlah penduduk miskin dan kesenjangan di Indonesia adalah
sebagai berikut.
Perkembangan perekonomian Indonesia selama 12 tahun terakhir
menunjukan hal yang membanggakan, laju pertumbuhan perekonomian terus
meningkat dari 4,4 persen pada tahun 2002 menjadi lebih dari 6 persen di tahun
2012. Selain pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, perubahan angka
kemiskinan yang ditunjukan oleh besarnya tingkat penduduk miskin di Indonesia
juga menunjukan hal yang positif. Sepanjang tahun 2002 sampai dengan 2012
persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia terus berkurang dari 20,2 persen
menjadi 11,8 persen (BPS, 2014). Namun demikian terlihat bahwa laju
pengurangan angka kemiskinan semakin melambat.
Sementara itu pada saat yang sama pertumbuhan ekonomi di Indonesia
ternyata menimbulkan kesenjangan pendapatan yang tinggi. Angka rasio Gini
tahun 2012 mencapai 0,400 dan meningkat menjadi 0,413 pada tahun 2013, angka
ini merupakan angka yang cukup tinggi dalam sepuluh tahun terakhir. Kedua fakta
diatas menunjukkan adanya sesuatu yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih
terkait dengan proses dan pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Sebagaimana yang disampaikan oleh ADB (2002) bahwa pembangunan yang
berkelanjutan menjadi syarat perlu bagi keberhasilan satu negara, namun demikian
belum cukup apabila tidak diikuti dengan pembangunan yang inklusif.
Pembangunan yang inklusif dimaknai sebagai pertumbuhan yang tidak hanya
menciptakan peluang ekonomi baru, tetapi juga menjamin akses yang sama
terhadap peluang yang diciptakan untuk semua segmen masyarakat, khususnya
bagi masyarakat miskin (Ali dan Son, 2007).
2
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013
Gambar 1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan dan
Ketimpangan di Indonesia (2002-2012)
Fenomena melambatnya laju pengurangan jumlah penduduk miskin salah
satunya dikarenakan adanya faktor internal berupa kenaikan harga BBM pada
tahun 2005 yang memberikan tekanan cukup tinggi bagi penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan. Demikian juga halnya kelompok masyarakat yang berada
tepat atau sedikit di atas garis kemiskinan. TNP2K (2014) menyatakan bahwa
selama rentang waktu Maret – April 2013, tingkat inflasi berada pada posisi 5,02
persen yang meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2012 pada periode yang
sama (2,95 persen). Inflasi yang tinggi tersebut dikarenakan adanya peningkatan
harga bahan bakar bersubsidi pada bulan Juni (premium dan solar); kenaikan harga
beras pada bulan September 2012 dan kenaikan harga pada beberapa komoditas
lainnya seperti daging ayam, telur, cabe, dan lainnya. Kenaikan harga bahan
pangan tersebut berdampak cukup besar pada masyarakat miskin karena hampir 65
persen pendapatan mereka digunakan untuk konsumsi.
Pada saat yang sama, pengeluaran masyarakat miskin meningkat. Dari data
yang ada, sebanyak 20 persen masyarakat termiskin mengalami peningkatan
pengeluaran untuk konsumsi sebesar 7,7 persen. Peningkatan ini lebih rendah
daripada kenaikan garis kemiskinan sebesar 7,85 persen. Peningkatan pengeluaran
konsumsi masyarakat miskin yang tidak lebih tinggi daripada peningkatan garis
kemiskinan menyebabkan jumlah masyarakat miskin semakin besar.
Berbagai program anti kemiskinan telah digulirkan oleh pemerintah dengan
dana mancapai Rp 402,4 triliun selama periode 2006-2012, diantaranya mencakup
Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Beras Miskin (RASKIN), Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Program
Keluarga Harapan (PKH), dan lainnya. Secara statistik dan dari aspek anggaran
tentu saja hal ini dapat dikatakan bahwa program-program pengentasan kemiskinan
belum secara efektif menurunkan angka kemiskinan yang terjadi di Indonesia.
3
Sementara itu pemerintah memiliki strategi upaya pengurangan jumlah
penduduk miskin melalui 4 klaster utama yaitu:
1. Memperbaiki Program Perlindungan Sosial
Sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk membantu individu dan
masyarakat menghadapi goncangan-goncangan (shocks) dalam hidup, seperti
jatuh sakit, kematian anggota keluarga, kehilangan pekerjaan, ditimpa bencana
atau bencana alam, dan sebagainya. Sistem perlindungan sosial yang efektif
akan mengantisipasi agar seseorang atau masyarakat yang mengalami
goncangan tidak sampai jatuh miskin.
2. Meningkatkan Akses Terhadap Pelayanan Dasar
Akses terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta
pangan dan gizi akan membantu mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh
kelompok masyarakat miskin. Disisi lain peningkatan akses terhadap
pelayanan dasar mendorong peningkatan investasi modal manusia (human
capital).
3. Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Miskin
Upaya penanggulangan kemiskinan sangat penting untuk tidak memperlakukan
penduduk miskin semata-mata sebagai obyek pembangunan. Upaya untuk
memberdayakan penduduk miskin perlu dilakukan agar penduduk miskin dapat
berupaya keluar dari kemiskinan dan tidak jatuh kembali ke dalam kemiskinan.
4. Pembangunan Inklusif
Klaster keempat adalah pembangunan yang inklusif yang diartikan sebagai
pembangunan yang mengikutsertakan dan sekaligus memberi manfaat kepada
seluruh masyarakat. Partisipasi menjadi kata kunci dari seluruh pelaksanaan
pembangunan.
Pengentasan kemiskinan perlu dilakukan dengan segera dan komperhensif.
Strategi pengentasan kemiskinan yang efektif perlu dilakukan dalam memberantas
kemiskinan di Indonesia. Salah satu cara adalah dengan inklusi keuangan.
(Demirgüç-Kunt et al, 2008) menyatakan bahwa sektor keuangan merupakan induk
dari proses pembangunan. Sistem keuangan yang inklusif dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang aman dan
efisien bagi kegiatan dalam sektor keuangan.
Inklusi keuangan dapat dijadikan sebagai suatu strategi yang dapat mengatasi
masalah ketimpangan dan kemiskinan. Penyediaan akses layanan dan jasa-jasa
sektor keuangan yang terjangkau bagi masyarakat miskin secara langsung dapat
membuat kelompok masyarakat miskin berpartisipasi dan menjadi agen
pertumbuhan ekonomi. Pemerataan jangkauan pelayanan jasa keuangan akan
mampu menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru yang lebih cepat dan
menyeluruh. Adanya inklusi keuangan akan mampu menciptakan pertumbuhan
yang lebih merata dan menyebar keseluruh wilayah Indonesia (pertumbuhan
inklusif). Pentingnya inklusi keuangan yang berdasarkan atas prinsip pemerataan
dan pertumbuhan harus menjadi perhatian bagi para pembuat kebijakan, untuk itu
inklusi keuangan sangat dibutuhkan dalam proses pengentasan kemiskinan. Hal ini
penting dilakukan untuk menjawab tantangan pemerintah Indonesia yang saat ini
mempunyai target untuk terus menurunkan angka kemiskinan menjadi 8-10 persen
pada tahun 2014.
4
Perumusan Masalah
Sebagaimana yang telah dijelaskan, laju pertumbuhan yang cukup tinggi
tidak diikuti dengan penurunan jumlah orang miskin di Indonesia dan pemerataan.
Pertumbuhan yang inklusif dengan dukungan inklusi keuangan harus menjadi
komitmen pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Pertumbuhan inklusif adalah
penyetaraan pertumbuhan ekonomi yang salah satu caranya adalah melalui inklusi
keuangan. Inklusi keuangan meningkatkan akses masyarakat untuk terlibat lebih
dalam aktifitas perbankan, meningkatkan kesadaran dan akses perbankan, dan
meningkatkan kapasitas rumah tangga miskin serta Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) untuk dapat berinteraksi dengan perbankan.
Berdasarkan uraian singkat diatas, ada beberapa permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana perkembangan pertumbuhan inklusif di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan inklusi keuangan di Indonesia?
3. Bagaimana keterkaitan inklusi keuangan dan pertumbuhan inklusif?
4. Bagaimana strategi yang dapat diterapkan dalam pengentasan kemiskinan
melalui inklusi keuangan dan pertumbuhan inklusif?
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi inklusi
keuangan dan pertumbuhan inklusif yang terjadi di Indonesia. Namun, secara
khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan, yaitu:
1. Menganalisis pertumbuhan inklusif di Indonesia.
2. Menganalisis inklusi keuangan di Indonesia.
3. Menganalisis peran inklusi keuangan dalam pertumbuhan inklusif di
Indonesia.
4. Merumuskan strategi pengentasan kemiskinan melalui inklusi keuangan dan
pertumbuhan inklusif di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Merujuk pada tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan setidaknya dua manfaat, yaitu:
1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memperkaya konsep atau teori yang
mendorong perkembangan ilmu pengetahuan terkait dengan inklusi
keuangan.
2. Manfaat praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tinjauan bagi
pihak-pihak terkait dalam merumuskan strategi peningkatan kesejahteraan,
pemerataan distribusi pendapatan maupun peluang/kesempatan kepada
seluruh lapisan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
5
Manfaat bagi penulis dengan dilakukannya penelitian ini adalah diharapkan
dapat memperoleh kesempatan untuk lebih mendalami dan memperluas
pengetahuan tentang peran pemerintah dalam mengatasi kemiskinan yang terjadi
di Indonesia melalui inklusi keuangan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis kondisi pertumbuhan inklusif dan inklusi
keuangan Indonesia periode 2007 – 2010 di 33 provinsi. Inklusi keuangan dalam
penelitian ini dibatasi pada kelompok masyarakat dan rumah tangga miskin di
Indonesia. Fokus penelitian ini adalah pada pertumbuhan ekonomi, ketimpangan
dan kemiskinan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang sebagian besar
bersumber dari Badan Pusat Statistik yaitu Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS). Metode yang digunakan dalam penelitian ini disadur dari penelitian
sejenis yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan beberapa penyesuaian.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pertumbuhan Inklusif
Keberlanjutan dan efektivitas pertumbuhan dalam mengurangi tingkat
kemiskinan dapat dilakukan jika pertumbuhan tersebut inklusif. Dalam
pertumbuhan inklusif tidak ada diskriminasi apapun dalam keterlibatan semua
pihak maupun sektor ekonomi yang tercakup di dalamnya. Studi yang dilakukan
oleh (Klasen, 2010) menyatakan bahwa pertumbuhan inklusif sangat erat kaitannya
dengan konsep pertumbuhan yang pro-kemiskinan. Sehingga, hasil capaian dalam
pertumbuhan inklusif adalah menurunnya tingkat atau jumlah kelompok yang tidak
diuntungkan.
Konsep pertumbuhan inklusif dijabarkan secara berbeda-beda oleh beberapa
peneliti. Menurut Bank Dunia melalui The Commission on Growth and
Development (2008) pertumbuhan inklusif merupakan pertumbuhan yang fokus
pada perluasan skala ekonomi, perluasan akses aset perekonomian dan pasar yang
pada akhirnya menciptakan kemerataan peluang bagi generasi selanjutnya. Mereka
juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan inklusif adalah sebuah konsep yang
mencakup ekuitas, kesetaraan peluang dan perlindungan di pasar, dan transisi
tenaga kerja yang sangat dibutuhkan untuk kesuksesan strategi pertumbuhan.
Pertumbuhan inklusif diperlukan untuk mengentaskan kemiskinan secara
cepat dan berkelanjutan yang memberikan manfaat serta mengikutsertakan seluruh
masyarakat untuk berkontribusi dalam proses pertumbuhan. Menurut International
Disability and Development Consortium (IDDC, 2013), pertumbuhan inklusif
merupakan sebuah proses untuk memastikan bahwa semua kelompok yang
6
terpinggirkan (termarginalkan/miskin) dapat terlibat dalam proses pembangunan.
Konsep tersebut mengupayakan pemberian hak bagi kelompok/kaum yang
termarginalkan di dalam proses pembangunan.
Pertumbuhan dianggap sebagai pertumbuhan yang pro-kemiskinan apabila
masyarakat miskin diuntungkan yang tercermin dari beberapa ukuran kemiskinan
yang disepakati secara luas (Ravallion & Chen, 2002). Lebih jauh lagi, (Kraay,
2004) menyatakan bahwa pertumbuhan dikatakan pro-kemiskinan jika dan hanya
jika pendapatan dari masyarakat miskin tumbuh lebih cepat daripada pendapatan
masyarakat secara keseluruhan (penurunan ketimpangan pendapatan). Dengan
fokus pada ketimpangan, pertumbuhan inklusif dapat menciptakan hasil yang
optimal bagi masyarakat miskin maupun masyarakat tidak miskin.
Pendefinisian Inklusi Keuangan
Sampai dengan saat ini tidak ada definisi tertentu yang menggambarkan
inklusi keuangan. Berbagai peneliti mendefinisikan inklusi keuangan dengan
definisinya masing-masing. Dalam beberapa literatur, inklusi keuangan
didefinisikan sebagai isu yang lebih luas dari inklusi sosial. Definisi dari inklusi
keuangan juga sering dianggap sebagai antitesis dari eksklusi keuangan. (Leyshon
& Thrift, 1995) mendefiniskan inklusi keuangan sebagai antitesis dari eksklusi
keuangan, yaitu berbagai proses yang menyediakan kepada sejumlah kelompok
sosial atau individu tertentu untuk mendapatkan akses kepada sistem keuangan
formal. Mereka menjelaskan bahwa eksklusi keuangan memberikan dampak yang
sangat penting bagi pertumbuhan yang tidak imbang karena eksklusi keuangan
menciptakan perbedaan pendapatan dan ketimpangan semakin kuat.
Eksklusi keuangan juga didefiniskan sebagai ketidakmampuan untuk
mendapatkan akses layanan keuangan yang diperlukan dalam bentuk yang tepat.
Hal ini terjadi sebagai akibat adanya permasalahan aksesibilitas, perbedaan
kondisi, harga, dan pengecualian diri untuk merespon sebuah persepsi atau
pengalaman negatif (Sinclair, 2001). Sama halnya dengan Leyshon dan Thrift,
(Carbo et al, 2005) mendefinisikan eksklusi keuangan sebagai ketidakmampuan
beberapa kelompok masyarakat dalam mengakses sistem keuangan.
Dalam perkembangannya pemerintah India melalui Committee on Financial
Inclusion in India, memperkenalkan inklusi keuangan sebagai sebuah proses dalam
penyediaan akses layanan keuangan dan kredit yang memadai yang dibutuhkan
oleh kelompok masyarakat seperti masyarakat berpendapatan rendah dengan biaya
yang terjangkau (Rangarajan Committee, 2008). (Sarma, 2012) kemudian
menterjemahkan inklusi keuangan sebagai sebuah proses yang dapat memastikan
kemudahan untuk mendapatkan akses, ketersediaan dan penggunaan layanan
sistem keuangan formal bagi seluruh masyarakat. Terdapat beberapa definisi lain
terkait inklusi keuangan yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada dasarnya terdapat tiga kata kunci dalam inklusi keuangan yaitu:
penyediaan akses, kelompok masyarakat, dan sistem keuangan. Berdasarkan ketiga
kata kunci tersebut, dalam penelitian ini inklusi keuangan didefinisikan sebagai
penyediaan akses bagi masyarakat termarginalkan (masyarakat miskin) untuk
7
dapat memiliki dan menggunakan layanan sistem keuangan. Seperti definisi
yang dibuat oleh Sarma (2012), terdapat tiga dimensi yang harus diperhatikan
dalam inklusi keuangan yaitu aksesibilitas, ketersediaan, dan penggunaan layanan
sistem keuangan. Perbedaan yang ada terkait dengan definisi inklusi keuangan
pada penelitian ini adalah mengenai kelompok masyarakat. Sarma (2012)
menuliskan bahwa ketiga dimensi yang ada diukur untuk keseluruhan masyarakat,
sedangkan dalam penelitian ini ketiga dimensi tersebut diukur untuk kelompok
masyarakat tertentu yaitu masyarakat miskin. Hal ini dikarenakan masyarakat
miskin lebih mendapatkan dampak dari masalah aksesibilitas terhadap sektor
keuangan dibandingkan dengan masyarakat tidak miskin.
Inklusi Keuangan dalam Pertumbuhan Inklusif – Penelitian Terdahulu
Masyarakat miskin rentan terhadap eksklusi keuangan karena masalah utama
mereka muncul dari kebutuhan finansial. Dengan memanfaatkan skala ekonomi
dan membuat kebijakan penggunaan subsidi layanan keuangan formal yang
ditargetkan, penurunan bahkan penghapusan ketidaksempurnaan pasar dapat
dilakukan dan memfasilitasi inklusi keuangan untuk masyarakat miskin. Hal
tersebut akan berdampak pada meningkatnya pendapatan masyarakat miskin.
Penyediaan akses layanan keuangan memiliki potensi untuk mengangkat
masyarakat miskin keluar dari lingkaran kemiskinan. Inklusi keuangan akan
menciptakan budaya menabung, penghematan, dan memungkinkan untuk
terciptanya mekanisme pembayaran yang efisien dan rendah biaya. Penyediaan
akses terhadap layanan keuangan merupakan hal penting yang perlu dilakukan
karena hal tersebut berdampak pada perubahan pola konsumsi, investasi,
pendidikan, dan menciptakan pendapatan bagi masyarakat miskin sehingga
memperluas peluang pertumbuhan serta menciptakan pertumbuhan inklusif (Dixit
& Ghosh, 2013).
Dalam perkembangannya, belum banyak literatur yang meneliti terkait
dengan inklusi keuangan dan pertumbuhan inklusif secara bersamaan. Untuk itu,
salah satu tujuan penelitian ini adalah menganalisis peran dari inklusi keuangan
terhadap pertumbuhan inklusif. Terdapat empat pustaka yang menjadi acuan utama
penelitian ini (Tabel 1).
8
Tabel 1. Ringkasan Tinjauan Pustaka
Penelitian
Judul:
(Measuring Inclusive
Growth)
Peneliti:
Ifzal Ali dan Hyun
Hwa Son
Tahun:
2007
Judul:
(Financial Inclusion
and Development: A
Cross
Country
Analysis)
Peneliti:
Mandira Sarma dan
Jesim Pais
Tahun:
2008
Judul:
(Inclusive
Growth:
Measurement
and
Determinants)
Peneliti:
Rahul Anand, Saurabh
Mishra, dan Shanaka J.
Peiris pada working
paper IMF
Tahun:
2013
Judul:
(Financial Inclusion
for Inclusive Growth)
Peneliti:
Vijay Kelkar
Tahun:
2010
Keterangan
Tujuan:
Membentuk Indeks Pertumbuhan Inklusif
Pendekatan Metode:
Kurva Peluang Sosial
Fokus penelitian:
Sektor kesehatan dan pendidikan di Filipina
Isu:
Indeks yang terbentuk dapat menunjukan bagaimana pertumbuhan
terdistribusi secara merata bagi seluruh lapisan masyarakat
Hasil Penelitian:
Analisis pergerakan dinamis pertumbuhan inklusif antar dua titik
waktu
Tujuan:
Membandingkan inklusivitas sektor keuangan beberapa negara
Pendekatan Metode:
Financial Inclusion Index(IFI)
Fokus penelitian:
Pembentukan Indeks Inklusi Keuangan beberapa negara
Isu:
Menganalisis indeks inklusi keuangan pada negara Maju dan
Berkembang
Hasil:
Analisis faktor-faktor sektor perbankan yang mempengaruhi inklusi
keuangan
Tujuan:
Membentuk Indeks Pertumbuhan Inklusif terpadu
Pendekatan Metode:
Consumer Choice Literature, fungsi kesejahteraan sosial
Fokus penelitian:
Pembentukan Indeks Pertumbuhan Inklusif dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
Isu Utama:
Dasar-dasar dalam pencapaian pertumbuhan inklusif
Hasil Penelitian:
Analisis stabilitas makroekonomi, modal manusia, dan perubahan
struktural adalah dasar untuk mencapai pertumbuhan inklusif
Tujuan:
Menganalisis bahwa pertumbuhan inklusif membutuhkan inklusi
keuangan
Pendekatan Metode:
Kualitatif
Fokus penelitian:
Inklusi Keuangan dan Pertumbuhan Inklusif
Isu Utama:
Inklusi keuangan merupakan induk dari semua bidang pemasaran.
Semakin inklusif sektor keuangan, semakin menipis kesenjangan dan
ketimpangan untuk pertumbuhan yang inklusif.
Hasil lain:
Menjelaskan tentang bagaimana produk-produk jasa keuangan dapat
dijangkau oleh masyarakat termarginalkan.
9
Kerangka Pikir
Jasa dan layanan yang disediakan oleh sektor keuangan formal belum
sepenuhnya dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh
pernyataan Bank Dunia yang mengatakan bahwa 50 persen masyarakat Indonesia
masih mempunyai akses yang sangat terbatas untuk mendapatkan layanan jasa
keuangan yang terjangkau, terutama masyarakat semi perkotaan dan perdesaan. Di
samping itu, rasio Gini di Indonesia masih besar, hal ini menunjukan bahwa hasil
pertumbuhan yang ada belum dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Sehingga
dibutuhkan strategi inklusi keuangan yang dapat memberikan akses yang
terjangkau kepada masyarakat miskin terhadap layanan sektor keuangan yang akan
menciptakan pertumbuhan inklusif. Hal ini akan menurunkan ketimpangan,
kemiskinan, dan membentuk pertumbuhan yang menyeluruh sehingga dapat
menjadi sebuah strategi dalam penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan di
Indonesia (Gambar 2).
Sektor
Keuangan
Target
Masyarakat Miskin
(Excluded people)
Pertumbuhan
Ekonomi
Ketimpangan tinggi
Kemiskinan
Pertumbuhan tidak
inklusif
Inklusi keuangan
Pertumbuhan Inklusif
1. Akses yang lebih baik
2. Jasa dan layanan keuangan yang
terjangkau
Ketimpangan rendah
Kemiskinan turun
Pertumbuhan menyeluruh
Penanggulangan
Kemiskinan dan
Ketimpangan
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Hipotesis Penelitian
Perumusan hipotesis penelitian ini adalah bahwa secara rata-rata kondisi
inklusi keuangan di Indonesia masih rendah. Inklusi keuangan secara signifikan
10
mempengaruhi indeks pertumbuhan inklusif yang terjadi. Beberapa strategi dalam
pencapaian pertumbuhan yang inklusif melalui inklusi keuangan mutlak
diperlukan dengan tujuan pengentasan kemiskinan. Para pembuat kebijakan
diharapkan dapat meningkatkan inklusivitas keuangan dengan tujuan menjadikan
pertumbuhan ekonomi menjadi pertumbuhan yang inklusif yang akan
meningkatkan laju pengurangan jumlah orang miskin dan menurunkan
ketimpangan yang terjadi selama ini.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data sekunder digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini. Data tersebut
berasal dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Bank
Dunia, dan sumber lain yang terkait. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) dominan digunakan karena SUSENAS menyediakan cakupan data
yang sangat luas dan relatif konsisten setiap tahunnya. Data SUSESNAS yang
digunakan adalah data set pada tahun 2007 – 2010.
Metode Analisis Data
Indeks Pertumbuhan Inklusif Indonesia
Metode pembentukan indeks pertumbuhan inklusif dalam penelitian ini
mengacu pada metode yang digunakan oleh (Ali & Son, 2007) yang mengatakan
bahwa pertumbuhan inklusif dihitung dengan menggunakan konsep fungsi peluang
sosial (Social Opportunity Function) yang hampir sama dengan fungsi
kesejahteraan sosial. Perhitungan pertumbuhan inklusif didasarkan pada
maksimisasi fungsi peluang sosial yang bergantung pada dua faktor yaitu
banyaknya ketersediaan peluang rata-rata di masyarakat, dan bagaimana peluang
tersebut didistribusikan ke seluruh masyarakat. Pertumbuhan inlusif terjadi pada
saat adanya perpindahan rata-rata peluang sosial dari masyarakat tidak miskin
kepada masyarakat miskin.
Sebagai contoh, jika ada sejumlah n orang didalam suatu populasi dengan
pendapatan masing-masing sebesar x1, x2, x3,…, xn, dimana x1 merupakan
pendapatan masyarakat yang paling rendah, dan xn menunjukan pendapatan
masyarakat yang paling tinggi. Fungsi kesejahteraan sosial (S) dapat dituliskan
dengan sistem persamaan sebagai berikut:
S S x1 , x2 , x3 ,....., xn ........................................................................................(1)
11
hampir sama dengan fungsi kesejahteraan sosial, fungsi peluang sosial (P) dapat
didefinisikan sebagai berikut:
P P y1 , y2 , y3 ,..., yn
....................................................................................... (2)
dimana yi merupakan besarnya peluang yang dimiliki oleh orang ke-i dengan
pendapatan sebesar xi dan yn merupakan besarnya peluang yang dimiliki oleh orang
ke-n dengan pendapatan sebesar xn. Peluang disini dapat diartikan dengan berbagai
bentuk pelayanan sosial misalnya; kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, dan
lainnya.
Nilai peluang di dalam fungsi tersebut berupa nilai biner yaitu 0 dan 100,
dimana nilai 0 (nilai terendah) akan diperoleh jika seseorang tidak memiliki
peluang (akses) terhadap jasa/layanan yang tersedia, dan nilai 100 akan dimiliki
oleh mereka yang memperoleh peluang (akses) terhadap layanan yang ada. Dengan
begitu, nilai peluang rata-rata yang dimiliki oleh seluruh masyarakat dapat
dirumuskan sebagai berikut:
y
1 n
yi
n i 1 ......................................................................................................... (3)
dimana nilai peluang rata-rata (�̅) tersebut juga mencerminkan persentase
banyaknya masyarakat (n) yang memiliki peluang (akses) yang tersedia.
Rata-rata akses
peluang (�̅)
C
D
B
A
Persentase populasi (0 < pp < 100)
�̅ ∗
�̅
pp = 100
Mencakup seluruh individu
Keterangan:
AD = kurva peluang sosial dimana masyarakat dengan pendapatan yang lebih
tinggi memiliki peluang yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat
dengan pendapatan yang lebih rendah.
BD = kurva peluang sosial dimana setiap individu dalam masyarakat menikmati
sejumlah peluang yang sama.
CD = kurva peluang sosial dimana masyarakat miskin memiliki peluang yang
lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang tidak miskin.
Sumber: (Ali & Son, 2007) dengan penyesuaian.
Gambar 3. Kurva Peluang
12
Pengukuran besarnya perubahan yang terjadi pada distribusi peluang,
membutuhkan nilai rata-rata peluang diseluruh masyarakat dan sebuah asumsi
terkait dengan fungsi peluang sosial yang digunakan. Salah satu bentuk sederhana
dari fungsi peluang sosial yang dapat digunakan adalah dengan cara membuat
sebuah indeks dari luasan yang terbentuk di bawah kurva peluang. Hal ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
100
y
*
y
0
pp
dp
.....................................................................................................(4)
indeks ini disebut dengan Indeks Peluang Sosial (�̅ ∗ ). Semakin besar nilai dari
indeks ini, maka akan semakin besar peluang yang tersedia di masyarakat. Tujuan
dari pembangunan inklusif adalah dengan memaksimumkan nilai indeks peluang
sosial tersebut.
Jika setiap individu dalam masyarakat menikmati sejumlah peluang yang
sama, maka hal itu akan ditunjukan dengan nilai yang sama antara �̅ ∗ dan �̅ (Kurva
BD pada Gambar 3). Oleh karena itu, perbedaan antara �̅ ∗ dan �̅ akan menunjukan
indikasi bagaimana peluang terdistribusi diantara individu. Jika �̅ ∗ memiliki nilai
yang lebih besar dari �̅, maka dapat dikatakan peluang yang ada terdistribusi secara
merata (pro-kemiskinan), dan sebaliknya, jika �̅ ∗ bernilai lebih rendah dari �̅ maka
peluang yang ada tidak terdistribusi secara merata (anti-kemiskinan).
Dengan ide seperti ini, maka dapat dibuat sebuah indeks yang menyatakan
seberapa meratanya distribusi peluang yang ada, yang dinamakan Indeks Distribusi
Peluang (φ) dengan persamaan:
y*
y .................................................................................................................(5)
yang menunjukan bahwa peluang yang ada terdistribusi secara merata (tidak
merata) jika nilai φ lebih besar (lebih kecil) dari 1. Berdasarkan persamaan tersebut,
dapat diturunkan sebuah persamaan:
y * y ...............................................................................................................(6)
yang menunjukan bahwa Indeks Peluang Sosial (�̅ ∗ ) merupakan produk dari Indeks
Distribusi Peluang dan rata-rata peluang yang tersedia di masyarakat.
Pertumbuhan inklusif dapat dicapai dengan cara meningkatkan indeks
pertumbuhan sosial. Indeks Peluang Sosial dapat ditingkatkan dengan tiga cara,
yaitu; meningkatkan rata-rata peluang yang tersedia (�̅), meningkatkan nilai Indeks
Distribusi Peluang (φ) atau meningkatkan rata-rata peluang yang tersedia sekaligus
Indeks Distribusi Peluang secara bersamaan (φ�̅). Untuk memahami pergerakan
pertumbuhan inklusif, dilakukan diferensiasi pada persamaan sebelumnya di kedua
sisinya:
dy * dy yd ..................................................................................................(7)
13
dimana ��̅ ∗ mengukur derajat perubahan inklusivitas pertumbuhan. Pertumbuhan
akan semakin inklusif jika ��̅ ∗ > 0. Bentuk pertama sisi sebelah kanan pada
persamaan di atas (���̅) merupakan kontribusi dari peningkatan rata-rata peluang
yang ada di masyarakat untuk pertumbuhan inklusif pada saat distribusi peluang
tidak berubah dan bentuk kedua (�̅��) merupakan kontribusi dari perubahan nilai
distribusi peluang pada saat rata-rata peluang yang ada tidak berubah.
Kontribusi dari kedua hal tersebut menyebabkan implikasi kebijakan yang
sangat penting. Keduanya dapat menerangkan bagaimana kebijakan pemerintah
atau strategi pembangunan dapat mempengaruhi inklusivitas pertumbuhan.
Sebagai contoh, jika �̅�� memiliki nilai yang lebih besar dari ���̅ pada persamaan
7, hal ini berarti strategi pembangunan fokus kepada pemerataan peluang dan
memberikan masyarakat miskin peluang yang lebih besar dibandingkan dengan
meningkatkan rata-rata peluang sosial untuk seluruh masyarakat (Gambar 4, kurva
B2C2).
Sumber: (Ali & Son, 2007) dengan penyesuaian.
Gambar 4. Ilustrasi Pergeseran Kurva Peluang
Pembentukan derajat inklusivitas pertumbuhan memungkinkan terjadinya
trade-off antara y dan dimana jika y meningkat, nilai dapat saja berkurang
atau sebaliknya. Sebagai contoh, jika ���̅ bernilai positif dan �̅�� bernilai negatif,
maka peningkatan nilai rata-rata peluang yang ada di seluruh masyarakat terjadi
karena peningkatan ketimpangan akses peluang yang ada di masyarakat. Gambar
4 mengilustrasikan kondisi tersebut dengan pergeseran kurva dari BC menjadi
B4C4. Sebaliknya, jika ���̅ bernilai negatif dan �̅�� bernilai positif, hal ini berarti
penurunan ketimpangan distribusi peluang sosial merupakan hasil dari
berkurangnya rata-rata peluang yang ada di masyarakat (pergeseran dari kurva BC
menjadi B1C1). Pergeseran kurva BC menjadi B2C2 pada Gambar 4 menunjukan
14
bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata peluang yang ada di masyarakat diikuti
dengan penurunan ketimpangan akses peluang di dalamnya. Secara matematis
kondisi ini dituliskan dengan nilai positif dari ���̅ dan juga �̅��. Perubahan
pertumbuhan mengindikasikan hal yang buruk jika terjadi penurunan rata-rata
peluang yang ada di masyarakat yang diakibatkan dari meningkatnya ketimpangan
akses peluang (���̅ bernilai negtif dan �̅�� bernilai negatif), hal ini tergambarkan
dari pergeseran kurva BC menjadi B3C3 pada Gambar 4.
Inklusivitas pertumbuhan akan sangat tergantung bobot dari kontribusi
masing-masing pengaruh. Nilai dari y dan tidak akan selalu berkebalikan, nilai
y dapat saja naik (turun) bersamaan dengan nilai . Jika keduanya bernilai
positif, maka pertumbuhan tersebut adalah pertumbuhan inklusif, tetapi jika
keduanya bernilai negatif, maka pertumbuhan tersebut bukan merupakan
pertumbuhan inklusif.
Indeks Inklusi Keuangan Indonesia
Pengukuran nilai indeks inklusi keuangan dilihat dari tiga dimensi. Dimensidimensi tersebut adalah dimensi aksesibilitas (d1) dimana dalam dimensi
aksesibilitas ini diukur seberapa jauh masyarakat miskin dapat mengakses sektor
keuangan formal di Indonesia. Kedua, adalah dimensi ketersediaan (d2) yang
mengukur seberapa besar layanan sektor keuangan tersebar untuk seluruh
masyarakat di Indonesia. Ketiga, adalah dimensi penggunaan (d3) yang mengukur
kemampuan masyarakat miskin dalam menggunakan layanan sektor keuangan
formal yang tersedia.
Pengukuran indeks inklusi keuangan dilakukan dengan terlebih dahulu
menentukan indeks untuk dimensi-dimensi dalam inklusi keuangan dengan
persamaan sebagai berikut:
di wi
Ai mi
; i 1, 2,3.
M i mi
................................................................................(8)
dimana:
di = dimensi ke-i (d1 = aksesibilitas, d2 = ketersediaan, d3 = penggunaan)
wi = bobot yang diberikan kepada dimensi ke-i
Ai = nilai aktual dimensi ke-i
Mi = nilai maksimum dimensi ke-i
mi = nilai minimum dimensi ke-i
Dimensi aksesibilitas menunjukan seberapa besar aksesibilitas masyarakat
termarjinalkan (masyarakat miskin) terhadap layanan sektor keuangan formal yang
tersedia. Aksesibilitas tersebut diukur berdasarkan kemampuan masyarakat miskin
untuk ikut serta dalam sektor keuangan formal seperti bank dan lembaga keuangan
formal lainnya. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan sebagai pendekatan
untuk mengukur kemampuan masyarakat miskin ikut serta dalam sektor keuangan
formal adalah pendapatan masyarakat miskin yang didekati dengan status
pekerjaan yang dimiliki. Masyarakat miskin dikatakan mampu untuk ikut serta
dalam sektor keuangan formal jika mempunyai pendapatan tetap setiap bulannya.
15
Hal ini dilakukan karena pendapatan yang pasti dari masyarakat merupakan salah
satu syarat institusi atau lembaga keuangan formal –misalnya bank– dalam
menerima seorang nasabah. Semakin banyak masyarakat miskin yang bekerja dan
memiliki pendapatan tetap, berarti semakin banyak masyarakat miskin yang
sebenarnya memiliki akses kepada sektor keuangan formal sehingga hal tersebut
akan meningkatkan nilai indeks inklusi keuangan.
Dimensi ketersediaan menunjukan banyaknya layanan dan jasa lembaga
keuangan formal terhadap keseluruhan masyarakat. Semakin besar nilai dimensi
ini menunjukan bahwa layanan dan jasa keuangan formal mendukung proses
inklusi keuangan. Variabel yang digunakan untuk pendekatan dimensi ketersediaan
adalah rasio antara jumlah kantor bank (baik bank syariah, bank swasta, maupun
bank daerah) terhadap 100.000 masyarakat dewasa. Semakin besar rasio tersebut
menunjukan bahwa sektor keuangan formal cukup baik dalam menyediakan
layanan maupun jasa keuangan bagi masyarakat.
Kedua dimensi diatas tidak cukup untuk dijadikan indikator bahwa sebuah
wilayah (negara maupun daerah) sudah mengalami inklusi keuangan yang lebih
baik. Indikator penggunaan terhadap layanan sektor keuangan formal juga
merupakan faktor penting dalam proses inklusi keuangan. Penggunaan layanan
sektor keuangan formal menjadi dimensi ketiga dalam penelitian ini disebut dengan
dimensi penggunaan. Dimensi penggunaan menunjukan seberapa banyak
masyarakat miskin yang menggunakan layanan dan jasa keuangan yang diberikan
oleh lembaga atau institusi keuangan formal. Semakin besar nilai dimensi
penggunaan merupakan salah satu indikator semakin inklusif sektor keuangan di
sebuah wilayah. Variabel yang digunakan untuk mengukur hal tersebut adalah
jumlah rumah tangga miskin yang mendapatkan kredit perbankan dibandingkan
dengan jumlah keseluruhan masyarakat miskin yang memiliki akses kepada sektor
keuangan formal. Semakin banyak masyarakat miskin yang mendapat kredit dari
perbankan akan meningkatkan nilai rasio tersebut sehingga indeks dimensi
penggunaan akan semakin besar, yang menunjukan bahwa sektor keuangan
semakin inklusif.
Tabel 2. Dimensi-Dimensi Indeks Inklusi Keuangan
Dimensi
Dimensi Aksesibilitas (d1)
Dimensi Ketersediaan (d2)
Dimensi Penggunaan (d3)
Variabel
Rasio jumlah masyarakat dewasa miskin yang memiliki
pendapatan tetap dengan jumlah masyarakat dewasa miskin
Jumlah kantor bank per 100.000 masyarakat dewasa
Rasio jumlah rumah tangga miskin yang memperoleh kredit
perbankan terhadap jumlah keseluruhan rumah tangga miskin.
Nilai di untuk i = 1, 2 atau 3 akan berada pada selang antara 0 dan wi (Gambar
5). Semakin tinggi nilai di mengindikasikan semakin sukses sebuah wilayah atau
negara dalam pencapaian dimensi ke-i. Pencapaian inklusi keuangan sebuah negara
ditunjukan oleh titik X = (d1,d2,d3). Dalam konteks dimensi, titik O = (0,0,0)
merepresentasikan nilai terburuk, sementara titik W = (w1,w2,w3) –dimana w1, w2,
dan w3 merupakan bobot yang diberikan untuk masing-masing dimensi– akan
merepresentasikan situasi pencapaian yang ideal dan tinggi untuk semua dimensi.
16
Dimensi Aksesibilitas (d1)
W (w1,w2,w3)
(w1,0,0)
Dimensi Penggunaan
(d3)
X (d1,d2,d3)
(0,0,w3)
d1
d3
O
---X1
---------- 1-X2
IIK = 0,5 [X1 + X2]
(0,w2,0)
d2
Dimensi Ketersediaan (d2)
Sumber: (Sarma & Pais, 2008) dengan penyesuaian.
Catatan: IIK = Indeks Inklusi Keuangan
Gambar 5. Ilustrasi Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan
Perhitungan indeks inklusi keuangan dihitung berdasarkan jarak antara titik
terburuk dan capaian dimensi (O-X atau X1) juga jarak antara titik pencapaian yang
ideal dan capaian dimensi (W-X atau X2). Hal ini dilakukan dengan rumus:
X1
d12 d 22 d32
w12 w22 w32 dan
w1 d1 w2 d2 w3 d3
2
X 2 1
2
w12 w22 w32
2
...........(9)
Persamaan (X1) menunjukan jarak Euclidcan (Euclidcan distance) X dari titik
terburuk O, dinormalisasi dengan jarak titik terburuk O dan titik ideal W.
Normalisasi ini dilakukan untuk mendapatkan nilai X1 yang ada diantara 0 dan 1.
Semakin tinggi nilai X1 menunjukan semakin tinggi inklusi keuangan.
Persamaan (X2) merupakan jarak Euclidcan terbalik X dari titik ideal W.
Dalam kasus ini jarak Euclidcan ditunjukan dari formula yang berada di sebelah
kanan tanda negatif (-), kemudian di normalisasi dengan memberikan angka 1
didepan tanda negatif. Normalisasi terhadap jarak titik terburuk dan titik
pencapaian ideal juga dilakukan untuk membuat nilai X2 berada diselang 0 dan 1
dan pembalikan dilakukan agar mendapatkan interpretasi dimana semakin tinggi
nilai X2 maka semakin tinggi tingkat capaian inklusi keuangan.
Mengadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Sarma, pada penelitian ini
diasumsikan bahwa semua dimensi yang digunakan dalam pembentukan indeks
inklusi keuangan sama pentingnya, maka dari itu wi = 1 untuk semua nilai i. Dalam
kasus ini maka W = (1,1,1)