Induksi Ovulasi dan Pemijahan Semi Alami pada Ikan Patin (Pangasianodon hypopthalmus) Menggunakan Kombinasi Hormon Aromatase inhibitor dan Oksitosin

INDUKSI OVULASI DAN PEMIJAHAN SEMI ALAMI
PADA IKAN PATIN (Pangasianodon hypopthalmus)
MENGGUNAKAN KOMBINASI HORMON AROMATASE
INHIBITOR DAN OKSITOSIN

MAHDALIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Induksi Ovulasi dan
Pemijahan Semi Alami pada Ikan Patin (Pangasianodon hypopthalmus)
Menggunakan Kombinasi Hormon Aromatase inhibitor dan Oksitosin adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Mahdaliana
NRP C151120231

RINGKASAN
MAHDALIANA. Induksi Ovulasi dan Pemijahan Semi Alami pada Ikan Patin
(Pangasianodon hypopthalmus) Menggunakan Kombinasi Hormon Aromatase
inhibitor dan Oksitosin. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan DINAR
TRI SOELISTYOWATI.
Ikan patin (Pangasianodon hypopthalmus) merupakan ikan potensial
bernilai ekonomis tinggi. Perkembangan produksi ikan patin mengalami
peningkatan yang cukup tinggi namun hasil pemijahannya masih rendah.
Pemijahan buatan pada ikan patin dilakukan dengan cara stripping karena tidak
memiliki refleks spawning. Teknik stripping berdampak stress pada induk,
kualitas gamet menurun dan gonad menjadi rusak. Proses pematangan gonad dan
pemijahan tanpa stripping dapat diinduksi secara hormonal untuk membantu
ovulasi ikan yang sulit memijah diluar habitatnya.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penggunaan hormon aromatase
inhibitor (AI) dan oksitosin serta kombinasi hormon untuk merangsang ovulasi
dan pemijahan pada ikan patin tanpa stripping (semi alami).
Perlakuan kombinasi hormon terdiri dari P1(AI+Oksitosin), P2
(AI+Oksitosin+Ovaprim), P3 (AI + Oksitosin + Ovaprim + PGF2α), P4 (ovaprim)
sebagai kontrol positif, dan P5 (NaCl) sebagai kontrol negatif. Setiap perlakuan
digunakan lima induk ikan patin jantan dan lima induk ikan patin betina sebagai
ulangan individu dengan bobot berkisar 2-5 kg. Perlakuan diberikan satu kali
dengan cara penyuntikan secara instramuscular pada bagian otot dibawah sirip
punggung.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan kombinasi hormon menggunakan
AI dan oksitosin (P1, P2, P3) berhasil menginduksi ikan untuk ovulasi dan
memijah tanpa stripping, sedangkan pada perlakuan ovaprim (P4) ikan memijah
dengan distripping dan pada kontrol NaCl (P5) ikan tidak ovulasi dan tidak
memijah. Perlakuan kombinasi hormon menyebabkan konsentrasi estradiol-17β
dan testosteron dalam darah menurun yang menunjukkan tahap pematangan akhir.
Lama waktu ovulasi tidak berbeda nyata yaitu berkisar antara 12,35±4,05 sampai
15,20±2,25 jam, sedangkan jumlah telur yang diovulasikan tertinggi adalah
145865 butir pada perlakuan kombinasi hormon P3 (AI + Oksitosin + Ovaprim +
PGF2α), dengan diameter telur 1,08±0,007 mm, derajat pembuahan 99,60±0,55

%, derajat penetasan 98,60±0,54 % dan kelangsungan hidup larva 99,39 %.
Kualitas air selama penelitian menunjukkan kisaran yang masih bisa ditoleransi
ikan. Kandungan oksigen terlarut berkisar 5,4-6,5 mg/L, temperatur air 27-30 oC
dan pH 7-7.5.
Kata kunci: Aromatase inhibitor, induksi ovulasi, oksitosin, pemijahan semialami, Pangasianodon hypopthalmus

SUMMARY
MAHDALIANA. Hormonal Induction on Artificial Ovulation and Spawning of
Catfish (Pangasianodon hypopthalmus) using Combined Hormon Aromatase
inhibitor and Oxytocin. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT dan DINAR
TRI SOELISTYOWATI.
Catfish (Pangasianodon hypopthalmus) is a potential fish which has high
economic value. The development of catfish production has increased high but the
results nurseries are still low. Artificial spawning on catfish has carried out by
stripping because of the absence in reflex of spawning. Mechanical stripping
usually caused damage on the gonad, stress, and decreased of gametes and seeds.
The process of gonadal maturation and spawning without stripping can be induced
hormonal to help ovulation difficult fish spawning outside habitat.
This research proposed to evaluate the use of aromatase inhibitor (AI) and
oxytocin with the combined of hormones to stimulate ovulation and spawning on

catfish without stripping (semi-natural).
Treatment consists of a combination of hormones P1 (AI + oxytocin), P2
(AI + oxytocin + ovaprim), P3 (AI + oxytocin + ovaprim + PGF2α), P4 (ovaprim)
as a positive control, and P5 (NaCl) as a negative control. Each treatment was
performed by using five pair of male parent and female parent as individual
replicates an average ranging from 2-5 kg weight. The treatment is given once
instramuscular injection by means of the muscle below the dorsal fin.
The results showed that the combined hormone using AI and oxytocin (P1,
P2, P3) managed to induce ovulation and spawning catfish without stripping,
while on treatment ovaprim (P4) spawning with stripping and the control NaCl
(P5) fish do not ovulate and do not spawn. The treatment combined led to a
concentration of hormones estradiol-17β and testosterone in the blood decreases
which shows the final stages of maturation. The length of time ovulation was not
significantly different ranging from 12,35 ± 4,05 to 15,20 ± 2,25 hours, while the
highest number of eggs in a spawning is 145865 grains in the treatment of
combined hormone P3 (AI + oxytocin + ovaprim + PGF2α), with a diameter of
egg 1,08 ± 0,007 mm,the fertilization rate 99,60±0,55 %, the hatching rate 98,60 ±
0,54 %, and the survival rate 99,39 %. Water quality during the study showed that
the range can be tolerated fish. Dissolved oxygen content ranged from 5,4 to 6,5
mg /L, water temperature 27-30 °C and pH 7-7,5.

Keywords: Aromatase inhibitors, oxytocin, induced ovulation, naturally
spawning, Pangasianodon hypopthalmus

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INDUKSI OVULASI DAN PEMIJAHAN SEMI ALAMI
PADA IKAN PATIN (Pangasianodon hypopthalmus)
MENGGUNAKAN KOMBINASI HORMON AROMATASE
INHIBITOR DAN OKSITOSIN

MAHDALIANA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Odang Carman, MSc

Judul Tesis : Induksi Ovulasi dan Pemijahan Semi Alami pada Ikan Patin
(Pangasianodon hypopthalmus) Menggunakan Kombinasi Hormon
Aromatase inhibitor dan Oksitosin
Nama
: Mahdaliana
NRP
: C151120231


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc
Ketua

Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian: 16 September 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Yang Maha Rahman dan Rahim
Allah Subhanahu wa ta’ala, karena hanya dengan ridha dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan studi, penelitian serta penulisan tesis yang berjudul Induksi
Ovulasi dan Pemijahan Semi Alami pada Ikan Patin (Pangasianodon
hypopthalmus) Menggunakan Kombinasi Hormon Aromatase inhibitor dan
Oksitosin.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus
kepada bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat, M.Sc dan ibu Dr Ir Dinar Tri
Soelistyowati, DEA selaku dosen pembimbing atas waktu, kebijaksanaan,
tuntunan, kesabaran, memberikan semangat dan keteladanan untuk bekerja keras
serta masukan hingga tesis ini dapat diselesaikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
kedua orang tua penulis Ayahanda Muchtar Jalil, S.Sos dan Ibunda Saudah, S.Ag
atas keteladanan, semangat untuk selalu pantang menyerah, kelembutan hati

keduanya, kesederhanaan hidup yang diajarkannya, serta dorongannya untuk terus
mencari ilmu dan menyampaikan pada sesama. Kakakku (Ners.Fitriana, S.Kep.,
Muchbir, SH.), adikku (Muchlizar Saputra, S.kom., Intan, Dinda) dan kepada
Samsul Hadi, SH. Terima kasih untuk do’a, dukungan, pengertian dan kasih
sayang yang tulus selama ini.
Terima kasih juga kepada Direktorat Perguruan Tinggi atas atas bantuan
beasiswa selama menempuh pendidikan, Dodi Suhenda, SP.MM selaku Kepala
BPBAT Cijengkol Subang yang telah memfasilitasi penelitian. Rekan-rekan yang
telah membantu selama penelitian , Pak Sariya, Ade Hasanudin, S.Pi. Yudha
Lestira, M.Si, adik-adik SMK Cibadak, adik-adik IPB (Arman, Linly, Ovie, Adri).
Teman seperjuangan Nita, Hadra, Aprillia, Ega dan semua teman-teman
Pascasarjana Ilmu Akuakultur IPB 2012 yang telah memberi motivasi, semangat
serta masukan dalam penyelesaian tesis ini.s
Semoga tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan tambahan informasi.
Saran dan kritik untuk penyempurnaan dari semua pihak sangat diharapkan.

Bogor, September 2014
Mahdaliana

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis


1
1
3
3
4
4
4

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Materi Uji
Rancangan Penelitian
Prosedur Penelitian
Parameter Uji
Analisis Data

5
5
5
5
5
6
7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

8
8
15

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
20
21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1 Perlakuan induksi ovulasi dan pemijahan secara hormonal pada ikan
Patin
2 Tingkat ovulasi ikan patin siam (Pangasianodon hypopthalmus) betina
pada induksi ovulasi dan pemijahan semi alami secara hormonal
3 Kisaran kualitas air pada kolam pemijahan dan pemeliharaan ikan patin
selama penelitian

5
9
15

DAFTAR GAMBAR
1 Mekanisme hormonal dan kerja Aromatase inhibitor pada ovulasi dan
pemijahan ikan
2 Konsentrasi estradiol-17ß plasma darah ikan patin betina sebelum
induksi hormon dan 12 jam pasca penyuntikan
3 Konsentrasi testosteron plasma darah ikan patin jantan sebelum induksi
hormon dan 12 jam pasca penyuntikan
4 Rata-rata lama waktu laten ikan Patin siam (P. hypopthalamus) yang
diberi perlakuan induksi hormonal menggunakan aromatase inhibitor
dan oksitosin
5 Pemijahan semi alami pada ikan Patin yang diberi perlakuan kombinasi
hormon AI, oksitosin, ovaprim dan PGF2α
6 Diameter telur ikan patin siam (P. hypopthalamus) sebelum induksi
hormone dan sesudah pemijahan semi alami
7 Diameter contoh telur ikan patin pada perlakuan
8 Rata-rata jumlah telur ikan patin siam (P. hypopthalamus) yang
dihasilkan pada induksi pemijahan semi alami secara hormonal
9 Rata-rata derajat pembuahan telur ikan patin siam (P. hypopthalamus)
pada induksi ovulasi dan pemijahan semi alami secara hormonal
10 Rata-rata derajat penetasan telur ikan patin siam (P. hypopthalamus)
pada induksi ovulasi dan pemijahan semi alami secara hormonal
11 Rata-rata kelangsungan hidup larva ikan patin siam (P. hypopthalamus)
yang dihasilkan pada perlakuan induksi secara hormonal

4
8
9

10
10
11
11
12
13

13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis statistik terhadap kombinasi hormon dengan waktu masa laten
ovulasi pada ikan Patin
2 Analisis statistik terhadap kombinasi hormon dengan jumlah telur pada
pemijahan ikan Patin
3 Analisis statistik terhadap kombinasi hormon dengan derajat
pembuahan pada pemijahan ikan Patin

26
27
28

4 Analisis statistik terhadap kombinasi hormon dengan derajat penetasan
pada pemijahan ikan Patin
5 Analisis statistik terhadap kombinasi hormon dengan tingkat
kelangsungan hidup larva pada pemijahan ikan Patin
6 Analisis konsentrasi estradiol-17ß dan testoteron dalam plasma darah
ikan Patin

28
29
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan patin (Pangasianodon hypopthalmus) merupakan ikan potensial
bernilai ekonomis tinggi. Perkembangan produksi ikan patin mengalami
peningkatan yang signifikan namun frekuensi pemijahannya masih rendah. Ikan
patin siam diintroduksi dari Thailand dan memiliki tampilan mirip dengan ikan
patin (Pangasius pangasius). Legendre et al. (1998) menyatakan bahwa ikan patin
siam toleran terhadap kualitas air yang rendah, memiliki fekunditas tinggi, dan
sudah dibudidayakan secara meluas di Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Barat,
dan Kalimantan (Prihatman 2000).
Produksi ikan patin pada tahun 2011 sebesar 478 juta ton baru terpenuhi
sebesar 55% yaitu sekitar 263 juta ton. Sementara, kebutuhan ikan patin terus
meningkat 70% per tahun atau 1.883.000 ton pada tahun 2014 (KKP 2012).
Hingga saat ini masalah yang ditemui dalam pembenihan ikan patin adalah
rendahnya frekuensi pemijahan.Waktu yang dibutuhkan untuk pematangan
kembali gonad ikan patin berkisar 6-8 bulan dan masa pemijahannya berlangsung
hanya pada musim penghujan (Samara 2010). Pemijahan buatan pada ikan patin
budidaya umumnya dilakukan dengan cara stripping karena tidak memiliki refleks
spawning. Teknik stripping yang biasa dilakukan bisa menyebabkan ikan
mengalami stress, menurunkan kualitas gamet dan merusak gonad, sehingga
produksi benih tidak optimal. Teknologi reproduksi buatan untuk mempercepat
proses ovulasi serta pemijahan buatan tanpa stripping dapat dilakukan dengan
perangsangan hormonal pada fase kematangan gonad akhir.
Rekayasa hormonal pada umumnya mempengaruhi proses vitelogenesis
sehingga mempercepat pematangan dan pemijahan pada ikan yang sulit memijah
di luar habitatnya (Sadili 1996). Menurut Mylonas dan Zohar (2001), manipulasi
hormonal memiliki aplikasi penting dalam pengembangan budidaya ikan
komersial. Sejauh ini riset dan usaha pengembangbiakan menggunakan hormon
untuk mengontrol siklus reproduksi ikan budidaya terfokus pada perangsangan
final oocyte maturation (FOM), ovulasi, spermiasi dan pemijahan. Tingkat
pematangan gonad, ovulasi dan pemijahan pada siklus reproduksi ikan jantan dan
betina seringkali tidak sinkron atau tidak seragam baik pada ikan di perairan
umum maupun yang dipelihara dalam lingkungan budidaya (Rideout et al. 2003).
Hormon dan lingkungan saling bekerjasama didalam memacu proses
vitelogenesis, ovulasi dan pemijahan pada ikan. Tahapan reproduksi dikendalikan
oleh kelenjar hypofisa dan estrogen yang dapat dipercepat prosesnya dengan
penambahan hormon-hormon reproduksi (Lam 1995; Fujaya 2004). Faktor
lingkungan yang mempengaruhi ovulasi antara lain foto periode, kualitas air
(suhu, oksigen, pH, kesadahan, dan alkalinitas, salinitas) , siklus bulan (musim)
substrat, kecukupan nutrisi, dan penyakit (Rothmans et al. 1991). Barnier et al.
(2009) menambahkan bahwa sinyal lingkungan akan diterima oleh otak dan
disampaikan ke syaraf pusat untuk diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus akan
merespon dengan melepaskan Gonadatropin releasing hormon (GnRH).
Penggunaan hormon sintetis sebagai pengganti hipofisasi untuk pemijahan
sudah banyak dilakukan. Dalam hal ini penggunaan hormon sintetis mempunyai

2
beberapa keuntungan (Ernawati 1990), yaitu selalu tersedia dan tersimpan dalam
kemasan yang baik dan aman, mencegah pembunuhan ikan sebagai donor serta
biaya, waktu dan tempat dapat lebih hemat.
Aromatase inhibitor dan oksitosin merupakan hormon yang secara fisiologis
dalam proses reproduksi ikan saling bekerjasama memacu terjadinya ovulasi dan
pemijahan. Aromatase inhibitor akan menyebabkan penurunan kadar estrogen,
yang akan membebaskan hipotalamus dari efek umpan balik negatif estrogen.
Kondisi ini akan menyebabkan pelepasan gonadotropin di hipofisa, terutama FSH
dan selanjutnya akan menstimulasi perkembangan folikel di ovarium (Casper
2006; Polyzoz 2008). Sumantri (2006) mengatakan Aromatase inhibitor mampu
menghambat atau menghentikan kerja enzim aromatase sehingga menghambat
produksi hormon esterogen yang ada di otak maupun gonad. enzim aromatase
pada otak ikan maupun gonad berfungsi mengkonversi hormon androgen
menjadi esterogen. Oksitosin adalah hormon peptide yang disekresi olah pituitary
posterior yang menyebabkan ejeksi air susu pada wanita dalam masa laktasi
(Hopfer et al. 2004). Oxytocin berperan pada pemijahan. Oksitosin merangsang
otot polos uterus pada proses pengeluaran telur. Fungsi perangsangan ini bersifat
selektif dan cukup kuat. Pada konsentrasi esterogen yang rendah, efek oksitosin
terhadap uterus juga berkurang, otot polos yang sensitif terhadap oksitosin
hanyalah uterus, pembuluh darah dan mioepitel kelenjar (Tjay dan Rahardja
2008). Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan kontraksi
uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada otot polos
maupun lewat peningkatan produksi prostaglandin.
Menurut Haraldsen et al. (2001) aktivitas hormon oksitosin meningkat pada
saat ovulasi dan berperan penting dalam proses pemijahan. Penelitian mengenai
penggunaan aromatase inhibitor 0.1 mg dan oksitosin 0.3 IU pada ikan patin
dilaporkan mampu memicu pemijahan semi alami 8 jam 19 menit pasca
penyuntikan, dengan derajat pembuahan 92,27%, derajat penetasan 86,29% dan
survival rate (SR) larva 4 hari 84,75 % (Dewanthara 2013). Perlakuan
AI+Oxytocin dapat memberikan rangsangan pada induk ikan Torsoro dalam
melakukan pemijahan semi alami (Farastuti 2014).
Prostaglandin F2α (PGF2α) merupakan derivat dari struktur asam prostanoat
dan berasal dari asam lemak esensial melalui seleksi dan oksidasi (Tunner dan
Bagnara 1998), PGF2α pada ikan berperan untuk merangsang terjadinya
pengeluaran oosite yang telah matang dari saluran reproduksi (ovulasi). Dalam hal
ini, mekanisme kerja hormon PGF2α dalam proses ovulasi bekerjasama dengan
Luteinizing Hormone (LH) yaitu meningkatkan aktivitas enzim proteolitik di
folikel sehingga menstimulasi inti sel telur bergerak dari tengah ke tepi sel dan
selanjutnya melebur menuju kutub anima hingga telur siap diovulasikan (Broach
2009).
Ovaprim merupakan kombinasi dari analog salmon Gonadotropin
Releasing Hormon (sGnRH-a) dengan antidopamine, setiap 1 ml ovaprim
mengandung 20 µg sGnRH-a (DArg6, Trp7, Leu8, Pro9- NET)-LHRH dan 10
mg antidopamin (Nandeesha et al. 1990; Harker 1992) yang berperan untuk
pematangan tahap akhir oosit pada ikan. Pada kegiatan pembenihan, ovaprim
digunakan sebagai bahan perangsang pematangan gonad dan pemijahan pada
induk. Ovaprim berperan dalam memacu proses ovulasi dan pemijahan pada ikan.
GnRH-a yang terkandung dalam ovaprim berperan merangsang hipofisa untuk

3
melepaskan gonadotropin (Lam 1995). Mengingat ovaprim dengan tingkat harga
yang tinggi dan bukan merupakan produk dalam negeri, maka perlu dicari bahan
alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan pada ovaprim.
Berdasarkan pentingnya peranan Aromatase inhibitor dan oksitosin dalam
proses vitelogenesis, ovulasi dan pemijahan, maka gabungan hormon tersebut
serta dikombinasikan dengan ovaprim dan PGF2α diharapkan dapat menjadi
alternatif dalam pemijahan semi alami tanpa stripping pada ikan yang tidak
memiliki refleks spawning alami di luar habitatnya. Respons ovulasi dan
pemijahan ikan Patin tanpa stripping terhadap induksi hormon Aromatase
inhibitor dan oksitosin serta dikombinasikan ovaprim dan PGF2α akan dievaluasi
berdasarkan mekanisme hormon plasma darah estradiol dan testosteron.

Perumusan Masalah
Reproduksi pada ikan, seperti pada vertebrata tingkat tinggi diatur oleh
sistem endokrin reproduksi yang terdiri dari otak (hypothalamus), kelenjar
pituitari dan gonad. Pada ikan, gonadotropin adalah hormon pituitari utama yang
bertanggung jawab mengatur pematangan seksual dan perkembangan gamet
(Swanson 2008). Sinyal dari lingkungan diluar musim pemijahan terkadang
kurang mampu mengaktivasi hormon yang ada sehingga pemijahan belum bisa
terlaksana secara alami. Penyuntikan kombinasi hormon Aromatase inhibitor dan
oksitosin pada ikan patin ini diharapkan akan mampu menghambat kerja enzim
aromatase yang dapat menghentikan produksi estradiol-17β. Sehingga kadarnya
menurun dalam darah dan hati berhenti melepaskan vitelogenin. Pada saat proses
vitelogenesis berhenti merupakan sinyal balik bagi hipofisis untuk segera
memproduksi luteinizing hormone (LH) yang berperan dalam proses pematangan,
selanjutnya pemberian oksitosin dapat membantu pelepasan sel telur sehingga
terjadi pemijahan secara semi alami.

Kerangka Pemikiran
Mekanisme hormonal untuk vitelogenesis, pematangan serta ovulasi dan
pemijahan melibatkan gonadothropin releasing hormone (Gn-RH), gonadotropin,
estradiol-17β testosterone, 17α-20β dihidroksi progesteron, dan aromatase
inhibitor. Pemberian Aromatase inhibitor, ovaprim dan PGF2α pada induk matang
gonad merangsang terjadinya lonjakan kadar GnRH sehingga mempengaruhi
pituitary memproduksi folicle stimuleasing hormone (FSH) yang selanjutnya
merangsang oosit untuk mensintesis testosteron pada lapisan teka dan
mengubahnya menjadi estradiol-17β pada lapisan granulosa dengan bantuan
enzim aromatase yang kemudian merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin
menjadi bakal kuning telur. Setelah vitelogenin diserap oleh oosit sampai ukuran
maksimum maka akan memberikan feedback positif ke hipotalamus untuk
memproduksi GnRH dan merangsang pituitary memproduksi LH yang
selanjutnya akan mengakibatkan ovulasi. Dalam hal ini oksitosin berperan untuk
merangsang ovulasi. Pemberian oksitosin diharapkan efektif pada masa ovulasi,

4
sehingga proses pemijahan ikan patin dapat berlangsung secara semi alami tanpa
di stripping (Gambar 1).

Mekanisme Hormonal
Pada Ovulasi dan Pemijahan Semi Alami
OTAK
(Hipotalamus)

Umpan balik positif (LH)

GnRH

LH
endogenous

Pituitari
Gonadotropin
(FSH, LH)

Ovaprim

Umpan balik positif (FSH)

LHRH
endogenous

Aromatase
inhibitor

PGF2α

GONAD
Sel Teka
Umpan balik negatif (FSH)

17 - HP

OKSITOSIN

Sel
Granulosa

17 , 20 DP

Penghambatan
P450 arom

x

Final
maturation

x
x

vitelogenesis

Testosteron
Estradiol
Aromatase -17β

Refleks

Ovulasi spawning

MEMIJAH

x

Oosit
berkembang

Pertumbuhan Oosit
berhenti (atresia)

Gambar 1 Mekanisme hormonal dan kerja Aromatase inhibitor pada ovulasi dan
pemijahan ikan (Sumber: Sudrajat 2012).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas aromatase inhibitor
dan oksitosin serta kombinasi hormone terhadap respons ovulasi dan pemijahan
pada ikan patin secara semi alami tanpa stripping.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi aplikasi hormon untuk
induksi dan pemijahan semi alami tanpa stripping pada ikan budidaya.

Hipotesis
Kombinasi hormon Aromatase inhibitor dan oksitosin mampu
menginduksi ovulasi dan pemijahan ikan patin secara semi alami tanpa striping.

5
2 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2014. Penelitian
ini dilakukan di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Cijengkol,
Sukamandi, Subang. Dan di Laboratorium Hormon Unit Rehabilitasi dan
Reproduksi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.

Materi Uji
Ikan uji yang digunakan adalah ikan patin (Pangasianodon hypopthalmus)
jantan dan betina yang siap memijah kira-kira berumur 1-2 tahun dengan bobot
berkisar 2-5 kg/ekor. Setiap perlakuan terdiri dari 5 ekor jantan dan 5 ekor betina
sebagai ulangan individu. Bahan hormonal sintetis yang digunakan berupa
Aromatase inhibitor, oksitosin, PGF2α, ovaprim dan NaCl.
Rancangan Penelitian
Induksi ovulasi dan pemijahan secara hormonal diberikan melalui
penyuntikan kombinasi hormon yang terdiri dari Aromatase inhibitor, oksitosin
serta penambahan ovaprim dan PGF2α. Sedangkan pada perlakuan kontrol terdiri
dari kontrol positif yaitu ovaprim dan kontrol negatif yaitu NaCl (Tabel 1).
Tabel 1 Perlakuan induksi ovulasi dan pemijahan secara hormonal pada ikan Patin
Perlakuan
P1
P2
P3

Dosis Hormon per Kg berat badan ikan
AI 50 ppm + Oksitosin 1 IU
AI 50 ppm + Oksitosin 1 IU + Ovaprim 0.3 ml

P4 (kontrol positif)

AI 50 ppm + Oksitosin 1 IU + Ovaprim 0.3 ml + PGF2α
500 μg
Ovaprim 0.6 ml

P5 (kontrol negatif)

NaCl 0.09 %

Prosedur Penelitian
Induksi ovulasi dan pemijahan semi alami
Sebelum diberi perlakuan ikan diaklimatisasi serta dipelihara terlebih dahulu
selama 2 hari di kolam dengan memisahkan antara ikan jantan dan betina dan
diberi pakan dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari. Kematangan gonad
ikan diindentifikasi dengan pengamatan ciri morfologi yaitu bentuk perut atas

6
membesar dan warna daerah genital cenderung berwarna kuning bening.
Pengamatan adanya telur dilakukan menggunakan kateter. Ikan betina yang sudah
matang gonad ditandai dengan bagian perut atas (dibawah linea lateralis) yang
membesar dan cenderung lembek, warna tubuh cendurung memudar.
Induk yang telah matang gonad segera dipindahkan kedalam bak fiber bulat
dengan kapasitas volume air sebanyak 3000 L untuk persiapan pelaksanaan
pemijahan semi alami. Induksi pemijahan semi alami dilakukan melalui
penyuntikan secara intramuscular pada ikan uji jantan dan betina yang sudah
matang gonad sesuai dengan rancangan sebelum percobaan dipasangkan
selanjutnya ikan jantan dan betina dipasangkan dengan perbandingan 1:1 (1 ekor
jantan dan 1 ekor betina). Sekitar 6-12 jam setelah pemasangan, dilakukan
pengamatan kesiapan induk memijah. Ikan yang ovulasi dicatat waktunya sejak
ikan tersebut disuntik hormon. Dalam wadah pemijahan diletakkan kaca untuk
menampung telur-telur hasil pemijahan. Pengamatan adanya telur dilakukan pada
dasar wadah pemeliharaan setelah 6 jam penyuntikan. Pengamatan dilanjutkan
setiap 30 menit. Pengukuran diameter telur dilakukan sebelum penyuntikan dan
saat ovulasi. Telur yang akan diamati ditambahkan larutan sierra untuk
mempertahankan bentuk inti telur.
Pengukuran diameter telur menggunakan mikroskop yang dilengkapi
dengan mikrometer (0,01 mm) merk UYCP-12. Sampel telur diambil dengan
menggunakan kateter sebanyak 100 butir dalam setiap gonad yang diamati.
Selanjutnya telur dipindahkan ke dalam akuarium inkubasi untuk diamati derajat
pembuahan, derajat penetasan dan kelangsungan hidup larva selama 3 hari.
Parameter kualitas air yang diamati terdiri dari disolved oxygen (DO), pH, dan
suhu yang diukur setiap hari selama penelitian.
Analisis hormon estradiol dan testosterone plasma darah
Konsentrasi estradiol 17-β dan testosteron dalam darah diukur sebelum
dilakukan penyuntikan hormon dan setelah pemijahan pada setiap perlakuan
menggunakan 2 sampel ikan uji. Sampel darah diambil dari pangkal batang
ekor sebanyak 3 mL dengan menggunakan jarum suntik yang telah diberi
antikoagulan (natrium sitrat 3,8%). Sebelum dilakukan pengambilan darah,
ikan
percobaan terlebih dahulu dibius menggunakan anasthesi MS222,
selanjutnya darah disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit,
plasma darah diambil dan disimpan pada freezer bersuhu -20 0 C selama 24 jam
selanjutnya dilakukan pengukuran konsentrasi hormon dalam plasma darah
menggunakan metode Vidas ELISA kit untuk 17-estradiol (REF 30 330) dan
testoteron.

Parameter Uji
1.

Keberhasilan dan Lama Waktu Ovulasi
Setelah ikan diberi perlakuan kemudian diamati tingkat ovulasinya, yaitu
jumlah ikan yang mengalami ovulasi dan waktu yang diperlukan sejak saat
penyuntikan. Lamanya waktu ovulasi menunjukkan seberapa cepat reaksi ikan
menerima rangsangan hormonal yang diberikan hingga ovulasi. Penghitungan

7
waktu ovulasi dimulai dari setelah dilakukan penyuntikan hormon hingga
terjadinya ovulasi.

2.

Tingkah laku Pemijahan Semi Alami
Pengamatan tingkah laku pemijahan semi alami dilakukan secara visual
dengan mengamati secara langsung dan merekam proses pemijahan ikan Patin
menggunakan kamera underwater.

Jumlah Telur yang di Ovulasikan (Spawned Eggs)
Pengamatan telur dilakukan pada dasar bak fiber setelah 6 jam penyuntikan.
Pengamatan dilanjutkan setiap 30 menit. Selanjutnya, dilakukan pemijahan buatan
atau dengan cara stripping, kemudian menghitung seluruh telur yang dikeluarkan
(spawned eggs).

3.

4.

Derajat Pembuahan (FR)
Derajat pembuahan dihitung dengan membandingkan jumlah telur yang
dibuahi dengan jumlah telur yang diovulasikan (dalam persen).
Jumlah telur yang dibuahi
X 100%
FR = Jumlah telur yang diovulasi

5.

Derajat Penetasan (HR)
Derajat penetasan dihitung berdasarkan jumlah telur yang menetas
dibandingkan dengan jumlah telur yang dibuahi (dalam persen).
Jumlah telur yang menetas X 100%
HR = Jumlah telur yang dibuahi

6.

Tingkat Kelangsungan Hidup Larva (SR)
Kelangsungan hidup larva dhitung berdasarkan jumlah larva hidup umur 3
hari dibandingkan dengan jumlah telur yang menetas (dalam persen).
Jumlah larva setelah 3 hari X 100%
SR = Jumlah telur yang menetas

Analisis Data
Data konsentrasi hormon estradiol dan testosteron plasma sebelum
penyuntikan dan setelah pemijahan serta diameter telur dan kualitas air dianalisis
secara deskriptif, sedangkan lama waktu ovulasi, jumlah peneluran, derajat
pembuahan dan penetasan serta kelangsungan hidup larva umur 3 hari dianalisis
dengan ANOVA dan diuji lanjut dengan Duncan multiple range test (DMRT)
menggunakan program SPSS (Statistical Program Software Sistem) versi 16.

8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Konsentrasi Estradiol (pg.ml-1)

Konsentrasi estradiol-17ß
Konsentrasi hormon estradiol-17β plasma darah ikan patin betina pada
perlakuan kombinasi hormon yang mengandung AI dan oksitosin (P1, P2 dan P3)
sebelum penyuntikan dan sesudah ovulasi mengalami penurunan, sebaliknya pada
perlakuan kontrol ovaprim dan NaCl (P4, P5) menunjukkan peningkatan (Gambar
2). Penurunan konsentrasi estradiol sesudah ovulasi menunjukkan fase final oosit
maturation (FOM) yang akan segera diikuti dengan pemijahan. Pada perlakuan
kombinasi empat hormon AI, oksitosin, ovaprim dan PGF2α (P3) menunjukkan
selisih konsentrasi estradiol sebelum dan sesudah ovulasi yang paling tinggi yaitu
penurunan dari 0,93 ngmL-1 menjadi 0,35 ng/mL.
1.00
0.90
0.80
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00

0.93

0.55
0.45

0.43
0.35
0.25

0.22

0.16

P1
Sebelum
Sesudah

0.34
0.14

P2

P3

P4

P5

Perlakuan

Gambar 2 Konsentrasi estradiol-17ß plasma darah ikan patin betina sebelum
induksi hormon dan 12 jam pasca penyuntikan. (P1: AI+Oksitosin,
P2: AI+Oksitosin+Ovaprim, P3: AI+ Oksitosin+ Ovapriam+ PGF2α,
P4: Ovaprim, P5: NaCl)
Konsentrasi testosteron
Konsentrasi hormon testosteron plasma darah ikan patin jantan yang
diinduksi kombinasi hormon mengalami penurunan sebelum perlakuan dan
sesudah ovulasi (Gambar 3). Pada perlakuan kombinasi hormon AI dan oksitosin
(P1), serta kombinasi dengan ovaprim dan PGF2α (P2, P3) menunjukkan
penurunan konsentrasi testosteron yang lebih besar dibandingkan kontrol ovaprim
dan NaCl (P4, P5). Selisih konsentrasi testosteron sebelum dan sesudah ovulasi
yang paling tinggi adalah pada kombinasi AI dan oksitosin (P1) yaitu dari 17.41
ng ml-1menjadi 1.21 ngml-1.

Konsentrasi Testosteron (ng.ml-1)

9
20.00
18.00
16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Sebelum

17.41

18.26

17.90

17.18
12.97
11.15

10.81

P4

P5

5.68
3.77
1.20
P1

Sesudah

P2

P3
Perlakuan

Gambar 3 Konsentrasi testosteronplasma darah ikan patin jantan sebelum induksi
hormon dan 12 jam pasca penyuntikan. (P1: AI+Oksitosin, P2:
AI+Oksitosin+Ovaprim, P3: AI+ Oksitosin+ Ovapriam+ PGF2α, P4:
Ovaprim, P5: NaCl).
Tingkat Ovulasi
Perlakuan kombinasi hormon AI dan oksitosin (P1), serta penambahan
ovaprim dan PGF2α (P2, P3) maupun perlakuan kontrol ovaprim (P4) pada ikan
patin betina menghasilkan tingkat ovulasi 100%, sedangkan pada perlakuan
kontrol NaCl (P5) tidak terjadi ovulasi (Tabel 2). Ikan betina yang diberi
perlakuan kombinasi hormon (P1, P2, P3) dapat memijah semi alami tanpa
striping, sedangkan pada perlakuan ovaprim (P4) ikan memijah dengan stripping,
dan pada control NaCl ikan tidak memijah selama 24 jam pengamatan. Lama
waktu ovulasi antar perlakuan tidak berbeda nyata, yaitu berkisar antara
12,35±4,05 jam sampai 15,20±2,25 jam.
Tabel 2. Tingkat ovulasi ikan patin siam (P. hypopthalamus) betina pada induksi
ovulasi dan pemijahan semi alami secara hormonal
Perlakuan
(n=5)

P1
P2
P3
P4
P5

Rata-rata
Bobot
Tubuh
(Kg)
4,24±0,96
4,54±1,40
4,14±1,09
3,92±0,79
4,04±0,93

Jumlah
Rata-rata
Rata rata waktu
Ikan Waktu Laten
pengeluaran
ovulasi
(Jam)
telur (Jam)
(%)
100 11,00±1,52c
15,20 ± 2,25b
c
100 9,20±1,64
13,40 ± 2,63b
100 7,40±1,95b
12,35 ± 4,05b
d
100 13,00±0,71
13,27 ± 0,65b
0
Tidak ovulasi* Tidak ovulasi*

Pemijahan

Memijah semi alami
Memijah semi alami
Memijah semi alami
Memijah distripping
Tidak memijah

Keterangan: P1: AI+Oksitosin, P2: AI+Oksitosin+Ovaprim, P3: AI+ Oksitosin+ Ovapriam+
PGF2α, P4: Ovaprim, P5: NaCl; (*Pengamatan dilakuan 24 jam, n= jumlah ikan)

Waktu Laten (Latency Period)
Perhitungan waktu laten pada penelitian ini yaitu jarak waktu dari
dilakukannya induksi kombinasi hormone perlakuan hingga terjadinya ovulasi
yang dideteksi dengan adanya keberhasilan telur.

Latency Period (jam)

10
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

13,00d
11,00c
9,20c
7,40b

0,00a
P1

P2

P3

P4

P5

Perlakuan

Gambar 4 Rata-rata lama waktu laten ikan Patin siam (P hypopthalamus) yang
diberi perlakuan induksi hormonal menggunakan aromatase inhibitor
dan oksitosin. Huruf yang sama menunjukkan berbeda nyata (p