Maturasi Ikan Patin Siam Pangasianodon Hypophthalmus Di Luar Musim Pemijahan Menggunakan Premiks Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (Pmsg) Dan Antidopamin

MATURASI IKAN PATIN SIAM Pangasianodon hypophthalmus
DI LUAR MUSIM PEMIJAHAN MENGGUNAKAN PREMIKS
HORMON PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPHIN
(PMSG) DAN ANTIDOPAMIN

ASTIRAINI ANDIBA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Maturasi Ikan
Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus Di Luar Musim Pemijahan
Menggunakan Premiks Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG)
Dan Antidopamin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015
Astiraini Andiba
NIM C14110074

ABSTRAK
ASTIRAINI ANDIBA. Maturasi Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus
Di Luar Musim Pemijahan Menggunakan Premiks Hormon Pregnant Mare Serum
Gonadotrophin (PMSG) Dan Antidopamin. Dibimbing oleh AGUS OMAN
SUDRAJAT dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.
Ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus merupakan ikan introduksi
dari Thailand yang memiliki keunggulan sebagai ikan budidaya dan disukai oleh
masyarakat Indonesia dan Internasional. Salah satu permasalahan pada ikan ini
adalah penyediaan benih yang masih terbatas. Hal ini berkaitan dengan sifat
pemijahan ikan patin yang hanya berlangsung pada musim hujan saja dan
membutuhkan waktu untuk rematurasi 4-6 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk
menginduksi pematangan gonad secara hormonal di luar musim pemijahan

(musim kemarau). Induk ikan patin siam berukuran 2-3 kg disuntik menggunakan
hormon pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) dan antidopamin (AD)
sebanyak 4 kali penyuntikan dengan selang waktu penyuntikan 2 minggu.
Perlakuan yang digunakan adalah kontrol, 5 µg AD tanpa PMSG, 5 µg AD + 5
IU PMSG /kg ikan, dan 5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan, dengan jumlah
ulangan 10 ekor ikan per perlakuan. Hasil menunjukan bahwa pemberian
kombinasi 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan menghasilkan kematangan gonad
100% dengan TKG IV dalam waktu 6 minggu pemeliharaan di luar musim
pemijahan, tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini
menunjukkan pemberian PMSG dan AD mampu menginduksi pematangan gonad
ikan patin di luar musim pemijahan dan juga menunjukkan adanya peluang untuk
penyediaan induk matang gonad dan produksi benih ikan patin sepanjang tahun.
Kata kunci: Pangasianodon hypopthalmus, PMSG, antidopamin

ABSTRACT
ASTIRAINI ANDIBA. Maturation of Striped Catfish Pangasianodon
hypophthalmus Out Of Spawning Season Using Premix Hormone Of Pregnant
Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) And Antidopamin. Supervised by AGUS
OMAN SUDRAJAT and DINAR TRI SOELISTYOWATI.
Striped catfish Pangasianodon hypopthalmus is an introduction fish from

Thailand which has is farmed fish favored by the people of Indonesia and
international. One of the problem on this fish is the provision of seeds throughout
the year is still limited. This relates to the striped catfish spawn only in the rainy
season and the rematuration take 4-6 months. The purpose of this research is to
induce gonadal maturation out of spawning season (dry season). Parent size of
striped catfish 2-3 kg were injected using hormone of pregnant mare serum
gonadotrophin (PMSG) and antidopamin (AD), and performed every 2 weeks.
The treatments in this research consisted of control, 5 µg AD without PMSG /kg
fish, 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg fish, and 5 µg AD + 10 IU PMSG /kg fish,
using 10 fish replications each treatment. The result showed that premix hormone

of 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg fish increased gonad maturity level IV, with the
number of mature fish 100%, within 6 weeks of treatments out of spawning
season three times faster than control. This result show that giving combination of
AD and PMSG was effective inducing maturation of striped catfish out of
spawning season, it also show that there are opportunities for the provision of a
mature parent striped catfish throughout the year.
Keywords: Pangasianodon hypopthalmus, PMSG, antidopamin

MATURASI IKAN PATIN SIAM Pangasianodon hypophthalmus

DI LUAR MUSIM PEMIJAHAN MENGGUNAKAN PREMIKS
HORMON PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPHIN
(PMSG) DAN ANTIDOPAMIN

ASTIRAINI ANDIBA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan,

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul

Maturasi Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalamus Di Luar Musim
Pemijahan Menggunakan Premiks Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin
(PMSG) Dan Antidopamin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai
Oktober 2014, bertempat di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Agus Oman
Sudrajat MSc dan Ibu Dinar Tri Soelistyowati DEA selaku dosen pembimbing,
Bapak Dr Ir Tatag Budiardi MSi dan Bapak Dr Ir Eddy Supriyono MSc selaku
dosen penguji tamu dan komisi pendidikan departemen, serta Bapak Ahya
Raffiudin MSi yang telah banyak memberikan saran mengenai penelitian ini.
Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman seperjuangan yakni
Yulia Pratamy, Muhammad Faiz Islami, Hamzah Muhammad Ihsan dan Ermina
Sari yang telah membantu selama penelitian, pengumpulan, hingga pengolahan
data.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk keluarga tercinta,
Bapak Bambang Supriadi dan Ibu Pipih Mauludiah, serta keluarga besar Budidaya
Perairan angkatan 48 atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Astiraini Andiba


i

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
BAHAN DAN METODE
Materi Uji
Rancangan Penelitian
Prosedur Penelitian
Parameter Penelitian
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
1
2
2
2
2
4
6
6
6
11
13
13
13
14
16

20

ii

DAFTAR TABEL
1 Rancangan perlakuan penelitian penyuntikan calon induk ikan patin
siam Pangasianodon hypopthalmus dengan kombinasi PMSG dan
antidopamin
2 Kualitas air dalam kolam pemeliharaan ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus
3 Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan patin
4 Persentase ikan patin yang matang gonad selama masa pemeliharaan
setelah diberi perlakuan penyuntikan premiks hormon

2
3
5
6

DAFTAR GAMBAR

1 Indeks hepatosomatik (IHS) pada ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus minggu ke-0 (awal pemeliharaan, sebelum diberi
perlakuan) dan minggu ke-8 (akhir pemeliharaan, setelah diberi
perlakuan)
2 Indeks kematangan gonad (IKG) ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus minggu ke-0 (awal pemeliharaan sebelum diberi
perlakuan) dan minggu ke-8 (akhir pemeliharaan, setelah diberi
perlakuan)
3 Perkembangan diameter telur ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus minggu ke-4 dan minggu ke-8 masa pemeliharaan
4 Histologi gonad ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus.
A=histologi gonad minggu ke – 0 (awal pemeliharaan; sebelum
diberi perlakuan). B=histologi gonad minggu ke-8 (akhir
pemeliharaan) perlakuan kontrol. C=histologi gonad minggu ke-8
(akhir pemeliharaan) perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan.
D=histologi minggu ke – 8 (akhir pemeliharaan) perlakuan 5 µg AD
+ 5 IU PMSG /kg ikan. E=histologi gonad minggu ke – 8 (akhir
pemeliharaan) perlakuan 5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan;
IM=immature; MI=maturing; M=mature; A=atresi; N=nukleus;
Y=yolk(kuning telur), perbesaran 100 kali dengan skala bar 100

µm.
5 Pertambahan bobot ikan patin siam Pangasianodon hypopthalmus
selama masa pemeliharaan
6 Grafik curah hujan di wilayah Dramaga-Bogor bulan Juli- November
2014

7

8
8

9
10
17

iii

DAFTAR LAMPIRAN
1 Wadah penelitian yang digunakan di Laboratorium Babakan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

2 Data curah hujan di wilayah Dramaga Bogor pada bulan Juli sampai
November 2014
3 Dokumentasi kegiatan penyuntikan ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalamus
4 Prosedur pembuatan preparasi histologi di Laboratorium Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
5 Analisi diameter telur minggu ke-4 pemeliharaan dengan analisis
ragam (ANOVA) dan Uji Tukey
6 Analisis diameter telur minggu ke-8 pemeliharaan dengan analisis
ragam (ANOVA) dan Uji Tukey
7 Kemungkinan frekuensi pemijahan dalam 1 tahun berdasarkan waktu
kematangan gonad ikan patin siam
8 Analisa biaya pemijahan ikan patin siam yang diberi hormon dan
yang tanpa diberi hormon 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan

16
16
17
18
18
18
18
19

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus merupakan ikan
introduksi dari Thailand yang berkembang di masyarakat Indonesia sebagai
komoditas budidaya yang mempunyai ketahanan yang cukup tinggi
terhadap kualitas air yang kurang optimal (Gunadi et al. 2006). Ikan patin
siam merupakan salah satu komoditas air tawar yang masih digalakkan oleh
KKP untuk ditingkatkan produksinya, tercatat kenaikan produksi patin dari
tahun 2010-2013 mencapai 95,57% (KKP 2013) dengan provinsi Sumatera
Selatan sebagai penyumbang produksi patin utama yaitu sebesar 410.684
ton (DJPB 2013) . Ikan patin ini selain digemari oleh masyarakat Indonesia,
juga digenari oleh masyarakat Internasional terutama dalam bentuk fillet
(daging tanpa tulang).
Kendala yang dihadapi dalam pemenuhan permintaan akan ikan ini
adalah dalam penyediaan benih yang tidak sepanjang tahun, yaitu
dikarenakan rendahnya frekuensi pemijahan, karena secara alami waktu
yang dibutuhkan untuk pematangan gonad pada ikan patin sekitar 6 bulan,
dengan masa pemijahan pada musim penghujan saja (Sularto 2002).
Lamanya masa pematangan gonad inilah yang menyebabkan rendah dan
tidak stabilnya produksi benih patin sepanjang tahun, khususnya pada
musim kemarau. Oleh karena itu perlu dilakukan campur tangan manusia
dalam memanipulasi pematangan gonad, yaitu dengan manipulasi secara
hormonal.
Pematangan gonad ikan patin secara alami dipengaruhi oleh sinyal
lingkungan yang diterima oleh sistem syaraf pusat yang kemudian akan
diteruskan ke kelenjar hipotalamus yang kemudian akan melepaskan
gonadotropin releasing hormone (GnRH) dalam kelenjar hipofisis yang
selanjutnya hipofisis ini akan melepas FSH (follicle stimulating hormone).
Meningkatnya konsentrasi FSH (GTH-I) akan menyebabkan enzim
aromatase mensistesis testosterone menjadi estradiol-17β sehingga
merangsang sintesis vitellogenesis di dalam hati (Myonas et al 2009).
Dalam pembentukan gonadotropin, terdapat pula senyawa dopamin yang
bekerja di otak menghambat pembentukan gonadotropin tersebut sehingga
diperlukan antidopamin yang berfungsi untuk menghambat kerja dopamin,
sehingga menstimulasi sekresi gonadotropin, meningkatkan respon
pemijahan, meningkatkan presentase fertilisasi dan derajat penetasan telur
(Nandeesha et al. 1991). Pemberian antidopamin ini juga dapat
menstimulasi perilisan FSH dari pituitary (Rafiuddin 2014)
PMSG (pregnant mare serum gonadotropin) adalah serum dari kuda
hamil yang mengandung gonadotropin berupa follicle stimulating hormone
(FSH) dan sedikit luteinizing hormone (LH). PMSG yang mengandung FSH
akan mengaktifasi gonad untuk mensintesis estradiol - 17 β. dan
mengaktivasi hati untuk aktivitas vitellogenesis (Nagahama 1983).

2

Penelitian ini menggunakan kombinasi dari PMSG dan antidopamin,
atau yang dikenal dengan OODEV (Oosit Developer) yang diberikan
melalui penyuntikan pada calon induk ikan patin dengan tujuan untuk
mempercepat kematangan gonadnya berdasarkan dosis yang paling efektif
dari kombinasi antara PMSG dan antidopamin tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempercepat kematangan gonad pada calon
induk ikan patin diluar musim pemijahannya, serta mengevaluasi
kombinasi dosis PMSG dan antidopamin yang optimal untuk proses
maturasi ikan patin.

BAHAN DAN METODE

Materi Uji
Materi uji yang digunakan adalah calon induk ikan patin siam betina
Pangasianodon hypophthalmus sebanyak 40 ekor dengan bobot 2 – 3
kg/ekor, larutan fisiologis (NaCl 0,9%), kombinasi hormon pregnant mare
serum gonadotrophin (PMSG) dan antidopamin.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dan rancangan acak
lengkap satu faktor perlakuan, terdiri dari empat dosis premiks hormon
(Tabel 1) masing-masing sepuluh kali ulangan individu.
Tabel 1 Rancangan perlakuan penelitian penyuntikan calon induk ikan patin
siam Pangasianodon hypopthalmus dengan kombinasi PMSG dan
antidopamin
Perlakuan
Premiks hormon
Antidopamin(AD)
PMSG
Larutan fisiologis (NaCl
(µg/kg)
0,9%) (ml/kg)
(µg/kg)
P1
P2
P3
P4

5
5
5

5
10

1
-

3

Prosedur Penelitian
Persiapan wadah
Wadah yang digunakan adalah kolam beton semi permanen berukuran
20 x 10 x 1,5 m sebanyak 1 kolam. Persiapan wadah yang dilakukan
meliputi kegiatan pengeringan dasar kolam dan pembersihan bagian inlet
serta outletnya. Pengeringan dilakukan selama 2-3 hari untuk membuang
gas-gas beracun sisa budidaya sebelumnya. Kemudian dilakukan
pemasangan sekat dengan bambu dan jaring sebanyak 4 sekat (Lampiran 1).
Setelah itu dilakukan pengisian air setinggi 70 cm dan diendapkan selama 1
hari untuk selanjutnya kolam siap ditebar ikan uji masing-masing 10 ekor
per perlakuan
Kualitas air dalam kolam pemeliharaan ikan uji, disajikan dalam Tabel
2. Pengecekan kualitas air dilakukan 2 kali, yaitu pada awal masa
pemeliharaan dan akhir masa pemeliharaan. Data curah hujan selama masa
penelitian disajikan dalam Lampiran 2.
Tabel 2 Kualitas air dalam kolam pemeliharaan ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus
Parameter
Suhu (⁰C)
pH
DO (mg/L)

Kolam pemeliharaan
26 - 28,7
7,36 - 7,42
3,8 - 4,4

SNI 01-6483.5-(2009)
25 - 30
6,5 – 8,5
>3

Persiapan ikan uji
Calon induk ikan patin yang akan disuntik diaklimatisasi selama 2
minggu sebelum diberi perlakuan. Ikan yang akan digunakan yaitu induk
ikan patin betina yang belum pernah dipijahkan dengan jumlah total 40
ekor yang dibagi untuk masing-masing perlakuan sebanyak 10 ekor dengan
bobot 2-3 kg/ekor.
Penyiapan larutan premiks
Larutan yang digunakan terdiri dari larutan PMSG dan antidopamin.
Perlakuan kontrol menggunakan larutan fisiologis (NaCl 0,9%). Dosis yang
digunakan adalah dosis antidopamin 5 µg dan PMSG 0, 5 dan 10 IU /kg
ikan, dengan masing-masing 10 kali ulangan individu. Larutan premiks
dibuat dengan mencampurkan larutan PMSG dan larutan antidopamin
menjadi premiks hormon yang disebut OODEV.
Penyuntikan ikan uji
Ikan uji dipelihara dalam kolam selama 8 minggu dan diberi pakan
komersil berupa pelet apung berprotein 30% dengan FR 3% yang diberikan
pada pagi dan sore hari. Ikan uji di tagging dengan cara mengikatkan pita
dibagian pangkal ekor dengan warna pita yang berbeda pada tiap perlakuan.
Penyuntikan ikan dilakukan pada bagian punggung ikan (intramuscular),
penyuntikan dilakukan sebanyak 4 kali dengan selang 2 minggu tiap
penyuntikan sesuai dengan dosis premiks. Dokumentasi kegiatan
penyuntikan ikan uji disajikann pada Lampiran 3.

4

Pengambilan sampel hati, gonad dan telur
Pengambilan sampel hati dan gonad dilakukan dua kali, yaitu pada
awal pemeliharaan sebelum diberi perlakuan dan pada minggu ke-8 (akhir
pemeliharaan). Gonad dan hati diambil dengan cara membedah 1 ekor ikan
uji per perlakuan. Kemudian setelah diambil, gonad direndam dalam larutan
Buffer Normal Formalin, setelah 24 jam larutan diganti dengan alkohol 70%
untuk selanjutnya dilakukan preparasi histologi di Laboratorium Histologi
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel
sebanyak ±100 butir per ikan uji dilakukan pada minggu ke-4 dan minggu
ke-8 dengan alat kateter yang selanjutnya telur disimpan dalam larutan
sierra. Diameter telur sebanyak 100 butir dari tiap ikan per perlakuan diukur
dengan bantuan mikroskop dengan perbesaran 40 kali di Laboratorium
Pengembangbiakan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian
Bogor.

Parameter Penelitian
Parameter uji yang diamati ialah, persentase jumlah induk matang
gonad, indeks hepatosomatik (IHS) dan indeks kematangan gonad (IKG),
histologi gonad, pertambahan bobot dan diameter telur.
Pertambahan bobot
Parameter pertambahan bobot dihitung berdasarkan rata-rata bobot
ikan uji yang dihitung setiap 2 minggu sekali.
Persentase induk matang
Perentase induk matang diamati secara visual dan dikanulasi. Induk
betina yang matang dicirikan dengan perut yang membuncit dan jika
dikanulasi akan didapatkan telur.
Persentase induk matang =
Histologi gonad
Preparat histologi gonad diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 10 kali. Pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium
Histologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Tahapan
dalam dalam pembuatan preparat histologi sesuai dengan prosedur
pembuatan preparasi histologi di Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan
(Lampiran 4). Pembuatan preparasi histologi dengan cara mengambil gonad
ikan patin pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 sebanyak 1 ekor per
perlakuan. Setelah gonad diambil, gonad disimpan dalam botol urin yang
berisi larutan Buffer Normal Formalin (BNF), setelah 24 jam kemudian
larutan BNF diganti dengan larutan alkohol 70% agar gonad dapat disimpan
dan selanjutnya di preparasi. Histologi gonad dapat menunjukkan tingkat
kematangan gonad (TKG). Klasifikasi tingkat kematangan gonad (Siregar
1999) disajikan dalam Tabel 3.

5

Tabel 3 Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan patin
TKG
I (Immature)

II (Maturing)

III (Maturing)

IV (Mature)

MORFOLOGI
Ovari kecil dan halus seperti
benang,warna ovari merah muda,
memanjang dirongga perut.
Ukuran ovari bertambah besar,
warna coklat muda, butira telur
belum terlihat dengan mata
telanjang

HISTOLOGI
Demonasi oleh oogonia
berukuran 7.5 - 12,5μm,
inti sel besar.
Oogania menjadi oosit
ukuran 200 – 250 μm,
membentuk
kantung
ksitoplasma
berwana
ungu
Ukuran ovari relatif besar dan Lumen
berisi
telur.
mengisi hampir 1/3 rongga perut, ukuran oosit 750 - 1125
butiran-bitiran telur terlihat jelas μm, inti mulai tampak.
dan berwarna kuning muda.
Gonad mengisi penuh rongga Inti terlihat jelas dan
perut, semakin penjal dan warna sebaran kuning telur
bitiran telur kuning tua, butiran mendominasi
oosit.
telur besarnya hampir sama dan Ukuran oosit 1300-1500
mudah
dipisahkan,
kantung μm.
tubulus seminifer agak lunak.

Indeks kematangan gonad (IKG) dan Indeks hepatosomatik (IHS)
Perhitungan indeks kematangan gonad (IKG) dihitung berdasarkan
perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tubuh ikan yang diambil
pada minggu ke-0 pemeliharaan dan minggu ke-8 pemeliharaan sebanyak 1
ekor per perlakuan. Perhitungan IKG dihitung dengan rumus:
IKG
Keterangan : IKG
Bg
Bt

=

= indeks kematangan gonad (%)
= bobot gonad (g)
= bobot tubuh (g)

Indeks hepatosomatik (IHS) dihitung berdasarkan perbandingan
bobot hati dengan bobot tubuh ikan yang diambil pada minggu ke-0
pemeliharaan dan minggu ke-8 pemeliharaan sebanyak 1 ekor/perlakuan,
perhitungan IHS dihitung dengan rumus:
IHS
Keterangan :

IHS
Bh
Bt

=

= indeks hepatosomatik (%)
= bobot hati (g)
= bobot tubuh (g)

Diameter telur
Diameter telur merupakan panjang garis tengah telur yang belum
dibuahi untuk menilai tingkat kematangan telur yang diukur pada

6

mikroskop, kemudian dikonversikan dari pembesaran yang digunakan.
Pengukuran diameter telur dilakukan dibawah mikroskop Olympus dengan
perbesaran 40 kali yang dilengkapi dengan mikro meter okuler untuk
pengukuran skala diameter telurnya yang menggunakan faktor koreksi 20.
Diameter Telur = Nilai pengukuran x faktor koreksi x 1 µm
Keterangan : faktor koreksi = 20 µm

Analisis Data
Data parameter diameter telur yang didapatkan dianalisis
menggunakan aplikasi Minitab 16 analisis ragam One Way (ANOVA) pada
selang kepercayaan 95% untuk menguji adanya perbedaan antar perlakuan,
kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey dengan taraf nyata α = 0,05.
Parameter pertambahan bobot, persentase induk matang, indeks
hepatosomatik (IHS), indeks kematangan gonad (IKG) dan histologi gonad
dianalisa secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Persentase induk matang gonad
Hasil pengamatan persentase induk ikan patin siam yang matang
gonad selama pemeliharaan disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Persentase ikan patin yang matang gonad selama 8 minggu masa
pemeliharaan setelah diberi perlakuan penyuntikan premiks
hormon
4

6

8

2,157

30%

30%

30%

Tingkat
kematangan
gonad (TKG)
I

P2

2,172

50%

50%

60%

III-IV

P3

2,735

50%

100%

100%

IV

P4

2,237

60%

80%

100%

IV

Perlakuan

Bobot ratarata (kg)

P1

Minggu ke0

2

n = 10 ekor / perlakuan
*Keterangan : P1=kontrol, P2=5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan, P3=5 µg AD + 5 IU
PMSG /kg ikan, P4=5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan

Induk mulai terdeteksi matang gonad pada pemeliharaan minggu ke4. Persentase ikan matang gonad tertinggi didapatkan pada perlakuan 5 µg

7

AD + 5 IU PMSG /kg ikan yaitu 100% dalam waktu 6 minggu pemeliharaan
dengan nilai tingkat kematangan gonadnya adalah IV.
Indeks hepatosomatik (IHS)
Penghitungan nilai indeks hepatosomatik ini untuk menunjukkan
adanya aktivitas vitelogenesis yang terjadi di organ hati. Hasil pengamatan
dan perhitungan parameter indeks hepatosomatik ikan patin siam pada awal
dan akhir pemeliharaan disajikan dalam Gambar 1.

*Keterangan : Awal (minggu ke-0, sebelum diberi perlakuan), P1=kontrol, P2=5
µg AD tanpa PMSG /kg ikan, P3=5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan,
P4=5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan

Gambar 1 Indeks hepatosomatik (IHS) pada ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus minggu ke-0 (awal pemeliharaan, sebelum diberi
perlakuan) dan minggu ke-8 (akhir pemeliharaan, setelah diberi
perlakuan)
Indeks hepatosomatik pada minggu ke-0 (awal pemeliharaan)
sebesar 0,52%, dan kemudian mengalami kenaikan pada minggu ke-8 (akhir
pemeliharaan) pada semua perlakuan. Perlakuan yang mengalami kenaikan
tertinggi adalah perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan terjadi kenaikan
menjadi 2,22%.
Indeks kematangan gonad (IKG)
Hasil pengamatan dan perhitungan parameter indeks kematangan
gonad ikan (IKG) patin siam pada awal dan akhir pemeliharaan disajikan
dalam Gambar 2.

8

*Keterangan : Awal (minggu ke-0, sebelum diberi perlakuan), P1=kontrol, P2=5
µg AD tanpa PMSG / kg ikan, P3=5 µg AD + 5 IU PMSG /kg
ikan, P4=5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan

Gambar 2 Indeks kematangan gonad (IKG) ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus minggu ke-0 (awal pemeliharaan sebelum diberi
perlakuan) dan minggu ke-8 (akhir pemeliharaan, setelah diberi
perlakuan)
Indeks kematangan gonad pada minggu ke-0 (awal pemeliharaan)
sebesar 0,85%, kemudian mengalami kenaikan pada minggu ke-8 (akhir
pemeliharaan) pada semua perlakuan. Perlakuan yang mengalami kenaikan
tertinggi yaitu perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG / kg ikan yaitu naik menjadi
6,13%.
Diameter telur
Hasil pengamatan perkembangan diameter telur ikan patin siam pada
minggu ke-4 dan minggu ke-8 pemeliharaan disajikan pada Gambar 3.

a a

a a

a a

a a

*Keterangan : P1=kontrol, P2=5 µg AD tanpa PMSG / kg ikan, P3=5 µg AD + 5
IU PMSG /kg ikan, P4=5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan.

Gambar 3 Perkembangan diameter telur ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus minggu ke-4 dan minggu ke-8

9

Pada minggu ke-4 pemeliharaan diameter telur yang teramati lebih
rendah dibandingkan dengan diameter telur pada minggu ke-8
pemeliharaan. Terdapat perbedaan jumlah ikan yang matang (terdapat telur)
dari tiap perlakuannya, yaitu pada minggu ke-4 jumlah ikan perlakuan P1=3
ekor, P2=4 ekor, P3=6 ekor, P4=5 ekor, sedangkan pada minggu ke-8
jumlah ikan yang matang tiap perlakuannya adalah P1=3 ekor, P2=6 ekor,
P3=7 ekor, P4= 7 ekor.
Kisaran diameter telur pada minggu ke-4 707,7±177,4 µm –
878,2±112,4 µm (P>0,05) (Lampiran 5), sedangkan kisaran diameter telur
minggu ke-8 adalah 964±179,1 µm – 1131,7±52,2 µm (P>0,05) (Lampiran
6).
Histologi gonad
Pengamatan histologi gonad dilakukan untuk mengetahui
perkembangan organ gonad secara mikroskopis. Pengamatan histologi
gonad dilakukan dua kali, yaitu pada minggu ke-0 (awal pemeliharaan
sebelum diberi perlakuan) dan pada minggu ke-8 (akhir pemeliharaan,
setelah diberi perlakuan penyuntikan dengan premiks hormon).
Hasil pengamatan preparat histologi gonad yang diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10 kali disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Histologi gonad ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus.

A=histologi gonad minggu ke – 0 (awal pemeliharaan; sebelum diberi
perlakuan). B=histologi gonad minggu ke-8 (akhir pemeliharaan)
perlakuan kontrol. C=histologi gonad minggu ke-8 (akhir
pemeliharaan) perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan. D=histologi
minggu ke – 8 (akhir pemeliharaan) perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG
/kg ikan. E=histologi gonad minggu ke – 8 (akhir pemeliharaan)
perlakuan 5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan; IM=immature;
MI=maturing; M=mature; A=atresi; N=nukleus; Y=yolk(kuning telur),
perbesaran 100 kali dengan skala bar 100 µm.

10

Berdasarkan hasil preparasi histologi yang telah dilakukan, pada
minggu ke-0 (awal pemeliharaan sebelum diberi perlakuan) (A), gonad ikan
cenderung belum berkembang atau dalam tahap immature, dilihat dari masih
terdapat nukleus. Pada minggu ke-8 didapatkan hasil pada perlakuan kontrol
(B) yaitu gonad ikan masih dalam tahap maturing atau masih dalam tahap
berkembang. Selanjutnya pada perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan
(C) gonad yang teramati adalah ada yang sudah memasuki tahap mature,
tetapi masih ada telur yang tahap maturing. Sedangkan pada perlakuan 5 µg
AD + 5 IU PMSG /kg ikan (D), dapat dilihat telur sudah berukuran seragam
dan mature, tetapi terdapat telur yang diduga sudah mengalami atresia
karena pada preparasi telur tersebut terlihat tidak utuh, dan terakhir pada
perlakuan 5 µg AD + 10 PMSG /kg ikan (E) yaitu terlihat telur yang mature
dan dipenuhi dengan yolk.
Pertambahan bobot
Hasil pengamatan bobot ikan patin siam yang dipelihara selama 8
minggu disajikan dalam Gambar 5.

*Keterangan : P1=kontrol, P2=5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan, P3=5 µg AD + 5 IU
PMSG /kg ikan, P4=5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan

Gambar

5

Pertambahan bobot ikan patin siam
hypopthalmus selama masa pemeliharaan

Pangasianodon

Selama 8 minggu pemeliharaan, pertambahan bobot pada ikan patin
siam ada yang mengalami penurunan yaitu pada perlakuan 5 µg AD + 5 IU
PMSG /kg ikan dan perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan.
Analisis biaya
Analisis biaya pemijahan dihitung dengan membandingkan
penerimaan hasil penjualan larva dan benih ikan patin siam yang dirangsang
menggunakan premiks hormon PMSG+AD, dengan pemasukan hasil
penjualan larva dan benih yang pematangan gonadnya tanpa menggunakan
induksi hormon per kilogram induk. Asumsi fekunditas, Hatching Rate
telur, Survival Rate benih 1 inch, harga jual larva dan benih bersumber dari
Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Cijengkol. Harga
premiks hormon PMSG+AD (OODEV) Rp 250.000,00/10 ml. Frekuensi
pemijahan ikan yang tidak diberi hormon hanya 1 kali/tahun yaitu pada

11

musim penghujan saja, sedangkan frekuensi pemijahan ikan yang disuntik
dengan hormon perlakuan 5 µg AD + 5 µg PMSG /kg ikan 6 kali lebih
banyak, dengan total dalam 1 tahun terjadi 6 kali pemijahan (Lampiran 7),
serta dalam perhitungan pada pemijahan dengan hormon terdapat 10 ekor
ikan yang dipijahkan, sedangkan pada pemijahan tanpa hormon hanya
terdapat 3 ekor ikan yang dipijahkan dengan masing-masing bobotnya 3
kg/ekor. Analisis biaya lebih lengkap disajikan dalam Lampiran 8.

Pembahasan
Pada penelitian ini didapatkan hasil 100% pada parameter persentase
induk yang matang gonad pada perlakuan 5 µg AD + 5 µg PMSG /kg ikan
dalam waktu 6 minggu pemeliharaan dengan nilai tingkat kematangan
gonad IV. Hal ini menunjukan penggunaan premiks hormon PMSG dan AD
dengan kombinasi 5 µg AD + 5 µg PMSG /kg ikan mampu mempercepat
kematangan induk, dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang
menghasilkan 30% presentase induk matang gonad dengan nilai TKG I
pada minggu ke-8.
Pertambahan bobot mayoritas ikan uji mengalami penurunan.
Perlakuan 5 µg AD + 5 µg PMSG /kg 5 µg AD tanpa PMSG /kg, dan 5 µg
AD + 10 µg PMSG /kg mengalami penurunan bobot di minggu ke-8, yang
berarti hanya ikan pada perlakuan kontrol saja yang terus mengalami
kenaikan bobotnya, meskipun menurut Affandi dan Tang (2002) pada
umumnya pertambahan bobot gonad pada ikan yang sedang matang gonad
pada induk betina akan diikuti dengan peningkatan bobot tubuhnya 10-25%
dari bobot tubuh awal. Penurunan bobot ini dikarenakan nafsu ikan yang
kurang baik sehingga diduga nutrisi dari pakan yang dimakan oleh ikan
terfokus untuk perkembangan gonad saja sehingga massa daging dalam
tubuhnnya cenderung tidak bertambah. Penurunann bobot pada perlakuan 5
µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan juga diduga karena telur yang berada dalam
gonad ikan telah diserap kembali oleh ovari karena telur tersebut tidak di
ovulasikan.
Indeks hepatosomatik yang teramati pada minggu ke-0 (awal
pemeliharaan) yaitu 0,52%, kemudian pada minggu ke-8 (akhir
pemeliharaan) seluruh perlakuan mengalami kenaikan, dengan kenaikan
tertinggi pada perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan, yaitu mengalami
kenaikan menjadi 2,22%, Parameter indeks hepatosomatik ini adalah untuk
melihat adanya aktivitas vitelogenesis yang terjadi di organ hati.
Vitelogenesis adalah proses penimbunan vitelogenin yang merupakan bahan
dasar kuning telur. Vitelogenin akan disintesis dalam hati dan disekresikan
ke dalam darah, kemudian secara selektif melalui proses endositosis diserap
masuk ke dalam oosit sampai mencapai ukuran maksimal (Nagahama et al.
1995). Aktivitas pembentukan vitelogenin di hati menyebabkan nilai IKG
dan IHS ikan semakin meningkat, dimana peningkatan nilai IKG dan IHS
ini digunakan untuk menilai tingkat kematangan gonad pada ikan (Sukendi
2008). Aktivitas vitelogenesis dalam hati kemudian mengalami penurunan,
dikarenakan kuning telur yang sudah dibentuk dalam hati akan dialirkan

12

dalam darah menuju oosit. Penurunan nilai IHS selanjutkan akan
meningkatkan nilai IKG dikarenakan kuning telur yang sebelumnya berada
di hati akan diserap oleh folikel oosit dan menyebabkan ukuran oosit
membesar yang menunjukan aktivitas pemenuhan telur dengan kuning telur
sampai mencapai ukuran maksimal, hingga telur masuk dalam tahap dorman
dan siap dipijahkan (Nagahama 1983), atau pada lingkungan alaminya
menunggu rangsangan sinyal lingkungan yang akan melepaskan GTH II
(pematangan akhir) (Affandi dan Tang 2004), sedangkan jika kondisi
lingkungan tidak cocok dan tidak ada rangsangan, telur dorman tersebut
akan mengalami degradasi (rusak) dan diserap kembali oleh ovarium (Lam
1985 dalam Affandi dan Tang 2004). Nilai IHS tertinggi yaitu pada
perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan menunjukan pada perlakuan
tersebut sedang mengalami aktivitas vitelogenesis tertinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya.
Peningkatan nilai IHS akan mempengaruhi nilai IKG. Hasil
pengamatan yang dilakukan nilai IKG mengalami perubahan pada semua
perlakuan dan mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai IKG pada
awal sebelum dilakukan perlakuan yaitu 0,85%. Kenaikan nilai IKG
tertinggi adalah pada perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan yaitu
menjadi 6,13%. Menurut Effendie (2002) nilai IKG akan semakin
meningkat nilainya dan akan mencapai maksimum pada saat akan terjadi
pemijahan. Jika dibandingkan dengan kontrol, nilai IKG perlakuan 5 µg AD
tanpa PMSG /kg ikan merupakan nilai IKG yang dianggap lebih siap untuk
terjadinya pemijahan. Nilai IKG perlakuan 5 µg AD tanpa PMSG /kg ikan
ini menunjukan vitelogen dalam hati (dilihat dari nilai IHS) sudah mulai
diserap oleh folikel oosit. Pada perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan
didapatkan hasil yang rendah yakni sebesar 1.74% hal ini dikarenakan telur
yang ada sudah diserap kembali oleh ovari karena telur tersebut tidak di
ovulasikan. Penyerapan kembali telur ini dikarenakan waktu pembedahan
organ gonad yang tidak sesuai dengan waktu kematangan gonad 100% yaitu
pada minggu ke-6, sedangkan pembedahan dilakukan pada minggu ke-8.
Gambaran histologi gonad diperlukan untuk melihat sel-sel
gametogenesis dari gonad untuk dibedakan antara yang sudah matang dan
yang belum matang. Berdasarkan hasil preparasi histologi yang telah
dilakukan, pada masa awal pemeliharaan sebelum diberi perlakuan, gonad
ikan belum berkembang atau dalam tahap immature, dilihat dari masih
terdapatnya nukleus, sedangkan pada perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg
ikan didapatkan telur yang sudah mature, tetapi terdapat telur yang diduga
sudah mengalami atresia karena pada preparasi telur tersebut terlihat tidak
utuh, hal ini diduga karena waktu pengambilan gonad ikan dilakukan pada
minggu ke-8 dimana pada perlakuan tersebut sudah melewati 100%
persentase induk yang matang yang didapatkan pada minggu ke-6, sehingga
telur yang sudah matang pada minggu ke-6 telah diserap kembali oleh ovari,
sehingga pembedahan pada minggu ke-8 didapati telur yang sudah mulai
atresia. Berbeda dengan perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan yang
mengalami kelebihan waktu pengambilan gonad dengan kematangannya,
perlakuan 5 µg AD + 10 IU PMSG /kg ikan pengambilan gonad sesuai

13

dengan waktu kematangan 100% nya sehingga pada preparasinya telur
terlihat mature dan dipenuhi dengan kuning telur.
Pada parameter diameter telur didapatkan pada seluruh perlakuan
mengalami kenaikan diameter rata-ratanya dari minggu ke-4 pemeliharaan
ke minggu ke-8 pemeliharaan. Kenaikan tertinggi didapatkan pada
perlakuan kontrol yaitu dari 707,7±177,4 µm menjadi 1131±52,2 µm dan
pada perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan naik dari 805,3±144,8 µm
menjadi 1016,5±73,5 µm. Pada perlakuan kontrol terjadi kenaikan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg
ikan, tetapi dilihat dari persentase induk yang matangnya lebih sedikit, dan
dengan nilai TKG yang lebih rendah dari perlakuan 5 µg AD + 5 IU PMSG
/kg ikan (Tabel 4).
Menurut BPPKP (2013) diameter telur ikan patin yang ideal dan siap
untuk dipijahkan adalah sebesar ≥ 1 mm. Hasil pengukuran didapatkan
diameter yang normal pada semua pengukuran. Potalangi et al. (2004)
menyatakan bahwa ikan yang telah mencapai tingkat kematangan seksual
dapat dilihat dari perkembangan diameter rata-rata telurnya. Semakin
meningkat perkembangan gonadnya maka diameter telur juga akan semakin
besar. Hal ini memang kurang sesuai jika dilihat dari hasil ukuran
diameternya yang menunjukan pada perlakuan kontrol didapatkan hasil
diameter telur yang paling besar, tetapi setelah dilakukan uji secara statistik
didapatkan hasil P>0,05 yang menunjukan bahwa pemberian hormon pada
ikan uji tidak berpengaruh negatif pada diameter telur dan dapat dianggap
sama seperti diameter telur ikan patin siam yang tidak diberikan hormon
atau yang berkembang secara alami.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Penyuntikan calon induk ikan patin siam menggunakan premiks
hormon berupa campuran kombinasi antara 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg
ikan, dengan penyuntikan 4 kali dan interval waktu antar penyuntikan 2
minggu, dapat mempercepat kematangan gonad dengan nilai TKG IV pada
calon induk ikan patin dalam waktu 6 minggu pemeliharaan.
Saran
Penggunaan premiks hormon yang disarankan adalah dengan dosis 5
µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan dengan penyuntikan sebanyak 4 kali dengan
interval penyuntikan 2 minggu selama 6 minggu pemeliharaan. Kajian lebih
lanjut mengenai kualitas telur dan larva dari induk yang disuntik hormon
maturasi.

14

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau (ID): Unri Press.
.2004. Biologi Reproduksi Ikan. Riau (ID): Unri
Press.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan
[BPPKP].
2013.
Rekomendasi
Teknologi
Kelautan
Perikanan.
Tersedia
dalam
http://www.pusluh.kkp.go.id
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya [DJPB]. 2013. Grafik produksi
Utama Statistik. Tersedia dalam http://www.djpb.kkp.go.id/statistik
Effendi MI. 2002. Biologi Perikanan. Bogor (ID) : Yayasan Pusaka
nusantara
Gunadi, Tahapari, E., dan Ariyanto, D. 2006. Keragaan pertumbuhan dan
ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus), patin jambal
(Pangasius djambal) dan hibridisasinya pada keramba jaring apung
di perairan bekas galian pasir, di dalam: Prosiding Seminar Nasional
Ikan IV. Jatiluhur 29-30 Agustus 2006. Hlm 25-29.
Kementerian Kelautan dan Perikanan [KKP]. 2013. Laporan tahunan
direktorat produksi tahun 2013,
DJPB.
Tersedia
dalam
http://www.djpb.kkp.go.id
Myonas CC, Fostier A, Zanuy S. 2009. Broodstock management and
hormonal manipulations of fish reproduction. General and
Comparative Endocrinology.165: 516–534.
Nagahama Y. 1983. The functional morphology of teleost gonad. P. 223 –
275. In Hoar WS, Randall D J and Donaldson EM. (Eds), Fish
physiologi, Vol. IXA. Academic Press, Inc.
Nagahama Y, Yoshikuni M, Yamashita M, Tokumoto T, Katsu Y. 1995.
Regulation of Oocyte Growth and Maturation in Fish. Dev Biol 30 :
103 145.
Nandeesha MC, Nathaniel DE, Varghese TJ. 1991. Further observations on
breeding of carps with ovaprim. Asian Fisheries Society, Indian
Branch 41 p.
Potalangi N, Toelihere M, Zairin Jr M, Supriono E. 2004. Pengaruh
Pemberian Hormon aLH-RH melalui Emulasi W/O/W LG (C-14)

15

pada Perkemangan Gonad Induk Ikan Patin Jambal Siam Pangasius
hypophthalmus. Jurnal Akuakultur Indonesia. 3(3): 15-21. 7 hal.
Rafiuddin, A. 2014. Kloning, karakterisasi dan rekayasa ekspresi gen FSH
Follicle Stimulating Hormone subunit ẞ pada ikan patin siam
Pangasionodon hypophthalmus untuk
mempercepat maturasi
gonad. [tesis]. Bogor (ID).Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Siregar M. 1999. Stimulasi gonad bakal induk betina ikan jambal siam
P.hypophthalmus dengan hormon HCG. [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Standar Nasional Indonesia [SNI]. 2009. Produksi ikan patin pasupati
(Pangasionodon sp) kelas pembesaran di kolam. Badan
standarisasi nasional.
Sunarma A. 2007. Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin
(Pangasius hypophthalmus). Sukabumi: BBPBAT
Sukendi. 2008. Peran Biologi Reproduksi Ikan dalam Bioteknologi
Pembenihan. Riau (ID): Universitas Riau.
Sularto. 2002. Pengaruh implantasi LHRH dan estradiol - 17β terhadap
perkembangan gonad ikan pangasius djambal. [Tesis]. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

16

LAMPIRAN
Lampiran 1 Wadah penelitian yang digunakan di Laboratorium Babakan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor.

Lampiran 2 Data curah hujan di wilayah Dramaga Bogor pada bulan Juli
sampai November 2014
Tgl

Jul

Agt

Sep

Okt

Nov

Tgl

Jul

Agt

Sep

Okt

Nov

1

-

-

-

-

153

18

-

-

-

-

1.3

2

-

-

-

-

26.5

19

-

-

-

-

0.1

3

-

-

-

-

26.6

20

-

-

-

-

77.8

4

-

-

-

-

-

21

-

2

-

-

0.5

5

-

-

-

-

92.3

22

-

-

-

45

6

-

-

-

-

-

-

-

32

-

-

-

-

48
-

23

-

7

21

-

6

-

-

24

8

1

-

-

-

-

25

-

-

-

-

21.3

-

-

-

-

16.7

-

-

-

3.1

86

9

-

-

-

-

1.3

26

10

-

-

-

-

42

27

11

-

-

-

-

15.5

28

-

-

-

-

40.4

91

12

4

41

-

-

0.7

29

-

-

-

60

0.1

13

8

-

-

-

44.3

30

-

-

-

2

20.5

14

21

-

-

-

28.2

31

-

-

15

-

-

-

-

16

-

-

-

-

17

17

-

-

-

-

-

Jumlah

297

75

6

62

673

0.5

Max

91

41

6

60

153

15.5

Hari
Hujan

9

3

1

2

23

17

Gambar 6 Grafik curah hujan di wilayah Dramaga-Bogor bulan JuliNovember 2014
Lampiran

3

(a)

(c)

Dokumentasi kegiatan penyuntikan
Pangasianodon hypophthalamus

ikan

patin

(b)

(d)

(e)
Keterangan:
a. Proses pengambilan ikan uji dari wadah budidaya dengan alat jaring
b. Penimbangan ikan uji untuk mengetahui bobotnya
c. Pembacaan tagging atau penggantian tagging yang rusak
d. Penyuntikan ikan uji dengan premix hormon secara intramuskular
e. Kanulasi dengan kateter untuk mengetahui keberadaan telur

siam

18

Lampiran 4 Prosedur pembuatan preparasi histologi di Laboratorium
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Prosedur pembuatan preparasi histoloogi di Laboratorium
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, yang pertama adalah
pemotongan organ yang akan dipreparasi, yang selanjutnya organ tersebut
dimasukan dalam kaset dan diberi kode sesuai perlakuannya. Setelah itu
kaset dimasukan dalam mesin Tissue-Processor selama 1 malam untuk
proses dehidrasi. Kemudian setelah itu dilakukan proses embedding dengan
paraffin block pada mesin Tissue-Tek selama 4 jam. Setelah 4 jam kemudian
dilakukan pemotongan dengan microtom setebal 5µ, dan hasil pemotongan
ditempel pada kaca slide untuk selanjutnya dimasukan dalam water-bath
selama 15 menit. Setelah itu kaca slide diangkat dan dikering udarakan.
Kemudian kaca slide dimasukan dalam incubator selama 2 jam. Tahapan
terakhir adalah pewarnaan dengan Haemoxylin-Eosin (HE) yang kemudian
preparasi ditutup dengan cover glass.
Lampiran 5 Analisi diameter telur minggu ke-4 pemeliharaan dengan
analisis ragam (ANOVA) dan Uji Tukey
Source
DF
SS
MS
F
P
Perlakuan
3
50294
16765
0,92
0,455
Error
14
254268
18162
Total
17
304562
Lampiran 6 Analisis diameter telur minggu ke-8 pemeliharaan dengan
analisis ragam (ANOVA) dan Uji Tukey
Source
DF
SS
MS
F
P
Perlakuan
3
58136
19379
1,15
0,355
Error
18
302672
16815
Total
21
360808
Lampiran 7 Kemungkinan frekuensi pemijahan dalam 1 tahun berdasarkan
waktu kematangan gonad ikan patin siam
Persentase induk matang gonad pada
Frekuensi pemijahan
minggu kedalam 1 tahun
Perlakuan
0 2
4
6
8
P1
30% 30%
30%
1 (*)
P2
50% 50%
60%
2 (**)
P3
50% 100%
100%
6
P4
60% 80%
100%
4
(*) Pemijahan pada musim penghujan
(**) Kemungkinan induk matang gonad pada minggu ke-12

19

Lampiran 8 Analisa biaya pemijahan ikan patin siam yang diberi hormon
dan yang tanpa diberi hormon 5 µg AD + 5 IU PMSG /kg ikan
Asumsi

150.000 butir
1.095.000 ekor
733.650 ekor

Tanpa induksi
hormon (10 ekor)
(*)
150.000 butir
1.095.000 ekor
733.650 ekor

Rp 5.475.000,00
Rp 58.692.000,00
Rp 300.000,00

Rp 5.475.000,00
Rp 58.692.000,00
-

6 kali
Rp 1.800.000,00

1 kali
-

Larva
Benih

Rp 32.850.000,00
Rp 352.152.000,00

Rp 5.475.000,00
Rp 58.692.000,00

Larva
Benih

Rp 14.850.000,00
Rp 334.152.000,00

Rp 5.475.000,00
Rp 58.692.000,00

Fekunditas/kg
HR (73%)
SR benih 1 inch (67%)
Harga jual
larva (Rp 5,00/ekor)
benih(Rp80,00/ekor)
Kebutuhan hormon/pemijahan (4
kali penyuntikan)
Frekuensi pemijahan/th
Kebutuhan hormon/th (6 kali
pemijahan)

Menggunakan
hormon (10 ekor)

Pemasukan/ th

Keuntungan

(*) Pemijahan tejadi pada musim penghujan

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 03 November 1993.
Penulis merupakan anak tunggal dari ayah Bambang Supriadi dan ibu Pipih
Mauludiah.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 03
Pagi Cililitan pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan sekolah
menengah pertama di SMPN 35 Jakarta dan menyelesaikannya pada tahun
2008. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas
hingga tahun 2011 di SMAN 104 Jakarta, dan pada tahun yang sama penulis
lulus ujian seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) dan
diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, di Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, departemen Budidaya Perairan.
Selama perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan IPB Social
and Health Care pada tahun 2011 dan 2012, dan bergabung dalam
kepanitiaan Aquaculture Festival (AQUAFEST) tahun 2013, selain itu
penulis juga pernah aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa
Akuakultur (HIMAKUA) pada periode kepengurusan tahun 2012-2013 dan
periode kepengurusan tahun 2013-2014. Penulis juga pernah aktif menjadi
asisten untuk mata kuliah Ikan Hias dan Akuaskap, serta mata kuliah
Industri Pembenihan Organisme Akuatik. Pada bulan Juni-Agustus 2014
penulis melakukan kegiatan praktik lapang di Balai Pengembangan
Budidaya Air Tawar (BPBAT) Cijengkol dengan judul Pembenihan Ikan
Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus) di Balai Pengembangan
Budidaya Air Tawar Cijengkol, Subang.