Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus di Luar Musim Pemijahan Menggunakan Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG)
PEMATANGAN GONAD CALON INDUK IKAN PATIN SIAM
Pangasianodon hypophthalmus DI LUAR MUSIM PEMIJAHAN
MENGGUNAKAN HORMON PREGNANT MARE SERUM
GONADOTROPHIN (PMSG)
YULIA PRATAMY
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pematangan
Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus di Luar
Musim Pemijahan Menggunakan Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin
(PMSG) adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Yulia Pratamy
NIM C14110089
ABSTRAK
YULIA PRATAMY. Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam
Pangasianodon hypophthalmus di Luar Musim Pemijahan Menggunakan Hormon
Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG). Dibimbing oleh AGUS OMAN
SUDRAJAT dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.
Permasalahan pada budidaya ikan patin siam adalah kelangkaan benih
pada musim kemarau yang disebabkan minimnya ketersediaan induk patin yang
matang gonad. Penelitian ini bertujuan untuk menginduksi kematangan gonad
calon induk ikan patin siam secara hormonal di luar musim pemijahan dengan
hormon PMSG. Ikan uji disuntik dengan perlakuan 0 IU/kg ikan, 5 IU/kg ikan dan
10 IU/kg ikan. Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) ialah
hormon yang dapat merangsang kematangan gonad pada ikan patin karena
mengandung banyak FSH dan sedikit LH. Hormon PMSG diinduksi melalui
penyuntikan secara intramuscular yang diberikan 2 minggu sekali selama 8
minggu. Hasil menunjukkan bahwa PMSG mampu mempercepat kematangan
gonad calon induk ikan patin siam. Dosis PMSG terbaik ialah 5 IU/kg ikan/2
minggu/8 minggu. Hasil yang didapatkan persentase ikan matang gonad mencapai
100% pada minggu ke 8, sedangkan pada perlakuan 0 IU/kg ikan mencapai 30%.
PMSG dapat digunakan untuk mempercepat kematangan gonad pada calon induk
ikan patin siam sehingga produksi benih dapat diproduksi sepanjang tahun.
Kata kunci : Pematangan gonad, Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG),
ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus
ABSTRACT
YULIA PRATAMY. Gonadal Maturation of Candidate Brood Catfish
Pangasianodon Hypophthalmus Outside The Spawning Season Using Pregnant
Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) Hormone. Supervised by AGUS OMAN
SUDRAJAT and DINAR TRI SOELISTYOWATI.
The Problems on catfish culture is a scarcity of seeds in the dry season due
to the lack of availability of the broodstock catfish mature gonads. The purpose of
this research was to induce gonad maturity catfish broodstock hormonally outside
the spawning season with PMSG hormone. The tested fish were injected with
treatment 0 IU / kg fish, 5 IU / kg of fish and 10 IU / kg fish. Pregnant Mare
Serum Hormone Gonadotrophin (PMSG) is a hormone that can stimulate gonadal
maturation in the catfish because it contains a lot of FSH and LH bit. PMSG
hormone induced by injection intramuscularly given 2 weeks for 8 weeks.
The results showed that the PMSG is able to accelerate the maturity of
gonads catfish broodstock. The best dosage is 5 IU PMSG / kg fish / 2 weeks / 8
weeks. The results obtained percentage of mature fish gonads reaches 100% at
week 8, whereas the treatment 0 IU / kg fish reach 30% the end of the study
period. PMSG can be used to accelerate the maturity of gonads in brood fish
catfish that seed production can be produced throughout the year.
Keywords: Maturation of gonads, Pregnant Mare Serum gonadotrophin (PMSG),
Catfish Pangasianodon hypophthalmus
PEMATANGAN GONAD CALON INDUK IKAN PATIN SIAM
Pangasianodon hypophthalmus DI LUAR MUSIM PEMIJAHAN
MENGGUNAKAN HORMON PREGNANT MARE SERUM
GONADOTROPHIN (PMSG)
YULIA PRATAMY
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Program Studi
Departemen
: Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam
Pangasianodon hypophthalmus di Luar Musim
Pemijahan Menggunakan Hormon Pregnant Mare
Serum Gonadotrophin (PMSG)
: Yulia Pratamy
: C14110089
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
: Budidaya Perairan
Disetujui oleh
Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc
Pembimbing I
Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sukenda, M.Sc.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai Oktober 2014 ini ialah
maturasi yang berjudul Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam
Pangasianodon hypophthalmus di Luar Musim Pemijahan Menggunakan Hormon
Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat,
Msc dan Ibu Dr. Ir. Tri Dinar Soelistyowati, DEA selaku pembimbing skripsi,
serta Bapak Ahya Raffiudin MSi dan Bapak Ir. Harton Arfah Msi yang telah
memberikan banyak saran dalam penelitian ini. Kemudian saya ucapkan
terimakasih kepada Ir. Yani Hadirosyani, MM dan Dr. Sri Nuryati, Spi. Msi
sebagai dosen penguji tamu pada ujian skripsi saya. Selain itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada teman seperjuangan yakni Astiraini Andiba, Faiz
Islami dan Hamzah Ihsan yang telah membantu selama penelitian dan proses
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga
tercinta Bapak Yeyep Jomantara, Ibu Yuyun Juniati, serta keluarga besar
budidaya perairan angkatan 48, terutama kepada sahabat-sahabatku Lussy
Anggarainy, Hilda Kemala, Fadhilatun, Raden Rini dan Farida Fitriani. Kemudian
untuk Doni Lahay tersayang atas inspirasi, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Yulia Pratamy
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE
Rancangan Penelitian
Materi Uji
Prosedur Penelitian
Parameter Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ix
ix
ix
1
2
2
2
2
2
3
5
7
7
12
15
15
15
15
17
22
DAFTAR TABEL
1 Penyuntikan ikan patin Pangasianodon Hypophthalmus dengan
Pregnant
Mare
Serum
Gonadotrophin
(PMSG)
2 Data kualitas air kolam pemeliharaan
3 Presentase akumulasi dan waktu ikan matang gonad pada calon induk
ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus pasca penyuntikan PMSG
minggu ke 0 sampai minggu ke 8
7
10
DAFTAR GAMBAR
1 Histologi hati dan gonad betina ikan patin siam Pangasiaodonn
hypophthalmus pada tingkat kematangan gonad II, III dan IV (Indiriastuti
2000)
2 Pertumbuhan bobot mutlak calon induk ikan patin siam selama 8 minggu
6
8
3 Nilai HSI calon induk ikan patin siam pada minggu ke-8 pasca
penyuntikan PMSG
4 Nilai GSI calon induk ikan patin siam pada minggu ke-8 pasca
penyuntikan PMSG
5 Perkembangan diameter telur calon induk ikan patin siam pada minggu
ke-4 dan minggu ke- 8 pasca penyuntikan PMSG
6 Histologi gonad calon induk ikan patin siam yang diamati pada awal
pemeliharaan (minggu ke-0) dan akhir penelitian (minggu ke-8).
A;
awal pada minggu ke-0, B; perlakuan 0 IU pada minggu ke-8, C;
perlakuan 5 IU pada minggu ke-8, D; perlakuan 10 IU pada minggu ke-8;
perbesaran 20x10 dengan skala bar 50 µ meter. IM = Immature, M =
Mature, N=Nukleus, Y=Yolk
8
9
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data curah hujan dan hari hujan bulanan tahun 2010-2014
17
2 Data curah hujan dan hari hujan harian bulan Juli-November tahun
2014
18
3 Skema wadah pemeliharaan calon induk ikan patin siam Pangasionodon
hypopthalmus
4 Prosedur pembuatan preparat histologi gonad di Fakultas Kedokteran
Hewan IPB
5 Analisis statistika diameter telur calon induk ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus pada minggu ke 4 menggunakan Minitab
16
19
19
20
6 Analisis statistika diameter telur calon induk ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus pada minggu ke 4 menggunakan Minitab
16
7 Analisis biaya penggunaan hormon PMSG
20
21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan patin merupakan salah satu komoditas unggulan KKP dalam kegiatan
perikanan budidaya. Proyeksi produksi budidaya ikan patin terus meningkat per
tahunnya mencapai 70% pada tahun 2014 (Rahmawati 2011). Ada tiga jenis ikan
patin yang sudah umum dikonsumsi orang Indonesia yakni patin jambal
(Pangasius djambal), patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) dan patin
pasupati (Pangasius sp). Namun diantara ikan patin tersebut, ikan patin siam
merupakan ikan patin yang sudah umum dibudidayakan di Indonesia karena
pertumbuhannya yang relatif cepat dan memiliki fekunditas yang tinggi. Di dalam
budidaya ikan, ketersediaan benih merupakan unsur mutlak yang diperlukan agar
budidaya dapat berkembang pesat. Sumber benih tidak cukup hanya
mengandalkan benih alam atau pembenihan tradisional, tetapi perlu ditunjang
dengan perlakuan tertentu agar benih dapat tersedia secara kontinyu (Potalangi et
al. 2004).
Ikan patin merupakan ikan yang tidak bisa memijah secara baik pada
wadah budidaya saat musim kemarau, karena secara alamiah ikan patin hanya
memijah pada musim penghujan. Sinyal lingkungan yang tidak tersedia
menyebabkan ketersediaan induk patin yang matang gonad sangat minim,
sehingga kelangkaan benih patin akan terjadi saat musim kemarau. Hal ini
merupakan permasalahan utama pada budidaya ikan patin karena keterbatasan
benih di setiap waktu. Secara khusus faktor yang teridentifikasi sebagai penyebab
lambatnya kematangan gonad ikan patin siam adalah berkurangnya kadar FSH
dalam darah serta lemahnya aliran neurotransmitter ke hipotalamus akibat
terhambat kerja dopamin. Untuk dapat mendukung pematangan gonad, perlu
dilakukan terapi hormon dengan formulasi secara kombinasi dan penggunaanya
tetap memperhatikan keselarasan kerja dari hormon tersebut didalam tubuh
terhadap perkembangan gonad (Rachman 2013).
Reproduksi ikan di wadah budidaya dapat dilakukan dengan memanipulasi
lingkungan seperti lama penyinaran, temperatur air dan pemijahan substrat.
Namun biologi beberapa ikan tidak banyak diketahui, atau bahkan tidak mungkin
untuk meniru parameter lingkungan yang diperlukan untuk performa reproduksi
alami seperti yang ada di alam. Dalam hal ini, penggunaan hormon dari luar
adalah cara yang efektif untuk menginduksi pematangan gonad dan menghasilkan
telur yang terbuahi (Mylonas et al. 2009). Selanjutnya, dalam semua budidaya
ikan manipulasi hormonal dapat digunakan sebagai metode operasional untuk
meningkatkan efesiensi produksi benih, meningkatkan spermiasi dalam kegiatan
penetasan dan pembenihan. Terapi hormonal dapat digunakan untuk menginduksi
rematurasi (Mylonas et al. 2009). Oleh karena itu dibutuhkan hormon yang
mampu mempercepat rematurasi pada ikan patin.
Salah satu hormon yang dapat digunakan dalam mempercepat kematangan
gonad calon induk ikan patin siam ialah hormon Pregnant Mare Serum
Gonadotrophin (PMSG). Pematangan gonad pada ikan patin siam sebelumnya
telah banyak dilakukan. Seperti kombinasi antara PMSG 10 IU/kg bobot ikan +
Antidopamin 0,01 m/bobot, mampu mematangkan gonad ikan induk patin pasca
memijah (Rachman 2013). Kemudian pada penelitian pematangan gonad belut
sawah Monopterus albus, pemberian PMSG 10 IU/kg bobot ikan dapat
mempercepat kematangan gonad betina pada belut sawah yang ditandai dengan
adanya ovari dalam waktu 5 minggu penyuntikan (Fakhriyansyah 2013).
PMSG adalah hormon gonadotrophin yang dihasilkan oleh plasenta kuda.
Gonadotropin ini dihasilkan dari bagian endometrium (endometrial cups) uterus
kuda bunting yang berumur 40 - 120 hari masa kebuntingan, dan tidak dieksresi
melalui urine (Toelihere 1981 dalam Afdhal 1987). Pada penelitian ini hormon
PMSG digunakan untuk pematangan gonad pada calon induk ikan patin siam
dengan dosis yang berbeda-beda.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis penyuntikan hormon PMSG yang
optimal untuk pematangan calon induk ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus di luar musim pemijahan.
METODE
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan PMSG (Tabel 1) masing-masing 10 ulangan.
Individu yang berbeda pada tiap perlakuan diberikan hormon PMSG melalui teknik
penyuntikan secara intramuscular.
Tabel 1 Penyuntikan ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus dengan
Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG)
Dosis hormon PMSG
0 IU/kg ikan
5 IU/kg ikan
10IU/kg ikan
(Perlakuan 1)
(Perlakuan 2)
(Perlakuan 3)
Ikan uji dipelihara selama 8 minggu di kolam pemeliharaan. Ikan uji
disuntik dengan PMSG setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu pemeliharaan.
Selama pemeliharaan, ikan uji dipelihara di kolam percobaan dan dilakukan
pemberian pakan berupa pakan pellet k o m e r s i l dengan FR 3 % yang memiliki
kandungan protein sebesar 35%. Pemberian pakan dilakukan 2 kali dalam sehari
yakni pada pagi hari dan sore hari.
Materi Uji
Materi uji berupa calon induk ikan patin siam dan hormon Pregnant Mare
Serum Gonadotrophin (PMSG). Calon induk ikan patin siam yang digunakan ialah
induk yang masih dara atau belum pernah dipijahkan sebelumnya dengan bobot
rata-rata 2-4 kg/induk. Data curah hujan harian kota Dramaga, Bogor pada bulan
Juli-Oktober 2014 dan curah hujan bulanan pada tahun 2010-204 dilampirkan pada
Lampiran 1 dan 2.
Persiapan wadah
Penelitian ini dilaksanakan di kolam percobaan babakan FPIK-IPB,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Kolam yang digunakan berukuran 20 x 10 x 2 m berjumlah 1
kolam. Kolam yang digunakan merupakan kolam beton semi permanen dengan
dasar kolam berupa tanah. Kemudian kolam disekat dengan bambu dan jaring untuk
pemeliharaan ikan percobaan, masing-masing untuk perlakuan 0 IU, perlakuan
PMSG 5 IU dan PMSG 10 IU. Tiap jaring memiliki luasan 3 x 2 x 2 m dengan padat
tebar 10 ekor ikan uji per jaring (Lampiran 3). Kolam dibersihkan dari sampah dan
sejenisnya pada bagian dasar kolam, inlet dan outletnya. Setelah bersih, kolam
dikeringkan selama 1-2 hari agar kolam terbebas dari hama penyakit dan parasit.
Kemudian, kolam diisi dengan air bersih setinggi 80 cm. Setelah itu ikan uji ditebar
dengan kepadatan 10 ekor ikan per jaring.
Persiapan ikan uji
Ikan yang digunakan merupakan ikan betina yang sehat, tidak cacat dan
masih dara atau belum pernah dipijahkan. Ikan yang akan digunakan berjumlah 30
ekor ikan betina dan dibagi sebanyak 10 ekor untuk tiap perlakuan. Sebelum diberi
perlakuan ikan diadaptasikan terlebih dahulu selama 3 minggu di kolam percobaan,
hal ini dilakukan agar ikan terhindar dari stress pasca penebaran.
Penyediaan larutan
Larutan yang akan disuntikan pada ikan ialah larutan PMSG dan larutan
fisiologis komersil. Larutan fisiologis yang digunakan merupakan larutan fisiologis
komersil yang dikeluarkan PT. Widatra Bhakti-Indonesia dengan kosentrasi NaCl
0.9%. Sedangkan larutan PMSG yang digunakan merupakan hormon PMSG
komersil yang didapatkan dari perusahaan Argent-Amerika Serikat. Larutan PMSG
yang akan disuntikan merupakan larutan PMSG murni tanpa larutan pengencer
lainnya.
Penyuntikan ikan uji
Ikan yang disuntik ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot ikan.
Kemudian ikan disuntik dengan metode penyuntikan intramuscular yakni dibagian
punggung tanpa dilakukan pembiusan terlebih dahulu menggunakan syringe
bervolume 1,5 ml. Penyuntikan dilakukan sekali setiap 2 minggu selama waktu
pemeliharaan 8 minggu atau 4 kali penyuntikan selama pemeliharaan. Setelah
penyuntikan dilakukan tagging menggunakan pita yang dipasang pada ekor setiap
ikan uji. Pada setiap perlakuan diberikan warna pita yang berbeda untuk
membedakan ikan uji antar perlakuan.
Pengambilan sampel gonad, hati dan telur
Pengambilan sampel gonad dan hati dilakukan sebanyak 2 kali selama
penelitian yakni pada awal pemeliharaan atau minggu ke 0 dan akhir pemeliharaan
atau minggu ke 8. Pengambilan gonad dan hati dilakukan dengan cara membedah
1 ekor ikan uji pada setiap perlakuan. Kemudian gonad dan hati yang telah diambil
ditimbang untuk mengetahui nilai GSI dan HSI pada ikan uji yang dibedah. Setelah
ditimbang gonad yang diambil difiksasi dalam larutan Buffer Normal Formalin
(BNF) 10% di dalam botol plastik. Setelah 24 jam, larutan BNF 10 % diganti
dengan alkohol 70% untuk dibuat preparat histologinya. Pembuatan preparat
histologi dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Adapun prosedur pembuatan preparat histologi yang
dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan dilampirkan pada Lampiran 4. Preparat
histologi diamati dibawah mikroskop Olympus dengan perbesaran 2 x 10.
Sedangkan untuk pengambilan telur dilakukan pada semua ikan uji per
perlakuan dengan menggunakan metode kanulasi pada setiap sampling yakni 2
minggu sekali. Telur yang diambil, dimasukkan kedalam tube yang telah diisi
larutan sierra secukupnya. Pengamatan diameter telur dilakukan di Laboratorium
Genetika dan Reproduksi Ikan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Tawar, Sukabumi dan Laboratorium Pengembangbiakan dan
Reproduksi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Diameter telur ikan diamati di bawah mikroskop
ber merk Olympus sebanyak 100 butir sampel telur dari setiap ikan per perlakuan
dengan perbesaran 40 x 10 yang dilengkapi dengan mikro meter okuler untuk
mengetahui nilai diameter telurnya. Diameter telur yang diamati merupakan
diameter telur ikan uji pada minggu ke-4 dan minggu ke-8.
Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dalam penelitian ini meliputi pengukuran suhu yang
diamati pada pagi hari, pengukuran pH, DO, TAN, dan nitit. Pengukuran kualitas
air DO diukur dengan menggunakan DO meter dan pH dengan pH meter.
Sedangkan pengukuran nitrat dilakukan dengan metode sprektofotometer. Berikut
merupakan parameter kualitas air yang diukur saat pemeliharaan ialah DO, pH,
TAN dan Nitrit.
Tabel 2 Data kualitas air kolam pemeliharaan
Parameter
DO mg/L
Kolam pemeliharaan
3.8-4.4
SNI 01-6483.5-(2009)
>3
pH
7.36-7.42
6.5 – 8.5
TAN mg/L
0.415-0.617
< 0.01
Nitrit mg/L
0.094-0.102
< 0.1
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air kolam pemeliharaan didapatkan
nilai kualitas air sesuai dengan baku mutu SNI 01-6483.5- (2009) masih berada di
kisaran toleran. Nilai DO yang didapatkan ialah 3.8-4.4 mg/L nilai pH 7.36-7.42,
nilai TAN 0.415-0.617 mg/L dan nilai nitrit 0.094-0.102 mg/L.
Parameter Pengamatan
Parameter uji yang diamati ialah pertumbuhan bobot mutlak (PBM), Hepato
somatic Indeks (HSI), Gonado somatic Index (GSI), histologi gonad dan tingkat
kematangan gonad , perkembangan diameter telur, persentase akumulasi dan waktu
induk matang gonad dan analisis usaha.
Pertumbuhan Bobot Mutlak (PBM)
Pertumbuhan bobot mutlak diamati setiap sampling yang dilakukan 2 minggu
sekali selama pemeliharaan, dengan menimbang bobot seluruh ikan uji pada setiap
perlakuan. Menurut Affandi dan Tang (2002) nilai pertumbuhan bobot mutlak
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
PBM (g) = Wt – Wo
Keterangan : PBM = bobot mutlak (g)
Wt
= Bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (g)
Wo
= Bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (g)
Gonado somatic index (GSI) dan Hepato somatic index (HSI)
Menurut Effendi (2002) dalam Rovara et al. (2008), GSI dihitung
berdasarkan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan dengan
rumus:
GSI (%) =
Keterangan : GSI
Bg
Bt
100
= Gonado somatic index (%)
= bobot gonad (g)
= bobot tubuh (g)
HSI dihitung berdasarkan perbandingan berat hati dengan berat tubuh ikan
dengan rumus sebagai berikut:
HSI (%) =
Keterangan : HSI
Bh
Bt
100
= Hepato somatic index (%)
= bobot hati (g)
= bobot tubuh (g)
Histologi Gonad dan Tingkat Kematangan Gonad
Histologi gonad yang teramati menampilkan tingkat kematangan gonad
(TKG) pada ikan uji. Histologi gonad merupakan metode yang digunakan untuk
memperlihatkan perkembangan gonad secara mikroskopis. Tingkat kematangan
gonad calon induk ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus pada penelitian
kali ini mengacu pada hasil histologi ikan patin Indriastuti (2000). Pada TKG II
terlihat bahwasannya diameter telur masih berukuran kecil dan belum terdapat
kuning telur. Kemudian pada TKG III dapat dilihat bahwa sebagian telur sudah
berkembang yang ditandai dengan perkembangan diameter telur yang semakin
besar dan sudah berisi kuning telur. Kemudian pada TKG IV dapat dilihat bahwa
semua telur sudah dipenuhi dengan kuning telur dan memiliki diameter telur yang
lebih besar dibanding TKG sebelumnya.
Hati
Gonad betina
Gambar 1 Histologi hati dan gonad betina ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus pada tingkat kematangan gonad II, III dan IV
(Indriastuti 2000)
Waktu dan Persentase Akumulasi Induk yang Matang Gonad
Persentase akumulasi induk yang matang gonad ikan diketahui menurut
keberadaan gamet betina yakni telur dalam ovarium. Pengamatan jumlah induk
yang matang gonad dilakukan pada setiap sampling yakni 2 minggu selama
pemelihaaan 8 minggu dengan kanulasi pada masing-masing ikan uji per perlakuan.
Adapun rumus untuk mengetahui jumlah induk yang matang gonad ialah
100%
Persentase induk matang gonad =
Sedangkan waktu induk matang gonad dihitung berdasarkan waktu
didapatkannya telur pada calon induk patin siam melalui metode kanulasi dengan
kateter.
Perkembangan Diameter Telur
Diameter telur merupakan panjang garis tengah telur sebelum dibuahi untuk
menilai kematangan telur yang diukur pada mikroskop, kemudian dikonversikan
dari pembesaran yang digunakan. Adapun rumus untuk mengetahui nilai diameter
telur yang diamati di bawah mikoskop ialah
Diameter Telur =
1
Pengukuran diameter telur dilakukan dibawah mikroskop Olympus dengan
perbesaran 4 x 10 yang dilengkapi dengan mikro meter okuler untuk pengukuran
skala diameter telurnya yang menggunakan faktor koreksi dikali 20.
Analisis Data
Data parameter perkembangan diameter telur dianalisis menggunakan
program Minitab 16 analisis ragam One Way (ANOVA) pada selang kepercayaan
95% untuk menguji apakah terdapat perbedaan antar perlakuan. Kemudian
dilanjutkan dengan uji Tukey dengan taraf nyata α = 0,05. Sedangkan untuk data
pertumbuhan bobot mutlak, waktu dan persentase akumulasi induk yang matang
gonad, histologi gonad dan tingkat kematangan gonad, GSI dan HSI dianilisis
secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pertumbuhan Bobot Mutlak
Data parameter pengukuran pertumbuhan bobot mutlak ikan selama
pemeliharaan disajikan pada Gambar 2. Pertumbuhan bobot mutlak yang tertinggi
didapatkan pada perlakuan 5 IU pada minggu ke 4, sedangkan yang terendah yakni
pada perlakuan 0 IU.
3
bobot (kg)
2.5
2
1.5
0 IU
1
5 IU
10 IU
0.5
0
0
2
4
6
8
Minggu ke-
Gambar 2 Pertumbuhan bobot mutlak calon induk ikan patin siam selama 8 minggu
Hepato Somatic Index (HSI)
Data hasil parameter Hepato Somatic Index (HSI ) calon induk ikan patin
siam pada minggu ke-8 minggu disajikan pada Gambar 3. Hepato somatic Index
(HSI) menunjukkan perkembangan hati pada ikan patin siam yang merupakan
tempat terjadinya sintesis vitelogenin. Nilai HSI diamati pada awal pemeliharaan
yakni minggu ke-0 dan akhir pemeliharaan yakni minggu ke-8. Nilai HSI pada awal
minggu ke-0 ialah 0.52%. Nilai HSI pada setiap perlakuan mengalami kenaikan
pasca penyuntikan PMSG. Pada perlakuan 0 IU terjadi perubahan nilai HSI yang
paling tinggi yakni 0.52% pada minggu ke 0 dan meningkat hingga 1.84% pada
minggu ke-8. Sedangkan pada perlakuan 5 IU nilai HSI yakni 0.52% pada minggu
ke 0 dan mencapai 1.23% pada minggu ke-8. Kemudian pada perlakuan 10 IU nilai
HSI yakni 0.52% pada minggu ke 0 dan mencapai 1.6% pada minggu ke-8.
HSI (%)
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1.84
1.6
1.23
0 IU
5 IU
10 IU
(IU/kg bobot ikan)
Gambar 3
Nilai HSI calon induk ikan patin siam pada minggu ke-8 pasca
penyuntikan PMSG
Gonado Somatic Index (GSI)
Gonado Somatic Index (GSI) ikan patin siam pada minggu ke-8 disajikan
pada Gambar 4. Gonado somatic Index (GSI) menunjukkan perkembangan gonad
pada ikan patin siam. Nilai GSI diamati pada awal pemeliharaan yakni minggu ke0 dan akhir pemeliharaan yakni minggu ke-8. Nilai GSI pada awal pemeliharaan
yakni 0.85%. Nilai GSI pada setiap perlakuan mengalami kenaikan pasca
penyuntikan PMSG. Pada perlakuan 0 IU terjadi perubahan nilai GSI yang paling
rendah yakni 0.85% pada minggu ke-0 menjadi 1.66% pada minggu ke-8.
Sedangkan pada perlakuan 5 IU memilki nilai GSI yang paling tinggi yakni 0.85%
pada minggu ke-0 dan meningkat mencapai 7.77% pada minggu ke-8. Kemudian
pada perlakuan 10 IU memiliki nilai GSI 0.85% pada minggu ke-0 dan mencapai
6.90% pada minggu ke-8.
9
7.77
8
6.9
7
GSI (%)
6
5
4
3
2
1.66
1
0
0 IU
5 IU
10 IU
(IU/kg bobot ikan)
Gambar 4
Nilai GSI calon induk ikan patin siam pada minggu ke-8 pasca
penyuntikan PMSG
Persentase Akumulasi dan Waktu Induk Matang Gonad
Data hasil parameter persentase akumulasi dan waktu ikan matang gonad
selama pemeliharaan disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut
Tabel 3 Persentase akumulasi dan waktu ikan matang gonad pada calon induk ikan
patin siam Pangasianodon hypophthalmus pasca penyuntikan PMSG
minggu ke 0 sampai minggu ke 8
Perlakuan (IU/kg
ikan)
0
5
0
0
0
2
0
0
10
0
0
Minggu ke (waktu)
4
30%
40%
50%
6
30%
80%
8
30%
100%
70%
100%
n = 10
Jumlah ikan yang matang gonad pada perlakuan 0 IU ialah 30% pada
minggu ke 4 hingga minggu ke 8 yakni akhir dari waktu pemeliharaan. Pada
perlakuan 5 IU jumlah ikan yang matang gonad ialah 40% pada minggu ke 4, 80%
pada minggu ke 6 dan mencapai 100% pada minggu ke 8 dengan tingkat
kematangan gonad sudah memasuki tahap mature berdasarkan telur yang teramati.
Kemudian, pada perlakuan 10 IU jumlah ikan yang matang gonad ialah 50% pada
minggu ke 4, 70% pada minggu ke 6 dan mencapai 100% pada minggu ke 8 dengan
tingkat kematangan gonad sudah memasuki tahap mature berdasarkan telur yang
teramati.
Perkembangan Diameter Telur
Data perkembangan diameter telur calon induk ikan patin siam pada minggu
ke-4 dan minggu ke-8 disajikan pada Gambar 5
1.2
Diameter (mm)
1
0.8
0.6
a
a
a
a
a
a
minggu ke4
0.4
0.2
0
0 IU
5 IU ikan)
(IU/kg bobot
10 IU
Gambar 5 Perkembangan diameter telur calon induk ikan patin siam pada minggu
ke-4 dan minggu ke- 8 pasca penyuntikan PMSG
Diameter telur yang teramati dari setiap perlakuan didapatkan bahwa
perkembangan diameter telur calon induk ikan patin siam pada minggu ke-4 dan
minggu ke-8 tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan (p>0,05) (Lampiran 5&6).
Perkembangan diameter telur yang teramati dari setiap perlakuan didapatkan bahwa
diameter telur calon induk ikan patin siam pada setiap perlakuan mengalami
peningkatan ukuran diameter telur selama 8 minggu pemeliharaan. Pada perlakuan
0 IU diameter telur minggu ke-4 ialah 0.82±0.18 dan mengalami peningkatan
diameter telur menjadi 1.11±1.11 pada minggu ke-8. Pada perlakuan 5 IU diameter
telur minggu ke-4 ialah 0.76±0.22 dan mengalami peningkatan diameter telur
menjadi 1.01±0.10 pada minggu ke-8. Kemudian pada perlakuan 10 IU diameter
minggu ke-4 ialah 0.71±.1.8 dan mengalami peningkatan diameter telur menjadi
1.00±0.07 pada minggu ke-8.
Histologi Gonad dan Tingkat Kematangan Gonad
Histologi gonad merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui perkembangan gonad secara mikroskopis. Histologi gonad dilakukan
diawal pemeliharaan yakni minggu ke-0 sebelum diberikan perlakuan dan diakhir
penelitian yakni minggu ke-8 pasca penyuntikan PMSG.
N
IM
N
IM
(A)
(B)
M
Y
N
M
N
Y
(C)
(D)
Gambar 6 Histologi gonad calon induk ikan patin siam yang diamati pada awal
pemeliharaan (minggu ke-0) dan akhir penelitian (minggu ke-8).
A; awal pada minggu ke-0, B; perlakuan 0 IU pada minggu ke-8, C;
perlakuan 5 IU pada minggu ke-8, D; perlakuan 10 IU pada minggu ke8; perbesaran 20 x 10 dengan skala bar 50 µ meter. IM = Immature ,M
= Mature, N=Nukleus, Y=Yolk
Data pengamatan histologi menunjukkan bahwa calon induk ikan patin siam
mengalami perkembangan gonad yang dicirikan dengan perubahan diameter telur
pasca pemberian perlakuan. Pada perlakuan 0 IU diameter telur ikan belum
terbentuk pada minggu ke-0 atau masih tahap immature, sedangkan pada minggu
ke-8 diameter telur nya mengalami perubahan namun masih dalam tahapan
immature, yang dicirikan dengan diameter telur yang belum berkembang.
Kemudian pada perlakuan 5 IU diameter telur ikan belum terbentuk pada minggu
ke-0 atau masih tahap immature sedangkan pada minggu ke-8 diameter telur nya
mengalami perubahan yakni sebagian telur sudah masuk ke tahapan mature dengan
tingkat kematangan gonad IV (Gambar 6). Kemudian pada perlakuan 10 IU
diameter telur ikan belum terbentuk pada minggu ke-0 atau masih tahap immature
sedangkan pada minggu ke-8 diameter telur mengalami perubahan yakni secara
keseluruhan telur telah masuk ke tahapan mature, diameter telur yang teramati lebih
seragam dengan tingkat kematangan gonad IV.
Analisis Usaha
Analisis usaha untuk penggunaan hormon PMSG didapatkan perbandingan
antara pendapatan hasil pemijahan ikan patin siam berupa larva menggunakan
hormon PMSG untuk mempercepat kematangan gonad per kg calon induk dan
tanpa menggunakan hormon PMSG dalam satu tahun. Asumsi fekunditas, SR
(Survival rate), harga penjualan larva bersumber dari BPBAT Cijengkol, Subang.
Dengan asumsi fekunditas 100.000 butir/kg induk, SR larva 75%, harga jual larva
Rp 5,00/ekor dan harga hormon PMSG Rp 200.000,00/10 IU (dosis stock).
Sedangkan untuk asumsi induk yang digunakan dalam pemijahan didapatkan dari
hasil ikan uji yang diberi penyuntikan PMSG selama 8 minggu pemeliharaan. Pada
perlakuan pemberian PMSG jumlah induk yang digunakan berjumlah 10 ekor,
sedangkan pada perlakuan tanpa PMSG jumlah induk yang digunakan berjumlah 3
ekor (Tabel 3). Frekuensi pemijahan menggunakan PMSG 4 kali lebih sering
dibanding yang pematangan gonadnya tanpa menggunakan PMSG dalam 1 tahun
sehinggga pemasukan, penjualan larva menggunakan PMSG dapat meningkatkan
pendapatan 4 kali lipat dibandingkan dengan tanpa penggunaan hormon PMSG.
Frekuensi pemijahan didapatkan dari hasil waktu ikan matang gonad yakni 8
minggu dengan mengasumsikan waktu istirahat ikan selama 1 bulan pada setiap
siklus per tahunnya (Tabel 3). Hasil pemijahan ikan patin siam menggunakan
hormon PMSG dalam pemasukan penjualan larva per 1 tahun dapat mencapai Rp
16.000.000. Bila dibandingkan dengan tanpa menggunakan PMSG pemasukan
penjualan larva hanya Rp 4.000.000 per 1 tahun. Data perhitungan analisis usaha
penggunaan hormon PMSG dilampirkan pada Lampiran 7.
Pembahasan
Hormon PMSG merupakan hormon yang mampu mempercepat kematangan
gonad pada ikan patin sehingga waktu maturasi menjadi singkat. Hasil penelitian
menunjukkan persentase ikan yang matang gonad pada perlakuan 5 IU dan 10 IU
mencapai 100% pada minggu ke-8. Sedangkan persentase ikan yang matang gonad
pada perlakuan 0 IU berjumlah 30% (Tabel 3). Menurut Partodiherdjo dalam
Afdhal (1987) PMSG memiliki sifat biologik seperti Luteinizing Hormone (LH)
dan Follicle Stimulating Hormon (FSH). PMSG mempunyai daya kerja
merangsang terbentuknya folikel, merangsang pertumbuhan sel- sel interstitial dan
merangsang terbentuknya sel-sel lutea, tetapi derajat daya kerja ini berbeda-beda.
Pada umumnya disetujui bahwa hormon PMSG sangat banyak mengandung unsurunsur daya kerja FSH dan sedikit unsur LH. FSH inilah yang nantinya akan
membantu dalam proses pembentukan telur pada ikan.
Pemeliharaan ikan patin siam selama 8 minggu menunjukan pertumbuhan
bobot mutlak yang cenderung naik sampai akhir pemeliharaan. Pertumbuhan bobot
mutlak yang tertinggi didapatkan pada perlakuan 5 IU yang ditunjukan dengan
kenaikan tertinggi pada minggu ke-4. Sedangkan pertumbuhan bobot mutlak yang
terendah pada perlakuan 0 IU. Pertumbuhan bobot mutlak berkaitan dengan
perkembangan gonad dan hati. Pertumbuhan bobot pada induk ikan didasarkan
pada pertumbuhan gonadik (pertumbuhan dan pematangan gonad) yakni semakin
berkembang ikan maka pertambahan bobot nya akan cenderung berkurang karena
akan dipakai untuk pertumbuhan alat reproduksinya yakni gonad (Affandi dan Tang
2002).
Perkembangan diameter telur ikan mengalami peningkatan diameter telur
pada minggu ke-4 hingga minggu ke-8. Diameter telur yang teramati dari setiap
perlakuan didapatkan bahwa perkembangan diameter telur calon induk ikan patin
siam pada minggu ke-4 dan minggu ke-8 tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan
(p>0,05) (Lampiran 5&6). Menurut Unus (2010) Diameter telur ikan bervariasi,
baik antara spesies maupun antara individu dalam spesies yang sama. Diameter
telur yang didapatkan pada setiap perlakuan masuk kedalam kisaran normal
diameter telur ikan patin yakni sebesar 1.00-1.11 mm. Hal ini didukung dengan
pernyataan SNI (2000) bahwa matang gonad pada ikan patin siam adalah kondisi
ikan yang sudah siap untuk dipijahkan yang ditandai oleh diameter telur yang sudah
mencapai 1.00-1.2 mm.
Hepato somatic Index (HSI) merupakan nilai yang menunjukkan
perkembangan hati pada ikan patin siam yang merupakan tempat terjadinya proses
penimbunan kuning telur atau sintesis vitelogenin. Nilai Hepato Somatic Index
(HSI) ikan patin siam diamati pada awal pemeliharaan yakni minggu ke-0 dan
minggu ke-8 pada akhir penelitian. Nilai HSI pada setiap perlakuan mengalami
kenaikan pasca penyuntikan PMSG. Perubahan nilai HSI yang paling tinggi
didapatkan pada perlakuan 0 IU. Hal ini menunjukan bahwasannya ikan uji pada
perlakuan 0 IU sedang berlangsung proses vitelogenesis yang ditandai dengan nilai
HIS yang tinggi. Kemudian pada perlakuan 5 IU memiliki nilai HSI 1.23% pada
minggu ke-8 dan pada 10 IU nilai HSI yakni 1.6% pada minggu ke-8. Hal ini
menunjukan bahwa pada perlakuan 5 IU dan 10 IU memiliki nilai HSI yang lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan 0 IU. Hal ini menunjukan bahwa ikan pada
perlakuan 5 IU dan 10 IU, ikan uji telah memasuki tahapan final maturation yang
menandakan proses vitelogenesis telah selesai. Menurut Nagahama et al. (1991)
menyatakan bahwa pemberian PMSG dapat meningkatkan aktivitas aromatase pada
folikel. Enzim P450 aromatase berperan penting dalam suatu proses vitelogenesis
pada ikan. Aktivitas aromatase meningkat dan tinggi pada proses folikel selama
vitelogenesis dan menurun saat folikel mencapai pematangan akhir. Sintesis
vitelogenin di hati sangat dipengaruhi oleh estradiol-17β yang merupakan
stimulator dalam biosintesis vitelogenin (Potalangi et al. 2004). Vitelogenin adalah
bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sudah tumbuh
dan dihasilkan di hati (Affandi dan Tang 2002)
Menurut Affandi dan Tang (2002) kematangan gonad adalah tahap tertentu
perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Selama proses reproduksi
sebagian energi dipakai untuk perkembangan gonad. Gonad ikan akan mencapai
maksimum saat ikan akan memijah, kemudian akan menurun dengan cepat selama
proses pemijahan berlangsung sampai selesai. Pada penelitian ini nilai GSI diamati
pada awal pemeliharaan yakni minggu ke-0 dan akhir pemeliharaan yakni minggu
ke-8. Berdasarkan hasil nilai Gonado Somatic Index (GSI ) calon induk ikan patin
siam yang didapatkan diketahui bahwa nilai GSI pada setiap perlakuan mengalami
perubahan pasca penyuntikan PMSG. Nilai GSI yang paling rendah didapatkan
pada perlakuan 0 IU yakni 16.57% pada minggu ke-8. Hal ini menunjukan
bahwasannya ikan uji pada perlakuan 0 IU belum memasuki tahapan final
maturation karena sedang vitelogenesis yang dicirikan dengan nilai HSI yang tinggi
(Gambar 3). Sedangkan pada perlakuan 5 IU memiliki nilai GSI yang paling tinggi
yakni mencapai 7.77% pada minggu ke-8. Kemudian pada perlakuan 10 IU
memiliki nilai GSI mencapai 6.90% pada minggu ke-8. Nilai GSI yang semakin
naik pasca peyuntikan PMSG diindikasikan bahwasannya PMSG mampu
mempercepat kematangan gonad pada ikan patin siam. Selain itu, nilai GSI yang
tinggi menunjukan bahwa ikan yang disuntik dengan PMSG telah memasuki
tahapan final maturation pada minggu ke 8. Peningkatan ukuran gonado somatic
index (GSI) atau perkembangan ovarium disebabkan oleh perkembangan stadia
oosit. Pada ikan betina, ovari berespons terhadap peningkatan konsentrasi
gonadotropin dengan meningkatkan secara tidak langsung produksi estrogen, yakni
estradiol-17β (E2). Estradiol-17â beredar menuju hati, memasuki jaringan dengan
cara difusi dan secara spesifik merangsang sintesis vitelogenin. Aktivitas
vitelogenesis ini menyebabkan nilai hepato somatic index (HSI) dan gonado
somatic index (GSI) ikan meningkat (Hartanti dan Nurjannah 2008).
Histologi gonad merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui perkembangan gonad secara mikroskopis. Histologi gonad dilakukan
diawal pemeliharaan yakni minggu ke-0 sebelum diberikan perlakuan dan diakhir
penelitian yakni minggu ke-8 pasca penyuntikan PMSG. Data pengamatan histologi
menunjukkan bahwa calon induk ikan patin siam mengalami perkembangan gonad
yang dicirikan dengan perubahan diameter telur pasca penyuntikan PMSG. Pada
perlakuan 5 IU diameter telur ikan mengalami perubahan yakni telur telah masuk
ke tahapan mature dengan TKG IV yang dicirikan dengan tidak terlihatnya nukleus
pada telur (Gambar 1). Menurut Nurjannah dan Hartanti (2008) semakin tinggi
tingkat perkembangan gonad, telur yang terkandung di dalamnya semakin
membesar sebagai hasil dari akumulasi kuning telur, hidrasi, dan pembentukan
butir-butir minyak yang berjalan secara bertahap. Kemudian ikan yang matang
gonad dicirikan dengan telur yang sudah tidak memiliki nukleus atau
inti.Sedangkan pada perlakuan 10 IU diameter telur ikan secara keseluruhan telah
masuk ke tahapan mature dengan TKG IV (Gambar 6). Sedangkan pada perlakuan
0 IU diameter telur ikan masih dalam tahapan immature dengan TKG II (Gambar
6).
Kematangan pada ikan patin siam menunjukkan tingkat reproduksi yang
cepat dalam dua bulan, dari Januari – Maret, menunjukkan adanya stimulasi
reproduksi yang aktif pada musim ini. Kemudian secara umum tingkat kematangan
menurun secara drastis pada bulan Mei dan kematangan yang rendah sampai bulan
November. (Hamid et al. 2009). Ikan patin siam akan memijah secara maksimal
pada musim penghujan. Pada musim penghujan setiap kilogram induk ikan patin
akan menghasilkan telur sekitar 120.000–200.000 butir telur (SNI 2000).
Secara alamiah proses vitelogenesis memerlukan interaksi faktor eksternal
internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi vitelogenesis antara lain adalah
temperatur, curah hujan, debit air dan lainnya. Faktor tersebut merupakan sinyal
lingkungan yang tidak selalu tersedia sepanjang tahun. Sedangkan faktor internal
yang terpenting adalah tersedianya homon-hormon steroid gonad terutama estradiol
17β dalam tingkat yang dapat merangsang vitelogenesis (Indriastuti 2000).
Pemberian PMSG meningkatkan kerja FSH dalam tubuh sehingga mempercepat
proses vitelogenin yang ditunjukkan dengan nilai HSI dan GSI yang signifikan pada
perlakuan penyuntikan. Pola sekresi hormon pada sebagian ikan dikemukakan
bahwa FSH telah mendominasi peranan hormon dalam regulasi vitelogenin untuk
pertumbuhan folikel. Estradiol-17β (E2) mengatur regulasi ovari yang merupakan
control dari sintesis vitelogenin di organ hati selama periode pertumbuhan oosit
(Nagahama dan Matsuhisa 2008).
Pemberian hormon PMSG melalui penyuntikan secara intramuscular untuk
pematangan gonad calon induk ikan patin siam yang paling baik adalah pada dosis
PMSG 5 IU/kg bobot ikan setiap 2 minggu selama 8 minggu. Hal ini didukung
dengan data GSI dan HSI yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Selain itu, jumlah persentase induk yang matang gonad pada perlakuan 5
IU/kg ikan mencapai 100% pada minggu ke 8 dengan diameter telur 1.01 mm.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian hormon PMSG yang paling baik dengan dosis 5 IU/ kg ikan
melalui penyuntikan yang dilakukan 2 minggu sekali selama 8 minggu untuk
mempercepat kematangan gonad pada calon induk ikan patin siam di luar musim
pemijahan. Presentasi induk yang matang gonad mencapai 100% pada pemberian
dosis PMSG 5 IU/kg bobot ikan pada minggu ke 8.
Saran
Pematangan gonad pada calon induk ikan patin siam dapat dilakukan
dengan pemberian hormon PMSG dengan dosis 5 IU PMSG/kg ikan dengan
penyuntikan 2 minggu sekali/8 minggu. Perlu dilakukan penelitian lanjut terkait
kuantitas dan kualitas telur serta larva yang dihasilkan dari indukan yang diinduksi
dengan hormon PMSG dengan rentang waktu yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Afdhal H. 1987. Hormon-hormon plasenta. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau: Unri Press.
Fakhriyansyah I M. 2013. Induksi Pematangan Gonad Belut Sawah Monopterus
albus Dengan Hormon Gonadotrophin 5 IU,10 IU dan 15 IU. [skripsi].
Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Hamid M A, Wahyu B W , Rangga W, Lubis R A, Atomu Furusawa. 2009. Analysis
of Effective Broodstock Management and Breeding of Patin Siam
(Pangasius hypophthalmus) in BBAT Jambi. Jurnal Akuakultur
Indonesia. 8(1): 29-35.
Hartanti N U, Nurjanah. 2008. Pemacu Pematangan Gonad Induk Ikan Nilem
Dengan Teknik Induksi Hormon. Jurnal Perikanan. Universitas
Sudirman.
Indriastuti C. 2000. Aktivasi Sintesis Vitelogenin Pada Proses Rematurasi Ikan
Jambal Siam (Pangasius Hypothalamus P). [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Mylonas CC, Fostier A, Zanuy S. 2009. Broodstock management and hormonal
manipulations of fish reproduction. General and Comparative
Endocrinology.165: 516–534.
Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A Mechanism
for The Action Pregnant Mare Serum Gonadotropin on Aromatase
Activity in The Ovarian Follicle of The Medaka, Oryzias latipes. J. Exp.
Zool. 259: 53-58, Jepang
Nagahama Y, Matsuhisa A. 2008. Regulation of oocyte maturation in fish. Develop
Growth Differ. S195–S219.
Potalangi M, Toelihere, Zairin M, Supriyono E. 2004. Pengaruh Pemberian
Hormon Alh-Rh Melalui Emulsi W/O/W Lg (C-14) Pada Perkembangan
Gonad Induk Ikan Jambal Siam (Pangasius Hypophthalmus). Jurnal
Akuakultur Indonesia. 3(3): 15-21.
Rachman B. 2013. Manipulasi Hormonal Pada Pematangan Gonad Ikan Patin Siam
Pangasianodon Hypophthalmus. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rahmawati R. 2011. Evaluasi Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin Pada Alma
Fish Farm Di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Rovara O, Affandi R , Junior Z, Priyono A, Mozes R. Toelihere. 2008. Pematangan
Gonad Ikan Sidat Betina (Anguilla Bicolor Bicolor) Melalui Induksi
Ekstrak Hipofisis. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.
1: 69-76.
SNI 2000. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok
(Parent Stock) Badan standarisasi nasional.
SNI 2009. Produksi ikan patin pasupati (Pangasionodon sp) kelas pembesaran di
kolam. Badan standarisasi nasional.
Unus F, Bin S, Omar A. 2010. Analisis Fekunditas Dan Diameter Telur Ikan
Malalugis Biru (Decapterus Macarellus Cuvier, 1833) Di Perairan
Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah. Torani
(Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ). Vol 20 : 37– 43.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 02 Mei 1993 dari ayah Yeyep
Jomantara dan ibu Yuyun Juniati. Penulis adalah anak sulung dari empat
bersaudara.
Penulis telah menyelesaikan sekolah dasar di SDN 1 Cipeundeuy pada
tahun 2006. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Cipeundeuy
dan meyelesaikan pada tahun 2008. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke
Al-basyariyah Boarding School pada tahun 2009-2010 dan di SMA Darul Falah
pada tahun 2010. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Darul Falah dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut pertanin Bogor (IPB) melalui jalur
Beasiswa Utusan Daerah Kementrian Agama RI dan diterima di Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten praktikum
mata kuliah Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik pada tahun ajaran 2014,
koordinator asisten dari mata kuliah Industri Pembenihan Organisme Akuatik dan
asisten praktikum Ikan Hias dan Akuaskap pada tahun 2015. Penulis juga aktif
mengajar mata kuliah Biologi di bimbingan belajar dan privat Mitra Siswa dan
Primagama. Pada tahun 2012 penulis mengikuti IPB Goes to Field (IGTF) di kota
Brebes dengan program pembenihan ikan air tawar dan pengolahan produk
perikanan. Pada tahun 2013 penulis pernah melakukan magang di Balai Besar
Budidaya Air Tawar (BBBAT) Sukabumi dengan mengambil komoditas ikan hias
yakni ikan koi. Bulan Juni-Agustus 2014 penulis melaksanakan Praktik Lapangan
di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar, Cijengkol dengan judul Pembenihan
Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) di Balai Pengembangan Budidaya Air
Tawar, Cijengkol Subang.
Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi sarjana diselesaikan oleh penulis
dengan menyusun skripsi yang berjudul “Pematangan Calon Induk Ikan Patin
Siam Pangasianodon hypophthalmus Di Luar Musim Pemijahan
Menggunakan Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG)”
Pangasianodon hypophthalmus DI LUAR MUSIM PEMIJAHAN
MENGGUNAKAN HORMON PREGNANT MARE SERUM
GONADOTROPHIN (PMSG)
YULIA PRATAMY
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pematangan
Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus di Luar
Musim Pemijahan Menggunakan Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin
(PMSG) adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Yulia Pratamy
NIM C14110089
ABSTRAK
YULIA PRATAMY. Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam
Pangasianodon hypophthalmus di Luar Musim Pemijahan Menggunakan Hormon
Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG). Dibimbing oleh AGUS OMAN
SUDRAJAT dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.
Permasalahan pada budidaya ikan patin siam adalah kelangkaan benih
pada musim kemarau yang disebabkan minimnya ketersediaan induk patin yang
matang gonad. Penelitian ini bertujuan untuk menginduksi kematangan gonad
calon induk ikan patin siam secara hormonal di luar musim pemijahan dengan
hormon PMSG. Ikan uji disuntik dengan perlakuan 0 IU/kg ikan, 5 IU/kg ikan dan
10 IU/kg ikan. Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) ialah
hormon yang dapat merangsang kematangan gonad pada ikan patin karena
mengandung banyak FSH dan sedikit LH. Hormon PMSG diinduksi melalui
penyuntikan secara intramuscular yang diberikan 2 minggu sekali selama 8
minggu. Hasil menunjukkan bahwa PMSG mampu mempercepat kematangan
gonad calon induk ikan patin siam. Dosis PMSG terbaik ialah 5 IU/kg ikan/2
minggu/8 minggu. Hasil yang didapatkan persentase ikan matang gonad mencapai
100% pada minggu ke 8, sedangkan pada perlakuan 0 IU/kg ikan mencapai 30%.
PMSG dapat digunakan untuk mempercepat kematangan gonad pada calon induk
ikan patin siam sehingga produksi benih dapat diproduksi sepanjang tahun.
Kata kunci : Pematangan gonad, Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG),
ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus
ABSTRACT
YULIA PRATAMY. Gonadal Maturation of Candidate Brood Catfish
Pangasianodon Hypophthalmus Outside The Spawning Season Using Pregnant
Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) Hormone. Supervised by AGUS OMAN
SUDRAJAT and DINAR TRI SOELISTYOWATI.
The Problems on catfish culture is a scarcity of seeds in the dry season due
to the lack of availability of the broodstock catfish mature gonads. The purpose of
this research was to induce gonad maturity catfish broodstock hormonally outside
the spawning season with PMSG hormone. The tested fish were injected with
treatment 0 IU / kg fish, 5 IU / kg of fish and 10 IU / kg fish. Pregnant Mare
Serum Hormone Gonadotrophin (PMSG) is a hormone that can stimulate gonadal
maturation in the catfish because it contains a lot of FSH and LH bit. PMSG
hormone induced by injection intramuscularly given 2 weeks for 8 weeks.
The results showed that the PMSG is able to accelerate the maturity of
gonads catfish broodstock. The best dosage is 5 IU PMSG / kg fish / 2 weeks / 8
weeks. The results obtained percentage of mature fish gonads reaches 100% at
week 8, whereas the treatment 0 IU / kg fish reach 30% the end of the study
period. PMSG can be used to accelerate the maturity of gonads in brood fish
catfish that seed production can be produced throughout the year.
Keywords: Maturation of gonads, Pregnant Mare Serum gonadotrophin (PMSG),
Catfish Pangasianodon hypophthalmus
PEMATANGAN GONAD CALON INDUK IKAN PATIN SIAM
Pangasianodon hypophthalmus DI LUAR MUSIM PEMIJAHAN
MENGGUNAKAN HORMON PREGNANT MARE SERUM
GONADOTROPHIN (PMSG)
YULIA PRATAMY
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Program Studi
Departemen
: Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam
Pangasianodon hypophthalmus di Luar Musim
Pemijahan Menggunakan Hormon Pregnant Mare
Serum Gonadotrophin (PMSG)
: Yulia Pratamy
: C14110089
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
: Budidaya Perairan
Disetujui oleh
Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc
Pembimbing I
Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sukenda, M.Sc.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai Oktober 2014 ini ialah
maturasi yang berjudul Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam
Pangasianodon hypophthalmus di Luar Musim Pemijahan Menggunakan Hormon
Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat,
Msc dan Ibu Dr. Ir. Tri Dinar Soelistyowati, DEA selaku pembimbing skripsi,
serta Bapak Ahya Raffiudin MSi dan Bapak Ir. Harton Arfah Msi yang telah
memberikan banyak saran dalam penelitian ini. Kemudian saya ucapkan
terimakasih kepada Ir. Yani Hadirosyani, MM dan Dr. Sri Nuryati, Spi. Msi
sebagai dosen penguji tamu pada ujian skripsi saya. Selain itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada teman seperjuangan yakni Astiraini Andiba, Faiz
Islami dan Hamzah Ihsan yang telah membantu selama penelitian dan proses
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga
tercinta Bapak Yeyep Jomantara, Ibu Yuyun Juniati, serta keluarga besar
budidaya perairan angkatan 48, terutama kepada sahabat-sahabatku Lussy
Anggarainy, Hilda Kemala, Fadhilatun, Raden Rini dan Farida Fitriani. Kemudian
untuk Doni Lahay tersayang atas inspirasi, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Yulia Pratamy
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE
Rancangan Penelitian
Materi Uji
Prosedur Penelitian
Parameter Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ix
ix
ix
1
2
2
2
2
2
3
5
7
7
12
15
15
15
15
17
22
DAFTAR TABEL
1 Penyuntikan ikan patin Pangasianodon Hypophthalmus dengan
Pregnant
Mare
Serum
Gonadotrophin
(PMSG)
2 Data kualitas air kolam pemeliharaan
3 Presentase akumulasi dan waktu ikan matang gonad pada calon induk
ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus pasca penyuntikan PMSG
minggu ke 0 sampai minggu ke 8
7
10
DAFTAR GAMBAR
1 Histologi hati dan gonad betina ikan patin siam Pangasiaodonn
hypophthalmus pada tingkat kematangan gonad II, III dan IV (Indiriastuti
2000)
2 Pertumbuhan bobot mutlak calon induk ikan patin siam selama 8 minggu
6
8
3 Nilai HSI calon induk ikan patin siam pada minggu ke-8 pasca
penyuntikan PMSG
4 Nilai GSI calon induk ikan patin siam pada minggu ke-8 pasca
penyuntikan PMSG
5 Perkembangan diameter telur calon induk ikan patin siam pada minggu
ke-4 dan minggu ke- 8 pasca penyuntikan PMSG
6 Histologi gonad calon induk ikan patin siam yang diamati pada awal
pemeliharaan (minggu ke-0) dan akhir penelitian (minggu ke-8).
A;
awal pada minggu ke-0, B; perlakuan 0 IU pada minggu ke-8, C;
perlakuan 5 IU pada minggu ke-8, D; perlakuan 10 IU pada minggu ke-8;
perbesaran 20x10 dengan skala bar 50 µ meter. IM = Immature, M =
Mature, N=Nukleus, Y=Yolk
8
9
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data curah hujan dan hari hujan bulanan tahun 2010-2014
17
2 Data curah hujan dan hari hujan harian bulan Juli-November tahun
2014
18
3 Skema wadah pemeliharaan calon induk ikan patin siam Pangasionodon
hypopthalmus
4 Prosedur pembuatan preparat histologi gonad di Fakultas Kedokteran
Hewan IPB
5 Analisis statistika diameter telur calon induk ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus pada minggu ke 4 menggunakan Minitab
16
19
19
20
6 Analisis statistika diameter telur calon induk ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus pada minggu ke 4 menggunakan Minitab
16
7 Analisis biaya penggunaan hormon PMSG
20
21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan patin merupakan salah satu komoditas unggulan KKP dalam kegiatan
perikanan budidaya. Proyeksi produksi budidaya ikan patin terus meningkat per
tahunnya mencapai 70% pada tahun 2014 (Rahmawati 2011). Ada tiga jenis ikan
patin yang sudah umum dikonsumsi orang Indonesia yakni patin jambal
(Pangasius djambal), patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) dan patin
pasupati (Pangasius sp). Namun diantara ikan patin tersebut, ikan patin siam
merupakan ikan patin yang sudah umum dibudidayakan di Indonesia karena
pertumbuhannya yang relatif cepat dan memiliki fekunditas yang tinggi. Di dalam
budidaya ikan, ketersediaan benih merupakan unsur mutlak yang diperlukan agar
budidaya dapat berkembang pesat. Sumber benih tidak cukup hanya
mengandalkan benih alam atau pembenihan tradisional, tetapi perlu ditunjang
dengan perlakuan tertentu agar benih dapat tersedia secara kontinyu (Potalangi et
al. 2004).
Ikan patin merupakan ikan yang tidak bisa memijah secara baik pada
wadah budidaya saat musim kemarau, karena secara alamiah ikan patin hanya
memijah pada musim penghujan. Sinyal lingkungan yang tidak tersedia
menyebabkan ketersediaan induk patin yang matang gonad sangat minim,
sehingga kelangkaan benih patin akan terjadi saat musim kemarau. Hal ini
merupakan permasalahan utama pada budidaya ikan patin karena keterbatasan
benih di setiap waktu. Secara khusus faktor yang teridentifikasi sebagai penyebab
lambatnya kematangan gonad ikan patin siam adalah berkurangnya kadar FSH
dalam darah serta lemahnya aliran neurotransmitter ke hipotalamus akibat
terhambat kerja dopamin. Untuk dapat mendukung pematangan gonad, perlu
dilakukan terapi hormon dengan formulasi secara kombinasi dan penggunaanya
tetap memperhatikan keselarasan kerja dari hormon tersebut didalam tubuh
terhadap perkembangan gonad (Rachman 2013).
Reproduksi ikan di wadah budidaya dapat dilakukan dengan memanipulasi
lingkungan seperti lama penyinaran, temperatur air dan pemijahan substrat.
Namun biologi beberapa ikan tidak banyak diketahui, atau bahkan tidak mungkin
untuk meniru parameter lingkungan yang diperlukan untuk performa reproduksi
alami seperti yang ada di alam. Dalam hal ini, penggunaan hormon dari luar
adalah cara yang efektif untuk menginduksi pematangan gonad dan menghasilkan
telur yang terbuahi (Mylonas et al. 2009). Selanjutnya, dalam semua budidaya
ikan manipulasi hormonal dapat digunakan sebagai metode operasional untuk
meningkatkan efesiensi produksi benih, meningkatkan spermiasi dalam kegiatan
penetasan dan pembenihan. Terapi hormonal dapat digunakan untuk menginduksi
rematurasi (Mylonas et al. 2009). Oleh karena itu dibutuhkan hormon yang
mampu mempercepat rematurasi pada ikan patin.
Salah satu hormon yang dapat digunakan dalam mempercepat kematangan
gonad calon induk ikan patin siam ialah hormon Pregnant Mare Serum
Gonadotrophin (PMSG). Pematangan gonad pada ikan patin siam sebelumnya
telah banyak dilakukan. Seperti kombinasi antara PMSG 10 IU/kg bobot ikan +
Antidopamin 0,01 m/bobot, mampu mematangkan gonad ikan induk patin pasca
memijah (Rachman 2013). Kemudian pada penelitian pematangan gonad belut
sawah Monopterus albus, pemberian PMSG 10 IU/kg bobot ikan dapat
mempercepat kematangan gonad betina pada belut sawah yang ditandai dengan
adanya ovari dalam waktu 5 minggu penyuntikan (Fakhriyansyah 2013).
PMSG adalah hormon gonadotrophin yang dihasilkan oleh plasenta kuda.
Gonadotropin ini dihasilkan dari bagian endometrium (endometrial cups) uterus
kuda bunting yang berumur 40 - 120 hari masa kebuntingan, dan tidak dieksresi
melalui urine (Toelihere 1981 dalam Afdhal 1987). Pada penelitian ini hormon
PMSG digunakan untuk pematangan gonad pada calon induk ikan patin siam
dengan dosis yang berbeda-beda.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis penyuntikan hormon PMSG yang
optimal untuk pematangan calon induk ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus di luar musim pemijahan.
METODE
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan PMSG (Tabel 1) masing-masing 10 ulangan.
Individu yang berbeda pada tiap perlakuan diberikan hormon PMSG melalui teknik
penyuntikan secara intramuscular.
Tabel 1 Penyuntikan ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus dengan
Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG)
Dosis hormon PMSG
0 IU/kg ikan
5 IU/kg ikan
10IU/kg ikan
(Perlakuan 1)
(Perlakuan 2)
(Perlakuan 3)
Ikan uji dipelihara selama 8 minggu di kolam pemeliharaan. Ikan uji
disuntik dengan PMSG setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu pemeliharaan.
Selama pemeliharaan, ikan uji dipelihara di kolam percobaan dan dilakukan
pemberian pakan berupa pakan pellet k o m e r s i l dengan FR 3 % yang memiliki
kandungan protein sebesar 35%. Pemberian pakan dilakukan 2 kali dalam sehari
yakni pada pagi hari dan sore hari.
Materi Uji
Materi uji berupa calon induk ikan patin siam dan hormon Pregnant Mare
Serum Gonadotrophin (PMSG). Calon induk ikan patin siam yang digunakan ialah
induk yang masih dara atau belum pernah dipijahkan sebelumnya dengan bobot
rata-rata 2-4 kg/induk. Data curah hujan harian kota Dramaga, Bogor pada bulan
Juli-Oktober 2014 dan curah hujan bulanan pada tahun 2010-204 dilampirkan pada
Lampiran 1 dan 2.
Persiapan wadah
Penelitian ini dilaksanakan di kolam percobaan babakan FPIK-IPB,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Kolam yang digunakan berukuran 20 x 10 x 2 m berjumlah 1
kolam. Kolam yang digunakan merupakan kolam beton semi permanen dengan
dasar kolam berupa tanah. Kemudian kolam disekat dengan bambu dan jaring untuk
pemeliharaan ikan percobaan, masing-masing untuk perlakuan 0 IU, perlakuan
PMSG 5 IU dan PMSG 10 IU. Tiap jaring memiliki luasan 3 x 2 x 2 m dengan padat
tebar 10 ekor ikan uji per jaring (Lampiran 3). Kolam dibersihkan dari sampah dan
sejenisnya pada bagian dasar kolam, inlet dan outletnya. Setelah bersih, kolam
dikeringkan selama 1-2 hari agar kolam terbebas dari hama penyakit dan parasit.
Kemudian, kolam diisi dengan air bersih setinggi 80 cm. Setelah itu ikan uji ditebar
dengan kepadatan 10 ekor ikan per jaring.
Persiapan ikan uji
Ikan yang digunakan merupakan ikan betina yang sehat, tidak cacat dan
masih dara atau belum pernah dipijahkan. Ikan yang akan digunakan berjumlah 30
ekor ikan betina dan dibagi sebanyak 10 ekor untuk tiap perlakuan. Sebelum diberi
perlakuan ikan diadaptasikan terlebih dahulu selama 3 minggu di kolam percobaan,
hal ini dilakukan agar ikan terhindar dari stress pasca penebaran.
Penyediaan larutan
Larutan yang akan disuntikan pada ikan ialah larutan PMSG dan larutan
fisiologis komersil. Larutan fisiologis yang digunakan merupakan larutan fisiologis
komersil yang dikeluarkan PT. Widatra Bhakti-Indonesia dengan kosentrasi NaCl
0.9%. Sedangkan larutan PMSG yang digunakan merupakan hormon PMSG
komersil yang didapatkan dari perusahaan Argent-Amerika Serikat. Larutan PMSG
yang akan disuntikan merupakan larutan PMSG murni tanpa larutan pengencer
lainnya.
Penyuntikan ikan uji
Ikan yang disuntik ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot ikan.
Kemudian ikan disuntik dengan metode penyuntikan intramuscular yakni dibagian
punggung tanpa dilakukan pembiusan terlebih dahulu menggunakan syringe
bervolume 1,5 ml. Penyuntikan dilakukan sekali setiap 2 minggu selama waktu
pemeliharaan 8 minggu atau 4 kali penyuntikan selama pemeliharaan. Setelah
penyuntikan dilakukan tagging menggunakan pita yang dipasang pada ekor setiap
ikan uji. Pada setiap perlakuan diberikan warna pita yang berbeda untuk
membedakan ikan uji antar perlakuan.
Pengambilan sampel gonad, hati dan telur
Pengambilan sampel gonad dan hati dilakukan sebanyak 2 kali selama
penelitian yakni pada awal pemeliharaan atau minggu ke 0 dan akhir pemeliharaan
atau minggu ke 8. Pengambilan gonad dan hati dilakukan dengan cara membedah
1 ekor ikan uji pada setiap perlakuan. Kemudian gonad dan hati yang telah diambil
ditimbang untuk mengetahui nilai GSI dan HSI pada ikan uji yang dibedah. Setelah
ditimbang gonad yang diambil difiksasi dalam larutan Buffer Normal Formalin
(BNF) 10% di dalam botol plastik. Setelah 24 jam, larutan BNF 10 % diganti
dengan alkohol 70% untuk dibuat preparat histologinya. Pembuatan preparat
histologi dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Adapun prosedur pembuatan preparat histologi yang
dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan dilampirkan pada Lampiran 4. Preparat
histologi diamati dibawah mikroskop Olympus dengan perbesaran 2 x 10.
Sedangkan untuk pengambilan telur dilakukan pada semua ikan uji per
perlakuan dengan menggunakan metode kanulasi pada setiap sampling yakni 2
minggu sekali. Telur yang diambil, dimasukkan kedalam tube yang telah diisi
larutan sierra secukupnya. Pengamatan diameter telur dilakukan di Laboratorium
Genetika dan Reproduksi Ikan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Tawar, Sukabumi dan Laboratorium Pengembangbiakan dan
Reproduksi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Diameter telur ikan diamati di bawah mikroskop
ber merk Olympus sebanyak 100 butir sampel telur dari setiap ikan per perlakuan
dengan perbesaran 40 x 10 yang dilengkapi dengan mikro meter okuler untuk
mengetahui nilai diameter telurnya. Diameter telur yang diamati merupakan
diameter telur ikan uji pada minggu ke-4 dan minggu ke-8.
Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dalam penelitian ini meliputi pengukuran suhu yang
diamati pada pagi hari, pengukuran pH, DO, TAN, dan nitit. Pengukuran kualitas
air DO diukur dengan menggunakan DO meter dan pH dengan pH meter.
Sedangkan pengukuran nitrat dilakukan dengan metode sprektofotometer. Berikut
merupakan parameter kualitas air yang diukur saat pemeliharaan ialah DO, pH,
TAN dan Nitrit.
Tabel 2 Data kualitas air kolam pemeliharaan
Parameter
DO mg/L
Kolam pemeliharaan
3.8-4.4
SNI 01-6483.5-(2009)
>3
pH
7.36-7.42
6.5 – 8.5
TAN mg/L
0.415-0.617
< 0.01
Nitrit mg/L
0.094-0.102
< 0.1
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air kolam pemeliharaan didapatkan
nilai kualitas air sesuai dengan baku mutu SNI 01-6483.5- (2009) masih berada di
kisaran toleran. Nilai DO yang didapatkan ialah 3.8-4.4 mg/L nilai pH 7.36-7.42,
nilai TAN 0.415-0.617 mg/L dan nilai nitrit 0.094-0.102 mg/L.
Parameter Pengamatan
Parameter uji yang diamati ialah pertumbuhan bobot mutlak (PBM), Hepato
somatic Indeks (HSI), Gonado somatic Index (GSI), histologi gonad dan tingkat
kematangan gonad , perkembangan diameter telur, persentase akumulasi dan waktu
induk matang gonad dan analisis usaha.
Pertumbuhan Bobot Mutlak (PBM)
Pertumbuhan bobot mutlak diamati setiap sampling yang dilakukan 2 minggu
sekali selama pemeliharaan, dengan menimbang bobot seluruh ikan uji pada setiap
perlakuan. Menurut Affandi dan Tang (2002) nilai pertumbuhan bobot mutlak
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
PBM (g) = Wt – Wo
Keterangan : PBM = bobot mutlak (g)
Wt
= Bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (g)
Wo
= Bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (g)
Gonado somatic index (GSI) dan Hepato somatic index (HSI)
Menurut Effendi (2002) dalam Rovara et al. (2008), GSI dihitung
berdasarkan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan dengan
rumus:
GSI (%) =
Keterangan : GSI
Bg
Bt
100
= Gonado somatic index (%)
= bobot gonad (g)
= bobot tubuh (g)
HSI dihitung berdasarkan perbandingan berat hati dengan berat tubuh ikan
dengan rumus sebagai berikut:
HSI (%) =
Keterangan : HSI
Bh
Bt
100
= Hepato somatic index (%)
= bobot hati (g)
= bobot tubuh (g)
Histologi Gonad dan Tingkat Kematangan Gonad
Histologi gonad yang teramati menampilkan tingkat kematangan gonad
(TKG) pada ikan uji. Histologi gonad merupakan metode yang digunakan untuk
memperlihatkan perkembangan gonad secara mikroskopis. Tingkat kematangan
gonad calon induk ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus pada penelitian
kali ini mengacu pada hasil histologi ikan patin Indriastuti (2000). Pada TKG II
terlihat bahwasannya diameter telur masih berukuran kecil dan belum terdapat
kuning telur. Kemudian pada TKG III dapat dilihat bahwa sebagian telur sudah
berkembang yang ditandai dengan perkembangan diameter telur yang semakin
besar dan sudah berisi kuning telur. Kemudian pada TKG IV dapat dilihat bahwa
semua telur sudah dipenuhi dengan kuning telur dan memiliki diameter telur yang
lebih besar dibanding TKG sebelumnya.
Hati
Gonad betina
Gambar 1 Histologi hati dan gonad betina ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus pada tingkat kematangan gonad II, III dan IV
(Indriastuti 2000)
Waktu dan Persentase Akumulasi Induk yang Matang Gonad
Persentase akumulasi induk yang matang gonad ikan diketahui menurut
keberadaan gamet betina yakni telur dalam ovarium. Pengamatan jumlah induk
yang matang gonad dilakukan pada setiap sampling yakni 2 minggu selama
pemelihaaan 8 minggu dengan kanulasi pada masing-masing ikan uji per perlakuan.
Adapun rumus untuk mengetahui jumlah induk yang matang gonad ialah
100%
Persentase induk matang gonad =
Sedangkan waktu induk matang gonad dihitung berdasarkan waktu
didapatkannya telur pada calon induk patin siam melalui metode kanulasi dengan
kateter.
Perkembangan Diameter Telur
Diameter telur merupakan panjang garis tengah telur sebelum dibuahi untuk
menilai kematangan telur yang diukur pada mikroskop, kemudian dikonversikan
dari pembesaran yang digunakan. Adapun rumus untuk mengetahui nilai diameter
telur yang diamati di bawah mikoskop ialah
Diameter Telur =
1
Pengukuran diameter telur dilakukan dibawah mikroskop Olympus dengan
perbesaran 4 x 10 yang dilengkapi dengan mikro meter okuler untuk pengukuran
skala diameter telurnya yang menggunakan faktor koreksi dikali 20.
Analisis Data
Data parameter perkembangan diameter telur dianalisis menggunakan
program Minitab 16 analisis ragam One Way (ANOVA) pada selang kepercayaan
95% untuk menguji apakah terdapat perbedaan antar perlakuan. Kemudian
dilanjutkan dengan uji Tukey dengan taraf nyata α = 0,05. Sedangkan untuk data
pertumbuhan bobot mutlak, waktu dan persentase akumulasi induk yang matang
gonad, histologi gonad dan tingkat kematangan gonad, GSI dan HSI dianilisis
secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pertumbuhan Bobot Mutlak
Data parameter pengukuran pertumbuhan bobot mutlak ikan selama
pemeliharaan disajikan pada Gambar 2. Pertumbuhan bobot mutlak yang tertinggi
didapatkan pada perlakuan 5 IU pada minggu ke 4, sedangkan yang terendah yakni
pada perlakuan 0 IU.
3
bobot (kg)
2.5
2
1.5
0 IU
1
5 IU
10 IU
0.5
0
0
2
4
6
8
Minggu ke-
Gambar 2 Pertumbuhan bobot mutlak calon induk ikan patin siam selama 8 minggu
Hepato Somatic Index (HSI)
Data hasil parameter Hepato Somatic Index (HSI ) calon induk ikan patin
siam pada minggu ke-8 minggu disajikan pada Gambar 3. Hepato somatic Index
(HSI) menunjukkan perkembangan hati pada ikan patin siam yang merupakan
tempat terjadinya sintesis vitelogenin. Nilai HSI diamati pada awal pemeliharaan
yakni minggu ke-0 dan akhir pemeliharaan yakni minggu ke-8. Nilai HSI pada awal
minggu ke-0 ialah 0.52%. Nilai HSI pada setiap perlakuan mengalami kenaikan
pasca penyuntikan PMSG. Pada perlakuan 0 IU terjadi perubahan nilai HSI yang
paling tinggi yakni 0.52% pada minggu ke 0 dan meningkat hingga 1.84% pada
minggu ke-8. Sedangkan pada perlakuan 5 IU nilai HSI yakni 0.52% pada minggu
ke 0 dan mencapai 1.23% pada minggu ke-8. Kemudian pada perlakuan 10 IU nilai
HSI yakni 0.52% pada minggu ke 0 dan mencapai 1.6% pada minggu ke-8.
HSI (%)
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1.84
1.6
1.23
0 IU
5 IU
10 IU
(IU/kg bobot ikan)
Gambar 3
Nilai HSI calon induk ikan patin siam pada minggu ke-8 pasca
penyuntikan PMSG
Gonado Somatic Index (GSI)
Gonado Somatic Index (GSI) ikan patin siam pada minggu ke-8 disajikan
pada Gambar 4. Gonado somatic Index (GSI) menunjukkan perkembangan gonad
pada ikan patin siam. Nilai GSI diamati pada awal pemeliharaan yakni minggu ke0 dan akhir pemeliharaan yakni minggu ke-8. Nilai GSI pada awal pemeliharaan
yakni 0.85%. Nilai GSI pada setiap perlakuan mengalami kenaikan pasca
penyuntikan PMSG. Pada perlakuan 0 IU terjadi perubahan nilai GSI yang paling
rendah yakni 0.85% pada minggu ke-0 menjadi 1.66% pada minggu ke-8.
Sedangkan pada perlakuan 5 IU memilki nilai GSI yang paling tinggi yakni 0.85%
pada minggu ke-0 dan meningkat mencapai 7.77% pada minggu ke-8. Kemudian
pada perlakuan 10 IU memiliki nilai GSI 0.85% pada minggu ke-0 dan mencapai
6.90% pada minggu ke-8.
9
7.77
8
6.9
7
GSI (%)
6
5
4
3
2
1.66
1
0
0 IU
5 IU
10 IU
(IU/kg bobot ikan)
Gambar 4
Nilai GSI calon induk ikan patin siam pada minggu ke-8 pasca
penyuntikan PMSG
Persentase Akumulasi dan Waktu Induk Matang Gonad
Data hasil parameter persentase akumulasi dan waktu ikan matang gonad
selama pemeliharaan disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut
Tabel 3 Persentase akumulasi dan waktu ikan matang gonad pada calon induk ikan
patin siam Pangasianodon hypophthalmus pasca penyuntikan PMSG
minggu ke 0 sampai minggu ke 8
Perlakuan (IU/kg
ikan)
0
5
0
0
0
2
0
0
10
0
0
Minggu ke (waktu)
4
30%
40%
50%
6
30%
80%
8
30%
100%
70%
100%
n = 10
Jumlah ikan yang matang gonad pada perlakuan 0 IU ialah 30% pada
minggu ke 4 hingga minggu ke 8 yakni akhir dari waktu pemeliharaan. Pada
perlakuan 5 IU jumlah ikan yang matang gonad ialah 40% pada minggu ke 4, 80%
pada minggu ke 6 dan mencapai 100% pada minggu ke 8 dengan tingkat
kematangan gonad sudah memasuki tahap mature berdasarkan telur yang teramati.
Kemudian, pada perlakuan 10 IU jumlah ikan yang matang gonad ialah 50% pada
minggu ke 4, 70% pada minggu ke 6 dan mencapai 100% pada minggu ke 8 dengan
tingkat kematangan gonad sudah memasuki tahap mature berdasarkan telur yang
teramati.
Perkembangan Diameter Telur
Data perkembangan diameter telur calon induk ikan patin siam pada minggu
ke-4 dan minggu ke-8 disajikan pada Gambar 5
1.2
Diameter (mm)
1
0.8
0.6
a
a
a
a
a
a
minggu ke4
0.4
0.2
0
0 IU
5 IU ikan)
(IU/kg bobot
10 IU
Gambar 5 Perkembangan diameter telur calon induk ikan patin siam pada minggu
ke-4 dan minggu ke- 8 pasca penyuntikan PMSG
Diameter telur yang teramati dari setiap perlakuan didapatkan bahwa
perkembangan diameter telur calon induk ikan patin siam pada minggu ke-4 dan
minggu ke-8 tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan (p>0,05) (Lampiran 5&6).
Perkembangan diameter telur yang teramati dari setiap perlakuan didapatkan bahwa
diameter telur calon induk ikan patin siam pada setiap perlakuan mengalami
peningkatan ukuran diameter telur selama 8 minggu pemeliharaan. Pada perlakuan
0 IU diameter telur minggu ke-4 ialah 0.82±0.18 dan mengalami peningkatan
diameter telur menjadi 1.11±1.11 pada minggu ke-8. Pada perlakuan 5 IU diameter
telur minggu ke-4 ialah 0.76±0.22 dan mengalami peningkatan diameter telur
menjadi 1.01±0.10 pada minggu ke-8. Kemudian pada perlakuan 10 IU diameter
minggu ke-4 ialah 0.71±.1.8 dan mengalami peningkatan diameter telur menjadi
1.00±0.07 pada minggu ke-8.
Histologi Gonad dan Tingkat Kematangan Gonad
Histologi gonad merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui perkembangan gonad secara mikroskopis. Histologi gonad dilakukan
diawal pemeliharaan yakni minggu ke-0 sebelum diberikan perlakuan dan diakhir
penelitian yakni minggu ke-8 pasca penyuntikan PMSG.
N
IM
N
IM
(A)
(B)
M
Y
N
M
N
Y
(C)
(D)
Gambar 6 Histologi gonad calon induk ikan patin siam yang diamati pada awal
pemeliharaan (minggu ke-0) dan akhir penelitian (minggu ke-8).
A; awal pada minggu ke-0, B; perlakuan 0 IU pada minggu ke-8, C;
perlakuan 5 IU pada minggu ke-8, D; perlakuan 10 IU pada minggu ke8; perbesaran 20 x 10 dengan skala bar 50 µ meter. IM = Immature ,M
= Mature, N=Nukleus, Y=Yolk
Data pengamatan histologi menunjukkan bahwa calon induk ikan patin siam
mengalami perkembangan gonad yang dicirikan dengan perubahan diameter telur
pasca pemberian perlakuan. Pada perlakuan 0 IU diameter telur ikan belum
terbentuk pada minggu ke-0 atau masih tahap immature, sedangkan pada minggu
ke-8 diameter telur nya mengalami perubahan namun masih dalam tahapan
immature, yang dicirikan dengan diameter telur yang belum berkembang.
Kemudian pada perlakuan 5 IU diameter telur ikan belum terbentuk pada minggu
ke-0 atau masih tahap immature sedangkan pada minggu ke-8 diameter telur nya
mengalami perubahan yakni sebagian telur sudah masuk ke tahapan mature dengan
tingkat kematangan gonad IV (Gambar 6). Kemudian pada perlakuan 10 IU
diameter telur ikan belum terbentuk pada minggu ke-0 atau masih tahap immature
sedangkan pada minggu ke-8 diameter telur mengalami perubahan yakni secara
keseluruhan telur telah masuk ke tahapan mature, diameter telur yang teramati lebih
seragam dengan tingkat kematangan gonad IV.
Analisis Usaha
Analisis usaha untuk penggunaan hormon PMSG didapatkan perbandingan
antara pendapatan hasil pemijahan ikan patin siam berupa larva menggunakan
hormon PMSG untuk mempercepat kematangan gonad per kg calon induk dan
tanpa menggunakan hormon PMSG dalam satu tahun. Asumsi fekunditas, SR
(Survival rate), harga penjualan larva bersumber dari BPBAT Cijengkol, Subang.
Dengan asumsi fekunditas 100.000 butir/kg induk, SR larva 75%, harga jual larva
Rp 5,00/ekor dan harga hormon PMSG Rp 200.000,00/10 IU (dosis stock).
Sedangkan untuk asumsi induk yang digunakan dalam pemijahan didapatkan dari
hasil ikan uji yang diberi penyuntikan PMSG selama 8 minggu pemeliharaan. Pada
perlakuan pemberian PMSG jumlah induk yang digunakan berjumlah 10 ekor,
sedangkan pada perlakuan tanpa PMSG jumlah induk yang digunakan berjumlah 3
ekor (Tabel 3). Frekuensi pemijahan menggunakan PMSG 4 kali lebih sering
dibanding yang pematangan gonadnya tanpa menggunakan PMSG dalam 1 tahun
sehinggga pemasukan, penjualan larva menggunakan PMSG dapat meningkatkan
pendapatan 4 kali lipat dibandingkan dengan tanpa penggunaan hormon PMSG.
Frekuensi pemijahan didapatkan dari hasil waktu ikan matang gonad yakni 8
minggu dengan mengasumsikan waktu istirahat ikan selama 1 bulan pada setiap
siklus per tahunnya (Tabel 3). Hasil pemijahan ikan patin siam menggunakan
hormon PMSG dalam pemasukan penjualan larva per 1 tahun dapat mencapai Rp
16.000.000. Bila dibandingkan dengan tanpa menggunakan PMSG pemasukan
penjualan larva hanya Rp 4.000.000 per 1 tahun. Data perhitungan analisis usaha
penggunaan hormon PMSG dilampirkan pada Lampiran 7.
Pembahasan
Hormon PMSG merupakan hormon yang mampu mempercepat kematangan
gonad pada ikan patin sehingga waktu maturasi menjadi singkat. Hasil penelitian
menunjukkan persentase ikan yang matang gonad pada perlakuan 5 IU dan 10 IU
mencapai 100% pada minggu ke-8. Sedangkan persentase ikan yang matang gonad
pada perlakuan 0 IU berjumlah 30% (Tabel 3). Menurut Partodiherdjo dalam
Afdhal (1987) PMSG memiliki sifat biologik seperti Luteinizing Hormone (LH)
dan Follicle Stimulating Hormon (FSH). PMSG mempunyai daya kerja
merangsang terbentuknya folikel, merangsang pertumbuhan sel- sel interstitial dan
merangsang terbentuknya sel-sel lutea, tetapi derajat daya kerja ini berbeda-beda.
Pada umumnya disetujui bahwa hormon PMSG sangat banyak mengandung unsurunsur daya kerja FSH dan sedikit unsur LH. FSH inilah yang nantinya akan
membantu dalam proses pembentukan telur pada ikan.
Pemeliharaan ikan patin siam selama 8 minggu menunjukan pertumbuhan
bobot mutlak yang cenderung naik sampai akhir pemeliharaan. Pertumbuhan bobot
mutlak yang tertinggi didapatkan pada perlakuan 5 IU yang ditunjukan dengan
kenaikan tertinggi pada minggu ke-4. Sedangkan pertumbuhan bobot mutlak yang
terendah pada perlakuan 0 IU. Pertumbuhan bobot mutlak berkaitan dengan
perkembangan gonad dan hati. Pertumbuhan bobot pada induk ikan didasarkan
pada pertumbuhan gonadik (pertumbuhan dan pematangan gonad) yakni semakin
berkembang ikan maka pertambahan bobot nya akan cenderung berkurang karena
akan dipakai untuk pertumbuhan alat reproduksinya yakni gonad (Affandi dan Tang
2002).
Perkembangan diameter telur ikan mengalami peningkatan diameter telur
pada minggu ke-4 hingga minggu ke-8. Diameter telur yang teramati dari setiap
perlakuan didapatkan bahwa perkembangan diameter telur calon induk ikan patin
siam pada minggu ke-4 dan minggu ke-8 tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan
(p>0,05) (Lampiran 5&6). Menurut Unus (2010) Diameter telur ikan bervariasi,
baik antara spesies maupun antara individu dalam spesies yang sama. Diameter
telur yang didapatkan pada setiap perlakuan masuk kedalam kisaran normal
diameter telur ikan patin yakni sebesar 1.00-1.11 mm. Hal ini didukung dengan
pernyataan SNI (2000) bahwa matang gonad pada ikan patin siam adalah kondisi
ikan yang sudah siap untuk dipijahkan yang ditandai oleh diameter telur yang sudah
mencapai 1.00-1.2 mm.
Hepato somatic Index (HSI) merupakan nilai yang menunjukkan
perkembangan hati pada ikan patin siam yang merupakan tempat terjadinya proses
penimbunan kuning telur atau sintesis vitelogenin. Nilai Hepato Somatic Index
(HSI) ikan patin siam diamati pada awal pemeliharaan yakni minggu ke-0 dan
minggu ke-8 pada akhir penelitian. Nilai HSI pada setiap perlakuan mengalami
kenaikan pasca penyuntikan PMSG. Perubahan nilai HSI yang paling tinggi
didapatkan pada perlakuan 0 IU. Hal ini menunjukan bahwasannya ikan uji pada
perlakuan 0 IU sedang berlangsung proses vitelogenesis yang ditandai dengan nilai
HIS yang tinggi. Kemudian pada perlakuan 5 IU memiliki nilai HSI 1.23% pada
minggu ke-8 dan pada 10 IU nilai HSI yakni 1.6% pada minggu ke-8. Hal ini
menunjukan bahwa pada perlakuan 5 IU dan 10 IU memiliki nilai HSI yang lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan 0 IU. Hal ini menunjukan bahwa ikan pada
perlakuan 5 IU dan 10 IU, ikan uji telah memasuki tahapan final maturation yang
menandakan proses vitelogenesis telah selesai. Menurut Nagahama et al. (1991)
menyatakan bahwa pemberian PMSG dapat meningkatkan aktivitas aromatase pada
folikel. Enzim P450 aromatase berperan penting dalam suatu proses vitelogenesis
pada ikan. Aktivitas aromatase meningkat dan tinggi pada proses folikel selama
vitelogenesis dan menurun saat folikel mencapai pematangan akhir. Sintesis
vitelogenin di hati sangat dipengaruhi oleh estradiol-17β yang merupakan
stimulator dalam biosintesis vitelogenin (Potalangi et al. 2004). Vitelogenin adalah
bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sudah tumbuh
dan dihasilkan di hati (Affandi dan Tang 2002)
Menurut Affandi dan Tang (2002) kematangan gonad adalah tahap tertentu
perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Selama proses reproduksi
sebagian energi dipakai untuk perkembangan gonad. Gonad ikan akan mencapai
maksimum saat ikan akan memijah, kemudian akan menurun dengan cepat selama
proses pemijahan berlangsung sampai selesai. Pada penelitian ini nilai GSI diamati
pada awal pemeliharaan yakni minggu ke-0 dan akhir pemeliharaan yakni minggu
ke-8. Berdasarkan hasil nilai Gonado Somatic Index (GSI ) calon induk ikan patin
siam yang didapatkan diketahui bahwa nilai GSI pada setiap perlakuan mengalami
perubahan pasca penyuntikan PMSG. Nilai GSI yang paling rendah didapatkan
pada perlakuan 0 IU yakni 16.57% pada minggu ke-8. Hal ini menunjukan
bahwasannya ikan uji pada perlakuan 0 IU belum memasuki tahapan final
maturation karena sedang vitelogenesis yang dicirikan dengan nilai HSI yang tinggi
(Gambar 3). Sedangkan pada perlakuan 5 IU memiliki nilai GSI yang paling tinggi
yakni mencapai 7.77% pada minggu ke-8. Kemudian pada perlakuan 10 IU
memiliki nilai GSI mencapai 6.90% pada minggu ke-8. Nilai GSI yang semakin
naik pasca peyuntikan PMSG diindikasikan bahwasannya PMSG mampu
mempercepat kematangan gonad pada ikan patin siam. Selain itu, nilai GSI yang
tinggi menunjukan bahwa ikan yang disuntik dengan PMSG telah memasuki
tahapan final maturation pada minggu ke 8. Peningkatan ukuran gonado somatic
index (GSI) atau perkembangan ovarium disebabkan oleh perkembangan stadia
oosit. Pada ikan betina, ovari berespons terhadap peningkatan konsentrasi
gonadotropin dengan meningkatkan secara tidak langsung produksi estrogen, yakni
estradiol-17β (E2). Estradiol-17â beredar menuju hati, memasuki jaringan dengan
cara difusi dan secara spesifik merangsang sintesis vitelogenin. Aktivitas
vitelogenesis ini menyebabkan nilai hepato somatic index (HSI) dan gonado
somatic index (GSI) ikan meningkat (Hartanti dan Nurjannah 2008).
Histologi gonad merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui perkembangan gonad secara mikroskopis. Histologi gonad dilakukan
diawal pemeliharaan yakni minggu ke-0 sebelum diberikan perlakuan dan diakhir
penelitian yakni minggu ke-8 pasca penyuntikan PMSG. Data pengamatan histologi
menunjukkan bahwa calon induk ikan patin siam mengalami perkembangan gonad
yang dicirikan dengan perubahan diameter telur pasca penyuntikan PMSG. Pada
perlakuan 5 IU diameter telur ikan mengalami perubahan yakni telur telah masuk
ke tahapan mature dengan TKG IV yang dicirikan dengan tidak terlihatnya nukleus
pada telur (Gambar 1). Menurut Nurjannah dan Hartanti (2008) semakin tinggi
tingkat perkembangan gonad, telur yang terkandung di dalamnya semakin
membesar sebagai hasil dari akumulasi kuning telur, hidrasi, dan pembentukan
butir-butir minyak yang berjalan secara bertahap. Kemudian ikan yang matang
gonad dicirikan dengan telur yang sudah tidak memiliki nukleus atau
inti.Sedangkan pada perlakuan 10 IU diameter telur ikan secara keseluruhan telah
masuk ke tahapan mature dengan TKG IV (Gambar 6). Sedangkan pada perlakuan
0 IU diameter telur ikan masih dalam tahapan immature dengan TKG II (Gambar
6).
Kematangan pada ikan patin siam menunjukkan tingkat reproduksi yang
cepat dalam dua bulan, dari Januari – Maret, menunjukkan adanya stimulasi
reproduksi yang aktif pada musim ini. Kemudian secara umum tingkat kematangan
menurun secara drastis pada bulan Mei dan kematangan yang rendah sampai bulan
November. (Hamid et al. 2009). Ikan patin siam akan memijah secara maksimal
pada musim penghujan. Pada musim penghujan setiap kilogram induk ikan patin
akan menghasilkan telur sekitar 120.000–200.000 butir telur (SNI 2000).
Secara alamiah proses vitelogenesis memerlukan interaksi faktor eksternal
internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi vitelogenesis antara lain adalah
temperatur, curah hujan, debit air dan lainnya. Faktor tersebut merupakan sinyal
lingkungan yang tidak selalu tersedia sepanjang tahun. Sedangkan faktor internal
yang terpenting adalah tersedianya homon-hormon steroid gonad terutama estradiol
17β dalam tingkat yang dapat merangsang vitelogenesis (Indriastuti 2000).
Pemberian PMSG meningkatkan kerja FSH dalam tubuh sehingga mempercepat
proses vitelogenin yang ditunjukkan dengan nilai HSI dan GSI yang signifikan pada
perlakuan penyuntikan. Pola sekresi hormon pada sebagian ikan dikemukakan
bahwa FSH telah mendominasi peranan hormon dalam regulasi vitelogenin untuk
pertumbuhan folikel. Estradiol-17β (E2) mengatur regulasi ovari yang merupakan
control dari sintesis vitelogenin di organ hati selama periode pertumbuhan oosit
(Nagahama dan Matsuhisa 2008).
Pemberian hormon PMSG melalui penyuntikan secara intramuscular untuk
pematangan gonad calon induk ikan patin siam yang paling baik adalah pada dosis
PMSG 5 IU/kg bobot ikan setiap 2 minggu selama 8 minggu. Hal ini didukung
dengan data GSI dan HSI yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Selain itu, jumlah persentase induk yang matang gonad pada perlakuan 5
IU/kg ikan mencapai 100% pada minggu ke 8 dengan diameter telur 1.01 mm.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian hormon PMSG yang paling baik dengan dosis 5 IU/ kg ikan
melalui penyuntikan yang dilakukan 2 minggu sekali selama 8 minggu untuk
mempercepat kematangan gonad pada calon induk ikan patin siam di luar musim
pemijahan. Presentasi induk yang matang gonad mencapai 100% pada pemberian
dosis PMSG 5 IU/kg bobot ikan pada minggu ke 8.
Saran
Pematangan gonad pada calon induk ikan patin siam dapat dilakukan
dengan pemberian hormon PMSG dengan dosis 5 IU PMSG/kg ikan dengan
penyuntikan 2 minggu sekali/8 minggu. Perlu dilakukan penelitian lanjut terkait
kuantitas dan kualitas telur serta larva yang dihasilkan dari indukan yang diinduksi
dengan hormon PMSG dengan rentang waktu yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Afdhal H. 1987. Hormon-hormon plasenta. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau: Unri Press.
Fakhriyansyah I M. 2013. Induksi Pematangan Gonad Belut Sawah Monopterus
albus Dengan Hormon Gonadotrophin 5 IU,10 IU dan 15 IU. [skripsi].
Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Hamid M A, Wahyu B W , Rangga W, Lubis R A, Atomu Furusawa. 2009. Analysis
of Effective Broodstock Management and Breeding of Patin Siam
(Pangasius hypophthalmus) in BBAT Jambi. Jurnal Akuakultur
Indonesia. 8(1): 29-35.
Hartanti N U, Nurjanah. 2008. Pemacu Pematangan Gonad Induk Ikan Nilem
Dengan Teknik Induksi Hormon. Jurnal Perikanan. Universitas
Sudirman.
Indriastuti C. 2000. Aktivasi Sintesis Vitelogenin Pada Proses Rematurasi Ikan
Jambal Siam (Pangasius Hypothalamus P). [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Mylonas CC, Fostier A, Zanuy S. 2009. Broodstock management and hormonal
manipulations of fish reproduction. General and Comparative
Endocrinology.165: 516–534.
Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A Mechanism
for The Action Pregnant Mare Serum Gonadotropin on Aromatase
Activity in The Ovarian Follicle of The Medaka, Oryzias latipes. J. Exp.
Zool. 259: 53-58, Jepang
Nagahama Y, Matsuhisa A. 2008. Regulation of oocyte maturation in fish. Develop
Growth Differ. S195–S219.
Potalangi M, Toelihere, Zairin M, Supriyono E. 2004. Pengaruh Pemberian
Hormon Alh-Rh Melalui Emulsi W/O/W Lg (C-14) Pada Perkembangan
Gonad Induk Ikan Jambal Siam (Pangasius Hypophthalmus). Jurnal
Akuakultur Indonesia. 3(3): 15-21.
Rachman B. 2013. Manipulasi Hormonal Pada Pematangan Gonad Ikan Patin Siam
Pangasianodon Hypophthalmus. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rahmawati R. 2011. Evaluasi Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin Pada Alma
Fish Farm Di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Rovara O, Affandi R , Junior Z, Priyono A, Mozes R. Toelihere. 2008. Pematangan
Gonad Ikan Sidat Betina (Anguilla Bicolor Bicolor) Melalui Induksi
Ekstrak Hipofisis. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.
1: 69-76.
SNI 2000. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok
(Parent Stock) Badan standarisasi nasional.
SNI 2009. Produksi ikan patin pasupati (Pangasionodon sp) kelas pembesaran di
kolam. Badan standarisasi nasional.
Unus F, Bin S, Omar A. 2010. Analisis Fekunditas Dan Diameter Telur Ikan
Malalugis Biru (Decapterus Macarellus Cuvier, 1833) Di Perairan
Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah. Torani
(Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ). Vol 20 : 37– 43.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 02 Mei 1993 dari ayah Yeyep
Jomantara dan ibu Yuyun Juniati. Penulis adalah anak sulung dari empat
bersaudara.
Penulis telah menyelesaikan sekolah dasar di SDN 1 Cipeundeuy pada
tahun 2006. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Cipeundeuy
dan meyelesaikan pada tahun 2008. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke
Al-basyariyah Boarding School pada tahun 2009-2010 dan di SMA Darul Falah
pada tahun 2010. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Darul Falah dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut pertanin Bogor (IPB) melalui jalur
Beasiswa Utusan Daerah Kementrian Agama RI dan diterima di Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten praktikum
mata kuliah Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik pada tahun ajaran 2014,
koordinator asisten dari mata kuliah Industri Pembenihan Organisme Akuatik dan
asisten praktikum Ikan Hias dan Akuaskap pada tahun 2015. Penulis juga aktif
mengajar mata kuliah Biologi di bimbingan belajar dan privat Mitra Siswa dan
Primagama. Pada tahun 2012 penulis mengikuti IPB Goes to Field (IGTF) di kota
Brebes dengan program pembenihan ikan air tawar dan pengolahan produk
perikanan. Pada tahun 2013 penulis pernah melakukan magang di Balai Besar
Budidaya Air Tawar (BBBAT) Sukabumi dengan mengambil komoditas ikan hias
yakni ikan koi. Bulan Juni-Agustus 2014 penulis melaksanakan Praktik Lapangan
di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar, Cijengkol dengan judul Pembenihan
Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) di Balai Pengembangan Budidaya Air
Tawar, Cijengkol Subang.
Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi sarjana diselesaikan oleh penulis
dengan menyusun skripsi yang berjudul “Pematangan Calon Induk Ikan Patin
Siam Pangasianodon hypophthalmus Di Luar Musim Pemijahan
Menggunakan Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG)”